PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA PERDESAAN BERBASIS ECOVILLAGE DI DESA KETEP, KECAMATAN SAWANGAN, KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI
UUT KUSWENDI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i
RINGKASAN UUT KUSWENDI (A44050971). 2011. Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dibimbing oleh Tati Budiarti dan Afra DN Makalew. Indonesia telah mengalami perubahan paradigma dalam konsep pembangunan nasionalnya. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya otonomi daerah yang bertujuan mengembangkan daerah berdasarkan potensi nilai lokal yang dimilikinya termasuk dibidang pariwisata berbasis alam. Salah satu daerah yang sedang mengembangkan sektor pariwisatanya adalah Desa Ketep di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang yang juga penerima program Prima Tani dari Badan Litbang Departemen Pertanian. Desa ini sangat strategis tetapi memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis keberlanjutan lanskap pertanian dan perdesaan berbasis ecovillage, mengidentifikasi dan menganalisis potensi objek dan atraksi wisata yang ada, merencanakan penataan agrowisata perdesaan berbasis ecovillage. Penelitian ini menggunakan metode Gold (1980) yang merupakan urutan dalam melakukan kegiatan perencanaan dan metode Gunn (1997) yang merupakan metode dalam merencanakan area wisata. Analisis data untuk mengetahui karakter dan tingkat keberlanjutan lanskap dilakukan dengan Community Suistainable Assesment (CSA) yang berasal dari Global Ecovillage Network. Analisis data untuk mengetahui potensi, kendala, amenity dan danger dilakukan dengan analisa kualitatif melalui kajian pustaka. Analisis data dari keinginan pengunjung dilakukan melalui analisis persepsi pengunjung. Hasil analisis selanjutnya disintesiskan dan direncanakan baik secara tertulis maupun secara visual. Hasil analisis CSA menunjukkan kalau Desa Ketep merupakan desa yang memiliki karakter lanskap perdesaan dan perbukitan yang masih memiliki ikatan kekeluargaan yang khas sesuai dengan tradisi leluhur. Hasil yang lainnya menunjukkan angka 779 pada skala 0-1000 untuk bobot total penilaian keseluruhan aspek. Nilai ini menunjukkan bahwa masyarakat desa ini berada pada awal yang baik menuju keberlanjutan. Nilai tersebut tersusun dari bobot total aspek ekologi (223), sosial (292), dan spiritual (264). Meskipun demikian, terdapat beberapa kekurangan yang perlu untuk diselesaikan dari ketiga aspek tersebut berdasarkan nilai yang diperoleh. Pada aspek ekologi desa ini memiliki kelemahan dalam hal pengelolaan limbah cair (12) dan padat (20). Aspek terlemah dari bobot total aspek sosial berada pada rendahnya pendidikan masyarakat yang sebagian besarnya hanya sampai sekolah dasar (23). Sedangkan aspek terlemah pada spiritual berada pada aspek gaya pegas masyarakat (21) dan penyaluran seni dan kesenangan (23). Hasil analisa potensi, kendala, amenity, dan danger menunjukkan potensi yang dimiliki oleh desa ini yaitu pemandangan lanskap perdesaan dan pertanian dan kondisi masyarakat yang masih asli. Kendala yang ditemukan diantaranya iii
tekait dengan sumber air yang terbatas dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Amenity yang ditemui yaitu terletak pada permukiman penduduk dan daerah Ketep Pass. Bahaya yang ditemukan diantaranya bahaya tanah longsor dan peristiwa gunung meletus mengingat daerah ini berada pada perbukitan Gunung Merapi dan Merbabu. Hasil analisis keinginan pengunjung melalui kuesioner menunjukkan bahwa daerah ini cocok untuk dijadikan area rekreasi (97%) karena daerah ini indah (66%), nyaman (85%), mudah diakses (81%), dan memberikan banyak pengalaman (60%). Selain itu, pengunjug juga menginginkan agar penambahan jenis atraksi wisata diperbanyak terutama kehutanan (22,8), perkebunan (20%), dan tanaman pangan (13,3%). Sedangkan aktivitas yang diminati oleh pengunjung diantaranya out bond (20%), piknik (11,4%), dan bermain (12,3%). Perencanaan lanskap dilakukan dengan mengikuti konsep perencanaan yang berbasis pendidikan yang memadukan antara potensi aktivitas budidaya pertanian dengan kondisi alam yang merupakan daerah konservasi untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan dunia pertanian. Perencanaan berbasis ecovillage ini berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan juga mempertahankan keberlanjutan dari tapak.
iv
PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA PERDESAAN BERBASIS ECOVILLAGE DI DESA KETEP, KECAMATAN SAWANGAN, KABUPATEN MAGELANG
UUT KUSWENDI A44050971
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
v
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang Nama
: Uut Kuswendi
NIM
: A44050971
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. NIP.19610720198403 2 002
Dr. Ir. Afra D.N Makalew, M.Sc. NIP. 19650119198903 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP. 19480912197412 2 001
Tanggal Lulus : vi
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage Di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Uut Kuswendi A44050971
vii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1987 di Beber, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak kandung ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Wagiman (bapak) dan Eri Mastu (ibu). Pendidikan sekolah dasarnya diselesaikan pada tahun 1999 di SD Inpres Gondosuli, Yogyakarta dengan status lulusan terbaik. Selanjutnya, penulis melanjutkan proses pendidikannya ke SLTP Negeri 76 Jakarta Pusat dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2005, penulis merampungkan pendidikan lanjutannya di SMU Negeri 27 Jakarta Pusat. Penulis berhasil masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2005 yang merupakan prestasi membanggakan dan berhasil masuk di Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Penulis sangat aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan baik di dalam maupun di luar kampus. Tahun 2005-2006 penulis terpilih menjadi ketua BEM TPB IPB (Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama IPB). Tahun 2006-2007 penulis melanjutkan karir organisasinya di Forum Komunikasi Rohis Departemen Fakultas Pertanian sebagai Ketua Departemen Syiar dan menjadi ketua FKRD untuk periode kepengurusan berikutnya. Pada tahun 2009, penulis diberi mandat untuk menjalankan amanah sebagai ketua FSLDKI (Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus IPB). Diluar kampus, penulis aktif di IMMPERTI (Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia) sebagai tim penasihat. Selain itu, penulis pun mengabdi di LP3M2-YPI yang merupakan yayasan sosial, pendidikan dan dakwah yang berada di Jakarta sebagai staf pembinaan dan kewirausahaan. Penulis juga pernah mendapatkan penghargaan selama menempuh pendidikan di kampus. Penghargaan tersebut diantaranya adalah Mahasiswa Berprestasi tingkat Departemen tahun 2008, dan Aktivis Teladan Tingkat Fakultas 2007. Penulis pernah menjadi ketua tim PKM Artikel Ilmiah yang berjudul Pengujian Faktor Periode Simpan, Kondisi Ruang, Dan Media Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Jagung tahun 2009.
viii
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat iman, islam dan kesehatan tiada hentinya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Agrowisata Perdesaan Berbasis Ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang” ini dengan baik. Skripsi ini dibuat dalam rangka penyelesaian studi di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Tuhan, penulis hendak menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS. selaku dosen pembimbing pertama yang banyak memberi bantuan, dukungan, bimbingan serta arahan selama penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Afra DN Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah banyak memberi masukan kepada penulis dalam mempertajam teori pada disiplin ilmu ini. 3. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan dan dorongan moril kepada penulis untuk melengkapi skripsi ini. 4. Ir. Indung Siti Fatimah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberi nasihat dan motivasi selama penulis menjalani studi di IPB. 5. Bapak dan Emak dirumah yang telah membesarkan, membiayai serta mendoakan saya dalam setiap kesempatan baik dirumah maupun dimana pun. Erna dan Erwa selaku kakak dan adik atas dukungannya. 6. Reza, TB, Jumadi, Ardi, Adiba, Nies, Dien, Riki, Fikri, Deni, Riri, Gita, Siro dan seluruh teman-teman SMA 27 atas motovasi dan silaturahim yang senantiasa erat dengan nilai ukhuwah islamiyah. 7. Echa, Megami dan Tika selaku teman satu bimbingan yang senantiasa mengingatkan serta teman teman seperjuanga ARL 42 yang kompak.
ix
8. Dena, Doni, Viki, Dindin, Toni, Yoki, Furqon, Mbak Dini, Ami, Johan dan teman-teman Faperta yang tidak bias saya sebutkan satu demi satu. 9. Seluruh orang-orang yang berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2011 Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................... ..
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... ..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN .............................................................. ... 1.1 Latar Belakang .................................................................. 1.2 Tujuan ................................................................................ 1.3 Manfaat ............................................................................. 1.4 Kerangka Pikir ....................................................................
1 1 3 3 4
II
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2.1 Wisata ............................................................................. .. 2.2 Desa ................................................................................ .. 2.3 Lanskap Perdesaan ......................................................... ... 2.4 Desa Berkelanjutan ......................................................... .. 2.5 Konsep Keberlanjutan dalam Lanskap ........................... .. 2.6 Perencanaan Kawasan Agrowisata ................................. ..
6 6 7 8 8 10 12
III
METODOLOGI .................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... .. 3.2 Metode Penelitian .......................................................... ... 3.2.1 Persiapan .............................................................. ... 3.2.2 Pengumpulan Data ............................................... ... 3.2.3 Analisis Data ........................................................ ... 3.2.4 Sintesis ................................................................. ... 3.2.5 Perencanaan ......................................................... ... 3.3 Batasan Penelitian .......................................................... ... 3.4 Bentuk Hasil Studi ......................................................... ...
14 14 15 16 16 17 18 19 19 19
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... ... 4.1 Data dan Analisis ......................................................... ... 4.1.1 Aspek Biofisik ..................................................... ... 4.1.1.1 Letak Geografis, Luas dan Batas Tapak ............................................ ... 4.1.1.2 Aksesibilitas ............................................ ... 4.1.1.3 Iklim ........................................................ ... 4.1.1.4 Tanah ....................................................... ... 4.1.1.5 Vegetasi dan Satwa .................................. ... 4.1.1.6 Hidrologi ..................................................... 4.1.2 Aspek Sosial ......................................................... ... 4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ..... ... 4.1.2.2 Tingkat keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep .............................................. ...
20 20 20 20 21 25 25 30 33 35 35 37 xi
4.1.2.3 Persepsi Pengunjung ................................... 4.1.3 Objek Dan Atraksi Wisata ...................................... 4.1.3.1 Objek dan atraksi agrowisata tanaman hias dan buah …………….…….... 4.1.3.1 Objek dan atraksi agrowisata . tanaman sayuran …………………...……... 4.1.3.3 Objek dan atraksi agrowisata peternakan …………………...…………..... 4.1.3.4 Objek dan atraksi agrowisata Teknologi pertanian ……………………..... 4.1.3.5 Objek dan atraksi pendukung agrowisata ……………….….... 4.1.4 Tempat-Tempat Rekreasi di Sekitar Desa Ketep ... 4.2 Sintesis ............................................................................... 4.2.1 Konsep Perencanaan ............................................... 4.2.2 Pengembangan Konsep ........................................... 4.2.2.1 Konsep Ruang ............................................. 4.2.2.2 Konsep Aktivitas dan Fasilitas ................... 4.2.2.3 Konsep Sirkulasi ......................................... 4.2.2.4 Konsep Tata Hijau ..................................... 4.3 Perencanaan Lanskap ........................................................ 4.3.1 Rencana Ruang .............................................. 4.3.2 Rencana Fasilitas dan Utilitas…….….....…... 4.3.3 Rencana Sirkulasi .......................................... 4.3.4 Rencana Tata Hijau .......................................
42 43
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................
78
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 5.2 Saran ..................................................................................
78 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
80
LAMPIRAN .......................................................................................
83
V
43 45 45 46 47 48 51 52 56 56 57 58 59 59 59 70 72 74
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Proses Perencanaan Lanskap ..................................................
15
2.
Kriteria Penilaian Dalam Analisis Kemiringan Lahan……….
17
3.
Kriteria Penilaian Dalam Analisis Tata Guna Lahan………...
18
4.
Analisis Kondisi Jalan pada Tapak .........................................
24
5.
Persentase Kemiringan Tanah pada Tapak ............................
26
6.
Persentase Penggunaan Lahan pada Tapak ............................
27
7.
Jenis Tanaman Pertanian di Desa Ketep ................................
32
8.
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketep Usia 5 Tahun Keatas ...............................................................
35
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Ketep ..............................
36
10. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Ketep .......................
36
11. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep ..........................................................
37
12. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Ekologi .........................
38
13. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Sosial ............................
41
14. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Spiritual ........................
41
15. Analisis Potensi Desa .............................................................
49
16. Pengembangan Aktivitas Agrowisata .....................................
50
17. Hasil Analisis dan Sintesis ......................................................
55
18. Rencana Penggunaan Ruang ...................................................
66
9.
19. Rencana Penggunaan Ruang Untuk Aktivitas Agrowisata ....................................................
67
20. Pengembangan Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata ..............................................................................
68
21. Rencana Fasilitas dan Utilitas..................................................
71
xiii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Penelitian ...............................................
5
2.
Peta Lokasi Penelitian .............................................................
14
3.
Model Zona Tujuan Wisata ....................................................
16
4.
Jenis – Jenis Kendaraan Umum Menuju Desa Ketep (a) angkot, (b) bus sedang, (c) bus besar, (d) ojek ................................................................................. ...
22
5.
Peta Sirkulasi Eksisting pada Tapak .................................... ...
23
6.
Peta Zonasi Kemiringan Tanah ............................................ ...
28
7.
Peta Tata Guna Lahan pada Tapak ...................................... ...
29
8.
Hidrologi pada Tapak (a) Kondisi Mata Air pada Tapak, (b) Pipa-Pipa Penyalur Air Bersih ...........................................
34
9.
Potensi Objek dan Atraksi Wisata di Dusun Ketep (a) kebun strawberi, (b) kios tanaman hias …………..……....
44
10. Potensi Objek dan Atraksi Wisata Tanaman Tomat ………...
45
11. Atraksi Memberi Makan Ternak Sapi ……………………….
46
12. Proses Pembuatan Konsentrat Pakan Ternak ………………..
47
13. Atraksi Pendukung Agrowisata di Desa Ketep (a) ketoprak, (b) muludan ……………………………..……...
48
14. Zona Pengembangan Agrowisata di Desa Ketep ………….....
53
15. Konsep Pengembangan Ruang pada Tapak
.........................
56
16. Konsep Sirkulasi pada Tapak …………………………..…….
58
17. Rencana Pengembangan Ruang dan Sirkulasi …………….....
60
18. Ilustrasi Aktivitas di Ruang Tanaman Hias dan Buah (a) kios tanaman strawberi, (b) aktivitas memetik buah (c) kios tanaman hias, (d) kebun strawberi…………..………..
61
19. Aktivitas Pembuatan Konsentrat ………..................................
62
20. Artaksi Agrowisata di Ruang Sayuran (a) pembibitan, (b) pemanenan tomat …………..…………....
63
21. Ilustrasi Aktivitas Pengunjung di Ruang Peternakan (a) memerah susu, (b) membuat bio gas (c) membuat kompos, (d) memeberi makan ternak………...…
64
22. Ilustrasi Gapura Selamat Datang ………...................................
65 xiv
23. Ilustrasi Fasilitas pada Ruang Pelayanan (a) tempat parkir, (b) gedung pengelola, (c) restoran, (d) saung ………....................................................
72
24. Ilustrasi Jalan Primer pada Tapak ………................................
73
25. Rencana Lanskap Agrowisata di Desa Ketep ………..............
77
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Persepsi dan Preferensi pengunjung .......................................
84
2.
Kriteria Penilaian PKM ...........................................................
86
3.
Kuesioner Pengunjung ............................................................
87
4.
Hubungan Antar Ruang ...........................................................
92
5.
Kalender Musim Dan Pola Tanam Dominan Desa Ketep Dan Banyuroto .................................................. ...
92
xvi
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia
telah
mengalami
perubahan
paradigma
dalam
konsep
pembangunan nasionalnya. Hal itu terjadi sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut menerangkan dengan jelas tentang perubahan konsep perencanaan, pengelolaan sumberdaya dan kelembagaan baik di tingkat pusat dan daerah. Dari sanalah kata desentralisasi atau yang lebih populer dengan otonomi daerah kita kenal dimana pemerintah daerah memerankan semua fungsi pengelolaan wilayah baik administrasi maupun pembangunannya. Diharapkan dengan lahirnya otonomi daerah tersebut, daerah dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya berdasarkan nilai-nilai lokal. Secara umum setiap daerah di Indonesia berusaha untuk mengembangkan seoptimal mungkin potensinya yang salah satunya adalah sektor pariwisata. Salah satu sumberdaya wisata yang sangat potensial adalah wisata berbasis pada sumberdaya alam termasuk lanskap perdesaan dan pertanian yang memiliki kekayaan dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan serta adat dan budaya lokal yang menyertainya. Basis pengembangan ini sangat vital mengingat sebagian besar wilayah Indonesia masih berupa perdesaan yang didominasi oleh akivitas pertanian dengan segala tradisi budayanya. Kondisi tersebutlah yang memiliki nilai atraktif dan turistik yang berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Salah satu daerah yang sedang mengembangkan sektor pariwisatanya adalah Desa Ketep. Desa yang berada di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang ini merupakan salah satu bagian dari Agropolitan Merapi Merbabu yang telah berkembang menjadi kawasan wisata yang populer. Objek utamanya adalah fenomena keunikan yang dimiliki oleh Gunung Merapi dan Merbabu. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala dalam mengembangkan kawasan ini seperti kerentanan kawasan terhadap potensi tanah longsor dari rombakan material vulkanik yang tinggi dan kawasan merupakan daerah rawan bencana bahaya satu yang termasuk ke dalam daerah yang harus diwaspadai. Selain itu
2
kawasan ini belum memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi serbuan pengunjung akibat adanya Ketep Pass yang memiliki dampak positif dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dan negatif seperti masalah sampah, limbah, tata guna lahan dan kerusakan lingkungan (DPTR Jateng, 2004) Pada dasarnya, daerah ini merupakan daerah pertanian yang subur yang juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah wisata pertanian (agrowisata). Hal itu juga didukung dari terpilihnya kawasan ini menjadi penerima Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) pada tahun 2005. Prima Tani merupakan program dari Balitbang Departemen Pertanian yang berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara
Balitbang Pertanian sebagai
penghasil
inovasi
dengan lembaga
penyampaian inovasi (delivery system) maupun pelaku agribisnis (receiving system) pengguna inovasi. Program ini bertujuan mempercepat waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan Balitbang Pertanian serta memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna (Deptan, 2005). Pengembangan Agrowisata berbasis ecovillage di Desa Ketep merupakan pendekatan yang ideal dikembangkan untuk menjembatani setiap potensi dan permasalahan yang ada di sana. Ecovillage merupakan sebuah konsep permukiman berskala manusia dengan fitur-fitur yang lengkap dimana kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam tidaklah destruktif dalam rangka mendukung pembangunan manusia yang sehat dengan tetap mempertahankan lingkungan yang lestari dalam waktu yang tak terbatas. Konsep ini bertujuan menciptakan lingkungan ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan gaya hidup yang lestari dengan memiliki landasan spiritual (Nurlaelih, 2005) dimana hal tersebut dibutuhkan untuk memberikan keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan daya dukung alam. Dalam pelaksanaannya, konsep ini akan memposisikan masyarakat sebagai basis dari pengembangannya. Masyarakat akan berperan sebagai subyek sekaligus objek dari agrowisata tersebut sehingga kepemilikan terhadap agrowisata akan meningkat. Keterlibatan tersebut dapat tercermin dari pola
3
kehidupan mereka yang selalu menjaga dinamisasi dan keharmonisan antar sesama dan juga selalu menerapkan pola-pola pertanian konservatif atau pola pertanian yang mampu menjaga kelestarian lahan pertanian sebagai penyedia kebutuhan mereka. Pengembangan daerah wisata harus memperhatikan keaslian dan lokalitas dari seluruh sumberdaya alam dan budaya serta lingkungan agar tak terjadi degradasi (Bunn dalam Yuzni, 1994). Dengan begitu, peningkatan konservasi lingkungan,
estetika
dan
keindahan
alam,
memberikan
nilai
rekreasi,
meningkatkan kegiatan ilmiah dan ilmu pengetahuan dan juga ekonomi melalui peningkatkan pendapatan, peningkatkan standar hidup dan menstimulus sektorsektor produktivitas ekonomi dapat terwujud (Tirtawinata, 1996). Melalui identifikasi dan perencanaan agrowisata perdesaan berbasis ecovillage ini diharapkan potensi agrowisata yang ada di Desa Ketep dapat berkembang dan lestari.
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi dan menganalisis keberlanjutan lanskap pertanian dan perdesaan berbasis ecovillage.
