PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
RICKO KURNIAWAN MARPAUNG
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Ekspor Jahe BubukMelaluiPendekatanCooperative EntrepreneurDi Bogoradalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014
Ricko Kurniawan Marpaung NIM H34100139
ii
ABSTRAK RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur Di Bogor. Dibimbing oleh LUKMAN M. BAGA. Jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki prospek menjanjikan untuk dikembangkan. Banyak industri fitofarmaka yang membutuhkan jahe dalam bentuk segar untuk kebutuhan produk kesehatan mereka, kondisi ini telah mendorong permintaan komoditas jahe pada pasar local dan luar negeri. Permintaan jahe ini belum tercukupi secara kontinu. Kondisi yang demikian diakibatkan oleh keterbatasan informasi pasar dan skala produksi petani. Pendekatan cooperative entrepreneur dapat menjadi senjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan posisi tawar petani sehingga dapat harga jual produk yang diterima petani dapat meningkat. Penelitian ini mengunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan pada analisis non finansial, sementara itu metode kuantitatif digunakan pada analisis finansial pengoperasian bisnis. Bentuk usaha yang dipilih adalah koperasi. Target pasar adalah Jepang dan Bangladesh sebagai tujuan utama ekpor jahe Indonesia Kata kunci: biofarmaka, jahe, perencanaan bisnis, wirakoperasi
ABSTRACT RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Ginger Powder Export Business Plan Based On Cooperative Entrepreneur Approach In Bogor. Supervised by LUKMAN M. BAGA. Ginger as a biopharmaceutical commodity has a good prospect. Its increasing demand due to the development of phytopahrmaceutical industries was not followed by the supply side. It is attributed to the lack of market information that farmers have and their small scale of production. Cooperative entrepreneur based business development can be adopted as a solution through which farmers’ bargaining power is strengthened and in turn the accepted price of their product increases. This research uses quantitative and non-quantitative (qualitative) analysis method to data collected. Non-quantitative method is used in preparing non-financial planning, meanwhile quantitative analysis method is used in developing financial planning in the business operation. The type is more appropriate of business plan chosen is cooperative. The targeted markets are Japan and Bangladesh as the main export destination of Indonesia ginger. . Keywords: bhiopharmaceutical, businessplan, cooperative enterepreneur, ginger
PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR
RICKO KURNIAWAN MARPAUNG
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iv
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah perencanaan bisnis, dengan judul Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe BubukMelalui Pendekatan Cooperative EntrepreneurDi Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis samaikan kepada staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik Indonesias serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Ricko Kurniawan Marpaung
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
8
TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN
8 10
Kerangka Pemikiran Teoritis
10
Kerangka Pemikiran Operasional
17
METODE PENELITIAN
19
Waktu dan Tempat Penelitian
19
Jenis dan Sumber Data
19
Metode Pengumpulan Data
19
Metode Analisis Data
19
GAMBARAN UMUM
23
RENCANA BISNIS
24
Rencana Pemasaran
24
Rencana Produk
27
Rencana Operasional
28
Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia
37
Rencana Kerjasama Kooperatif
41
Rencana Keuangan
44
SIMPULAN DAN SARAN
48
Simpulan
48
Saran
49
ii DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
62
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012 Daerah sentra produksi jahe Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011 Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran perusahaan vs pesaing Kebutuhan bahan baku per bulan Standar mutu simplisia jahe Upah dan gaji karyawan Perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi Biaya investasi Biaya penyusutan per tahun Harga pokok produksi pada tahun pertama Break even pointper bulan tahun pertama
2 2 3 4 26 28 36 40 43 44 45 46 47
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kerangka pemikiran operasional penelitian Bubuk jahe Desain label kemasan Mesin perajang jahe Mesin vacuum cabinet dryer Mesin diskmill Mesin vacuum packaging Plastik kemasan vakum Alat conveyor pendeteksi logam Tata letak bangunan usaha Diagram alir pengolahan jahe bubuk Struktur organisasi koperasi Matriks hubungan antara stakeholders
18 27 27 29 30 31 32 32 33 33 35 37 42
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Rincian investasi komponen alat produksi Rincian investasi komponen alat dan furniture kantor Asumsi komponen biaya investasi Rincian biaya tetap Asumsi komponen biaya tetap Rincian biaya variabel Asumsi komponen biaya variabel Proyeksi arus kas selama lima tahun Proyeksi laba rugi selama lima tahun Rincian laporan laba rugi per bulan tahun pertama Kegiatan produksi dalam satu bulan Penjualan Koperasi
52 52 52 53 53 54 54 55 56 56 59 59
iv 13. Penerimaan petani per kg jahe segar 14. Alur tata cara ekspor
59 60
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam sangat besar terutama dalam hal keanekaragaman hayati. Tanaman yang tumbuh di Indonesia sekitar 30 000 jenisdari total 40 000 jenis tanaman yang ada di dunia. Dari jumlah tersebut, 960 jenis tanaman memiliki khasiat obat dan baru sekitar 4% yang dibudidayakan di Indonesia(Rini 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat biofarmaka dunia. Komoditas biofarmaka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golongan obat dengan bahan alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat produknya.Jamu (empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional (Lestari 2007).Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5 hingga 10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Obat herbal terstandar (standarized based herbal medicine) merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari 2007).Obat herbal ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Fitofarmaka (clinical based herbal medicine) merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit (Lestari 2007). Fitofarmaka ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis dan uji klinis pada manusia. Kenyataannya, tanaman obat atau tanaman biofarmaka di Indonesia belum mampu berkembang secara luas. Tanaman obat cenderung kalah bersaing dibanding tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Petani umumnya hanya menjadikan tanaman biofarmaka sebagai tanaman sela atau tumpang sari dan belum menjadikannya sebagai tanaman utama untuk budidaya. Produksi agregat komoditas-komoditas biofarmaka dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat meskipun dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Komoditas jahe dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan produksi. Perkembangan produksi tanaman obat dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.
2 Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012 Produksi (Kg) No Komoditi 2011 2012* 2013** 1 Jahe 94 743 139 109 448 310 116 465 044 2 Lengkuas 57 701 484 48 959 625 48 415 993 3 Kencur 34 016 850 39 687 597 41 280 050 4 Kunyit 84 803 466 89 580 450 82 806 378 5 Temulawak 24 105 870 43 229 709 40 672 812 6 Temuireng 7 920 573 8 123 842 9 030 385 7 Temukunci 3 951 932 4 456 541 4 762 243 8 Kapulaga 47 231 297 32 062 491 45 457 038 9 MahkotaDewa 12 072 154 10 733 653 10 290 438 10 Sambiloto 3 286 262 2 339 727 3 090 793 Total 369 833 027 388 621 945 402 271 174 Keterangan: * AngkaTetap ** AngkaPrognosa Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131
Salah satu tanaman biofarmaka Indonesia yang memiliki tingkat produksi paling tinggi adalah jahe. Jahe dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai dari Indonesia bagian barat sampai Indonesia bagian timur . Berdasarkan data produksi jahe tahun 2011, sebanyak 21.78% jahe di Indonesia berasal dari Provinsi Jawa Tengah kemudian Jawa Barat sebesar 20.82%, Jawa Timur 15.37%, Kalimantan Selatan 5.55%, Sumatera Utara 5.32%, Lampung 4.92%, Bengkulu 3.34% dan sisanya sebesar 22.90% merupakan kontribusi dari provinsi lainnya2. Salah satu sentra produksi jahe di wilayah Jawa Barat adalah Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu sentra produksi jahe di Jawa Barat mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengembangan jahe. Hal ini dapat dilihat dari potensi daerah, penyediaan sarana pertanian, dan banyaknya petani yang secara rutin menanam jahe. Daerah sentra produksi jahe di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Daerah sentra produksi jahe No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Provinsi Sumatera Utara Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta JawaTimur NTT Kalimantan Selatan Sulawesi Tenggara
Kabupaten Simalungun OKU Selatan Kepahiang, RejangLebong Tanggamus Sukabumi Semarang, Boyolali, Wonogiri, Magelang dan Purworejo KulonProgo, Karanganyar Pacitan, Mojokerto, danPonorogo ManggaraiTimur Tanah Laut Konawe Selatan
Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131 1
2
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Basis Data Statistik Pertanian [Internet]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp.
Pusdatin. 2013. Informasi Komoditas Holtikultura. Pusat data dan system informasi pertanian. Jakarta
3 Luasan panen komoditas jahe pada tahun 2011 yang mencapai 54.9 ribu ha (BPS 2011) terdistribusi di seluruh wilayah Indonesia. Produksi jahe terbesar di Pulau Jawa berada di Provinsi Jawa Tengah, namun Provinsi Jawa Barat memiliki produktivitas yang paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu mencapai 2.21 kg/m2. Kondisi ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi besar pengembangan komoditas jahe salah satunya sentra pengembangan jahe di Jawa Barat adalah Sukabumi, namun demikian salah satu daerah yang berpotensi untuk mengembangkan komoditas jahe adalah Bogor. Bogor adalah salah satu kabupaten yang terletak di daerah Jawa Barat. Bogor terletak pada ketinggian 190 meter sampai 350 meter dari permukaan laut (mdpl). Bogor diapit oleh beberapa gunung besar antara lain Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede.Kota Bogor memiliki udara rata - rata setiap bulannya adalah 26º C dan suhu udara terendah 21,8º C, dan memiliki kelembaban udara kurang lebih 70%.Bogor memiki curah hujan cukup besar setiap tahunnya yaitu berkisar antara 3 500 hingga 4 000 mm per tahun (terutama pada bulan Desember sampai Januari). Kondisi geografi ini merupakan sangat cocok dengan syarat tumbuh jahe. Jahe merupakan tanaman yang membutuhkan curah hujan tinggi untuk tumbuh yaitu 2 500 hingga4000 mm per tahun. Jahe juga dapat tumbuh optimum pada suhu 20º sampai 25ºC. Oleh sebab itu Bogor dapat menjadi pusat pengembangan komodias jahe. Data luas panen, produksi, dan produktivitas jahe disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011 Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik 2012
Luas Panen (m2) 302 234 2017834 636805 487297 34994 276761 451456 173353 1362647 1746741 12866 8862 350 1 052988 15 133 913 1 079740 11 331 178 400 385 77 110 1 328 715 1 473 515 159 956 4 204 715 340 274 268 320 69 915 293 556 951 966 20 374 157 713 50 636 122 147 26 757 54 909 211
Produksi (kg) 609 654 5037 719 2 171861 773514 84786 901303 869600 475672 3159919 4665670 24225 19725058 1108693 20 639 107 2 021 218 14 564 262 896 974 256 829 2 967 882 2 712 087 336 524 5 258 933 1 186 537 851 200 173 750 793 872 1 531 043 63 416 255 558 138 913 390 626 96 734 94 743 139
Produktivitas (kg/m2) 1.58 2.41 3.31 1.31 2.26 2.84 1.72 2.23 2.07 2.36 1.42 2.21 0.97 1.28 1.86 1.25 2.24 2.73 1.82 1.77 1.61 1.06 3.11 3.12 1.51 2.49 1.5 1.89 1.49 2.51 2.72 2.23 1.62
4 Sebagai salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang sangat baik untuk dikembangkan. Dewasa ini, jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang permintaannya cukup besar dengan harga jual yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan biaya produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir adalah pasokan jahe dari sentra-sentra produksi tidak mencukupi bila dibandingkan dengan pesanan yang diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Bangladesh, Jepang, Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, dll. Jepang, Bangladesh, dan Singapura merupakan pasar luar negeri untuk komoditas jahe yang sangat besar bahkan belakangan ini Hongkong menjadi salah satu negara pengimpor jahe untuk dijadikan produk permen jahe. Negara ini memiliki pasar namun tidak memiliki sumber bahan baku, sedangkan Indonesia memiliki bahan baku yang dibutuhkan yaitu jahe itu sendiri. Jumlah permintaan jahe untuk Negara Jepang sendiri mencapai kurang lebih 35 ton/bulan dan semakin meningkat setiap tahunnya. Data ini menunjukkan potensi jahe yang besar dan harus dikelola dengan baik. Pengembangan komoditas jahe diperlukan untuk dapat memenuhi permintaan domestik dan pasar luar negeri. Besaran volume dan nilai ekspor jahe disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011 No
Negara Tujuan
Volume (Ton)
2008 2009 Jepang 361 297 Singapura 906 599 Malaysia 2 185 531 Vietnam 0 0 Thailand 0 0 Taiwan 0 0 AS 65 158 Australia 0 0 Belanda 112 0 Bangladesh 6 975 5 296 Lainnya 553 445 Total 11 137 7 326 Sumber: Badan Pusat Statistik20123 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2010 383 493 777 27 0 35 100 14 1 2 218 164 4 212
Nilai (US$ 000) 2011 427 417 120 56 52 42 30 28 2 0 1 1 176
2008 285 374 493 0 0 0 152 0 76 2 660 258 4 222
2009 209 250 225 0 0 0 133 0 0 2 247 323 3 390
2010 494 208 523 17 0 18 296 52 2 1 668 189 3 467
2011 574 203 77 16 28 13 117 173 6 0 3 1 210
Terdapat beberapa negara yang menjadi importir komoditas jahe antara lain Amerika, Jepang, Spanyol, Inggris, dan Jerman 4 . Untuk memenuhi kebutuhan jahe tersebut, China dan India masih menjadi produsen utama memasok jahe ke negara-negara importir tersebut. Berdasarkan data impor produk jahe segar tahun 2009 menunjukkan bahwa Inggris mengimpor 21.69 ton jahe dengan nilai sebesar 24.21 juta USD, Kanada mengimpor 10.15 ton jahe dengan nilai sebesar 9.95 juta
3
[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Jahe Nasional [terhubung berkala]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada : http://bps.go.id 4 Comtrade. 2011. Indonesian ginger export to world (terhubung berkala) http:// comtrade.un.org [diakses pada 4 April 2014)
5 USD, dan Singapura mengimpor 8.52 ton jahe dengan nilai sebesar 7.97 juta USD (BPS 2010). Tingginya permintaan jahe domestik dan pasar luar negeri baik dalam bentuk bahan baku (raw material) maupun produk jahe olahan menjadikannya sebagai salah satu komoditas primadona. Pengembangan komoditas jahe dapat dilakukan pada tingkat usahatani, pengolahan pasca panen, dan pemasaran yang terintegrasi melalui sistem agribisnis. Sistem agribisnis akan meningkatkan nilai tambah komoditas jahe pada berbagai tingkatan subsistem sehingga sangat cocok diterapkan untuk menembangkan komoditas jahe. Bisnis biofarmaka jahe dapat dikembangkan dengan pendekatan cooperative entrepreneur. Cooperative entrepreneur atau yang lebih dikenal dengan wirakoperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara kooperatifatau bersama dengan mengambil prakarsa inovatif yang secara berani mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsipatau identitas koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama (Hendar&Kusnadi1990). Wirakoperasi dapat diartikan sebagai seorang penggerak dalam bidang bisnis yang menerapkan prinsip-prinsip koperasi dalam menjalankan usahanya.Dengan hadirnya seorang wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, memotivasi, dan memperbaiki etos kerja petani. Perumusan Masalah Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku obatobatan, makanan, dan minuman. Namun pada kenyataannya, bisnis jahe belum sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Berdasarkan informasi yang didapat ketika melakukan wawancara ke berbagai petani di Kabupaten Bogor ada beberapa kendala yang dihadapi petani maupun pedagang pengumpul antara lain, pasokan bahan baku tidak kontinyu yang disebabkan oleh proses budidaya yang cukup lama (9-12 bulan) dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, harga di tingkat petani yang rendah dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir, keterbatasan petani mengenai indormasi pasar, dan masalah keterbatasan lahan kepemilikan petani. Akibatnya, bisnis jahe yang prospektif untuk dikembangkanmenjadi kurang diminati oleh para pelaku usaha. Pembudidayaan jahe masih terbatas pada perseorangan dengan penguasaan lahan kecil. Pemintaan pasar domestik jahe semakin meningkat dipengaruhi oleh perusahaan-perusahaan industri obat seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air Mancur, PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya Meneer, dll. Selain itu, berkembangnya isu dunia tentang back to nature telah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kesehatan dan kembali menggunakan obat-obat herbal atau tradisional yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya.Sementara itu di sisi penawaran, para petani tidak memiliki informasi pasar dan akses untuk masuk ke industri obat tersebut. Para petani cenderung menjual hasil produksi jahe mereka kepada tengkulak atau pedagang pengumpul dengan harga yang relatif rendah bila dibandingkan dengan harga industri dan pasar luar negeri. Data yang diperoleh dari hasil observasi lapang menunjukkan bahwa harga yang diterima petani untuk jahe segar berkisar Rp4
6 000 sampai Rp5 000 per kilogram. Sedangkan harga jahe segar di tingkat internasional berkisar 1,5 USD sampai 2 USD (Comtrade 2013). Masalah tersebut dapat diatasi melalui pengembangan bisnis dengan basiscooperative entreupreneur. Wirakoperasi berperandalam meningkatkan bargaining power petani sehingga harga jual produk yang diterima petani dapat meningkat. Para petani yang tergabung dalam sebuah sistem koperasi yang dijalankan oleh seorang wirakoperasi akan mendapat informasi pasar yang lengkap untuk setiap produk yang mereka hasilkan sehingga penerimaan yang diterima petani akan meningkat akibat harga jual yang lebih baik. Wirakoperasi menjalankan bisnis dengan berpegang pada prinsip-prinsip dasar koperasi secara konsisten. Peran seorang wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi tidak berusaha sendiri melainkan bersama dengan puluhan dan bahkan ribuan anggotanya. Wirakoperasi adalah seorang pemimpin yang mengembangkan sumberdaya manusia dan juga sumberdaya yang dimiliki anggotanya. Seorang wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan sistem agribisnis komoditas jahe. Wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk menjembatani antara petani-petani yang memiliki produksi jahe yang kecil menjadi kelompok dan dikelola untuk mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif. .Wirakoperasi juga menjadi alat pembuka pasarsehingga komoditas ini dapat menembus pasar ekspor melalui tata cara dan alur bisnis yang benar dan menguntungkan.Hal ini akan memicu percepatan pertumbuhan ekonomi pedesaan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Wirakoperasi dan petani dapat bekerja sama untuk menciptakan simbiosis mutualisme dimana akan menutupi kelemahan satu sama lain. Wirakoperasi memiliki kemampuan manajerial, informasi pasar, dan informasi permodalan, sedangkan petani memiliki lahan dan kemampuan teknis budidaya jahe yang tidak dimiliki wirakoperasi. Kerjasama ini akan membantu menutupi kelemahan satu sama lain. Kerjasama antara wirakoperasi dan petani dapat dibentuk melalui sebuah perencanaan bisnis pengolahan rimpang jahe menjadi jahe bubuk yang dapat meningkatkan nilai tambah komoditas jahe. Wirakoperasi akan menjadi motor dalam mendirikan suatu badan usaha berbentuk koperasi, petani-petani mitra akan berperan sebagai anggota dalam menyuplai bahan baku ke koperasi. Wirakoperasi akan menjadi penggantara untuk mempersiapkan modal usaha pendirian koperasi, membuat perencanaan investasi, mencari tujuan pasar, dan aspek-aspek teknis lain dalam pendirian koperasi. Petani yang bertindak sebagai anggota akan menjual jahe melalui koperasi setelah melakukan pengolahan paska panen untuk meningkatkan nilai tambah. Hasil dari peningkatan harga akan membuat petani memiliki daya tawar, motivasi, etos kerja, kualitas, dan kuantitas akan tanamannya yang semakin meningkat. Secara otomatis akan menimbulkan efek domino yang positif yaitu terciptanya rantai suplai (supply chain) antara pemasok, industri, dan pasar. Kondisi ini ridak akan terjadi jika para petani masih melakukan penjualan individu dan skala yang kecil. Hal ini berdampak pula pada tingkat kesejahteraan petani jahe itu sendiri.
