KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI SEKITAR OBYEK PARIWISATA
Rahmat A. Kurniawan
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan IAIN Mataram Email:
[email protected]
ABSTRAK Sekitar 8 persen dari ekspor barang dan jasa, berasal dari sektor pariwisata. Pariwisata pun telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa, kurang lebih 37 persen. Termasuk 5-top exports categories di 83 persen negara WTO, sumber utama devisa di 38 persen negara. Pengembangan pariwisata Indonesia dengan keterlibatan banyak pihak perlu diatur dengan baik, hal ini telah dilakukan Pemerintah meskipun masih adanya kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Pola pengembangan yang terintegrasi dengan baik, khususnya dengan pemberdayaan masyarakat sekitar harus menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan pariwisata. Keterlibatan masyarakat sekitar selain memberi pendapatan untuk mereka juga akan mendorong mereka turut serta lebih intensif dalam pengembangan menuju pengembangan yang lebih baik. Seperti halnya konsep pariwisata berbasis masyarakat (CBT: community-based tourism) yang dikembangkan oleh Bank Dunia. Perlu ada aturan dari pemerintah baik pusat ataupun daerah untuk membuat aturan yang berisi kewajiban pengembangan pariwisata melibatkan dan memberdayakan masyarakatkan sekitar dengan proporsi tertentu semisal 30% dari sumber daya manusia yang diperlukan. Kemudian bila kapasitas masyarakat sekitar ternyata kurang memenuhi standar yang diperlukan, maka harus ada kesepakatan antara pemerintah dan investor agar kapasitas mereka dapat ditingkatkan agar mereka mampu masuk dalam standar yang diperlukan. Kata kunci: masyarakat.
Kebijakan,
pengembangan
parawisata,
pemberdayaan
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi A. LATAR BELAKANG Sesungguhnya jasa pariwisata dikategorikan dalam kelompok industri terbesar dunia (the world’s largest industry), sebagaimana dinyatakan pula oleh Naisbitt. Sekitar 8 persen dari ekspor barang dan jasa, berasal dari sektor pariwisata. Dan pariwisata pun telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa, kurang lebih 37 persen. Termasuk 5-top exports categories di 83 persen negara WTO, sumber utama devisa di 38 persen negara. Di Asia Tenggara pariwisata menyumbangkan 10-12 persen dari GDP, dan 7-8 persen dari total employment (Santosa, 2002). Pariwisata Asia Tenggara menjadi daerah kunjungan wisata yang banyak diminati. Negara-negaran Asia Tenggara yang Tergabung dalam ASEAN juga saling berlomba untuk dapat mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin. Indonesia sendiri sudah sejak lama menjadi destinasi pariwisata dunia, dengan daerah unggulan Bali. Namun saat ini ternyata pariwisata Indonesia mulai tertinggal di antara negara-
negara ASEAN semakin jauh. Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja dan Vietnam bila dilihat telah menata pariwisata mereka dengan sungguh-sungguh. Dengan menawarkan banyak keunikan wilayah dan budaya masing-masing, kunjungan wisatawan meningkat sangat pesat. Singapura mampu menarik wisatawan melalui wisata belanja, Malaysia mengedepankan wisata yang agak variatif seperti Pantai, Belanja, Budaya dan alam yang mampu menarik banyak wisatawan negara-negara timur tengah yang merupakan negara petro dollar. Vietnam bahkan mampu menarik wisata dengan menampilkan sisa-sisa perang Vietnam melawan Amerika Serikat. Sunario dalam Media Indonesia terbitan 20 Desember 2007 menulis bahwa pada akhir bulan Oktober 2007, The World Economic Forum (WEF) menerbitkan Index Daya Saing Pariwisata Dunia tahun 2007. Index ini menempatkan Indonesia pada peringkat 60. Sedangkan Singapura berada pada no. 8, Malaysia no. 31 dan Thailand no. 43. Lagi-lagi ini merupakan kenyataan yang harus dihadapi Indonesia. Ternyata bahwa penilaian WEF terhadap “daya saing” tidak saja diukur dari keindahan alam dan keaneka ragaman budaya dari suatu destinasi. Bukan juga semata masalah harga yang kurang menarik, ataupun sektor swasta yang kalah berbisnis. ”Rapor” daya saing versi WEF ini didasarkan kepada 13 kriteria, yaitu: 1) Perundangan, 2) Peraturan dan kebijakan yang menata dan mengembangkan pariwisata dan perjalanan (Tourism and Travel); 3) Kebijakan lingkungan hidup; 4) Keamanan destinasi; 5) Kebersihan; 6) Kesehatan; 7) Penempatan Travel and Tourism sebagai prioritas pembangunan; 8) Infrastruktur Perhubungan Udara; 9) Infrastruktur Pariwisata; 10) Infrastruktur Teknologi Informasi; 11) Daya Saing
66
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
Harga; mutu dan kinerja Sumber Daya Manusia; 12) Persepsi nasional terhadap Pariwisata; 13) Sumber Daya Alam dan Budaya. Jelas bahwa sebagian terbesar merupakan kewenangan instansi lain di luar Pariwisata. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan pariwisata, dengan ± 18.110 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km. Indonesia memiliki potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Daerah-daerah seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur menyimpan banyak potensi yang sangat luar bisa indahnya. Raja Ampat di Papua bisa menjadi wisata bahari yang sangat handal, sedangkan dari hutannya yang masih memiliki banyak flora dan fauna yang belum teridentifikasi bisa menawarkan ekoturisme yang memilik nilai jual yang sangat tinggi untuk wisatawan mancanegara. Pariwisata memiliki prospek yang sangat baik dalam jangka panjang. Tentu sebagai sumber penerimaan bagi Pemerintah pusat maupun daerah serta masyarakat disekitar obyek pariwisata tersebut. Tahun 2008 Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia memiliki program kerja Visit Indonesia Year 2008. Tentu suatu trobosan yang sangat baik dan perlu mendapat dukungan banyak pihak. Masih banyak obyek pariwisata yang belum dieksplorasi dan dikembangkan dengan baik. Bila dilihat secara keseluruhan tujuan pariwisata internasional maupun domestik masih terbatas pada beberapa daerah seperti Bali, Jogjakarta, Jakarta. Padahal tidak hanya ketiga daerah tersebut yang memiliki daya jual yang tinggi untuk dipasarkan pada wisatawan. Keanekaragaman pulau dan budaya Indonesia merupakan sebuah modal yang siap dikembangkan sebagai obyek pariwisata. Kekhasan tersebut menjadikan nilai lebih yang semestinya mampu menarik banyak wisatawan. Pengembangan pariwisata yang ada saat ini hanya memberi manfaat positif pada sebagian orang saja, walaupun banyak daerah yang mampu melibatkan banyak masyarakat untuk berperan serta dalam pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata Indonesia semestinya mampu memberi banyak manfaat bagi pemerintah maupun masyarakat.