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis potensi objek dan atraksi wisata.
3.
Merencanakan lanskap agrowisata perdesaan berbasis ecovillage.
1.3 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat sebagai berikut : 1.
Menjadi masukan dan pertimbangan bagi masyarakat dan pemerintah Kabupaten Magelang untuk pengembangan agrowisata perdesaan yang berkelanjutan.
2.
Menjadi bahan pertimbangan dalam usaha melestarikan lanskap perdesaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
4
1.4 Kerangka Pikir Desa Ketep merupakan salah satu desa yang memiliki lanskap pertanian dan perdesaan yang bagus. Desa ini berada pada ketinggian 1.100 mdpl dengan variasi kemiringan yang beragam. Karakter perbukitan yang kuat makin tercermin dari alur sengkedan yang berada pada lahan-lahan pertanian penduduk. Pola permukiman yang masih tradisional dengan mengikuti arah ketinggian semakin mempertegas karakter yang dimiliki. Hal itu makin diperindah dengan keberadaan view Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang berada di arah Timur dan Selatan desa meskipun terdapat bahaya yang menyelimutinya disela-sela keindahan tersebut. Karakter lain yang bisa ditemukan pada desa ini adalah orisinalitas kehidupan masyarakat setempat. Masyarakat desa pada umumnya memiliki adat istiadat masyarakat jawa yang hingga kini masih mereka pegang teguh seperti penggunaan bahasa daerah, kesenian tradisional, pemukiman penduduk, dan juga tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, aktivitas ekonomi yang berbasis dari hasil bumi atau pertanian yang berlangsung dimasyarakat juga selalu memperhatikan prinsip-prinsip kekeluargaan. Ada hubungan yang sangat erat antara karakter lanskap pertanian tersebut dengan karakter sosial, ekonomi dan budaya pada desa ini. Hal itu diketahui dengan adanya hubungan yang saling mempengaruhi dan melengkapi antar keduanya. Karakter lanskap pertanian yang berbuki-bukit mempengaruhi masyarakat dalam pola bercocok tanam dan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut tepatnya dalam menghidupkan kegiatan ekonomi dan bermasyarakat yang berbasis pertanian. Sedangakan karakter sosial, ekonomi dan budaya yang lebih dinamis akan selalu memberikan pengaruh terhadap pola-pola penggunaan lahan pertanian yang ada disetiap waktunya. Keduanya sangat menarik dan berpotensi untuk dijadikan daerah wisata tepatnya wisata berbasis pertanian. Oleh karena itu, Desa Ketep membutuhkan suatu perencanaan yang bisa mengakomodasi potensi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan keduanya. Untuk mewujudkan hal itu, maka perlu dilakukan analisis kedua karakter tersebut. Analisis yang diperlukan yaitu analisis biofisik, sosial ekonomi dan potensi objek serta atraksi wisata yang keseluruhannya dibingkai dengan konsep
5
ecovillage. Setelah hal itu terpenuhi barulah perencanaan dapat dilakukan yang meliputi ruang, tata hijau, aktivitas, sirkulasi dan sarana yang dibutuhkan. Kerangka pemikiran penelitian tersebut tertuang selengkapnya pada Gambar 1.
Lanskap pertanian dan perdesaan
Karakter sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
Karakter lanskap pertanian dan perdesaan
Analisis bio-fisik, sumberdaya alam dan lingkungan berbasis ecovillage
Analisis potensi objek dan atraksi wisata
Analisis keberlanjutan masyarakat dan sosial ekonomi
Sintesis Konsep pengembangan agrowisata
Perencanaan lanskap agrowisata perdesaan berbasis ecovillage Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu. Suatu perjalanan dianggap sebagai perjalanan wisata bila memenuhi tiga persyaratan yang diperlukan yaitu harus bersifat sementara, harus bersifat sukarela dalam arti tidak terjadi karena dipaksa, dan tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah ataupun bayaran (Yoeti, 1997). Pada garis besarnya, definisi tersebut menunjukkan bahwa kepariwisataan memiliki arti keterpaduan yang keduanya dipengaruhi oleh faktor permintaan dan faktor ketersediaan. Faktor permintaan terkait oleh permintaan pasar wisatawan domestik dan mancanegara. Sedangkan faktor ketersediaan dipengaruhi oleh transportasi, atraksi wisata dan aktifitasnya, fasilitas-fasilitas, pelayanan dan prasarana terkait dengan informasi serta promosi. Dari sanalah kebijakan terkait pengembangan pariwisata sangat diperlukan guna menjembatani keduanya (Yoeti, 1997). Salah satu jenis pariwisata yang berkembang saat ini adalah agrowisata. Menurut Bapenas (2004) agrowisata dapat diartikan sebagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan diantaranya adalah kebun raya, perkebunan, budidaya tanaman pangan dan hortikultura, perikanan dan peternakan (Tirtawinata, 1996). Agrowisata
pada
prinsipnya
merupakan
kegiatan
industri
yang
mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ke tempat wisata diselenggarakan. Aset penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari hal tersebut, masyarakat setempat perlu diajak untuk menjaga keaslian, kenyamanan dan kelestarian lingkungan (Subowo, 2002).
7
Agrowisata dapat memberikan dampak yang positif bagi lingkungan dan masyarakat. Diantara manfaat tersebut yaitu meningkatkan konservasi lingkungan, meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, memberikan nilai rekreasi, meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan serta mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dari sebuah agrowisata diantaranya jalan menuju lokasi, pintu gerbang, tempat parkir, pusat informasi, papan informasi, jalan dalam kawasan agrowisata, shelter, menara pandang, pesanggrahan, sarana penelitian, toilet, tempat ibadah dan tempat sampah (Tirtawinata, 1996).
2.2 Desa Desa menurut Undang–Undang Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004 didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa dibentuk dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan syarat lain sesuai dengan peraturan Menteri Dalam Negeri (Depdagri, 2007). Desa-desa yang berkumpul akan membentuk apa yang disebut kawasan perdesaan. Menurut UU No 24 Tahun 1994, Kawasan Perdesaan didefinisikan sebagai suatu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Deppu, 2007). Setiap desa memiliki faktor pengikat berupa wilayah, politik desa, tokoh masyarakat, agama atau aliran agama dan leluhur atau makam serta ekonomi bersama. Kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan pada umumnya menyatu dengan kegiatan sehari-harinya dimana rumah tangga di perdesaaan membagi suatu kegiatan nafkah dalam suatu kemampuan dukungan sosial yang beragam untuk dapat bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya. Terdapat ketergantungan antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam dalam kegiatan perekonomiannya (Hapsari, 2007).
8
2.3 Lanskap Perdesaan Lanskap perdesaan merupakan gabungan antara lanskap yang dikelola dan lanskap yang alami yang berada di desa. Lanskap tersebut tidak hanya menggambarkan bagian dari muka bumi yang tidak hanya dihuni untuk permukiman tetapi juga mampu mempreservasi lingkungan yang alami. Sumber daya alami, makanan dan habitat satwa liar mampu disediakan oleh lanskap ini yang memungkinkan manusia untuk hidup dilingkungan ekologi yang sangat beragam (Deppu, 2005). Pada umumnya, lanskap perdesaaan di Indonesia didominasi oleh ladang, sawah, kebun campuran, kebun buah dan kumpulan ternak yang digembalakan pada berbagai ketinggian (Brscic, 2005). Lanskap tersebut akan tampak berbeda antara dataran tinggi dengan rendah. Pada dataran rendah, dominasi lahan persawahan dengan hamparan tanaman dataran rendah akan terlihat jelas dimana pemukiman penduduk akan berada di tengah-tengah lahan tersebut. Sedangkan pada dataran tinggi, bentukan lanskap akan didominasi oleh tegalan atau kebun campuran dan juga hutan dimana pola permukiman penduduk akan tersebar mengikuti letak kemiringan. Baik pada dataran rendah ataupun dataran tinggi, keduanya memiliki pemandangan yang indah sebagai kesatuan lanskap dengan segala kesatuan unsur-unsur pembentuk lanskap tersebut.
2.4 Desa Berkelanjutan (ecovillage) Ecovillage adalah permukiman berskala manusia dengan fitur-fitur yang lengkap dimana kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam tidaklah destruktif dalam rangka mendukung pembangunan manusia yang sehat serta berhasil tetap lestari dimasa depan dalam waktu tak terbatas (GEN, 2007). Ecovillage memiliki tujuan untuk menciptakan lingkungan ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan gaya hidup lestari dengan memiliki landasan spiritual. Tujuan tersebut ditopang oleh prinsip ecovillage yang didasarkan pada modal infrastruktur yang ramah lingkungan, bangunan yang mandiri, energi yang terbarukan, pertanian berkelanjutan dan memiliki tujuan mencapai habitat yang berkelanjutan. Nila-nilai tersebut disatukan dengan melakukan pemusatan sistem dan sumber tenaga, air dan sanitasi sehingga skala pemukiman masyarakat ecovillage akan berupaya
9
mencari masyarakat dengan ukuran populasi kecil sehingga dampak ekologi yang ditimbulkan pun juga minimal (Nurlaelih, 2005). Ecovillage diwujudkan dalam bentuk cara hidup yang didasarkan pada pemahaman mendalam bahwa makhluk hidup dengan segala sesuatu akan saling berhubungan. Berdasarkan filosofi ini ecovillage dibagi kedalam 3 konsep yaitu ekologi, sosial dan spiritual. Global Ecovillage Network (2007) menerangkan bahwa konsep ecovillage pada aspek ekologi dipahami dengan : 1.
Mengadakan perbaikan dan pelestarian lingkungan alam
2.
Membangun tempat tinggal dengan bahan, metode dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan berasal dari sumber daya lokal
3.
Memaksimalkan produksi pangan lokal organik untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
4.
Melakukan kegiatan daur ulang barang konsumsi
5.
Memaksimalkan efisiensi utilitas sumberdaya energi yang dapat diperbaharui
6.
Mengelola limbah dan meminimalkan polusi Selanjutnya, konsep ecovillage pada aspek sosial dipahami dengan :
1.
Bersikap terbuka serta menumbuhkan rasa percaya dan keamanan dalam lingkungan masyarakat
2.
Mengutamakan kebebasan dalam menerima dan menyampaikan gagasan
3.
Menciptakan jaringan komunikasi yang efektif
4.
Saling membantu dan berbagi barang kebutuhan hidup dan sumberdaya
5.
Menekankan pelayanan kesehatan pada kegiatan pencegahan, baik kesehatan fisik, mental dan spiritual
6.
Mengutamakan toleransi dalam keragaman
7.
Mengandalkan musyawarah dan diskusi dalam membuat keputusan atau penyelesaian konflik
8.
Pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan kelompok marjinal
9.
Pemusatan kegiatan pendidikan secara menyeluruh
10. Menciptakan perekonomian lokal yang mampu bersaing dan berdampak minimal terhadap lingkungan
10
Konsep ecovillage pada aspek spiritual dipahami dengan : 1.
Warisan seni dan budaya masyarakat terus dipertahankan sebagai jati diri masyarakat
2.
Ungkapan kreativitas, nilai seni, budaya, keagaman dan nilai-nilai kepercayaan dihargai sebagai bagian dari masyarakat
3.
Perasaan bersatu dan saling mendukung dalam kesenangan dan kesulitan
4.
Rasa hormat dan dukungan kespiritualan yang dinyatakan dalam banyak cara
5.
Kesepakatan dan visi bersama menyatakan komitmen terhadap warisan budaya, perdamaian dunia serta pembangunan manusia yang sehat
6.
Kemampuan untuk bertahan dan bereaksi positif dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun luar masyarakat
7.
Pemahaman akan adanya ikatan dan saling ketergantungan antara manusia dengan sesamanya serta semua untur kehidupan di bumi
2.5 Konsep Keberlanjutan dalam Lanskap Pembangunan
yang berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya
memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa membahayakan generasi yang akan datang. Keberlanjutan selalu mengacu kepada pembangunan sistem ekologi, ekonomi dan sosial yang akan meningkatkan kehidupan tapi disisi yang lain tidak menghabiskan sumberdaya alam yang sangat terbatas. Untuk mencapainya maka pembangunan yang anti-lingkungan harus diganti dengan pembangunan yang ramah lingkungan baik fisik maupun sosial budaya (Sumarwoto, 2000). Lanskap berkelanjutan pada umumnya menggambarkan suatu lanskap yang mendukung kualitas lingkungan dan pemeliharaan kehidupan alami. Lanskap yang dirancang dengan prinsip keberlanjutan dapat memberi keuntungan diantaranya keindahan, kerusakan lingkungan yang menurun, penggunaan yang efektif terhadap air, ketersediaan habitat satwa liar, penghematan dalam penggunaan energi dan tenaga kerja (Nurlaelih, 2005). Pada lanskap perdesaan dan pertanian, pendekatan baru untuk membangun pertanian didasarkan pada sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam jangka panjang. Secara operasional, hal ini dapat diwujudkan dengan
11
penerapan Sistem Pertanian Konservasi (SPK). Sistem Pertanian Konservasi adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan tindakan konservasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang ada dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut terus menerus. Oleh sebab itu dalam SPK akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut (Sinukaban, 2007): 1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah untuk melajutkan usahanya 2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat merncanakan masa depan keluarganya 3. Teknologi yang diterapkan baik produksi maupun konservasi dapat diterapkan sesuai kemampuan petani dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat dan akan diteruskan oleh petani. 4. Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima petani dan laku di pasar 5. Laju erosi dalam batas minimal atau dibawah laju erosi yang ditoleransi 6. Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan dalan jangka panjang dan menggairahkan petani untuk berusaha tani Usaha untuk mencapai lanskap berkelanjutan dapat dilakukan dengan merancang sedemikian rupa dengan memperhatikan prinsip estetika, prinsip fungsional dan prinsip lingkungan. Prinsip estetika ditekankan kepada aksen, kontras, harmoni, repetisi dan kesatuan. Prinsip fungsional diarahkan kepada rancangan yang dapat digunakan dan menambah kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Sedangkan prinsip lingkungan diarahkan pada perbaikan iklim mikro, peningkatan keragaman hayati, penurunan input sumberdaya dan input sumber daya yang terbuang dan pengefektifan daur ulang (Rodie dan Streich dalam Nurlaelih, 2005).
12
2.6 Perencanaan Kawasan Agrowisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan penataan suatu kawasan (Simond, 1983). Penataan dilakukan untuk memperbaiki suatu kawasan yang sudah mulai rusak yang didalamnya memuat rumusan dan berbagai tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Penataan berorientasi pada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu bentuk social good dan umumnya dikategorikan juga sebagai pengelolaan. Perencanaan wisata dalam hal ini agrowisata yang baik dapat membuat kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan sensitif terhadap lingkungan dan dapat diintegrasikan dengan komunitas yang meminimalkan dampak negatifnya (Gunn , 1994). Perencanaan yang baik menurut Simond (1983) harus melindungi badan air dan menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber mineral, meminimalkan erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup bagi rekreasi dan suaka margasatwa serta melindungi tempat yang memiliki nilai keindahan dan ekologi. Oleh karena itu perencanaan dan penataan kawasan wisata sebaiknya dilakukan secara menyeluruh termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumberdaya yang cocok untuk wisata, perkiraan terhadap dampak lingkungan, perubahan tata guna lahan serta dampaknya (Dahuri dalam Yuzni, 2001) Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut. Perencanaan tersebut dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu: 1.
Pendekatan sumberdaya yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya.
2.
Pendekatan aktivitas yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan yang dapat disediakan pada masa yang akan datang.
13
3.
Pendekatan ekonomi yaitu penentuan tipe, jumlah dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4.
Pendekatan perilaku yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia.
14
III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian berada di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2009 sampai bulan Oktober 2009. Pengumpulan data dilakukan selama 2 minggu di lapangan. Selanjutnya, kegiatan analisis dan pengolahan data dilaksanakan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga.
Desa Ketep
Tanpa Skala
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
15
3.2 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti metode Gold (1980). Proses perencanaan dilakukan melalui pendekatan sumber daya dan aktivitas yang menjadi acuan dalam pengumpulan data. Dengan digunakannya kedua pendekatan tersebut diharapkan terjadi keterpaduan dalam merencanakan kawasan Ketep menjadi kawasan agrowisata. Alur proses tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Proses Perencanaan Lanskap No Tahapan 1 Persiapan
2
Inventarisasi
3
Analisis
4
Sintesis
5
Perencanaan
Keterangan KONSEP AWAL : Tujuan Studi Konsep Dasar Fungsi ASPEK BIOFISIK : Letak geografis, luas, batas tapak Aksesibilitas Iklim Tanah Vegetasi dan satwa Hidrologi Akustik dan visual Fasilitas ASPEK SOSIAL : Keadaan sosial ekonomi masyarakat Tingkat keberlanjutan masyarakat Objek dan atraksi agrowisata Tempat-tempat rekreasi lainnya Kebutuhan pengunjung Kebutuhan pengelola Peraturan dan kebijakan ANALISIS ELEMEN : Potensi Kendala Amenity Danger ALTERNATIF PENGEMBANGAN : Konsep Ruang Konsep Sirkulasi Konsep Tata Hijau Konsep Fasilitas dan Aktivitas REKOMENDASI PERENCANAAN : Rencana Sirkulasi Rencana Ruang dan aktivitas Rencana tata Hijau Rencana Fasilitas
16
Tabel tersebut menerangkan bahwa metode ini terbagi menjadi 5 tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis dan perencanaan. Setiap tahap memiliki poin-poin tertentu yang merupakan syarat wajib bagi tahap selanjutnya.
gateway
circulation
community
linkage
attraction
Gambar 3. Model Zona Tujuan Wisata Dalam melakukan pengembangan konsep ruang, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Gunn (1997) seperti pada Gambar 3. Menurut Gunn tahapan penting dalam merencanakan daerah wisata yaitu merencanakan sirkulasi, jalan masuk, masyarakat, keberpaduan dan atraksi. Perencanaan sirkulasi dimaksudkan untuk membentuk sitem awal bagi kemudahan mengakses tapak. Jalan masuk direncanakan selanjutnya yang akan menentukan proses awal dari perjalanan wisata tersebut. Perencanaan berikutnya adalah masyrakat sebagai objek sekaligus subjek dari agrowisata yang diinginkan. Keterpaduan merupakan suatu perencanaan untuk saling menghubungkan antara atraksi yang ada. Terakhir yaitu merencanakan atraksi yang merupakan bentuk kegiatan yang mampu menarik minat pengunjung.
3.2.1 Persiapan Tahap ini berisikan tentang perumusan masalah, penetapan tujuan dan pemilihan lokasi penelitian. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposif) yang diarahkan
kepada desa yang mendapatkan Primatani dari
Departemen Pertanian yaitu Desa Ketep di Kecamatan Sawangan, Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang.
3.2.2 Pengumpulan Data (inventarisasi) Pengumpulan data dilakukan berdasarkan kebutuhan penelitian. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder seperti pada Tabel 1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumbernya atau hasil observasi di lokasi penelitian
yang
didapat
melalui
pengamatan
atau
wawancara
dengan
menggunakan kuesioner yang terstruktur pada responden yang terkait langsung
17
dengan penelitian tersebut. Sedangkan data sekunder didapat dengan melakukan studi literatur dari pustaka yang ada ataupun berupa data-data yang berasal dari lembaga tertentu yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
3.2.3 Analisis Data Tahap ini merupakan proses penyusunan karakter Desa Ketep di Kecamatan Sawangan yang meliputi potensi, kendala, amenity dan danger. Aspek yang dianalisis yaitu aspek biofisik dan sosial masyarakat. Kedua aspek ini akan dianalisis dengan penilaian CSA (Community Suistainability Assesment) yang berasal dari GEN (Global Ecovillage Network). CSA merupakan penilaian keberlanjutan masyarakat dari suatu daerah berdasarkan aspek ekologi, sosial dan spiritual. Penilaian ini dilakukan pada data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner CSA dan pengamatan langsung selama di lapang. Hasil akhir CSA berupa skor yang akan mendeskripsikan akan tingkat keberlanjutan dari suatu masyarakat dan lingkungannya serta memberikan karakteristik lanskap dari suatu kawasan. Hal ini berguna bagi perencana dalam menentukan bentuk pengembangan perencanaan terhadap kawasan yang diteliti. Selain menggunakan CSA, penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif yang juga ditujukan kepada kedua aspek tersebut. Proses analisis ini menggunakan literatur dalam menganalisis data primer dan sekunder terkait dengan tapak yang berasal dari lembaga ataupun dari lapang. Hasil analisis ini dapat berupa gambar spasial ataupun kesimpulan kecil sebagai jawaban dari titik kritis potensi, kendala, amenity dan danger yang ada di tapak.
