PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN PANOMBEIAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN (Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
TESIS
Oleh :
JUSTINA NURIATI PURBA 057024036
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN PANOMBEIAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN (Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Magister Studi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
JUSTINA NURIATI PURBA 057024036
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Judul Tesis
:
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN PANOMBEIAN KABUPATEN SIMALUNGUN
DESA PANEI
(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) Nama Mahasiswa
:
Justina Nuriati Purba
Nomor Pokok
:
057024036
Program Studi
:
Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing :
Anggota,
Ketua,
(Drs. Agus Suriadi, M.Si)
(Prof. Dr. Erika Revida, MS)
Ketua Program Studi,
Direktur SPs USU,
(Subhilhar, MA, Ph.D) NIP. 131 754 528
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc) NIP. 130 535 852
Tanggal Lulus : 4 Februari 2008
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
PERNYATAAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN PANOMBEIAN PANEI KABUPATEN SIMALUNGUN (Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 4 Februari 2008
Justina Nuriati Purba
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) Tahun Anggaran 2006 yang menghasilkan partisipasi swadaya masyarakat sebesar Rp. 40.000.000,- (10 %), dari dana stimulan sebesar Rp. 400.000.000,- untuk 8 desa serta jumlah kegiatan sebanyak 10 kegiatan sangat rendah. Pelaksanaannya pun dianggap belum optimal, bahkan sebagian dianggap bermasalah akibat salah persepsi antara masyarakat dan pemerintah. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara yang tidak terstruktur dan mendalam, pengamatan (kajian secara langsung) serta Studi Kepustakaan dan Arsip. Temuan Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam tahap perencanaan sudah berjalan dengan baik. Namun dalam Tahap pelaksanaan pembangunan, masyarakat kurang terlibat karena sikap masyarakat yang susah diajak bergotong royong sehingga harus melibatkan pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga tersebut juga telah diatur dalam petunjuk Teknis Pelaksanaan BPN / K sehingga dari segi peraturan hal tersebut dapat dikatakan sah dan resmi namun dari segi konsep pemberdayaan hal tersebut tidak memberikan proses belajar sebagaimana yang dikatakan Korten (1988:247). Dalam tahap pengawasan yang dilakukan oleh pihak Kabupaten, Kecamatan dan Nagori serta Masyarakat (dalam hal ini Maujana Nagori) telah berjalan dengan baik, karena aturan dan sistem sanksi yang diberikan telah diatur secara jelas. Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Simalungun hendaknya meminimalisir pembangunan yang lebih bernuansa proyek dan atau keterlibatan pihak ketiga seperti rekanan kontraktor, sepanjang masyarakat masih mampu melaksanakannya secara langsung. Dengan demikian masyarakat diberikan kesempatan untuk belajar memahami sendiri tentang seluk beluk pembangunan, menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat dan pada sisi lain hal tersebut juga akan mengurangi rasa apriori masyarakat.
Kata Kunci : Pemberdayaan dan Masyarakat Desa
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
People participations on applicating Villages Development Aid Program for 2006 years fund produce Rp.40.000.000.- (10%) from stimulan fund as much as Rp.400.000.000.-. The Rp.40.000.000.- for 8 villages and 10 projects is poor. The application of the projects is considered not optimal, thus some of those projects are considered poor because of misunderstanding between community and local government. The method used in this research is descriptive method. In this research writer had done unstructural deep interview, direct observation, and library research. The results of this research show that the society participations on development preparing step has been done well, however people are less include on its applicating step. The less of people participation on applicating step is caused by society behaviour itself, where they do not care if they are asked to participate on working together so the outsiders include in this step. The outsiders involvement has been also regulated in Villages Development Aid Program technical manual so those things can be said legal based on regulation, but based on the efficiency concept, those things not give learning process as Korten said. (1988:247). On Controlling step by Regencies, Sub-Districts, Villages, and societies control board (Muajana Nagori) has been done well because of rules and punishment sistem has been regulated clearly. Simalungun Regency should minimalize the development that nuancing of projects and outsiders involvement such as contractors, as long society can do it directly. Therefore people has been given a chance to learn development problems by themselves, Raising owning sense and reducing people apriory in other side.
Key Words : Empowerment and Rural Society
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Penyayang, yang senantiasa memberikan berkat, anugerah dan penyertaanNya dalam proses penyusunan sejak awal hingga selesainya Tesis ini. Tesis yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) ini ditulis sebagai salah satu persyaratan akhir, guna memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (M.SP) pada Program Pasca Sarjana Jurusan Studi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara. Andil yang sangat besar telah diberikan sejak proses perkuliahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pengolahan data hingga rampung menjadi sebuah Tesis telah diberikan banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan rasa hormat dan terima-kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Erika Revida, MS, selaku Pembimbing Pertama yang penuh kesabaran meluangkan waktu untuk senantiasa memberikan motivasi, bimbingan serta pencerahan intelektual yang sangat berkesan bagi penulis, sejak proses awal penyusunan, Proposal sampai penulisan Tesis ini.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
2. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan dorongan dan saran dalam upaya pencerahan intelektual, sehingga menjadi pengetahuan yang monumental bagi penulis. 3. Pemerintah Kabupaten Simalungun, atas komitmen peningkatan kualitas sumber daya manusia para aparatur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun, dengan memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis. 4. Suami tercinta Rizal Edi Praja Saragih, AP, M.Si (Cia) yang juga selaku Camat Panombeian Panei yang telah banyak memberikan dorongan, semangat dan kasihnya kepada penulis. Demikian juga terhadap Keluarga Besar Saragih yang senantiasa memberikan dorongan bagi penulis. Terima kasih. 5. Ayahanda R.B. Purba dan Ibunda S. Sipayung, yang senantiasa berdoa dan berjuang untuk keberhasilan penulis serta dorongan dan semangat yang selalu diberikan. Warisan pendidikan yang beliau berikan sangat berharga bagi penulis hingga kelak diakhir hayat. Demikian juga terhadap Keluarga Besar Purba yang senantiasa memberikan dorongan bagi penulis. Terima kasih. 6. Seluruh rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa MSP Angkatan VIII, atas segala dorongan dan kerja samanya. Mudah-mudahan kita tidak saling melupakan. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang sedikit banyak memberi bantuan dan peluang untuk penyelesaian penulisan tesis ini, baik langsung maupun tidak langsung.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Penulis sangat menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu penulis dengan lapang dada mengharapkan saran dan kritik membangun yang penuh keikhlasan, demi kesempurnaan karya tulis ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat. Syaloom.....
Medan,
2008
Justina Nuriati Purba
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama
:
Justina Nuriati Purba, SSTP
NIM
:
057024036
Tempat / Tanggal Lahir
:
P. Siantar / 7 Agustus 1983
Alamat
:
Jln. Rajamin Purba No 20 Kompleks Kantor Bupati Simalungun – Rambung Merah - P. Siantar
Status Perkawinan
:
Sudah Kawin
Suami
:
Rizal Edi Praja Saragih, AP, M.Si
Anak ke
:
6 dari 7 bersaudara 1. Dasnita Seniwati Purba, Amd 2. Abdi Gofrelin Purba, ST 3. Diana Rita Purba 4. Fitri Mayani Purba, SE 5. Martha Evi Riana Purba, S.Kep 6. Justina Nuriati Purba, SSTP 7. Bertha Purba, S.Pd
Pendidikan
:
1. SD RK No 4 Cinta Rakyat (1989 - 1995) 2. SMP RK Bintang Timur (1995 - 1998) 3. SMA RK Budi Mulia (1998 - 2001) 4. STPDN Jatinangor (2001 - 2005) 5. Mahasiswa Program S2 MSP FISIP Universitas Sumatera Utara (2006 - sekarang)
Riwayat Pekerjaan
:
1. CPNS Pusat / Mahasiswa Ikatan Dinas pada STPDN Jatinangor JABAR (2001-2005) 2. Staf Pemerintah Kabupaten Simalungun
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................
i
ABSTRAK ...........................................................................................
iv
ABSTRACT .........................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................
ix
RIWAYAT HIDUP .............................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah .....................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ............................................................
7
1.3
Tujuan Dan Manfaat Penelitian ..........................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 2.1.
2.2.
9
Pembangunan .......................................................................
9
2.1.1. Program dan Proyek Pembangunan...........................
11
2.1.2. Pembangunan Desa....................................................
12
Pemberdayaan Masyarakat ..................................................
15
2.2.1. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat ...............
16
2.2.2. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat .........................
18
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
2.3.
Program Dana Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) .............................................................................
2.4.
28
Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) ......
33
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………….
36
3.1.
Jenis Penelitian ...................................................................
36
3.2.
Definisi Konsep ..................................................................
37
3.3.
Informan .............................................................................
38
3.4.
Teknik Pengumpulan Data .................................................
39
3.5.
Lokasi Penelitian ................................................................
41
3.6.
Metode Analisis Data .........................................................
41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................
43
4.1.
Keadaan Geografis dan Demografis ...................................
43
4.2.
Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi ................................
47
4.3.
Gambaran Umum Pemerintahan .........................................
54
4.4.
Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pambangunan Nagori / Kelurahan ......... 4.4.1
57
Tahap Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan
4.4.2
(BPN / K) ...
69
Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan
4.4.3
(BPN / K) ...
81
Tahap Pengawasan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan
(BPN / K) ...
93
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V PENUTUP ............................................................................
97
5.1.
Kesimpulan ..........................................................................
97
5.2.
Saran ....................................................................................
99
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
101
LAMPIRAN ........................................................................................
104
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Luas Wilayah Menurut Nagori dan Jarak Ke Ibu Kota Kecamatan ..........................................................................
44
Luas Wilayah Menurut Nagori dan Jenis Penggunaan Lahan ..................................................................................
45
Jumlah Penduduk dan KK Di Kecamatan Panombeian Panei (Keadaan Akhir Desember 2006) ..………………...
46
Penduduk Kecamatan Panombeian Panei Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin ..................................
47
Penduduk Kecamatan Panombeian Panei Menurut Mata Pencaharian ........................................................................
48
Jumlah Rumah Tangga Pengguna Lahan Tanaman Padi, Palawija dan Holtikultura ................................................... Penyebaran Sarana Pendidkan di Setiap Nagori se Kecamatan Panombeian Panei Keadaan Tahun 2006 ........ Penduduk Menurut Nagori dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan .........................................................................
49
50
51
Tabel 4.9
Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Nagori .....................
52
Tabel 4.10
Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dianut ..............
53
Tabel 4.11
Perubahan Nomenclatur Pemerintahan Desa menjadi Pemerintahan Nagori ..........................................................
56
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Kegiatan Program BPN/K di Kecamatan Panombeian Panei yang bersumber dari Tahun Anggaran 2005 ............
62
Kegiatan Program BPN/K di Kecamatan Panombeian Panei yang bersumber dari Tahun Anggaran 2006 ............
63
Rangkuman Temuan Penelitian Karakteristik Program .................................................................
tentang BPN/K
66
Rangkuman Temuan Penelitian tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Program BPN/K ...................................
68
Proses Pemberdayaan Masyarakat dalam Program BPN/K..................................................................................
96
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Daftar Pedoman Wawancara ...............................................................
104
2.
Ringkasan Hasil Wawancara ...............................................................
107
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan desa memegang peranan yang penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional. Hal tersebut terlihat melalui banyaknya program pembangunan yang dirancang pemerintah untuk pembangunan desa. Hampir seluruh instansi, terutama pemerintah daerah mengakomodir pembangunan desa dalam program kerjanya. Tentunya berlandaskan pemahaman bahwa desa sebagai kesatuan geografis terdepan yang merupakan tempat sebagian besar penduduk bermukim. Dalam struktur pemerintahan, desa menempati posisi terbawah, akan tetapi justru terdepan dan langsung berada di tengah masyarakat. Karenanya dapat dipastikan apapun bentuk setiap program pembangunan dari pemerintah akan selalu bermuara ke desa. Meskipun
demikian,
pembangunan
desa
masih
memiliki
berbagai
permasalahan, seperti adanya desa terpencil atau terisolir dari pusat-pusat pembangunan (centre of excellent), masih minimnya prasarana sosial ekonomi serta penyebaran jumlah tenaga kerja produktif yang tidak seimbang, termasuk tingkat produktivitas, tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Semuanya itu pada akhirnya berkontribusi pada kemiskinan penduduk.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Fakta tersebut menyebabkan pemerintah semakin intensif menggulirkan program dan proyek pembangunan dalam pelaksanaan pembangunan desa. Namun demikian program atau proyek yang diarahkan dalam pembangunan desa justru tidak dapat berjalan optimal, karena kebanyakan direncanakan jauh dari desa (Korten, 1988:247). Masyarakat masih dianggap sebagai obyek/sasaran yang akan dibangun. Hubungan yang terbangun adalah pemerintah sebagai subyek/pelaku pembangunan dan masyarakat desa sebagai obyek/sasaran pembangunan (Kartasasmita, 1996:144). Partisipasi yang ada masih sebatas pemanfaatan hasil. Tingkat partisipasi dalam pembangunan masih terbatas, misalnya masih sebatas peran serta secara fisik tanpa berperan secara luas sejak dari perencanaan sampai evaluasi. Kondisi tersebut mengakibatkan peranan pemerintah semakin besar. Pemerintah berperan dominan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan program atau proyek pembangunan. Fakta ini berangkat dari perspektif stakeholders pemerintahan bahwa berhasilnya program atau proyek pembangunan diukur dari penyelesaian yang tepat pada waktunya (efisiensi dan efektifitas) serta sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Dengan orientasi seperti ini, tentunya masyarakat desa beserta stakeholder lainnya di desa yang seharusnya memiliki peranan yang besar tidak dapat mengembangkan kemampuannya dan menjadi “terbelenggu” dalam berinovasi. Hal tersebut misalnya dapat dilihat dari implementasi program bantuan desa (Bangdes) selama ini, justru peranan birokrat pemerintah yang amat menonjol. Walaupun sesungguhnya program tersebut sudah lama dilaksanakan dan cukup
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
dikenal luas di desa, namun masyarakat selalu dianggap kurang mampu, sehingga bimbingan dan arahan dari pemerintah begitu kuat pengaruhnya dan merasuk (internalisasi) dalam masyarakat. Pada akhirnya masyarakat tergantung pada bimbingan dan arahan dari pemerintah. Bila kondisi tersebut tetap dipertahankan, maka masyarakat tidak akan pernah dapat menunjukkan kemampuannya dalam mengelola pembangunan di desanya. Apapun bentuk pembangunan, secara substantif akan selalu diartikan mengandung unsur proses dan adanya suatu perubahan yang direncanakan untuk mencapai kemajuan masyarakat. Karena ditujukan untuk merubah masyarakat itulah maka sewajarnya masyarakatlah sebagai pemilik (owner) kegiatan pembangunan. Hal ini dimaksudkan supaya perubahan yang hendak dituju adalah perubahan yang diketahui dan sebenarnya yang dikehendaki oleh masyarakat (Conyers, 1991:154155). Ada kesiapan masyarakat untuk menghadapi dan menerima perubahan itu. Untuk itu keterlibatannya harus diperluas sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pemanfaatannya, sehingga proses pembangunan yang dijalankan dapat memberdayakan masyarakat, bukan memperdayakan. Pembangunan desa secara konseptual mengandung makna proses dimana usaha-usaha dari masyarakat desa terpadu dengan usaha-usaha dari pemerintah. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Sehingga dalam konteks pembangunan desa, paling tidak terdapat dua stakeholder yang berperan utama dan sejajar (equal) yaitu pemerintah dan masyarakat (Korten,
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
1988:378). Meskipun demikian, dalam konteks yang lebih luas, juga terdapat peranan “Agen Eksternal” seperti LSM, Konsultan, Lembaga Donor dll. Domain pembangunan desa juga tidak terlepas dari wacana tentang model perencanaan pembangunan yaitu dari atas ke bawah (top down planning) dan dari bawah ke atas (bottom up planning). Pada dasarnya setiap program dari pemerintah senantiasa mencerminkan kombinasi kedua model tersebut, hanya intensitasnya yang berbeda. Sesuai dengan tuntutan paradigma baru tentang pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), maka pendekatan bottom up planning sudah sewajarnya diperbesar dan menjadi inti dari proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat. Berlatar belakang pokok pikiran tersebut, penelitian ini bermaksud mengambil suatu dimensi yang lebih khusus yaitu menganalisis tentang pemberdayaaan masyarakat desa dengan studi tentang Program Pembangunan Bantuan Nagori / Kelurahan (BPN / K) di Kecamatan Panombeian Panei. Pemilihan program tersebut, didasarkan atas pertimbangan bahwa desain dan implementasinya dapat memberikan gambaran tentang proses pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, dengan pengkajian pembangunan di desa. Selain itu, saat ini khususnya di Kecamatan Panombeian Panei, umumnya di Kabupaten Simalungun, program tersebut sangat mewarnai dinamika pembangunan desa, sehingga
melalui
implementasinya
diharapkan
dapat
mewujudkan
proses
pemberdayaan masyarakat.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Penelitian ini dikhususkan pada desa-desa di Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun. Pengalaman selama ini menunjukkan banyak program pembangunan yang digulirkan oleh Pemerintah kurang optimal melibatkan masyarakat dalam perencanaan sampai evaluasi pembangunan di desa, sehingga muncul kesenjangan persepsi antara masyarakat dengan pemerintah. Hal tersebut berakibat rendahnya kepedulian masyarakat itu sendiri, yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya tingkat keberdayaan masyarakat. Hal ini dapat terbukti dengan rendahnya tingkat partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena tanpa disadari sebenarnya peranan pemerintah masih lebih besar, meskipun tidak secara fisik, akan tetapi dalam wujud regulasi yang kurang memberikan keleluasaan bagi masyarakat secara optimal. Kondisi tersebut tercermin dari pelaksanaan Proyek P2KT (Program Pemberdayaan Kecamatan Terpadu) sebelumnya yang didominasi oleh birokrat kecamatan, demikian juga dengan pelaksanaan program BPN / K yang masih didominasi oleh elit formal di tingkat lokal. Rendahnya partisipasi masyarakat terlihat dari pelaksanaan program BPN / K Tahun Anggaran 2006 yang menghasilkan partisipasi swadaya masyarakat sebesar Rp. 40.000.000,- (10 %), dari dana stimulan sebesar Rp. 400.000.000,- untuk 8 desa serta jumlah kegiatan sebanyak 10 kegiatan. Pelaksanaannya pun dianggap belum optimal, bahkan sebagian dianggap “bermasalah” akibat salah persepsi antara masyarakat dan pemerintah.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Penelitian ini dikhususkan pada desa di Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun, mengingat kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan pemekaran sejak tahun 2002 yang mempunyai karakteristik daerah pertanian (+ 80 %), merupakan kecamatan yang paling dekat dan berbatas langsung dengan wilayah Kota Pematang Siantar dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Simalungun. Selain itu juga banyak warga kota yang bermukim di kecamatan ini. Dengan demikian terjadi interaksi karakter masyarakat pertanian dengan sifat wilayah sebagai hinter-land nya Kota. Berarti hal tersebut akan berkontribusi dalam pengembangan peranan masyarakatnya dalam pembangunan. Secara khusus berdasarkan pengamatan dan analisis para stakeholder pembangunan di Kabupaten Simalungun, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pemberdayaan masyarakat desa di Kecamatan Panombeian Panei tidak berjalan optimal karena rendahya partisipasi masyarakat terhadap pembangunan yang disebabkan terlalu dominan program pembangunan yang diluncurkan ke daerah tersebut, tanpa melibatkan masyarakat. Kondisi tersebut secara khusus juga disebabkan oleh peranan Bupati Simalungun periode 2000 s/d 2005 yang merupakan putra asli daerah tersebut, sehingga banyak dialokasikan program pembangunan, yang prosesnya tidak melibatkan masyarakat secara aktif. Hal tersebut tidak memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat. Terbukti dari realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kecamatan Panombeian Panei yang berada pada rangking terakhir (dari 30 kecamatan). Target
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
PBB dari tahun ke tahun
berkisar Rp 60.000.000,- s/d Rp 70.000.000,- dan
realisasinya hanya sekitar 30 %, sehingga kondisi tersebut menunjukkan adanya ketidakberdayaan masyarakat. Tentunya penelitian ini bukan untuk mencari siapa yang salah, atau bagaimana fomat yang paling ideal, namun berangkat dari proses pembangunan yang sejak awal melibatkan kepentingan masyarakat desa yang berperan didalamnya. Dengan demikian dapat dianalisis karakteristik Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) di Kecamatan Panombeian Panei.
1.2. Perumusan Masalah Pembangunan yang memberdayakan masyarakat adalah pembangunan yang memberi “ruang” dan kesempatan bagi masyarakat untuk dapat berperan dalam menggerakkan dan mengerahkan segala sumber daya (resources) yang dimilikinya, baik sumber daya material maupun non material, terutama sumber daya manusianya sendiri untuk mandiri (Uphoff dalam Cernea, 1988:501). Dengan kata lain masyarakat mempunyai akses dalam pengambilan keputusan sampai pelaksanaan pembangunan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat memiliki makna lebih luas dari model pembangunan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
partisipatif, sebagaimana dinyatakan Soetrisno (dalam Lasito, 2002:7), sebagai berikut : Dalam model pemberdayaan, masyarakat tidak hanya aktif berpartisipasi dalam proses pemilikan program, perencanaan dan pelaksanaannya, akan tetapi mereka juga menguasai dana pelaksanaan program itu. Sementara dalam model partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan hanya sebatas pada pemilikan, perencanaan dan pelaksanaan, sedangkan pemerintah tetap menguasai dana guna mendukung pelaksanaan program itu.
