PEMODELAN ARIMA REDAMAN HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MARKOV CHAINS Putu Rio Aditya Darma – 2207 100 638 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Abstrak Sistem komunikasi modern pada umumnya dioperasikan dengan menggunakan frekuensi tinggi atau gelombang milimeter, oleh karena itu gelombang propagasi sangat dipengaruhi tinggi curah hujan. Untuk menyelidiki fenomena gelombang propagasi diperlukan pengukuran dan pencatatan statistik mengenai data cuaca, curah hujan rata – rata (mm/h) beserta pemodelan redaman hujan. Penelitian ini mengetahui transisi antar model ARIMA redaman hujan dengan menggunakan model Markov Chains.Data yang digunakan adalah data pengukuran curah hujan dengan frekuensi 28 Ghz untuk link sepanjang 2 km yang dikonversi menjadi data redaman hujan berdasar metode Synthetic Storm Technique (SST). Nilai redaman hujan kemudian dimodelkan dengan pendekatan ARIMA (p,d,q). dan diubah menjadi state dalam Markov Chains. Dari model Markov Chains akan diperoleh nilai probabilitas steady state, jumlah interval pengukuran dan distribusi model ARIMA. Analisa data dilakukan dengan cara membandingkan kurva CCDF dan nilai Root Mean Square Error (RMSE) antara data hasil model dengan data pengukuran redaman hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi model ARIMA (2 1 0) dominan muncul, dan data hasil model Markov Chains mampu menggambarkan karakteristik redaman hujan yang terjadi. Kata Kunci : Synthetic Storm Technique, ARIMA, Markov Chains. 1. PENDAHULUAN Permasalahan yang kerap dihadapi oleh layanan telekomunikasi dalam propagasi dan gelombang radio yaitu redaman hujan. Pengaruh redaman hujan terhadap propagasi gelombang radio mulai signifikan pada frekuensi ≥ 10 GHz, dimana semakin tinggi frekuensi yang digunakan, maka akan semakin besar redaman hujan yang terjadi. Untuk menyelidiki fenomena gelombang propagasi diperlukan pengukuran dan pencatatan statistik mengenai data cuaca, curah hujan beserta pemodelan redaman hujan. Data itu dapat digunakan untuk memodelkan peredaman sinyal karena hujan, dan sebagai bahan evaluasi untuk merancang suatu sistem telekomunikasi yang handal. Pemodelan redaman hujan menggunakan model ARIMA sudah dilakukan oleh peneliti [1], dengan sistem pengukuran menggunakan metode Synthetic Storm Technique (SST) tetapi tanpa menggunakan uji statistik. Dalam penelitian ini akan diuraikan langkah-langkah pemodelan redaman hujan menggunakan model ARIMA. Data redaman hujan diperoleh dari pengukuran data curah hujan dan data cuaca yang diproses dengan menggunakan metode SST dengan frekuensi 28Ghz dengan link sepanjang 2km. Data redaman hujan kemudian diuji kestasioneran data dalam varians menggunakan transformasi Box-Cox dan uji kestasioneran data dalam mean menggunakan Autocorrelation Function(ACF) dan Partial Autocorrelation Function(PACF). Dugaan model ARIMA kemudian akan diuji secara statistik menggunakan estimasi parameter phi dan delta, diagnosa Ljung Box dan parameter nilai Akaike’s Information Criterion(AIC) terkecil untuk memilih model ARIMA terbaik. Tahap selanjutnya adalah mengkonversi model ARIMA menjadi state dalam Markov Chains. Dari model Markov Chains akan diperoleh nilai probabilitas
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
steady state, jumlah interval pengukuran dan distribusi model ARIMA. Analisa data dilakukan dengan cara membandingkan kurva CCDF dan nilai RMSE antara data hasil model dengan data pengukuran redaman hujan. 2. METODOLOGI A.
Pengumpulan Data Data pengukuran curah hujan didapat dengan menggunakan disdrometer optik sebagai pendeteksi titik hujan yang jatuh[2]. Dan diolah dengan software ASDO. Data cuaca, meliputi arah angin dan kecepatan angin diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika(BMG)
B.