Rahmat A. Kurniawan
|
67
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Pemerintah melalui Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia telah memiliki arah kebijakan perencanaan pengembangan kebudayaan dan pariwisata Indonesia yaitu: 1. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi pembangunan kebudayaan dan pariwisata. 2. Meningkatnya efektivitas peran sebagai regulator dan fasilitator dalam pembangunan kebudayaan dan pariwisata. 3. Memantapkan kerjasama dalam dan luar negeri di bidang kebudayaan dan pariwisata. 4. Memantapkan manajemen pembangunan kebudayaan dan pariwisata. Selain itu sejalan dengan arah kebijakan perencanaan pengembangan kebudayaan dan pariwisata Indonesia, ditetapkan juga sasaran pembangunan kepariwisataan nasional seperti yang termuat dalam dokumen Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional 2005 – 2009 yaitu : 1. Terwujudnya pariwisata nusantara yang dapat mendorong cinta tanah air. 2. Meningkatnya pemerataan dan keseimbangan pengembangan destinasi pariwisata yang sesuai dengan potensi masing-masing daerah. 3. Meningkatnya kontribusi pariwisata dalam perekonomian nasional. 4. Meningkatnya produk pariwisata yang memiliki keunggulan kompetitif. 5. Meningkatnya pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat. Mengacu pada arah kebijakan perencanaan pengembangan kebudayaan dan pariwisata Indonesia dan sasaran pembangunan kepariwisataan nasional tampak jelas bagaiman semestinya pariwisata Indonesia bisa berkembang dengan arah yang jelas. Kemudian berdasarkan latar belakang dan landasan pemikiran yang telah dikemukan di depan, maka telah tergambar keinginan bangsa Indonesia dalam pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional yang merupakan salah satu penjabaran dari Tujuan dan Sasaran Pembangunan Nasional sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Berbagai dasar pemikiran telah dirumuskan sebagai rambu-rambu di dalam Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional pada masa mendatang yang penuh dengan harapan dan tantangan, yang harus dipedomani oleh insan kebudayaan dan kepariwisataan untuk lebih berperan dalam melaksanakan pembangunan nasional yang berencana dan berkesinambungan. Untuk itu Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang merupakan salah satu pelaku pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan nasional merumuskan Visi sebagai berikut “Terwujudnya Jatidiri Bangsa, Persatuan Dan Kesatuan
68
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
Bangsa Dalam Kerangka Multikultural, Kesejahteraan Rakyat Dan Persahabatan Antarbangsa ”. Untuk mewujudkan visi tersebut di atas serta berpedoman terhadap tugas pokok dan fungsi Departemen yang berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan yang transparan dan akuntabel dengan mengutamakan kepentingan masyarakat, Misi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2005–2009 adalah: 1. Melakukan pelestarian dan pengembangan kebudayaan yang berlandaskan nilai luhur. 2. Mendukung pengembangan destinasi dan pemasaran pariwisata yang berdaya saing global. 3. Melakukan pengembangan sumber daya kebudayaan dan pariwisata. 4. Menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan akuntabel. Berdasarkan visi dan misi diatas maka ditetapkan 9 (sembilan) nilai-nilai yang menjadi dasar dalam pelaksanaan Renstra Depbudpar 2005 - 2009, adapun ke-sembilan nilai-nilai tersebut adalah :1) Religius, 2) Manusiawi, 3) Bersatu, 4) Demokratis, 5) Adil, 6) Sejahtera, 7) Maju, 8) Mandiri, 9) Baik dan Bersih dalam Penyelenggaran Negara. Penjabaran arah kebijakan, sasaran, visi, misi dan nilai-nilai pengembangan pariwisata Indonesia memiliki target dalam kurun waktu 2008 – 2012, sasaran secara kuantitatif sebagai berikut : 1. Meningkatnya jumlah Perjalanan Wisatawan Nusantara (Pertumbuhan ratarata per tahun). 2. Jumlah pengeluaran wisnus pada akhir tahun 2009 menjadi Rp. 137,91 triliun, dengan jumlah kunjungan sebesar 229,731 juta. 3. Kemudian terus meningkat hingga mencapai estimas Rp 171,7 triliun dengan estimasi kunjungan 245,290 juta wisatawan.
Rahmat A. Kurniawan
|
69
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Tabel 1: Perkembangan Wisatawan Nusantara, 2008 – 1012.