Dari pembedaan tersebut dapat diartikan bahwa dalam model pemberdayaan, masyarakatlah yang memiliki peran yang besar (termasuk pendanaan) serta sangat menentukan bagi arah kegiatan pembangunan, sesuai dengan aspirasi dan perspektif masyarakat, maksudnya tanpa terlalu intervensi struktur pemerintahan yang cenderung birokratis. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah penelitian adalah bagaimana Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) di Kecamatan Panombeian Panei?
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Bertitik tolak dari perumusan masalah yang diajukan diatas, tujuan penelitian ini adalah menganalisis Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) di Kecamatan Panombeian Panei.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat menguatkan kajian teoritis tentang pemberdayaan masyarakat
desa dengan studi tentang Program
BPN / K di Kecamatan Panombeian Panei. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun dalam memformulasikan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan desa (bottom up planning) secara partisipatif, terdesentralisasi dan bersifat lokalitas.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembangunan Banyak pendekatan pembangunan yang telah diterapkan, yakni dari
pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan dasar hingga yang paling mutakhir yakni pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai sentral (objek sekaligus subjek) pembangunan. Pengalaman menunjukkan bahwa pendekatan pembangunan yang dilaksanakan selama ini lebih menekankan pada pembangunan fisik, bukan pada pembangunan karakter masyarakat. Dengan demikian pendekatan pembangunan yang relevan adalah masyarakat mampu melaksanakan pembangunan secara mandiri, terdesentralisasi dan tepat sasaran. Konsep pembangunan yang berpusat manusia memandang inisiatif kreatif masyarakat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan pembangunan. Visi ini menjadikan pembangunan dianggap sebagai gerakan rakyat daripada hanya sekedar sebagai proyek pemerintah. Visi pembangunan yang mengutamakan manusia sangat relevan karena adanya pergeseran peranan pemerintah dalam konteks pembangunan, yang pada hakekatnya dilaksanakan oleh masyarakat. Sejak perencanaan hingga implementasi
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
dan pemanfaatannya, peranan masyarakat yang menonjol. Peran itu lebih efektif apabila masyarakat juga berperan dalam penggunaan alokasi anggaran. Selanjutnya Korten (1988:242-245) mengemukakan bahwa pembangunan itu sendiri haruslah merupakan suatu proses belajar, yaitu : Maksudnya peningkatan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif yang tidak hanya menyesuaikan diri pada perubahan, melainkan juga untuk mengarahkan perubahan itu sehingga sesuai dengan tujuannya sendiri. Untuk mewujudkan itu, perlu ada perubahan pada berbagai segi kehidupan. Perubahan tersebut menyangkut kebijakan politik, kehidupan demokrasi, sistem pendidikan dan penyediaan saluran informasi yang terbuka dan luas bagi masyarakat, karena pada hakekatnya masyarakat berhak untuk memilih. Untuk itu ketersediaan informasi harus dibuka seluas-luasnya bagi mereka agar dapat menentukan pilihannya. Untuk dapat menerapkan pendekatan proses belajar itu, Korten (1988:247) mengemukakan dua cara, yaitu: “Pertama, dengan membangun sebuah program dan organisasi yang sama sekali baru dari bawah. Kedua, dengan “mencangkok” proses tersebut pada organisasi yang ada, sehingga mempunyai kemampuan baru untuk bekerja di pedesaan”. Tantangan ke depan pembangunan sebagai proses belajar adalah pemaduan antara pelaksanaan kerja, pendidikan dan kelembagaan ke dalam sebuah proses belajar yang koheren. Pengalaman selama ini telah memberi dasar bagi perumusan kerangka kerja dan metode penyusunan pembangunan yang lebih sesuai dengan proses belajar di antara masyarakat desa dan outsider stakeholder, sebab tingkat pengetahuan outsider stakeholder dan kemampuan kelembagaan sangat terbatas untuk memahami tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Muara
seluruh
proses
pembangunan
adalah
desa,
sehingga
desain
pembangunan harus mengakomodir seluruh aspek yang berkembang dinamis dan berorientasi membangun desa beserta masyarakatnya. Pembangunan desa memegang peranan penting yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan pada hakikatnya bersinergi terhadap pembangunan daerah dan nasional. Dengan kata lain, sesungguhnya makna pembangunan negara dan bangsa adalah pembangunan desa sebagai wajah yang nyata, bersifat lokalitas dan patut dikedepankan.
2.1.1. Program dan Proyek Pembangunan Output dari pembangunan adalah menghasilkan program-program dan proyekproyek pembangunan. Gettinger (dalam Bryant dan White, 1987:135) mengatakan sebagai berikut : Bahwa proyek-proyek merupakan sisi tajam pembangunan. Dengan demikian benar bahwa proyek harus erat kaitannya dengan program-program (nasional atau daerah). Program merupakan kumpulan proyek-proyek. Suatu hal yang keliru jika memandang atau merencanakan suatu proyek yang terpisah sama sekali dari program yang mencakup proyek itu sebagai bagiannya.
Bryant dan White (1987:137) menggaris bawahi pentingnya perspektif ini dengan menyatakan bahwa lebih tepatlah jika proyek dipandang sebagai ungkapan lokal dari program nasional secara luas dan bukan sebagai kegiatan tersendiri yang
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
lepas. Proyek dapat dirancang antara lain untuk menyajikan informasi yang menentukan bagi perencanaan program, kemudian dapat untuk menyusun proyekproyek lain dan dapat dilaksanakan sebagai kegiatan-kegiatan berantai. Bryant dan White (1987:142) mengatakan ada empat aspek dalam konseptualisasi proyek dan program sebagai bagian dari proses pembangunan yang berinteraksi, yaitu sebagai berikut : a. Proyek-proyek harus diseleksi dalam hubungan dengan kebutuhan-kebutuhan programnya, proyek harus dirancang untuk mendorong agar program dapat memanfaatkan pelajaran yang ada dan proyek-proyek itu harus dievaluasi antara lain dalam kaitan dengan keefektifannya memacu kemampuan organisasi dalam menanggapi prakarsa-prakarsa lokal. b. Baik organisasi proyek maupun organisasi program haruslah merupakan learning organization yang terbuka terhadap umpan balik dari lingkungan, memproses informasi itu dan terus menerus memperbaharui pendekatan-pendekatan yang ditempuhnya. Merancang suatu proyek agar cocok dengan konteks lingkungannya memerlukan adanya perkiraan sumber-sumber daya, kemungkinan-kemungkinan dan kendala-kendala ekonomi, sosial, budaya & politik. c. Aspek ketiga menyangkut struktur insentif bagi perilaku dalam suatu proyek. Apakah perilaku-perilaku yang dirancang oleh insentif-insentif itu selaras dengan tujuan proyek ? Akankah insentif-insentif itu memotivasi para pemimpin dan staf proyek melakukan hal yang paling kondusif bagi pencapaian tujuan-tujuan proyek ? Apakah organisasi proyeknya disusun demi mendapatkan serta memproses informasi untuk memaksimalkan pelajaran dari kesalahan maupun keberhasilan. d. Penting untuk memikirkan dan mengevaluasi efisiensi serta keadilan yang ada dalam proyek itu sendiri, tingkat imbalan investasi dan dampak serta distribusi manfaat-manfaat proyek seperti tercantum dalam usulan seperti disampaikan sebelumnya, administrasi pembangunan harus bertanya setelah jangka waktu tertentu, siapa mendapat apa ? Evaluasi setelah proyek selesai dilaksanakan akan mengisyaratkan “siapa mendapat seberapa bagian” dari manfaat proyek yang mengalir itu ; rancangan yang baik mengenai proyek itu meletakkan dasar bagi evaluasi efektif pada waktu kemudian.
2.1.2. Pembangunan Desa
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Wujud pembangunan desa adalah adanya berbagai program dan proyek pembangunan yang bertujuan menciptakan kemajuan desa. Program dan proyek itu tidak hanya untuk mencapai kemajuan fisik saja, tetapi juga meningkatkan kemampuan masyarakat. Dengan demikian, makna pembangunan tidak semata-mata mengadakan sesuatu yang baru dalam arti fisik, akan tetapi lebih luas. Sasaran pembangunan desa meliputi perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat desa, pengerahan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa serta penumbuhan kemampuan untuk berkembang secara mandiri yang mengandung makna kemampuan masyarakat (empowerment) untuk dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi serta dapat menyusun perencanaan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah, sehingga dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Makna pembangunan desa adalah partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Partisipasi itu diartikan tidak saja sebagai keikutsertaan dalam pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pihak luar desa (outsider stakeholder) atau keterlibatan dalam upaya menyukseskan program pembangunan yang masuk ke desanya, akan tetapi lebih dari sekedar itu. Dalam partisipasi yang terpenting adalah bagaimana pembangunan desa itu berjalan atas inisiatif dan prakarsa dari warga setempat (lokal) sehingga dalam pelaksanaannya dapat menggunakan kekuatan sumber daya dan pengetahuan yang mereka miliki. Sejalan dengan itu, segala potensi lokal betapapun kecilnya tidak dapat diabaikan, karena ia akan menjadi sumber dan entry point dari sebuah pembangunan.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Midgley (1995:78-79) mengemukakan ada beberapa aspek dalam pembangunan desa, diantaranya mementingkan proses dan adanya intervensi. Dua hal tersebut perlu disoroti karena terkait dengan konsep pemberdayaan. Suatu program pembangunan yang hanya mementingkan hasilnya untuk dipersembahkan pada masyarakat justru mengingkari martabat masyarakat, karena hal tersebut menghambat masyarakat untuk berperan serta dalam proses. Sedangkan intervensi dimaksudkan bahwa dalam pencapaian perubahan sosial dengan pemerataan kesejahteraan bagi semua penduduk tidak terlepas dari campur tangan pemerintah, karena pemerintah yang menguasai berbagai sumber daya (Strategies for Social Development by Governments). Hal tersebut juga berkaitan dengan penumbuhan keberdayaan mereka dalam program-program pembangunan, apalagi yang memang berskala lokal dan menyangkut kebutuhan dasar masyarakat sudah sewajarnya didesentralisasikan pada masyarakat setempat untuk direncanakan dan dilaksanakan. Peran pemerintah terbatas dalam hal penyediaan dana stimulan dan memfasilitasinya. Banyak pembahasan yang dinamis tentang pembangunan desa, dan diantara berbagai tema yang berulang-ulang dimunculkan, Bryant & White (1987:389) menyebutkan tiga hal yang penting dan menentukan tentang pembahasan tersebut, yakni : a. Pentingnya organisasi lokal yang partisipatif dan beorientasi pada belajar dari pengalaman, yang merupakan salah satu cara pokok untuk menanggulangi kekeliruan-kekeliruan dan ketidakpastian dalam lingkungan pembangunan yang sangat tidak pasti. b. Tidak dapat hanya dengan mengandalkan kompetensi teknokratik semata-mata yang dianggap sebagai “pemberesan kilat”. Kompetensi tersebut dianggap
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
menggunakan top down planning yang kecenderungannya bukannya merupakan bagian dari jalan keluar, melainkan justru merupakan bagian dari permasalahan. c. Pentingnya menyimak kebutuhan-kebutuhan yang spesifik dari masyarakat lokal yang dipengaruhi oleh aspek sosial dan budayanya. Kompleksitas budaya lingkungan itu merupakan bagian penting dari kehidupan lokal. Secara khusus, Bryant & White (1987:391) menyikapi pembangunan desa sebagai suatu proses yang mempunyai banyak dimensi permasalahan dan penyelesaiannya tidak bersifat instant, lebih jelasnya, yaitu : Bahwa pemecahan yang cepat dan tepat bagi pembangunan desa tidak ada, khususnya jika pembangunan dipahami dalam hubungan dengan kapasitas, keadilan dan penumbuhan kekuasaan (empowerment) dalam suatu dunia yang lestari, berkecukupan dan saling bergantung. Dengan demikian siapapun yang terlibat dalam pengelolaan pembangunan desa harus menghindari dua hal yang sangat merugikan yaitu sikap pesimistik dan metode pemecahan yang simplimistik. Kemudian dapat disimpulkan bahwa konsep pembangunan desa telah menempatkan perlakuan terhadap masyarakat dalam pembangunan pada posisi yang begitu berarti dan sentral. Sehingga keterlibatannya dalam proses pembangunan menjadi titik penentu apakah proses pembangunan itu menjadi wahana proses belajar atau hanya sekedar sebuah rekayasa yang mana pemerintah menjadi pemain tunggal. Dengan demikian penekanan pada aspek “proses” memiliki arti penting. Proses belajar mengandung makna bahwa setiap kekurangan dan kelemahan yang muncul dalam proses pelaksanaan program pembangunan menjadi informasi yang penting dan untuk itu dilakukan upaya-upaya penanggulangannya.
2.2.
Pemberdayaan Masyarakat
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pemberdayaan masyarakat adalah konsep yang berkembang dari masyarakat budaya barat sejak lahirnya Eropa modern pada pertengahan abad 18. Dalam perjalanannya sampai kini telah mengalami proses dialektika dan akhirnya menemukan konsep ke-masa kini-an, yang telah umum digunakan. Secara umum pemberdayaan dalam pembangunan meliputi proses pemberian kekuasaan untuk meningkatkan posisi sosial, ekonomi, budaya dan politik dari masyarakat yang bersifat lokal, sehingga masyarakat mampu memainkan peranan yang signifikan dalam pembangunan.
2.2.1. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat Perspektif partisipasi hendaknya diarahkan untuk keberdayaan masyarakat, bukan justru untuk mobilisasi. Hal tersebut sesuai pernyataan Tjokrowinoto (1987:4445) yakni : Partisipasi telah cukup lama menjadi acuan pembangunan masyarakat. Akan tetapi makna partisipasi itu sendiri seringkali samar-samar dan kabur. Partisipasi malahan sering berbentuk mobilisasi dengan pendekatan cetak biru (blueprint) atau pendekatan yang datangnya dari atas. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program, masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil. Sehingga makna partisipasi menjadi pasif.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Jika partisipasi yang ada ternyata berasal dari atas, maka ia akan menjadi mobilisasi, yakni sekedar alat untuk mencapai apa yang diinginkan. Akan tetapi jika partisipasi sungguh-sungguh berasal dari bawah, maka akan mengarah pada distribusi kekuasaan atau pemberdayaan yang akan memampukan masyarakat memperoleh buah pembangunan yang lebih besar. Dari pemahaman tentang pentingnya mengedepankan proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat, maka partisipasi masyarakat menjadi penting guna kelangsungan proses pembangunan itu sendiri, sebagaimana Uphoff (dalam Cernea, 1988:461) menyatakan penting menyesuaikan perencanaan dan pelaksanaan program dengan kebutuhan dan kemampuan penduduk yang diharapkan untuk meraih manfaat darinya, sehingga mereka tidak lagi harus diidentifikasikan sebagai “kelompok sasaran”. Harus memandang mereka sebagai “pemanfaat yang diharapkan”. Merekalah yang akan diuntungkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Namun demikian, partisipasi hendaknya diletakkan pada posisi yang proporsional dan sesuai dengan hakikatnya pada masyarakat dalam suasana keberdayaan yang aktif, bukan secara pasif, apalagi sampai dimobilisasi oleh outsider stakeholder. Lebih jelasnya dapat disimak dari pernyataan Uphoff dalam Cernea (1988:500), yang menyatakan : Salah satu paradoks dalam mendorong partisipasi adalah bahwa dalam mempromosikan pembangunan dari bawah (bottom up planning), justru sering pula membutuhkan upaya dari atas. Hal ini terlihat dalam wacana yang menggunakan pendukung atau promotor yang direkrut, dilatih dan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
ditempatkan di lapangan dari pusat untuk bekerja dengan penduduk pedesaan dan mengembangkan kapasitas organisasi diantara mereka.
Dengan demikian, pemberdayaan adalah partisipasi aktif, nyata dan mengutamakan potensi-potensi masyarakat yang dinamis dan hasilnya benarbenar terukur, sehingga pemberdayaan menjadi upaya korektif terhadap konsep pemberdayaan yang pasif itu. Pemberdayaan bertujuan menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dengan mengandalkan daya yang ada padanya. Dengan demikian makna partisipasi sebagaimana dinyatakan diatas, akan mengacu pada proses aktif, dimana masyarakat penerima (beneficiaries) mempengaruhi arah dan pelaksanaan proyek pembangunan daripada hanya sekedar menerima manfaatnya saja.
2.2.2. Hakekat Pemberdayaan Masyarakat Pengalaman empirik dan historis dari format sosial ekonomi kultural yang dikotomis selama ini telah melahirkan berbagai pandangan mengenai pemberdayaan. Pandangan mengenai pemberdayaan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Pranarka (1996:45-70), yaitu : a. Pandangan pertama, pemberdayaan adalah penghancuran kekuasaan atau power to nobody. Pandangan ini didasari oleh keyakinan, bahwa kekuasaan telah menterasingkan dan menghancurkan manusia dari eksistensinya. Oleh sebab itu untuk mengembalikan eksistensi manusia dan menyelamatkan manusia dari keterasingan dan penindasan, maka kekuasaan harus dihapuskan. b. Pandangan kedua, pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan kepada setiap orang (power to everybody). Pandangan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa kekuasaan yang terpusat akan menimbulkan abuse dan cenderung mengalienasi
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
hak normatif manusia yang tidak berkuasa atau yang dikuasai. Oleh sebab itu, kekuasaan harus didistribusikan kesemua orang, agar semua orang dapat mengaktualisasikan diri. c. Pandangan ketiga, pemberdayaan adalah penguatan kepada yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat. Pandangan ini adalah pandangan yang paling moderat dari dua pandangan lainnya. Pandangan ini adalah antitesis dari pandangan power to nobody dan pandangan power to everybody. Menurut pandangan ini, power to nobody adalah kemustahilan dan power everybody adalah chaos dan anarki. Oleh sebab itu menurut pandangan ketiga yang paling realistis adalah power to powerless. Pemberdayaan menurut ketiga pandangan tersebut diatas, kalau dikaji secara seksama, ternyata berpengaruh signifikan dalam konsep dan praktek pemberdayaan. Pemberdayaan
dapat
dibedakan
dalam
dua
hal.
Pertama,
bahwa
pemberdayaan sebagai upaya memberikan kekuatan dan kemampuan pada individu atau kelompok agar lebih berdaya. Ada unsur luar (baik dalam bentuk lembaga atau individu) yang memberikan kekuatan (power to powerless) sehingga punya kekuatan untuk dapat mengambil peran yang berharga bagi lingkungannya. Kedua, memunculkan kekuatan dan kemampuan individu dan kelompok yang selama ini masih terpendam melalui stimulasi dan motivasi sehingga menumbuhkan kepercayaan pada dirinya akan kemampuan yang dimiliki. Pranarka (1996:57) menyebut kedua hal diatas sebagai kecenderungan primer dan sekunder. Kedua kecenderungan tersebut akan merubah individu atau kelompok dari kondisi serba keterbatasan dan ketidakberdayaan menjadi mampu untuk mendobrak segala keterbatasan hingga lebih dapat mengembangkan dirinya. Proses pemberdayaan muncul dari kondisi sosial ekonomi budaya yang dikotomis yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless). Sehingga pemberdayaan hendaknya menyangkut kondisi sosial, ekonomi dan budaya dari yang diberdayakan. Kemudian
Pranarka
(1996:139-145)
menyatakan
dalam
mengimplementasikan proses pemberdayaan, bahwa terdapat dua aspek penting yaitu partisipatif dan terdesentralisasi. Aspek partisipatif melibatkan warga masyarakat, khususnya kelompok sasaran dalam pengambilan keputusan sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, hingga pemanfaatan hasil-hasilnya. Sedangkan aspek terdesentralisasi
mementingkan
penurunan
wewenang
pembuatan
keputusan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada pemerintahan (desa) yang terdekat dengan penduduk miskin. Penduduk miskin dianggap yang paling mengetahui usaha yang dapat mereka lakukan dan kebutuhan mana yang paling mendesak. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mengubah keadaan seseorang atau kelompok agar yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Pranarka mengutip pendapat Hulme & Turner (1996:62-63), menyatakan bahwa : Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Karena itu, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubunganhubungan kekuasaan (kekuatan) yang berubah antara individu, kelompok, dan lembaga-lembaga sosial. Pemberdayaan juga merupakan proses perubahan pribadi, karena masing-masing individu mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahamannya terhadap dunia tempat ia tinggal.
Kemudian Sumodiningrat (1997:165) menyatakan, bahwa masyarakat
bertalian
pembangunan,
seperti
erat
dengan
pengangguran,
upaya
penanggulangan
kemiskinan
dan
pemberdayaan masalah-masalah
kesenjangan.