Data yang
digunakan untuk dianalisis yaitu peta kemiringan lahan dan peta tata guna lahan. Bentuk penilaian dilakukan bedasarkan Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Kemiringan Lahan Kelas Kemiringan (%) Kesesuaian Nilai A 0–3 Sesuai 2 B 3–8 Sesuai 2 C 8 – 15 Kurang sesuai 1 D 15 – 45 Kurang sesuai 1 E > 45 Tidak sesuai 0 Sumber : Hardjowigeno (2007)
18
Tabel 3. Kriteria Penilaian Dalam Analisis Tata Guna Lahan Penggunaan Lahan Kesesuaian Nilai Kebun Sesuai 2 Permukiman Sesuai 1 Semak Belukar Kurang sesuai 0 Sumber : Hardjowigeno (2007)
Untuk melengkapi hasil kedua analisis diatas maka penelitian ini juga melibatkan analisis salah satu aspek sosial yang penting yaitu opini dan keinginan pengunjung. Hal ini sangat penting mengingat pengunjung merupakan salah satu aspek penting dalam sektor pariwisata. Analisis dilakukan terhadap data hasil penyebaran kuesioner kepada 30 pengunjung tapak yang selanjutnya disusun untuk mendapatkan nilai tertinggi berdasarkan aspek telah ditentukan yang selanjutnya dijadikan kesimpulan kecil yang mewakili pengunjung secara keseluruhan. Hasil analisis ini pun berguna bagi perencana untuk melihat keinginan pengunjung terhadap tapak yang nantinya dijadikan pijakan dalam melakukan pengembangan.
3.2.4 Sintesis Sintesis merupakan tahap untuk memadukan setiap hasil analisis yang telah didapat sebelumnya. Hasil analisis yang berupa gambar spasial akan disintesiskan dengan cara meng-overlay-kan peta tematik hasil dari analisis data sehingga didapatlah zonasi ruang/block plan tertentu sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pengembangan agrowisata. Peta hasil analsisi yang dioverlay-kan yaitu peta kemiringan lahan dan peta tata guna lahan. Sedangkan hasil sintesis yang berupa deskripsi berdasarkan literatur akan dijabarkan lebih rinci dan tersusun dengan penambahan solusi serta saran pengembangan terhadap titik kritis yang dimiliki baik potensi, kendala, amenity dan danger yang ada. Proses sintesis ini pada akhirnya memunculkan sebuah ide awal atau konsep yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam melakukan tahap perencanaan. Konsep ini mengacu pada potensi kawasan beserta segala permasalahannya. Konsep utama pengembangan akan mengacu pada upaya mendukung pertumbuhan kawasan sekaligus sebagai linkage dengan keberadaan potensi kawasan lainnya. A Dialogue Lanscape akan menjadi batasan untuk menjembatani perentangan pertentangan dalam kepentingan dan pemanfaatan
19
lahan yang ada di Desa Ketep. Konsep ini sudah sesuai dengan konsep ekovillage yang mengedepankan keseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan pemanfaatan yang dikehendaki.
3.2.5 Perencanaan Perencanaan kawasan agrowisata merupakan tahap terakhir dari penelitian ini. Proses ini merupakan perealisasian hasil sintesis baik berupa block plan kawasan dan juga sintesis berupa deskripsi yang lebih rinci untuk kemudian dilakukan pengembangan dan penataan kawasan agrowisata dengan menggunakan konsep ecovillage. Selain hasil analisis dan sintesis yang nantinya mempengaruhi produk perencanaan, kemampuan berkreasi, imajinasi dan inovasi dari perencana juga menjadi faktor penting dalam merumuskan perencanaan tersebut baik dalam bentuk master plan.
3.3 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi hingga penyusunan rencana penataan agrowisata perdesaan yang berkelanjutan berdasarkan karakter lanskap, lingkungan dan sosial ekonomi di daerah penelitian.
3.4 Bentuk Hasil Studi Ada dua bentuk hasil studi yang dihasilkan dari skripsi ini yaitu rencana tertulis dan rencana grafis. Rencana tertulis adalah perencanaan agrowisata yang dituangkan secara teoritis yang menjelaskan konsep perencanaan tapak dari awal hingga akhir. Hal itu meliputi deskripsi konsep tata ruang, tata hijau, tata rekreasi, edukasi, fasilitas dan sirkulasi. Rencana grafis adalah rencana yang dituangkan dalam bentuk model ataupun gambar yang menjelaskan rencana tertulis secara visual. Hal itu meliputi rencana tata ruang yang menggambarkan fungsi ruang dan aktivitas, rencana tata sirkulasi yang menghubungkan antar ruang fungsional, rancana tata letak fasilitas dan rencana lanskap.
20
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Analisis Tapak merupakan bagian dari lanskap dalam bentuk alami atau buatan dengan ukuran dan karakter yang beragam serta dapat bersifat statis ataupun dinamis. Dua aspek penyusun tapak adalah aspek biofisik dan sosial yang keduanya saling mempengaruhi. Aspek biofisik dibentuk oleh iklim, tanah, vegetasi dan satwa, topografi, hidrologi, sense quality, tata guna lahan, fasilitas dan utilitas. Selanjutnya, aspek sosial dibentuk oleh kependudukan, opini dan keinginan pengguna tapak itu sendiri.
4.1.1 Aspek Biofisik 4.1.1.1 Letak geografis, luas, dan batas tapak Secara geografis, Desa Ketep berada pada 110o 21’50”BT-110o23’20”BT dan 7o29’10”LS-7o31’0”LS (Bakosurtanal, 2001). Daerah ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Ketep berbatasan dengan Desa Wulunggunung di sebelah Utara, Desa Banyuroto di sebelah Timur, Desa Wonolelo di sebelah Selatan dan Desa Kapuhan di sebelah Barat. Batas di sebelah Utara dan Selatan merupakan batas alam yang terdiri dari ladang-ladang penduduk yang diselingi tanaman besar yang berkelompok. Sedangkan batas sebelah barat dan timur, batas wilayah terlihat jelas dengan adanya gapura desa di sebelah barat dan gapura Desa Banyuroto di sebelah timur terutama pada jalan menuju masuk desa. Tetapi meskipun demikian, pada kanan kiri dari jalan tersebut batas desa sudah kembali tersamarkan dengan banyaknya ladang milik penduduk. Untuk itu diperlukan gapura penanda terutama pada perbatasan Desa Ketep dengan Desa Kapuhan dan Desa Ketep dengan Desa Wonolelo agar keberadaan desa lebih mudah untuk dikenali. Desa dengan luas 418.925 ha dan berada pada ketinggian 1.110-1.125 mdpl ini merupakan salah satu desa yang dilalui oleh Jalur Solo-Selo-Borobudur yang sering dilalui kendaraan dari Boyolali ke Magelang atau sebaliknya. Desa Ketep yang terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Ketep, Dusun Dadapan, Dusun
21
Gondang Sari, Dusun Gintung dan Dusun Puluhan ini pun memiliki bentang alam lahan pertanian yang luas dan panorama alam yang bagus sehingga dapat mendukung berkembangnya tapak sebagai kawasan agrowisata.
4.1.1.2 Aksesibilitas Desa Ketep berada pada jalur penting Solo-Selo-Borobudur. Ibu kota kecamatan, Tlatar, berjarak 5,3 km dari desa ini. Jarak Desa Ketep dengan ibukota kabupaten (Mungkid) adalah 24 km sedangkan dengan ibukota provinsi (Semarang) adalah 102 km. Waktu yang dibutuhkan untuk menuju ibukota kecamatan adalah 15 menit dan satu jam untuk mencapai ibukota kabupaten (DSPM Jateng, 2007). Pengunjung dapat mencapai desa ini dengan berbagai jenis kendaraan baik angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Kendaraan umum yang tersedia berupa angkot sedangkan angkutan pribadi yang memungkinkan untuk melalui Ketep yaitu sepeda motor, mobil dan bus dengan ukuran sedang serta besar. Pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi dapat mencapai desa tersebut melalui ketiga jalur yang ada. Apabila menggunakan kendaraan umum, pengunjung dapat menumpang kendaraan umum (angkutan perkotaan) seperti pada Gambar 5 dari Pasar Talun menuju Desa Banyuroto atau Pasar Jrabat sekitar 30 menit perjalanan. Sebelum mendapati angkutan tersebut pengunjung harus menumpang terlebih dahulu angkutan kota dari arah pertigaan simpang Ketep (Blabak) menuju Tlatar sekitar 30 menit perjalanan. Kendaraan umum tersebut hanya tersedia bagi pengunjung yang menggunakan jalur Barat. Secara umum jalan yang ada telah beraspal terutama jalan kabupaten yang membelah kedua desa tersebut. Lebar badan jalan sudah mencapai 6-8 meter pada jalan kabupaten. Sedangkan pada jalan desa hanya berkisar antara 4-5 meter. Jalan-jalan desa yang ada juga relatif bagus meskipun belum teraspal. Jalan-jalan ini sangat penting mengingat jalan ini adalah jalur produksi bagi warga. Selain itu keberadaan jalan ini
juga menjadi
vital
untuk
dipertahankan
bahkan
dikembangkan karena dari sanalah ide pengembangan lanskap ini dalap dimunculkan. Ilustrasi kondisi jalan dan jenis angkutan umum dari penjelasan di atas dapat dilihat pada Gambar 4.
22
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 4. Jenis - Jenis Kendaraan Umum Menuju Desa Ketep (a) angkot, (b) bus sedang, (c) bus besar, (d) ojek Meskipun akses jalan menuju desa sudah bagus tetapi ada beberapa faktor yang mengakibatkan jalan menjadi rawan kecelakan. Hal itu dapat kita lihat dari hasil analisis kondisi jalan pada Tabel 4. Dari sana kita dapat menduga bahwa faktor topografi menjadi salah satu faktor yang menentukan mengingat jalan akan berkelok, naik turun dan bertikungan curam sehingga memungkinkan kendaraan hilang kendali. Selain itu kondisi jalan yang belum memiliki pedestrian dan lampu jalan juga menambah rawan jalan ini jika kabut telah turun. Oleh karena itu penambahan fasilitas jalan seperti rambu-rambu lalu lintas, lampu penerangan, pedestrian dan dinding pembatas jalan sangat diperlukan guna meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna tapak. Desa Ketep dapat diakses melalui tiga jalur seperti yang tertera pada Gambar 5 yaitu jalur barat (melewati ibu kota kecamatan Sawangan), melalui jalur timur (melewati kecamatan Pakis dan Desa Banyuroto) dan melalui jalur selatan (melalui perbatasan Magelang-Boyolali). Jalur barat dapat ditempuh dengan menelusuri jalan provinsi Magelang-Yogyakarta yang dilanjutkan dengan
Tabel 4. Analisis Kondisi Jalan pada Tapak Analsisis Kondisi Jalan
Potensi
1. Akses masuk dan jalur wisatawan
Terdapat 3 akses masuk ke dalam tapak
2. Badan jalan
Dilalui oleh jalan Kabupaten dengan kondisi beraspal
3. Pohon pelindung
4. Fasilitas jalan
Sudah ada beberapa pohon pengarah jalan akan tetapi belum seluruhnya
Kendala Penggunaan alur yang sama antara masyarakat dan wisatawan Tidak adanya pedestrian Jalan desa yang belum beraspal dan sempit
Jalan desa langsung bersentuhan dengan pemukiman
Kurangnya fasilitas pendukung jalan baik jalan utama ataupun jalan desa
Solusi Pemberian gapura penanda di masing-masing pintu masuk desa Penyediaan jalur pedestrian di tempat yang berpotensi untuk pejalan kaki tinggi Pemberian fasilitas pendukung jalan seperti rambu jalan, dan lampu penerangan Pengaspalan jalan atau pemadatan jalan desa serta pelebaran jalan. Penambaha pohon pelindung dan pengarah jalan Penanaman pohon pada jalan di permukiman warga. Pemberian fasilitas pendukung jalan seperti rambu jalan, lampu penerangan, dan papan informasi.
25
jalan kabupaten menuju arah Boyolali pada pertigaan Blabak. Jalur sebelah timur dapat ditempuh dari kabupaten Salatiga ke arah selatan melewati Kecamatan Ngablak dan Pakis. Selain itu desa ini dapat ditempuh melalui jalur selatan yang diawali dari Kabupaten Boyolali yang selanjutnya menelusuri jalur Solo-SeloBorobudur.
4.1.1.3 Iklim Desa Ketep yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Sawangan mempunyai tipe iklim basah dengan pola hujan IIIA. Kondisi iklim terdiri dari 8 bulan basah (Oktober-Mei) dan 4 bulan kering (Juni-September) Suhu rata-rata kawasan adalah 16-18oC (Galih, 2009). Sedangkan curah hujan kawasan ini yaitu 3.310 mm/tahun dengan banyaknya hari hujan 125 hari (BPS, 2007). Berdasarkan ketinggiannya yaitu 1.110-1.250 mdpl menurut klasifikasi Junghun wilayah ini termasuk ke dalam iklim sedang karena daerah ini berada pada ketinggian 600-1.500 mdpl. Berdasarkan hal itu, jenis tanaman yang cocok pada wilayah seperti ini yaitu tembakau, teh, kopi, kakau, kina dan berbagai jenis sayuran. Jenis tanaman seperti ini akan sangat menunjang konsep pengembangan kawasan yang akan dijadikan sebagai agrowisata.
4.1.1.4 Tanah Jenis tanah daerah ini didominasi oleh Andisol dan Inseptisol. Kedalaman solum tanah di wilayah Desa Ketep 50% kurang dari 50 cm dan 50% antara 50100 cm (Deptan, 2005). Andisol merupakan tanah yang memiliki sifat umum yaitu berwarna cokelat sampai hitam, sangat porous, sangat gembur, tidak plastis, tidak lekat, struktur granuler, pH 4,5-6, mengandung bahan organik antara 2-8 %, kejenuhan basa rendah, memiliki KPK tinggi, rendah kadar P dan kelembaban tanah lebih dari 15 %. Sedangkan Inseptisol adalah tanah yang memiliki epipedon okrik dan horison albik (Rachim, 2002). Hal ini menandakan kalau daerah ini tergolong daerah yang subur terutama untuk menunjang kegiatan budi daya tanaman.
26
Kondisi topografi dari Desa Ketep sangat bervariasi. Desa ini tidak memiliki lahan datar. Kondisi itu lebih disebabkan karena letak desa yang berada diperbukitan sehingga corak umum dari kemiringan tanah berkisar antara bergelombang hingga sangat curam. Hal itu dapat diketahui dari Tabel 5 yang merupakan hasil analisis dari data peta topografi Bakosurtanal tahun 2001.
Tabel 5. Persentase Kemiringan Tanah pada Tapak Kelas
Kemiringan (%)
Luas (ha)
A B C D E
0-3 3-8 8 - 15 15 - 45 > 45
0 88,32 108,8 153,709 68,096
Persentase Luas (%) 0 20 30 36 14
Lereng Permukaan datar landai agak miring curam sangat curam
Sumber: Hasil Analisis Tapak (2010)
Tabel tersebut menunjukkan bahwa lahan di Desa Ketep didominasi oleh lahan curam (36%). Hal ini mengindikasikan agar penggunaan area ini tidak seintensif daerah yang lebih landai darinya mengingat area ini sangat mudah longsor. Akan tetapi daerah ini pun memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat persebarannya yang lebih strategis dari pada yang lainnya karena posisinya yang dilalui oleh jalan. Tabel tersebut juga menerangkan bahwa 14% dari luas desa ini terdiri dari lahan sangat curam. Berdasarkan peta tata guna lahan dari Bakosurtanal yang tertera pada Gambar 7, sebagian besar wilayah tersebut terdapat pada lembahlembah yang berada diantara bebukitan desa. Keberadaan daerah ini sangat penting, terutama sebagai daerah resapan air hujan dan pelindung tanah sehingga peluang untuk terjadinya longsor dapat diperkecil. Oleh karena itu daerah ini cocok untuk dijadikan area konservasi yang keberadaannya perlu untuk dipertahankan. Menurut analisis literatur, daerah pada desa ini yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu pada daerah dengan kemiringan landai (3-8%) dan agak miring (8-15%). Pada daerah ini dapat dikembangkan apa saja seperti pemukiman, dan sarana penunjang wisata lainnya seperti bangunan tempat istirahat, tempat duduk-duduk, shelter. Akan tetapi mengingat jumlahnya yang sedikit dan penyebaran yang acak tentu hanya daerah yang dianggap strategislah yang akan
27
dikembangkan. Letak kemiringan dapat dikatakan strategis bila mudah diakses dan memiliki cukup luasan. Pola penyebaran kemiringan lahan pada desa ini dapat dilihat pada Gambar 6. Secara spasial penyebaran zona kemiringan lahan tidak merata atau terpecah-pecah. Pada bagian Barat, desa ini lebih didominasi oleh daerah dengan kelas B (landai). Pada bagian Selatan, desa ini didominasi oleh daerah dengan kelas E dan C. Sedangkan bagian Utara didominasi oleh kelas D. Bagian tengah dari desa didominasi oleh kelas D yang merupakan puncak desa yaitu Ketep Pass. Selanjutnya pada bagian Timur didominasi oleh kelas C dan D mengingat wilayah ini sudah mendekati Desa Banyuroto yang memiliki kemiringan lahan yang landai. Setiap kelas kemiringan dan pola penyebarannya yang tertera pada Gambar 6 memiliki pola penggunahan lahan yang berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut akan tampak jelas jika dilihat dari Gambar 7. Dari gambar tersebut kita dapat mengetahui bahwa penggunaan lahan pada desa ini terbagi menjadi 3 yaitu permukiman, tegalan dan kebun serta semak belukar. Hal ini sesuai dengan data dari BPS Kabupaten tahun 2007. Jika dianalisis lebih jauh dengan meng-overlaykan peta tata guna lahan dengan peta zonasi kemiringan maka kita akan mengetahui bahwa tegalan permukiman pada kelas dan kebun berada pada kelas kemiringan B, C, D lalu permukiman pada kelas keiringan B, C, D serta semak belukar pada kelas kemiringan E. Selain pola penggunaan lahan, kita juga dapat mengetahui luasan dari penggunaan lahan tersebut. Penggunaan lahan merupakan gambaran dari aktivitas warga dalam memanfaatkan lahan yang ada di lingkungan mereka. Secara tertulis luasan penggunaan lahan pada tapak tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Penggunaan Lahan pada Tapak Peruntukan lahan Permukiman Semak belukar Tegalan/kebun Sumber: Hasil Analisis Tapak (2010)
Luas (ha) 20,48 194,56 203,885
Persentase luas (%) 4,88 46,42 48,7
30
Dari data yang ada, proporsi terbesar dari penggunaan lahan pada tapak adalah untuk tegalan dan kebun yaitu seluas 203,885 ha. Ini menunjukkan bahwa alokasi lahan untuk kegiatan produksi dan pencukupan kebutuhan sangatlah tinggi. Selain itu, data tersebut memberitahukan bahwa penggerak utama roda perekonomian masyarakat berasal dari sektor pertanian yang dalam hal ini sangat sesuai dan mendukung dari konsep agrowisata yang akan dikembangkan. Proporsi terbesar kedua dari pola penggunaan lahan adalah semak belukar yaitu seluas 194,56 ha. Data ini menunjukkan bahwa daerah yang tidak bisa bahkan sulit untuk dibangun dan dimanfaatkan juga sangat tinggi. Hal ini terjadi karena area ini memegang peranan penting sebagai pelindung tanah serta daerah resapan air mengingat letaknya yang berada pada lembah-lembah perbukitan. Selain itu akses menuju area ini juga tergolong sulit karena hanya tersedia jalan setapak yang cukup terjal. Jika dibandingkan antara data pertama dengan kedua maka akan terlihat bahwa daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agrowisata tidak jauh berbeda dengan daerah konservasi yang harus dilindungi. Hal ini merupakan sinyal
agar
pengembangan
lanskap
agrowisata
harus
hati-hati
serta
memperhatikan keseimbangan terhadap alam. Secara umum, lahan pada daerah Ketep yang dapat dikembangkan menjadi daerah agrowisata berada pada kelas B, C dan D. Pada lahan subur tersebut memungkin diadakannya bangunan infrastruktur wisata pertanian. Akan tetapi luasan daerah yang digunakan juga sangat ditentukan dari ada atau tidaknya atraksi pada daerah tersebut baik berupa pemandangan ataupun aktivitas masyarakat, potensi dan juga kemudahan akses dalam menjangkau tempat tersebut serta kemungkinan bahaya mengingat daerah ini juga memiliki area konsevasi yang cukup luas dan tersebar.