Target wisatawan mancanegara, penerimaan devisa dan pengeluaran wisatawan mancanegara per-kunjungan periode 2005 – 2009 adalah sebagai berikut : Tabel 2: Target Kunjungan Wisatawan Mancanegara, Peneriamaan Devisa dan Pengeluaran Wisatawan Perkunjungan 2005-2009 Tahun
Jumlah Wisman
Devisa
2005 2006 2007 2008 2009
6.000.000 7.000.000 8.000.000 9.000.000 10.000.000
US$ 6 Milyar US$ 7 Milyar US$ 8 Milyar US$ 9 Milyar US$ 10 Milyar
Pengeluaran (USD) 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Sumber : Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005 - 2009
Di sisi lain, pengembangan pariwisata juga akan berpengaruh positif terhadap penciptaan lapangan kerja bagi masyakat. Rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Kesempatan Kerja pada akhir tahun 2009 menjadi 12,5 juta. 2. Perkiraan kesempatan kerja yang diciptakan industri pariwisata pada tahun 2009 dibuat berdasarkan rata-rata tingkat pertumbuhan pengeluaran wisatawan (wisman & wisnus). Data dasar yang digunakan adalah kesempatan kerja pada (Neraca Satelit Pariwisata Nasional) NESPARNAS 2002 yaitu sebesar 7,9 juta. Atas dasar gambaran tersebut di atas, pengelolaan kebudayaan dan
70
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
kepariwisataan perlu didukung oleh kebijakan nasional, karena terdapat konsekuensi kewajiban pemerintah bagaimana mengelola kebudayaan yang beragam atau multikultur untuk diarahkan pada nilai-nilai inti sebagaimana yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai inti tersebut akan menjadi kekuatan integratif terhadap kebudayaan lokal yang bersifat majemuk. Pemerintah juga berkewajiban bagaimana mengembangkan kepariwisataan sebagai suatu alat atau media pengembangan budaya dan peningkatan kualitas hubungan antarmanusia dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Skema Pola Pikir Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional tahun 2005-2009 jelas memetakan kondisi kebudayaan dan pariwisata Indonesia. Pemetaan masalah dan penanganan masalah tercakup dengan jelas dengan berpegangan pada UUD 45 yang melibatkan Pemerintah, Swasta (investor) dan masyarakat. Bila ditelaah dengan seksama tampak bahwa perencanaan untuk membangun pariwisata yang baik sudah tergambar dengan jelas. Namun pelaksanaannya belum mampu dilaksnakan secara menyeluruh seperti yang diharapkan, banyak faktor yang bisa menyebabkan hal tersebut. Berdasarakan data dari Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia selama tahun 2007 sebanyak 5.505.759 kunjungan atau naik sebesar 13,02% dibanding 2006 sebanyak 4.871 kunjungan. Berdasarkan jumlah tersebut wisatawan mancanegara terbesar yang datang ke Indonesia melalui pintu masuk Ngurah Rai sebanyak 1.741.935 kunjungan atau naik sebesar 31,08% dibanding 2006. Jumlah terbesar kedua melalui pintu masuk Soekarno Hatta sebanyak 1.153.006 kunjungan atau naik sebesar 0,50% dibanding 2006. Jumlah terbesar ketiga melalui pintu masuk Batam sebanyak 1.077.306 kunjungan atau naik sebesar 6,38% dibanding 2006.
Rahmat A. Kurniawan
|
71
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Tabel 3: Jumlah Kunjungan WISMAN, Rata-Rata Pengeluran, lama Tinggal dan penerimaan Devisa, 2000-2007:
Data di atas seperti ditampilkan pada tabel ternyata untuk tahun 2005, 2006 dan 2007 tidak sesuai dengan target yang ada dalam rencana strategis Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Pencapaian yang tidak sesuai target memerlukan analisis yang lebih mendalam, untuk dapat menemukan letak hambatan pencapaian target tersebut. Kemudian untuk tahun 2006 malah terjadi penurunan, kondisi keamanan menjadi kendala yang dipermasalahkan oleh banyak negara dengan mengeluarkan travel warning. Daya dukung sarana dan prasarana yang kurang baik seperti kondisi maskapai penerbangan nasional yang sering mengalami kecelakaan juga memberikan pengaruh pada kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Secara rata-rata dalam kurun waktu 2000-2007 tingkat kunjungan wisatawan mancanegara sejak 2000 samapi 2007 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan justru terjadi pada penerimaan devisa, tahun 2000 penerimaan devisa sebesar 5.748,80 juta USD sedangkan 2001 mengalami penurunan dan berpluktuasi dibawah penerimaan devisa pada tahun 2001. Namun tahun 2007 dalam periode januari hingga Oktober saja penerimaan devisa mencapai 5.345,98 yang sudah mendekati penerimaan devisa tahun 2001. Sektor pariwisata berubah menjadi sektor penerimaan Devisa nomor 3 setelah Minyak & Gas Bumi dan Minyak
72
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
Kelapa Sawit. Maka dengan kondisi seperti itu pengembangan pariwisata Indonesia sungguh sangat menjanjikan saat ini dan masa yang akan datang Tabel 4: Penerimaan Devisa Pariwisata di bandingkan dengan Komoditi Ekspor Lainnya, 2006- 2007 Rank
2006 Jenis Komoditi
2007*)
Nilai (Juta US $)
Jenis Komoditi
Nilai (Juta US $)
1
Minyak & Gas Bumi
21.209,50
Minyak & Gas Bumi
17.464,52
2
Pakaian Jadi
5.608,16
Minyak Kelapa Sawit
5.997,75
3
Karet Olahan
5.465,14
Pariwisata
5.345,98
4
Minyak Kelapa Sawit
4.817,64
Karet Olahan
5.008,69
5
Alat Listrik
4.448,74
Pakaian Jadi
4.739,73
6
Pariwisata
4.447,97
Alat Listrik
3.947,75
Sumber : Badan Pusat Statistik; *) Data Jan – Okt 2007