Upaya
memberdayakan masyarakat tersebut harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu : a. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang. c. Memberdayakan juga berarti melindungi. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Jadi pemberdayaan memerlukan cara-cara atau langkah-langkah konkrit untuk mewujudkannya. Tanpa langkahlangkah yang tepat, upaya pemberdayaan akan mengalami banyak kendala. Pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya akan memunculkan keberanian pada individu ataupun kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya menerima keadaan akan lebih berani bertindak untuk merubah
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
keadaan. Bentuk keberanian itu juga dapat berupa menghadapi kekuasaan formal guna menghapus ketergantungannya pada kekuatan itu. Secara khusus Kartasasmita (1996:144) meninjau tentang peranan pihak-pihak yang terlibat dalam pemberdayaan, yaitu : Sebagai upaya untuk memberikan kekuatan dan kemampuan, berarti di dalam pemberdayaan mengandung dua pihak yang perlu ditinjau dengan seksama yaitu pihak yang diberdayakan dan pihak yang memberdayakan. Agar dapat diperoleh hasil yang memuaskan diperlukan komitmen yang tinggi dari kedua pihak. Dari pihak pemberdaya harus beranjak dari pendekatan bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai program dan proyek pembangunan, akan tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Untuk itu, maka dalam pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan yang terarah, dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dan menggunakan pendekatan kelompok. Pihak pemberdaya harus mempunyai komitmen untuk membuat atau melakukan suatu program yang juga memberdayakan. Sebab pengalaman menunjukkan bahwa banyak program pembangunan dalam pelaksanaannya kurang atau bahkan tidak mencerminkan aspek pemberdayaan. Hal ini tidak sesuai dengan pemberdayaan yang memberikan kekuatan dan kemampuan pada masyarakat. Komitmen yang rendah dari pihak pemberdaya dapat saja muncul dari kekhawatiran bahwa dengan upaya pemberdayaan akan mengurangi kekuatan dan kekuasaan mereka. Pemberdayaan sebagai cara pembangunan yang mengacu pada pembangunan yang berpusat rakyat di dalamnya mengandung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta partisipasi masyarakat. Karakteristik dari pembangunan yang berpusat rakyat tersebut dikemukakan oleh Supriatna (2000:18), yaitu :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
a. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal dimana didalamnya rakyat memiliki identitas dan peran yang dilakukan sebagai partisipasi aktif. b. Fokus utama pembangunan adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan menggerakkan aset-aset guna memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri. c. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan. d. Pendekatan pembangunan dengan menekankan pada proses “social learning”. e. Budaya kelembagaan yang ditandai oleh adanya organisasi yang bisa mengatur diri dan lebih terdistribusi. f. Proses pembentukan jaringan koalisi dan komunikasi antara birokrasi dan lembaga lokal, satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian yang integral dan pendekatan ini baik untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengidentifikasikan dan mengelola berbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal. Sebagai sesuatu yang baru dalam pembangunan, pemberdayaan masyarakat tidak luput dari berbagai bias, seperti : a. Bahwa pemberdayaan masyarakat banyak dilakukan di tingkat bawah yang lebih memerlukan bantuan material daripada keterampilan teknis dan manajerial. Akibatnya sering terjadi pemborosan sumber daya dan dana karena kurang persiapan keterampilan teknis dan manajerial dalam pengembangan sumber daya manusia. b. Anggapan bahwa teknologi yang diperkenalkan jauh lebih ampuh daripada teknologi masyarakat itu sendiri. c. Anggapan bahwa lembaga-lembaga yang telah berkembang dikalangan masyarakat cenderung tidak efisien dan kurang bahkan menghambat proses pembangunan. Akibatnya lembaga-lembaga tersebut kurang dimanfaatkan dan kurang ada ikhtiar untuk memperbaharui, memperkuat serta memberdayakannya (Kartasasmita, 1996:146-149). Berkenaan dengan hal tersebut, Schumacher (dalam Lasito, 2002:28) menyarankan sebagai berikut : Bantuan yang terbaik yang dapat diberikan pada masyarakat adalah bantuan intelektual yaitu berupa pemberian pengetahuan yang berguna. Bantuan ini jelas lebih baik daripada bantuan dalam bentuk barang. Karena sesuatu yang tidak diperoleh dengan usaha atau pengorbanan yang sungguh-sungguh tidak akan menjadi “milik sendiri”. Bantuan barang dapat diterima oleh penerima
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
bantuan tanpa usaha dan pengorbanan. Karenanya jarang menjadi “milik sendiri”. Memang disadari bahwa saat ini bantuan berupa pengetahuan itu sudah ada yang diberikan. Namun hal itu didasarkan pada anggapan bahwa “apa yang baik untuk si kaya pasti baik pula untuk si miskin”. Anggapan inilah yang ditentang Schumacher (1993:187) sebagai sesuatu yang salah. “Selama kita mengaku tahu, padahal sesungguhnya tidak tahu, maka kita akan terus datang ke negara miskin dan memperagakan pada mereka segala yang indah yang dapat mereka lakukan kalau mereka sudah kaya.” Salah satu prasyarat bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat adalah perlunya kondisi keterbukaan yang lebih besar dalam masyarakat. Akan tetapi tampaknya masih ada kekhawatiran pemerintah terhadap proses politik yang terbuka. Kalau tidak ada keterbukaan, gerakan pengembangan masyarakat yang berkembang dapat menjadi gerakan yang destruktif, karena dapat tampil sebagai reaksi terhadap kontrol. Akibatnya, ketegangan dapat timbul antara kebutuhan mengembangkan keberdayaan rakyat dan kecendrungan pemerintah untuk mempertahankan kontrol terhadap masyarakat (Pranarka, 1996:106). Proses pemberdayaan memerlukan tindakan aktif subyek untuk mengakui daya yang dimiliki obyek dengan memberinya kesempatan untuk mengembangkan diri sebelum akhirnya obyek akan beralih fungsi menjadi subyek yang baru. Karena proses tersebut didukung oleh faktor atau stimulus dari luar, maka subyek tersebut sebagai faktor eksternal. Selain itu, faktor internal yang mementingkan tindakan aktif
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
obyek atau masyarakat miskin sendiri juga merupakan prasyarat penting yang dapat mendukung proses pemberdayaan yang efektif (Pranarka, 1996:137). Pada umumnya “negara” hampir selalu takut pada aksi politik tingkat bawah yang murni. Istilah yang lebih disukai adalah “partisipasi”, bukan pemberian wewenang (empowerment) yang kemudian dikenal dengan istilah “pemberdayaan”. Walau bagaimanapun, partisipasi sebagai ranah dalam pembangunan tetap mensyaratkan suatu komunitas lokal yang aktif, yang melakukan sebagian pengawasan terhadap kondisi-kondisi kehidupannya sendiri, dan bahkan dapat meminta pertanggung-jawaban pemerintah. Hal tersebut yang merupakan perwujudan keberdayaan mereka dalam berpartisipasi. Gagasan utama dari perencanaan dari “bawah” tersebut akhirnya yang dapat mencerminkan dengan tepat kepentingan sesungguhnya dari rakyat yang terlibat dalam kehidupan masyarakat, (Friedmann dalam Korten, 1988:257). Senada dengan Friedmann, Berger dan Neuhaus (dalam Korten, 1988:345) juga menyorot tentang pentingnya pemberian wewenang (empowerment) tersebut, karena pada tingkat operasional di lapangan, masih adanya kontrol yang “kuat” pada masyarakat, sebagaimana pengalaman yang ditunjukkan, yaitu: “Salah satu hasil dari modernisasi yang paling melemahkan adalah rasa tidak berdaya dalam menghadapi lembaga-lembaga yang dikontrol oleh mereka yang tidak dikenal oleh masyarakat lokal dan nilai-nilai yang dibawapun juga seringkali tidak sesuai dengan yang dianut oleh masyarakat lokal tersebut”.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Sehingga bagaimanapun, masyarakat selalu lebih mampu memahami kebutuhan mereka sendiri dengan lebih baik dari siapapun juga, sehingga sudah pada tempatnya, pemerintah atau outsider stakeholder mengambil posisi yang proporsional dan lebih mengedepankan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat juga dipandang sebagai proses yang lebih bernuansa humanis, sebagaimana dinyatakan oleh Kusnaka (dalam Hikmat, 2001:xi), sebagai berikut : Bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga harkat martabat, rasa percaya diri dan harga diri serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkembangkan nilai tambah ekonomi tetapi juga nilai tambah sosial budaya. Berdasarkan uraian-uraian diatas, tampak bahwa hakekat pemberdayaan masyarakat adalah upaya dan proses yang dilakukan supaya masyarakat memiliki keleluasaan dalam menentukan pilihan-pilihan dalam hidupnya yang lebih khas dan lokal itu. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan desa. Mereka dapat menggerakkan segala potensi yang dimilikinya untuk dapat turut mewarnai hasil pembangunan yang diharapkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat. Namun yang terpenting adalah bagaimana mengakomodir domain sosial, ekonomi, kultural dalam proses pemberdayaan masyarakat, disamping domain politik. Berbicara tentang pemberdayaan masyarakat, akan lebih efektif kalau menyentuh domain-domain tersebut.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Friedmann (1992) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga. Pemberdayaan rumah tangga adalah pemberdayaan yang mencakup aspek sosial, politik, dan psikologis. Yang dimaksud dengan pemberdayaan sosial adalah usaha bagaimana rumah tangga lemah memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan keterampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber keuangan. Yang dimaksud dengan pemberdayaan politik adalah usaha bagaimana rumah tangga yang lemah memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depan mereka. Sedangkan pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana membangun kepercayaan diri rumah tangga yang lemah. Lebih lanjut, Friedmann menyatakan bahwa pemberdayaan adalah penguatan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depannya, penguatan masyarakat untuk dapat memperoleh faktor-faktor produksi, dan penguatan masyarakat untuk dapat menentukan pilihan masa depannya. Senada dengan pandangan tersebut, Friedmann juga berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri masyarakat sendiri merupakan unsur yang sungguh penting dalam hal ini. Dengan dasar pandang demikian, maka pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengalaman demokrasi. (Friedmann,1992: 34).
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pada dasarnya pemberdayaan bermaksud membantu klien (warga masyarakat) memperoleh kekuasaan dalam pengambilan keputusan (perencanaan) dan bertindak dalam menentukan kehidupannya dengan mengurangi dampak dari hambatan sosial atau individu dalam penerapan kekuasaan dengan meningkatkan kemampuan dan percaya diri dalam mempergunakan kekuasaan serta memindahkan kekuasaan dari lingkungan kepada warga masyarakat. Selain itu untuk dapat melakukan pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh situasi dan kondisi yang kondusif, khususnya political will dari pemerintah, alokasi dana yang memadai serta kesungguhan dari para stakeholders yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat. Yang terpenting dalam pemberdayaan adalah prosesnya, bukan sekedar hasil, karena proses akan terkait dengan kesinambungan. Demikian juga halnya dengan para stakeholders yang terlibat hendaknya tetap dalam hubungan yang equal sesuai dengan paradigma pemberdayaan yang modern (bukan sekedar paradigma pemberdayaan klasik yang berangkat dari persepsi dikotomi “yang berdaya” dan “yang tidak berdaya”).
2.3.
Program Bantuan Pembangunan Nagori/Kelurahan (BPN / K) Program BPN / K adalah program yang dana dialokasikan langsung kepada Pemerintah Nagori / Kelurahan dan digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan sekaligus guna meningkatkan sarana pelayanan masyarakat dan kelembagaan Nagori / Kelurahan. Dengan diberikannya dana
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
kepada Nagori / Kelurahan, partisipasi aktif dari masyarakat tetap sangat diharapkan dalam pelaksanaan pembangunan, karena dana yang diberikan sangat terbatas dan belum maksimal untuk pelaksanaan pembangunan Nagori / Kelurahan yang seutuhnya. Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) merupakan kelanjutan dari program bangdes (Pembangunan Desa) dan Dana Pembangunan Desa/Kelurahan (DPD/K). Dalam perkembangannya Program Bangdes dikelola oleh LKMD, sedangkan program DPD/K yang digulirkan sejak tahun anggaran 1999/2000 sampai dengan 2000 dikelola oleh PjOK (Penanggungjawab Operasional Kegiatan) dan PjAK(Penanggungjawab Administrasi Kegiatan). Sejak digulirkannya Era Otonomi Daerah, Pemerintah Kabupaten Simalungun telah memodifikasi program bantuan langsung pembangunan desa menjadi program BPN / K. Program BPN / K ini dimulai sejak tahun 2001 dan dikelola oleh LKMD. Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Simalungun Nomor 412.6/5950BPMN/2002, pengelolaan Program BPN / K dialihkan kepada Kepala Desa (dalam istilah lokal disebut Pangulu) serta Lurah sebagai PjOK dan Sekretaris Nagori sebagai PjAK sejak tahun anggaran 2002. Pengalihan tersebut untuk lebih mengefektifkan tertib administrasi, karena pada tahun-tahun sebelumnya dana bangdes dikelola oleh LKMD secara kolektif. Sehingga cenderung mengaburkan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
pihak yang paling bertanggung-jawab dan tidak jarang saling melempar tanggung-jawab. Tujuan pengalokasian Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan adalah : 1. Meningkatkan sarana pelayanan masyarakat pada tingkat nagori/kelurahan dalam rangka pembangunan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, 2. Mendorong dan meningkatkan swadaya gotong-royong serta untuk menumbuhkan kreatifitas dan aktifitas masyarakat dalam pembangunan nagori/kelurahan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal dan lestari, 3. Meningkatkan fungsi dan peranan kelembagaan masyarakat di nagori/kelurahan yang mencakup Maujana Nagori, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagori/Kelurahan (LPMN/K) dan lembaga sosial masyarakat lainnya untuk mencapai pemberdayaan masyarakat dan 4. Meningkatkan kemampuan lembaga pengelolaan keuangan dan lembaga usaha milik masyarakat dalam rangka meningkatkan produksi pertanian meliputi perikanan, peternakan, perkebunan dan industri rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan. Penggunaan dana BPN / K sebesar Rp. 50.000.000,- / Nagori dibagi dalam tiga alokasi yaitu : 1. Bantuan biaya pembangunan fisik nagori/kelurahan sebesar Rp. 45.000.000,- yang penggunaannya sesuai kebutuhan berdasarkan musyawarah, 2. Bantuan biaya kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan anak remaja sebesar Rp. 2.500.000,- dan 3. Biaya operasional kegiatan pembangunan (BOP) nagori/kelurahan sebesar Rp. 2.500.000,-. Khusus tentang bantuan biaya pembangunan dialokasikan pada empat jenis prasarana yaitu : 1. Sarana dan prasarana perhubungan, misalnya : pembatuan jalan, jembatan/titi plat beton, gorong-gorong jalan, tanggul jalan, trotoar dll, 2. Sarana dan prasarana sosial, misalnya : sarana MCK, penyediaan sarana air bersih, tempat pembuangan sampah dll, tidak dibenarkan untuk merehab dan membangun Rumah Ibadah,
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
3. Sarana dan prasarana penunjang ekonomi masyarakat dan produksi, misalnya : saluran irigasi nagori, sarana penunjang kegiatan pertanian, peternakan, perkebunan, industri rumah tangga dll dan 4. Sarana dan prasarana pemasaran, misalnya : lods pasar nagori, lumbung pangan dll. Konsekuensi Dana BPN / K yang bersifat stimulan atau perangsang supaya masyarakat dapat aktif berpartisipasi melalui swadaya gotong royong berupa uang, tenaga dan bahan material, sehingga tidak semata-mata mengandalkan seluruhnya dana bantuan tersebut. Mekanisme pelaksanaan program BPN / K tersebut diawali dari persiapan, perencanaan, penyaluran & pencairan dana dan pelaksanaan kegiatan. Kegiatan persiapan diawali dengan desiminasi dan sosialisasi program BPN / K yang dilakukan secara berjenjang dimulai dari Kabupaten, Kecamatan sampai ke tingkat Nagori/Kelurahan. Kemudian penyebarluasan informasi program kepada masyarakat melalui berbagai forum musyawarah dan kegiatan sosial kemasyarakatan serta melalui papan pengumuman supaya diketahui oleh masyarakat secara luas. Kegiatan perencanaan dilaksanakan melalui forum musyawarah pembangunan nagori/kelurahan yang output-nya yaitu Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK). DURK diisi berdasarkan usulan masyarakat dalam musyawarah pembangunan tersebut yang dihadiri selain pemerintahan nagori, juga dihadiri Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagori (LPMN), Tokoh Masyarakat dan Masyarakat yang disetujui oleh Maujana Nagori, kemudian disampaikan kepada Camat untuk mendapat pengesahan dan DURK tersebutlah sebagai dokumen kelengkapan untuk pencairan dana serta sebagai acuan dalam tahapan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
pelaksanaan dan pemantauan selanjutnya. Sedangkan untuk tingkat kecamatan, dibuat dalam Rencana Kegiatan Biaya Operasional Pembinaan (RK-BOP) yang digunakan untuk kegiatan monitoring dan pembinaan oleh Tim Pengelola Kecamatan. Pelaksanaan kegiatan BPN / K, harus benar-benar memperhatikan : Pertama, melibatkan seluruh masyarakat nagori melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagori (LPMN)/K sehingga masyarakat ikut berpartisipasi aktif dan merasa ikut memiliki dengan swadaya gotong royong masyarakat berupa uang, tenaga dan material, Kedua, pelaksanaan kegiatan harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat sasaran dan tepat jumlah, Ketiga, penggunaan dana agar dilakukan secara tertib, efisien dan efektif sesuai yang tercantum dalam DURK secara transparan dan bertanggung jawab, Keempat, pelaksanaan kegiatan dan penggunaan dana harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan secara fisik proyek dan administrasi keuangan sesuai dengan ketentuan dan Kelima, pemerintah nagori bersama-sama dengan masyarakat berkewajiban melakukan pelestarian hasil kegiatan dengan membentuk suatu format tertentu sesuai dengan keinginan nagori yang dapat berupa Tim Pengelola atau kelompok sejenis. Untuk lebih jelasnya, struktur organisasi pelaksanaan program dana BPN / K, dapat terlihat dalam gambar sebagai berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BUPATI SIMALUNGUN
TIM PEMBINA KABUPATEN
CAMAT KASI PMN / DALWASPOR
MAUJANA NAGORI
PEMERINTAHAN NAGORI / KELURAHAN (PjOK dan PjAK)
LPMN / K
MUSYAWARAH PEMBANGUNAN NAGORI/ KELURAHAN
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Pelaksanaan Program BPN / K Kabupaten Simalungun
Keterangan : Garis Pembinaan Garis Pelaporan Garis Koordinasi Garis Dukungan Kegiatan Sumber : Juklak BPN / K, BPMN Kabupaten Simalungun 2006 Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang
Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
2.4.
Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori Kelurahan (BPN / K)
Pada dasarnya banyak pemahaman terhadap konsep pemberdayaan (empowerment) masyarakat dalam pembangunan. Konsep pemberdayaan merupakan upaya mencari bentuk konsep pembangunan yang dianggap ideal setelah berbagai paradigma pembangunan sebelumnya, seperti growth, growth with equity & basic need yang dianggap gagal memenuhi harapan sebagaian besar umat manusia di muka bumi. Konsep empowerment merupakan paradigma terakhir dari konsep pembangunan manusia yang kemunculannya disebabkan oleh karena adanya dua permasalahan yakni “kegagalan” dan “harapan” yaitu gagalnya modelmodel
pembangunan
ekonomi
dalam
menanggulangi
masalah
kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan dengan harapan-harapan adanya model alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokratis, keberlangsungan, persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan ekonomi yang merata. Pendapat lain bahwa Friedmann (dalam Kartasasmita, 1996:145) yang mengatakan bahwa : ” Konsep pemberdayaan sebagai suatu konsep
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
alternatif pembangunan pada intinya memberi tekanan pada otonomi pengambilan
keputusan
dari
suatu
kelompok
masyarakat
yang
berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung.” Berkaitan dengan upaya pemberdayaan yang meningkatkan kemampuan masyarakat, Kartasasmita (1996:141) mengatakan sebagai berikut : Memberdayakan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan potensi-potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat seluruh lapisan masyarakat dengan menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilainilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, tanggung jawab adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan. Pemberdayaan berkaitan dengan pembangunan desa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan memahami problematika yang terjadi, sebagaimana dinyatakan Abe (2001:58) yakni : ”Perencanaan dengan pendekatan baru, terutama yang memungkinkan rakyat ambil bagian dan secara prinsip hendak berangkat dari aspirasi rakyat, merupakan wahana baru yang harus diwujudkan dan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
diperkuat, agar dari sana rakyat mempunyai media untuk meningkatkan keberdayaannya.” Penjelasan diatas menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan bertujuan supaya masyarakat memahami manfaat dan peranannya dalam program pembangunan serta mampu merumuskan kebutuhan dengan potensi sumber daya yang dimiliki, mampu menentukan prioritas masalah yang akan dipecahkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki serta mampu menyusun rencana kegiatan untuk menangani atau menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pemberdayaan merupakan proses yang disengaja dan terus-menerus, benar-benar direncanakan dan memiliki tujuan yaitu agar mereka yang diberdayakan memiliki akses untuk mendapatkan dan mengontrol sumber-sumber yang ada sehingga mereka mempunyai pengaruh terhadap proses dan hasil pembangunan. Berdasarkan tinjauan pustaka pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan serta fokus kajian Program Bantuan Pembangunan Nagori Kelurahan (BPNK), sebagai berikut :
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Keterlibatan Masyarakat Desa (Nagori)
Desain Program BPN/K
Pembangunan yang sesuai dengan Kebutuhan masyarakat
Mekanisme Pembangunan
Kondisi Masyarakat dan Birokrat
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap dan
pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Nazir (1988:63) mengemukakan pengertian metode deskriptif sebagai berikut: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Untuk memperoleh informasi yang lebih detail mengenai gejala sosial yang terjadi digunakan pendekatan kualitatif. Alasannya karena metode kualitatif sebagaimana disebut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2001:3), yaitu : Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh), sehingga
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kesutuhan. Menurut Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2001:3) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: “Tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya. Jadi, alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci (key instrument)”.