7 Namun demikian, wirakoperasi hingga kini berlum berjalan dengan baik. Konsep ini masih muncul secara alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design, inilah yang menjadi permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di Indonesia.Lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan intelektual yang baik dan diharapkan dapat menjadi motor pembangunan daerah (salah satunya sebagai wirakoperasi) belum melihat wirakoperasi sebagai sebuah pekerjaan yang menanjikan. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya memfokuskan diri untuk bekerja di perusahaan swasta maupun sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS). Kendala ini yang menjadikan koperasi tidak berkembang karena tidak diisi oleh sumberdaya manusia yang kompeten. Melihat kondisi tersebut, terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian kali ini, yaitu: 1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi biofarmaka yang belum tergali secara optimal? 2. Bagaimana peran wirakoperasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas biofarmaka? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan pendekatan cooperative entrepreneur. 2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan mengingkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas biofarmaka. Manfaat Penelitian 1. Bagi petani Dengan adanya penelitian ini diharapkan petani dapat terbantu dari segi peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan dari komoditas jahe. 2. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi sekaligus pengalaman untuk dapat mengembangkan kreatifitas dalam bisnis di bidang tanaman biofarmaka. 3. Bagi akademis Penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau rujukan suatu metode yang dapat dibandingkan dengan penelitian berikutnya. 4. Bagi investor mendapatkan informasi mengenai potensi dan prospek tanaman biofarmaka jahe sebagai acuan untuk keputusan berinvestasi.
8 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang jahe yang berbasis cooperative entrepreneur atau wirakoperasi. Perencanaan bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu pengeringan, penggilingan, dan pengemasan. Bentuk usaha yang dipilih pada perencanaan bisnis ini adalah koperasi. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek finansial menganalisis tentang kriteria investasi dan proyeksi laba rugi. Aspek non finansial terdiri dari rencana produk, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana organisasi, rencana sumberdaya manusia, analisis risiko. Keterbatasan data permintaan dan penawaran di berbagai negara membatasi penelitian pada aspek pemasaran. Informasi pasar yang didapat hanya berupa data volume dan nilai ekpor jahe segar ke berbagai negara. Data tersebut menunjukkan bahwa jahe memiliki peluang untuk diekspor ke berbagai negara di dunia. Data perusahaan pengolahan jahe bubuk nasional juga membatasi analisis persaingan.
TINJAUAN PUSTAKA Berbagai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan koperasi maupun jiwa wirakoperasi telah banyak dilakukan, salah satu kajian yang telah dilakukan oleh Baga (2003) ialah mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Koperasi Susu. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa wirakoperasi (cooperative entrepreneur) berperan menemukan peluang dan mewujudkannya dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya. Awalnya koperasi susu ini memiliki posisi tawar yang lemah serta produksi berjalan lambat sehingga banyak timbulnya permasalahan dalam pemasaran susu kepada industri pengolah susu. Danan Danuwidjaja sebagai ketua KPBS berusaha memajukan koperasinya dan mendorong agar koperasi susu dapat meningkatkan kerjasama. Danan Danuwidjaja inilah yang berperan sebagai wirakoperasi yang memiliki tujuan mengembangkan koperasi susu di pedesaan. Penelitian tersebut dikaji dan menunjukan bahwa dengan adanya wirakoperasi terdapat manfaat yang dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS salah satunya ialah berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi peternakan modern. Penelitian yang dilakukan oleh Fajrian (2013) membahas mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi memilih. CV Bunga Indah Farm yang dibentuk oleh Wahyudin melakukan kegiatan usaha berupa inovasi produk tanaman hias dengan bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Konsep wirakoperasi yang diterapkan oleh Wahyudin berupa penetapan harga beli bahan baku di tingkat petani yang didapatkan berdasarkan hasil diskusi dengan para petani mitra. Perusahaan ini juga memberikan pelatihan budidaya kepada para petani agar para petani dapat menghasilkan jumlah produksi yang optimal dan berkualitas. Penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya wirakoperasi pengendalian usaha pada bisnis ini dilakukan berlandaskan kepentingan dan kesejahteraan para petani yang bermitra. Pemilik CV Bunga Indah Farm memiliki peran yang sangat
9 besar terhadap peningkatan kesejahteraan petani skala kecil di Kabupaten Sukabumi. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan beberapa petani kecil disana yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan pendapatan yang meningkat. Dapat dilihat bahwa selain berorientasi pada keuntungan, perusahaan ini juga berorientasi pada kesejahteraan para petani yang bermitra serta kesejahteraan masyarakat lingkungan sekitar usaha. Manfaat lainnya bagi para petani ialah berupa terjaminnya pasar, keuntungan yang diperoleh lebih tinggi serta kemudahan dalam mendapatkan bantuan permodalan. Kajian lainnya dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB Sundawati dkk (2011) yang membahas mengenai Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengemukakan bahwa perlu diadakan pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran biofarmaka khususnya komoditas rimpang. Hal ini dikarenakan pemasaran komoditas tanaman obat (biofarmaka) belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara petani dengan indsutri karena terdapat banyak kendala serta hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaannya di lapang. Sehingga diperlukan ikatan kemitraan yang efektif yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran karena komoditas biofarmaka jenis rimpang banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri dan luar negeri. Penelitian tersebut menunjukan berbagai permasalahan yang dihadapi Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya diantaranya ialah budidaya yang belum sepenuhnya mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) menjadi permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya. Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan budidaya belum menggunakan bibit ataubenih unggul sehingga menghasilkan angka produksi yang rendah dan harga jual yang berfluktuatif. Sebagian besar petani yang membudidayakan biofarmaka rimpang merupakan petani skala kecil, kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri karena komoditas yang dihasilkan oleh petani belum bisa memenuhi standar mutu industri. Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang telah dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga pengembangan dan pendampingan melibatkan relasi antara sektor industri, sektor kelembagaan pemerintah, dan sektor kelembagaan petani. Manfaat dari adanya pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha, meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi pemasaran. Kegiatan kemitraan ini menghasilkan beberapa kegiatan pelatihan dan pendampingan seperti bimbingan Good Agricultural Practices (GAP) budidaya biofarmaka, pelatihan manajemen produksi dan proses pengolahan rimpang menjadi simplisia dengan Good Manufacturing Practices (GMP), pelatihan entrepreneurship dan manajemen pemasaran bagi para petani. Kajian tentang jahe yang dilakukan oleh peneliti Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromaterapi Rini (2010) yang mengkaji mengenai Usahatani dan Pemasaran jahe mengatakan bahwa dari sisi usahatani, produktivitas jahe dikagorikan tergolong baik. Produktivitas jahe nasional hampir setara dengan produktivitas jahe yang dihasilkan oleh lembaga penelitian seperti Balittro yaitu 20 ton/ha.
10 Kendala pemasaran yang paling dirasakan oleh petani jahe adalah fluktuasi harga jual produk yang sangat tinggi, dimana petani berada pada posisi price taker, dan harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani, perlu dibentuk 157 Status Teknologi Hasil Penelitian Jahe perhimpunan atau koperasi, yang dapat melakukan kerjasama kemitraan hubungan dagang dengan pengusaha Industri Tanaman Obat. Dari sisi pihak industri tanaman obat, upaya untuk melakukan pembinaan dan kemitraan hubungan dagang dengan petani jahe dihadapkan kepada kendala volume transaksi yang relatif kecil serta kendala mutu produk yang tidak memenuhi persyaratan, seperti tingkat kadar air, kemurnian bahan (benda asing) dan kebersihan. Volume transaksi yang kecil tersebut antara lain disebabkan sempitnya luas areal penanaman yang terbatas pada lahan pekarangan dan kebun, serta terbatasnya tenaga untuk melakukan pembinaan dan kemitraan langsung dengan individu petani. Penjualan hasil produksi dilakukan kepada pedagang pengumpul tingkat desa dan sampai ke pihak pengguna yaitu industri obat tradisional melalui rantai tataniaga yang cukup panjang, sehingga persentase kehilangan hasil selama proses pemasaran sangat tinggi. Selain itu, skim kredit yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia belum sepenuhnya terinformasikan kepada petani. Dengan demikian bentuk-bentuk kemitraan dengan pengusaha Industri Obat Tradisional perlu dikembangkan atau lebih diintensifkan dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, keterbukaan, dan kesetaraan.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur) Cooperative entrepreneur atau dapat disebut wirakoperasi merupakan bentuk khusus konsep wirausaha. Pada dasarnya cooperative entrepreneuradalah pengembangan organisasi petani dan bersama petani mengembangkan potensi yang ada. Setiap wirakoperasi merupakan seorang wirausaha. Wirakoperasi tidak memerlukan lahan, modal, maupun tenaga kerja karena usaha akan bergerak dengan sendirinya. Seorang wirakoperasi merupakan seorang penggerak, dan katalis perubahan yang berpihak pada petani. Konsep ini masih muncul secara alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design, inilah yang menjadi permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di Indonesia. Suatu koperasi akan sangat berguna atau memiliki kekuatan besar jika didalam koperasi tersebut memiliki entrepreneur yang menjalankan prinsip koperasi. Seorang wirakoperasi adalah orang yang memiliki keyakinan yang tinggi bahwa koperasi merupakan satu jalan pemecahan dari berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat lemah seperti halnya petani. Seorang wirakoperasi dituntut untuk memecahkan permasalahan kekuatan tawar produk yang dihasilkan oleh petani untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Seorang cooperative
11 entrepreneur yakin bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui gerakan koperasi yang hasilnya nyata dapat diwujudkan (Baga 2003). Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut. Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi serta kebebasan dalam bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013). Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila mampu untuk mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani. Konsep wirakoperasi ini dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku yang akan digunakan. Efek lain yang muncul akibat konsep wirakoperasi adalah terjaminnya supply chain management. Penerapan konsep ini juga akan menciptakan suatu multiplier effect bagi usaha yang dijalankanjuga meningkatkan efisiensi rantai pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari subsistem hulu ke hilir. Rencana Produk Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh product, intermediate product, atau final product. Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi bagi pelakunya karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah produk yang telah diproses namun memerlukan proses selanjutnya untuk kemudian dijual kepada industri atau manufaktur yang membutuhkan produk setengah jadi. Intermediate productatau produk setengah jadiumumnya dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir. Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate product yaitu berupa bubuk jahe. Bubuk jahe dihasilkan dengan mesin penggilingan. Adanya proses pengolahan pasca panen akan meningkatkan nilai jual komoditas jahe dibandingkan dengan menjual dalam bentuk fresh product. Selain proses pengolahan, produk bubuk jahe akan dikemas dengan menggunakan sistem pengemasan vakum untuk meningkatkan umur simpan produk olahan jahe. Pemilihan teknologi berupa pemanfaatan mesin pengeringan dan penggilingan akan meningkatkan efisiensi produksi karena tidak akan terpengaruh dengan perubahan cuaca. Penggunaan mesin pengolahan akan meningkatkan kapasitas produksi dan mempercepat waktu pengolahan. Teknologi pengemasan vakum meningkatkan usia simpan produk jahe bubuk dan mengurangi volume simpannya.