Pengembangan pariwisata di Indonesia masih belum merata dan meskipun perencanaan sudah dilakukan dengan baik pada tingkat pusat yang mengintegrasikan pemerintah, investor dan masyarakat sekitar. Adanya hambatan koordinasi antara Pemerintah Pemerintah Pusat dengan daerah pada masa otonomi daerah menyebabkan hanya sebagian daerah yang telah mampu mengintegrasikan dengan baik, khususnya bagaimana memberi peran masyarakat sekitar lebih besar. Kewenangan daerah yang lebih besar menjadikan pemerintah daerah berupaya untuk mampu memperoleh pendapatan lebih banyak dari Pariwisata dengan banyak keterbatasan. Sehingga pariwisata belum mampu menggerakkan perekonomian dalam skala yang lebih besar dan lebih luas. Untuk itu perlu penyatuan pemikiran Pemerintah Pusat dan daerah agar pertumbuhan ekonomi daerah pariwisata akan sejalan dengan pertumbuhan pendapatan yang diperoleh Pemerintah, Investor dan masyarakat. Banyak pengembangan pariwisata di Indonesia tidak melalui perencanaan yang matang yang memperhitungkan banyak aspek sosial, budaya, lingkungan dan ekonomi, khususnya bagaimana pengembangan masyarakat sekitar. Hal tersebut menjadi penting karena banyak potensi pariwisata di Indonesia masih berupa daerah yang belum memiliki infrastruktur baik fisik maupun infrastruktur khusus pariwisata. Kemudian kondisi ini menyebabkan masyarakat sekitar termarjinalkan dan terjebak dalam kemiskinan yang akan dialami turun menurun. Belajar dari pengalaman di beberapa daerah yang sungguh ironis, bagaimana pengembangan pariwisata pada akhirnya menyebabkan masyarakat sekitar obyek pariwisata hanya
Rahmat A. Kurniawan
|
73
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi menjadi penonton dan perlahan terjerumus dalam lingkaran kemiskinan padahal notabene mereka merupakan pemilik tanah sekitar obyek pariwisata. Permasalahan penting dalam upaya pengembangan pariwisata adalah kebijakan perencanaan yang mampu mendorong pengembangan dalam jangka panjang yang berkelanjutan serta memberi manfaat bagi Pemerintah, Investor dan mayarakat masih belum maksimal dilakukan. Kurangnya sinergi ketika komponen tersebut menghambat pembangunan pariwisata dan juga peningkatan pemberdayaan masyarakat sekitar. B. TINJAUAN TEORI Dalam pengembangan pariwisata, banyak penelitian menunjukkan bagaimana perencanaaan yang baik dan kemudian dilanjutkan implementasi yang sungguhsungguh dengan penuh tanggung jawab. Keterlibatan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat memberi daya dukung yang baik pada keberhasilan pengembangan pariwisata. Pengalaman keberhasilan pertumbuhan dalam bidang pariwisata di negaranegara lain mengakibatkan dilakukannya evaluasi kebijakan-kebijakan di sektor tersebut, diantaranya pemberian izin kepada maskapai asing untuk diperbolehkan mendarat langsung ke Bali, berkembangnya program-program pelatihan dan keterampilan tenaga kerja sektor pariwisata, serta diluncurkannya berbagai paket deregulasi pada Desember 1987 guna mempermudah prosedur investasi yang sebelumnya rumit dalam sektor tersebut (Hill:1996). Agus (1999), kegiatan wisata budaya di Indonesia kebanyakan masih berjalan apa adanya karena dipengaruhi oleh rendahnya sumber daya manusia dalam merencanakan suatu paket wisata budaya. Scheyvens (2000:236) menyatakan bahwa ada empat dimensi yang perlu dibahas untuk menentukan apakah perempuan sudah diberdayakan dalam kegiatan ekowisata, di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Keempat dimensi tersebut meliputi pemberdayaan dilihat dari sudut ekonomi, sosial, psikologi serta politik (Scheyvens, 2000). Toharny dan Swinscoe (2000) telah meneliti tentang dampak pariwisata terhadap perekonomian di Mesir melalui pengeluaran wisatawan pada hotel dan restoran. Studi ini menggunakan metodologi analisis dampak ekonomi (economic impact analysis) untuk mengetahui efek langsung dan tidak langsung dari pengeluaran wisatawan terhadap output, nilai tambah, kesempatan kerja, dan penerimaan pajak. Hasilnya menunjukkan bahwa dampak pengeluaran wisatawan terhadap GDP jauh melebihi yang diperkirakan sekitar 1%. Pengeluaran wisatawan sebesar 2-3
74
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
kali yang dibagikan dan dampak langsung pengeluaran wisatawan pd output total di tahun 1999 adalah $3,6 milyar (4,4% dari GDP). Dengan menambahkan efek tidak langsung, kontribusi total terhadap output mencapai $9,6 milyar (11,6% dari GDP). Sedangkan untuk kesempatan kerja, pengeluaran wisatawan secara langsung mendorong 1,2 juta pekerjaan di berbagai sektor ekonomi. Jumlah pekerjaan total yang secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan pengeluaran wisatawan adalah 2,7 juta. Studi ini juga mengestimasikan penerimaan pajak dari pengeluaran wisatawan lebih dari 3,6 milyar LE, yaitu 5,1% dari total pajak langsung dan tidak langsung. Studi ini menyimpulkan bahwa kemampuan pariwisata untuk memberikan kontribusi positif pada perekonomian di Mesir bertujuan untuk memperoleh peringkat kegiatan yang lebih tinggi dalam prioritas kebijakan pemerintah Mesir. Bank Dunia pada Juli 2000 mulai memikirkan bagaimana caranya menang gulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang dikenal dengan pariwisata berbasis masyarakat (CBT: community-based tourism). Kemudian dapat diidentifikasi adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT, yakni adventure travel, cultural travel dan ecotourism. Tidak hanya itu dibahas pula kaitannya dengan akomodasi yang dimiliki oleh masyarakat atau disebut small familyowned hotels yang biasanya berkaitan erat dengan tiga jenis kegiatan tersebut. Dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat Bank Dunia sangat yakin, bahwa peningkatan kegiatan pada tiga pilar utama tersebut, mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat sekaligus memelihara budaya, kesenian dan cara hidup masyarakat. Selain itu pariwisata berbasis masyarakat akan memberi kesempatan masyarakat lebih terlibat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran wisatawan. Sehingga sangat jelas konsep pariwisata berbasis masyarakat akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan serta membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat, yang pada akhirnya diharapkan mampu menumbuhkan jatidiri dan rasa bangga penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya pariwisata berbasis masyarakat adalah aplikasi konsep ekonomi kerakyatan, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnya pun dinikmati oleh masyarakat. C. PEMBAHASAN Belum terpenuhinya target yang dirancanakan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menunjukkan adanya masalah yang menjadi penghambat dalam Rahmat A. Kurniawan