3.2.
Definisi Konsep Keterkaitan proses pemberdayaan masyarakat desa dengan program bantuan
pembangunan nagori / kelurahan (BPN / K) adalah keterlibatan masyarakat secara nyata dan aktif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan (evaluasi) hingga pemeliharaan hasil-hasil program bantuan tersebut. Terutama sejak dari perencanaan yang bertujuan melaksanakan perubahan yang terarah dan sesuai dengan apa yang sesungguhnya diharapkan atau dibutuhkan masyarakat itu sendiri. Setelah adanya perencanaan yang matang dan membumi, maka akan menentukan tahapan pelaksanaan, pengawasan (evaluasi). Sehingga tujuan program bantuan pembangunan nagori / kelurahan yang memberdayakan masyarakat akan tercapai dengan adanya kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan mempunyai arti yang sangat penting, karena dari masyarakat desa tersebut, seluruh permasalahan dan kebutuhan diidentifikasikan untuk seterusnya direncanakan, dilaksanakan dan kepada mereka pula tujuan pembangunan. Sehingga merupakan suatu konsekuensi logis, apabila perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (eveluasi) dilaksanakan di tingkat desa, sebab dengan demikian mereka akan terlibat secara sadar, memiliki dan komprehensif. Berangkat dari tumbuh kembangnya pemahaman yang sadar tersebut, memberikan pengalaman yang mengandung pembelajaran (Instructive Experiences) bagi masyarakat agar mereka berdaya dalam menentukan dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan mereka yang sebenarnya, disamping juga masyarakat dapat berdaya untuk memperoleh faktor-faktor produksi. Dengan demikian essensi pemberdayaan masyarakat dalam program bantuan pembangunan nagori / kelurahan mengandung arti penting yaitu terciptanya kegunaan yang sebenarnya dalam pengguna yang juga sebenarnya (intended uses in intended user)
3.3.
Informan Dalam penelitian ini menggunakan pengamatan langsung dan wawancara tidak terstruktur dan mendalam (Babbie, 1995:358). Wawancara dilakukan secara mendalam kepada informan dengan “pedoman wawancara” yang disusun secara
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
tidak terstruktur, sedangkan pengamatan dilakukan secara langsung terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan desa serta faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan dalam proses tersebut. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2001:90). Mengingat informan dalam penelitian ini cukup luas ruang lingkupnya (mencakup seluruh penduduk kecamatan yang meliputi 8 Nagori) maka ditentukan 3 Nagori yang akan dijadikan informan. Penentuan lokasi informan didasarkan pada jumlah penduduk dan jarak orbitasi ke pusat pemerintahan kecamatan yaitu Nagori Pamatang Panombeian, Nagori Marjandi dan Nagori Talun Kondot. Selain itu ketiga nagori tersebut dipandang sebagai representasi kehidupan sosial dan budaya masyarakat Kecamatan Panombeian Panei yang meliputi keragaman etnis, agama dan mata pencaharian Klasifikasi informan yang diambil mempunyai kapasitas dan kompetensi terhadap permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Merupakan Tokoh Masyarakat Nagori (Maujana dan LPM) (6 orang)
2.
Merupakan Pejabat Pemerintahan Nagori (3 orang)
3.
Merupakan Masyarakat Nagori (15 orang)
4.
Pejabat Pemerintahan Kecamatan yang memegang peran sebagai fasilitator dan supervisor (2 orang)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
3.4.
Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan mendalam pada informan yang mempunyai kapasitas dan kompetensi terhadap permasalahan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu a. Merupakan Tokoh Masyarakat Nagori (Maujana dan LPM), yang diharapkan memberikan informasi tentang perencanaan, pelaksanaan dan terutama pengawasan program BPN / K. b. Merupakan Pejabat Pemerintahan Nagori, yang diharapkan memberikan segala informasi yang berhubungan dengan program BPN / K. c. Merupakan Masyarakat Nagori, yang diharapkan memberikan informasi tentang program BPN / K. khususnya perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan di nagori dalam pembangunan sarana dan prasarana transportasi serta permasalahan yang ada d. Pejabat Pemerintahan Kecamatan yang memegang peran sebagai fasilitator dan supervisor, yang diharapkan memberikan informasi tentang prosedur, kebijakan, implementasi dan pengawasan program BPN / K. 2. Studi Kepustakaan dan Arsip
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan dokumen-dokumen resmi dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 3. Observasi Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung untuk mencocokkan data dan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya dilapangan pada saat dimensi waktu tertentu.
3.5.
Lokasi Penelitian Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dalam program Bantuan
Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) mengambil lokasi pada 3 nagori dari 8 nagori. Alasan pemilihan ketiga nagori tersebut adalah berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) dan jarak orbitasi ke pusat pemerintah Kecamatan, yaitu Nagori Pamatang Panombeian (Nagori yang terdekat sebagai ibukota Kecamatan yaitu 0,5 km dengan 317 KK), Nagori Marjandi (Nagori yang pertengahan yaitu 6 km dengan 988 KK) dan Nagori Talun Kondot (Nagori yang terjauh yaitu 12 km dengan 532 KK) di Kecamatan Panombeian Panei Kabupaten Simalungun.
3.6.
Metode Analisis Data
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Analisis data dilakukan dengan menelaah data yang diperoleh dari berbagai sumber atau informasi. Menurut Moleong (2001:103), analisis data adalah, sebagai berikut : Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data. Dengan demikian, data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan studi kepustakaan atau dokumentasi akan dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maksud serta maknanya, kemudian dihubungkan dengan masalah penelitian. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk narasi dan kutipan-kutipan langsung dari hasil wawancara.
Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan tahap-tahap sebagai berikut : a. Reduksi Data (Data reduction), pada tahap ini data diberi kode, disimpulkan, dan dikategorikan menurut aspek-aspek penting dari setiap tema yang diteliti. Tahap ini juga membantu dalam menentukan data apa lagi yang diperlukan dan bagaimana serta siapa yang akan memberikan informasi selanjutnya, metode apa yang akan digunakan untuk menganalisis yang akhirnya akan membawa pada kesimpulan. b. Pengorganisasian Data (Data organization) yang telah ditentukan sebelumnya meliputi beberapa kategori yang ditetapkan, sehingga pada tahap ini adalah proses pengumpulan (asembling) informasi yang betul-betul penting dan dianggap merupakan tema atau pusat penelitian.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
c. Interpretasi atau Penafsiran (Interpretation), tahap ini meliputi proses mengidentifikasikan pola-pola (patterns), kecenderungan (trends), dan penjelasan (explanations) yang akan membawa kepada simpulan yang telah teruji melalui data yang benar-benar lengkap, sehingga tidak ada informasi atau pengertian baru yang terlewatkan.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Geografis dan Demografis Kecamatan Panombeian Panei merupakan salah satu dari 31 Kecamatan yang ada di Kabupaten Simalungun yang terletak di tengah wilayah Kabupaten Simalungun. Kecamatan Panombeian Panei mempunyai ibukota Nagori Pamatang Panombeian yang berjarak 14 Km dari Kantor Bupati Simalungun dan berjarak 123 Km dari Kota Medan, Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Secara administratif batas wilayah Kecamatan Panombeian Panei, adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Raya dan Kecamatan Tapian Dolok.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Panei.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Raya. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Pematang Siantar. Topografi Kecamatan Panombeian Panei terdiri dari dataran yang landai, sehingga merupakan daerah berhawa sejuk yang terletak pada ketinggian 600 meter dari permukaan laut dengan luas wilayah 92,20 Km2 atau 2,1% dari luas Kabupaten Simalungun (4.386,60 Km2). Pembagian luas wilayah menurut Nagori dan Jarak ke Ibu Kota Kecamatan, sebagai berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Nagori dan Jarak Ke Ibu Kota Kecamatan No.
Nagori
Luas Wilayah (Km2)
Rasio %
Jarak Ke Ibukota (Km)
1.
Pamatang Panombeian
06,50
7,05
0,5
2.
Panombeian
08,50
9,22
4
3.
Nagori Bosar
04,75
5,15
4
4.
Marjandi
12,87
13,95
6
5.
Simpang Panei
13,23
14,34
9
6.
Pamatang Panei
02,22
2,40
8
7.
Talun Kondot
21,68
23,51
12
8.
Simbolon Tengkoh
22,45
24,34
5
92,20
100
Jumlah Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Tabel diatas menunjukkan bahwa Nagori Simbolon Tengkoh (22,45 Km2) merupakan wilayah terbesar yang mempunyai rasio 24,34 % terhadap total luas wilayah Kecamatan Panombeian Panei dan Nagori Pamatang Panei (02,22 Km2) merupakan wilayah terkecil yang mempunyai rasio 2,40 % terhadap total luas wilayah Kecamatan Panombeian Panei. Didukung oleh topografi wilayah yang sejuk dan terletak pada dataran landai, maka penggunaan lahan di Kecamatan Panombeian Panei sangat cocok untuk pertanian persawahan dan pertanian tanaman hortikultura, kemudian lahan perkebunan negara dan perkebunan rakyat. Pembagian luas wilayah berdasarkan peruntukan lahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.2 Luas Wilayah Menurut Nagori dan Jenis Penggunaan Lahan
No
Nagori
Lahan Sawah (Ha)
Lahan Kering (Ha)
Perkebunan (Ha)
Pemukiman (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah
1.
Pam. Panombeian
550
80
0
15
5
650
2.
Panombeian
625
124
0
76
25
850
3.
Nagori Bosar
90
75
255
36
19
475
4.
Marjandi
100
200
830
100
57
1.287
5.
Simpang Panei
603
500
0
200
20
1.323
6.
Pamatang Panei
135
55
0
22
10
222
7.
Talun Kondot
155
875
880
200
58
2.168
8.
Simbolon Tengkoh
160
700
1140
200
45
2.245
Jumlah
2.418
2.609
3.105
849
239
9.220
Persentase
26,23
28,3
33,68
9,208
2,59
100
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Penduduk Kecamatan Panombeian Panei berjumlah 19.169 jiwa orang dengan 4.568 Kepala Keluarga, untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan KK Di Kecamatan Panombeian Panei (Keadaan Akhir Desember 2006) Jumlah Penduduk (Jiwa) No.
Nagori
Laki-laki
Perempuan
Jumlah (Jiwa)
Jumlah KK
1.
Pamatang Panombeian
639
812
1.451
317
2.
Panombeian
767
968
1.735
423
3.
Nagori Bosar
2.155
2.054
4.209
463
4.
Marjandi
1.729
1.812
3.541
988
5.
Simpang Panei
897
908
1.805
422
6.
Pamatang Panei
582
689
1.271
353
7.
Talun Kondot
1.471
1.663
3.134
532
8.
Simbolon Tengkoh
1.000
1.023
2.023
966
9.240
9.929
19.169
4.464
Jumlah Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Dari data diatas, terlihat bahwa komposisi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh berbeda. Penduduk laki-laki sekitar 48,20 % dan penduduk perempuan sekitar 51,79 %. Juga dapat dilihat bahwa penyebaran penduduk yang paling banyak terdapat di Nagori Bosar dan Nagori Marjandi. Hal tersebut terjadi karena letaknya merupakan pemukiman penduduk yang ramai bersebelahan dengan kota Pematang Siantar dan merupakan daerah pemukiman perkebunan. Sedangkan Bila dilihat dari kelompok umur dan jenis kelamin, penduduk Panombeian Panei, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.4 Penduduk Kecamatan Panombeian Panei Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin No.
Kelompok Umur (Thn)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
00 – 14
2.477
3.077
5.554
2.
15 – 64
6.275
6.266
12.541
3.
65 keatas
488
586
1.074
Jumlah
9.240
9.929
19.169
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok usia penduduk yang dianggap non produktif antara 0–14 tahun dan 60 tahun keatas lebih sedikit, yaitu 2.965 jiwa (15,46 %), dibandingkan dengan kelompok usia yang dianggap produktif 15–59 tahun yaitu 6.275 jiwa (84,53 %). Indikator anggapan usia produktif pada dua asumsi, yaitu usia 15–19 sudah mampu membantu orangtuanya bekerja di ladang pertanian paruh waktu kalau masih sekolah, atau bahkan putus sekolah, tentunya akan penuh waktunya. Usia 55–59 juga dianggap masih produktif, karena penduduk yang bergerak dibidang pertanian umumnya masih sehat.
4.2.
Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi Didukung oleh topografi Kecamatan Panombeian Panei yang beriklim sejuk
dan tanah yang landai, sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani selain Pedagang, PNS / Guru / TNI/Polri dan lainnya, sebagaimana dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.5 Penduduk Kecamatan Panombeian Panei Menurut Mata Pencaharian No.
Jumlah
%
Sekolah
1.775
13,41
2.
Pertanian
5.905
44,63
3.
Industri
564
4,26
4.
Konstruksi
359
2,71
5.
Perdagangan
359
2,71
6.
Transportasi
284
2,14
7.
Jasa/Pemerintahan
1.061
8,01
8.
Lainnya
2.924
22,13
13.231
100
1.
Mata Pencaharian
Jumlah Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Iklim sejuk di wilayah Kecamatan Panombeian Panei sangat cocok untuk tanaman palawija dan sayur-sayuran, sehingga hampir seluruh bidang pertanian didominasi produksi padi ladang, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman keras dan padi sawah. Lebih lengkapnya, sebagaimana dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.6 Jumlah Rumah Tangga Pengguna Lahan Tanaman Padi, Palawija dan Holtikultura
Padi Sawah
Palawija
Holtikultura
LainLain
Jumlah
Luas Lahan (Ha)
1.
Pamatang Panombeian
298
46
47
0
391
2.
Panombeian
349
29
45
0
423
3.
Nagori Bosar
77
176
87
123
463
4.
Marjandi
165
310
245
198
918
5.
Simpang Panei
262
56
68
36
422
6.
Pamatang Panei
265
31
34
23
353
7.
Talun Kondot
212
300
86
34
632
8.
Simbolon Tengkoh
345
355
213
53
966
1.973
1.303
825
467
4.568
No.
Nagori
Jumlah
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Tabel tersebut menunjukkan bahwa Rumah Tangga yang bergerak dibidang tanaman padi sawah sangat dominan di Kecamatan Panombeian Panei. Kemudian disusul oleh Rumah Tangga yang bergerak dibidang tanaman palawija berupa tanaman jagung, kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Kemudian disusul Rumah Tangga yang berperan sebagai karyawan dalam perkebunan rakyat dan perkebunan negara. Dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), walaupun belum optimal, penduduk Kecamatan Panombeian Panei umumnya sudah dapat menyekolahkan anaknya mulai tingkatan SD sampai SLTA di daerahnya sendiri
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
karena didukung oleh keberadaan berbagai sarana pendidikan di Kecamatan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.7 Penyebaran Sarana Pendidikan di Setiap Nagori se Kecamatan Panombeian Panei Keadaan Tahun 2006
No.
Nagori
SD
SLTP
SLTA
N
S
N
S
N
S
1.
Pamatang Panombeian
2
-
-
-
-
-
2.
Panombeian
2
-
-
1
-
-
3.
Nagori Bosar
2
-
-
2
-
1
4.
Marjandi
4
-
1
-
1
-
5.
Simpang Panei
2
-
-
-
-
-
6.
Pamatang Panei
3
-
-
1
-
-
7.
Talun Kondot
5
-
-
-
-
-
8.
Simbolon Tengkoh
2
-
-
-
-
-
Jumlah
22
-
1
4
1
1
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007 (Ket : N = Negeri, S = Swasta)
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sarana SD sudah memadai, sedangkan sarana SMP dan SLTA masih memusat di Marjandi, Simpang Panei dan Nagori Bosar, sehingga siswa yang melanjutkan sekolah ke SMP dan SLTA yang berasal dari nagori lainnya, harus menggunakan jasa transportasi. Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Panombeian Panei sangat beragam. Di Kecamatan ini juga ada masyarakat yang telah sekolah sampai tahap Pasca Sarjana untuk S2 dan S3, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.8 Penduduk Menurut Nagori dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Simpang Panei
Pamatang Panei
Marjandi
Panombeian
Pamatang Panombeian
Nagori Bosar
Talun Kondot
Simbolon Tengkoh
Nagori
Jumlah
1.
Belum Sekolah
226
200
411
258
222
601
530
227
2.675
2.
Tidak Tamat SD
502
300
655
278
195
691
768
260
3.649
3.
SD
558
266
707
341
363
1.276
1.084
1.139
5.734
4.
SLTP
254
245
968
448
357
1.137
447
208
4.064
5.
SLTA
244
234
726
391
289
451
295
166
2.796
6.
Dip I-II
7
7
22
10
15
8
1
16
86
7.
Dip III
7
10
18
8
6
8
4
1
62
8.
Dip IV-SI
7
9
34
1
4
31
5
6
97
9.
S2-S3
0
0
0
0
0
6
0
0
6
1.805
1.271
3.541
1.735
1.451
4.209
3.134
2.023
19.169
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan sangat bervariasi. Tingkat pendidikan sarjana sudah ada pada setiap nagori. Hal tersebut didukung oleh jarak yang dekat dan dapat dijangkau dari masingmasing nagori ke kota Pematang Siantar sebagai pusat pendidikan. Seperti umumnya kecamatan lain di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Panombeian Panei juga telah mempunyai berbagai sarana kesehatan di setiap Kelurahan / Nagori. Walaupun sarana kurang memadai namun tenaga medis baik bidan dan perawat sudah merata di setiap Nagori, sehingga keberadaan merekapun sangat diharapkan masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.9 Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Nagori No.
Nagori
Rumah Sakit
Puskes mas
Puskesmas Pembantu
Klinik
Tenaga Medis
1.
Pamatang Panombeian
-
1
-
-
1
2.
Panombeian
-
-
1
-
4
3.
Nagori Bosar
-
-
1
-
8
4.
Marjandi
-
-
-
-
1
5.
Simpang Panei
-
-
-
-
2
6.
Pamatang Panei
-
-
1
-
5
7.
Talun Kondot
-
-
1
-
6
8.
Simbolon Tengkoh
-
-
1
-
6
0
1
5
0
33
Jumlah
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Kehidupan beragama di Kecamatan Panombeian Panei selama ini berjalan dengan baik. Tidak pernah terjadi keributan / pertikaian ataupun salah paham yang dilatar belakangi oleh faktor agama, walaupun terdapat nagori yang dari segi jumlah antara agama yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Nagori
Katholik
Protestan
Hindu
Budha
Lainnya
Jumlah
No
Islam
Tabel 4.10 Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dianut
2
3
4
5
6
7
8
9
1
1.
Pamatang Panombeian
34
526
1036
0
0
0
1596
2.
Panombeian
5
138
1625
0
0
0
1768
3.
Marjandi
2239
134
286
0
0
0
2659
4.
Simpang Panei
4
295
3094
0
0
0
3393
5.
Pamatang Panei
13
48
1315
0
0
0
1376
6.
Simbolon Tengkoh
685
286
1070
0
0
0
2041
7.
Nagori Bosar
2619
132
1516
0
0
0
4267
8.
Talun Kondot
1714
82
1333
0
0
0
3129
7313
1641
11275
0
0
0
20229
Jumlah
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Dari tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa penyebaran agama berlangsung tidak merata sehingga terjadi pemusatan agama pada nagori tertentu. Mayoritas pemeluk agama Islam berada pada Nagori Marjandi dan Nagori Bosar, sedangkan agama Protestan berada di Nagori Pamatang Panombeian, Nagori Panombeian, Nagori Simpang Panei, dan Nagori Pamatang Panei. Namun khusus untuk Nagori Talun Kondot dan Nagori Simbolon Tengkoh jumlah pemeluk agama Islam dan Agama Protestan tidak jauh berbeda. Selain diproyeksikan sebagai daerah pertanian, Kecamatan Panombeian Panei juga telah dikenal luas sebagai basis tradisional pertumbuhan dan perkembangan adat Simalungun, sejak zaman Kerajaan Panei, selain beberapa kerajaan di daerah
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
simalungun lainnya. Kemudian Kerajaan Panei tersebut melahirkan Partuanon Panombeian. Sehingga dapat dikatakan bahwa Panombeian Panei termasuk wilayah Simalungun yang etnisitas dan adatnya masih asli / homogen.
4.3.