4.1.1.5 Vegetasi Dan Satwa Vegetasi di Desa Ketep terbagi menjadi dua yaitu tanaman non-pertanian dan tanaman pertanian. Tanaman non-pertanian diantaranya Bambu (Bamboosa vulgaris), Rumput Gajah
(Pennisetum pupureum, Alang-alang
(Imperata
cylindrical), rerumputan dan tanaman liar yang tumbuh di lembah-lembah
31
perbukitan. Sedangkan tanaman pertanian merupakan jenis tanaman budi daya utama yang ditanam pada pekarangan dan tegalan untuk kebutuhan pangan dan produksi. Tanaman tersebut dapat berupa tanaman pangan, hortikultura, obatobatan dan industri. Beberapa jenis tanaman pertanian yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat dapat dilihat pada Tabel 7. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa tanaman pertanian yang terdapat di dalam tapak cukup beragam. Berdasarkan kalender musim dan pola tanam di Desa Ketep dan Banyuroto yang terdapat pada Lampiran 4, dapat ditentukan bahwa tanaman cabai, tomat, kol dan tembakau merupakan tanaman yang sering ditanam dan menjadi salah satu komoditas utama tanaman hortikultura dimana hampir sepanjang musim hujan tanaman ini akan selalu ada dan ditanam oleh penduduk. Hal ini menunjukkan keempat tanaman tersebut dapat dijadikan sebagai tanaman utama dalam pengembangan agrowisata mengingat kontinuitas ketersediaannya yang memadai sepanjang tahun.
Tabel 7. Jenis Tanaman Pertanian di Desa Ketep No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Lokal Jagung Strawberi Cabai Labu Siam Kubis Nangka Tembakau Tomat Pisang Pepaya Kelapa Buncis Kopi Bawang Daun Salak Lidah Mertua Puring Hanjuang Aglonema Bogenfil Bayam Merah Kembang Sepatu
Sumber: Hasil Survei (2009)
Nama Ilmiah Zea Mays Faragaria ananassa Capsicum annum Sechium edule Brassica sp. Arthocarpus heterophylla Nicotiana tabaccum Solanum licopersicum Musa paradiciaca Carica papaya Cocos nusifera Vigna sinensis Coffea Arabica Allium fistulosum Salaca indica Sanseviera Trifasciata Codieum variegatum Dracaena fragans Aglonema sp. Bougainfillea spectabilis Amaranthus sp. Hibiscus rosasinensis
32
Selain keempat tanaman tersebut, tanaman yang memiliki nilai jual dan menunjang pengembangan agrowisata yaitu strawberi, nangka dan tanaman hias. Tanaman strawberi berpeluang untuk dikembangkan menjadi oleh-oleh khas dataran tinggi. Tanaman ini memungkinkan untuk ditanam disepanjang jalur jalan utama sehingga pengunjung mudah mengaksesnya. Pemberian pengetahuan khusus perlu diberikan kepada petani jika ingin mengembangkannya lebih jauh. Tanaman selanjutnya adalah nangka. Secara khusus tanaman ini tidak akan dijadikan objek agrowisata secara langung tetapi potensi yang bisa dikembangkan adalah pengolahan buah nangka itu sendiri. Hal itu didukung dengan adanya kelompok ibu tani yang sedang mengembangkan usaha pengolahan buah nangka menjadi dodol dan pengembangan begonia serta anggrek. Jika tanaman ini dibudidayakan lebih intensif, maka kecukupan bahan baku akan nangka akan tercukupi sehingga produk olahan nangka ini pun dapat menjadi oleh-oleh bagi pengunjung agrowisata Ketep. Tanaman lain yang berpotensi yaitu tanaman hias. Tanaman ini banyak dibudidayakan oleh warga. Bahkan, beberapa kelompok tani ada yang mengembangkan tanaman hias ini. Tanaman ini banyak didaerah pemukiman penduduk. Sentra-sentra tanaman hias dapat ditemukan di Dusun Ketep, Gintung dan Gondang Sari. Pada umumnya, penyebaran vegetasi pada tapak terbagi menjadi 3 yaitu tipe penyebaran linier, geometrik dan alami. Penyebaran linier merupakan penyebaran vegetasi yang mengikuti jalur jalan dan bantaran sungai yang memberi kesan tegas dalam membentuk sebuah koridor. Tanaman non-pertanian lebih dominan dalam membentuk penyebaran tersebut. Penyebaran geometrik merupakan penyebaran tanaman yang membentuk bidang lahan yang terpola dan membentuk pandangan yang menyebar atau bidang-bidang kecil pada halaman pemukiman yang membentuk kesan estetis. Sedangkan penyebaran alami merupakan penyebaran vegetasi yang mengikuti bentukan lahan yang dapat memberi kesan luas jika dilihat dari kejauhan. Dominasi tanaman non-pertanian banyak ditemukan dalam membentuk ruang ini. Selain vegetasi, ditemukan pula beberapa jenis satwa pada tapak. Satwa yang ada pada daerah ini terbagi atas dua jenis yaitu satwa liar yang berhabitat
33
pada tapak dan satwa yang dibudidayakan oleh masyarakat yang lazim disebut sebagai ternak. Satwa liar yang ditemukan di tapak diantaranya burung elang, kadal, bajing, kera, rusa, ular dan berbagai jenis serangga. Satwa ini dapat ditemukan pada daerah-daerah seperti ladang, pepohonan di tepi jalan dan bantaran sungai serta hutan yang ada di lembah-lembah perbukitan. Hewan ternak yang ditemukan di tapak antara lain kelinci, ayam, sapi, kambing, itik dan burung. Satwa-satwa tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bagian dari objek dan atraksi agrowisata terutama sapi. Kegiatan yang bisa dikembangkan diantaranya memerah susu, memandikan hewan ternak, mengikuti proses budidaya hewan tersebut, membeli hasil olahan ternak serta memburu pemandangan hewan tersebut. Hal ini pun sangat ditunjang dengan adanya Prima Tani melalui pengembangan sapi pedaging yang pernah ada di Dusun Puluhan. Meskipun berjalan tersendat tetapi jika diberikan pengarahan dan pendampingan kembali kepada kelompok tani yang mengelola maka sangat memungkinkan dapat berkembang dan menciptakan daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
4.1.1.7 Hidrologi Bentuk badan air yang ada di desa ini merupakan badan air alami yang terdiri terdiri dari sungai dan mata air. Mata air terletak pada Dusun Puluhan (1 buah), Ketep (1 buah) dan Gondang Sari (4 buah) (Profil Desa Ketep, 2007). Sungai-sungai yang ada di desa ini merupakan sungai-sungai kecil yang terbentuk di lembah perbukitan desa dimana sumber airnya berasal dari celah-celah bebatuan yang ada. Lebar dari aliran ini berkisar antara 1-3 meter. Kondisi badan air yang ada relatif baik. Hal itu terlihat dari masih terlindungnya badan air tersebut dengan rerimbunan pohon yang merupakan pengikat air hujan dan pengikat air tanah. Selain itu kualitas air seperti kejernihan dan kebersihan yang ada juga tergolong baik. Kondisi tersebut tergambar dari Gambar 8. Sungai-sungai yang ada di desa ini bersifat temporer/musiman. Meskipun terdapat alilran air akan tetapi aliran tersebut sangat kecil. Biasanya aliran sungai akan lebih besar jika telah memasuki musim hujan meskipun tingkat kenaikannyapun tidak signifikan. Sedangkan pada musim kemarau aliran sungai akan kecil bahkan cenderung kering.
34
(a) (b) Gambar 8. Hidrologi pada Tapak (a) Kondisi Mata Air Pada Tapak, (b) Pipa-Pipa Penyalur Air Bersih Sumber air baik untuk konsumsi ataupun usaha pertanian Desa Ketep berasal dari air hujan dan mata air yang ada diwilayah ini. Air hujan yang biasanya turun bersamaan dengan datangnya musim hujan atau peristiwa turunnya kabut akan memberikan suplai air tanah. Sedangkan mata air yang ada masih dalam kondisi baik meskipun jumlah air yang dihasilkan kurang stabil dan belum mampu mencukupi kebutuhan penduduk desa. Drainase di Desa Ketep terbagi menjadi dua yaitu alami dan buatan. Drainase alami merupakan drainase yang mengikuti topografi yang ada pada tapak. Air mengalir dari puncak bukit dan teras tegalan menuju lembah sempit yang terdapat disela-sela perbukitan desa menuju ke arah barat. Drainase buatan merupakan drainase yang sengaja dibuat oleh masyarakat seperti pada lahan tegalan, sepanjang koridor jalan dan permukiman penduduk. Secara umum kondisi drainase pada tapak bervariasi. Drainase alami pada tapak seperti sungai dan saluran alami relatif baik. Hal itu dikarenakan keberadaan pepohonan yang berfungsi sebagai pelindung badan air masih terpelihara. Sedangkan kondisi drainase buatan terlihat kurang baik terutama pada daerah permukiman. Kondisi demikian karena masyarakat perdesaan belum memiliki perencanaan dalam mengatur saluran air mereka sehingga mereka mengalirkan limbah rumah tangganya ke dalam parit-parit yang ada di depan atau belakang rumah mereka bahkan ke dalam jurang yang ada. Kebutuhan air minum sehari-hari bagi penduduk didapat dari sumber mata air yang berasal dari Desa Banyuroto, Dusun Gondang Sari, Dusun Ketep dan
35
Dusun Puluhan. Air tersebut dialirkan melalui pipa-pipa PVC ataupun selang plastik dengan panjang ratusan meter yang dapat kita lihat pada Gambar 8. Biasanya terdapat stasiun pengumpul air pada tiap-tiap posisi yang berfungsi mengumpulkan air sebelum disalurkan ke rumah-rumah peduduk. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan air yang hilang karena meresap kedalam tanah jika dialirkan secara alami melalui drainase alami ataupun buatan. Perlu suatu area khusus untuk memberikan perlindungan pada daerahdaerah di dalam desa yang berfungsi sebagai resapan air hujan dan sumber mata air. Hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan kebijakan ruang konservasi di beberapa daerah yang berfungsi seperti itu. Selain itu diperlukan pembangunan infrastruktur khusus untuk mengalirkan air dari mata air tersebut ke daerah pemukiman seperti penyediaan pompa air, stasiun penampungan air dengan kapasitas yang cukup besar.
4.1.2 Aspek Sosial 4.1.2.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Menurut data dari BPS 2007 dan profil desa, jumlah penduduk Desa Ketep adalah 2.219 jiwa dengan rincian 1.112 pria dan 1.107 wanita yang tersusun ke dalam 573 KK dengan 15 RT dan 6 RW. Setengah penduduk desa hanya berpendidikan rendah yaitu tamat SD. Hal itu dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Ketep Usia 5 Tahun Keatas No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Pendidikan Tamat PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah Jumlah Total
Banyak Penduduk 9 22 237 1245 110 340 62 2025
Sumber : DSPM Jateng (2007)
Data tersebut menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia Desa Ketep
sangat rendah. Hal ini disebabkan kurangnya semangat belajar bagi
sebagaian besar masyarakat meskipun mereka sangat mengerti arti penting dari
36
pendidikan. Selain itu, keberadaan fasilitas dan sarana prasarana pendidikan juga terbatas hanya sampai tingkat SLTP seperti yang ada pada tabel 9 sehingga jika mereka hendak berlajar ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus menempuh perjalanan yang cukup jauh hingga ke luar desa.
Tabel 9. Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Ketep No 1 2 3 4 5
Sarana Pendidikan TK SD SLTP SLTA PT
Jumlah 1 1 1 -
Sumber : DSPM Jateng (2007)
Kondisi ini menuntut adanya pembimbingan khusus bagi warga sebagai bentuk motivasi dan pendampingan guna memudahkan mereka dalam mengembangkan dan mengelola agrowisata ini mengingat mereka akan memainkan peran penting didalamnya. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian, sebagian besar penduduk Ketep bekerja sebagai petani. Jenis mata pencahariaan penduduk Desa Ketep dapat dilihat secara rinci pada Tabel 10.
Tabel 10. Jenis Mata Pencahariaan Penduduk Desa Ketep No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Buruh Bangunan Pedagang Angkutan PNS Lain-lain
Jumlah 1.540 22 21 50 2 3 156
Sumber : DSPM, 2007
Selain petani, penduduk Ketep juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian dan keberadan objek wisata Ketep Pass menjadi sektor penting sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Umumnya masyarakat Desa Ketep beragama Islam (2.019 orang) dan Kristen Protestan (128 orang). Sarana peribadatan yang ada di desa ini yaitu
37
Masjid 6 buah, langgar 3 buah dan gereja 1 buah. Kehidupan beragama di desa ini sangat harmonis karena diantara mereka sudah saling mengerti. Hal ini juga ditunjang oleh tradisi masyarakat jawa yang memegang prinsip tepo seliro. Masyarakat
desa
juga
melestarikan
kesenian
tradisional
seperti
jatilan/kuda lumping, campur sari, ketoprak, musik dangdut, wayang kulit. Kesenian tradisional tersebut dapat kita jumpai pada momen-momen khusus baik sebagai perayaan hari-hari tertentu atau memang ada hajatan tertentu pula. Biasanya mereka akan muncul pada waktu-waktu seperti memperingati hari kemerdekaan, acara pernikahan, acara syukuran, dan perayaan momen-momen penting tradisi islam seperti ruwatan, rajaban, muludan, nuzulul quran. Perayaanperayaan seperti ini menandakan kalau masyarakat setempat masih memegang teguh tradisi masyarakat jawa.
4.1.2.2 Tingkat keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep Berdasarkan data Penilaian Keberlanjutan Masyarakat (PKM) dari Global Ecovillage Network (GEN), status masayarakat Desa Ketep sudah menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Kesimpulan ini didapat dari hasil pengolahan kuesioner PKM yang disebarkan kepada masyarakat saat di lapang. Data hasil pengolahan tersebut dapat dilihat di dalam Tabel 11.
Tabel 11.Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep No 1 2 3
Parameter Bobot total aspek ekologi Bobot total aspek sosial Bobot total aspek spiritual Bobot total keseluruhan aspek
Nilai 223 292 264 779
Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)
Dari tabel tersebut diketahui bahwa awal yang baik ke arah keberlanjutan masyarakat Desa Ketep berada pada posisi 779 dari skala 0-1000. Nilai ini mengindikasikan bahwa konsep-konsep ecovillage sedikit banyak telah mereka terapkan meskipun mereka sendiri belum mengetahui akan teorinya. Untuk itu, pengarahan-pengarahan dari pemerintah setempat diperlukan guna memantapkan kondisi demikian. Hal ini menjadi modal penting dalam merencanakan daerah tersebut menjadi daerah agrowisata ke depannya.
38
Nilai keberlanjutan masyarakat Desa Ketep diperoleh dari hasil penjumlahan dari ketiga aspek penyusun keberlanjutan masyarakat itu sendiri yaitu aspek ekologi, sosial dan spiritual. Aspek ekologi merupakan aspek yang membahas tentang pola interaksi masyarakat dengan lingkungannya. Selain itu aspek ini juga bisa memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan masyarakat tersebut secara langsung. Aspek ekologis masyarakat Desa Ketep menunjukkan bobot total yang menunjukkan awal yang baik ke arah keberlanjutan. Ini merupakan modal awal dari pengembangan kawasan Ketep mengingat daerah ini sudah menjadi daerah tujuan wisata sebelumnya. Hal itu dapat kita lihat pada Tabel 12 dibawah ini.
Tabel 12.Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Ekologi No Parameter Bobot 1 Perasaan terhadap tempat 37 2 Ketersediaan, produksi dan distribusi makanan 33 3 Infrastruktur, bangunan fisik dan transportasi 35 4 Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat 20 5 Sumber air, mutu dan penggunaannya 42 6 Limbah cair dan pengelolaan polusi air 12 7 Sumber dan penggunaan energi 44 Total nilai untuk aspek ekologis 223 Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)
Dari data diatas terlihat bahwa bobot parameter ke-6 aspek ekologis yaitu mengenai limbah cair dan pengelolaan polusi air pada Desa Ketep adalah yang terkecil dengan total nilai 12. Nilai ini diberikan mengingat pemahaman penduduk tentang pengolahan limbah cair yang baik secara umum masih rendah. Meskipun sebagaian besar masyarakat telah menggunakan septic tank sebagai salah satu teknologi pengolah limbah namun limbah cair lainnya dibuang secara langsung ke jurang-jurang yang ada tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu baik itu limbah rumah tangga ataupun limbah cair hasil peternakan yang ada. Kondisi ini sangat berbahaya karena wilayah ini terletak didataran tinggi yang memungkinkan limbah tersebut terbawa oleh aliran air ke daerah yang ada dibawahnya. Hal ini menandakan kalau diperlukan suatu tindakan untuk mencapai keberlanjutan. Satu tingkat diatas parameter terkecil dari aspek ekologi adalah parameter ke-4 yaitu pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat. Parameter ke-4 juga
39
menunjukkan diperlukannya perlakuan untuk menuju kearah keberlanjutan. Itu dapat dijelaskan dari pola konsumsi masyarakat yang cenderung mengambil sumber daya dari luar wilayah seperti bahan pangan. Selain itu teknologi pengolahan limbah padat belum banyak dikenal oleh masyarakat sehingga sampah-sampah padat selain sampah organik yang dihasilkan dibuang begitu saja ke jurang-jurang tanpa pengolahan terlebih dahulu. Beberapa masukan yang dapat diaplikasikan untuk memperbaiki dampak parameter ke-4 dan ke-6 diantaranya adalah memperbaiki sistem pengolahan limbah padat dan cair. Ini bisa dilakukan dengan membuat saluran khusus yang diperuntukkan bagi limbah cair tersebut yang terhubung dengan pusat-pusat pengolahan limbah dan daerah peresapan. Bagi limbah padat, diperlukan pula adanya sistem pengolahan limbah secara mandiri mengingat jauhnya TPA yang ada baik berupa stasiun pengolahan limbah dengan kapsitas kecil yang berada di dalam desa. Selain itu, peningkatan program penyadaran masyarakat juga perlu untuk dilakukan secara teratur guna menimbulkan semangat dan kebiasaan yang baik terhadap pengolahan limbah kedepannya. Data pada Tabel 12 juga menunjukkan adanya perameter dominan untuk nilai awal yang baik menuju keberlanjutan pada Desa Ketep. Parameter itu ada pada parameter ke-5 yakni sumber air, mutu dan penggunaannya dan ke-7 yakni sumber dan penggunaan energi. Meskipun demikian parameter yang lain juga menunjukkan hal yang sama hanya saja masih dalam nilai yang cukup. Seperti yang tercantum di dalam Tabel 12 parameter ke-5, masyarakat Ketep sangat memperhatikan sumber air mereka. Hal ini ditandai dengan tetap terpeliharanya mata air yang ada di desa tersebut meskipun jumlahnya sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan. kondisi tersebut juga mendorong masyarakat setempat untuk menghemat air dengan penggunaan yang minim serta menghindari hilangnya air dari kebocoran pipa penyalur air ke rumah-rumah mereka. Didukung dengan kondisi tanah yang selalu mengandung air maka tanaman yang ada pun tidak membutuhkan penyiraman yang intensif termasuk juga tanaman pertanian. Kondisi ini perlu untuk selalu dipertahankan. Parameter ke-7 menjelaskan kalau masyarakat setempat merasa betah dengan kondisi desa yang seperti yang mereka alami saat ini. Kondisi itu yang
40
memudahkan mereka dalam mengakses kebutuhan makanan secara alami terutama sayuran, serta keberadaan transportasi yang lebih memudahkan mereka dalam membangun ekonomi. Aspek selanjutnya sebagai penyusun dari bobot keberlanjutan Desa Ketep yaitu aspek sosial. Dari data pada Tabel 13 terlihat bahwa parameter ke-5 dari aspek sosial menunjukkan angka yang terkecil. Kondisi itu diakibatkan sebagian besar masyarakat masih berpendidikan rendah dan jarang ada penduduk yang bersekolah tinggi. Itu disebabkan karena beberapa hal diantaranya terbatasnya infrastruktur pendidikan hanya pada jenjang sekolah dasar dan menengah. Selain itu, faktor keuangan dan dorongan masyarakat untuk belajar masih tergolong rendah meskipun pada prinsipnya mereka sangat menghormati ilmu pengetahuan. Hal ini menandakan kalau diperlukan suatu tindakan untuk mencapai keberlanjutan. Untuk itu pemerintah setempat perlu untuk menambah infrastruktur atau sarana lainnya dalam bidang pendidikan mengingat pendidikan merupakan unsur penting dalam menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sarana itu dapat berupa gedung atau model belajar yang informal yang memberi mereka motivasi belajar serta keterampilan baru yang dibutuhkan guna menyiapkan mereka dalam mendukung perencanaan agrowisata kedepannya. Selain itu, pengusahaan beasiswa belajar bagi penduduk setempat juga perlu dikuatkan terutama pada usia sekolah guna menjamin keberlangsungan proses belajar tersebut. Data Tabel 13 juga menerangkan akan adanya bobot terbesar pada dua aspek sosial yaitu
aspek keterbukaan, kepercayaan, keselamatan dan ruang
bersama (parameter 1) serta aspek keberlanjutan sosial (parameter 4) pada Desa Ketep. Nilai dari parameter pertama ini diperlihatkan dari kuatnya hubungan yang terjalin antar sesama penduduk desa bahkan hingga tingkat tetangga yang mengakibatkan adanya sikap saling menjaga antara satu dengan yang lainnya. Kondisi ini menjamin keamanan bagi setiap penduduk desa baik remaja, wanita dan anak-anak. Selain itu interaksi pergaulan sosial pada masyarakat desa juga berlangsung setiap hari sehingga rasa kepercayaan antara satu dengan yang lainnya mudah terbentuk.