Synthetic Storm Technique (SST) Sebelum redaman hujan dimodelkan maka data curah hujan dirubah dalam bentuk redaman menggunakan metode SST. Metode ini mendeskripsikan suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang suatu lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu[3]. Jika besarnya kecepatan angin dengan arah tertentu diketahui maka dapat ditentukan kecepatan angin dalam lintasan (vr) pada link dan time sampling intensitas curah hujan sehingga dapat dilakukan suatu perhitungan untuk mendapatkan pembagi panjang lintasan (∆L) dari panjang lintasan efektif (L) dapat dirumuskan : (1) L v r .T n
L L
(2)
1
Pengukuran redaman hujan dengan menggunakan metode SST ini dilakukan dengan menganggap link memiliki dua orientasi arah yaitu link orientasi Barat-Timur dan link orientasi Utara-Selatan. Data cuaca yang terdiri dari kecepatan angin dan juga arah angin diperoleh dari data Badan Meteorologi dan Geofisika Juanda Surabaya. Total redaman hujan (dB) dalam satu event dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Start
Data Curah Hujan
Proses Konversi Curah Hujan ke Redaman Hujan
Data Redaman Hujan (Z(t))
n 1 A
m
kR
m
j
x
L
j
(3) dimana, A : Redaman hujan(dB) R : Intensitas curah hujan (mm/h) T : Waktu sampling alat ukur(s) ΔL : Pembagi lintasan k, : koefisien berdasar ITU-R yang nilainya bergantung dari frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio. Dalam penelitian ini digunakan frekuensi sebesar 28GHz dengan polarisasi horizontal sehingga koefisien yang digunakan yaitu k=0.2051 , =0.9679, dengan time sampling sebesar 10 detik, dan panjang lintasan 2 km. j
0
Estimasi Model ARIMA (p,d,q) Data redaman hujan hasil SST kemudian akan dimodelkan sesuai dengan diagram alir pada gambar 1. Transformasi Box-Cox digunakan untuk mengetahui stasioneritas data dalam varians dan memperbaiki data yang tidak terdistribusi secara normal. Parameter data stasioner berdasar nilai eksponen lambda ( ) dari data asli Zt. Jika =1 berarti data stasioner dalam varians, sedangkan 0 berarti data belum stasioner. Data yang belum stasioner ditransformasi dengan cara data dipangkatkan sejumlah lambda Zt . Namun hal ini tidak berlaku untuk nilai =0 data dengan nilai =0 harus ditransformasi dengan Ln Zt [4]. Stasioneritas data dalam mean dapat dilakukan dengan identifikasi bentuk ACF dan PACF dari plot data. Identifikasi orde model ARMA dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk ACF dan PACF data yang sudah stasioner seperti pada Tabel 1. Tahap selanjutnya adalah cek diagnosa. Pada tahap ini, residual model diuji apakah memenuhi syarat kesesuaian model ARIMA. Evaluasi white noise residual dilakukan dengan uji Ljung-Box, yaitu residual white noise jika p-value lebih besar 0,05. Dalam melakukan proses pemodelan ARIMA, selalu muncul beberapa dugaan model dalam satu event hujan. Oleh karena itu diperlukan suatu parameter AIC untuk menentukan model ARIMA mana yang lebih baik dari semua dugaan model yang muncul dalam satu event. Sehingga berlaku satu event hanya memiliki satu model ARIMA saja.
Apakah Stasioner dalam varians? Cek dengan Box-Cox =1
Transformasi : = 0 maka, Z(t)’= In[Z(t)] ≠0 maka, Z(t)’= Z(t)
Ya
Apakah Stasioner dalam mean? Cek ACF PACF
Tidak Differencing
Ya Identifikasi Cek ACF dan PACF
Dugaan ARIMA
C.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Tidak
End
Gambar 1. Diagram alir model ARIMA Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF [5] Model AR (p)
MA (q) ARMA (p, q) AR (p) atau MA (q)
ACF Turun (dies down) secara eksponensial atau membentuk pola sinusoidal
PACF Terpotong (cut-off) setelah lag ke-p
Turun (dies down)setelah lag (q-p)
Turun (dies down) secara eksponensial atau membentuk pola sinusoidal Turun (dies down)setelah lag (q-p)
Terpotong (cut-off) setelah lag ke-q
Terpotong (cut-off) setelah lag ke-p
Terpotong (cut-off) setelah lag ke-q
D.
Pemodelan Markov Chains Pada pemodelan Markov Chains, hasil model ARIMA akan menjadi state. Sebelum dilakukan pemodelan Markov Chains, terlebih dahulu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut : Mengurutan model berdasar urutan tanggal event terjadi hujan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengamatan transisi atau perubahan antar model ARIMA. Menghitung banyak perulangan transisi antar model dalam satu rantai urutan dan meletakkan hasilnya kedalam sebuah matrik.