Gambaran Umum Pemerintahan Kecamatan Panombeian Panei merupakan salah satu kecamatan pemekaran
(10 pemekaran) dari 31 kecamatan yang ada di simalungun yang berasal dari pemekaran Kecamatan Panei. Kecamatan ini terbentuk dan resmi berdiri sejak tahun 2002. Walaupun tergolong masih baru pembangunan kecamatan ini termasuk cepat dibandingkan kecamatan pemekaran lainnya. Hal tersebut disebabkan karena letak geografis kecamatan ini bersebelahan dengan Kota Pematang Siantar yang tentu saja membawa banyak pengaruh dari segi pandangan, cara berpikir dan cara bekerja masyarakat. Di masa mendatang, potensi Kecamatan Panombeian Panei sangat besar dalam sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, karena bersebelahan persis dengan Kota Pematang Siantar, yang mana tentunya sedikit banyak akan menyuplai kebutuhan pangan sebagian masyarakat Kota Pematang Siantar. Juga dilalui jalan lintas melalui Simpang Panei dan Pamatang Panei menuju Kecamatan Raya dan Kabupaten Karo. Secara administratif pemerintahan, Kecamatan Panombeian Panei terdiri dari 9 Desa (Nagori). Nomenclatur “Nagori” sebagai istilah lokal yang asli untuk tingkatan pemerintahan terendah sejak zaman kerajaan-kerajaan di Simalungun
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
digunakan menggantikan istilah “Desa” berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 11 Tahun 2000. Demikian juga dengan nomenclatur “Maujana Nagori” menggantikan istilah “Badan Perwakilan Desa (BPD)”. Hal tersebut memang dimungkinkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan nomenclatur tersebut, dapat terlihat dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.11 Perubahan Nomenclatur Pemerintahan Desa menjadi Pemerintahan Nagori Dasar Hukum No
UU No. 22 Thn. 1999 (Pasal 95) Kepmendagri No. 64 Thn. 1999 Perda Kab. Simalungun No. 11 Thn. 2000
UU No. 5 Tahun 1979 1.
Desa
Nagori sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten Simalungun.
2.
Kelurahan
Kelurahan (Tidak mengalami perubahan istilah, tetap dengan istilah dan pengertian lama)
3.
Kepala Desa (Ex-Officio Ketua Umum LKMD dan Ketua LMD)
Pangulu (Tidak ada lagi perangkapan jabatan)
4.
Pemerintahan Desa
Pemerintahan Nagori
5.
Lembaga Musyawarah Desa (LMD)
Maujana Nagori (Dalam UU No. 22 Thn. 1999 dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa ) Merupakan Lembaga Pemerintahan Nagori sebagai wahana pelaksanaan demokrasi di nagori dan berkedudukan sejajar dan mitra pemerintahan nagori yang bertugas merumuskan dan menetapkan peraturan nagori dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan nagori.
6.
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD)
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagori (LPMN) Merupakan Organisasi Kemasyarakatan yang bersifat lokal, berdiri sendiri, atas prakarsa masyarakat dan sebagai wadah masyarakat dalam perencanaan pembangunan nagori.
7.
Perangkat Desa
Tungkat Nagori
8.
Sekretaris Desa
Sekretaris Nagori
9.
Kepala Urursan Pemerintahan
Kepala Urusan Pemerintahan & Kemasyarakatan
10.
Kepala Urusan Pembangunan
Kepala urusan Perekonomian & Pembangunan
11.
Kepala Urusan Keuangan
Kepala Urusan Administrasi & Keuangan
12.
Dusun
Huta
13.
Kepala Dusun
Gamot
Sumber : Bagian Pem.Nagori Setdakab Simalungun, 2007
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
4.4.
Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K) Pada pelaksanaan penelitian di Kecamatan Panombeian Panei, telah
ditemukan beberapa fakta dan informasi yang bersumber dari pengamatan lapangan, wawancara dan kajian pada data, dokumentasi dan literatur yang relevan. Hasil temuan penelitian tersebut bervariasi dan dinamis, namun secara umum dapat direduksi dan diorganisasikan untuk menjawab fokus kajian penelitian. Dinamika pembangunan di Kecamatan Panombeian Panei tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Simalungun. Pengamatan dan hasil temuan penelitian di lapangan menunjukkan, bahwa tidak mudah menyukseskan berbagai program pembangunan di Kecamatan Panombeian Panei, disebabkan sikap masyarakatnya cenderung apatis, tetapi justru bersikap kritis terhadap berbagai implementasi program pembangunan. Sikap tersebut yang sering menyebabkan kondisi yang kontradiktif. Sikap itu juga menyebabkan masyarakat luar dan birokrat sering bersikap apriori dalam memahami dinamika pembangunan yang ada. Kondisi topografi lahan pertanian yang subur di Kecamatan Panombeian Panei mengakibatkan masyarakat terpaku pada “alam” tanpa berniat melakukan terobosan berbagai inovasi dan kreatifitas, sehingga dinamika pembangunan cenderung jalan di tempat. Berbagai program pembangunan yang digulirkan pun selama ini masih kurang melibatkan penduduk secara aktif dan nyata, kecuali
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
program dana pembangunan desa (Bangdes). Selebihnya banyak program pembangunan dikelola secara sektoral oleh instansi Pemerintah Daerah, seperti program perbaikan sarana perhubungan oleh Dinas PU Bina Marga, dll. Bergulirnya Era Otonomi Daerah yang mengedepankan paradigma pemberdayaan masyarakat dan kemandirian daerah, membangun persepsi masyarakat dan pemerintah terhadap pembangunan yang semestinya memposisikan masyarakat sebagai pemilik dan pelaku utama. Dewasa ini program dan proyek pembangunan yang digulirkan ke Kecamatan Panombeian Panei, tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten
Simalungun
untuk
menggerakkan
roda
pembangunan
diseluruh
kecamatan. Kebijakan yang digulirkan telah mengadopsi paradigma partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, meskipun di dalam implementasinya masih terkait erat dengan peranan birokrat sebagai change agent (agen perubah) yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat. Temuan penelitian dilapangan menunjukkan bahwa program dan proyek pembangunan telah mengadopsi keterlibatan masyarakat dalam pembangunan di tingkat desa. Adopsi tersebut diasumsikan sebagai sarana proses pemberdayaan masyarakat, walaupun impelementasi program dan proyek tersebut belum sempurna mengakomodir paradigma pemberdayaan. Kondisi riil dilapangan secara aktual menunjukkan keberadaan program dan proyek pembangunan yang selama ini mewarnai dinamika pembangunan di Kecamatan Panombeian Panei, yaitu sebagai berikut : 1) Program Dana Bantuan Pembangunan Nagori/Kelurahan (BPN / K), dan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
2) Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT). Namun dalam penelitian ini difokuskan kepada Program Dana Bantuan Pembangunan Nagori/Kelurahan (BPN / K) karena Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) sejak tahun 2006 sudah tidak berlangsung lagi, sebagaimana keterangan salah seorang masyarakat yaitu: ”Ketika kami mendengar akan ada pembangunan yang akan bergulir di nagori kami, kami cenderung tidak peduli karena kami pikir itu merupakan lanjutan dari program sebelumnya. Eh....ternyata bukan. Setelah kami mengetahuinya, kami mulai membicarakannya di kedai-kedai. Ada kawan yang ngasi sedikit penjelasan dan seperti program itu menarik juga” (EN, 29 Oktober 2007) Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Simalungun Nomor 412.6/5950BPMN/2002, pengelolaan Program BPN / K dialihkan kepada Kepala Desa (dalam istilah lokal disebut Pangulu) serta Lurah sebagai PjOK dan Sekretaris Nagori sebagai PjAK sejak tahun anggaran 2002. Pengalihan tersebut untuk lebih mengefektifkan tertib administrasi, karena pada tahun-tahun sebelumnya dana bangdes dikelola oleh LKMD secara kolektif kelembagaan, sehingga cenderung mengaburkan pihak yang paling bertanggung-jawab dan tidak jarang saling melempar tanggung-jawab. Untuk mengetahui latar belakang pengalihan tersebut terungkap sebagaimana pernyataan Kepala Seksi PMN Kecamatan Panombeian Panei, sebagai berikut : .....Sejak tahun anggaran 2002, pengelolaan BPN / K dialihkan dari LKMD atau sekarang LPMN kepada Pangulu sebagai PjOK dan Sekretaris Nagori sebagai PjAK, pertimbangannya adalah untuk tertib administrasi, selain itu belajar dari pengalaman selama ini, LKMD tersebut sifatnya kelembagaan dan karakter kepemimpinannya kurang kuat, sehingga banyak kasus ketika itu ditemukan bahwa alokasi dananya banyak yang salah, kalau boleh dikatakan banyak menguaplah, sementara kepala desa juga tidak dapat berbuat apa-apa,
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
bahkan juga ikut bersekongkol. Dialihkannya tanggung jawab kepada pangulu, maka diharapkan selain lebih tertib dan terkendali, juga ada pihak yang paling mudah untuk diminta pertanggung-jawabannya, lagi pula pangulu tersebut tidak akan macam-macam, karena resikonya besar dan hanya dia yang menanggungnya. (KS, 6 Agustus 2007) Dana BPN / K yang dialokasikan langsung kepada pemerintah nagori / kelurahan pada hakikatnya merupakan dana yang bersifat stimulan, sehingga sangat diharapkan peranan dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan dan tidak hanya mengandalkan dana BPN / K tersebut. Peranan masyarakat dalam kegiatan Pembangunan dapat menimbulkan rasa memiliki akan hasil-hasil pembangunan, selanjutnya timbul kesadaran untuk memelihara dan melestarikan bahkan meningkatkannya. Disamping itu juga dapat mengurangi ketergantungan masyarakat pada bantuan pemerintah, sehingga pada akhirnya proses pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Kegiatan penyaluran dan pencairan dana BPN / K diatur melalui Daftar Alokasi Dana Pembangunan Daerah (DA-DPD) Pembangunan Nagori/Kelurahan. Pencairan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu Tahap I sebesar Rp. 35.000.000,(70%) yang penggunaannya untuk kegiatan pembangunan fisik yang disertai dengan DURK, bestek proyek, berita acara musbang, surat perjanjian penarikan dana, berita acara pembayaran penarikan dana, nomor rekening pangulu di BPDSU terdekat, foto copy KTP PjOK dan PjAK serta SK penetapan PjOK dan PjAK sebagai dokumen kelengkapan administrasi.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Kemudian pencairan Tahap II sebesar Rp. 15.000.000,- dilaksanakan setelah dana pencairan Tahap I dapat dipertanggung jawabkan 100 % kepada Pimpro Kabupaten melalui Tim Pengelola Kecamatan. Berkaitan dengan itu tentunya PjAK harus mempersiapkan seluruh administrasi keuangan yang berkenaan dengan program BPN / K. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Kepala Seksi Pemerintahan Masyarakat Nagori sebagai berikut: Pencairan tahap kedua dilaksanakan setelah dilakukan pertanggungjawaban dana pencairan di tahap pertama yang lazim disebut SPJ. Setelah itu baru dapat dicairkan dana tahap kedua sehingga pencairannya pun tidak serentak untuk semua nagori di seluruh Kabupaten Simalungun tergantung bagaimana laporan tadi disampaikan. Namun laporan tahap pertama pun memiliki jangka waktu sehingga semua kegiatan dapat berlangsung dan selesai di tahun anggaran itu juga. (KS, 31 Juli 2007) Program Dana BPN / K di Kecamatan Panombeian Panei pada Tahun Anggaran 2005 dimulai sejak bulan Juni 2005 sesuai dengan pengesahan APBD Kabupaten Simalungun yang hingga akhir tahun 2005 telah berjalan 100 %. Untuk Tahun Anggaran 2006 dimulai sejak bulan Juni 2006 yang hingga akhir tahun 2006 telah berjalan 100 %. Data kegiatan Tahun Anggaran 2005 dan 2006, sebagaimana dipaparkan dalam tabel berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.12 Kegiatan Program BPN/K di Kecamatan Panombeian Panei Pada Tahun Anggaran 2005 Pembiayaan No
Nagori
Jenis Kegiatan
Volume
1.
Pamatang Panombeian
Pembuatan Parit Pasangan
120m x 60cm
Meningkatkan Saluran Limbah
3.000.000
2.000.000
5.000.000
2.
Panombeian
Pembuatan Gorong-Gorong di dua tempat
5m x 3m
Meningkatkan Transportasi
3.000.000
1.000.000
4.000.000
3.
Nagori Bosar
Pembuatan Titi Plat beton 2 (dua) buah
1m x 4m
Meningkatkan Transportasi
3.000.000
1.000.000
4.000.000
4.
Marjandi
Pembuatan Tembok Panahan
70m x 1m
Meningkatkan Transportasi
3.000.000
2.000.000
5.000.000
5.
Simpang Panei
Pembatuan Jalan
150m x 3m
Meningkatkan Transportasi
3.000.000
1.000.000
4.000.000
6.
Talun Kondot
Pembuatan Parit Pasangan
140m x 60cm
Meningkatkan Saluran Limbah
3.000.000
2.000.000
5.000.000
7.
Simbolon Tengkoh
Merehab Kantor Pangulu Nagori
8m x 12m
Pelayanan Masyarakat Lancar
3.000.000
1.000.000
4.000.000
21.000.000
10.000.000
31.000.000
Jumlah
Manfaat
Pemda
Swadaya Masyarakat
Jumlah
Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Tabel 4.12 memperlihatkan bahwa seluruh kegiatan program pembangunan dialokasikan untuk sarana dan prasarana (7 kegiatan). Seluruh nagori ikut berpartisipasi dengan nilai swadaya masyarakat yang bervariasi antar nagori sesuai dengan volume kegiatan pembangunan. Jumlah dana untuk tiap nagori berbeda-beda disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat sehingga tidak ditemukan pemerataan anggaran.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.13 Kegiatan Program BPN/K di Kecamatan Panombeian Panei yang bersumber dari Tahun Anggaran 2006 Pembiayaan No
Nagori
Jenis Kegiatan
Volume
Nagori
Manfaat Pemda
Nagori
1.
Pamatang Panombeian
Pembuatan Parit Pasangan
298m x 40cm
Meningkatkan Saluran Limbah
45.000.000
5.000.000
50.000.000
2.
Panombeian
Pembuatan Parit Pasangan
109m x 1m
Meningkatkan Saluran Limbah
45.000.000
5.000.000
50.000.000
3.
Nagori Bosar
Pembatuan Jalan
400m x 3m
Meningkatkan Transportasi
45.000.000
5.000.000
50.000.000
Pembatuan Jalan
386m x 3m
Meningkatkan Transportasi
180m x 3m
45.000.000
5.000.000
50.000.000
Pembuatan Plat Beton 0,8 x 0,7 x 5 m
4.
Marjandi
Meningkatkan Transportasi
5.
Simpang Panei
Pembatuan Jalan
649m x 3m
Meningkatkan Transportasi
45.000.000
5.000.000
50.000.000
6.
Pamatang Panei
Pembatuan Jalan
677m x 3m
Meningkatkan Transportasi
45.000.000
5.000.000
50.000.000
Pembatuan Jalan
490m x 3m
Meningkatkan Transportasi 45.000.000
5.000.000
50.000.000
Pembuatan Plat Beton
0,6 x 0,6 x 2,6m
Meningkatkan Transportasi
Pembuatan Paret Pasangan
298m x 40cm
Meningkatkan Saluran Limbah
45.000.000
5.000.000
50.000.000
360.000.000
40.000.000
400.000.000
7.
8.
Talun Kondot
Simbolon Tengkoh
Jumlah Sumber : Kantor Camat Panombeian Panei, 2007
Data
tabel
4.13
memperlihatkan
bahwa
seluruh
kegiatan
program
pembangunan dialokasikan untuk sarana dan prasarana (10 kegiatan). Alokasi dana program BPN / K sebesar Rp. 400.000.000 telah menghasilkan swadaya masyarakat sebesar Rp. 40.000.000 atau 10 %. Nilai swadaya masyarakat tersebut berasal dari
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
totalitas seluruh nilai bahan material serta nilai upah tenaga masyarakat yang dihitung secara lokal. Dari pengamatan dilapangan, pada umumnya tidak ditemukan permasalahan yang cukup urgen dalam pelaksanaan program BPN / K. Pertanggung-jawaban terhadap masyarakat justru menjadi hal yang baru dan menuntut transparansi dilingkungan pemerintahan nagori. Kondisi tersebut terlihat dari adanya sorotan yang tajam dan bahkan apriori dari masyarakat dan LPMN yang beranggapan dana tersebut “dimakan” oleh Pangulu, tidak transparan dan lain-lain, sebagaimana diutarakan salah satu Pangulu, yaitu : .....Memang ada juga orang-orang tertentu yang merasa cemburu dan selalu ingin memantau kami para pangulu sebagai PjOK dan PjAK, karena kami memegang uang, yang mereka anggap dapat saja kami pergunakan seenak kami saja, padahal tidak begitu. Kalau dipikir-pikir, yah.... lain juga rasanya, karena sekian lamanya sewaktu pelaksanaan Bangdes dulu, dipegang oleh LKMD dan sewaktu DPD/K juga dipegang sekretaris desa, tapi sama saja sih.. yang penting bagaimana kita transparan dan dapat mempertanggungjawabkannya dengan baik. (RS, 6 Agustus 2007) Senada dengan keterangan salah seorang Pangulu tersebut, para tokoh masyarakat pada umumnya beranggapan tidak ada pangulu yang merasa “mentangmentang” dengan pengelolaan dana BPN / K. Situasi pengelolaan pemerintahan yang sudah berubah dengan paradigma good governance menuntut adanya transparansi serta keharusan penyertaan masyarakat. Masyarakatlah sebagai pemegang kekuasaan yang sesungguhnya dan masyarakatlah sebagai sumber dan tujuan dari seluruh proses pembangunan yang pada akhirnya memberdayakan, sebagaimana keterangan salah seorang masyarakat :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
.....Cara dan sikap bapak pangulu sekarang sangat baik dalam mengajak peran serta masyarakat dan keterbukaannya dalam pengelolaan dana pembangunan, mungkin karena sudah zaman reformasi atau karena baru 2 tahun menjabat pangulu. Pelaksanaan musbang nagori, walaupun sedikit masyarakat menghadirinya, tetap terlaksana dengan terbuka dan tidak ada yang ditutuptutupi oleh pangulu. Kelihatannya pangulu orangnya baik sama masyarakat di huta, sering menghadiri undangan pesta dan perayaan di gereja walaupun beliau bukan nasrani. (JD, 12 Agustus 2007) Hal tersebut didukung juga oleh salah seorang masyarakat di nagori lain yaitu : pangulu kami sekarang ini sudah agak tau. Lagipul masa jabatannya sebagai pangulu sebentar lagi akan berakhir. Selama bapak itu menjadi pangulu, setiap ada pembangunan selalu disampaikan kepada pangulu darimana pembangunan itu dan apa maunya. Semua kami bicarakan secara terbuka. Apalagi sebentar lagi akan ada pemilihan pangulu, kami berharap agar bapak ini terpilih lagi. Walaupun dari segi kesehatan sudah agak kurang mendukung. (AP, 26 September 2007) Keterangan salah seorang masyarakat tersebut, menyiratkan bahwa walaupun pengelolaan program BPN / K dikelola langsung oleh lembaga pemerintahan nagori, namun peluang untuk menyalahgunakannya sangat kecil. Akses masyarakat yang dekat dengan pemerintahan nagori untuk melakukan pemantauan (social control) terhadap kinerjanya. Dalam implementasinya, social control tersebut sebagian besar direpresentasikan melalui lembaga lokal seperti Maujana Nagori, sehingga menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas publik dalam situasi pengelolaan ketata pemerintahan yang sudah berubah. Pada sisi yang lain, keberadaan lembaga pemerintahan nagori juga merupakan jembatan antara kepentingan birokrat kecamatan dan kepentingan masyarakat. Dalam implementasinya, tentu mereka akan memperhitungkan bahwa keberadaan mereka
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
sangat disorot dan langsung berhadapan dengan masyarakat, sekaligus mereka juga merupakan bagian integral dari sistem sosial masyarakat nagori. Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai temuan penelitian tentang karakteristik program BPN / K, sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 4.14 Rangkuman Hasil Penelitian tentang Karakteristik Program BPN/K No
Temuan Penelitian
Program BPN/K
1.
Lokasi Kegiatan
Seluruh Nagori
2.
Alokasi Kegiatan
1. 2. 3.
3.
Desain Perencanaan
Murni dilaksanakan dan dirumuskan dari bawah di tingkat Nagori dalam Forum Musbang. Setelah disetujui oleh Maujana Nagori, kemudian disyahkan Camat, sebagai upaya tertib administratif dan dalam rangka upaya preventif.
4.
Implementasi Kegiatan
Program BPN / K mengarahkan pada kegiatan Pembangunan Prasarana Fisik dan Pembinaan
5.
Sifat Dana
Bersifat stimulus yang membutuhkan partisipasi dan swadaya masyarakat
6.
Pola Pelaksanaan dan Pelaksana Langsung Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan 100 % oleh masyarakat sesuai dengan bestek yang dibuat dalam Musbang yang dipimpin PjOK dan PjAK. Apabila ingin dikontrakkan, tergantung kesepakatan di tingkat nagori, sesuai dengan kemampuan. Pelaksana Langsung Kegiatan yaitu Pemerintahan Nagori sebagai Pengelola dan Penanggung Jawab
7.
Sumber Dana, Alokasi Dana dan Partisipasi Masyarakat
100 % bersumber dari Pemkab dan merupakan dana stimulus yang dialokasikan 100 %. Murni dikelola langsung oleh masyarakat lokal melalui PjOK, dan swadaya/ partisipasi masyarakat diharapkan untuk menambahnya sesuai dengan kebutuhan. Alokasi Dana sebesar Rp. 50.000.000 per nagori / kelurahan.