12 Rencana Pemasaran Pasar Pasar merupakan tempat pertemuan penjual dan pembeli atau saling bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga (Umar 2001). Definisi lain mengatakan bahwa pasar merupakan sekelompok orang yang diorganisasi untuk melakukan tawar-menawar sehingga terbentuk harga. Semakin berkembangnya informasi dan teknologi, pengertian pasar menjadi lebih luas. Pasar tidak hanya dapat diartikan dalam bentuk fisik berupa pertemuan penjual dan pembeli secara langsung, tetapi pengertian pasar secara luas merupakan terjadinya kesepakatan harga antar dua pihak atau lebih. Dalam membuat perencanaan bisnis, aspek pertama yang harus dikaji adalah aspek pasar. Analisis pasar membahas tentang pasar potensi yang akan dimasuki oleh produk yang akan dibuat oleh perusahaanatau bisnis akan mencoba menciptakan pasar potensialnya sendiri sehingga dapat menjadi market leader. Analisis Strategi Pemasaran Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Strategi pemasaran modern secara umum terdiri dari tiga tahap, yaitu segmentasi pasar (segmenting), penetapan pasar sasaran (targeting), dan penetapan posisi pasar (positioning) (Kotler 2001). Setelah mengetahui segmen pasar, target pasar, dan posisi pasar maka dapat disusun strategi bauran pemasaran (marketingmix) yang terdiri dari strategi produk, harga, penyaluran atau distribusi dan promosi (Assauri 1999). Segmentation yaitu membagi pasar kedalam kelompok pembeli yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang mungkin membutuhkan bauran produk dan bauran pemasaran. Dalam prosesnya, aspek utama yang menjadi variabel adalah sebagai berikut: aspek geografis (lokasi pasar tujuan), aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan kewarganegaraan pasar tujuan), aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen sebagai pasar tujuan), dan aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merek, tingkat penggunaan, maupun sikap terhadap produk). Targeting yaitu proses mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan pemilihan satu atau lebih segmen yang akan dimasuki. Positioning yaitu pengaturan agar suatu produk menempati tempat yang jelas, terbedakan, dan diinginkan dalam benak konsumen sasaran dibandingkan dengan produk pesaing(Assauri 1999). Analisis lain yang digunakan dalam analisis pemasaran adalah bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran terdiri dari 4P yaitu produk (product), promosi (promotion), lokasi (place), harga (price). Produk menyangkut keragaman, kualitas, desain, fitur yang dimiliki, merk, kemasan, dan servis yang dimiliki suatu produk. Promosi terkait dengan iklan, penjualan langsung, promosi penjualan, dan humas dari produk. Lokasi atau distribusi terkait dengan saluran, cakupan, kombinasi, tempat, persediaan,transportasi, dan logistik dari suatu produk. Harga menyangkut daftar harga, diskon, pencadangan, periode, pembayaran, atau persyaratan kredit dari sebuah produk.
13 Rencana Operasional Rencana Jumlah Produksi Hal-hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana jumlah produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam kegatan produksi, yaitu sebagai berikut: 1. Tingkat permintaan terhadap produk 2. Kapasitas mesin 3. Pasokan bahan baku 4. Modal kerja 5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya Teknologi Teknologi yang digunakan dalam proses produksi adalah teknologi pengeringan buatan serta teknologi pengemasan vakum. Alat yang digunakan dalam teknologi pengeringan buatan ini adalah vacuum cabinet dryer serta diskmill sebagai alat penggiling kering dengan output jahe bubuk. Sedangkan alat yang digunakan dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging untuk mengemas produk rimpang jahe dalam bentuk bubuk jahe. Teknologi pengeringan buatan dengan bantuan alat tersebut dipilih karena dapat meningkatkan efisiensi proses produksi jika dibandingkan dengan menggunakan teknologi pengeringan alami. Tenaga Kerja (Tenaga Teknis) Salah satu modal utama dalam menjalankan sebuah bisnis adalah tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja harus direncanakan secara baik dari sisi jumlah, deskripsi kerja, dan penetapan upah atau gaji. Perencanaan tenaga kerja harus diidentifikasi berdasarkan kuantitas dan kualitas. Kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan ditentukan oleh ukuran perusahaan serta kemampuan untuk mengakses tenaga kerja, sementara kualitas tenaga kerja menunjukkan keahlian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang didukung dengan tingkat pendidikan dan keahlian seseorang. Perencanaan Bahan Baku Bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif didalam kegiatan usaha yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual kembali.Perencaaan bahan baku meliputi: a. Jenis bahan baku b. Kuantitas bahan baku c. Kualitas bahan baku d. Persediaan bahan baku e. Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan bahan baku meliputi : a. Persediaan bahan baku b. Kualitas bahan baku c. Harga bahan baku d. Transportasi bahan baku e. Jalur pengadaan bahan baku
14 f. Faktor-faktor non ekonomis Perencanaan Lokasi dan Tata Letak Perencanaan lokasi, dan tata letak usaha harus dipersiapkan secara matang dalam sebuah perencanaan bisnis. Modal yang ditanamkan untuk membangun pabrik atau fasilitas penunjang usaha sangatlah besar, untuk itu pemilihan lokasi dan tata letak harus dipersiapkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian di masa yang akan datang.Tata letak sebuah bangunan usaha diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan. Perencanaan lokasi usaha dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Petama, lokasi usaha yang dekat dengan bahan baku. Kedua, lokasi usaha dekat dengan lokasi pemasaran atau konsumen. Perancangan tata letak bangunan usaha yang terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan, ruang administrasi, dan ruangan lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dilakukan. Rencana Organisasidan Sumber Daya Manusia Perencanaan organisasi adalah proses menentukan bagaimanan organisasi bisa mencapai tujuannya. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam istilah resmi perencanaan didefinisikan sebagai perkembangan sistematis dari pogram tindakan yang ditunjukan pada pencapaian tujuan bisnis yang telah disepakati dengan proses analisa, evaluasi, seleksi diantara peluang-peluang yang diprediksi terlebih dahulu. Perencanaan organisasi mempunyai dua maksud: perlindungan dan kesepakatan (protective dan affirmative). Pada hakikatnya, tiap sumber daya organisasional mewakili suatu investasi darimana sistem manajemen harus dapat pengembaliannya. Pengorganisasian yang sesuai dari sumber daya-sumber daya tersebut akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari penggunaanya. Terdapat 16 garis pedoman umum yang bisa digunakakn ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya (Fayol 1949), yaitu : 1. Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana. 2. Mengorganisasi faset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan tujuan, sumber daya, dan kebutuhan dari per soalan tersebut. 3. Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun. 4. Mengkoordinasi semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha. 5. Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat. 6. Menyusun seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik, dan tiap-tiap karyawan ditempatkan pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal. 7. Mendefinisikan tugas-tugas. 8. Mendorong inisiatif dan tanggung jawab. 9. Menberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan. 10. Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan. 11. Mempertahankan disiplin. 12. Menjamin bahwa kepentingan individu konsisiten dengan kepentingan umum dari organisasi.
15 13. Mengakui adanya satu komando. 14. Mempromosikan koordinasi dahan dan kemusiaan. 15. Melembagakan dan memberlakukan pengawsan. 16. Menghindari adanya pengaturan, birokrasi, dan kertas kerja. Struktur Organisasi Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di harapkan dan diinginkan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan membatasi aktivitas dan fungsi masingmasing individu. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa, jadi ada satu pertanggung jawaban mengenai apa yang akan di kerjakan. Deskripsi Kerja Deskripsi pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis tentang apa yang harus dilakukan oleh pemegang jabatan, bagaimana melakukannya, dan dalam kondisi seperti apa jabatan tersebut dilaksanakan. Informasi ini pada gilirannya akan digunakan untuk menulis spesifikasi jabatan, yaitu daftar pengetahuan, kemampuan, dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan secara memuaskan. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar kegiatan usaha menjadi lebih efektif. Upah dan gaji Gaji dan Upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masingmasing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan. Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat disesuaikan dengan UMR (Upah Minimum Regional) yang berlaku dengan ketetapan yang dibuat oleh perusahaan. Rencana Keuangan Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor (gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek. Aspek finansial yang perlu dianalisis untuk menyusun suatu perencanaan bisnis terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009). 1. Net Present Value (NPV)
16 Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total present value penerimaan (benefit) dengan total present value pengeluaran (cost) atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0 (NPV>0). 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku bunga yang berlaku. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1). Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada kerugian yang dialami. 4.Payback Period Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis finansial. Metode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat tingkat pengembalian modal dari bisnis tersebut. Semakin cepat tingkat pengembalian modal maka para investor akan semakin tertarik untuk berinvestasi pada bisnis tersebut. 1. Break Even Point Break Even Point (BEP) merupakan suatu keadaan pada kondisi titik impas yang terjadi ketika penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan sehingga pada kondisi ini perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan dimana harga sama dengan total cost rata-rata (P = ATC minimum). Dengan kata lain pada kondisi ini kerugian dan keuntungan sama dengan nol. 2. Cash Flow Cash Flow (arus kas) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari kegiatan operasi, kegiatan transaksi investasi dan kegiatan transaksi pembiayaan atau pendanaan serta kenaikan atau penurunan bersih dalam kas suatu perusahaan selama satu periode. Laporan keuangan ini berupa ringkasan penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas ini memberikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan dari suatu periode tertentu dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan. Cash Flow terdiri dari dua aliran arus yaitu sebagai berikut: 1. Cash inflow Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow) terdiri dari: a) Hasil penjualan produk atau jasa perusahaan b) Penagihan piutang dari penjualan kredit c) Penjualan aktiva tetap yang ada d) Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas
17 e) Pinjaman atau hutang dari pihak lain f) Penerimaan sewa dan pendapatan lain 2. Cash outflow Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri dari: a) Pengeluaran biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya pabrik lain-lain b) Pengeluaran biaya administrasi umum dan administrasi penjualan c) Pembelian aktiva tetap d) Pembayaran hutang-hutang perusahaan e) Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan f) Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga, dan pengeluaran lain-lain
Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka pemikiran operasional merupakan pedoman dalam melakukan kegiatan penelitian. Kerangka operasional mencakup tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian kali ini yang disusun dalam bentuk bagan.Kerangka pemikiran operasional dimulai dengan mengidentifikasi masalah ketidakmampuan Indonesia mencukupi permintaan jahe domestik maupun luar negeri. Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk memproduksi jahe dalam jumlah besar mengingat jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki produksi nasional terbesar dibandingkan komoditas lainnya. Masalah ini menimbulkan gap antara pemintaan dan penawaran dimana petani tidak memiliki informasi pasar. Disamping itu, harga jahe yang diterima petani cenderung kecil karena tidak ada nilai tambah produk dari proses pasca panen. Skala usaha yang kecil juga menjadi alasan rendahnya penerimaan petani jahe dari kegiatan usahatani yang dilakukan. Dilihat dari potensi dan kondisi aktual yang ada diperlukan sebuah pendekatan bisnis berbasis koperasiyang dapat membantu petani mengembangkan usahanya. Wirakoperasi atau cooperative entrepreneur dapat menjadi media pengembangan ekonomi sosial yang cocok diterapkan di Indonesia. Keterbatasanketerbatasan para petani akan dapat ditutupi oleh seorang wirakoperasi. Seorang wirakoperasi akan menjadi penggerak yang membantu petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi komoditas jahe. Rencana bisnis ini bergerak di bidang pengolahan pasca panen berupa pengeringan dan pengemasan jahe. Proses pengolahan dan pengemasan ini ditujukan untuk memenuhi pasar ekspor yang bernilai tambah cukup tinggi yaitu berupa jahe bubuk (powder). Adanya proses pengolahan pasca panen akan meningkatkan nilai tambah dan umur simpan jahe. Pengembangan yang dilakukan dapat berupa pendirian usaha yang melibatkan para petani kecil untuk melakukan usaha kolektif bersama dan menjalin kerjasama yang baik. Usaha yang akan didirikan selain dapat meningkatkan posisi tawar petani, juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah pada produk rimpang jahe sehingga dapat saling menguntungkan. Peningkatan nilai tambah produk rimpang jahe tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengolahan berupa pengeringan rimpang jahe dan pengemasan. Alur
18 pemikiran kerangka operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 2. Permintaan yang besar baik domestik maupun internasional
- Kurangnya pengetahuan petani akan kebutuhan pasar jahe - Harga ditingkat petani yang rendah karena tidak adanya nilai tambah - Skala usaha yang kecil dan lokasi tersebar
Skala usaha petani yang masih kecil
Tidak terpenuhinya permintaan pasar
Wirakoperasi sebagai penggerak Perlu adanya pengolahan pasca panen & melakukan terobosan pasar
Membuat kerjasama & melakukan usaha kolektif dengan petani skala kecil
Meningkatkan nilai tambah produk
Rencana Bisnis Pengeringan dan Pengemasan Rimpang jahe berbasis Cooperative Entrepreneur di Bogor
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
19
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah (Balitro) Cimanggu, Bogor / lahan Unit Konservasi Biofarmaka Bogor serta dirujuk ke berbagai petani binaan Balitro yang mengembangkan tanaman jahe di wilayah Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja atau purposive, pemilihan lokasi dilatarbelakangi kondisi geografi Kabupaten Bogor yang memenuhi syarat tumbuh komoditas biofarmaka terutama jahe. serta kegiatan penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama empat bulan yaitu pada Desember 2013 sampai Maret 2014. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait, pengamatan langsungatau observasi lapang ke petani pembudidaya jahe. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, jurnal, laporan hasil penelitian, laporan hasil seminar, buku-buku, internet serta data dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi lapang. Wawancara dan observasi lapang dilakukan ke petani pembudidaya jahe di beberapa desa di Kabupaten Bogor antara lain Cipaku, Cihideung, Gunung Leutik, dan Cimanggu untuk memperoleh informasi seputar produktifitas jahe, luas kepemilikan lahan, dan harga jual jahe segar di tingkat petani. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui literatur, jurnal, laporan hasil penelitian, laporan hasil seminar, buku-buku, internet serta data dari instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Metode Analisis Data Data maupun informasi-informasi pendukung lainnya yang diperoleh dari penelitian diolah secara manual dan dianalisis dengan menggunakan dua jenis analisis yaitu analisis non finansial dan analisis finansial. Pendekatan kuantitatif mengunakan analisis finansial untuk mengetahui NPV, IRR, Net B/C dan PP (Nurmalina et al 2009) adalah sebagai berikut : A. Analisis Non Finansial 1.Rencana Pemasaran Menganalisis target pasar, pengembangan pasar serta bauran pemasaran yang dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Strategi pemasaran terdiri dari Market Selection dan Marketing Mix Development. Dalam strategi Market
20 Selection terdiri dari pengenalan peluang pasar, analisis pelanggan, dan pemilihan pasar sasaran. Sedangkan dalam strategi Marketing Mix Development terdiri dari aspek produk, harga, promosi, dan distribusi. Menurut Kotler (1997), analisis target pasar terdiri dari segmentasi pasar, penentuan target, dan posisi pasar. a. Segmentasi Pasar Segmentasi pasar merupakan proses pengarahan pasar yang bersifat heterogen ke dalam kelompok pasar yang bersifat homogen. Dalam prosesnya aspek utama yang menjadi variabel yang digunakan adalah aspek geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. b. Pasar Sasaran Setelah menganalisis segmentasi pasar, selanjutnya dilakukan pemilihan segmen pasar yang akan dijadikan pasar sasaran. Dalam penentuan pasar sasaran, kriteria yang harus diperhatikan adalah bahwa pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program pemasaran yang dikembangkan, produk yang ditawarkan memiliki potensi penjualan yang cukup luas, pasar memiliki pertumbuhan yang memadai serta pasar sasaran dapat dijangkau oleh media pemasaran. c. Posisi Pasar Penetapan posisi pasar merupakan langkah terakhir dalam melakukan analisis target pasar. Dalam penetapan posisi pasar langkah yang harus dilakukan untuk membuat konsumen sebagai pasar tujuan dapat membedakan produk yang ditawarkan dengan produk pesaing adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh perusahaan. Keunggulan ini dapat berupa diferensiasi melalui inovasi yang dilakukan pada bauran pemasaran yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar perusahaan memiliki keunggulan bersaing dengan produk pesaing. 2) Pilih keunggulan kompetitif yang dimiliki untuk kemudian dikomunikasikan dalam benak konsumen. Kriteria yang harus dipenuhi adalah dengan menawarkan barang atau jasa yang memiliki ciri khas atau dengan menggunakan strategi harga bersaing. 2. Rencana produk Rencana bisnis yang akan dilakukan merupakan bisnis pengolahan pasca panen pada rimpang jahe sehingga menghasilkan produk setengah jadi (intermediate product). Pengolahan tersebut berupa pengeringan rimpang dan penggilingan pada simplisia jahe yang akan menghasilkan produk berupa jahe bubuk. Setelah dilakukan pengolahan pasca panen, produk tersebut akan dikemas dengan menggunakan teknologi kemas vakum. 3. Aspek Teknik dan Teknologi Pada aspek teknis dan produksi, hal utama yang mendasari analisis pada aspek ini ialah lokasi bisnis, skala operasi atau luas produksi, kriteria pemilihan mesin atau equipment, proses produksi dan layout perusahaan serta jenis teknologi yang digunakan. Hal lain yang perlu diperhatikan pada aspek teknis dan produksi yakni karakteristik produk yang dihasilkan yang mencakup standar kualitas produk, dimensi, warna, trade mark, hak paten, syarat penyimpanan, packing, dan syarat pengiriman.