2
Setelah membentuk matriks, langkah selanjutnya dimana, adalah menghitung probabilitas transisi dengan menggunakan : Limiting probability vector, atau vektor yang berisi persamaan: kumpulan nilai limiting value yang akan dicari. P : Matriks transisi. (4) dimana, Nij : banyaknya transisi dari state i ke state j dari data redaman hujan. Ni : banyaknya transisi yang dimulai dari state i dari data redaman hujan. Þij : nilai dari probabilitas transisi.
E.
Distribusi Model ARIMA Nilai limiting value yang telah diperoleh kemudian dikalikan dengan total jumlah model ARIMA yang muncul saat pengukuran untuk memperoleh jumlah distribusi model ARIMA ketika sistem berada dalam kondisi steady state atau kondisi equilibrium. Setelah memperoleh jumlah distribusi model ARIMA, maka model ini kemudian dibangkitkan menurut jenis masing masing. Data redaman hujan hasil bangkitan model dan data redaman hujan hasil pengukuran kemudian diplot CCDF untuk dibandingkan karakteristik kurvanya.. Secara umum rumus pembangkitan untuk model ARIMA adalah sebagai berikut:
Dalam perhitungan n-step interval nilai probabilitas state akan mengalami 2 kondisi yaitu kondisi transien dan kondisi steady state. Nilai-nilai probabilitas di daerah transien sangat tergantung pada kondisi awal apakah sistem dimulai dari kondisi 1 atau dari kondisi 2. Namun demikian, nilai-nilai probabilitas pada daerah steady state tidak p q tergantung pada kondisi awal. Hal ini dapat dilihat pada i d i 1 B ( 1 B ) Xt 1 B i i t (6) gambar 2. i 1 i 1 Nilai-nilai probabilitas di daerah transien berubah sesuai dengan jumlah intervalnya. Karena itu nilai-nilai probabilitas ini sering disebut dengan time dependent state dimana, : nilai variabel dependent pada waktu t probabilities. Sementara itu, nilai-nilai pada daerah steady Xt : Residual pada waktu t a t state akan selalu konstan hingga jumlah interval tidak : Nilai konstanta dari AR (p) terhingga. Karena itu nilai-nilai probabilitas ini sering disebut p dengan limiting value. : Nilai konstanta dari MA(q) q Time dependent state probabilities dapat dicari : Faktor differencing dengan mengalikan matrik P dengan matrik P itu sendiri d : Faktor pengali waktu. sejumlah interval yang diinginkan Pn, dimana n adalah jumlah interval waktu. F. Estimasi Error Hasil plot CCDF masing-masing model ARIMA multi event akan dihitung nilai errornya dengan menggunakan persamaan RMSE (7). Persamaan ini sangat sensitif terhadap magnitudo error yang besar, sehingga sangat sesuai untuk membandingkan karakteristik antara data hasil pemodelan dengan data hasil pengukuran secara matematis. n
(y j RMSE
y' j )
j 1
2
(7)
n Gambar 2 Grafik state probabilities Panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi limiting value terutama jika jumlah time interval yang relatif besar dapat diatasi dengan pemakaian stochastic transitional probability matrix. Dengan menggunakan stochastic transitional probability matrix maka kita hanya melakukan beberapa proses manipulasi matrik. .P ' (5)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
dimana, n : Banyak jumlah data. j : Data ke j (1,2,3….,n). y : Data hasil pengukuran. y’ : Data hasul teori. 3. HASIL PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA Pada bagian ini akan diberikan hasil pengolahan data dan analisis data.
3
A.