Pembangunan Sarana dan Prasarana Fisik Pembinaan PKK dan Anak Remaja Biaya Operasional Pembangunan Nagori
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
8.
Proses Pencairan Dana
Langsung ke Rekening PjOK di BPD Sumut (Bank Pembangunan Daerah ) Sumatera Utara.
Sumber : Hasil Penelitian, 2007
Fenomena yang menarik terjadi pada pelaksanaan program BPN / K, dimana masyarakat umumnya “adem ayem” saja dengan keberadaan program BPN / K, dibandingkan dengan P2KT yang baru digulirkan sejak tahun anggaran 2002. Berdasarkan pengamatan dilapangan, masyarakat secara luas sudah mengetahui bahwa program BPN / K tersebut merupakan kelanjutan dari program Bangdes dahulu. Distorsi informasi tentang program BPN / K juga terjadi karena sistem informasinya yang kurang transparan atau masyarakat justru sudah terlanjur skeptis atau aporiori terhadap program BPN / K. Semua kemungkinan tersebut memang bersifat relatif, akan tetapi secara umum masyarakat dapat memahaminya walaupun secara sederhana. Pemahaman masyarakat yang utama pada pelaksanaan kegiatan program BPN / K yang memang terbatas, disamping dananya bersifat stimulan. Pernyataan
dari
seorang
Anggota
Maujana
dibawah
ini,
kiranya
dapat
menggambarkan sikap tersebut, yaitu sebagai berikut : .....Jelas saja masyarakat tidak terlalu mempersoalkan BPN / K, karena selain dana yang sudah ditentukan, juga alokasinya sudah jelas yaitu Rp. 50.000.000,- untuk biaya operasional pemerintahan nagori, Rp.2.500.000 untuk kegiatan PKK, sedangkan Rp. 42.500.000 untuk kegiatan pembangunan, jadi kalaupun ada penyimpangan terhadap dana pembangunan tersebut, gampang ketahuannya, dan lagi pula forum musbang tentang BPN / K atau musbang bangdes sejak dahulu sudah diketahui oleh masyarakat. Misalnya dalam satu tahun tidak ada musbang bangdes atau sekarang BPN / K kan ujung-ujungnya ketahuan juga. (HS, 8 September 2007)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Keterangan senada juga tercermin dalam pernyataan salah seorang Pangulu, sebagai berikut : “.....Kita masih banyak belajar tentang BPN / K, walaupun sebenarnya tidak asing lagi sejak dahulu, hanya saja sekarang sudah dikelola langsung oleh pangulu, tidak lagi oleh LKMD, tapi begitupun, kami juga harus melibatkan masyarakat, karena sudah begitu ketentuannya”. (S, 6 September 2007) Selanjutnya untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai temuan penelitian tentang keterlibatan masyarakat dalam Program BPN / K, sebagaimana dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 4.15 Rangkuman Hasil Penelitian tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Program BPN/K No
Temuan Penelitian
1.
Keterlibatan Masyarakat dlm Perencanaan BPN / K Pengelolaan Kegiatan dan Penguasaan Alokasi Dana
2.
3.
Temuan Khusus di Lapangan
Program BPN/K Masyarakat sudah terlibat dalam tataran perencanaan Program BPN / K Pengelolaan kegiatan dan penguasaan alokasi dana oleh masyarakat melalui fungsi dan peranan pemerintahan nagori (PjOK dan PjAK). Meskipun demikian, bukan berarti pemerintahan nagori dapat leluasa mengelolanya, karena bagaimanapun tidak terlepas dari jangkauan pembinaan dan monitoring lembaga pemerintahan kecamatan. Selain itu ketidak beresan dalam pengelolaan, akan mempunyai resistensi yang tinggi sebagai aplikasi social control. Kata akhir yang dapat mempresentasikan kondisi pengelolaan dan penguasaan alokasi dana yaitu masih adanya “Proses Birokratisasi” proyek pembangunan yang walaupun kadarnya kecil serta scoupe-nya pada tataran lokal nagori. Dibutuhkan kapasitas pemerintahan nagori mengaplikasikan program dalam kondisi masyarakat nagori dengan sistem sosial yang abirokratisasi. Adanya sikap apriori masyarakat yang dimotori elit lokal nagori yang terpinggirkan, seperti LPMN & Tokoh Masyarakat terhadap proses pelaksanaan. Namun realitasnya, transparansi kegiatan memang belum optimal.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pemerintah Kecamatan masih menganggap perlu intervensi dalam wujud pola pembinaan sebagai bagian dari tanggung jawabnya, sedangkan Nagori dalam hal tertentu justru mengganggap tidak saatnya lagi, karena kondisi empirik yang menunjukkan selama ini masih melekatnya stigma negatif pelaksanaan Bangdes di masa lalu pada pelaksanaan Program BPN / K. Sumber : Hasil Penelitian, 2007
4.4.1. Tahap Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
Penentuan kegiatan program yang akan dibahas, berangkat dari inventarisasi kegiatan yang dilakukan. Kegiatan yang paling menonjol dilaksanakan di Kecamatan Panombeian Panei adalah pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Dalam implementasi kegiatan tersebut, masih terbentur oleh kepentingan birokrat yang ada, terutama dalam proses perencanaannya. Oleh karena itu penting untuk mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan masyarakat lokal sejak proses perencanaan. Menyikapi
program
pembangunan
yang
digulirkan
ke
Kecamatan
Panombeian Panei, masyarakat sangat mengharapkan alokasi terbesar untuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi terutama pembukaan jalan, pembatuan jalan, perkerasan jalan, pembuatan gorong-gorong dan lain-lain. Hal tersebut sangatlah wajar, karena sebagai salah satu kecamatan pemekaran, masih banyak prasarana jalan yang masih rusak, belum di onderlag (pembatuan), bahkan masih ada yang berupa jalan tanah dan jalan setapak, sedangkan jalan tersebut merupakan urat nadi jalur pertanian masyarakat, sebagaimana telah disebutkan dalam gambaran umum lokasi penelitian. Sebagimana pernyataan salah seorang masyarakat
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
sebagai berikut : ”Apapun nama dan bentuk program pembangunan yang akan diberikan pemerintah kami sangat membutuhkan pembangunan yang mengarah trnsportasi. Jalan di huta kami sudah lama kami usulkan agar pemerintah melakukan pembangunan. Untunglah ada program BPN / K sehingga jalan ditempat kami sudah baik. ”(PT, 9 Oktober 2007) Secara umum alokasi kegiatan terbesar program BPN / K yaitu pembangunan sarana dan prasarana jalan transportasi. Hal tersebut disambut antusias oleh masyarakat seluruh nagori/kelurahan, yang mengetahui informasinya melalui pangulu dan tokoh-tokoh masyarakat. Ketika sosialisasi demi sosialisasi dari program tersebut mulai dilaksanakan di nagori/kelurahan, masyarakat mulai membahas secara informal tentang kegiatan yang akan dialokasikan. Antusias masyarakat tersebut banyak dipengaruhi informasi yang disampaikan oleh Pangulu. Dalam hal ini Pangulu telah mengambil suatu sikap untuk mengintegrasikan perencanaannya, sebagaimana terungkap dari keterangan salah satu Pangulu, sebagai berikut : .....Waktu saya mendapat informasi bahwa akan ada program BPN / K, dimana akan ada kesempatan untuk membangun prasarana transportasi, saya mulai mengumpulkan beberapa tokoh masyarakat secara terbatas untuk membicarakannya dan juga menyampaikannya melalui kegiatan-kegiatan di gereja kepada masyarakat. Di nagori kami masih ada jalan tanah sepanjang 2 km menuju salah satu huta, sepanjang jalan tersebut banyak perladangan yang merupakan andalan masyarakat. Kami buat perencanaan tentunya dengan didukung dengan partsipasi dan swadaya masyarakat. (KP, 28 September 2007)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Keterangan informan tersebut senada dengan informan (pangulu) lainnya yang memberikan keterangan. Sebagaimana telah disampaikan diatas, lokasi jalan tanah tersebut di Nagori Talun Kondot, yang memang masih banyak jalan yang terisolir. Bahkan ada yang mengharapkan pembukaan jalan, sebagaimana terungkap dari keterangan yang disampaikan seorang Tokoh Masyarakat, sebagai berikut : “.....Kami sangat senang program-program tersebut dapat membuka jalan huta yang telah lama sekali kami inginkan menghubungkan talun kondot ke kampung baru, sekarang dapat lebih pendek jaraknya. Saat perencanaannyapun sewaktu musrenbang dulu, secara bulat kami setuju sekali dengan rencana itu”. (AP, 5 September 2007) Sama dengan keterangan tokoh masyarakat tersebut, masyarakat juga bersemangat diajak bermusyawarah untuk mempersiapkan gotong royong dan hal-hal yang perlu dipersiapkan, seperti dituturkan oleh salah seorang masyarakat nagori Talun Kondot, sebagai berikut : .....Waktu ibu pangulu nagori menyampaikan rencana pembangunan jalan tersebut di gereja, senang kali kami mendengarnya, karena sudah kami bayangkan akan semakin mudahlah kami nantinya mengangkut hasil pertanian dan ongkospun semakin murah. Waktu diadakan musbang, kami bersedia menyumbang 10 tumba (liter) beras per KK untuk dijual sebagai tambahan menyediakan materil. (PS, 20 September 2007) Ada juga proses yang mengintegrasikan beberapa usulan pembangunan transportasi sesuai dengan kondisi obyek jalan yang akan diperbaiki atau diperkeras dengan besarnya dana yang memungkinkan dari program yang ada, seperti dinyatakan oleh salah seorang Pangulu, yaitu :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
....Saat musbang nagori yang biasanya kami selenggarakan pada bulan maret setiap tahun yang memang secara khusus membahas tentang BPN / K, tapi pada saat itu juga saya sampaikan, bahwa perlunya membuat peringkat prioritas dari banyaknya usulan tentang jalan, dalam artian yang mana dapat didanai oleh BPN / K yang memang dananya terbatas pada tahun ini, yang mana didanai pada tahun depan dan demikian seterusnya, disamping dimohonkan melalui Dinas PU Bina Marga, selain itu juga kami perhitungkan bobot rusaknya jalan dan dampak yang timbul, dengan demikian, kami sudah siap dan tinggal menunggu pelaksanaannya saja. (RS, 23 Agustus 2007) Strategi seperti yang diterapkan oleh salah seorang pangulu tersebut memang praktis dan efisien. Berdasarkan pengamatan dan wawancara, umumnya masyarakat Kecamatan Panombeian Panei tidak tahu persis apa saja alokasi program BPN / K. Masyarakat hanya mengetahui bahwa melalui program tersebut dapat membuka jalan, dapat memperkeras jalan, dll. Wujud kegembiraan masyarakat tercermin pada antusias mereka saat diajak berpartisipasi dalam pembangunan. Saat pelaksanaan Musrenbang di tingkat Nagori, masyarakat sangat antusias. Pada umumnya proses perencanaan pembangunan di desa berjalan lancar, karena memang ada kesesuaian antara peluang yang diberikan dalam program tersebut dengan aspirasi masyarakat. Terwujud keterpaduan yang pada gilirannya mengupayakan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi proaktif. Mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah yang mengacu pada kebutuhan dan kemampuan setempat adalah prasyarat utama untuk efektifitas dan efisiensi, sehingga proses pemberdayaan masyarakat dapat tercapai, sebagaimana terungkap dari pernyataan informan, sebagai berikut : Pangulu selalu mengumpulkan kami terlebih dahulu untuk membicarakan pembangunan apa yang akan kami bangun di nagori kami. Banyak juga
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
permintaan kami yang disampaikan. Cuma bapak pangulu menjelaskan biaya dan mencari jalan tengah apa yang mendesak untuk dilakukan. Eh...ternyata benar juga. Apa yang kami rencanakan itu pula yang dilaksanakan. (TS, 27 September 2007) Pendapat yang berbeda, justru muncul dari tokoh masyarakat nagori yaitu LPM yang memandang fenomena tersebut
dari sisi yang lain, sebagaimana
terungkap dari pernyataan informan, sebagai berikut : .....Sebenarnya semua masyarakat menginginkan pembangunan jalan, namun karena serba gantung dananya pembangunan itu nantinya bisa kurang mantap. Meskipun begitu pembangunan prasarana transportasi itu sendiri memang sudah dialokasikan dalam program karena berdasarkan data yang ada, memang masih banyakpun... sarana jalan di kecamatan ini yang penting untuk diperkeras, atau setidaknya dibatui. (MS, 2 Oktober 2007) Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa memang ada perbedaan pandangan terhadap proses pengusulan kegiatan, meskipun mereka penduduk asli Kecamatan Panombeian Panei. Pandangan pertama yang menyebutkan usulan atas masukan dan kebutuhan / aspirasi masyarakat, dan pandangan kedua yang menyatakan usulan tersebut memang sudah diprogramkan berdasarkan data yang telah ada di kecamatan dan kabupaten sebelumnya. Padahal data yang dimaksud oleh aparat kecamatan tersebut sebagai masukan dalam penentuan alokasi. Menyikapi program pembangunan di nagori, berdasarkan petunjuk dari tingkat kabupaten, Camat telah membentuk Tim yang bertugas sejak sosialisasi, perencanaan sampai pelaksanaannya. Tim yang dibentuk terdiri dari Tim Pengelola & Monitoring program BPN / K.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tim tersebut dikoordinasikan oleh Camat. Demikian juga halnya di tingkat nagori/kelurahan, sudah ada pembagian tugas antara PjOK, PjAK maupun Korlap. Untuk lebih jelasnya tentang pembagian tim tersebut, sebagaimana dinyatakan Camat, sebagai berikut : .....Masuknya program BPN / K, menuntut kami di pemerintahan kecamatan untuk melakukan pembinaan secara baik dan tersistematis berdasarkan pedoman dan petunjuk yang dari atas. Pembinaan yang dilakukan terutama sekali kami lakukan pada awal perencanaan karena itu yang sangat menentukan kelanjutannya. Zamannya sudah berubah, sehingga paradigma yang dipakaipun bukanlah intervensi, tetapi fasilitasi serta menjaga supaya tetap mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan. Juga saya tekankan kepada staf saya untuk menyesuaikan dengan pola pikir tersebut, karena ketika seandainya ada masalah, toh... kecamatan juga yang harus bertanggung-jawab, itu saja, sedangkan kalau ada hal-hal yang bersifat teknis, kami koordinasikan dengan instansi terkait. Jadi peranan kami sifatnya menjembatani peranan dan fungsi pihak-pihak yang terlibat di nagori/kelurahan. (REPS, 10 September 2007) Berdasarkan pengamatan dan informasi dari beberapa Pangulu dan Tokoh masyarakat yang diperoleh dilapangan, peranan kecamatan dianggap cukup baik dan proposional. Tim dari kecamatan senantiasa menghadiri sosialisasi dan musrenbang di setiap nagori serta memberikan pengarahan. Sehingga masyarakat pun bersedia untuk berpartisipasi aktif, seperti disampaikan oleh salah seorang masyarakat, sebagai berikut : .....Pernah Bapak Camat datang berkunjung ke peladangan kami, sewaktu panen dan kami sedang memikul hasilnya sejauh 500 meter ke tempat tingggal kami, pada awalnya kami tidak tahu kalau Bapak itu seorang Camat. Bapak itu memberikan semangat pada kami bahwa akan ada program pembatuan jalan, awalnya sih....kami kira main-main, ternyata ketika di huta kami, ramai dibicarakan tentang itu, membuat kami tertarik dan saat sosialisasi ternyata Bapak Camat tersebut datang, wah.... kami sangat senang, mudah-mudahan seterusnya demikianlah. (SS, 3 Oktober 2008)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Kegiatan yang paling menonjol dilaksanakan di Kecamatan Panombeian Panei melalui program BPN / K adalah pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Dalam implementasi kegiatan tersebut, masih terbentur oleh kepentingan birokrat yang ada. Pada sisi lain, nyata terjadi bahwa hasil-hasil kegiatan pembangunan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Ini terkait dengan minimnya tingkat rasa memiliki dan empati masyarakat lokal. Karenanya penting untuk mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan masyarakat sejak proses perencanaan.
Pembangunan Sarana dan Prasarana Masyarakat sangat mengharapkan alokasi terbesar program pembangunan yang digulirkan di Kecamatan Panombeian Panei adalah pembangunan sarana dan prasarana transportasi terutama pembatuan jalan. Hal tersebut sangatlah wajar, karena sebagian besar jalan desa di Kecamatan Panombeian Panei masih ada yang berupa jalan tanah dan jalan setapak, sedangkan jalan tersebut merupakan urat nadi jalur pertanian masyarakat, sebagaimana telah disebutkan dalam gambaran umum lokasi penelitian, sebagaimana terungkap dari keterangan salah seorang masyarakat, sebagai berikut : ”Memang selama ini kami merindukan pembangunan jalan. Di jalan utama memang jalan sudah sangat baik namun bila dilihat ke dalam masih banyak jalan yang belum dibatui sehingga kami sangat sulit mengangkut hasil pertanian kami.” (ES, 26 Juli 2007)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Alokasi tersebut disambut antusias oleh masyarakat seluruh nagori/kelurahan, yang mengetahui informasinya melalui pangulu dan tokoh-tokoh masyarakat. Ketika sosialisasi demi sosialisasi dari program tersebut mulai dilaksanakan di nagori/kelurahan, masyarakat mulai membahas secara informal tentang kegiatan yang akan dialokasikan. Antusias masyarakat tersebut banyak dipengaruhi informasi yang disampaikan oleh Pangulu. Dalam hal ini Pangulu telah mengambil suatu sikap untuk mengintegrasikan perencanaannya, sebagaimana terungkap dari keterangan salah satu Maujana, sebagai berikut : .....Waktu kami mendapat informasi bahwa akan ada program BPN / K dimana ada kesempatan untuk membangun prasarana transportasi, kami mulai membicarakan pembangunan apa yang terbaik dilakukan di nagori kami. Di nagori kami masih ada jalan tanah sepanjang 5 km padahal sepanjang jalan tersebut, banyak perladangan yang merupakan andalan masyarakat. Secara pribadi saya merancang, apabila nagori kami mendapatkan program-program tersebut, akan kami buat perencanaan dengan bertahap, misalnya tahun pertama dengan panjang sekian meter dibiayai dari BPN / K, tahun kedua selanjutnya dengan panjang sekian meter sampai kami harapkan tuntas karena kami dengar juga program ini bertahap. (MS, 2 Oktober 2007) Pada umumnya proses perencanaan pembangunan berjalan lancar, karena memang ada kesesuaian antara peluang yang diberikan dalam program tersebut dengan
aspirasi
masyarakat.