41
Tabel 13. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Sosial No Parameter Bobot 1 Keterbukaan, kepercayaan, keselamatan, ruang bersama 52 2 Komunikasi-aliran gagasan dan informasi 33 3 Pencapaian jaringan dan jasa 49 4 Keberlanjutan sosial 52 5 Pendidikan 23 6 Pelayanan kesehatan 45 7 Keberlajutan ekonomi-ekonomi lokal yang sehat 38 Total nilai untuk aspek sosial 292 Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)
Lain halnya dengan parameter keempat. Meskipun memiliki nilai yang sama dengan parameter pertama tetapi nilai ini tercermin dari tingginya hubungan kekeluargaan dan sistem musyawarah dalam mengatasi setiap permasalahan desa. Lembaga musyawarah yang difasilitasi oleh pemerintah desa bekerja secara efektif dalam menyerap aspirasi dari warga. Dalam hal ini, warga pun senantiasa dengan bentuk musyawarah yang ada karena hal itu sejalan dengan tradisi masyarakat jawa yang mereka anut secara turun temurun. Itulah nilai positif yang menjadi tradisi bagi masyarakat setempat dan perlu untuk dipertahankan.
Tabel 14. Total Perhitungan Nilai Keberlanjutan Masyarakat Desa Ketep pada Aspek Spiritual No Parameter Bobot 1 Keberlanjutan budaya 59 2 Seni dan kesenangan 23 3 Keberlanjutan spiritual 29 4 Keterikatan masyarakat 51 5 Gaya pegas masyrakat 21 6 Pandangan terhadap dunia 35 7 Perdamaaian dan kesadaran global 46 Total nilai untuk aspek spiritual 264 Sumber : Hasil Analisis PKM (2009)
Aspek terakhir dari penyusun bobot keseluruhan nilai keberlanjutan masyarakat Desa ketep adalah aspek spiritual. Aspek ini pun menunjukkan angka yang menunjukkan bahwa aspek spiritual desa juga akan berlanjut. Data dari penilaian aspek tersebut tertera pada Tabel 14. Dari data di atas terlihat bahwa parameter aspek ke-5 merupakan angka terkecil. Hal itu disebabkan karena masyarakat Desa Ketep kurang berani dalam membuka diri untuk meningkatkan kemampuannya dalam menangani krisis atau
42
permasalahan yang muncul di desa mereka. Selain itu, meskipun mereka memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat akan tetapi mereka tidak dapat saling mendukung masyarakat marjinal yang ada di desa mereka. Hal ini membutuhkan pendekatan yang baik dari pemerintah setempat agar kesadaran bahwa mereka perlu bersatu tidak hanya terikat karena adat dan tradisi bisa lebih baik. Parameter terkecil yang ke-2 adalah seni dan kesenangan. Hampir setiap hari warga berkecimpung dengan dunia pertanian dan jarang sekali memiliki waktu untuk berekreasi dan melakukan aktifitas kesenangan seperti olah raga, menyalurkan hobi dan bersantai. Ruang bersama untuk aktivitas seni juga terbatas. Penduduk desa hanya menggunakan momen-momen tertentu saja dalam kalender tahunan untuk menyalurkan jiwa seni mereka. Untuk itu diperlukan adanya sarana atau fasilitas lain yang berfungsi sebagai penyaluran seni tersebut. Data parameter ke-1 dan ke-4 merupakan parameter dengan nilai tertinggi dari aspek spiritual. Keterikatan masyarakat dan keberlanjutan budaya merupakan parameter yang menunjukkan kemajuan sempurna menuju keberlanjutan. Disini warga senantiasa mengajarkan warisan budaya yang mereka miliki kepada anakanak mereka. Kesadaran mereka terhadap budaya leluhur masih tinggi dan terpelihara. Hubungan yang terjalin dalam masyarakat baik sesama pria atau wanita, anak-anak dan orang dewasa sangat baik dengan tetap dipatuhinya normanorma yang berlaku di masyarakat tersebut. Kondisi ini perlu untuk dipertahankan agar tradisi masyarakat tetap lestari.
4.1.2.3 Persepsi Pengunjung Dari hasil survei lapang yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 30 responden maka didapatlah informasi yang dibagi berdasarkan identitas, persepsi dan preferensi yang diinginkan pengunjung terhadap lokasi penelitian. Data tersebut dapat dilihat di Lampiran 4. Berdasarkan data tersebut, sebagian besar pengunjung tapak ternyata memiliki tujuan rekreasi (97%) serta baru pertama kali mengunjungi tapak (73,4%). Kebanyakan dari mereka menggunakan kendaraan bermotor (53,3%) dan berkelompok (73,3%) dengan waktu kunjungan yaitu satu jam (60%). Sebagian mereka ternyata hanya mengalokasikan 10-50 ribu untuk alokasi berekreasi dalam
43
sebulannya (73,3). Mereka mendapat informasi akan adanya tempat ini dari teman mereka yang pernah berkunjung ke sini sebelumnya (73,4%). Secara umum pendapat mereka terhadap kawasan adalah baik. Mereka berpendapat kalau daerah Ketep adalah indah (66,7%), nyaman (85%), mudah diakses (81%), bersih (90%), jalan sudah baik (86,6%) dan banyak memberikan pengalaman berwisata (60%). Sedangkan keinginan mereka diantaranya penambahan atraksi wisata terutama dalam bidang hortikultura (22,8%) seperti melihat pemandangan aktivitas masyarakat (18%) serta atraksi keolahragaan seperti out bond (20%). Pendapat ini tentu menjadi modal berharga bagi pengembangan agrowisata kedepannya.
4.1.3 Objek dan Atraksi Wisata Salah satu aspek penting dalam merencanakan daerah pariwisata adalah tersedianya objek atau atraksi yang mampu di jual kepada pengunjung. Syarat yang dimiliki oleh objek tersebut yaitu something to see sebagai sesuatu yang dapat dilihat oleh pengunjung, something to do yaitu kegiatan apa saja yang dapat dilakukan pengunjung dan something to buy sebagai apa saja yang mampu dibeli ditempat tersebut. Desa ketep memiliki beberapa objek dan atraksi wisata yang berpeluang besar untuk dikembangkan menjadi agrowisata. Berdasarkan survei lapang kawasan ini memiliki ciri khas. Objek dan atraksi wisata tersebut berasal dari tiga hal yaitu aspek karakter lanskap pertanian,
perdesaan dan karakter sosial,
ekonomi dan kebudayaan masyarakat setempat serta kegiatan pertanian yang ada di sana. Objek yang dimiliki oleh desa ini yaitu berasal dari bidang pertanian yaitu tanaman holtikultura (sayuran, buah, tanaman hias). Selain itu latar Gunung Merapi dan Merbabu serta aktivitas masyarakat pun dapat dijadikan sebagai objek dan atraksi wisata desa ini.
4.1.3.1 Objek dan atraksi agrowisata tanaman hias dan buah Daerah ketep berada pada iklim yang sejuk. Hal ini merupakan potensi yang baik untuk membudidayakan tanaman hias dan buah. Hal itu dapat diamati di sepanjang jalan SSB dari arah Magelang seperti pada Gambar 9. Sepanjang
44
jalan tersebut masyarakat banyak yang membudidayakan buah strawberi. Buah ini banyak ditanam warga sebagai selingan dari menanam sayuran. Akan tetapi ada pula warga yang sengaja menanamnya sebagai mata pencaharian utama meskipun jumlahnya sedikit.
(a) (b) Gambar 9. Potensi Objek dan Atraksi Wisata di Dusun Ketep (a) kebun strawberi , (b) kios tanaman hias Sebagian besar tanaman tersebut dikelola secara mandiri oleh perorangan warga pemilik lahan. Pengelolaan dilakukan secara manual dan berkala. Sebagian dari warga adapula yang berkelompok dalam melakukannya. Bentuk pengelolaan seperti pemupukan, penyiangan hingga pembibitan ulang tanaman. Selain tanaman strawberi, disepanjang jalan SSB terutama pada Dusun Ketep dapat ditemukan pula tanaman hias. Tanaman tersebut tersebar disepanjang jalan lengkap dengan kios-kios tempat tanaman tersebut dipasarkan. Adapula beberapa display tanaman yang ditanam secara langsung di pinggi jalan. Tanaman yang ada diantaranya aglonema, lidah mertua, dan paku-pakuan. Pengelolaan tanaman hias ini jauh lebih baik dari tanaman stawberi karena mereka sudah menggunakan saranan kelompok tani. Kelompok tersebut saling membina kemampuan masing-masing sehingga budidaya tanaman hias dapat berkembang di Dusun Ketep. Meskipun demikian dalam hal pemasaran kelompok ini masih kesulitan mengingat harga tanaman hias yang berfluktuatif. Tanaman strawberi dan tanaman hias merupakan tanaman yang sangat berpotensi di kembangkan sebagai bagian dari agrowisata desa. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan objek tersebut diantaranya kegiatan budidaya, pemanenan hingga menikmati buah strawberi secara langsung. Selain
45
itu, pengunjung dapat pula membeli tanaman hias dan buah secara langsung di tempat tersebut. Untuk itu, diperlukan perencanaan infrastruktur yang memadai guna mengembangkan potensi tersebut.
4.1.3.2 Objek dan atraksi agrowisata tanaman sayuran Tanaman sayuran banyak ditemukan di desa ini, yang menyebar hampir di setiap dusun yang ada. Meskipun demikian, Dusun Gondang Sari yang berada di sebelah timur yang sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat wilayahnya yang dekat dengan mata air sehingga memudahkan petani dalam mencukupi kebutuhan air bagi tanamannya. Di tempat ini banyak tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu kubis, tembakau, dan tomat. Ketiga tanaman inilah yang sering ditanam oleh masyarakat setempat sehingga memungkinnkan untuk dikembangkan secara langsung menjadi komoditas agrowisata sayuran.
Gambar 10. Potensi Objek dan Atraksi Wisata Tanaman Tomat Aktivitas pengunjung yang sangat mungkin dilakukan pada daerah ini yaitu kegiatan budidaya seperti pembibitan, penyiapan lahan, pemupukan, pemanenan, pengepakan dan pembelian tanamn secara langsung serta menikmati hasil pertanian tersebut. Disamping itu pengunjung juga dapat berinteraksi secara langsung dengan penduduk lokal.
4.1.3.3 Objek dan atraksi agrowisata peternakan Selain tanaman hortikultura, desa ini juga memiliki potensi lain yaitu ternak. Hampir di setiap dusun memiliki perumahan yang diselingi dengan kandang ternak besar yaitu sapi. Dari seluruh dusun yang ada, Dusun Puluhan
46
adalah dusun yang sangat berpotensi untuk dikembangkannya agrowisata berbasis ternak mengingat dusun ini terpilih sebagai tempat program Prima Tani peternakan.
Gambar 11. Atraksi Memberi Makan Ternak Sapi Ternak yang ada di sini berupa ternak daging, tetapi tidak tertutup kemungkinan ternak perah juga dapat dikembangkan mengingat kondisi lingkungan yang sangat mendukung. Kandang ternak yang ada di dusun ini berupa kandang komunal yaitu kandang yang dihuni oleh lebih dari dua ternak yang dimiliki oleh lintas kepala keluarga. Kebanyak pemilik dari ternak tersebut adalah anggota kelompok tani setempat. Keberadaan ternak ini akan berdampak positif jika dikembangkan secara optimal. Kegiatan kunjungan dapat diarahkan menjadi kegiatan wisata seperti membudidayakan ternak, pemerahan susu, pembuatan yogurt, hingga pengolahan hasil ternak lainnya seperti bio gas. Disamping itu pengunjung juga dapat membeli secara langsung hasil ternak yang ada untuk oleh-oleh atau dinikmati ditempat.
4.1.3.4 Objek dan atraksi agrowisata teknologi petanian Dusun Gintung merupakan dusun yang berada tepat di pinggir jalan utama SSB. Dusun ini berbatasan langsung dengan Desa Wonolelo. Meskipun dusun ini tidak sebesar Dusun Ketep akan tetapi dusun ini memiliki potensi berupa pembuatan konsentrat untuk pakan ternak seperti pada Gambar 12. Pembuatan konsetntrat ini merupakan salah bagian dari pengenalan teknologi pertanian oleh Balitbang Departemen Pertanian. Meskipun kondisinya naik turun tetapi dengan adanya keseriusan warga potensi ini maih mungkin dikembangkan.
47
Gambar 12. Proses Pembuatan Konsentrat Pakan Ternak Proses pembuatan konsentrat pakan di Dusun Gintung dapat dijadikan sebagai objek agrowisata. Kegiatan ini juga termasuk ke dalam program Prima Tani. Pembuatan konsentrat ini ditujukan bagi pemenuhan kebutuhan pakan ternak yang ada di Desa Ketep. Atraksi yang bisa dihadirkan diantaranya penyiapan bahan konsentrat, proses pembuatan hingga pengepakan. Disamping atraksi diatas, pengunjung yang datang juga dimungkinkan untuk melihat secara langsung kehidupan masyarakat dusun serta bentuk-bentuk arsitektur rumah yang ada. Hal itu dimungkinkan karena pengunjung akan melewati jalan utama dusun yang tepat membelah dusun menjadi dua bagian sehingga akan tersajikan pemandangan yang unik yang tidak ditemukan di dusun yang lain. Secara
umum
masing-masing
dusun
memiliki
potensi
untuk
dikembangkan. Potensi tersebut seperti yang tampak pada Tabel 15. Sedangkan bentuk agrowisata yang dapat dilakukan dapat dilihat di Tabel 16. Dari seluruh dusun yang ada, Dusun Gondang Sari, Ketep, Gintung, dan Puluhan yang peluang akan dikembangkan.
4.1.3.5 Objek dan atraksi pendukung agrowisata Selain terdapat empat objek dan atraksi wisata, desa ini juga memiliki objek dan atraksi pendukung yaitu tradisi kesenian masyarakat yang berada di Dusun Dadapan. Kegiatan kesenian yang ada di Dusun Dadapan diantaranya jatilan, ketoprak, topeng ireng, wayang kulit. Tradisi ini sudah menjadi bagian dari aktivitas tahunan bagi masyarakat Dusun Dadapan dan Desa Ketep pada umumnya. Kesenian ini kadang kala juga ada di dusun yang lain.
48
(a) (b) Gambar 13. Atraksi Pendukung Agrowisata di Desa Ketep (a) ketoprak, (b) muludan Pelaksanaan dari kegiatan seni ini biasanya diadakan ketika ada acaraacara khusus seperti hari besar kemerdekaan, resik desa, muludan, dan acara pernikahan. Kegiatan seperti ini sangat baik guna mendukung kegiatan agrowisata. Dimana untuk waktu-waktu tertentu pengunjung dapat sekaligus berwisata sambil menikmati kegiatan kesenian masyarakat yang relatif langka di saat sekarang ini. Oleh karena itu, pembangunan area khusus kesenian dilengkapi dengan fasilitas pelayanan lainnya perlu untuk di lakukan terutama pada Dusun Dadapan untuk pengembangan area tersebut.
4.1.3.1 Tempat-Tempat Rekreasi di Sekitar Desa Ketep Berdasarkan Profil Daerah Kabupaten Magelang terdapat beberapa objek wisata disekitar desa ini. Salah satu objek wisata yang berdekatan adalah Agrowisata Banyuroto yang tepat berada disebelah timur dari tapak. Pengunjung dapat melihat pengembangan teknologi pertanian di sana seperti kebun strawberi, kandang ternak dan dapat berbelanja oleh-oleh disana. Selain itu, terdapat pula Taman Wisata Kopeng yang berada di Kecamatan Pakis. Disana pengunjung dapat berenang dan menikmati pemandangan alam yang indah pula. Untuk menempuhnya cukup dengan mengikuti rute timur dari Desa Ketep. Untuk kategori air terjun, terdapat pula air terjun Kedung Kayang di Desa Wonolelo yang berada di selatan tapak. Air terjun ini juga dapat dijadikann objek alternatif setelah menuju Desa Ketep. Sedangkan yang cukup terkenal yaitu Candi Borobudur di Kecamatan Borobudur. Candi ini sudah menjadi salah satu maskot penting bagi wisata Kabupaten Magelang.
Tabel 15. Analisis Potensi Desa Desa
Ruang atraksi utama
Komoditas
Aksesibilitas
Potensi Agrowisata
Potensi Lain
Objek atau aktivitas wisata Something to do
Dusun Ketep
Buah dan tanaman hias
Strawberi dan tanaman hias
Terletak pada jalan kolektor SSB, lebar jalan 5-6 m
Penghasil sayuran dan buah-buahan, tanaman hias dan ternak kelimci
Dusun Dadapan
-
-
Penghasil sayuran dan buah-buahan
Dusun Gintung
Teknologi pertanian
Konsentrat pakan ternak
Terletak pada utama, dihubungkan oleh jalan desa yang bersifat kuldesak, jalan setengah beraspal Dilintasi oleh jalan desa dan telah beraspal seluruhnya
Dusun Puluhan
Peternakan
Sapi
Dusun Gondang Sari
Sayuran
Kubis, tembakau, tomat
Hanya dilintasi jalan desa yang belum beraspal, letak cukup jauh dari jalan utama, banyak jalan setapak Dilintasi jalan desa setengah beraspal
Penghasil sayuran dan buah-buahan, tanaman hias, Pabrik pembuatan konsentrat pakan. Penghasil sayuran, memiliki usaha ternak komunal dan pusat pengolahan hasil pertanian
Penghasil sayuran, buah-buahan
Terdapat Objek Wisata Ketep Pass yang sudah terkenal dengan wisata kegunungapian di Jawa Tengah memiliki tradisi seni yang tinggi
Pengamatan, pendidikan budidaya
Something to see Aktivitas penduduk setempat
Something to buy Tanaman hias, buah strawberi
-
Kesenian tradisional warga
-
-
Pengamatan, pembuatan pakan
Pakan ternak
-
Pengamatan, pendidikan, budidaya ternak, pengolahan hasil ternak
Arsitektur rumah penduduk, aktivitas masyarakat Pengamatan, aktivitas masyarkat
Aktivitas masyarakat
Sayuran, pupuk
daerah yang relatif datar, berpeluang untuk dikembangkan menjadi wisata olahraga
Pengamatan, budidaya tanaman, proses pasca panen
Hasil ternak
Tabel 16. Pengembangan Aktivitas Agrowisata Area (tujuan) Tanaman hias dan buah
Fungsi di dalam area Penerimaan Pelayanan
Budidaya
Display Pasca panen
Teknologi pertanian (pembuatan konsentrat pakan)
Penerimaan
Aktivitas Penyambutan, pemberian brosur Pemberhentian kendaraan umum dan khusus, regristrasi ulang, merima info, membeli tanaman hias, membeli media tanam, membeli buah strawberi Mengamati jenis tanaman hias, mempelajari teknik budidaya tanaman hias dan strawberi Mempelajari cara menata tanaman hias Mempelajari pembuatan pupuk kompos, mempelajari cara pengepakan tanaman danbuah strawberi Penyambutan warga
Area (tujuan) Tanaman sayuran
Fungsi di dalam area Penerimaan
Aktivitas Penyambtan warga
Pelayanan
Pemberhentian kendaraan khusus, regristrasi ulang, merima info, membeli tanaman sayur, membeli media tanam, membeli bibit, membeli pupuk
Budidaya
mempelajari teknik budidaya tanaman sayur dari proses awal hingga pemanenan Mempelajari tata letak tanaman Mempelajari pembuatan pupuk kompos, pengepakan hasil pertanian
Display Pasca panen
Peternakan
Penerimaan
Pelayanan
Pemberhentian kendaraan khusus, regristrasi ulang, merima info, saung duduk dan santai
Pelayanan
Produksi
Mengamati dan mempelajari teknik pembuatan konsentrat Mempelajari pengepakan produk
Budidaya
Pasca produksi
Pasca panen
Penyambtan warga, pemberian atribut peternakan (topi cowboy) Pemberhentian kendaraan khusus, regristrasi ulang, merima info, membeli pakan ternak, membeli produk hasil ternak Mengamati dan mempelajari teknik budidaya ternak sapi, mempelajari pembuatan bio gas dan kompos, mempelajari pemerahan susu dan pengolahan susu
51
4.2 Sintesis Setelah melakukan inventarisasi dan analisis terhadap data biofisik, sosial dan atraksi wisata maka diperolehlah sejumlah alternatif yang menjadi pemecahan masalah terhadap tapak yang akan menjadi daerah agrowisata. Selanjutnya adalah tahapan mengkombinasikan dan menyesuaikan kondisi yang ada dengan konsep dan tujuan dari perencanaan. Overlay dilakukan terhadap data-data spasial yang ada sehingga daerah pengembangan agrowisata akan terbentuk. Oleh karena itu semua potensi dan kedala akan diberikan pertimbangan dan solusi terbaik untuk pengembangnya yang tertera pada Tabel 17. Berdasarkan hasil analisis maka tapak akan dibagi ke dalam tiga ruang utama yaitu ruang agrowisata, ruang pendukung agrowisata dan ruang non agrowisata.