Hasil Pengukuran Redaman Hujan Proses pengukuran data redaman hujan dilakukan mulai bulan Januari 2009 hingga Februari 2009. Plot data redaman hujan hasil metode SST dengan link 2 km untuk orientasi link Barat-Timur dan orientasi link Utara selatan dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4 :
Gambar 3 Plot data redaman hujan hasil metode SST(B-T)
Tabel 2 Frekuensi kemunculan model ARIMA Link UtaraLink Barat-Timur Selatan ARIMA Jumlah ARIMA Jumlah 310
11
310
8
521
1
510
2
510
4
110
14
110
13
210
18
210
19
100
2
100
3
410
4
410
2
011
3
520
1
111
1
TOTAL
54
300
1
321
1
TOTAL
54
Jenis model ARIMA kemudian akan diurutkan berdasar event agar dapat dihitung nilai probabilitas transisi, limiting value, jumlah interval pengukuran dan distribusi model ARIMA. Dari proses perhitungan didapat hasil limiting value untuk tiap link yang dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Untuk perhitungan time dependent state probabilities, matriks transisi tiap link akan dikalikan dengan dirinya sendiri hingga interval tak hingga. Nilai matriks kemudian diplot, agar dapat dengan mudah ditentukan kapan interval waktu, ketika sistem berada dalam kondisi steady state. Hasil plot gambar dapat dilihat pada gambar 5 dan gambar 6. Dari gambar ini dapat dilihat sistem benar–benar berada dalam kondisi steady state setelah interval waktu ke 10.
Gambar 4 Plot data redaman hujan hasil metode SST(U-S) Pada link Barat-Timur diperoleh nilai redaman maksimal sebesar 126.089 dB dengan rata rata nilai redaman sebesar 4.004dB dari data pengukuran sebanyak 27026 sampel. Sedang pada link Utara Selatan diperoleh nilai redaman maksimal sebesar 145.391 dB dengan rata rata nilai redaman sebesar 4.147 dB dari data pengukuran sebanyak 26096 sampel. B.
Pemodelan ARIMA dan Markov Chains Data redaman hujan yang telah stasioner baik dalam varians maupun dalam mean selanjutnya akan dimodelkan kedalam ARIMA (p,d,q). Beberapa dugaan ARIMA Gambar 5.probabilitas transisi tiap state link Barat-Timur. kemudian akan dipilih yang terbaik berdasar parameter nilai AIC terkecil. Dari proses pemodelan ARIMA didapat beberapa model yang terbaik untuk tiap link. Dimana ARIMA (210) memiliki nilai frekuensi kemunculan yang sangat tinggi. Tabel frekuensi kemunculan model dapat dilihat pada tabel 2.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
4
Dari tabel distribusi dapat kita lihat terjadi perubahan jumlah model, hal ini dikarenakan adanya proses transisi model. Model akan cenderung bertransisi menuju model yang memiliki nilai probabilitas kemunculan terbesar. Dalam hal ini model ARIMA (210) memiliki probabilitas state terbesar. Hasil distribusi model ARIMA kemudian dibangkitkan secara multi event, kemudian hasilnya dibandingkan dengan data redaman hujan hasil pengukuran. Perbandingan dua data ini akan diplot kedalam CCDF dan dihitung nilai magnitudo error masing-masing model. Berikut adalah plot CCDF dengan nilai error yang cukup kecil. berhimpit. Plot CCDF ditunjukkan pada gambar 7 Gambar 6. Probabilitas transisi tiap state link Utara-Selatan. hingga gambar 10. Sedangkan daftar nilai RMSE tiap model Untuk mendapatkan distribusi model ARIMA nilai dapat ditunjukkan pada tabel 4. limiting value akan dikalikan dengan jumlah total model yang muncul. Jumlah distribusi model dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Tabel 2. Distribusi model ARIMA pada link Barat-Timur Jumlah Jumlah Limitting ARIMA model model Value awal baru 310
0.206246178
11
10
521
0.018749653
1
1
510
0.075332184
4
4
110
0.247178518
13
14
210
0.358356035
19
20
100
0.03769389
3
2
410
0.037582699
2
2
520
0.018860844
1
1
54
54
Total
Gambar 7. CCDF ARIMA 520 (Barat-Timur)
Tabel 3. Distribusi model ARIMA pada link Utara-Selatan Jumlah Jumlah Limitting ARIMA model model Value awal baru 310
0.152530292
8
8
510
0.038845331
2
2
110
0.260216203
14
14
210
0.349607983
18
19
100
0.035756712
2
2
410
0.065336184
4
4