Terwujud
keterpaduan
yang
pada
gilirannya
mengupayakan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi proaktif. Mekanisme perencanaan pembangunan yang mengacu pada kebutuhan dan kemampuan masyarakat adalah prasyarat utama untuk efektifitas dan efisiensi, sehingga proses pemberdayaan masyarakat dapat tercapai.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Mencermati mekanisme perencanaan pembangunan di tingkat nagori, juga menyiratkan tentang adanya persamaan gender. Berdasarkan wawancara dan pengamatan, secara prinsipil tidak ditemukan adanya pembedaan kepentingan dan peranan antara pria dan wanita. Meskipun dalam konsep program yang digulirkan, tidak mengatur secara khusus tentang peranan wanita tersebut, akan tetapi implementasinya tetap menyertakan peranan wanita, meskipun intensitasnya tidak sama seperti pria. Hal tersebut juga terkait dengan aplikasi capacity building sebagai pendekatan dalam pemberdayaan yang menempatkan kesejajaran wanita dan pria dalam setiap pengembangan kapasitasnya (Oxfom,1997:24). Untuk memberikan gambaran tentang peranan wanita tersebut, dapat terungkap dari keterangan Pangulu yang ketepatan merupakan seorang wanita, sebagai berikut : .....Keberadaan wanita di daerah kami, juga sama seperti umumnya daerahdaerah yang berbasis pertanian. Disini, selain berperan utama membina anakanaknya, juga ikut serta membantu suaminya, seperti ke ladang. Besarnya peranan kaum wanita dalam menopang kehidupan sehari-hari, khususnya bidang pertanian, juga memberikan gambaran yang berhubungan erat dengan mekanisme program pembangunan yang digulirkan. Melalui kelembagaan PKK yang ada di setiap nagori, kami selalu berupaya mendorong wanita untuk mengambil peranan yang berarti, dan memang kenyataannya, dalam setiap musbang yang diperuntukkan kegiatan yang dua tersebut, peranan mereka sama dengan pria. Hanya saja, mereka tidak terlibat dalam kegiatan fisik, tetapi mereka mendukung kebutuhan logistik, misalnya mendirikan dapur umum. Dalam setiap musbangpun, usulan mereka kadang-kadang lebih mengena, karena mereka yang paling mengetahui dan merasakan sehari-hari. (S, 25 September 2007)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Keterangan Pangulu tersebut, juga sejalan dengan keterangan salah seorang masyarakat nagori Pamatang Panombeian (Ibu Rumah Tangga) tentang peranan mereka, sebagai berikut : .....Pada pelaksanaan musbang di nagori, kami diundang oleh Ibu pangulu untuk membicarakan pembangunan. Secara khusus Ibu pangulu meminta masukan sama kami, mengenai pembangunan apa yang sebaiknya dilaksanakan di nagori kami. Apapun hasil keputusan musbang kami mendukung karena kami merasa telah dihargai dengan dimintakan pendapat sebagai warga masyarakat. (RD, 5 Oktober 2007) Umumnya pendapat masyarakat sama sebagaimana diungkapkan salah seorang Ibu Rumah Tangga tersebut. Pada prinsipnya sangat senang dengan pembangunan parasarana tersebut. Hakikat perencanaan pembangunan desa pada dasarnya adalah perencanaan yang dilakukan bersama dengan masyarakat untuk menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat pula. Dengan demikian mekanisme yang dikembangkan adalah keterlibatan masyarakat secara langsung. Dari pembahasan diatas dapat dianalisis tentang perencanaan sebagai prinsip dasar dalam pembangunan, sebagai berikut : Pertama, Dalam perencanaan bersama yang melibatkan masyarakat banyak, harus dipastikan bahwa diantara masyarakat lokal memiliki rasa saling percaya, saling mengenal dan saling bekerja sama, sebab hal yang akan direncanakan merupakan suatu rencana bersama, sehingga dukungan yang diperoleh sangat nyata adanya. Saling percaya sangat dibutuhkan supaya proses berjalan dengan jujur dan transparan.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Hal diatas didukung oleh pernyataan salah seorang masyarakat sebagai berikut: ” masyarakat harus bersatu padu mulai dari perencanaan sampai ke tahap akhir. Masyarakatlah yang menentukan keberhasilan program ini. Jika di antara masyarakat masih terjadi saling curiga maka bukan kemajuan yang didapatkan malah makin terbelakang. Pihak Kecamatan dan Nagori tidak dapat berbuat banyak bila masyarakat tidak saling bekerja sama.” (RS, 13 September 2007) Kedua, agar semua masyarakat dapat berbicara dan mengemukakan pandangan, usulan dan aspirasi secara fair dan bebas, maka diantara masyarakat sebagai peserta musbang nagori tidak boleh ada yang lebih tinggi kedudukannya, dalam arti kesetaraan menjadi hal yang penting. Hal yang dimaksudkan bukan berarti menyamaratakan segi yang berbeda atau penyeragaman, melainkan membangun suatu suasana dan kondisi yang setara. Tujuan dasarnya adalah agar semua masyarakat yang terlibat dapat mengaktualisasikan pikiran secara sehat dan tidak mengalami hambatan, misalnya hambatan psikologis. Keberadaan birokrat harus benar-benar berposisi sebagai “fasilitator” dan hendaknya bukan sebagai narasumber apalagi pihak yang paling menentukan (decision maker).. Kondisi demikian sebenarnya berpotensi membangun suasana asimetri, dan bukan merupakan proses pembelajaran yang transaktif dan bukan pula pemberdayaan yang mendorong terjadinya proses perubahan sosial yang memungkinkan adanya akses masyarakat. Yang terjadi justru proses peminggiran masyarakat. Ketiga, perencanaan bersama masyarakat harus bermakna bahwa masyarakat dapat menyepakati hasil yang diperoleh, baik pada saat itu, dan terutama pada saat
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
implementasinya. Harus dihindarkan perang intelektual atau opini, dimana pihak yang berkelebihan informasi (elitis) mengalahkan pihak yang miskin informasi (populis). Karena itulah keputusan yang diambil dalam perencanaan merupakan keputusan bersama, bukan hasil rekayasa pihak tertentu atau elit tertentu. Keempat, di dalam perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat, hendaknya menekankan pentingnya informasi yang jujur dan apa adanya, supaya identifikasi masalah-masalah masyarakat lokal dan kebutuhan benar-benar sesuai dengan apa adanya. Sehingga dalam perumusan kegiatan tentunya juga benar-benar menyentuh kebutuhan dan kepentingan lokal. Kejujuran informasi ini terkait erat dalam upaya capacity and accountability building, sehingga tidak terjadi dislokasi kegiatan dan salah sasaran. Menurut teori Friedmann (1992) aspek yang dominan berhasil di dalam perencanaan adalah aspek sosial dan politik. Perencanaan Program BPN / K melibatkan masyarakat melalui musyawarah yang dilakukan untuk merumuskan halhal apa saja yang akan dilakukan. Masyarakat secara menyeluruh dapat terlibat mengikuti musyawarah karena undangan diperuntukkan kepada seluruh masyarakat. Saat rapat masyarakat dapat memperoleh seluruh informasi yang berhubungan dengan Program BPN / K. Pada saat ini jugalah masyarakat bebas bertanya kepada pemerintah hal-hal yang kurang dimengerti mengenai program tersebut. Jadi di dalam aspek sosial telah berjalan dengan baik sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang LPM yaitu:
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Ketika ada undangan rapat untuk membicarakan pembangunan hendaknya masyarakat dapat meluangkan waktu mengikutinya. Karena banyak hal yang akan diperoleh yang bermanfaat bagi kita sendiri. Informasi yang diberikan pun langsung dapat diterima tanpa perantara orang lain. Sehingga informasi yang diterima lebih akurat. Lagipula pada saat itulah masyarakat dapat menambah pengetahuan, sehingga ketika pelaksanaan Program BPN / K masyarakat tidak lagi terkejut dan merasa sinis. Memang sepanjang pengamatan kami antusias masyarakat dalam mengikuti rapat perencanaan Program BPN / K sangat tinggi. Hendaknya hal tersebut tidak menurun dan kami harapkan lebih ditingkatkan. (RS, 9 Nopember 2007) Ketika aspek sosial telah terlaksana maka dengan sendirinya aspek politik juga akan berjalan. Pelaksanaan musyawarah dalam perencanaan Program BPN / K memberikan kewenangan masyarakat untuk menentukan rumusan keputusan mengenai apa yang akan dikerjakan dan dilaksanakan di nagori mereka. Masyarakat akan membuat keputusan bersama, sebagaimana yang dikatakan salah seorang Maujana yaitu: Maujana memiliki kewajiban agar perencanaan Program BPN / K dapat terlaksana dengna baik. Masyarakat di nagori kami sudah mau diajak berkumpul untuk bermusyawarah membicarakan bentuk pembangunan yang akan dilaksanakan. Mereka juga sudah mampu membuat keputusan dengan terlebih dahulu diberikan informasi tentang BPN / K. Kami hanya memfasilitasi rapat dan merumuskan lalu menetapkan hasil rapat yang nantinya akan dikerjakan oleh pemerintah nagori. (MS, 8 Nopember 2007)
4.4.2. Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
Pelaksanaan program pembangunan nagori memiliki peranan yang penting untuk proses penumbuhan keberdayaan masyarakat nagori. Proses tersebut dapat menjadi wahana berkembangnya proses belajar bagi semua pihak yang terlibat,
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
terutama masyarakat sebagai aktor utama. Akan tetapi ternyata tidak semua program yang masuk ke nagori memiliki muatan proses belajar. Masih ditemukan program pembangunan yang lebih bernuansa proyek. Padahal di dalam proyek, hasillah (output) yang terpenting dibandingkan prosesnya. Wacana tentang orientasi pembangunan sebagai proses belajar, terlihat dari beberapa pernyataan masyarakat, sebagaimana diutarakan oleh salah seorang masyarakat, yaitu: .....Tidak kita duga-duga tahu-tahu ada bantuan untuk perkerasan jalan atau pembatuan jalan, kami tidak tahu persisnya tentang program tersebut. Itu malahan kita mengucapkan terima-kasih.... Sebenarnya kami sendiri sudah mengetahui bagaimana namanya usulan ataupun perencanaan dalam musbang, dimana kami bermusyawarah menentukan pembangunan yang akan dilaksanakan di nagori kami. Tapi hanya sebatas itu saja. Kami tidak mengetahui persis kapan implementasinya akan berlangsung dan bagaimana teknis pelaksanaannya. (PS, 12 September 2007) Informasi yang lain muncul dan patut dirujuk, tercermin dari keterangan Camat sebagai berikut : .....Dalam merumuskan berbagai kebijakan pembangunan nagori, kami ditingkat Kecamatan di dalam setiap kesempatan sosialisasi ke bawah, selalu menekankan pentingnya perspektif kepemilikan dan keterlibatan aktif masyarakat di dalam program yang digulirkan, sebab pengalaman selama ini, kegiatan membangun sangatlah gampang, namun belum tentu bermanfaat bagi masyarakat dan tidak akan bertahan lama, sebab masyarakat tidak merasa memiliki dan tidak merasa terlibat, sehingga mereka apatis, hal tersebut masih untung sebenarnya, bagaimana jadinya jika mereka merusaknya, kan.. susah. Kemudian berkenaan dengan BPN / K, sebenarnya tidak dikenal intervensi kecamatan, hanya saja kami mencoba memformulasikannya sedemikian rupa supaya masyarakat lebih berswadaya dan lebih berpartisipasi aktif, itulah yang menjadi syarat mutlak. Pola demikian pun juga sebenarnya untuk mencoba melakukan proses pembelajaran masyarakat, supaya jangan serba tergantung dan mencoba menghidupkan kembali semangat marharoan (gotong-royong). Dulu kok bisa
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
terjadi, masyarakat tidak tergantung dengan pemerintah, akan tetapi kami juga realistis, dinamika masyarakat juga sudah sedemikian maju, sehingga menjadi pertimbangan untuk perbaikan program yang lebih memberdayakan masyarakat dimasa yang akan datang, jadi di dalam kebijakan Pemkab Simalungun pun.. kedepan, senantiasa mendesain program yang bermuatan pemberdayaan masyarakat dan memperhatikan kehidupan sosial budaya dan ekonomi mereka, sebab bagaimanapun harta karun pemda terbesar berada di nagori sebenarnya. (REPS, 2 Oktober 2007) Berdasarkan pemikiran Schumacher (1993:184) yang mengatakan bahwa bantuan yang terbaik yang dapat diberikan kepada masyarakat adalah bantuan intelektual yang berupa pemberian pengetahuan yang berguna. Untuk dapat memahami suatu pengetahuan, diperlukan kerja keras dan pengorbanan. Sesuatu yang sukar didapat, biasanya setelah didapat akan berusaha untuk tetap memilikinya dan bahkan melestarikannya. Lain halnya bila bantuan diberikan dalam bentuk barang atau sesuatu yang telah jadi, yang tanpa diusahakan maka jarang menjadi “milik sendiri”. Mencermati kegiatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi sebagaimana telah dianalisa sebelumnya, ada beberapa aspek yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk dapat mengerahkan segala sumber daya yang dimilikinya. Pertama, meskipun bukan berupa uang yang dapat mereka sumbangkan, namun dengan adanya kesempatan yang terbuka bagi masyarakat untuk berpartisipasi, berarti ada penghargaan akan keberadaan sebagai warga masyarakat lengkap dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka dapat mempengaruhi jalannya kegiatan agar sesuai dengan kebutuhannya, karena mereka juga nantinya yang akan memanfaatkan hasilnya.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Hal diatas sejalan dengan keterangan salah seorang masyarakat nagori Talun Kondot tentang peranan mereka, sebagai berikut : ” kami sebagai warga masyarakat tidak mengharapkan pemerintah dapat memenuhi semua kebutuhan kami. Namun bila ada pembangunan kami akan senang sekali apabila kami sebagai masyarakat dapat turut terlibat walaupun dalam hal yang kecil-kecil saja karena dari situ kami merasa dihargai dan diakui keberadaannya.” (MH, 28 September 2007) Kedua, informasi program yang transparan yang dimulai dari besarnya, siapa yang harus dilibatkan dan bagaimana mekanisme kerjanya dalam setiap kesempatan dan tempat pertemuan baik secara formal ataupun informal. Adanya transparansi ini berarti masyarakat dapat segera memposisikan diri untuk berperan. Apa saja yang dapat mereka lakukan supaya dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Melalui penyediaan informasi yang transparan sebagaimana dijelaskan oleh Korten (1988:247), juga dapat dijadikan sebagai wahana proses belajar untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Ketiga, terbukanya informasi mengenai program sejak adanya sosialisasi berarti pula terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk dapat melakukan pengontrolan. Kontrol dimaksud bukan berarti untuk meng-counter pelaksanaan program, akan tetapi sebagai salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat agar pelaksanaan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya. Begitu pula dengan hasil akhir yang dapat mencerminkan bahwa insiatif dan kreatif masyarakat pada saat perencanaan awal dapat terakomodasi. Saat ini representasi
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
social control di nagori tercermin dalam lembaga Maujana Nagori, namun sampai sejauh mana mereka dapat merefleksikannya, tentu merupakan persoalan yang lain. Keempat,
berdampak
langsung
pada
kebutuhan
pokok
masyarakat.
Sebagaimana terlihat pada pembangunan prasarana transportasi, jelas sangat berpengaruh bagi mobilisasi produksi pertanian masyarakat. Adanya permasalahanpermasalahan tersebut menunjukkan bahwa pembangunan prasarana tersebut sangat berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Tinjauan demikianlah yang menjadi entry point bagi masyarakat untuk berperan sesuai dengan kapasitas dan pada gilirannya membuat mereka lebih berdaya. Berdasarkan analisis diatas, dapat dikatakan bahwa pembangunan sebagai upaya mengadakan perubahan agar tercipta masyarakat yang lebih berdaya hendaknya dipahami sebagai suatu gerakan bersama dari masyarakat, sekaligus sebagai proses yang memberdayakan masyarakat. Sebagai suatu gerakan bersama, maka adanya intervensi sebagai salah satu aspek dalam pembangunan, berarti memposisikan peranan pemerintah lebih pada penciptaan peluang, dimana akan memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan diri sendiri, sebagimana dinyatakan Korten (1988:378) tentang pembedaan peranan pemerintah, yaitu peran pertama, yang bertindak untuk memenuhi kebutuhan rakyat, dan peran kedua, yang bertindak menciptakan keadaan yang memungkinkan rakyat dapat menjadi lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Dilihat dari substansinya, maka peranan kedua yang membuka peluang pemberdayaan masyarakat.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Penempatan masyarakat sebagai aktor utama berarti melibatkan masyarakat secara langsung, yang akan membawa tiga dampak penting, yaitu : 1) terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan rakyat akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat, 2) memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan yang sangat kuat, karena secara kuantitas semakin banyak masyarakat yang terlibat akan lebih baik, terlepas dari segi kualitasnya dan 3) meningkatkan kesadaran atas hak berpartisipasi dan adanya komitmen moral yang tinggi terhadap nagori. Dengan demikian diharapkan berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan masyarakat sekaligus proses memberdayakannya. Perwujudan
proses
pembangunan
yang
memberdayakan
masyarakat,
khususnya dalam aspek keterlibatan dalam perencanaan merupakan hal yang urgen, karena itulah titik awal yang menentukan arah perjalanan program itu sendiri. Bukan sekedar dilaksanakan dan lalu selesai, akan tetapi bagaimana dapat bermanfaat optimal dan berkelanjutan. Manfaat akhir atau keluaran program adalah untuk masyarakat, sehingga desain yang memuat aspek bottom-up planning harus mendapatkan tempat yang penting. Dengan demikian keluaran program itu sesuai (walaupun tidak seratus persen) dengan kebutuhan penerima manfaat yang sesungguhnya yaitu masyarakat. Sebenarnya pelaksanaan program BPN / K juga belum mampu melibatkan masyarakat secara optimal dan obyektif. Tercermin dari sikap apriori serta masih adanya stigma pelaksanaan bangdes dimasa lalu yang dianggap “jelek” dikalangan masyarakat. Sebagaimana terungkap dari pernyataan informan, sebagai berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
.....Untuk diketahui saja, masyarakat kecamatan ini jelas saja bersemangat karena mereka tahu dana ada dari atas, kalaupun mereka berpartisipasi, itupun hanya sebentar, seperti pernah ada kasus di nagori marjandi, masyarakat berhenti berpartisipasi dalam program BPN / K yang memperkeras jalan, karena ada hasutan semua dana sudah ditanggung dari atas dan masyarakat tinggal terima beres, jadi serba susah sih....padahal khan... tujuannya bagaimana masyarakat diberdayakan. (MG, 2 Nopember 2007) Mencermati kondisi obyektif masyarakat yang berpotensi menghalangi keterlibatannya dalam perencanaan pembangunan, dapat dianalisis dari dua hal, yaitu: Pertama, adanya kenyataan dimana masyarakat lokal (nagori) telah sekian lama hidup dibawah hegemoni birokrat yang berakibat munculnya kesadaran dan aspirasi masyarakat, yang justru merupakan refleksi dari aspirasi birokrat. Terlihat bahwa kondisi yang dihadapi masyarakat merupakan entry point bagi birokrat untuk melaksanakan kegiatan yang pada akhirnya merefleksikan keinginan birokrat di tingkat lokal, yang menjadi standar penilaian bagi birokrat tingkat atas. Kedua, masyarakat telah kehilangan institusi dan kecerdasan lokal sebagai akibat tekanan “terselubung” dari elit lokal. Situasi demikian membuat masyarakat menjadi apatis dan tidak percaya terhadap kepemimpinan formal. Sebagaimana terjadi dilapangan, sikap apatis dan kekurang percayaan tersebut berpengaruh signifikan dalam perencanaan pembangunan desa, terbukti dari sikap apatis masyarakat dalam pelaksaaan program BPN / K. Bagi masyarakat, yang terpenting hasil kegiatan menyentuh kebutuhan mereka, tanpa mau tahu dengan “sepak terjang” elit lokal (nagori) yang terpinggirkan akibat peralihan pengelolaan BPN / K dari LPMN ke Pangulu.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Masyarakat itu sendiri haruslah dilihat dari berbagai komponen dan strata yang ada. Harus disadari bahwa banyak kesulitan yang akan ditemukan bila hendak menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Namun dengan asumsi bahwa anggota masyarakat yang paling rendah tingkat kehidupannya adalah yang paling membutuhkan sentuhan program. Dengan demikian mereka inilah yang menjadi prioritas agar dapat menerima lebih banyak manfaat program. Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah barang tentu peranan para stakeholder di tingkat lokal/nagori seperti LPMN dan Maujana Nagori, menjadi penting dalam mengartikulasikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Artikulasi tersebut harus mencerminkan ruang yang luas untuk peranan masyarakat di dalam langkah-langkah selanjutnya. Meskipun sudah terartikulasikan dalam LPMN atau Maujana Nagori, namun peranan masyarakat tetap sangat penting, mereka tidak boleh menjadi sekedar penonton. Efektifitas dan legitimasi lembaga tersebut sebenarnya justru sangat dipengaruhi sejuh mana aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal terartikulasikan di dalamnya dan proses tersebut sangatlah dinamis dan berkesinambungan. Pranarka (1996:57) menyebutkan bahwa terdapat dua kecenderungan di dalam pemberdayaan yaitu kecenderungan primer dan sekunder. Dalam konteks penelitian ini kecenderungan sekunder lebih menonjol yang dicerminkan dari karakteristik program pembangunan yang ada di Kecamatan Panombeian Panei. Hal ini tampak dari terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengerahkan sumber daya yang mereka miliki. Program sebagai stimulan supaya masyarakat dapat lebih bergerak
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
dalam mengembangkan kreatifitasnya dalam pembangunan, sebagaimana tercermin dalam program BPN / K. Program BPN / K bersifat stimulus serta mengandung konsekuensi yang tidak mudah dilaksanakan, terutama pengerahan sumber daya yang ada dari masyarakat. Umumnya banyak program yang mempunyai sifat yang sama dan implementasinya masih terpengaruh pada struktur kekuasaan baik di tingkatan nagori atau di tingkatan kecamatan. Sering terjadi proses awalnya masih berupa bottom-up planning, namun harus diakui dalam kelanjutannya justru sering tergantung pada “pertimbangan lain” yang berasal dari atas, sehingga mengalami pembiasan, dan akhirnya secara terselubung justru berubah menjadi top-down planning, sebagaimana dinyatakan Uphoff dalam Cernea (1998:500) sebagai suatu yang paradoks dalam mendorong partisipasi melalui promosi pembangunan dari bawah (bottom-up planning), tetapi justru sering pula membutuhkan upaya dari atas, sehingga memunculkan top down planning. Dalam konteks yang lebih luas untuk mencapai pemberdayaan masyarakat, masyarakat harus dapat mandiri dan mampu mengelola sumber daya yang mereka miliki. Untuk itu pemerintah harus mempunyai komitmen, bahwa masyarakatlah yang menjadi aktor utama dalam pembangunan. Peranan yang dijalankannya harus sesuai dengan misi pemberdayaan. Mereka harus memiliki sikap yang dilandasi pandangan bahwa rakyat mampu memperbaiki kehidupannya asal diberi peluang untuk itu. Peluang itu tidak saja sekedar pada pelaksanaan operasional di lapangan, tetapi yang lebih penting sejak awal kegiatan sampai pada tahap akhir yang melibatkan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
masyarakat secara utuh. Hal tersebut menyiratkan bahwa aspek bottom-up planning hendaknya diberi porsi yang lebih besar. Pembangunan nagori dalam rangka proses pemberdayaan masyarakat perlu dilaksanakan sedini mungkin, karena terkait dengan berbagai permasalahan yang dihadapi nagori sehingga penanganannya lebih cepat. Pembangunan yang dilaksanakan tidak menimbulkan masalah baru ditengah masyarakat, sehingga proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan sejak awal pelaksanaan program pembangunan dapat benar-benar terwujud. Hal diatas kurang sejalan dengan keadaan dilapangan sebagaimana keterangan salah seorang masyarakat sebagai berikut : ”Memang sulit sekali meluangkan waktu untuk bergotrong royong. Padahal semua itu dilaksanakan untuk kebutuhan masyarakat. Apalagi sebentar lagi akan jatuh musim tanam. Wah...gak adalah waktu untuk itu. Waktu untuk ngurus ladang aja kalau bisa 1 hari 30 jam biar bisa selesai.” (KN, 10 Oktober 2007) Dengan demikian sudah semestinya, pendekatan top-down planning dieliminir kalau memang tidak dapat ditinggalkan 100 % dan diganti dengan bottom-up planning. Hal tersebut terkait dengan konsep pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), sehingga masyarakatlah sebagai pelaku utama dalam pembangunan, sedangkan peranan pemerintah lebih terbatas dan bersifat memfasilitasi arah dan koordinasi pembangunan. Berkaitan dengan pandangan tentang partisipasi masyarakat yang diharapkan terwujud, maka peranan dan fungsi masing-masing stakeholder hendaknya dilaksanakan secara bijaksana. Memang sulit untuk mempelajari masyarakat, tetapi
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
dari masyarakatlah sebenarnya banyak diperoleh pengetahuan yang membumi. Sehingga dimasa mendatang tidak ada lagi program yang didesain, justru teralienasi oleh karena masyarakat tidak memahami apalagi memanfaatkannya, atau masyarakat itu
sendiri
yang
merasa
teralienasi.