Ruang agrowisata yaitu ruang yang cocok untuk dilakukannya
aktivitas agrowisata. Ruang ini cenderung aman berdasarkan analisis yang ada baik dari kemiringannya maupun kedekatannya dengan akses jalan. Intensitas penggunaan ruang ini sangatlah sering mengingat ruang ini akan banyak dikunjungi. Luas ruang ini yaitu 40% dari luas desa atau sekitar 165 ha. Ruang ini meliputi daerah tanaman budidaya, daerah mata air serta ruang masyarakat. Ruang ini terdiri dari ruang peternakan, sayuran, teknologi pertanian dan tanaman hias dan buah. Selanjutnya adalah ruang pendukung agrowisata. Ruang ini adalah ruang dengan intensitas sedang. Luas ruang ini yaitu 17% dari luas kawasan yaitu sekitar 72 ha. Ruang ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung yang berada di ruang utama tetapi tetap sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Ruang ini terbagi menjadi ruang pelayanan terpusat yaitu pada Dusun Ketep dan Dusun Dadapan serta ruang pelayanan yang menyebar yang berada di antara ruang utama agrowisata dan ruang penyangga yang sebagian besarnya berupa tegalan. Ruang ini mencakup ruang penerimaan, ruang pelayanan, ruang masyarakat. Terakhir adalah ruang non agrowisata. Ruang non agrowisata merupakan ruang dengan intensitas penggunaan yang sangat rendah. Luas ruang ini yaitu 43 % atau sekitar 182 ha dari luas tapak. Area ini didominasi oleh semak belukar dengan kemiringan yang sangat curam. ruang ini terdiri dari ruang konsevasi dan
52
ruang penyangga. Ruang penyangga yaitu ruang yang berbatasan langsung dengan ruang pendukung dan ruang agrowisata. Sedangkan ruang konservasi adalah ruang yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ruang agrowisata dan pendukung. Sebagain besar ruang ini berada di lembah-lembah perbukitan yang curam. Selain bentuk tertulis hasil sintesis juga dituangkan ke dalam bentuk spasial seperti terlihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa sebagian besar daerah yang akan dikembangkan berada pada wilayah tengah dan timur. Hal ini terjadi karena sebagian besar wilayah tersebut memiliki kemiringan yang relatif tidak curam jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal lain yang menjadi alasan berikutnya adalah dekatnya wilayah tersebut dengan akses jalan mengingat keberadaan jalan sangat penting dalam mengembangkan suatu wilayah. Keberadaan jalan dapat memperlancar arus barang dan jasa untuk masuk dan keluar dari suatu wilayah.
4.2.1 Konsep Perencanaan Konsep dasar yang digunakan dalam pengembangan kawasan ini yaitu perencanaan lanskap agrowisata yang berbasis ecovillage yang memadukan antara potensi aktivitas budidaya pertanian yang bernilai ekonomi dengan karakter alam yang merupakan daerah rawan bencana untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan dunia pertanian. Konsep tersebut diharap mampu mengoptimalkan pengembangan kawasan menjadi daerah agrowisata yang memiliki karakter serta meningkatkan kemandirian masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan kelestarian kondisi lingkungan yang ada.
Tabel 17. Hasil Analisis dan Sintersis Analisis
Data Letak geografis, luas, dan batas tapak
Aksesibilitas
Iklim
Tanah
Pola Penggunaan Lahan
Potensi Letak tapak sangat strategis karena berada di antara dua gunung sehingga tanah disana relatif subur Tapak dilalui oleh jalur penting Solo-SeloBorobudur yang sering dilalui kendaraan. Disekitar Tapak terdapat objek wisata yang cukup beragam. Tapak merupakan daerah pentanian terutama hortikultura Terdapat lebih dari satu akses masuk ke dalam tapak Dilalui oleh jalan kabupaten dengan kondisi beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan kecil hingga besar Sudah ada beberapa pohon pengarah jalan akan tetapi belum seluruhnya Tersedianya sarana transportasi berupa angkutan umum
Kondisi iklim di dalam tapak telah berada pada kondisi nyaman Curah hujan yang tinggi membantu menjaga ketersediaan air tanah pada tapak
Tanah Andisol dan Inseptisol yang berada pada tapak merupakan tanah yang subur sehingga cocok untuk area budidaya
Area tegalan dan pekarangan yang ada berpotensi untuk dijadikan sumberdaya dalam perencanaan agrowisata Area pemukiman pada tapak berdekatan dengan kebun dan tegalan yang merupakan potensi untuk pengembangan aktivitas wisata berbasis pada budidaya dan kehidupan masyarakat setempat
Kendala Kurangnya penanda batas tapak
Kondisi jalan di dalam desa yang masih buruh dan belum beraspal serta sempit sehingga kurang nyaman untuk dilalui. Kurangnya fasilitas pendukung jalan baik jalan utama ataupun jalan desa
Curah hujan yang tinggi berpeluang untuk menimbulkan aliran permukaan terutama pada jalan aspal Seringnya turun kabut menyebabkan terbatasnya waktu pemanfaatan tapak Tanah pada tapak rawan erosi
Sintesis
Pemberian fasilitas pendukung jalan seperti rambu jalan, dan lampu penerangan, papan informasi dan pedestrian
Pengaspalan jalan atau pemadatan jalan desa serta pelebaran jalan.
Adanya beberapa perubahan fungsi lahan terutama pada daerah sepanjang jalan menuju Ketep Pass
Menyediakan gapura batas tapak Mengembangkan agrowisata dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki tapak
Pemanfaatan curah hujan tinggi dengan mengupayakan tindakan konservasi tanah dan air dengan menggunakan vegetasi Penambahan drainase pada jalan Pengembangan pertanian dan fasilitas wisata pada area tertentu pada lahan pertanian Mengupayakan adanya pola pemanfaatan lahan pertanian dengan menerapkan prinsip konservasi tanah dengan memanfaatkan tanaman yang berperakaran luas dan bermanfaat. Pengoptimalan tata guna lahan yang ada sebagai acuan dalam pengembangan objek dan atraksi wisata dalam perencanaan agrowisata yang berorientasi budidaya dan kehidupan masyarakat setempat
Lanjutan Tabel 17 Vegetasi dan Satwa
Hidrologi dan Drainase
Beberapa hewan ternak berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek dan atraksi wisata dari agrowisata Terdapat beberapa sumber mata air yang menyediakan air bersih bagi warga
Akustik dan Visual
Objek dan Daya Tarik Wisata
Pariwisata Sekitar Tapak
Sarana dan Fasilitas
Aspek Sosial Kepedudukan, keberlanjutan masyarakat, opini dan keinginan tapak
Good akustik berupa kicau burung di selasela kebun, aktivitas bertani Aktivitas pertanian yang dipadukan dengan keindahan Gunung Merapi dan Merbabu Adanya titik pandang utama yang menyajikan pemanadangan yang indah yaitu Ketep Pass
Memiliki berbagai objek dan atraksi wisata yang berbasis pertanian seperti sayuran, tanaman hias dan ternak Sebagian besar masyarakat masih melestarikan sifat ketradisionalannya dalam kehidupan sehari-hari Terdapat lebih dari satu tempat pariwisata di sekitar tapak Adanya Ketep Pass sebagai icon tempat wisata di Kabupaten Magelang dan sudah memiliki ketenaran hingga tingkat nasional Sarana dan fasilitas yang ada masih bersifat tradisional
Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani (1540 orang) Secara garis besar masyarakat setempat akan teus berlanjut Adanya kunjungan dan transaksi ekonomi yang kontinyu pada daerah ini Tradisi dan kebudayaan masyarakat petani sudah melekat pada warga
Pengembanagn yang intensif dari hewan ternak sebagai bagian dari objek dan atraksi dari agrowisata Perbaikan dan membuat saluran darainase baik di jalan utama ataupun jalan desa yang lebih permanen Pembuatan zona korservasi pada area tertentu Pembuatan sistem pengelolaan limbah cair terutama pada daerah pemukiman Mengembangkan fasilitas untuk mengoptimalkan keindahan akustik dan visual
Tidak adanya sistem drainase yang baik terutama pada area permukiman yang memungkinkan terjadinya pencemaran air. Terbatasnya jumlah air terutama saat musim kemarau tiba
Kurangnya fasilitas untuk menikmati pemandangan di luar Ketep Pass Area permukiman yang padat dan kurang bersih menyebabkan bad view.
Sarana dan prasarana yang masih terbatas
Pembuatan perencanaan kawasan yang melibatkan masyarakat dan pemerintah setempat
Belum adanya manajemen yang memadai untuk mengakomodasi potensi wisata agro yang ada di Desa Ketep
Membuat perencanaan manajemen yang melibatkan Ketep Pass dan wisata agro dengan melibatkan masyarakat sebagai pengelola utama Membentuk jaringan menejemen terpadu lintas tempat wisata dan lintas wilayah Penambahan saranan dan fasilitas wisata baik dilihat dari aspek keselamatan maupn aspek wisatanya.
Kurang legkapnya kesiapan saranan wisata di Desa Ketep
Berfluktuatifnya pendapatan petani
Melakukan perencanaan agrowisata berkelanjutan sebagai solusi meningkatkan kesejahteraan petani Menambah fasilitas pendukung kegiatan rekreasi yang sudah ada
56
4.2.2 Pengembangan Konsep 4.2.2.1 Konsep Ruang Secara garis besar ruang yang ada akan dibagi menjadi tiga yaitu ruang agrowisata, ruang pendukung agrowisata dan ruang non agrowisata. Ruang agrowisata merupakan ruang yang diperuntukkan untuk mengembangkan segenap potensi pertanian yang ada. Ruang pendukung agrowisata merupakan ruang untuk melayani setiap kebutuhan yang ada di ruang agrowisata. Selanjutnya, ruang non agrowisata adalah ruang yang diperuntukkan untuk aktivitas di luar agrowisata. Deskripsi ruang secara umum dapat dilihat pada gambar 15. Ruang Non Agrowisata (Konservasi) Ruang Non Agrowisata (Penyangga) Ruang Agrowisata
Ruang Pendung (Pelayanan) Ruang Pendukung (Penerimaan)
Gambar 15. Konsep Pengembangan Ruang pada Tapak
Ruang agrowisata akan dibagi menjadi empat ruang yaitu ruang sayuran, ruang tanaman hias dan buah, ruang peternakan dan ruang teknologi pertanian. Ruang agrowisata ini memiliki fungsi penerimaan, pelayanan, display, budidaya dan pasca panen dimasing-masingnya. Ruang berikutnya adalah ruang pendukung agrowisata. Ruang ini terbagi atas ruang penerimaan, ruang pelayanan, dan ruang masyarakat. Ruang penerimaan merupakan ruang pertama yang akan djumpai oleh setiap pengunjung yang akan memasuki daerah tapak. Disini pengunjung akan mendapatkan informasi terkait dengan keberadaan tapak secara khusus sehingga pengunjung akan bersemangat untuk memasuki tapak. Ruang berikutnya adalah ruang pelayanan. Fungsi dari ruang ini yaitu menyediakan pelayanan kepada pengunjung baik barang maupun jasa. Ruang ini
57
dapat dipusatkan pada satu titik tertentu atau menyebar mengikuti objek. Ruang terakhir pada ruang penunjang adalah ruang masyarakat. Ruang ini merupakan ruang kehidupan masyarakat yang ada di dalam tapak. Setiap aktivitas kehidupan mereka juga merupakan atraksi yang menjadi referensi dalam melakukan pengembangan tapak. Selanjutnya adalah ruang non agrowisata. Ruang ini terdiri atas ruang penyangga dan ruang konservasi. Ruang penyangga merupakan ruang pemisah antara ruang agrowisata dan ruang pendukung agrowisata dengan ruang konservasi yang tidak diperkenankan adanya aktivitas wisata. Terakhir adalah ruang konservasi yang diperuntukkan untuk menjadi daerah perlindungan tanah dan air dari kerusakan.
4.2.2.2 Konsep Aktivitas dan Fasilitas Konsep aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas yang melibatkan keikutsertaan pengunjung terhadap kegiatan pertanian. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas aktif dan pasif. Aktivitas aktif diantaranya adalah aktivitas budi daya seperti penyiapan lahan, pengolahan hasil pertanian, dan pengepakan produk atau aktifitas yang disesuaikan dengan potensi agrowisata yang ada. Sedangkan aktifitas pasif yaitu berupa pengamatan yang dilakukan oleh pengunjung terhadap aktivitas yang ada. Fasilitas yang akan dikembangkan yaitu fasilitas yang sesuai terhadap fungsi ruang. Fasilitas yang diutamakan yaitu fasilitas yang fungsional dan tradisional sehingga mudah untuk dilakukan pemeliharaan dengan tidak mengesampingkan fasilitas modern yang sudah ada. Fasilitas dengan bentuk seperti ini bertujuan untuk memberikan kesan alami tetapi tidak menghilangkan kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakannya. Selain fasilitas, pengembangan utilitas juga akan dilakukan dengan memprioritaskan utilitas vital seperti penyediaan sarana air bersih, listrik, komunikasi dan pengelolaan sampah serta limbah. Pengembangan ini dilakukan mengingat masih adanya keterbatasan desa ini dari teknologi. Selain itu, utilitas ini nantinya disediakan pula untuk mengembangkan sektor lain yang ada di Desa ketep.
58
4.2.2.3 Konsep Sirkulasi Jalur sirkulasi harus dibangun dengan memperhatikan fungsi dan efisiensi sehingga pengguna dapat memperoleh keuntungan baik secara ekonomi maupun fungsi (Laurie 1986 dalam Hapsari 2008). Untuk mendapatkan hal tersebut maka konsep sirkulasi yang diangkat yaitu dengan memanfaatklan jalan yang sudah ada pada tapak dengan disertai penambahan dan perbaikan rute sirkulasi. Hal ini dimaksudkan
agar
pengunjung
dapat
menikmati
kunjungannya
tanpa
menghilangkan interaksi dengan masyarakat sekitar. Ilustrasi konsep sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 17.
Ruang Agrowisata
Ruang Non-agrowisata
Jalur Primer
Ruang Atraksi
Ruang Penyangga
Jalur Sekunder
Ruang Penunjang Agrowisata
Ruang Konservasi
Jalur tersier
Gambar 17. Konsep Sirkulasi pada Tapak Sirkulasi pada tapak akan dibagi menajdi dua yaitu jalur wisata dan masyarakat. Jalur wisata akan digunakan untuk menghubungkan ruang atraksi yang ada yang terdiri dari jalur primer dan sekunder. Sedangkan jalur masyarakat akan diperuntukkan untuk melayani aktivitas produksi dan kemasyarakatan dan juga pelayanan. Jalur primer merupakan jalur yang melayani kepentingan pengunjung untuk menyinggahi ruang atraksi wisata yang ada. Jalur ini menggunakan sistem loop dengan intensitas mobilitas yang tinggi. Sedangkan jalur sekunder akan digunakan untuk pengunjung dan masyarakat dengan berjalan kaki atau kendaraan kecil dalam melakukan aktivitasnya.
59
4.2.2.4 Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau direncanakan dengan dasar untuk melindungi tanah dan air, melestarikan plasma nutfah, memberi kenyamanan dan mampu memberikan ciri khas kawasan sebagai daerah yang berhawa sejuk tetapi sulit air. Untuk memaksimalkan potensi maka tata hijau yang digunakan berasal dari tanaman lokal dan sesuai dengan kondisi lahan. Berdasarkan fungsi dan peruntukannya maka tata hijau akan dibagi menjadi tata hijau konservasi, tata hijau penyangga, tata hijau peneduh dan tata hijau budi daya. Tata hijau konservasi diperuntukkan pada daerah - daerah pada tapak yang memiliki potensi bahaya. Selanjutnya yaitu tata hijau penyangga. Tata hijau ini berisi ladang - ladang penduduk dan area semak belukar yang ada. Ketiga yaitu tata hijau peneduh yang digunakan untuk ruang aktivitas pasif pada daerah penghubung. Terakhir adalah tata hijau budi daya yang merupakan tanaman yang sengaja ditanam oleh penduduk untuk diambil manfaatnya.
4.3 Perencanaan Lanskap 4.3.1 Rencana Ruang Rencana ruang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan ruang baik untuk aktivitas wisata ataupun aktivitas masyarakat. Ruang yang akan dikembangkan yaitu Ruang Agrowisata, Ruang Pendukung Agrowisata dan Ruang Non-agrowisata. Ruang-ruang ini pada dasarnya akan saling menyatu dan saling melengkapi. Masing-masing ruang memiliki peran dan jenis aktivitas yang berbeda-beda.
A. Ruang Agrowisata 1. Ruang Inti Ruang ini merupakan ruang atraksi utama dari perencanaan ruang yang ada. Pada ruang ini ditampilkan objek dan atraksi wisata yang ada. Ruang ini terbagi menjadi beberapa ruang yang didasari dari potensi utama yang dimilki yang dapat dijual kepada pengunjung. Ruang tersebut diantaranya ruang tanaman hias dan buah, ruang sayuran, ruang teknologi pertanian, dan ruang peternakan.
61
a. Ruang Tanaman Hias dan Buah Ruang tanaman hias dan buah adalah area yang dikembangkan pada Dusun Ketep yang ditujukan untuk mengakomodasi potensi dominan area tersebut yaitu kebun strawberi dan pusat tanaman hias yang dikelola oleh masyarakat setempat. Area ini berada disepanjang jalan utama SSB pada Dusun Ketep sebelum wisatawan menuju ke Ketep Pass.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 18. Ilustrasi Aktivitas dan Fasilitas di Ruang Tanaman Hias dan Buah (a) kios tanaman strawberi, (b) aktivitas memetik buah, (c) kios tanaman hias, (d) kebun strawberi Pengunjung dapat memasuki ruang ini setelah melewati ruang pelayanan kawasan. Pengunjung cukup berjalan kaki atau mengikuti kendaraan khusus wisata yang ada. Ruang penerimaan kawasan ini berada tepat di damping jalan utama SSB. Setelah itu pengunjung dapat masuk ke fungsi pelayanan dimana pengunjung akan mendapat pengarahan oleh pemandu yang selanjutnya dapat diteruskan ke ruang budidaya dan display.
62
Ruang ini memungkinkan pengunjung untuk berwisata secara pasif dan aktif. Kegiatan aktif yang dapat dilakukan pengunjung diantaranya memetik buah strawberi secara langsung, memakan buah tersebut di saung ataupun tempat peristirahatan yang ada, berjalan-jalan disepanjang pusat tanaman hias, membeli tanaman hias untuk oleh-oleh, ataupun berkomunikasi secara langsung dengan para pembudidaya tanaman tersebut. Pengunjung juga dapat melakukan kegiatan aktif lainnya seperti berfoto bersama, melihat pemandangan, beristirahat ataupun mengamati aktivitas warga pada area tersebut. Untuk menunjang aktivitas tersebut maka fasilitas penunjang yang akan dibangun diantaranya adalah gedung pusat tanaman hias, saungsaung tempat peristirahatan, trotoar jalan, area parkir, papan informasi, tempat duduk. b. Ruang Teknologi Pertanian Ruang ini adalah area yang direncanakan pada Dusun Gintung mengingat pada dusun ini terdapat unit pengolahan pembuatan konsentrat pakan ternak seperti pada Gambar 20. Dusun ini berada pada wilayah barat dari Dusun Ketep dan berada tepat di sisi jalan SSB sehingga mudah untuk di akses. Wisata aktif yang dapat dilakukan oleh pengunjung diantaranya mengikuti proses pembuatan konsentrat tersebut dari mengolah bahan dasar hingga konsetrat selesai dibuat, pengepakan hingga membeli produk konsentrat yang sudah jadi. Sedangkan aktivitas pasifnya yaitu berfoto, mengamati proses, mengamati kehidupan masyarakat dan kondisi lingkungan yang ada, mengamati arsitektur rumah warga dan bersantai.