|
75
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi pengembangan pariwisata Indonesia. Pengembangan pariwisata yang melibatkan tiga faktor utama yakni pemerintah, swasta (investor) dan masyarakat. Bila ditinjau dari sisi pemerintah akan terbagi kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten Kota). Era otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah untuk lebih berperan baik sebagai fasilitaor maupun relulator. Pada posisi ini sering tidak terjadi singkronisasi antara Pusat dan daerah, pemerintah secara tersurat menginginkan untuk dapat memperoleh pendapatan terhadap pengelolaan Pariwisata di daerahnya. Meskipun bila diserahkan pengelolaan secara penuh pemerintah daerah terkadang belum mampu untuk mengelola dengan baik. Kendala infrastruktur, sumber daya manusia yang handal yang mampu mengikat pihak swasta dan masyarakat agar dapat berjalan dengan harmoni untuk mencegah terjadinya korupsi dan penyalah gunaan wewang. Pada masa lalu kewenang mutlak pusat menguntungkan sebagian pihak untuk mengelola pariwisata. Pengelolaan tersebut hanya berorientasi keuntungan tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain seperti sosial, ekonomi, lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Pada beberapa daerah hal tersebut terbukti laju pertumbuhan pengembangan pariwisata tidak mengalami pertumbuhan yang diharapkan dan bahkan menyebabkan dampak sosial bagi masyarakat sekitar. Saat ini di era otonomi daerah sebagian pemerintah daerah memahami otonomi dalam pandangan yang sempit, yakni kebebasan menentukan daerahnya sendiri. Banyak aturan yang diterbitkan daerah bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Serta kebijakan yang diambil daerah dengan kebijakan pemerintah pada skala nasional. Ketidakpastian dan birokrasi yang belum tertata dengan baik merupakan hambatan untuk pihak swasta mampu terlibat di dalamnya. Bila ditinjau dari sudut pandang swasta, yang mengharap memperoleh segala kemudahan dengan orientasi keuntungan. Maka harus ada jalan tengah agar pihak swasta bisa berperan dalam pengembangan pariwisata yang mampu memberi keuntungan pada semua pihak. Pelaksanaan aturan yang transparan bisa menciptakan kondisi yang saling menguntungkan. Untuk itu selain harus mampu bekerja sama dengan baik maka ketiga komponen yakni Pemerintah, Swasta dan Masyarakat harus mampu saling mengingatkan dan mengawasi agak peraturan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan bila dilihat dari sudut masyarakat, masyarakat merupakan bagian penting baik suatu negara secara umum dan bagian pengembangan pariwisata. Perlu kebijakan yang serius oleh pemerintah sebagai regulator maupun fasilitator untuk mampu memberdayakan masyarakat setempat bekerja sama dengan pihak
76
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
swasta. Penetapan aturan memberdayakan misalkan 30% dari kebutuhan tenaga dalam pengembangan pariwisata misalkan pendirian hotel ataupun lapangan golf. Bila masyarakat tersebut tidak diberdayakan padahal mereka hidup dalam keluarga msikin yang harus menghidupi anak mereka, maka mereka akan semakin miskin dan rentan terkena dampak sosial. Hal ini akan berlanjut pada anak-anak mereka, maka akan terbentuk suatu kemiskinan yang menjadi sebuah lingkaran setan. Kerugian tidak hanya diderita oleh masyarakat sekitar, namun juga pengembangan pariwisata akan terhambat dimana didalamnya ada investasi swasta. Hambatan tersebut jelas akan mendorong perlambatan pengembangan pariwisata di Indonesia dan semakin tidak bisa bersaingan dengan negara-negara lain khususnya ASEAN. 1. Kesempatan Kerja Dan Usaha Bagi Masyarakat Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu kawasan wisata, keberadaan mereka terkadang sudah jauh lebih dulu dengan perencanaan pengembangan kawasan. Tak jarang pula masyarakat tersebut merupakan pemilik lahan dalam area pengembangan. Kondisi yang miskin ataupun kepemilikan lahan yang berbekal pendidikan yang rendah menjadikan mereka rentan terkena masalah dan dampak sosial. Adanya pengembangan kawasan pariwisata akan memberikan dampak baik positif maupun negarif beberapa dampak pengembangan kawasan pariwisata yaitu : 1. Tersedia kesempatan/peluang kerja bagi masyarakat baik pada sektor formal maupun nonformal. 2. Masyarakat akan memiliki peluang untuk berusaha dalam banyak bidang usaha seperti makanan, minuman, penginapan, transportasi dan usaha-usaha produktif lainnya. 3. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No.5/1990 pasal 34 ayat 4, yaitu memberi kesempatan kepada rakyat untuk ikut berperan dalam usaha di kawasan pelestarian alam. Terbukanya peluang kerja bagi masyarakat sekitar akan mendorong merke untuk dapat menjaga kelestarian kawasan wisata. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung maka akan memberikan peningkatan penghasilan untuk mereka. Pendampingan dengan memberi pengertian dan pemahaman pentingnya keberlanjutan dan pengembangan Pariwisata untuk banyak pihak khususnya bagi mereka sendiri akan lebih menjamin keberlangsungan pendapatan mereka dan bagi pemerintah akan mendorong pergerakan perekonomian dalam lingkup yang lebih luas.