Perumusan
program
hendaknya
mengimplementasikan grounded theory dan pemahaman tentang manfaat yang diinginkan pengguna sebenarnya yaitu masyarakat (intended uses in intended user). Dalam juklak Pelaksanaan Program BPN / K dibagian penggunaan dana dan pelaksanaan disebutkan bahwa penggunaan dana untuk pembelian bahan, alat dan keperluan pelaksanaan BPN / K diatas Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- adalah penghunjukan langsung (PL) oleh Pangulu / Lurah kepada rekanan. Hal ini dapat memberi peluang kepada para aparat desa untuk melakukan manipulasi dan kolusi dengan pihak rekanan. Bahkan berdasarkan pengamatan penulis pelaksanaan program BPN / K sebagian besar diambil alih oleh pihak ketiga baik pemborong maupun pekerja
harian,
sehingga
konsep
pemberdayaan
yang
seyogianya
untuk
memberdayakan segala potensi masyarakat tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh salah satu pangulu yaitu : ....kami sebagai pangulu sering merasa serba salah. Di satu pihak kami mengetahui betul tujuan dari program BPN / K adalah pemberdayaan masyarakat dengan aplikasi keikutsertaan masyarakat secara nyata dalam pembangunan. Namun kami juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika pelaksanaan BPN / K masyarakat cenderung apatis bila diajak gotongroyong. Mereka beralasan bekerja keladang, sehingga kamipun mengupah pekerja karena program harus cepat direalisasikan. (RS, 22 Oktober 2007)
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pernyataan diatas menunjukkan sikap masyarakat yang tidak mendukung pelaksanaan pembangunan padahal disatu pihak mereka selain sebagai objek mereka juga adalah subjek dalam pembangunan. Seperti yang dinyatakan oleh Camat sebagai berikut: .....Visi utama dalam Program BPN / K adalah mendorong dan mengaktifkan peran serta masyarakat untuk menumbuhkan kreativitas dan aktivitas masyarakat. Apabila pelaksanaan dilapangan tidak sejalan dengan visi utama yang telah digariskan sebelumnya maka perlu dilakukan pembinaan secara mendalam dan terarah agar masyarakat mau terlibat secara sadar dalam pembangunan bukan hanya dalam program ini tetapi dalam setiap program pembangunan yang ada. (REPS, 17 Oktober 2007) Berdasarkan penelitian tidak semua masyarakat bersikap apatis terhadap Program BPN / K, namun ada hal lain yang membuat kondisi dilematis dalam masyarakat seperti yang dikatakan salah seorang masyarakat yaitu : ” walaupun kami tidak terlibat langsung dalam pembangunan seperti gotong royong bukan berarti kami tidak mendukung program BPN / K. Tapi apa boleh buat....bila kami gotong royong tanpa dibayar maka keluarga kami mau makan apa? Padahal kalau kami bekerja diladang orang atau marombo, upah yang kami terima bisa mencapai Rp. 20.000,/hari.” (DP, 6 Nopember 2007) Dalam proses implementasi aspek yang berperan adalah aspek budaya dan ekonomi. Aspek budaya adalah usaha bagaimana setiap masyarakat dapat terlibat langsung di dalam pelaksanaan program BPN / K dengan cara bergotong royong. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis ketika pelaksanaan program
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BPN / K berlangsung, masyarakat tidak terlibat. Justru yang berperan adalah pihak ketiga (tukang/pekerja). Sebagaimana yang dikatakan oleh pangulu yaitu; Ketika mulai dekat hari pelaksanaan Program BPN / K, saya selalu keliling kampung untuk mengingatkan masyarakat agar terlibat dalam gotong royong. Tunggu punya tunggu....masyarakat tidak ada yang datang. Saya sebagai pangulu tentu tidak mungkin memaksa masyarakat. Segala cara saya lakukan mulai dengan cara membujuk dan adat. Namun semua gagal. Saya juga sadar bahwa mereka juga perlu mencari nafkah. Sejak saat itu saya akhirnya mengupah tukang agar melaksanakan program yang telah kami rumuskan sebelumnya. Lagipula hal tersebut tidak bertentang dengan juklat Program BPN / K dari Kabupaten. Padahal kalau masyarakat yang bergotng royong, pasti pembangunan dapat lebih efisien. Kakau sudah begini saya gak mau terjepit ditengah-tengah. (KP, 29 Nopember 2007) Implementasi Progam BPN / K telah memberikan banyak kegunanaan bagi masyarakat baik di dalam bidang ekonomi. Kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik, seperti dinyatakan salah seorang Maujana yaitu; Pada tahun 2006 masyarakat menginginkan pembatuan jalan yang menghubungkan Talun kondot dengan Huta Banuh Raya. Hal tersebut memang sangat perlu karena mengingat sumber daya alam dari huta banuh raya sangat potensial. Sebelumnya masyarakat mengangkut sendiri hasil pertaniannya dengan menggunakan kereta kerbau dan bahkan dengan memikul. Namun sejak jalan sudah dibatui maka sering sekali pembeli datang langsung kehuta ini membeli hasil pertanian. Masyarakat pun menjadi lebih bersemangat bertani. Otomatis tingkat perekonomian mereka semakin baik. (MS, 14 Nopember 2007)
4.4.3. Tahap Pengawasan Pemberdayaan Masyarakat Desa dengan Studi Tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K)
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan Program BPN / K pengawasan dapat dilakukan oleh 3 pihak yaitu:
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
a. Pengawasan Fungsional yaitu Inspektorat Kabupaten Sirmalungun b. Pengawasan Melakat dilakukan oleh aparat Pemerintah Kabupaten Simalungun yang mempunyai tugas dan tujuan pembinaan secara vertikal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri bersama Maujana Nagori selaku sosial Kontrol. Pengawasan yang dilakukan dilapangan sudah berjalan dengan baik seperti yang dikatakan oleh Kepala Seksi Pemerintahan Masyarakat Nagori yaitu: Ketika pembangunan akan mulai dilaksanakan maka saya akan ditugaskan camat untuk memonitor setiap pelaksanaannya apakah sesuai dengan hasil Musrembang Desa apa tidak. Setiap masalah dan tantangan yang ada dilapangan akan segera saya laporkan kepada Bapak Camat sehingga dapat segera diatasi dan pembangunan tidak terkendala ataupun terhambat. Jadi sebelum masalah menjadi besar kami dari kecamatan selalu mengawasi secara langsung pelaksanaan Program BPN / K. (KS, 23 Oktober 2007) Hal tersebut juga senada dengan yang dikatakan oleh Pangulu Pamatang Panombeian yaitu: Pemerintah Nagori selalu berkoordinasi dengan Kecamatan dalam pelaksanaan BPN / K. Lagipula Bapak PMN selalu datang ke nagori kami untuk mengawasi dan melihat pelaksanaan program BPN / K ini. Pada kesempatan itulah kami sering menyampaikan apa saja masalah dan tantangan yang kami hadapi. Sehingga sampai saat ini kami tidak pernah mengalami keadaan yang tidak kondusif karena sejak dini langsung dapat diselesaikan. (KP, 15 Nopember 2007) Pengawasan yang dilakukan oleh kecamatan, bapak camat memiliki prinsip bahwa pengawasan memiliki banyak manfaat yang bukan hanya sekedar mengawasi tetapi juga berfungsi sebagai bahan evaluasi untuk pelaksanaan pembangunan kedepannya, seperti sebagai berikut: .....pengawasan yang dilakukan kecamatan memiliki banyak esensi. Disamping murni untuk mengawasi dan menyelesaikan segala tantangan dan hambatan yang dihadapi, kita juga mengevaluasi setiap kegiatan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
pembangunan yang berlangsung termasuk BPN / K agar kedepannya masalah yang terjadi agar tidak terulangi lagi dan pelaksanaannya pun dapat lebih efektif dan efisien. (REPS, 15 Nopember 2007) Peran Maujana dapat dijelaskan salah seorang Maujana Nagori sebagai berikut: .....kami sebagai Maujana selalu mengontrol setiap pembangunan yang dilakukan di desa kami termasuk program BPN / K. Lagipula kami dibantu oleh masyarakat sehingga apa saja yang dilaporkan masyarakat akan kami terima. Lalu kami lihat dilapangan apakah memang telah terjadi kesalahan apa tidak. Jadi kami tidak asal terima. Kalau memang betul akan kami minta penjelasan kepada pangulu sebagai kepala wilayah di desa kami. (MS, 8 Nopember 2007) Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan dana BPN /K pada tingkat pertama, penyelesaian oleh Bupati dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Menugaskan aparat pengawasan di daerah untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan dana BPN / K 2. Pangulu / Lurah dan Sekrtaris Nagori, menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan hasil pelaksanaan fisik dan keuangan setiap bulan kepada Camat 3. Camat selaku pengendali pengawasan dan pelaporan, harus menyampaikan laporan rekapitulasi perkembangan hasil pelaksanaan fisik dan keuangan setiap bulan kepada Bupati Simalungun C/Q Bagian Pemerintahan Nagori Setdakab Simalungun. 4. Camat menbuat laporan bulanan, juga harus meyampaikan laporan tahunan tentang pelaksaan BPN / K. Secara umum adalah antara lain: a. Gambaran Pelaksanaan secara umum b. Tantangan / hambatan yang dihadapi c. Alternatif pemecahan masalah d. Kesimpulan dan saran 5. Kepala Bagian Pemerintahan Nagori menyampaikan rekapitulasi laporan perkembangan hasil pelaksanaan fisik dan keuangan serta hasil analisa kepada Bupati Simalungun. Sepanjang pelaksanaan Program BPN / K di Kecamatan Panombeian yang telah berjalan selama 2 tahun tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang karena
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Nagori selalu berkoordinasi kepada Kecamatan dalam mengatasi masalah yang ada sebelum masalah menjadi besar. Tahap pengawasan cenderung dijadikan sebagai ajang instropeksi diri agar dalam pembangunan selanjutnya tidak terulang masalah yang sama lagi. Gambaran Proses Pemberdayaan Masyarakat dalam Program BPN / K, sebagaimana telah diuraikan dan dianalisis diatas, dapat terlihat dalam tabel sebagai berikut :
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.16 Proses Pemberdayaan Masyarakat dalam Program BPN/K Proses
Program BPN/K
1
2 1.
Desiminasi dan Sosialisasi yang dilakukan sampai ke tingkat Nagori, melalui penyebarluasan informasi dalam forum sosial kemasyarakatan dan sarana lainnya, supaya diketahui oleh masyakarat. (Masyarakat terlibat langsung, meskipun Pemerintahan Nagori yang berperan aktif.)
Tahap Perencanaan
2. Dituangkan dalam Daftar Usulan Rencana Kegiatan (DURK) berdasarkan usulan masyarakat dalam Forum Musbang Nagori, yang dihadiri oleh Pem. Nagori, LPMN, dan Masyarakat. Kemudian disetujui oleh Maujana Nagori sebelum disyahkan Camat. (Masyarakat terlibat secara langsung, meskipun “kata akhir” berada pada Maujana Nagori sebagai representasi masyarakat.) Melibatkan seluruh masyarakat Nagori melalui LPMN/K, sehingga berpartisipasi aktif dan merasa ikut memiliki dengan swadaya gotong royong.
Tahap Pelaksanaan
Tahap Pengawasan
Masyarakat tidak terlibat langsung karena pelaksanaannya diserahkan kepada pihak ketiga (namun tidak ada masalah karena diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program BPN / K hanya konsep pemberdayaaan kurang berjalan optimal), dan lagipula masyarakat sulit bergotong royong, karena berhubungan dengan faktor ekonomi masyarakat. Pemerintahan Kabupaten, Kecamatan, Nagori, Maujana bersama–sama dengan Masyarakat berkewajiban melakukan pengawasan sekaligus mengevaluasi hasil kegiatan pembangunan. Semua pihak terlibat termasuk masyarakat, sehingga masalah yang dihadapi dapat segera teratasi.
Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2007
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Pelaksanaan suatu program pembangunan yang dialokasikan ke nagori-nagori
di Kecamatan Panombeian Panei sejak dari perencanaan yang terbuka dan melibatkan masyarakat telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan hasilnyapun efektif. Manfaat bagi masyarakat yang bernilai paling besar adalah adanya pemahaman tentang keterlibatan masyarakat tersebut sebagai suatu solusi dari apa yang dibutuhkan dan apa yang menjadi masalah masyarakat. Dengan terbentuknya pemahaman tersebut, sudah merupakan salah satu proses pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian menjadi cerminan karakteristik perencanaan yang melibatkan masyarakat sebagai user, sekaligus sebagai salah satu aktor utama. Pada sisi lain, program apapun namanya asal bertujuan untuk memajukan kehidupan masyarakat lokal haruslah membuka peluang yang lebar bagi masyarakat untuk turut terlibat secara langsung sejak perencanaan sampai tahap pengawasan karena
berkontribusi
dalam
menentukan
kelanjutannya.
Sangat
prematur
membicarakan pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan yang ditujukan untuk masyarakat nagori, apabila tidak terlebih dahulu mengkaji sampai sejauh mana keterlibatan masyarakat terimplementasi dalam proses pembangunan
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Keterlibatan masyarakat meskipun kecil kapasitasnya, akan tetapi sangat menentukan
keberhasilannya
dalam
proses
pelaksanaan,
pemanfaatan
dan
pemeliharaan, hal ini terkait dengan asumsi bahwa keterlibatan masyarakat signifikan kaitannya dengan proses pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian dan pengamatan terlihat bahwa masyarakat di lokasi penelitian sebenarnya memiliki antusias dan respon yang tinggi dalam proses pembangunan yang memang berkenaan langsung dengan kebutuhan pokoknya. Keterlibatan dalam proses perencanaan sudah dianggap baik yang terlihat dari tingginya tingkat antusias masyarakat. Aspek yang terlibat dalam proses perencaaan adalah aspek sosial dan politik. Ketika aspek sosial telah terlaksana maka dengan sendirinya aspek politik juga akan berjalan. Pelaksanaan musyawarah dalam perencanaan Program BPN / K memberikan kewenangan masyarakat untuk menentukan rumusan keputusan mengenai apa yang akan dikerjakan dan dilaksanakan di nagori mereka. Akan tetapi dalam proses pelaksanaan masyarakat kurang terlibat karena sikap masyarakat yang susah diajak bergotong royong dikarenakan harus mencari nafkah sehingga harus melibatkan pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga tersebut telah diatur dalam petunjuk Teknis Pelaksanaan BPN / K sehingga dari segi peraturan hal tersebut dapat dikatakan sah dan resmi namun dari segi konsep pemberdayaan hal tersebut tidak memberikan proses belajar sebagaimana yang dikatakan Korten (1988:247). Dalam proses pelaksanaan aspek yang berperan adalah aspek budaya dan ekonomi. Aspek budaya adalah usaha bagaimana setiap masyarakat dapat terlibat langsung di dalam pelaksanaan program BPN / K, misalnya dengan cara bergotong royong. Namun
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis ketika pelaksanaan program BPN / K berlangsung, masyarakat tidak terlibat. Pengawasan yang dilakukan oleh Kabupaten, Kecamatan, Nagori dan Masyarakat dalam hal ini Maujana Nagori telah memberikan manfaat yang berarti bukan hanya sebagai pengawas semata tetapi juga bermanfaat sebagai bahan masukan evaluasi dalam pembangunan kedepannya.
5.2.
Saran Atas
dasar
kesimpulan
diatas,
hendaknya
diminimalisir
program
pembangunan yang bernuansa proyek. Program pembangunan yang digulirkan lebih fleksibel sehingga terbuka peluang untuk proses pemberdayaan masyarakat didalamnya serta sejauh mungkin menghindarkan proses birokratisasi didalamnya. Pada tahap pelaksanaan program BPN / K hendaknya diminimalisir keterlibatan pihak ketiga seperti rekanan kontraktor, sepanjang masyarakat masih mampu melaksanakannya secara langsung. Dengan demikian masyarakat diberikan kesempatan untuk belajar memahami sendiri tentang seluk beluk pembangunan, menumbuhkan rasa memiliki dari masyarakat dan pada sisi lain hal tersebut juga akan mengurangi rasa apriori masyarakat. Sehingga Pemerintah Kabupaten kedepannya tidak membuat Program Pemberdayaan Masyarakat namun justru melegalkan keterlibatan pihak ketiga.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Pemerintah nagori hendaknya dapat lebih memberikan pengertian dan kesadaran masyarakat agar terlibat dalam seluruh proses pembangunan sehingga tercipta pemberdayaan yang sesungguhnya. Dan juga masyarakat dengan tulus membantu pelaksanaan Program BPN / K, karena subjek dan objek pembangunan adalah untuk mereka sendiri. Sehingga pejabat Nagori dapat meminimalisasi peran pihak ketiga dan dana yang ada dapat dipergunakan secara optimal dan maksimal sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Buku Abe, Alexander, 2001, “Perencanaan Daerah : Memperkuat Prakarsa Rakyat Dalam Otonomi Daerah”, Yogyakarta, Lapera.
Arikunto, Suharsimi, 2002, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta, PT Rineka Cipta
Babbie, Earl, 1995, “The Practise Of Social Research, 7th Edition”, Belmont CA, Wadsworth Publishing Company, USA
Bryant, Coralie & Louise G. White, 1987, “Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang”, Jakarta, LP3ES.
Cernea, Michael M, 1988, “Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan : Variabel-Variabel Sosiologi di Dalam Pembangunan Pedesaan”, Jakarta, Pub. Bank Dunia, Penerbit UI.
Conyers, Diana, 1991, “Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga” , Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Friedmann, John, 1992, Empowerment: The Politics of Alternative Development” , Cambridge Mass, Blackwell Publishers.
Hikmat, Harry, 2001, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”, Bandung, Humaniora Utama Press.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Kartasasmita, Ginandjar, 1996, “Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan”, Jakarta, PT. Pustaka Cidesindo.
Kerlinger, JF, 2003, “Asas-asas Penelitian Behaviora”, Jakarta, Gadjah Mada University Press
Korten, David C dan Sjahrir, 1988 “Pembangunan Berdimensi Kerakyatan”, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. Midgley, James, 1995, “Social Development : The Development Perspective In Social Welfare”, London, Sage Publication.
Moleong, Lexy J, 2001, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh, 1988, “Metode Penelitian”, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Pranarka A.M.W. dan Prijono Onny S, 1996, “Pemberdayaan : Konsep, Kebijakan dan Implementasi”, Jakarta, CSIS. Schumacher, E. F, 1993, “Kecil Itu Indah : Ilmu Ekonomi yang Mementingkan Rakyat Kecil”, Jakarta, LP3ES.
Sedarmayanti, Syarifudin Hidayat, 2002, ”Metodologi Penelitian”, Bandung, Mandar Jaya.
Soetrisno, 2001, “Pemberdayaan dan Upaya Pembebasan Kemiskinan”, Philosophy Press, Yogyakarta.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Sumodiningrat, Gunawan, 1997, “Pembangunan Daerah Pemberdayaan Masyarakat”, Jakarta, Bina Rena Pariwara.
dan
Supriatna, Tjahya, 2000, “Strategi Pembangunan dan Kemiskinan”, Jakarta, Rineka Cipta. Tjokrowinoto, Moeljarto, 1987, “Politik Pembangunan : Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi”, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Tesis Lasito, 2002, “Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Desa”, Tesis, Jakarta, FISIP Universitas Indonesia.zc v
Lainnya
Pemerintah Kabupaten Simalungun, 2002, “Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN/K) Tahun Anggaran 2002”, Bappeda Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar.
Pemerintah Kabupaten Simalungun, 2001, “Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN/K) Tahun Anggaran 2001”, Bappeda Kabupaten Simalungun, Pematang Siantar.
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008
Justina Nuriatu Purba: Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Panobeian Panei Kabupaten Simalungun(Studi tentang Program Bantuan Pembangunan Nagori / Kelurahan (BPN / K), 2008. USU e-Repository © 2008