Gambar 19. Aktivitas Pembuatan Konsentrat
63
Bentuk-bentuk fasilitas yang akan disediakan di area tersebut cukup beragam. Fasilitas tersebut diantaranya gedung pengelola, gedung pusat pembuatan konsentrat, tempat pengepakan, trotoar jalan, saung atau tempat bersantai dan beristirahat.
c. Ruang Sayuran Ruang ini adalah area yang direncanakan pada Dusun Gondang Sari yang memiliki potensi dalam bidang sayuran. Dusun ini berada di bagian utara dekat dengan perbatasan dengan Desa Banyuroto. Selain itu, dusun ini juga berada di tepi jalur SSB.
(a)
(b)
Gambar 20. Atraksi Agrowisata di Ruang Sayuran (a) pembibitan, (b) pemanenean tomat Pada area ini pengunjung dapat melihat secara langsung kegiatan agribisnis sayuran. Pengunjung akan diajak baik langsung ataupun tak langsung untuk belajar membibitkan tanaman, budidaya tanaman, hingga pasca panennya seperti Gambar 22. Untuk itu, sarana dan prasarana yang akan dikembangkan meliputi area khusus budidaya, gedung pengelolaan, pasar, saung atau gazebo, trotoar, tempat sampah, parkir. Selain itu terdapat pula gedung pelayanan sebagai sarana untuk menambah kenyamanan pengunjung.
d. Ruang Peternakan Ruang ini adalah area yang direncanakan pada Dusun Puluhan yang ditujukan untuk mengakomodasi potensi dominan ternak yang
64
dimiliki oleh masyarakat. Dusun ini berada di sebelah selatan dari Dusun Gintung serta terletak agak dalam dari jalur utama SSB.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 21. Ilustrasi Aktivitas Pengunjung di Ruang Peternakan (a) memerah susu, (b) membuat bio gas, (c) membuat kompos, (d) memberi makan ternak Pengunjung dapat melakukan wisata aktif ataupun pasif secara bersamaan seperti Gambar 21. Wisata aktif yang dapat dilakukan diantaranya pemeliharaan ternak seperti memandikan ternak, memberi makan ternak dan menggembalakan ternak, pemerahan susu, sampai pengolahan hasil ternak baik berupa susu, yogurt, ataupun biogas. Sedangkan aktivitas pasifnya yaitu berfoto, mengamati proses, mengamati kehidupan masyarakat dan kondisi lingkungan yang ada, dan bersantai. Aktivitas ini dapat pengunjung lakukan di tempat peristirahatan yang disediakan atau dapat pula singgah langsung dirumah penduduk. Untuk menunjang aktivitas diatas maka pada ruang ini akan dilengkapi dengan fasilitas seperti kandang komunal, tempat pengolahan susu, gedung pengelola, pusat pembuatan biogas, pusat pengolahan produk susu, saung atau tempat bersantai, toilet, rumah makan dan trotoar jalan.
65
2. Ruang Penunjang Agrowisata a) Ruang Penerimaan Ruang ini adalah ruang pertama yang akan ditemui oleh pengunjung yang akan memasuki tapak. Area ini berada pada jalur sebelah barat (utama) dan pada jalur timur dan selatan (sekunder). Aktivitas yang ada pada ruang ini adalah aktivitas pasif. Aktifitas tersebut yaitu aktivitas mengamati dan mengakses informasi tapak sehingga pengunjung mendapatkan identitas dan kesan tapak. Fasilitas yang akan disediakan pada ruang ini diantaranya gapura, papan informasi, penujuk arah seperti pada ilustrasi pada gambar 23.
Gambar 22. Ilustrasi Gapura Selamat Datang b) Ruang Pelayanan Ruang pelayanan berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam kegiatan wisatanya di dalam tapak. Ruang ini akan ada pada setiap sub-ruang atraksi wisata hanya saja tetap diperlukan suatu ruang pelayanan utama yaitu berada pada Dusun Ketep. Hal ini dimaksudkan agar seluruh informasi dapat terpadu pada satu sistem yang nantinya memudahkan wisatawan dalam menentukan rute wisatanya.
(a) (b) Gambar 23. Aktifitas yang Terdapat di Ruang Pelayanan (c) makan dan minum, (d) bersantai
66
Aktivitas yang dikembangkan pada ruang ini adalah aktivitas aktif diataranya mengakses informasi, berbelanja, membeli tiket, parkir kendaraan, makan dan minum, menyewa kendaraan khusus, ibadah, isitirahat. Untuk mendukung hal tersebut maka fasilitas yang diperlukan diantaranya restoran, tempat parkir, mushola, toilet, tempat penyewaan kendaraan, tempat informasi, dan telepon. Beberapa fasilitas ini juga akan ditemui oleh pengunjung pada masing-masing ruang pelayanan pada sub ruang atraksi wisata yang ada.
c) Ruang Masyarakat Ruang ini merupakan ruang eksisting yang diperuntukkan sebagai tempat berinteraksinya masyarakat dengan sesamanya baik untuk kegiatan produksi ataupun hubungan kemasyarakatan lainnya. Pola hubungan yang dibangun oleh masyarakat sangatlah unik dan dapat dijadikan sebagai objek dan atraksi wisata pula dalam kaitannya dengan agrowisata yang dikembangkan. Aktivitas yang ada disini adalah melihat-lihat dan berinteraksi secara langsung dengan penduduk bahkan bermalam. Hal itu sangat potensial dan dapat dijadikan sebagai objek dan atraksi wisata. Meskipun demikian, untuk bermalam pada ruang ini sangatlah sulit mengingat terdapat peraturan tidak tertulis yang menyatakan kalau kawasan ini tidak boleh ada penginapan.
Tabel 18. Rencana Penggunaan Ruang Area Ruang agrowisata (165 ha/40%) peternakan sayuran Tanaman hias dan buah Teknologi pertanian Ruang Pendukung ( 72 ha/17%) Penerimaan Pelayanan Masyarakat Ruang non agrowisata (182 ha/43%) Ruang penyangga Ruang konservasi
Luas (ha)
Letak
30 43 48 44
Dusun Puluhan Dusun Gondang Sari Dusun Ketep Dusun Gintung
21 31 20
Dusun Ketep Dusun Ketep dan Dadapan Tersebar disemua dusun
100 82
Tersebar disemua dusun Lembah perbukitan
67
Tabel 19. Rencana Penggunaan Ruang Untuk Aktivitas Agrowisata Aktivitas
Desa Ketep Luas Daya tampung (m2) (orang)
Pelayanan Wisata
Penyambutan
1000
-
Parkir mobil/bus Parkir motor Beribadah
7000 100 2500
250 500 1000
MCK Menikmati makanan Registrasi Belanja
1000 1000 100 3000
50 500 1500
Agrowisata dan Wisata Umum Budidaya
10000
2500
1000 1000
500 500
100 7000
50 -
1000
-
Pengemasan hasil Pengolahana limbah pertanian Memerah sapi Menikmati pemandangan Photo shuting
Keterangan
Terpusat di Dusun Ketep, tersebar di masing-masing dusun Tersebar di masing-masing dusun Terpusat di ruang pelayanan Tersebar di masing – masing objek wisata
Terpusat di Dusun Ketep Terpusat di Ketep dan tersebar di masing-masing dusun
Dusun Ketep dan Gondangsari Dimasing-masing dusun Dusun Gondangsari Dusun Puluhan
3. Ruang Non Agrowisata 1) Ruang Penyangga Ruang ini berfungsi sebagai pemisah antara ruang agrowisata dengan ruang konservasi. Ruang ini akan banyak diisi oleh lahan pertanian masyarakat setempat yang tidak dikembangkan sebagai tempat ataupun objek wisata. Disini tidak terdapat aktivitas wisata sehingga fasilitas wisatapun juga ditiadakan. Area penyangga ini lebih ditujukan sebagai tempat untuk produksi masyarakat dalam usahanya memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.
Tabel 19. Pengembangan Ruang, Aktivitas dan Fasilitas Agrowisata Ruang Ruang Agrowisata
Sub Ruang Ruang Tanaman Hias dan Buah
Ruang Pertanian
Teknologi
Ruang Sayuran
Tanaman
Ruang Peternakan
Aktivitas Tipe Aktivitas Pengamatan aktivitas budi daya Pasif dan aktif oleh petani Menikmati pemandangan lanskap pertanian dan pegunungan yang ada disekitar tapak Bersantai, istirahat, berfoto. Memetik buah, membeli tanaman hias Pengamatan dan praktek Pasif dan aktif inovasi teknologi berupa pembuatan pakan ternak Pengamatan aktivitas kemasyarakatan dan kebudayaan Desa Ketep Pengamata ragam tanaman hias warga Mengamati arsitektur rumah warga Pengamatan dan mencoba Pasif dan Aktif secara langsung budi daya tanaman, out bond, istirahat, bersantai, pengamatan terhadap kehidupan masyarakat Pengamatan terhadap aktivitas peternakan Pengamatan dan turut serta dalam proses pengolahan produk Bersantai, istirahat Pengamatan terhadap kehidupan bermasyarakat
Pasif dan aktif
Intesitas Aktivitas Intensif
Intensif dan semi intensif
Intensif dan semi intensif
Intensif dan semi intensif
Fasilitas rumah makan, saung peristirahatan, parkir, gedung pusat tanaman hias, gedung pengelola, papan informasi.
Gedung pembuatan pakan, koridor taman, parkir, nursery tanaman hias warga, saung, toilet
Area pembibitan, lahan percobaan, fasilitas outbond sederhana, saung istirahat, area penerimaan, pasar, gedung pengelola Gedung pengolahan produk, kandang komunal, tempat beristirahat, jalan, toilet, rumah makan,
Lanjutan Tabel 19 Ruang Ruang Penunjang Agrowisata
Ruang Agrowisata
Non
Sub Ruang Ruang Penerimaan
Ruang Pelayanan
Ruang Masyarakat
Ruang Penyangga
Ruang Konservasi
Aktivitas Akses Informasi secara lengkap
Intesitas Aktivitas Intensif
Pasif
Intensif
Pasif
Semi Intensif
Aktif
wisata
Istirahat, makan dan minum, membeli tiket, menyewa guide dan trasnportaski wisata, parkir kendaraan, akses informasi wisata, beribadah, berbelanja, menikmati pemandangan Mengenal aktivitas dan kebudayaan masyarakat setempat
Pemenuhan produksi internal masyarakat -
Tipe Aktivitas Pasif
-
Intensif
-
Fasilitas Gerbang, papan informasi dan penunjuk arah Gedung istirahat, gedung pengelola, kios, mushola, loket, pusat informasi, tempat parkir, toilet, penyewaan kendaraan, papan informasi. Jalur masyarakat dan lingkungan kemasarakatan yang ada -
-
70
2) Ruang Konservasi Ruang ini dapat pula disebut ruang proteksi. Fungsi utama dari ruang ini yaitu sebagai pelindung tanah dan air yang ada pada tapak. Aktivitas yang ada hanyalah aktivitas pasif dan terbatas untuk memastikan kalau daerah ini aman dari lingkungan luar. Jalur - jalur yang ada hanyalah jalan setapak yang dimaksudkan agar tidak banyak orang yang menuju ke sana. Ruang ini akan banyak mengisi daerah-daerah dengan kemiringan tinggi, daerah mata air, dan daerah lembah yang biasa sebagai daerah resapan air. Hampir disetiap dusun akan memiliki ruang ini sehingga persebaran daerah ini akan merata ke seluruh desa mengingat daerah Ketep merupakan daerah yang berbukit.
4.3.2 Rencana Fasilitas dan Utilitas Rencana
fasilitas
dibuat
berdasarkan
jenis
aktivitas
yang
akan
dikembangkan di desa. Aktivitas yang dikembangkan adalah aktivitas yang melibatkan keikutsertaan pengunjung terhadap kegiatan pertanian. Aktivitas tersebut dapat berupa aktivitas aktif dan pasif. Aktivitas aktif diantaranya adalah aktivitas budi daya seperti penyiapan lahan, pengolahan hasil pertanian, dan pengepakan produk. Sedangkan aktifitas pasif yaitu berupa pengamatan yang dilakukan oleh pengunjung terhadap aktivitas yang ada. Secara khusus, rencana fasilitas pada daerah pengembangan agrowisata dapat dilihat pada Tabel 21. Bahan-bahan umum yang digunakan tentu menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan mudah di dapat terutama dari daerah setempat. Proses pengerjaannya pun dilakukan oleh masyarakat sebagai bagian dari program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Dari aspek desain, pelibatan masyarakat dalam pengerjaan fasilitas akan memudahkan masyarakat setempat untuk mempertahankan ketradisionalan dari kawasan itu sendiri. Fasilitas-fasilitas yang dikembangkan akan dikelola secara mandiri oleh masyarakat melalui kelembagaan yang ada dan akan mengelola agrowisata tersebut.
71
Tabel 21. Rencana Faslitas dan Utilitas No
Fasilitas pelayanan wisata
Jumlah
Kantor pelayanan Masjid Pasar lokal Gerai penjualan Kantin Toilet
Luas(m2) atau ukuran(m) P=12, L=10 m, T=3 P=1, L=0,5, T=3 P=1, L=0,5, T=3 16 m2 Ls=10000 m2 , Ls=1000 m2 Ls=500 m2 Ls=1000 m2 Ls=2500 m2 Ls=40 m2 Ls=1000 m2 P=6, L=3, T=3
Fasilitas Agrowisata Dan Wisata Umum Lahan percobaan Jalan Pengemasan hasil Pengolahan hasil Saung makan Saung santai Area pandang
5000 m2 Ls=2000 m2 1000 m2 1000 m2 P=6, L=3, T=3 P=6, L=3, T=3 4000 m2
1 buah
PDAM, mata air PLN TELKOM, HP Ls=7000 m Iklan, website, pamflet, laeflet
4 buah 1 1 1
Gapura Papan penanda Papan informasi Pos jaga Parkir bus, motor, mobil
Fasilitas Penunjang Wisata Air bersih Listrik Telekomunikasi Pengolahan limbah Promosi
3 buah 10 buah 10 buah 5 buah 1 parkir utama, 3 parkir sekunder 5 buah 5 buah 1 buah 4 buah 2 buah 50 buah
5 buah 5 buah 10 buah 10 buah 1 buah
Fasilitas yang akan dikembangkan yaitu fasilitas yang sesuai terhadap fungsi ruang. Fasilitas yang diutamakan yaitu fasilitas yang fungsional dan tradisional sehingga mudah untuk dilakukan pemeliharaan. Fasilitas dengan bentuk seperti ini bertujuan untuk memberikan kesan alami tetapi tidak menghilangkan kemudahan dan kenyamanan dalam menggunakannya. Pengadaan dari saranan tersebut tentu diutamakan berasal dari bahan-bahan yang mampu diproduksi oleh masyarakat setempat.
72
(a)
(a)
(b)
(b) Gambar 23. Ilustrasi Fasilitas pada ruang pelayanan (a) tempat istirahat, (b) gedung Pengelola, (c) masjid, (d) tempat parkir
Rencana utilitas yang akan dikembangkan di dalam agrowisata ini yaitu pengadaan air bersih mealui penyaluran air dari mata air, pengadaan peralatan telekomunikasi, listrik, tempat pengolahan limbah baik padat maupun cair serta sarana untuk promosi.
4.3.3 Rencana Sirkulasi Jalur sirkulasi harus dibangun dengan memperhatikan fungsi dan efisiensi sehingga pengguna dapat memperoleh keuntungan baik secara ekonomi maupun fungsi (Laurie 1986 dalam Hapsari 2008). Untuk mendapatkan hal tersebut maka konsep sirkulasi yang diangkat yaitu dengan memanfaatkan jalan yang sudah ada pada tapak dengan disertai penambahan dan perbaikan rute sirkulasi. Hal ini dimaksudkan
agar
pengunjung
dapat
menikmati
menghilangkan interaksi dengan masyarakat sekitar.
kunjungannya
tanpa
73
Sirkulasi pada tapak akan dibagi menajadi dua bagian berdasarkan kepentingannya. Keduanya yaitu jalur sirkulasi wisata dan jalur sirkulasi masyarakat. Jalur sirkulasi wisata merupakan jalur yang diperuntukkan bagi pengunjung agrowisata untuk menikmati setiap objek dan atraksi yang ada di dalam tapak. Jalur ini dibagi atas 3 jalur kembali yaitu jalur primer, sekunder, dan tersier. Ilustrasi Jalur primer tampak seperti pada Gambar 24.
Gambar 24. Ilustrasi Jalan Primer pada Tapak Jalur primer adalah jalan yang khusus bagi kendaraan yang berwisata yang menghubungkan sub-sub zona pada zona agrowisata. Jalur ini menggunakan pola loop (melingkar) sehingga seluruh objek dan atraksi wisata dapat terhubung satu dengan yang lainnya. Lebar jalur ini kurang lebih 6 meter dan beraspal sehingga memudahkan kendaraan untuk melaluinya. Pada tapak, jalur ini merupakan jalan kolektif. Selain jalur tersebut akan ada penambahan jalur primer berupa jalan satu arah dengan lebar 5 meter yang menghubungkan antara Dusun Gintung, Dusun Gondang Sari dan Gapura Perbatasan Ketep-Banyuroto di arah Timur. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung dapat lebih mudah mengakses atraksi yang ada dan juga untuk mengurangi penumpukan pengunjung di Ketep Pass pada saat-saat tertentu. Jalur sekunder adalah jalur wisata yang diperuntukkan bagi kendaraan kecil dan pejalan kaki. Jalan ini direncanakan mengambil jalur eksisting yang berada di Dusun Ketep dan Dusun Dadapan. Jalur ini dapat menghubungkan antara Dusun Ketep dengan Dusun Gintung serta Puluhan secara lebih cepat. Jalur ini memiliki lebar kurang lebih 5 meter. Jalur sirkulasi masyarakat merupakan jalur yang khusus diperuntukan bagi pemenuhan kehidupan masyarakat dan produksi. Jalur ini terbagi menjadi dua
74
jenis yaitu jalur primer dan sekunder. Jalur primer adalah jalur yang diperuntukkan bagi kendaraan pribadi, produksi dan angkutan umum. Jalur ini bersifat dua arah, sedangkan jalur sekunder merupakan jalur pejalan kaki bagi warga yang menghubungkan antara satu rumah dengan rumah yang lainnya serta rumah dengan kebun mereka.
4.3.4 Rencana Tata Hijau Konsep tata hijau direncanakan dengan dasar untuk melindungi tanah dan air, melestarikan plasma nutfah, member kenyamanan dan mampu memberikan ciri khas kawasan sebagai daerah yang berhawa sejuk tetapi sulit air. Untuk memaksimalkan potensi maka tata hijau yang digunakan berasal dari tanaman lokal dan sesuai dengan kondisi lahan. Berdasarkan fungsi dan peruntukannya maka tata hijau akan dibagi menjadi tata hijau konservasi, tata hijau penyangga, tata hijau peneduh dan tata hijau budi daya. Tata hijau konservasi diperuntukkan pada daerah-daerah pada tapak yang memiliki potensi bahaya. Untuk melengkapi dari penataan ini maka lahan-lahan yang ada di tapak digunakan pola terasering. Selanjutnya yaitu tata hijau penyangga. Tata hijau ini berisi ladang ladang penduduk dan area semak belukar yang ada. Ketiga yaitu tata hijau peneduh yang digunakan untuk ruang aktivitas pasif pada daerah penghubung. Terakhir adalah tata hijau budi daya yang merupakan tanaman yang sengaja ditanam oleh penduduk untuk diambil manfaatnya. Penataan ruang hijau atau penghijauan sangatlah penting bagi tapak meskipun tapak sudah tampak hijau yang dipenuhi oleh pepohonan. Hal itu dimasksudkan agar kawasan agrowisata ini memiliki ciri khas. Elemen hijau yang mengisi kawasan adalah tanaman yang diprioritaskan memiliki beberapa spesifikasi. Spesifikasi tersebut yaitu : 1. pengisi lahan yang produktif baik pada lahan pertanian ataupun non lahan pertanian 2. memiliki manfaat mengikat air tanah 3. memiliki jenis akar yang memperkuat struktur tanah 4. memiliki nilai orologis (kemampuan untuk meredam erosi)
75
5. memiliki nilai estetika 6. memperkuat ciri lokal “Spirit of Place” Merapi Merbabu yang memiliki hawa sejuk tetapi sulit air. beberapa alternatif tanaman yang direkomendasikan untuk ditanam dalam perencanaan tata hijau dapat berasa dari golongan pohon, semak, penutup tanah, rumpu dan tanaman merambat. Beberapa tanaman yang direkomendasikan yaitu : 1. Rumput Gajah Rumput gajah atau yang sering dikenal dengan Pennisetum pupureum. Selain dapat menahan laju erosi ketika musim hujan juga bermanfaat sebagai penyedia pakan ternak. Disamping itu pembudidayaannyapun sangat mudah yaitu dengan metode stek yang sudah dipahami oleh masyarakat setempat. Tanaman ini direkomendasikan ditanam sebagai pembatas pada tegalan penduduk dan juga pada pinggir jalan desa ataupun pada lahan-lahan yang masih menganggur.