Rahmat A. Kurniawan
|
77
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Masalah kebersihan, kelestarian lingkungan dan proteksi terhadap dampak buruk seperti budaya yang kurang baik dan penyebaran penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS harus mampu dicegah. Pemberdayaan masyarakat seperti di Bali menunjukkan perkembangan pariwisata yang sejalan dengan kehidupan masyarakat sekitar yang mencipatakan harmoni yang baik. Inovasi-inovasi yang diciptakan akibat adanya sinkronisasi Pemerintah, Swasta dan Mayarakat mendorong pertumbuhan pariwisata yang semakin baik. Pertumbuhan pariwisata dengan peranan masyarakat yang besar bisa menciptakan kondisi yang tetap menjaga adat istiadar dan budaya setempat bisa tetap terjaga dengan baik. Desa adat di bali merupakan lembaga penting dalam mengatur arah perkembangan pariwisata di Bali. Hal ini tentu dapat ditiru untuk diterapkan di daerah lain meskipun dalam bentuk yang berbeda dengan tujuan yang sama. 2. Kriteria Pengembangan Pariwisata Untuk memberikan arahan yang lebih jelas mengenai pengembangan pariwisata Rev Ron O’Grady menetapkan beberapa kriteria berikut ini: 1. Pengambilan keputusan mengenai pariwisata pada tiap lokasi harus melalui proses pembicaraan dengan penduduk setempat sehingga dapat diterima. 2. Pembagian keutungan yang sesuai dari pariwisata harus dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar. 3. Pariwisata harus memperhitungkan prinsip-prinsip lingkungan dan ekologi, yang sensitif terhadap budaya lokal dan tradisi agama serta tidak menempatkan anggota komunitas asli dalam posisi yang lemah. 4. Jumlah kunjungan wisatawan pada suatu kawasana wisata semestinya tidak menganggu masyarakat setempat sehingga memperkecil kemungkinan penolakan dari mereka. Apa yang dijelaskan Rev Ron O’Grady memang sangat sesuai, terlebih Indonesia memiliki banyak adat dan budaya lokal yang masih terjaga sampai saat ini. Pendekatan humanistik menjadi modal dasar yang sangat penting untuk mampu mengembangkan potensi pariwisata yang sangat banyak. Secara sosial, budaya, psikologi dan faktor lain harus juga dipertimbangkan, banyak bukti yang memberikan pelajaran berharga bagi kita. Pembukaan lahan hutan sebagai lahan pertanian, pembukaan area pertambangan dan pengembangan kawasan pariwisata sering menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Terlibatnya masyarakat di dalam pengembangan pariwisata mendorong terciptanya kelestarian lingkungan, terjaganya adat istiadat dan budaya.
78
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
Pengembangan Pariwisata bila dilihat dari pola dan ciri yang dimiliki memiliki ciri pariwisata konvesional. Ciri dari pariwisata konvensional adalah 1. Kegiatan wisata tersebut memiliki jumlah yang besar (mass tourism). 2. Sebagian dikemas dalam satuan paket wisata (package tour). 3. Pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dan mewah. 4. Memerlukan tempat-tempat yang dianggap strategis dengan tanah yang cukup luas. Mass Tourism yaitu wisata berskala besar cenderung tidak maksimal memberi pemasukan bagi sektor pariwisata. Karena wisatawan akan membelanjakan sedikit uangnya ketimbang untuk wisata unik seperti wisata pengamatan burung atau hewan langka di pedalaman Papua atau Kalimantan. Untuk memperoleh sesuatu yang langka banyak wisatawan asing yang bersedia untuk mengelurkan banyak uangnya. Petualangan menyusuri sungai dan hutan di Papua juga merupakan suatu wisata yang sangat menarik untuk banyak wisatawan asing. Selain itu wisata eksklusif cenderung lebih kondusif untuk tetap terjaganya lingkungan kawasan wisata. Namun kesemua jenis pariwisata memiliki kekurangan dan kelebihan, tinggal bagaimana pihak yang terlibat dapat memperoleh keuntungan tanpa mengabaikan faktor-faktor yang saling terkait dari pariwisata itu sendiri. Sepert yang diutarakan the World Economic Forum (WEF) dengan 13 item yang salah satunya masalah lingkungan. Lingkungan sendiri akan terkait dengan kebersihan 3. Pendapatan dan Permintaan Tujuan ekonomi merupakan tujuan utama pengembangan pariwisata, sehingga harus dilihat dari sudut pandangan dan perhitungan khusus. Berbicara pengembangan pariwisata juga harus berbicara penyediaan sarana dan prasarana serta perawatan yang kesemuanya membutuhkan biaya yang tergantung dari bagaimana bentuk kawasan wisata yang dikembangkan. Untuk itu kemampuan pengelolaan dan manajemen yang baik akan mampu menciptakan perkembangan pariwisata yang berkelanjutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata menurut Suryadi (2008) adalah ; 1. Pengelolaan kawasan wisata alam banyak menggunakan dana dari pendapatan pariwisata dari pengunjung; sebagai mekanisme pengembalian biaya pengelolaan dan pelestarian alam atau program pengembangan masyarakat. 2. Kajian tentang tingkat pemulihan biaya perlu dipertimbangkan untuk mengetahui biaya untuk menutup investasi pengembangan pariwisata alam, Rahmat A. Kurniawan