21 4. Rencana Operasional dan Produksi Aspek ini terdiri dari rencana pendirian lokasi bisnis, skala produksi, pemilihan teknologi yang akan digunakan, proses produksi, perencanaan tata letak ruang pengolahan, tenaga teknis produksi, dan perumusan standar mutu input dan output. 5. Rencana Organisasi Aspek ini mengkaji mengenai bentuk badan usaha, struktur organisasi, perizinan usaha, dan kepemilikan usaha. Rencana organisasi juga mengkaji spesifikasi dan deskripsi keahlian dan tanggung jawab pekerja, jumlah tenaga kerja, serta penetapan gaji. 6. Kerjasama Kooperatif Aspek ini akan mengkaji peran seorang wirakoperasi sebagai fasilitator dan katalis perubahan sosial. Dalam menjalankan bisnisnya, wirakoperasi tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan, melainkan lebih berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, munculnya kemandirian para petani dalam bidang permodalan dan akses pasar menjadi efek sosial yang muncul dari keberhasilan seorang wirakoperasi. Dalam menjalankan bisnisnya, seorang wirakoperasi tidak dapat berdiri sendiri. Seorang wirakoperasi membentuk kerjasama dengan banyak petani agar usaha dapat dijalankan. Kerjasama yang terbentuk akan menimbulkan efek positif bagi masing-masing pihak. Bagi wirakoperasi, kerjasama yang dibangun dengan petani ditujukan untuk mencukupi bahan baku jahe secara kontinyu. Bagi petani, kerjasama yang terbentuk akan meningkatkan pendapatan petani yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. B. AnalisisFinansial Analisis aspek keuangan adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan untuk membayar kembali modal tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah usaha tersebut dapat terus berkembang. Menurut Umar (2001) dalam bukunya yang berjudul Studi Kelayakan Bisnis, ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan untuk mengkaji kelayakan investasi, antara lain sebagai berikut. 1. Net Present Value (NPV) Net Present Valuedigunakan untuk melihat nilai uang berdasarkan perubahan waktu. Selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang.
Keterangan : Bt = Manfaatpadatahun t Ct = Biayapadatahun t t = Tahunkegiatanbisnist( t = 0,1,2,3,........, n), tahunawalbisatahun nol atautahun satu tergantungkarakteristikbisnisnya i = Discount rate (%)
22 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Returndigunaka untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan mengeluarkan investasi awal.
Keterangan : i1 = Nilaipercobaanpertamauntuk discount rate positif i2 = Nilaipercobaankeduauntuk discount rate negatif NPV1 = Nilaipercobaanpertamauntuk NPV NPV2 = Nilaipercobaankeduauntuk NPV 3. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) Net B/C ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat manfaat (benefit) yang diperoleh dari biaya (cost) yang dikeluarkan
Keterangan : Bt Ct i t
= Manfaatpadatahun t = Biayapadatahun t = Discount Rate (%) = Tahun
4. Payback Period (PP) Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investai dengan menggunakan aliran kas
Keterangan : I = besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya 5. Break Event Poin Break Event Poinadalah keadaan di mana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue) adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost).
23
6. Cash Flow Laporan perubahan kas disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. No Uraian Komponen I Inflow Nilai Produksi Pinjaman Nilai Sewa Grants Salvage Value Total Inflow II Outflow Biaya Investasi Biaya Operasional 2.1 Biaya Variabel 2.2 Biaya Tetap Pembayaran Bunga Pinjaman Pajak Biaya Lainnya Total Outflow III Net Benefit IV Dengan i=DR (%) V PV Net Benefit (NPV)=(III)(IV)
1
2
... n
GAMBARAN UMUM Bogor adalah salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Bogor terletak pada ketinggian 190 meter sampai 350 meter dari permukaan laut (mdpl). Bogor diapit oleh beberapa gunung besar antara lain Gunung Salak, Gunung Pangrango, dan Gunung Gede.Kota Bogor memiliki udara rata - rata setiap bulannya adalah 26º C, suhu udara terendah 21,8º C, dan memiliki kelembaban udara kurang lebih 70%. Bogor memiki curah hujan cukup besar setiap tahunnya yaitu berkisar antara 3 500hingga4 000 mm per tahun (terutama pada bulan Desember sampai Januari). Kondisi ini merupakan syarat tumbuh yang sangat cocok untuk pertumbuhan jahe. Jahe merupakan tanaman yang
24 membutuhkan curah hujan tinggi untuk tumbuh yaitu 2 500 4000 mm per tahun. Jahe juga dapat tumbuh optimum pada suhu 20sampai25ºC. Dengan karakteristik topografi dan iklim yang dimiliki oleh Bogor menjadikan wilayah ini berpotensi untuk mengembangkan komoditas jahe di bidang budidaya. Pemerintah melalui dinas perhutanan memiliki berbagai program yang mendukung pengembangan tanaman biofarmaka termasuk jahe. Potensi komoditas jahe tersebut juga didukung oleh keberadaan produsen jamu maupun obat herbal yang terletak di wilayah Bogor. Produsen jamu atau obat herbal tersebut merupakan pelaku usaha yang menggunakan rimpang jahe sebagai bahan baku maupun bahan tambahan pada produk yang dihasilkan. Produsen obat herbal maupun jamu khususnya yang terletak di wilayah Bogor antara lain ialah: 1. Kelompok tani ‘Tanaman Obat Keluarga’ Gunung Leutik (Jahe Merah Instan) 2. PT. Biofarindo (Minuman Instan Jahe) 3. CV. Raja Wali Emas (Kapsul Jahe Merah) 4. CV. Mitra Niaga Sejahtera (Produk Minuman Instan Jaherbal) 5. Taman Sringganis (Instan Jahe Sereh)
RENCANA BISNIS Rencana Pemasaran Strategi Pemasaran 1. Segmenting Sasaran dari pemasaran produk berdasarkan tingkat penggunaan. Sasaran pasar berdasarkan tingkat penggunaan lebih ditujukan pada sektor perindustrian seperti industri pangan dan industri biofarmaka di luar negeri yang membutuhkan jahe kering dan bubuk sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksinya. Sasaran pasar berdasarkan aspek geografis, lokasi pasar tujuan adalah negara tujuan ekspor jahe dari Indonesia seperti Jepang, Bangladesh, Malaysia, Singapura, dan Negara–negara Eropa. 2. Targeting Target pasar dari kelompok pasar yang telah dipilih berdasarkan aspek geografis adalah industri biofarmaka yang menggunakan rimpang jahe dalam bentuk kering dan bubuk sebagai bahan baku produknya. Berdasarkan ukuran segmen, target pasar yang dituju adalah Jepang karena dalam beberapa tahun terakhir terjadi trend peningkatan permintaan jahe. Permintaan Jepang yang selalu meningkat dari tahun 2009 hingga 20115menjadi sasaran pasar bisnis ini. Negara Eropa seperti Jerman juga menjadi sasaran pasar mengingat Jerman merupakan Negara yang mempunyai banyak industri obat, selain itu jahe merupakan komoditas eksotis untuk Negara-negara beriklim sub-tropis. 5
[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Jahe Nasional [terhubung berkala]. [diacu 2013 September 19]. Tersedia pada : http://bps.go.id
25 3. Positioning Berdasarkan keunggulan kompetitif, seperti bahan baku jahe dengan kualitas tinggi, ditanam secara organik, dan memiliki kadar air yang rendah. Usaha pengolahan rimpang jahe ini akan menawarkan produk yang dikemas dengan menggunakan teknologi pengemasan vakum. Teknologi tersebut menjadikan kelebihan dari produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan didirikan. Kemasan tersebut dapat meningkatkan umur simpan produk dan mempertahankan kualitas produk di dalamnya, berbeda dengan pesaing yang hanya mengemas produk rimpang kunyit keringnya dengan kemasan plastik biasa. Oleh karena itu, produk ini diposisikan sebagai produk jahe bubuk yang berkualitas dan bermutu tinggi. Bauran Pemasaran 1. Product (produk) Produk yang akan dihasilkan oleh usaha yang akan didirikan berupa intermediate product dalam bentuk jahe bubuk. Produk tersebut akan dikemas dengan mengunakan sistem pengemasan kedap udara/ vakum dan akan dikemas dengan ukuran 10kg/ kemasan. Pada kemasan akan dicantumkan spesifikasi jahe bubuk, tempat produksi, tanggal produksi, tangkal kadaluarsa, dan informasi lain yang berhubungan dengan produk. Peouk jahe bubuk akan di kemas dalam kemasan sekunder berupa kardus dengan ukuran 50kg/ kardus. 2. Price (harga) Harga jual dari produk yang dihasilkan adalah sebesar USD 20.6 atau sebesar Rp227 000 per kilogram untuk produk jahe bubuk. Harga ditetapkan berdasarkan rata-rata harga jual produk di pasar internasional 6 . Harga ini merupakan harga rata-rata penjualan jahe bubuk tahun 2013 di pasar internasional mengingat jahe merupakan komoditas global yang tidak memiliki basis penentuan harga seperti CPO (crude palm oil) dan kopi. 3. Place (tempat) Penjualan dari produk yang dihasilkan ditujukan untuk pasar luar negeri yaitu perusahaan-perusahaan biofarmaka pengimpor jahe di berbagai negara terutama Jepang dan Bangladesh yang membutuhkan jahe bubuk. Saluran distribusi dari produk ini adalah dengan melakukan kerjasama dengan perusahaan lain yang juga mengekspor jahe dalam bentuk bubuk jahe dengan sistem join container. Cara tersebut dilakukan karena skala usaha pengolahan yang akan didirikan ini masih kecil. Pendistribusian produk dilakukan melalui pelabuhan peti kemas Tanjung Priok, Jakarta. Tempat usaha pengolahan rimpang kunyit ini akan didirikan di daerah Bogor. 4. Promotion (promosi) Promosi produk dilakukan menggunakan media internet melalui berbagai website/ portal perdagangan internasional serta melakukan kerjasama dengan industri yang terkait dengan biofarmaka. Selain itu bantuan dari kementrian perdagangan untuk mempromosikan produk ini akan membantu dalam proses 6
[ITC] International Trade Center. 2013. Market News Service Report: Natural Ingredients & Finish Product [buletin]. [Diunduh pada 25 Maret 2014]. Tersedia pada : http://www.intracen.org
26 pemasaran dan pengenalan produk pada berbagai industri manufaktur di berbagai negara. Analisa Pesaing Pesaing dari usaha pengolahan yang akan didirikan adalah perusahaan dalam negeri yang memproduksi produk sejenis, yaitu jahe bubuk dengan target pasar nasional/ lokal. Salah satu perusahaan yang menjadi produsen jahe bubuk adalah PT Aulia Prima Alami yang terletak di daerah Depok, dibawah ini disajikan rekapitulasi sederhana stategi pemasaran antara usaha yang akan dibangun dengan pesaing. Tabel 5 Rekapitulasi rencana strategi pemasaran perusahaan vs pesaing Komponen Strategi Pemasaran Segmentasi :
Koperasi Jahe Mandiri Industri pangan dan biofarmaka yang berbasis di negara-negara lain. Dengan negara tujuan ekspor antara lain Jepang, Bangladesh, Malaysia, dan Singapura.
PT Aulia Prima Alami Industri minuman, jamu, maupun ukm-ukm atau industri rumahan.
Target Pasar
Industri biofarmaka yang membutuhkan jahe bubuk di negara negara tujuan utama ekspor jahe seperti Jepang dan Bangladesh.
Industri minuman, jamu, maupun ukm-ukm atau industri rumahan.
Positioning
Marketing Mix
Produk diolah menggunakan teknologi pengeringan dan penggilingan modern, serta pengemasan vakum pada produk yang dihasilkan. Product Jahe bubuk kemas vakum dengan berat bersih 10 kg per kemasan. Price Bubuk jahe dijual dengan harga USD 20.6 per kg atau sebesar Rp227 000 Place Gudang dan kantor usaha terletak di daerah Bogor, Jawa Barat. Promotion Promosi dilakukan menggunakan website berbasis internet untuk melakukan penawaran produk kepada importir maupun distributor pasar luar negeri.
Produk diolah menggunakan teknik pengeringan oven atau matahari dengan kemasan plastik biasa. Product Jahe bubuk kemas plastik dengan berat bersih 1 kg per kemasan. Price Rp50 000/ kg
Place Gudang dan kantor usaha teretak di daerah Depok, Jawa Barat Promotion Promosi dilakukan menggunakan website berbasis internet, iklan di media massa baik cetak maupun elektronik.
27 PT. Aulia Prima Abadi merupakan perusahaan yang terletak di daerah Depok, Jawa Barat yang menyediakan bahan baku pembuatan jamu dan obat herbal dalam bentuk rimpang kering dan bubuk. Produk yang ditawarkan adalah kunyit kering dan bubuk, jahe kering dan bubuk, temulawak rajang kering, dan komoditas biofarmaka lain dalam bentuk kering dan bubuk. Pasar tujuan dari perusahaan ini adalah industri jamu dalam negeri yang membutuhkan komoditas biofarmaka dalam bentuk kering dan bubuk sebagai bahan baku pembuatan produknya. Rencana Produk Bisnis pengeringan rimpang jahe ini akan menghasikan intermediate product yang berupa rimpang kering maupun jahe bubuk. Bubuk jahe dipilih karena akan meningkatkan nilai tambah jahe dibandingkan hanya menjual dalam bentuk segar. Teknologi yang digunakan adalah dengan pengeringan buatan dengan produk yang dihasilkan berbentuk rimpang kering, sedangkan untuk produk jahe bubuk teknologi yang digunakan adalah penggilingan kering. Selain dilakukan pengeringan dan penggilingan, teknologi kemas vakum dipilih karena dapat memperpanjang umur simpan produk serta menghemat ruang pada saat penyimpanan maupun pendistribusian.
Gambar 2 Bubuk jahe
Gambar 3 Desain label kemasan
28 Rencana Operasional Rencana Jumlah Produksi Kegiatan usaha pengolahan rimpang jahe terdiri dari proses pengeringan, penggilingan kering, serta pengemasan. Produk yang dihasilkan berupa rimpang jahe segar dan jahe bubuk ditujukan untuk memasok kebutuhan industri biofarmaka yang berbasis di luar negeri. Rencana jumlah produksi yang dihasilkan dari usaha ini adalah satu setengah ton per bulan untuk tahun pertama dan dua ton per bulan untuk tahun kedua dan seterusnya. Penetapan jumlah produksi diasumsikan berdasarkan kapasitas bahan baku. Bahan Baku Bahan baku dari usaha pengolahan rimpang jahe ini berupa rimpang jahe segar yang diperoleh dari petani-petani skala kecil yang berada di wilayah Bogor. Petani-petani tersebut merupakan petani yang bermitra dengan usaha ini sebagai pemasok tetap bahan baku produksi. Produksi jahe per hektar berkisar 10-15 ton dengan masa panen 9-12 bulan. Untuk menghasilkan satu kilogaram jahe kering dibutuhkan sepuluh kg jahe segar (rendemen 10-15%). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku yang besar tersebut, dilakukan kerjasama dengan banyak petani. Kerjasama ini dilakukan dengan pendekatan luasan panen. Berdasarkan observasi lapang yang telah dilakukan petani biofarmaka khususnya jahe, rata-rata petani hanya memiliki luasan panen sebesar 5000 m2, dengan waktu panen 10 bulan artinya setiap bulan petani hanya memanen 500 kg (sistem rotasi tanam), dengan demikian dalam satu hari petani dapat menyuplai 17 kg jahe segar. Berdasarkan asumsi kemampuan suplai petani, untuk memenuhi kapasitas produksi sebesar 20 ton jahe segar per bulan, perlu dilakukan kerjasama dengan 62 petani jahe. Tabel 6 Kebutuhan bahan baku per bulan Komponen Input Rimpang jahe segar Penyusutan bahan baku (sortasi) Output Jahe bubuk
Jumlah
Satuan
21 053 1 053
kg kg
2 000
kg
Teknologi Alat-alat yang digunakan dalam dalam perencanaan bisnis ini antara lain mesin perajang jahe, mesin pengeringan buatan (vacuum cabinet dryer) serta alat penggiling kering(diskmill) dengan output jahe bubuk. Sedangkan alat yang digunakan dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging untuk mengemas produk rimpang jahe dalam bentuk jahe bubuk. Teknologi yang digunakan akan meningkatkan efisiensi produksi baik dari segi jumlah dan waktu.