2. Bambu Tanaman ini juga sangat baik dalam menahan laju erosi. Tanaman ini direkomendasikan untuk ditanam pada area yang memiliki kemiringan >45% (sangat curam). Akar bambu yang kuat serta daunnya yang rapat mampu mengikat tanah dan mengurangi detouchment pada tanah pada saat hujan turun. Jenis - jenis bambu yang dapat ditanam yaitu Bambu Apus (Gigantochloa apus), Bamboo Ater (Gigantochloa verticillata), Buluh Betung (Dendrocalamus asper) dan Awur Duri (Bamboosa bambos). 3. Sengon Laut Tanaman ini dikenal dengan nama Albizzia falacata. Albisia memiliki sistem perakaran yang dalam yang mampu mengikat tanah. Ia mampu bertahan pada konsisi basah maupun kering. Ia pun mudah diperbanyak yaitu dengan biji. Pola penanamannya dapat berupa barisan ataupun teratur disela-sela tanaman budi daya. Selain tanaman diatas, pada daerah-daerah tertentu diperlukan juga jenis tanaman yang berbeda. Pada tepian jalan direkomendasikan untuk menanam tanaman damar (Agatis damara). Secara arsitektur, pohon damar yang disusun secara ritmis dapat difungsikan sebagai pengarah jalan. Selain itu, pada jalan-jalan
76
dusun dapat pula ditanam tanaman bunga-bungaan serta kebun warung hidup yang dapat memperindah lingkungan serta meningkatkan daya pikat kunjungan. Hasil perencanaan lanskap agrowisata perdesaan berbasis ecovillage di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang disajikan pada Gambar 25. Gambar tersebut menerangkan secara utuh perencanaan lanskap agrowisata dari Desa Ketep.
77
78
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1.
Desa Ketep merupakan salah satu desa yang memiliki karakter perbukitan yang didominasi oleh lanskap pertanian. Berdasarkan hasil analisis CSA yang menunjukkan angka 779 maka daerah ini dapat dinyatakan sebagai daerah yang akan terus berlanjut baik secara ekologi, sosial dan spiritualnya.
2.
Terdapat beberapa objek dan atraksi yang berpotensi untuk dikembangkan di desa ini. Seluruh potensi itu berasal dari karakter yang melekat pada desa yakni perbukitan dan pertanian. Diantara objek dan atraksi tersebut yaitu aktivitas budi daya pertanian yang telah lama berkembang, kekhasan dan keaslian masyarakat setempat, serta pemandangan yang menarik berupa hamparan lanskap perbukitan serta pegunungan.
3.
Perencanaan agrowisata dilakukan dengan mengikuti konsep perencanaan lanskap agrowisata yang berbasis pendidikan yang memadukan antara potensi aktivitas budidaya pertanian dengan kondisi alam yang merupakan daerah konservasi untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan dunia pertanian. Perencanaan berbasis ecovillage ini berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
juga
mempertahankan
keberlanjutan dari tapak. Ruang yang direncanakan terbagi menjadi tiga yaitu ruang agrowisata (40%/165ha), ruang penunjang agrowisata (17%/72 ha), dan ruang non agrowisata (47%/182 ha). Pada masing-masing ruang terdapat fungsi-fungsi tertentu seperti penerimaan, pelayanan, budidaya, pasca panen dan ruang lainnya yang sesuai dengan ruang yang ada. Aktivitas yang dapat dilakukan di dalam agrowisata ini dapat berupa aktivitas aktif dan pasif. Kegiatan tersebut didukung dengan direncanakannya fasilitas yang memadai yang mencakup fasilitas wisata agro dan fasilitas pelayanan. Selain itu, penambahan utilitas seperti air bersih, listrik, pengolahan sampah dan limbah, dan komunikasi serta promosi akan semakin memperkuat keberadaan agrowisata Desa Ketep ke depannya.
79
5.2 Saran 1. Pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten perlu bekerjasama dalam mengembangkan kawasan ini berbasis ecovillage agar keberlanjutannya dapat terus bertahan. 2. Pembentukan manajemen terpadu antara masyarakat desa dan juga pihak pengelola Ketep Pass akan sangat membantu dalam pengembangan organisasi masyarakat untuk mengelola dua objek wisata secara bersamasama dan terpadu agar tercipta kesejahteraan bagi masyarakat setempat. 3. Perencaan ini dapat dilanjutkan dengan melakukan penelitian lanjutan berupa perancangan untuk masing-masing dusun dan ruang – ruang pengembangan yang ada.
80
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 2000. Konservasi Tanah Dan Air. Bogor: IPB Press. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2007. Kabupaten Magelang Dalam Angka. Magelang: BPS Kabupaten Magelang. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang. 2007. Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang Dalam Angka. Magelang: BPS Kabupaten Magelang. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei Tanah dan Lahan. 2001. Peta Desa Ketep Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Bogor: Bakosurtanal. Basyir, Dani A. 2007. Evaluasi Keberlanjutan Masyarakat Desa Di DAS Cisadane Menuju Ecovillage [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Brscic, Kristina. 2006. The Impact of Agrotourism on Agricultural Production. Journal Central European Agriculture vol. 7 No. 3 Nov. 2006. [Depdagri] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2007. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah. http://www.ditjen-otda.depdagri.go.id/otonomi/uu.php. [21 Januari 2009] [Deppu] Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Undang-Undang No. 24 Tahun 1994 Tentang Penataan Ruang. www.pu.go.id. [10 Mei 2010] [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Laporan Akhir Identifikasi Dan Evaluasi Potensi Lahan untuk Perwilayahan Komodistas Pertanian Untuk Mendukung Prima Tani Di Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Bogor: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. [Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Studi Pemahaman Desa Secara Partisipatif Dalam Rangka Perencanaan Prima Tani Kabupaten Magelang. Semarang: BPTP Provinsi Jawa Tengah. [DPTR] Dinas Permukiman Dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2004. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Bukit Ketep. Semarang: DPTR Jawa Tengah. [DSPM] Dinas Sosial Dan Pemberdayaan Masyarakat. 2007. Daftar Isian Potensi Desa Ketep. Magelang: DSPM Kabupaten Magelang. Echols, John M dan Shadily Hassan. 2003. Kamus Inggris Indonesia : An EnglishIdonesian Dictionary. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
81
Galih,
M. 2009. Ketep Pass Meneropong www.mistergalih.com [17 Juni 2011]
Gagahnya
Merapi.
Global Ecovillage Network. 2007. Community Suistainability Asessment. gen.ecovillage.org [21 Januari 2009] Gold, SM. 1980. Recreation Planning & Design. New York: Mc Graw Hill. Gunawan, AW, dkk. 2007. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Bogor : IPB Press. Gunn,
C.A. 1997. Vacationscape: Taylor&Francis
Developing
Tourist
Area.
USA:
Hardjowigeno, S, dkk. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Hapsari, Betri AE. 2008. Perencanaan Lanskap Bagi Pengembangan Agrowisata Di Kawasan Agropolitan Merapi Merbabu, Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusudianto. 2009. Pengantar Industri Pariwisata. http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/08/pengantar-industri-pariwisata-definisi.html [30 Maret 2010] Marsh, William M. 2005. Landscape Planning Enviromental Applications. Hoboken : John Wiley & Sons, Inc. Nurlaelih, Euis. 2005. Aplikasi Konsep Desa Berkelanjutan (ecovillage) Dalam Pengelolaan Lanskap Perkampungan Tradisional : Studi Kasus : Perkampungan Sunda Di DAS Cianjur, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Fakultas Pertanian IPB. Pattiro.
2009. Geografis dan Demografis Kab. Magelang. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Locator_kabupaten_magelang. png. [21 Januari 2009 ].
Rachim, Djunaedi A dkk. 2002. Morfologi Dan Klasifikasi Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Faperta IPB. Rachmina, Dwi dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Simond, JO. 2006. Landscape Architecthure. New York: McGrow Hill Book Co. Sinukaban, Naik. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Bogor : IPB Press.
82
Subowo.
2002. Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani. http:// database.deptan.go.id/agrowisata.[21 Januari 2009] Soemarwoto, Otto. 1999. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan Press. Tirtawinata, MR dan Fachruddin L. 1996. Daya Tarik Dan Pengelolaan Agrowisata. Jakarta: Penebar Swadaya. Waluyo, Harry. 2007. Pengembangan Kepariwisataan Indonesia. www. budpar.go.id [ 21 Januari 2009 ]. Yoeti, OA. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : Pradya Paramitha. Yuzni, Siti Zulfa. 2008. Rencana Penataan Kawasan Wisata Berkelanjutan Di Danau Toba Sumatera Utara [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Fakultas Pertanian IPB.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. Persepsi dan Preferensi Pengunjung No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Variable Maksud kunjungan ke Desa Ketep a. Rekreasi b. Ingin tahu Berapa kali kunjungan ke Ketep a. 1 kali b. 2 kali c. > 2 kali Bersama siapa melakukan kunjungan a. Sendiri b. Kelompok c. rombongan Kendaraan apa yang digunakan a. motor b. mobil c. bus Lama kunjungan a. 1 jam b. 2 jam c. > 2 jam Pengeluaran wisata perbulan a. 10.000 – 50.000 b. 50.000 – 100.000 c. > 100.000 Pendapat tentang kawasan Ketep a. Sangat indah b. Indah Pendapat terhadap kenyamanan a. Sangat nyaman b. Nyaman Pendapat terhadap keamanan kawasan a. sangat aman b. aman Kesan terhadap akses menuju tempat a. sangat mudah b. mudah c. sulit d. sangat sulit Kesan terhadap jalur jalan kawasan a. sangat baik b. baik c. jelek
Persentase (%) 97 3 ] 73,4 13,3 13,3 6,7 73,3 20 53,3 33,3 13,1 60 30 10 73,3 20 6,7 33.3 66,7 15 85 3,3 96,7 3,3 81,1 13,3 3,3 6,7 86,6 6,7
85
12
13
14
15
16
17
18
19
Derajat pengalaman pengunjung a. sangat banyak pengalaman b. banyak pengalaman c. sedikit pengalaman d. sangat sedikir pengalaman Derajat kebersihan a. sangat bersih b. bersih c. kotor Darimana informasi tapak didapat a. keluarga b. selebaran c. teman d. diri sendiri e. lainnya Biaya masuk/tiket a. bersedia 5-10 ribu 10-50 ribu b. Tak bersedia Kondisi jalan menuju desa a. Sangat baik b. Baik c. buruk Kondisi jalan di dalam desa a. baik b. buruk Objek wisata yang bagus untuk dikembangkan a. pangan b. perkebunan c. perikanan d. peternakan e. kehutanan f. hortikultura Jenis wisata yang diiginkan a. memancing b. bersampan c. berenang d. bermain air e. kemah f. olah raga g. piknik h. out bond i. foto shuting j. bermain k. melihat pemandangan
Sumber: Hasil Analisis Wawancara (2009)
3,3 60 26,7 3,3 6,7 90 3,3 3,3 3,3 73,4 3,3 24,7 87 67 20 13 10 76,7 13,3 87 13 13,3 20 12 5,3 13,3 22,8
6,7 4,7 3,8 3,8 8,5 3,8 11,4 20 6,7 12,3 18
86
Lampiran 2. Kriteria Penilaian PKM Parameter Aspek ekologi Perasaan terhadap tempat Ketersediaan, produksi dan distribusi makanan Infrastruktur, bangunan dan transformasi Pola konsumsi dan pengelolaan limbah padat Air –sumber, mutu, dan pola penggunaan Limbah cair dan pengelolaan polusi air Sumber dan penggunaan energi Aspek sosial Keterbukaan, kepercayaan, keselamatan, ruang bersama Komunikasi-aliran gagasan dan informasi Jaringan pencapaian dan jasa Keberlanjutan sosial Pendidikan Pelayanan kesehatan Keberlanjutan ekonomi lokal yang sehat Aspek spiritual Keberlanjutan budaya Seni dan kesenangan Keberlanjutan spiritual Keterikatan masyarakat Gaya pegas masyarakat Holografik baru, pandangan dunia Perdamaian dan kesadaran global
Bobot * * * * * * * ** * * * * * * * ** * * * * * * * **
Total nilai aspek** Total nilai keseluruhan *** Keterangan : Indikator bobot parameter pada satu aspek (GEN 2007): >50
Menunjukkan kemajuan sempurna kearah keberlanjutan
25-49
Menunjukkan suatu awal yang baik kearah keberlanjutan
0-24
Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
Indikator bobot total parameter pada suatu aspek (GEN2007): >333
menunjukkan kemajuan sempurna kearah keberlanjutan
166-332
menunjukkan suatu awal yang baik kearah keberlanjutan
0-165
Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
Indikator bobot total seluruh aspek (GEN2007): >999
menunjukkan kemajuan sempurna kearah keberlanjutan
500-998
menunjukkan suatu awal yang baik kearah keberlanjutan
0-449
Menunjukkan perlunya tindakan untuk mencapai keberlanjutan
Sumber : GEN, 2007
87
Lampiran 3. Kuesioner Pengunjung Nomor Responden Tanggal Survei
Nama Enumerator Tanda Tangan
KUESIONER
Assalamualikum wr. Wb. Saya adalah mahasiswa semester akhir pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang menyususn skripsi dengan judul “Rencana Penataan Lanskap Kawasan Agrowisata Berbasis Ecovillage Di Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Kuesioner ini merupakan isntrumen yang saya gunakan untuk mengetahui persepsi pengunjung Desa Ketep terhadap lasnskap Desa Ketep dan pengembangan wisata kedepannya. Untuk itu saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi menjadi responden survey ini. Saya berharap agar kuesioner ini diisi dengan sebenar-benarnya agar data yang diperoleh dapat menghasilkan produk penelitian yang baik. Identitas dan data pribadi bapak/ibu digunakan hanya untuk kepentingan penelitian. Oleh karena itu saya menjamin kerahasisannya. Atas perhatian bapak/ibu saya ucapkan terima kasih. Wassalamualikum wr.wb Uut Kuswendi
PETUNJUK PENGISIAN 1. Lingkari jawaban yang menurut anda paling sesuai dengan keadaan/keinginan Anda. 2. Isilah titik-titik yang ada pada pertanyaan yang meminta anda untuk mengisinya. 3. Tanyakan pada enumerator jika ada pertanyaan yang tidak anda mengerti.
88
Identitas Pengunjung 1. Nama 2. Umur/jenis kelamin 3. Kota asal kedatangan 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan a. Siswa SMP d. Pegawai Pemerintah
: : Tahun ( L/P ) :…………………… lama perjalanan :…………jam Jarak tempuh :………….Km
b. Siswa SMA e. Pegawai Swasta
c. Mahasiswa f. dll ………..
Maksud kunjungan ke Desa……… a. rekreasi b. ingin tahu c. study tour Objek yang dikunjungi berupa……………………….. di ………………………….. Kunjungan ke Lokasi a. Pertama kali kali
: b. Ke 2 kali
c. Lebih dari 2
Bagi yang menajwab C, berapa frekuensi kunjungan : a. 2 kali/tahun b. 3 kali/tahun c. 1 kali/bulan
d. >1 kali/bulan
Bersama siapa sekarang melakukan kunjungan ke Desa…… a. sendiri c. berkelompok b. rombongan besar ( 1. sekolah 2. kantor 3. kampung ) Jumlah rombongan :……………orang Menggunakan kendaraan : a. motor b. mobil lainnya………..
c. bis
d.
Lama kunjungan:…….jam. dari pukul…….. hingga……… Atau : ……….hari. dari hari…….hingga……… Berapa jumlah pengeluaran anda untuk wisata per bulan (Rp.……………………..) Aktivitas apa saja yang anda lakukan dikawasan ini a. Memancing d. Bersampan b. Bermain air e. Piknik c. Menikmati pemandangan f. Berolah raga
: g. Berenang h. Bermain i. Foto – foto
Apa pendapat Anda tentang kawasan Desa Ketep dan sekitarnya a. Sangat Indah b. Indah c. Jelek d. Sangat jelek
89
Bagaimana kesan Anda terhadap kenyamanan tempat ini : a. Sangat nyaman b. Nyaman c. Tidak nyaman tidak nyaman
d. Sangat
Bagaimana kesan anda terhadap keamanan kawasan ini : a. Sangat aman b. Aman c Tidak aman d. Sangat tidak aman
Bagimana kesan anda terhadap akses menuju tempat ini a. sangat mudah b. mudah c. sulit
d. sangat sulit
Bagaimana kesan anda terhadap jalur jalan di kawasan ini a. sangat bagus b. bagus c. jelek
d. sangat jelek
Bagaimana derajat pengalaman pengunjunga dari kawasan Desa Ketep ini a. Sangat banyak pengalaman c. Sedikit pengalaman baru b. Banyak pengalaman baru d. Sangat sedikit pengalaman baru Menurut Anda bagaimana kondisi kawasan Desa Ketep ini a. Sangat bersih b. Bersih c. Kotor kotor Dari mana anda mengetahui informasi tentang desa….. a. keluarga b. selebaran c. teman d. diri sendiri
d. Sangat
e. lainnya……
Apabila Desa Ketep dan sekitarnya dikembangkan menjadi kawasan objek agrowisata, objek apakah yang anda inginkan: Objek
Sangat menarik Menarik untuk Kurang menarik untuk dikembangkan untuk dikembangkan dikembangkan
Pertanian pangan Perkebunan Perikanan Peternakan Kehutanan Hortikultura agroindustri Menurut anda, bagaimanakah kondisi jalan menuju desa Ketep. a. sangat baik b. baik c. buruk Kondisi jalan didalam desa a. sangat baik b. baik c. buruk
90
Apa jenis wisata yang anda inginkan : a. Memancing g. piknik b. Bersampan h. out bound c. Berenang i. foto shuting d. Bermain air j. bermain e. Kemah k. menikmati pemandangan f. Berolah raga l. lainnya, sebutkan…. Menurut anda sarana prasarana apa saja yang harus ada di daerah tujuan. No fasilitas Keinginan/kondisi yang diharapkan 1 Parkir a. Dipisah antara mobil, motor dan bus b. Penambahan area parkir c. Lainnya………….. 2 Warung makan a. Menyediakan masakan tradisional b. Mengadakn atraksi tradisional c. Lainnya………….. 3 Kios cindera mata a. Disediakan area khusus b. Menyediakan oleh oleh pertanian setempat c. Menyediakan souvenir kerajianan d. Lainnya………………… 4 Toilet a. Dipisah antara laki-laki dengan perempuan b. Diperbanyak jumlahnya c. Lainnya………………. 5 Tempat ibadah a. Diperluas b. Dipisah antara putra dengan putri c. Lainnya…… 6 Papan informasi a. Perlu dibuat semenarik mungkin b. Diperbanyak jumlahnya 7 Tempat sampah a. Diperbanyak jumlahnya b. Dipisahkan antara organik dan anorganik c. 8 Tempat istirahat a. Perlu adanya tempat khusus bagi pengunjung untuk singgah b. Dekat dengan perumahan dan aktivitas penduduk c. Lainnya………………… 9 ………………………. a. ……. b. ……. Apa aktifitas agrowisata yang anda inginkan: a. memetik hasil pertanian b. Mengikuti kegiatan pertanian (mencangkul, menanam, dsb) c. belanja hasil agro d. berjalan jalan/jogging dikawasan pertanian e. lainnya sebutkan…..
91
Apakah anda bersedia untuk ditarik biaya masuk : a. Bersedia , sejumlah……… b. Tidak bersedia menurut anda langkah-langkah apa yang perlu dilakukan agar pengunjung lebih tertari untuk berkunjung ke Desa Ketep sebagai kawasan agrowisata…………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………
“terimakasih telah mengisi kuesioner ini dengan baik”
92
Lampiran 4. Hubungan Antar Ruang Tern Ternak Sayur 1 Buah 1 Tek 1 Masya 1/2 Pelayanan 1 Konserv 0 Penyangga 0
Sayur 1 1 1/2 1 0 0
Buah 1 1/2 1 0 0
Tek 1/2 1 0 0
Masya 1 0 1
Pelayanan Konservasi 0 Penyangga 1 0 -
Sumber : Hasil analisis, 2009
Lampiran 5. Kalender Musim Dan Pola Tanam Dominan Di Desa Ketep Dan Banyuroto Pola
Bulan 10
11
12
1
2
3
4
5
6
7
MH MK Pola Tanam 1 Pola Tanam 2
tomat
cabai Kol bunga
sawi
tomat Kol bunga
cabai sawi
tembakau
Sumber : Balitbang Jateng, 2005
8
9