|
79
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi pengeluarkan investasi pembangunan pariwisata alam dan pengoperasiannya dan disamping juga harus mampu menutup biaya tidak langsung akibat dampak negatif kegiatan pariwisata tersebut terhadap masyarakat (social cost). 3. Agar dapat memperoleh keuntungan, pendapatan yang ditentukan harus lebih besar dari semua biaya yang dikeluarkan dalam eangka pengusahaan pariwisata. Namun untuk pengelolaan kawasan pelestarian alam, keuntungan yang dicari adalah keuntungan yang optimal. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Pengembangan pariwisata Indonesia dengan keterlibatan banyak pihak perlu diatur dengan baik, hal ini telah dilakukan Pemerintah meskipun masih adanya kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Pola pengembangan yang terintegrasi dengan baik, khususnya dengan pemberdayaan masyarakat sekitar harus menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan pariwisata. Keterlibatan masyarakat sekitar selain memberi pendapatan untuk mereka juga akan mendorong mereka turut serta lebih intensif dalam pengembangan menuju pengembangan yang lebih baik. Seperti halnya konsep pariwisata berbasis masyarakat (CBT: community-based tourism) yang dikembangkan oleh Bank Dunia. Perlu ada aturan dari pemerintah baik pusat ataupun daerah untuk membuat aturan yang berisi kewajiban pengembangan pariwisata melibatkan dan memberdayakan masyarakatkan sekitar dengan proporsi tertentu semisal 30% dari sumber daya manusia yang diperlukan. Kemudian bila kapasitas masyarakat sekitar ternyata kurang memenuhi standar yang diperlukan, maka harus ada kesepakatan antara pemerintah dan investor agar kapasitas mereka dapat ditingkatkan agar mereka mampu masuk dalam standar yang diperlukan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk Pemberdayaan masyarakat baik sebagai bagian untuk bekerja dan terlibat dalam pariwisata maun dalam arti pemberdayaan yang lebih luas. Pemberian Pelatihan, Job Training, pemberian beasiswa untuk anak-anak masyarakat sekitar untuk bersekolah di Sekolah Pariwisata. Maka akan tercapai community development yang benar-benar menguntungkan banyak pihak. Peraturan yang tegas tersebut harus dilakukan karena masyarakat sekitar obyek pariwisata cenderung miskin dan berpendidikan rendah yang membuat mereka
80
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
rentan menjadi miskin. Bila mereka tidak diberdayakan maka tingkat kemiskinan akan berantai dan malah akan menjadi bumerang untuk menghancurkan serta menghambat perkembangan pariwisata itu sendiri. Agar tercipta suatu peraturan dan pelaksanaan yang baik maka Pemerintah Pusat dan Daerah yang harus sejalan dalam pengembangan Pariwisata. Sampai saat ini masih adanya tumpang tindih aturan dan kepentingan antara pmerintah Pusat dan daerah menyebabkan investor enggan untuk terlibat dalam pengembangan Pariwisata. Tabel. 5: Skema Pengembangan Tujuan Pariwisata Nasional SKEMA PENGEMBANGAN DESTINASI PARIWISATA NASIONAL NO
TAHUN
TAHAPAN PENGEMBANGAN
2007
2008
2009
1.
PEMBANGUNAN DESTINASI PARIWISATA
1. 2. 3. 4. 5.
SULUT SULSEL NTB NTT SUMBAR
1. SULUT 2. SULSEL 3. N T B 4. N T T 5. SUMBAR 6. KEPRI 7. IRJABAR 8. BABEL 9. SUMSEL 10.SUMUT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
2.
REVITALISASI DESTINASI PARIWISATA
1. 2. 3. 4.
BALI D I YOGYAKARTA DKI JAKARTA JATENG
1. JATIM 2. JABAR 3. BANTEN
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
3.
PENDUKUNGAN PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH
28 PROVINSI
23 PROVINSI
SULUT SULSEL NTB NTT SUMBAR KEPRI IRJABAR BABEL SUMSEL SUMUT KALTIM KALSEL PAPUA NAD RIAU
BALI D I YOGYAKARTA JATENG JATIM DKI JAKARTA JABAR BANTEN
18 PROVINSI
2010
2011
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
SUMBAR KEPRI IRJABAR BABEL SUMSEL SUMUT KALTIM KALSEL PAPUA NAD RIAU KALBAR SULTRA SULTENG KALTENG
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
KALBAR SULTRA SULTENG KALTENG SULBAR MALUKU MALUKU UTARA BENGKULU JAMBI LAMPUNG GORONTALO
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
BALI D I YOGYAKARTA JATENG JATIM DKI JAKARTA JABAR BANTEN
1. 2. 3. 4.
JATENG JABAR BANTEN JATIM
18 PROVINSI
18 PROVINSI
Sumber :Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.