011
0.038845331
3
2
111
0.019422666
1
1
300
0.019422666
1
1
321
0.020016631
Total
1
1
54
54
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Gambar 8. CCDF ARIMA 210 (Barat-Timur)
Gambar 9. CCDF ARIMA 510 (Utara-Selatan)
5
Gambar 10. CCDF ARIMA 210 (Utara-Selatan)
Tabel 6. Nilai RMSE tiap link
Link Barat Timur Link Utara Selatan ARIMA RMSE ARIMA RMSE 5 2 0 0.000051403 510 0.000870 2 1 0 0.002959484 210 0.002875 5 1 0 0.003279802 321 0.004039 5 2 1 0.003427249 310 0.004854 3 1 0 0.011115937 110 0.021844 1 1 0 0.011704839 410 0.025096 4 1 0 0.085963901 111 0.029841 1 0 0 0.327415492 011 0.037193 300 0.122695 100 0.469990
4. Nilai probabilitas transisi state saat sistem berada dalam kondisi steady state sama besarnya dengan nilai limitting value. 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem berada dalam kondisi steady state ketika jumlah interval pengukuran lebih besar atau sama dengan 10. Sedang kondisi transien terjadi ketika jumlah interval pengukuran kurang dari 10. 6. Pada pemodelan Markov Chains terjadi perubahan distribusi frekuensi model ARIMA. Hal ini disebabkan adanya model ARIMA yang bertransisi menjadi model ARIMA yang lain, model dengan nilai probabilitas tinggi. 7. Dari hasil perhitungan dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa data hasil pemodelan menggunakan Markov Chains memiliki tingkat error (RMSE) yang relatif kecil ketika dibandingkan dengan data hasil pengukuran. Sehingga model Markov Chains mampu menggambarkan karakteristik redaman hujan yang terjadi.
5. DAFTAR PUSTAKA [1] Amanu, D.K., “Pemodelan Curah Hujan dan Redaman Hujan dengan Model ARIMA di Surabaya”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2008 [2] Hutajulu P.,”Model Statistik Fading Karena Hujan di Surabaya”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTIITS hal. 33, 2008). [3] S.A.Kanellopoulus, J. D. Kanellopoulus and P. Kafetzis, “Comparison of the of the Synthetic Storm Technique with a Conventional Rain Attenuation Prediction Model”, IEEE transaction on Antennas and Propagation”, May 1986, hal:714-715. [4] Ispriyanti D.,”Pemodelan Statistika Dengan Transformasi Box Cox”, Jurnal Matematika Dan Komputer ,Vol. 7. No. 3, pp. 8 - 17, Desember, 2004. [5] William W. S. Wei, “Time Series Analysis Univariate 4. KESIMPULAN and Multivariate Methods”, Department of Statistics Dari hasil pengukuran, pengolahan data redaman Temple University, February 1994. hujan, pemodelan data redaman dengan pendekatan model 6. RIWAYAT PENULIS ARIMA, melakukan pemodelan Markov Chains, dan analisis data yang telah dilakukan, didapat kesimpulan sebagai Putu Rio Aditya Darma, dilahirkan berikut: di Surabaya 18 September 1985. 1. Jenis model ARIMA yang muncul pada dengan orientasi Menyelesaikan pendidikan di SDN arah Barat-Timur (E-W) adalah ARIMA (5 2 0), ARIMA Keputran I, Surabaya, kemudian (5 2 1), ARIMA (1 0 0) ARIMA (1 1 0), ARIMA (2 1 0), meneruskan pendidikan di SLTPN ARIMA (3 1 0), ARIMA (4 1 0), dan ARIMA (5 1 0). 06 Surabaya dan SMU 5 Surabaya, 2. Jenis model ARIMA yang muncul pada dengan orientasi selanjutnya pada tahun 2003 arah Utara-Selatan (S-N) adalah ARIMA (5 1 0), meneruskan pendidikan Diploma-III ARIMA (2 1 0), ARIMA (3 2 1), ARIMA (3 1 0), di Politeknik Elektronika Negeri ARIMA (3 0 0), ARIMA (1 0 0), ARIMA (1 1 0), Surabaya-ITS (PENS-ITS), tamat ARIMA (4 1 0), ARIMA (1 1 1) dan ARIMA (0 1 1). pada tahun 2006. Diterima di 3. Nilai limitting value dan distribusi frekuensi model Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS pada bulan Desember 2007 ARIMA (2 1 0) sangat tinggi. Untuk link Barat-Timur (Emelalui Program Lintas Jalur, mengambil Bidang Studi W) nilai limitting value 0.358356035 dengan distribusi frekuensi sebanyak 20. Untuk link Utara-Selatan (S-N) Telekomunikasi Multimedia. nilai limitting value 0.349607983 dengan distribusi frekuensi sebanyak 19.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
6