29 1. Mesin Perajang Jahe Rimpang jahe segar yang telah dicuci, ditiriskan, dan disortasi kemudian dirajang menggunakan mesin perajang dengan ketebalan tiga hingga lima mm untuk mempercepat proses pengeringan. Perajangan rimpang jahe basah dilakukan menggunakan mesin perajang otomatis dengan kapasitas 150 kg per jam. Untuk merajang 1 000 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan mesin perajang sebanyak dua unit yang masing-masing beroperasi selama 3.5 jam setiap harinya.
Gambar 4 Mesin perajang jahe www.rekatehnikindo.blogspot.com a) b) c) d) e) f) g)
Spesifikasi Mesin Perajang: Dimensi : 40cm x 50cm x 125cm Penggerak : Motor bensin 5.5 PK Bahan frame : Besi profil siku 40 x 40 Transmisi : Pulley dan v belt Inlet dan out let : Steinless steel Kelengkapan : Roda 2 in Kegunaan : Merajang menjadi bentuk tipis, kunyit,jahe,temulawak,dll.
2. Vacuum Cabinet Dryer Rimpang jahe yang telah dirajang kemudian diletakkan di atas loyang sebelum dimasukkan ke dalam alat pengering. Prinsip kerja dari alat vacuum cabinet dryer tersebut adalah dengan cara mengalirkan udara panas ke dalam bahan sekaligus dilakukan penyedotan uap air yang keluar dari bahan yang dipanaskan. Sumber panas yang digunakan untuk mengeringkan bahan berasal dari istrik maupun gas. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan rimpang jahe basah dengan menggunakan alat vacuum cabinet dryer adalah delapan jam dengan suhu 50
30 hingga 55oC7. Mesin pengeringan ini memiliki kapasitas 40 rak atau setara dengan 150 kg rimpang basah. Untuk mengeringkan 1 000 kg rimpang basah dalam satu kali produksi dibutuhkan alat pengering sebanyak 7 unit.
Gambar 5 Mesin vacuum cabinet dryer www.rekatehnikindo.blogspot.com
a) b) c) d) e) f)
Spesifikasi Mesin Vacuum Cabinet Drier: Mesin Oven Pengering 40 Rak (gas) Kapasitas : 40 rak / loyang Dimensi : 240x55x165 cm Bahan : Stainless steel Listrik blower: 300 watt Sumber panas : Gas LPG
3. Mesin Diskmill Simplisia jahe kemudian digiling menggunakan mesin diskmill untuk menghasilkan jahe bubuk. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggiling bahan baku kasar menjadi bentuk yang lebih kecil atau bubuk, dengan tingkat kehalusan yang dapat disesuaikan. Penggilingan simplisia dilakukan menggunakan mesin penggiling kering diskmill dengan kapasitas 150 kg per jam. Untuk menggiling 300 kg simplisia hingga menghasilkan jahe bubuk dalam satu kali produksi dibutuhkan mesin penggiling sebanyak satu unit. Mesin penggiling beroperasi dalam dua hari selama sepuluh jam setiap harinya.
7
Ofosi Harefa "TPL-IKM 2008" PTKI MEDAN (Desember 2010)
31
Gambar 6 Mesin diskmill www.rekatehnikindo.blogspot.com Spesifikasi mesin Diskmill: a) Kapasitas: 33 hingga 200 Kg/jam b) Motor power: 5,5 HP (Horse Power) atau Diesel 12 PK (Paard Krcht) dengan power bisa diturunkan sesuai anggaran dan jenis serta jumlah bahan yang diproses c) Dimensi: 80x50x100 cm d) Bahan: Stainless steel 4. Vacuum Packaging Produk jahe bubuk kemudian dikemas dengan menggunakan mesin vacuum packaging. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan cara penghilangan udara dalam kemasan hingga terbentuk ruang hampa kemudian dilakukan penyegelan pada kemasan. Teknologi pengemasan vakum dipilih karena dapat meningkatkan umur simpan produk serta dapat menghemat ruang pada saat penyimpanan dan pendsitribusian. Jenis plastik kemasan yang digunakan merupakan plastik kemasan vakum yang merupakan campuran dari bahan plastik LDPE (Low Density Polyethylene), PET (Poly Ethylene Terephthalate) dan nylon. Plastik kemasan tersebut memiliki ketebalan dan kerapatan pori yang lebih tinggi dibandingkan dengan plastik kemasan biasa sehingga dapat berfungsi sebagai kemasan penyimpan kedap udara. Pengemasan produk jahe bubuk dilakukan dengan menggunakan mesin pengemas vakum vacuum packaging untuk menghasilkan kemasan hampa udara. Plastik kemas vakum sebagai kemasan yang digunakan memiliki kapasitas sebesar sepuluh kg setiap kemasannya. Pada tahun pertama, setiap bulannya akan dihasilkan sebanyak 170 kemasan. Pada tahun kedua sampai tahun kelima, setiap bulannya akan dihasilkan sebanyak dua ratus kemasan. Kemasan sekunder produk adalah kardus dengan kapasitas 50 Kg. Pada tahun pertama, setiap bulannya akan dihasilkan sebanyak 34 kemasan. Pada tahun kedua sampai tahun kelima, setiap bulannya akan dihasilkan sebanyak empat puluh kemasan.
32
Gambar 7 Mesin vacuum packaging www.anekamesin.com
Gambar 8Plastik kemasan vakum www.chinatraderonline.com a) b) c) d)
Spesifikasi mesin Vacuum Packaging: Material: besi, stainless steel Lebar seal: 32 hingga 50 cm Kekuatan vakum: 10 m3 hingga 20 m3 per jam Daya listrik: 400 hingga 800 watt atau 220 V atau 50 hingga 60 Hz
5. Mesin pendeteksi logam Jehe bubuk dalam kemasan kemudian harus melewati alat conveyor pendeteksi logam. Alat ini digunakan untuk mendeteksi kadar logam yang terdapat pada jahe bubuk. Alat ini menjamin ambang batas kadar logam yang menjadi syarat ekspor jahe ke luar negeri. Mesin ini dapat mendeteksi logam besi dan stainless steel, seperti kawat atau timah, tembaga, alumunium, timah, dan logam lainnya.
33
Gambar 9Alat conveyor pendeteksi logam www.indotrading.com Spesifikasi mesin: a. Metode mendeteksi : Magnetic induksi b. Lebar pendeteksian : 600 mm c. Tinggi pendeteksian : 160 mm d. Tegangan listrik : 230 V, 50-60 Hz e. Ukuran dimensi : 1 620 x 1 000 x 1 100 mm Perencanaan Tata Letak dan Lokasi
5
Gambar 10 Tata letak bangunan usaha Keterangan : 1 = Mesin Perajang Jahe 2 = Mesin Pengeringan (Vacuum Cabinet Drier) 3 = Mesin Penggilingan Kering (Diskmill) 4 = Mesin Pengemasan Vakum (Vacuum Packaging) 5 = Mesin Metal Detector = Area bongkar muat hasil produksi = = Area pra produksi
34 Ukuran bangun usaha yang direncanakan seluas 3000 m2. Penentuan luas bangun usaha didasarkan pada pendekatan ukuran masing-masing mesin yang dapat dilihat pada gambar tata letak bangun usaha. Lokasi produksi dan penggudangan yang dipilih untuk menjalankan bisnis ini adalah di daerah Leuwi Liang. Lokasi dipilih dengan pendekatan akses bahan baku, para petani jahe di Kabupaten Bogor banyak yang menjadi petani binaan di UPT tanaman obat yang terletak di desa Hambaro, kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Dengan membangun pabrik di daerah Leuwiliang, distribusi bahan baku menjadi lebih mudah dan cepat. Proses Produksi Proses produksi pengolahan rimpang jahe menurut Yuliani (2010) adalah sebagai berikut: 1. Penyortiran awal (segar) Rimpang jahe dari hasil panen secepatnya dilakukan penyortiran supaya mutunya tetap terjaga. Tanah atau kotoran dan gulma yang menempel pada rimpang langsung dibersihkan; demikian juga bahan yang busuk dengan yang sehat harus segera dipisahkan. Tujuan sortasi adalah untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan, mencegah lecetnya permukaan kulit serta mempermudah pencucian. 2. Pencucian & Penirisan Pencucian terhadap rimpang segera dilakukan untuk mencegah kontaminasi serta pembusukan yang dapat mempengaruhi mutu rimpang. Sumber air untuk mencuci rimpang diharapkan berasal dari mata air, sumur ataupun PAM. Penggunaan air sungai tidak dianjurkan untuk menghindari terkontaminasi baik oleh bakteri E.coli ataupun patogen. Cara pencucian dapat dilakukan dengan penyemprotan bertekanan tinggi dan dibantu dengan sikat yang terbuat dari plastik. Penirisan atau pengeringan rimpang yang sudah dicuci bersih langsung ditiriskan menggunakan rak pengering dan ditempatkan dalam lapisan yang tipis. Rak pengering harus bersih, tidak berkarat, dan tidak bereaksi dengan rimpang yang dijemur serta ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Pengeringan cukup dengan cara diangin-anginkan dan dilakukan sampai airnya tidak tiris lagi (satu sampai dua hari)8. 3. Perajangan rimpang Rimpang jahe yang telah bersih kemudian dirajang dengan ketebalan tiga hingga lima mm untuk mempercepat proses pengeringan. 4. Pengeringan Rimpang jahe kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan alat vacuum cabinet dryer dengan suhu 45-50 °C selama satu hari. 5. Penggilingan kering Rimpang jahe yang telah dikeringkan kemudian dilakukan penggilingan kering dengan menggunakan alat diskmill untuk menghasilkan jahe bubuk dengan tingkat kehalusan yang seragam. 6. Penyortiran Akhir 8
[Iptek] Ipteknet. 2013. Budidaya Pertanian Jahe (terhubung berkala) http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6 [ diakses pada 30 Oktober 2013]
35 Bubuk jahe yang dihasilkan kemudian dilakukan penyortiran untuk memisahkan dari benda asing yang mungkin terjadi selama proses penggilingan. Proses ini juga untuk memastikan kualitas jahe bubuk sesuai dengan standar mutu yang berlaku di pasar internasional. Setelah di sortasi kemudian jahe bubuk ditimbang untuk dikemas. 7. Pengemasan dan Pelabelan Bubuk jahe yang telah melalui tahap pengolahan berupa pengeringam dan penggilingan kering kemudian dikemas. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan alat vacuum packaging untuk menghasilkan produk dengan kemasan kedap udara. Produk yang telah dikemas kemudian diberi label yang berisi tentang informasi produk, merk dagang, kode produksi, tanggal kadaluarsa, dan nama produsen. 8. Penyimpanan Rimpang sudah dikemas dapat disimpan sebelum diolah lebih lanjut. Ruang tempat penyimpanan harus bersih bila perlu dilakukan fumigasi terlebih dahulu untuk membasmi hama/ serangga perusak rimpang. Selain itu, sirkulasi udara melaui ventilasi cukup baik, kelembaban udara rendah (65%), cahaya cukup,suhu gudang penyimpanan maksimal 30ºC, dan tidak bocor.
Penyortiran awal
Penggilingan
Penyortiran akhir & quality control
Pencucian
Pengeringan
Pengemasan
Penirisan
Perajangan
Penyimpanan
Gambar 11 Diagram alir pengolahan jahe bubuk Tenaga Teknis Produksi Tenaga teknis produksi terdiri dari karyawan yang melakukan proses pengolahan berupa pengeringan dan penggilingan, serta proses pengemasan pada produk. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan sebanyak sebelas orang tenaga kerja langsung dengan jenis pekerjaan yang terdiri pencucian, sortasi, perajangan, pengeringan, penggilingan, pengemasan, dan seorang operator mesin detector. Tenaga kerja teknis dipimpin oleh seorang supervisor produksi yang bertugas untuk mengawasi seluruh proses produksi yang berlangsung.
36
Perumusan Standar Mutu Input dan Output Perumusan standar mutu input dan output diperlukan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan oleh koperasi. Mutu inputberupa spesifikasi dari seluruh bahan baku yang akan digunakan untuk menghasilkan produk. Mutu output berupa spesifikasi dari produk jadi yang disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh industri jamu, obat herbal terstandar, maupun fitofarmaka sebagai pasar tujuan. a. Standar mutu input Input yang digunakan adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari petani pemasok. Untuk produk rimpang kering, standar mutu input yang ditetapkan adalah rimpang jahe dengan panjang lima hingga delapan cm dengan warna cerah, segar, bentuk rimpang utuh, dantidak memiliki rimpang bertunas. b. Standar mutu output Tabel 7 Standar mutu simplisia jahe Karakteristik Nilai Kadar Air Max 12% Kadar minyak atsiri Max 1,5% Kadar abu Max 8% Patogen Tidak Ada Benda asing Max 2% Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik 2010
Bubuk jahe merupakan hasil pengolahan lanjutan dari simplisia jahe yang diperoleh melalui proses penggilingan. Simplisia jahe yang digunakan sebagai bahan baku serbuk mengandung kadar air 8 sampai 10%. Ukuran serbuk disesuaikan dengan kebutuhan atau keperluan. Untuk bumbu masak, seperti bumbu kari ukuran partikelnya 50-60 mesh (yang berarti dalam satu inch luas saringan terdapat 50 hingga 60 lubang), untuk kepentingan ekstraksi 40-60 mesh. Perumusan Standard Operating Procedure (SOP) 1. Penyortiran dan grading dilakukan pada bahan baku berupa rimpang jahe segar dari petani pemasok. 2. Pencucian dan penirisan dilakukan pada rimpang jahe segar yang telah lulus penyortiran dan grading. 3. Rimpang jahe dirajang dengan ketebalan tiga hingga lima mm. 4. Rimpang jahe dikeringkan dengan suhu 45 hingga 50oC selama lima hingga delapan jam menggunakan vacuum cabnet dryer sehingga menghasilkan kadar air sembilan hingga sepuluh persen. 5. Rimpang jahe yang telah dikeringkan kemudian dilakukan penggilingan dengan menggunakan diskmill untuk menghasilkan jahe bubuk. 6. Rimpang kering dan jahe bubuk dikemas vakum menggunakan vacuum packaging.
37 7. Produk yang telah dikemas kemudian disimpan dalam gudang sebelum didistribusikan. 8. Karyawan produksi harus tetap menjaga sanitasi peralatan produksi. 9. Seluruh karyawan harus menjaga kebersihan dan kenyaman tempat kerja.
Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Bentuk usaha yang dipilih dalam menjalankan bisinis ini adalah koperasi.Koperasi dipilih sebagai bentuk usaha karena proses pendirian koperasi yang tidak memerlukan biaya besar dalam pembentukannya. Selain itu, koperasi juga menciptakan ikatan yang kuat dengan para anggotanya dan menumbuhkan rasa memiliki anggota terhadap koperasi. Tujuan pembentukan koperasi adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 (UU No 25 Tahun 1992). Oleh sebab itu bentuk usaha ini sangat cocok digunakan oleh wirakoperasi dalam mengembangkan bisnisnya. Struktur Organisasi Struktur organisasi kepengurusan usaha pengolahan rimpang jahe ini terdiridari rapat umum anggota (RUA), pengurus (ketua, sekertaris, dan bendahara), pengawas, manajer usaha, staff keuangan, staff administrasi, supervisor produksi, operator mesin pengeringan, operator mesin penggilingan, operator mesin pengemasan, dan buruh kerja harian (pencucian, sortasi, dan perajangan). Susunan organisasi usaha ini sebagai berikut: RUA(Rapat Umum Anggota)
Pengurus
Pengawas
Manajer Usaha
StaffKeuangan
SupervisorProduksi
Tenaga Kerja Produksi
Gambar 12 Struktur organisasi koperasi
StaffAdministrasi
38 Jumlah pengurus koperasi yang direncanakan terdiri dari empat orang yang terdiri dari seorang ketua, sekertaris, bendahara, dan pengawas. Karyawan yang direncanakan terdiri dari tujuh orang terdiri dari seorang manajer usaha, staff keuangan, supervisor produksi, staff administrasi, dan empat orang operator mesin yang bergerak di bidang produksi. Deskripsi dan Spesifikasi Kerja 1. 2.
3.
4.
5.
Rapat Umum Anggota (RUA) 1. Deskripsi : pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Pengurus (ketua, sekertaris, dan bendahara) 1. Deskripsi kerja: memimpin organisasi dan perusahaan koperasi 2. Spesifikasi kerja ketua koperasi: a. Mengendalikan seluruh kegiatan koperasi. b. Memimpin, mengkoordinir dan mengontrol jalannya aktivitas koperasi. c. Memimpin Rapat Umum Anggota tahunan dan menyampaikan pertanggungjawaban kepada anggota. d. Mengambil keputusan atas hal-hal yang dianggap penting bagi kelancaran kegiatan koperasi. 3. Spesifikasi kerja sekertaris koperasi: a. Melakukan kegiatan korespondensi (surat-menyurat) dan ketatausahaan koperasi. b. Melakukan pencatatan tentang kemajuan yang terjadi pada koperasi. c. Membuat pendataan koperasi. 4. Spesifikasi kerja bendahara koperasi: a. Merencanakan anggaran belanja dan pendapatan koperasi. b. Memelihara semua harta kekayaan koperasi. c. Melakukan pembukuan transaksi koperasi. Pengawas Koperasi 1. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi. 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan pengurus menyangkut pengelolaan koperasi, baik yang menyangkut aspek organisasi idiil maupun aspek usaha. b. Meneliti catatan yang ada pada koperasi. c. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan. Manajer Usaha 1. Deskripsi kerja: melakukan pengawasan terhadap kegiatan bidang usaha 2. Spesifikasi kerja: a. Merancang perencanaan produksi, keuangan, penetapan organisasi usaha, dan melaksanakan pengawasan terhadap seluruh aktivitas usaha. b. Melaksanakan kegiatan perekrutan karyawan. Staff Administrasi 1. Deskripsi kerja: bertanggungjawabatas kegiatan administrasi perusahaan koperasi.
39 2. Spesifikasi kerja: a. Merancang SOP (Standard Operating Procedure) rangkaian kegiatan produksi. b. Merancang sistem kemitraan dengan petani pemasok. c. Menyusun kontrak kerjasama dengan industri. d. Melakukan pemasaran produk. e. Menyusun dan mengurus perijinan usaha. f. Menyusun kebutuhan perlengkapan perusahaan koperasi. g. Melakukan kegiatan pendistribusian produk. 6. Staff Keuangan 1. Deskripsi kerja: bertanggungjawab terhadap fungsi keuangan perusahaan koperasi. 2. Spesifikasi kerja: a. Mengelola fungsi akuntasi dalam memproses data dan informasi keuangan perusahaan koperasi. b. Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan serta pembayaran kewajiban pajak perusahaan koperasi. c. Merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengontrol arus kas perusahaan koperasi terutama pengelolaan piutang dan hutang. d. Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusun anggaran perusahaan koperasi. e. Menyusun penetapan gaji dan upah bagi seluruh karyawan perusahaan koperasi. 7. Supervisor Produksi 1. Deskripsi kerja: bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan produksi 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penerimaan bahan baku. b. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan pengolahan. c. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyimpanan produk. d. Melakukan kegiatan pendistribusian produk 8. Tenaga Kerja Produksi (bagian sortasi dan pencucian) 1. Deskripsi kerja: melakukan proses pra penglohan bahan baku jahe 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan sortasi awal bahan baku jahe. b. Melakukan pencucian bahan baku jahe. c. Melakukan sortasi spesifikasi persyaratan umum bahan baku jahe. d. Melakukan perajangan bahan baku jahe sesuai dengan standar yang ada (3 sampai 5 mm) 9. Tenaga Kerja Produksi (bagian pengeringan) 1. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa pengeringan 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengeringan bahan baku. b. Melakukan control berkaitan dengan suhu dan kondisi mesin selama proses pengeringan berlangsung. c. Melakukan control dan terhadap kondisi mesin pengeringan sebelum dan setelah digunakan. 10. Tenaga Kerja Produksi (bagian penggilingan) 1. Deskripsi kerja: melakukan pengolahan bahan baku berupa penggilingan
40 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengontrolan kualitas simplisia jahe kering. b. Melakukan penggilingan hasil pengeringan. c. Melakukan proses pengayakan dan penggilingan kembali terhadap bubuk jahe yang tidak sesuai standar. d. Melakukan 40ontrol terhadap kondisi mesin penggilingan sebelum dan setelah digunakan. 11. Tenaga Kerja Produksi (bagian pengemasan) 1. Deskripsi kerja: melakukan pengemasan produk 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan pengecekan kualitas bubuk jahe yang telah dihasilkan. b. Melakukan pengemasan pada produk jahe bubuk. c. Melakukan penyimpanan produk di dalam gudang sebelum didistribusikan. 12. Staf ahli operator mesin metal detector 1. Deskripsi kerja: mengoperasikan mesin metal detector 2. Spesifikasi kerja: a. Melakukan persiapan mesin sebelum digunakan b. Melakukan pemeriksaan produk akhir yang telah dikemas dengan menggunakan mesin metal detector. c. Melakukan perawatan mesin secara berkala. Upah dan Gaji Penentuan gaji dan upah bagi seluruh karyawan disesuaikan dengan jabatan beserta tanggung jawab yang dibebankan. Penentuan gaji dan upah bagi karyawan tetap sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang UMK 2014 No. 561/Kep.1636-Bangsos-2014. Rincian upah dan gaji bagi karjawan tetap maupun tenaga kerja langsung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Upah dan gaji karyawan Uraian Gaji Per Bulan (Rp) Manajer usaha a. Gaji Pokok b. Uang Makan (@Rp 25 000 x 20 hari) c. Uang transport (@Rp 25 000 x 20 hari) Staff keuangan a. Gaji Pokok b. Uang Makan (@Rp 25 000 x 20 hari) c. Uang transport (@Rp 25 000 x 20 hari) Staff administrasi a. Gaji Pokok b. Uang Makan (@Rp 25 000 x 20 hari) c. Uang transport (@Rp 25 000 x 20 hari) Supervisor produksi a. Gaji Pokok b. Uang Makan (@Rp 25 000 x 20 hari)
Total Upah (Rp)
2 000 000 500 000 500 000
3 100 000
1 500 000 500 000 500 000
2 500 000
1 500 000 500 000 500 000
2 500 000
1 750 000 500 000
2 750 000
41 Uraian c. Uang transport (@Rp 25 000 x 20 hari) Tenaga kerja produksi a. Upah per hari Rp 50 000
Gaji Per Bulan (Rp) 500 000 1 000 000
Total Upah (Rp)
1 000 000
Rencana Kerjasama Kooperatif Usaha yang akan didirikan akan menjalin kerjasama dengan petani jahe wilayah Bogor sebagai petani pemasok. Bentuk kerjasama yang akan dilakukan berupa kerjasama vertikal ke belakang dalam hal pasokan bahan baku. Usaha yang akan didirikan ini akan menjadikan petani jahe yang berada di wilayah Bogor sebagai pemasok bahan baku berupa rimpang jahe segar. Petani akan memasok rimpang jahe segar untuk kemudian diolah dengan menggunakan teknologi pengeringan dan penggilingan kering. Produk yang dihasilkan oleh usaha ini berupa intermediate product dalam bentuk jahe bubuk. Kedua produk tersebut kemudian akan dikemas menggunakan plastik kemas vakum sebelum disimpan dan didistribusikan. Kerjasama ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kontinuitas bahan baku usaha pengolahan rimpang jahe. Selain itu, tujuan lain dari penerapan kerjasama ini adalah untuk meningkatkan pendapatan petani jahe yang tergabung dalam usaha yang akan didirikan. Konsep kerjasama yang akan dilakukan berupa penentuan ketetapan bagi hasil dari keuntungan atas penjualan produk (HU) sesuai dengan prinsip koperasi. Ketetapan tersebut diambil berdasarkan hasil diskusi dengan para petani yang tergabung dalam usaha yang akan didirikan. Selain itu, perusahaan kopeasi akan memberikan pelatihan budidaya yang baik agar para petani dapat menghasilkan rimpang jahe dengan jumlah produksi yang optimal dan berkualitas. Usaha yang akan didirikan ini tidak hanya berorientasi pada keuntungan usaha semata, namun juga pada kesejahteraan para petani mitra. Kerjasama yang dibangun merupakan kerjasama kooperatif yang diikat oleh sistem keanggotaan koperasi. Pada prinsipnya, koperasi yang dibangun merupakan sebuah wadah para petani menyalurkan hasil produksi. Petani tidak menjual hasil produk jahe segarnya kepada koperasi, melainkan menjual melalui koperasi. Koperasi hanya menjadi media pemasaran, koperasi menjadi alat pembukaan pasar baru yang lebih potensial. Koperasi menjadi media pemasaran bagi para petani. Petani yang merupakan anggota koperasi akan difasilitasi untuk melakukan pengolahan pasca panen, setelah itu hasil produksi jahe bubuk yang dihasilkan akan dijual ke luar negeri dengan harga yang jauh lebih baik dibandingkan pasar lokal. Hasil usaha (HU) yang diterima kemudian akan dikembalikan kepada petani melalui sistem bagi hasil dengan presentase kesepakatan tertentu. Sebagai sebuah badan usaha, koperasi memiliki hubungan antar stakeholder yaitu hubungan antara koperasi, petani, wirakoperasi (cooperative entrepreneur), desa, dan industri/ target pasar. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 14.
42 Petani Petani
CE Mitra petani
kerja
CE
Fasilitator petani untuk mengakses pasar, pengedukasi, dan motor penggerak (pelatihan, pendidikan, pengawasan serta pengontrolan)
Koperas i
Sarana pengolahan bahan baku petani untuk meningkatakan nilai tambah
Lembaga tempat CE bekerja dan mengembangka n usaha dalam pembangunan ekonomi desa
Desa
Pendukung sarana dan prasarana program yang akan dijalankan
Membantu untuk mensosialisasika n program koperasi dan sarana pendukung keberlanjutan koperasi Kerjasama bisnis dan membentuk kepercayaan
Industri
Koperasi Pemasok bahan baku produksi
Desa
Industri
Sebagai tenaga ahli atas program yang dijalankan
Pelopor penyedia dana dan ide bisnis untuk pembangu nan desa
Mediator pembuka pasar dari petani langsung ke industry
Dana Pembangu nan desa
Badan usaha yang menyuplai bahan baku setengah jadi ke industri
Penyedia sarana dan prasarana berdirinya koperasi
Sebagai mitra usaha (hasil penjualan produk) dan penentu harga yang ditawarkan atas produk terkait
Gambar 13 Matriks hubungan antara stakeholders Petani yang bekerjasama dengan seorang wirakoperasi akan mendapatkan beberapa keuntungan dibandingkan menjalankan usaha secara perorangan. Beberapa kelebihan yang diperoleh dari hasil pendekatan ini dapat terlihat pada sistem jual dan budidaya petani; kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku; pelatihan dan pengawasan terhadap kegiatan budidaya petani; kepastian pasar bagi petani; harga jual rimpang jahe yang diterima petani; serta pengalokasian dana
43 bagi pengembangan desa. Rincian perbedaan hasil dengan pendekatan wirakoperasi dan pendekatan konvensional dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi Uraian
Tanpa Wirakoperasi
Sistem penjualan
Petani menjual jahe segar kepada tengkulak dengan harga yang rendah.
Sistem budidaya
Budidaya konvensional tanpa penerapan Good Agriculture Practices.
Kualitas rimpang jahe tidak Kualitas, kuantitas, seragam dan tidak dan kontinuitas terjaminnya supply jahe bahan baku segar.
Pelatihan pengawasan
Pasar
dan
Tidak ada pelatihan dan pengawasan terhadap sistem budidaya petani. Tidak ada kepasatian pasar, karena tidak ada kontrak antar petani denganindustri pasar tujuan.
Harga jahe segar di Rp4 000 hingga Rp5 000. tingkat petani Dana Tidak ada dana yang pengembangan dialokasikan untuk desa pengembangan desa.
Dengan Wirakoperasi Koperasi akan mengolah jahe segar petani dan menjual ke luar negeri. Petani menjual komoditasnya melalui koperasi. Penerapan sistem budidaya sesuai denganGood Agriculture Practices, pelatihan system budidaya yang baik secara berkala. Seragam, sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan, jumlah pasokan sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan serta pasokan yang kontinyu. Ada pelatihan dan pengawasan terhadap sistem budidaya petani. Ada kepastian pasar, karena ada kontrak antar koperasi dengan industri pasar tujuan. Meningkat secara signifikan. Ada dana yang dialokasikan untuk pengembangan desa.
Koperasi juga memiliki hak dan kewajiban terhadap anggotanya, demikian pula setiap anggota kopersi memiliki hak dan kewajiban. Pengaturan hak dan kewajiban ini menjadi pengikat antara kedua belah pihak, masing-masing pihak harus menjalankan hak dan kewajibannya sebaik mungkin demi memajukan usaha bersama. Adapun hak dan kewajiban anggota koperasi adalah sebagai berikut: Kewajiban Anggota Koperasi 1. Mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. 2. Berpartisipasi dalam kegiata usaha koperasi. 3. Membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. 4. Memelihara dan mengembangkan kebersamaan atas asas kekeluargaan. 5. Mematuhi dan melaksanakan keputusan rapat anggota maupun rapat pengurus.
44 Hak Anggota Koperasi 1. Hak untuk menghadiri, menyatakan pendapat,dan memberikan suara dalam RA. 2. Memilih dan atau dipilih menjadi pengurus. 3. Meminta diadakan RA menurut ketentuan-ketentuan dalam AD. 4. Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar RA, baik diminta maupun tidak diminta. 5. Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama di antara sesama anggota. 6. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut ketentuan dalam AD.
Rencana Keuangan Rencana Investasi Dana investasi awal yang dikeluarkan adalah sebesar Rp2 887630 000. Barang investasi awal berupa alat-alat produksi, furniture kantor, kipas blower, mobil pick up, rak besi pengeringan, kanopi, tanah, pembangunan pabrik, dll. Rincian dari komponen-komponen investasi dapat di lihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Biaya investasi awal usaha pengolahan rimpang jahe dalat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Biaya investasi No.