Sementara itu dalam hal pengelolaan Kepariwisataan Indonesia, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata saat ini seolah-olah telah banyak kehilangan gregetnya dengan diserahkan semua urusan Kepariwisataan kepada daerah otonomi, yang sekarang sudah berjumlah sekitar 450 daerah. Daerah-daerah ternyata belum dipersiapkan untuk menerima wewenang dan tanggung jawab tersebut. Misalkan daerah tujuan wisata Danau Toba yang berada dalam 8 kabupaten kota yang berarti ada 8 kewenangan yang berhak mengelola. Candi Prambanan berada pada dua provinsi; Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Demikian juga Gunung Bromo, Dataran Tinggi Dieng, Taman Nasional Gunung Rinjani pada dua kabupaten dan masih banyak lainnya, hal menjadi ”sengketa” antara sejumlah daerah otonomi. Otonomi Daerah pada umumnya lebih mementingkan Pariwisata sebagai sumber PAD dan penerimaan retribusi, ketimbang memikirkan bagaimana suatu daerah Rahmat A. Kurniawan
|
81
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi tujuan wisata dikelola secara profesional agar mampu memuaskan wisatawan dan berdaya saing global. Maka bila ditinjau dari aspek manajemen nasional, maka pengelolaan pariwisata negara ini sekarang telah terfragmentasi menjadi ratusan unit otonom, yang menghasilkan pelayanan yang tidak konsisten, dengan mutu yang semakin merosot, dan kurang terjaminnya kenyamanan dan keselamatan wisatawan internasional maupun wisatawan Indonesia sendiri. Akhirnya, tidak kalah penting ialah peran masyarakat dalam pengembangan Pariwisata. Sebagaimana baru-baru ini digiatkan kembali dalam program Sadar Wisata, maka Keamanan, ketertiban dan kebersihan daerah tujuan wisata tidak saja menjadi beban Pemerintah Pusat atau Daerah. Masyarakat luas harus mengambil peran penting dalam menertibkan dan menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan, tidak saja demi pariwisata, tetapi terutama demi kesehatan dan keselamatan masyarakat itu sendiri. Masyarakat luas harus juga mampu menarik manfaat positif dari upaya berkembangnya kepariwisataan dengan bertambahnya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. 2. Saran Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dari perspektif penataan ruang adalah sebagai berikut : 1. Penyediaan Sumber Daya Manusia merupakan bagian utama yang harus dipikirkan Pemerintah untuk mampu mengelola dan mengembangkan Pariwisata. 2. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah-swasta-masyarakat untuk memobilisasi kekuatan-kekuatan yang lebih kuat untuk bersaing dengan negara lain. 3. Political will pengembangan menjadi daya dukung penting, sehingga perencanaan dan pelaksanaan tidak menemukan rintangan-rintangan yang berarti. 4. Pengembangan kegiatan pariwisata harus memperhatikan daya dukung lingkungan karena sektor pariwisata banyak bergantung pada lingkungan. 5. Sebisa mungkin pengembangan pariwisata mengarah pada 13 item yang digunakan oleh the World Economic Forum (WEF) meskipun bukan merupakan suatu keharusan namun item menjadi acuan mendorong pariwisata untuk lebih baik yang mampu bersaing.
82
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat
Edisi ix, April 2013
6. Dalam menyelenggarakan kegiatan pariwisata harus melibatkan masyarakat setempat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Konsep pariwisata berbasis masyarakat sangat sesuai untuk dikembangkan, sebagian daerah di Indonesia sudah menerapkan dan perlu ditingkatkan. 7. Untuk mencapai keberhasilan pengembangan kegiatan pariwisata, harus dilakukan secara koordinatif dan terpadu antar semua pihak yang terkait sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral dan menghindari terjadinya konflik antar sektor. 8. Inovasi tiada henti untuk mengembangkan Pariwisata sehingga Pariwisata menjadi suatu yang tidak membosankan sebagaimana halnya Bali yang selalui menjadi idola meskipun orang sudah berurangkali berkunjung. 9. Menentukan kekuatan yang spesifik berdasarkan potensi wisata Indonesia, yang berbeda. Memilih tema sentral/utama sebagai panduan bagi semua lembaga yang terlibat dalamnya. 10.Kegiatan promosi, perlu gencar dilakukan sebagaimana halnya Visit Indonesia Year 2008. Kebanyakan promosi daerah-daerah keluar negeri ajang jalan-jalan keluarga pejabat. 11.Menggunakan keterkenalan Bali; bagaimapun Bali lebih dikenal dikalangan wisatawan mancanegara, maka dalam promosi perlu diselipkan daerah tujuan wisata lainnya. 12.Mengingat sektor pariwisata merupakan sektor tersier dimana preferensi wisatawan sangat ditentukan oleh tingkat kenyamanan, maka dukungan sarana dan prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas ke lokasi obyek wisata mutlak dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA Barkin, D. (1999). Ecotourism: A Tool for Sustainable Development. Available On-line: http://www.greenbuilder.com/mader/Planeta/0596. Downloaded on 7/9/99. Depbudpar, 2006, RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 2005 – 2009, Departemen Kebudayaan dan Pariwisara Republik Indonesia, Jakarta. Depbudpar, 2008, Buku Saku Statistik Kebudayaan dan Pariwisata 2007, Departemen Kebudayaan dan Pariwisara Republik Indonesia, Jakarta.
Rahmat A. Kurniawan
|
83
Society, Jurnal Jurusan Pendidikan IPS Ekonomi Suryadi, I Gede Iwan, 2008, Upaya Pengembangan Pariwisata, STIKOM BALI, Denpasar. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2007, REVITALISASI INDUSTRI PARIWISATA DIY: Peluang Dan Momentum Kebangkitan UMKM, Forum Diskusi Ekonomi Kerjasama GRHADIKA YOGYA PARIWISATA-BANK INDONESIA YOGYAKARTA. Hardanti, Yuliana Rini. 1997. Dampak Pengeluaran Wisatawan terhadap Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta: Pendekatan Analisis Input Output. Thesis S2- UGM, tidak dipublikasikan. Toharny, Sahar dan Swinscoe, Adrian. The Economic Impact of Tourism in Egypt. The Egyptian Center for Economic Studies. Working Paper No.40. Juni 2000. Zeppel. H. (2000). Ecotourism and Indigenous Peoples. Available On-line: http:// lorenz.mur.csu.edu.au.ecotour/ Downloaded on 3/1/2000.
84
|
Kebijakan Pengembangan Pariwisata Dan Pemberdayaan Masyarakat