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah
Biaya (Rp 000) Harga Persatuan
1
Alat Produksi
2
Alat &Furnitur Perkantoran
3
Kipas blower
unit
2
1 300
2 600
4
mobil pick up
unit
2
105 000
210000
5
layout manufaktur
1
1 000
1 000
6
Rak Besi Pengeringan
set
1
5 000
5 000
7
Biaya Promosi (sosialisasi)
set
5 000
5 000
8
Kanopi
set
9
Biaya sertifikasi
10
Investasi tanah
11
Bangun Pabrik Total Investasi
unit
Jumlah Biaya 467 870 31 760
m2
1 3000
10 000
10000
30 000
30 000
200
600 000 1 500 000 2 887 630
Biaya investasi yang dikeluarkan pada awal pendirian usaha akan mengalami penyusutan setiap tahunnya. Penyusutan tersebut dipengaruhi oleh umur teknis dari setiap barang investasi. Bangunan pabrik diasumsikan memiliki umur ekonomis 25 tahun. Mesin-mesin yang digunakan untuk produksi memiliki umur ekonomis yang berbeda-beda, mesin pengering dan mesin penggiling memiliki umur ekonomis sepuluh tahun sedangkan mesin kemas vakum, mesin perajang, dan furniture kantor memiliki umur ekonomis lima tahun. Setelah umur
45 teknis suatu barang telah habis maka harus dilakukan reinvestasi dengan biaya yang dikeluarkan pada tahun setelah pemakaian berakhir. Perhitungan biaya penyusutan tersebut digunakan metode garis lurus. Metode garis lurus dihitung dengan cara harga beli aset dikurangi dengan nilai sisa, hasil pengurangan kedua nilai tersebut lalu dibagi dengan umur teknis, nilai sisa ditentukan dengan proporsi lima persen dari nilai awal pembelian barang. Setiap nilai aset dari suatu barang akan memiliki nilai yang berbeda karena ditentukan dari tiga faktor yang masuk kedalam unsur perhitungan nilai penyusutan tersebut yakni nilai awal, nilai sisa, dan umur teknis. Nilai sisa merupakan salah satu komponen dari perhitungan laba rugi dan nilai sisa merupakan salah satu komponen penerimaan kegiatan proyek. Total nilai penyusutan dari barang-barang modal dalam usaha pengolahan rimpang jahe ini adalah Rp44 909000 per tahun. Nilai sisa dari investasi di tahun ke lima sebesar Rp271 040 000.Penyusutan investasi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Biaya penyusutan per tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Komponen Biaya Alat Produksi Alat &Furniture Perkantoran Kipas Blower Mobil Pick Up Layout manufaktur Rak Besi Pengeringan Biaya promosi Kanopi Biaya sertifikasi Investasi tanah Bangunan Pabrik Total
Jumlah Biaya (Rp 000) 467 870 31 760 2 600 210 000 1 000 5 000 5 000 10 000 30 000 600 000 1 500 000 2 887 630
Nilai Sisa tahun 5 (Rp 000) 205 035 11 005 105 000
Biaya Penyusutan (Rp 000) 33 838 3 051 520 10 500
2 500
250 2 000
1 200 000 1 525 740
12 000 64 378
Biaya Operasional per bulan per Produksi Biaya operasional sebuah bisnis dibagi menjadi dua, yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah tergantung jumlah produksi yang dihasilkan sedangkan biaya tetap tidak berubah berapapun produksi yang dihasilkan.Biaya tetap per bulan yang dikeluarkan untuk menjalankan bisnis pengolahan rimpang jahe sebesar Rp24 407 000 atau Rp292 880 000 per tahun. Biaya variabel per bulan pada tahun pertama (produksi 1.7 ton kering) adalah Rp25 713 000 atau Rp308 550 per tahun. Pada tahun kedua sampai tahun kelima (produksi 2 ton keting) biaya variabel yang dikeluarkan per bulan adalah Rp30 250 000 atau Rp363 000 000 per tahun.Rincian biaya tetap dan variabel produksi dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 6. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksidari produk yang akan dijual diperoleh dengan cara membagi biaya total (biaya tetap, biaya variabel, dan bagi hasil) dengan jumlah produksi. Asumsi bagi hasil untuk tahun pertama yaitu petani 65% dan wirakoperasi 5%.
46 Tabel 12 Harga pokok produksi pada tahun pertama Uraian Jumlah (Rp) Biaya tetap 24 407 000 Biaya variabel 25 713 000 Bagi hasil petani 214 770 000 Bagi hasil wirakoperasi 16 521 000 Jumlah biaya 285 948 000 Jumlah produksi (kg) 1 700 HPP (kg) 168 204 HPP /10kg 1 682 040 Harga pokok produksi jahe bubuk ini adalah sebesar Rp168 204 per kg atau Rp1 682 040per kemasan 10 kg. Penerimaan dan Hasil Produksi Manfaat yang diterima dari usaha pengolahan rimpang jahe ini merupakan segala hasil penerimaan yang didapat dari usaha tiap periodenya. Sumber penerimaan yang merupakan manfaat dari kegiatan usaha pengolahan rimpang jahe ini adalah penerimaan hasil penjualan jahe bubuk yang dijual ke luar negeri (ekspor). Selain itu juga memperoleh penerimaan nilai sisa dari barang-barang investasi yang telah habis masa pakai umur ekonomisnya. Nilai sisa dari barangbarang investasi tersebut diperhitungkan sebagai hasil tambahan dalam komponen penerimaan perhitungan cashflow. Manfaat usaha sudah dapat diperoleh pada tahun pertama pelaksanaan proyek setelah kegiatan investasi. Manfaat yang diterima dari hasil penjualan pada tahun pertama sejumlah Rp4 630 800 000.Jumlah ini terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi, jumlah produksi tahun pertama dibawah kapasitas produksi yaitu sebesar 1.7 ton. Dengan asumsi bahwa koperasi belum mampu bekerjasama dengan banyak petani lainnya, selain itu sebagai masa pengenalan usaha pengolahan rimpang jahe. Penerimaan yang diperoleh usaha ini tahun-tahun berikutnya adalah sebesar Rp5 448 095 000 yang terdiri dari penerimaan 12 bulan produksi dengan jumlah penjualan sesuai target yaitu dua ton per bulan. Break Even Point Break even point (BEP) Adalah volume penjualan atau jumlah penjualan di mana total pendapatan sama dengan total biaya, jadi pendapat bersih adalah nol. Untuk menghitung Break even point, elemen biaya usaha harus dianalisis dan dikelompokkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap. Margin kontribusi atau laba kotor per unit produk atau item termasuk elemen penting dalam perhitungan BEP. Elemen-elemen yang diperlukan untuk menghitung BEP antara lain Biaya variabel: pengeluaran yang berhubungan dengan peningkatan volume penjualan, misalnya bahan baku, upah buruh, kemasan, dll. Biaya tetap: Biaya-biaya yang tidak ditingkatkan berkaitan dengan peningkatan volume penjualan, misalnya, biaya sewa, gaji pegawai, biaya air, dll.
47 Tabel 13 Break even pointper bulan tahun pertama Uraian Jumlah Biaya tetap per bulan (Rp) 24 407 000 Bagi hasil wirakoperasi (Rp) 16 521 000 TFC (Rp) 40 927 000 Biaya variabel non bahan baku per bulan (Rp) 25 713 000 Bagi hasil petani (Rp) 214 770 000 AVC (Rp) 141 000 BEP (unit) 478 BEP (Rp) 108 611 000 BEP merupakan analisis yang digunakan untuk mememperoleh batas titik impas dari nilai jual (Rp) dan jumlah (unit) dari usaha yang dijalankan. Jika usaha ini mencapai titik impas, maka dikatakan tidak ada untung dan ruginya. Besarnya BEP unitnya adalah 478 kg artinya pada produk ini usaha akan mencapai titik impas bila telah menjual produk jahe bubuk sebesar 478 kg setiap bulanatau memperoleh penerimaan (revenue) sebesar Rp108 611 000. Kriteria Investasi Analisa Payback Period (PP) bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk mengembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan dalam suatu usaha. Pada usaha pengolahan rimpang jahe yang akan dilakukan ini, modal yang telah dikeluarkan untuk usaha akan kembali dalam jangka waktu 2.6 tahun atau 2 tahun 7 bulan. Pada proyeksi cash flow diperoleh NPV sebesar Rp1 787 459 000, nilai Net B/C sebesar 1.62 yang memiliki arti bahwa setiap Rp1 yang dikelurakan akan mendapatkan manfaat bersih sebesar Rp1.62, nilai IRR sebesar 18% yang memiliki arti bahwa tingkat pengembalian terhadap investasi adalah sebesar 18%, dengan IRR lebih besar dari discount rate 12% (berdasarkan bunga kredit bank) artinya bisnis layak untuk dijalankan. BEP unitnya sebesar 478 artinya pada produk ini usaha akan mencapai titik impas bila telah menjual produk jahe bubuk sebesar 478 kg atau memperoleh penerimaan (revenue) sebesar Rp108 611 000. Rincian proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 8. Proyeksi Laporan Keuangan dan Laba Rugi Proyeksi laporan keuangan usaha pengolahan rimpang jahe ini dibuat dalam dua bentuk laporan yaitu laporan arus kas dan laporan laba rugi. Pada proyeksi laporan laba rugi usaha ini mengalami keuntungan koperasi di tahun pertama yaitu sebesar Rp892 123 000.Laba ini merupakan laba bersih (earning after tax) setelah bagi melakukan bagi hasil dengan petani sebesar 65%, wirakoperasi sebesar 5%, dan sisanya untuk koperasi sebesar 30%. Berdasarkan sistem bagi hasil tersebut, wirakoperasi mendapatkan pendapatan sebesar Rp16 520 000 per bulan. Harga yang diterima petani dengan sistem bagi hasil ini adalah Rp12 000 per kg, harga ini lebih tinggi dibandingkan harga jual yang diterima petani di pasar lokal yaitu sekitar Rp4 000 sampai Rp5 000 per kg.
48 Pada tahun kedua dan seterusnya proporsi bagi hasil yang direncanakan yaitu petani sebesar 70%, wirakoperasi sebesar 5%, koperasi sebesar 20%, dan pembagian hasil untuk desa sebesar 5%. Keuntungan yang diterima koperasi pada tahun kedua dst adalah Rp709 176 000 per tahun. Pendapatan yang diterima wirakoperasi adalah Rp19 699 000 per bulan. Harga yang diterima petani dengan proporsi bagi hasil di tersebut adalah Rp13 100 per kg. Disamping itu, desa mendapatkan keuntungan sebesar Rp236 392 per tahun sebagai dana sosial untuk pengembangan desa. Rincian laporan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 9. Kegiatan perencanaan bisnis penolahan dan pengemasan rimpang jahe ini merupakan sebuah bisnis yang sangat prospektif dan potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis finansial menunjukkan bahwa bisnis ini sangat layak untuk dijalankan. Waktu pengembalian biaya investasi yang cepat, dan tingkat pengembalian modal yang tinggi menjadi bukti potensi industrialisasi komoditas biofarmaka terutama jahe. Pengembangan bisnis melalui pendekatan wirakoperasi juga dapat menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan. Dengan menjalankan bisnis melalui pendekatan ini, petani akan didorong untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Para petani juga akan memiliki bargain power yang kuat dan mendapat informasi pasar yang lengkap. Dampak yang muncul dari pengembangan bisnis ini tidak hanya bermanfaat secara finansial bagi pelaku usaha/ wirakoperasi, tetapi juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Jahe sebagai komoditas biofarmaka memiliki peluang dan potensi untuk dikembangkan. Tingginya permintaan dari luar negeri dapat dilihat pada terus berkembangnya ekspor jahe ke berbagai negara di dunia. Negara Jerman merupakan salah satu tujuan pasar yang sangat prospektif, banyaknya industri manufaktur di bidang kesehatan mendorong permintaan yang besar terhadap jahe karena jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki banyakm selain itu berkembangnya isu tentang kesehatan semakin mendorong perubahan kebiasaan dari obat kimia ke obat berbahan herbal alami. Pengolahan pasca panen dan perlunya terobosan pasar diperlukan untuk meningkatkan harga jual jahe yang tergolong rendah di tingkat petani. Kerjasama cooperative diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar petani. Bisnis pengolahan rimpang jahe yang didirikan melalui pendekatan cooperative entrepreneur atau wirakoperasi, yaitu usaha bersama-sama petani dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Badan usaha yang dipilih untuk mendirikan usaha ini adalah koperasi dengan petani sebagai anggota dan mitra kerja. 2. Produk yang dihasilkan dari usaha ini berupa intermediate product atau produk setengah jadi berupa jahe bubuk. Teknologi yang digunakan antara lain perajangan otomatis, pengeringan vakum, penggilingan kering, dan
49 pengemasan vakum. Harga jual (FOB price) yang ditawarkan sebesar 20.6 USD per/kg. Keuntungan dari hasil penjualan akan dibagi kepada petani, koperasi, dan desa. Petani yang menjual jahe segar kepada koperasi akan menerima presentasi bagi hasil 65% pada tahun pertama dan 70% pada tahun kedua dan seterusnya. Wirakoperasi akan menerima bagi hasil sebesar 5% setiap tahun, dan desa akan menerima bagi hasil 5% pada tahun kedua dan seterusnya (dana ini ditujukan sebagai dana pengembangan desa). Dari sistem bagi hasil tersebut, diharapkan petani akan menerima pendapatan yang lebih tinggi daripada menjual kepada tengkulak. Dari kerjasama tersebut petani diproyeksikan akan menerima Rp12 000 /kg jahe segar yang dijual melalui koperasi pada tahun pertama, dan Rp13 100 pada tahun kedua sampai seterusnya. Harga yang diterima petani ini lebih besar disbanding harga pasaran rata-rata yang diterima petani bila menjual kepada tengkulak yaitu sebesar Rp4 000 sampai Rp5 000. Peningkatan harga jual ini akan memotivasi lebih banyak petani jahe untuk bergabung ke koperasi dan memotivasi petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Saran Pengembangan bisnis dengan pendekatancooperative entrepreneur dapat menjadi solusi untuk meningkatkan posisi tawar petani. Perlu dilakukan sosialisasi terkait pendekatan ini kepada masyarakat, perubahan mindset petani akan membantu seorang wirakoperassi dalam menjalankan bisnis. Wirakoperasi juga harus menciptakan ikatan yang kuat dengan petani binaan agar tercipta simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan antar pihak. Keterbatasan data permintaan dan penawaran jahe aktual maupun empiris di berbagai negara tujuan ekspor menjadi kendala pengerjaan penelitian ini. Data yang terbatas diharapakan dapat dipenuhi dan dilengkapi pada penelitianpenelitian berikutnya agar rencana pemasaran dapat dikaji lebih mendalam. Kajian dan referensi mengenai wirakoperasi juga diharapkan lebih berkembang di masa yang akan datang untuk memperkaya pustaka dan mempermudah penelitian sejenis ini.
DAFTAR PUSTAKA Assauri, 1999. Manajemen Pemasaran.Raja Grafindo Persada; Jakarta Baga L. 2003.Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem Agribisnis Kajian TerhadapPengembangan Agribisnis Persusuan di Indonesia. Makalah pada Seminar Dwibulanan ISTECS Eropa di PusatStudi Asia Tenggara di Universitas Frankfurt. Jerman [BPS]. 2012. Luasan Panen dan Produktivitas Jahe Indonesia Tahun 2011 (terhubung berkala) http:\\bps.go.id (diakses 19 September 2013) [COMTRADE]. 2013. Ginger Export Import Data (terhubung berkala). http:\\comtrade.un.org(diakses 15 Maret 2014) Djohanputro B. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta :PPM. Manajemen
50 Fajrian H. 2013. Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Fayol, Henry. 1949. General Principles of Management, dalam Shafritz, Jay M dan J. Steven Ott. 1987. Classics of Organization Theory, Brooks/Cole Publishing Company Pacific Grove, California. Hendar, Kusnadi, 1990. Ekonomi Koperasi. Edisi kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI Kotler, Philips .1997.Manajemen Pemasaran (Terjemahan) Jilid I, PT.Prehallindo, Jakarta Lestari, E. 2007. Analisis Daya Saing, Strategi dan Prospek Indsutri Jamu di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajeman Institut Pertanian Bogor Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi, A. 2009. StudiKelayakanBisnis. Bogor (ID): DepartemenAgribisnisFakultasEkonomidanManajemen IPB Rini ,E. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. BalaiPenelitianTanamanObatdanAromatik. Bogor Rini, E. 2010. Usahatani dan Pemasaran Jahe. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Sundawati L, Purnaningsih N, Purwakusumah ED. 2011. Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat [terhubung berkala]. [Diunduh pada 6 Februari 2014]. Tersedia padahttp://biofarmaka.ipb.ac.id Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012Perkoperasian.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012. Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992Perkoperasian.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992. Jakarta Yuliani, S. 2010. Penanganan Dan Pengolahan Rimpang Jahe. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor
51
LAMPIRAN
52 Lampiran 1 Rincian investasi komponen alat produksi Komponen Biaya
Satuan
Alat Produksi a. Mesin pengering b. Mesin pengemas vakum c. Mesin penggilingan d. Mesin perajang e. Pompa steam f. Timbangan duduk digital g. Timbangan mekanik gantung h. Tabung gas i. Selang dan regulator j. Tampah k. Sikat l. Baskom m. Tempat sampah n. Sepatu boots o. Sarung tangan kain p. Mesin pendeteksi logam Total
Biaya (Rp 000) Harga Persatuan Jumlah Biaya
Jumlah
unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit
7 1 1 2 1 1 1 7 7 100 7 20 1 11 11 1
45 000 34 000 14 500 5 000 1 800 2 000 5 000 500 200 25 10 35 1 500 70 30 74 800
315 000 34 000 14 500 10 000 1 800 2 000 5 000 3 500 1 400 2 500 70 700 1 500 770 330 74 800 467 870
Lampiran 2 Rincian investasi komponen alat dan furniture kantor Komponen Biaya Alat dan Furnitur Perkantoran a. Meja Komputer b. Kursi Kantor c. Sofa kantor d. Papan tulis (90x120 cm) e. Komputer PC f. Printer (Print, Scan, Copy) h. Lemari besi arsip i. Laci besi arsip (4 laci) j. Faximile k. Telepon l. Lampu m. Air Conditioner n. Kursi Tamu Total
Satuan
unit unit set unit unit unit unit unit unit unit unit unit unit
Jumlah
3 3 1 1 3 1 1 2 1 1 4 1 5
Biaya (Rp 000) Harga Persatuan Jumlah Biaya 1 200 1 000 8 300 300 5 000 1 400
3 600 3 000 8 300 300 15 000 1 400 2 800 4 000 1 800 310 400 4 000 1 250
2 800 2 000 1 800 310 100 4 000 250 46 160
Lampiran 3 Asumsi komponen biaya investasi Asumsi Mesin pengeringan kapasitas 150 kg terdiri dari 40 rak/tray, tipe cabinet dengan blower bertenaga utama listrik dan sumber panas LPG, lama pengeringan 8 jam Kapasitas mesin penggilingan 300kg/jam dengan tenaga utama solar Kapasitas 150kg/jam dengan tenaga utama bensin Pembelian tabung gas LPG ukuran 12 kg Kapasitas mobil pick up 2 ton Kapasitas timbangan digital 15 kg Kapasitas timbangan mekanik gantung 500 kg
53
Lampiran 4 Rincian biaya tetap No 1
2 3 4 5 6 7
8 9 10 11
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Komponen Biaya Tenaga Kerja: a. Manager usaha b. Staff administrasi dan keuangan c. Supervisor produksi d. Opertor mesin metal detector Online (sewa host) Biaya listrik Biaya air Biaya pemasaran Biaya pemeliharaan dan perawatan Administrasi perkantoran a. Telepon b. Internet c. Kertas d. Tinta (infus) e. ATK Jasa profesional Transportasi (sewa angkutan) Biaya pelatihan karyawan Uang keamanan dan kebersihan Total Biaya Tetap
Satuan
Jumlah
Biaya satuan
orang
1
3 100
orang
2
2 500
orang
1
2 750
orang
1
2 500
1
1
rim unit set
1 1 3 2 1
unit
1
30 75
Biaya (Rp 000) Biaya Per Biaya per bulan tahun 3 100
37 200
5 000 2 750
60 000 33 000
2 500 17 5 000 800 1 050
30 000 200 60 000 9 600 12 600
350
4 200
500 500 90 150 100 1 000
6 000 6 000 1 080 1 800 1 200 12 000
900 500
10 800 6 000
100 24 407
1 200 292880
Lampiran 5 Asumsi komponen biaya tetap Asumsi Tarif listrik prabayar untuk pemakaian diatas 3 500 VA dikenakan biaya Rp1 145/kwh. Kebutuhan listrik mesin blower pengering: 300 watt x 7 unit x 8 jam x 18 hari kerja = 302.4 kwh Kebutuhan listrik mesin pengemas: 400 watt x 1 unit x 10 jam x 17 hari kerja = 68 kwh Kebutuhan listrik lampu: 50 watt x 4 buah x 10 jam x 20 hari kerja = 40 kwh Kebutuhan listrik kipas blower: 140 watt x 2 unit x 20 hari kerja = 96 kwh Biaya pemasaran ekspor ke negara tujuan dengan asumsi produksi 1.7 ton/bulan. Kapasitas 25 ton per kontainer dengan harga Rp12 600 000 Bangunan terdiri dari ruang produksi, gudang penyimpanan, dan ruang kantor dengan luas bangunan 3.000 m2
54
Lampiran 6 Rincian biaya variabel Asumsi Biaya Produksi tahun 1 (1,7 ton) Bulan Tahun (Rp 000) (Rp 000) 1,700 20,400
Biaya (Rp 000) No
Komponen Biaya
1
Biaya supir & kuli
2
Biaya pengemasan a. Kemasan primer b. Kemasan sekunder c. Biaya label Biaya solar mesin a. Mesin perajang b. Mesin penggilingan Biaya gas Biaya transportasi Biaya rupa-rupa Biaya tenaga kerja produksi Total biaya variabel
3
4 5 6 7
1
2
3
4 5 6 7
Satuan
Jumlah
orang
2
Satuan 50
Bulan 2,000
Tahun 24,000
unit unit unit
200 40 240
4 15 3
800 600 720
9,600 7,200 8,640
680 510 612
8,160 6,120 7,344
liter liter tabung
14 15 35
11 11 130 200
3,080 3,300 4,550 4,000 200
36,960 39,600 54,600 48,000 2,400
2,618 2,805 3,868 3,400 170
31,416 33,660 46,410 40,800 2,040
orang
11
50
11,000 30,250
132,000 363,000
9,350 25,713
112,200 308,550
-
Lampiran 7 Asumsi komponen biaya variabel Asumsi Biaya Variabel Kebutuhan tenaga kerja untuk mengambil dan mengangkut bahan baku dari petani ke tempat produksi Biaya kemasan primer (plastik vakum) kapasitas 10 Kg dgn harga Rp4 000/lembar [sumber: kaskus] Biaya kemasan sekunder (kardus) kapasitas 50 Kg dgn harga Rp15 000/lembar [sumber: toko] Mesin perajang 5,5 pk membutuhkan 0,68 l/jam, diasumsikan penggunaan 2 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 272 liter (harga solar per liter Rp 6500) Mesin penggiling 12 pk membutukan 1,5l/jam, diasumsikan penggunaan 1 mesin per hari 10 jam selama 20 hari adalah 300 liter (harga solar per liter Rp6500) Asumsi tiap mesin pengering membutuhkan 3kg gas/hari, sehingga kebutuhkan tiap mesin per bulan adalah 5 tabung ukuran 12kg Biaya meliputi : bensin, tol, pak ogah, pungli, parkir (200rbx20hr) Biaya cadangan yang digunaka jika terdapat kekurangan biaya variabel tiap bulan Tenaga kerja langsung untuk melakukan proses produksi selama dua hari yang terdiri dari pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan, dan pengemasan per volume produksi
55
Lampiran 8 Proyeksi arus kas selama lima tahun Cash Flow (Rp 000) tahun no I
uraian komponen
0
1
2
3
4
5
inflow 1. penjualan
4 630 800
5 448 095
5 448 095
5 448 095
3. nilai sisa
1 525 740
total inflow
4 630 800
5 448 095
5 448 095
5 448 095
6,973 835
2 877 630
2 900
3 670
2 900
3 670
86 650
2 877 630
2 900
3 670
2 900
3 670
86 650
Biaya Tetap
292 880
292 880
292 880
292 880
292 880
Biaya Variabel Total Biaya Operasional
308 550
363 000
363 000
363 000
363 000
601 430
655 880
655 880
655 880
655 880
2,577 245
3 309 486
3 309 486
3 309 486
3 309 486
198 250
236 392
236 392
236 392
236 392
-
236 392
236 392
236 392
236 392
2,775 494
3 782 270
3 782 270
3 782 270
3 782 270
297 374
236 392
236 392
236 392
236 392
2 877 630
3,379 825
4 441 820
4 441 050
4,441 820
4 524 800
Saldo Koperasi discount factor 12%
(2 877 630)
1,250 975
1 006 275
1 007 045
1,006 275
2 449 035
1
0.893
0.797
0.712
0.636
0.567
PV net benefit PV Benefit untuk Gross B/C PV Biaya untuk Gross B/C
(2 877 630)
1,116 942
802 197
716 795
639 506
1 389 648
0
4,134 643
4 343 188
3 877 847
3 462 363
3 957 141
2 877 630
3,017 700
3 540 992
3 161 052
2 822 857
2 567 493
II
Outflow
1
Biaya investasi Total Biaya Investasi
2
3
Biaya Operasional
Bagi Hasil Petani Wirakoperasi Desa Total Bagi Hasil
4
Pajak Koperasi Total Outflow
III
pv positif
4 665 089
pv negatif
(2 877 630)
IV
NPV
V
gross B/C
1.10
VI
net B/C
1.62
VII
IRR pay back period (PP) Break Even Point (unit) per bulan Break Even Point (Rp) per bulan
18%
VIII
IX
X
5 448 095
1 787 459
2.6
478
108 611
56
Lampiran 9 Proyeksi laba rugi selama lima tahun Laba Rugi (Rp 000) no
uraian komponen
Tahun 1
I
2
3
4
5
inflow 1. penjualan
4 630 800
5 448 095
5 448 095
5 448 095
5 448 095
total inflow
4 630 800
5 448 095
5 448 095
5 448 095
5 448 095
Biaya Tetap
292 880
292 880
292 880
292 880
292 880
Biaya Variabel
308 550
363 000
363 000
363 000
363 000
64 378
64 378
64 378
64 378
64 378
Total Biaya Operasional
665 808
720 258
720 258
720 258
720 258
III
Laba sebelum bagi hasil
3 96 ,992
4 727 837
4 727 837
4 727 837
4 727 837
IV
Bagi hasil 2 577 245
3 309 486
3 309 486
3 309 486
3 309 486
198 250
236 392
236 392
236 392
236 392
-
236 392
236 392
236 392
236 392
2 775 494
3 782 270
3 782 270
3 782 270
3 782 270
1 189 497
945 567
945 567
945 567
945 567
297 374
236 392
236 392
236 392
236 392
II
Outflow
1
Biaya Operasional
2
Biaya Penyusutan
Petani Wirakoperasi Desa
V
Total bagi hasil laba sebelum pajak (EBT) Koperasi
VI
Pajak (25%) pajak 0% (PPn)
VII
laba bersih (EAT)
-
-
-
-
-
892 123
709 176
709 176
709 176
709 176
Lampiran 10 Rincian arus kas per bulan tahun pertama Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2900
Biaya Tetap
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
Biaya Variabel
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
Total Biaya Operasional
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
50119
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
no
uraian komponen
I
0
inflow 1. penjualan 3. nilai sisa total inflow
II
0
Outflow 1
2
3
Biaya investasi
2877630
Total Biaya Investasi
2877630
Biaya Operasional
Bagi Hasil Petani Wirakoperasi Desa Total Bagi Hasill
5
III
2900
0
Pajak Koperasi Total Outflow
2877630
306192
306192
306192
306192
306192
306192
306192
306192
306192
306192
306192
309092
Saldo Koperasi
(2877630)
79708
79708
79708
79708
79708
79708
79708
79708
79708
79708
79708
76808
57
58
Lampiran 11 Rincian laporan laba rugi per bulan tahun pertama Laba rugi tahun 1 (Rp 000) no
uraian komponen
Bulan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1. penjualan
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
total inflow
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
385900
Biaya Tetap
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
24407
Biaya Variabel
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
25713
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
5365
Total Biaya Operasional
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
55484
III
Laba sebelum bagi hasil
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
330416
IV
Bagi hasil 214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
214770
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
16521
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
231291
I
Inflow
II
Outflow 1
2
Biaya Operasional
Biaya Penyusutan
Petani Wirakoperasi Desa Total bagi hasil V
laba sebelum pajak (EBT) Koperasi
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
99125
VI
Pajak (25%)
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
24781
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
74344
pajak 0% (PPn) VII
laba bersih (EAT)
59
Hari 1 2 3
4 - 20
Lampiran 12 Kegiatan produksi dalam satu bulan Waktu Proses Produksi pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan siang -sore perajang bahan baku hari 1 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku hari 1 siang - sore perajangan bahan baku hari 2 pagi - siang bahan baku datang, sortir, cuci, tiriskan pengeringan bahan baku siang - sore perajangan bahan baku penggilingan dan pengemasan bahan baku
Harga Jual/ Kg (Rp 000) 227
Lampiran 13 Penjualan Koperasi Penerimaan Tahun Jumlah per Jumlah per per bulan kebulan (Kg) tahun (Kg) (Rp 000) 1 1 700 20 400 385 900 2–5 2000 24 000 454 008
Lampiran 14 Penerimaan petani per kg jahe segar Jumlah Bahan baku per Tahun Uraian bulan (kg) Bagi hasil petani 2 17 894 Harga bahan baku/ kg Bagi hasil petani 2-5 21 053 Harga bahan baku/ kg
Penerimaan per tahun (Rp 000) 4 630 800 5 448 095
Jumlah (Rp 000) 2 577 880 12 3 782 279 13.1
60
D N
Esksportir
1
5
4
Produksi barang 2
3
Correspondent/Rec eiving Bank
Produksi barang
L N
1 0
6 Pelayaran/ Penerbangan
9
1 2
7 Instansipener 8 bit SKA
Bea dan cukai pelabuhan muat 8
1
1 Opening Bank
a Pelabuhan tujuan
barang
Lampiran 10 Alur tata cara ekspor Keterangan: 1. Eksportir dan importir melakukan korespondensi yang diakhiri dengan pembuatan Sales Contract 2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C pada bank luar negeri (Opening Bank) 3. Opening Bank mengirim L/C confirmation pada Corespondenti Bank untuk memberitahukan kepada eksportir 4. Corespondenti Bank memberitahukan kepada eksportir melalui L/C advice 5. Eksportir mempersiapkan barang 6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company 7. Eksporir mengurus formalitas ekspor dengan mengisi PEB dan pembayaran pajak eskspor, kemudian PEB difiat-muatkan 8. Pemuatan barang diatas kapal, shipping company memberikan bills of lading pada eskportir 8a. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen SKA (Surat Keterangan Asal), maka eskportir harus mengurus SKA tersebut ke instansi penerbit SKA 9. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada L/C, eskportir bernegosiasi kepada negotiation bank untuk mendapat pembayaran. 10. Pengiriman dokumen L/C dari negotiation bank ke opening bank
61 11. Opening Bank meneruskan dikumen tersebut kepada importir 12. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo 13. Pengiriman document L/C dari negotiation bank tersebut kepada importir 14. Opening Bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir 15. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 19 Agustus 1992. Penulis adalah putra dari Johnson Marpaung dan Ester Siahaan, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak bernama Ricky Setiawan marpaung dan adik bernama Moses Chandra Dinata Marpaung. Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1995 di SD Barunawati IV Jakarta Utara hingga tahun 2001. Pada tahun 2004 hingga tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Advent Bandar Lampung. Tahun 2007 hingga tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di SMA BPK Penabur Bandar Lampung. Pada tahun 2010 hingga sekarang penulis melanjutkan studi sebagai mahasiswa Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.