PEMODELAN ARIMA REDAMAN HUJAN DENGAN EFEK DETECTION OUTLIER DAN AKAIKE INFORMATION TEST Afif Arumahendra – 2206 100 041 Email :
[email protected] Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Abstrak Hujan merupakan fenomena alam yang terjadi di Indonesia. Salah satu fenomena alam yang sangat mengganggu suatu link komunikasi adalah redaman hujan, khususnya link komunikasi yang menggunakan frekuensi diatas 10 GHz. Semakin tinggi frekuensi yang digunakan, maka akan semakin tinggi juga redaman hujan yang ditimbulkan. Untuk itu diperlukan suatu pemodelan redaman hujan pada sinyal radio teresterial 28 GHz, yang nantinya bisa digunakan sebagai dasar dalam mendesain suatu link komunikasi microwave. Penelitian ini akan membahas proses pengukuran redaman hujan pada radio teresterial 28 GHz dengan jarak transmisi 56,4 m dan redaman hujan dengan metode SST dengan jarak transmiri 56,4 m, 1 Km, 2 Km, 3 Km, 4 Km. Kemudian proses pemodelan menggunakan model ARIMA (p, d, q) menggunakan prosedur Box-Jenkins dan deteksi outlier menggunakan program SAS, serta proses validasi hasil pemodelan yaitu dengan membandingkan kurva CCDF data pengukuran dengan data hasil pembangkitan model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengukuran redaman hujan radio terrestrial 28 GHz diperoleh model ARIMA (011), ARIMA (110), ARIMA (210) dan ARIMA (111). Dan model ARIMA (110) memiliki nilai error yang terkecil, yaitu 0,0041. Pada proses pengukuran redaman hujan dengan metode SST link 56,4 m orientasi arah barat-timur diperoleh model ARIMA (011) dan model ARIMA (100). Dan model ARIMA (011) memiliki error yang terkecil, yaitu 0,2378. Pada proses pengukuran redaman hujan dengan metode SST link 56,4 m orientasi arah utara-selatan diperoleh model ARIMA (011) dan model ARIMA (100). Dan model ARIMA (011) memiliki error yang terkecil, yaitu 3,1938 x 10 -06. Kata Kunci: ARIMA, Microwave, Redaman Hujan
1.
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi. Negara yang beriklim tropis memiliki curah hujan tinggi sehingga redaman hujan yang diperoleh juga sangat tinggi. Salah satu permasalahan mengganggu suatu link komunikasi adalah redaman hujan, khususnya link komunikasi yang menggunakan frekuensi diatas 10 GHz. Semakin tinggi frekuensi, semakin besar redaman hujan yang dialami. Sehingga diperlukan suatu terobosan dibidang komunikasi di Indonesia, khususnya pemakaian frekuensi diatas 10 GHz. Redaman hujan mengakibatkan terjadinya fading yaitu peristiwa pelemahan sinyal yang diterima oleh antena penerima yaitu berada dibawah batas threshold [1]. Pada tugas akhir ini meneliti tentang pemodelan ARIMA redaman hujan dengan dua metode yang berbeda. Dengan pengukuran secara langsung dan perhitungan dengan menggunakan metode SST. Untuk pengukuran redaman hujan secara langsung, menggunakan link komunikasi radio terrestrial 28 Ghz yang berada di gedung B Teknik Elektro di kampus ITS Surabaya. Sedangkan perhitungan redaman hujan dengan metode SST, data yang di pakai adalah data curah hujan. Pengukuran curah hujan dilakukan di dalam lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan alat ukur disdrometer optik, yang diletakkan di atas gedung Teknik Mesin dan analisis data dilakukan di Laboratorium Antena dan Propagasi, Jurusan Teknik Elektro.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Dalam tugas akhir ini akan diuraikan langkah-langkah pemodelan ARIMA pada data redaman hujan dengan frekuensi 28 GHz. Setelah dugaan model ARIMA didapatkan, maka tahapan selanjutnya adalah dengan cara mendeteksi outlier untuk mendapatkan redaman hujan yang tepat dan handal. Pada tahapan deteksi outlier didapatkan nilai AIC. Model ARIMA yang tepat dan handal ditentukan dari nilai AIC terkecil. Tahapan terakhir dalam penelitian ini adalah proses validasi model untuk membuktikan bahwa model yang telah didapatkan benar-benar teapat dan handal. 2.
METODOLOGI Proses pengolahan data dalam penelitian tugas akhir ini adalah mendapatkan model ARIMA redaman hujan terbaik yang merepresentasikan model redaman hujan di Kampus Teknik Elektro ITS Surabaya. Hasil akhir yang dapat dicapai nantinya adalah mendapatkan pengukuran redaman hujan pada frekuensi 28 GHz dan Membuat pemodelan redaman hujan yang tepat dan handal. Prosedur metode pengerjaan penelitian tugas akhir dari awal hingga akhir digambarkan pada diagram alir pada gambar 2.1.
1
Proses penyimpanan data redaman hujan periodik (1 detik) dalam tiap penyimpanan data.
START
Pengambilan data Redaman Hujan dan Curah Hujan
Sinkronisasi data
Pengolahan dan konversi data
Perhitungan redaman hujan dengan metode SST
Pengolahan data pemodelan ARIMA
Pengolahan data pemodelan ARIMA
Validasi model
Validasi model
secara
2.1.2 Pengukuran Curah Hujan Pengukuran curah hujan dilakukan di dalam lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan alat ukur disdrometer optik, dapat dilihat pada Gambar 2.3, yang diletakkan di atas atap gedung Teknik Mesin dan analisis data dilakukan di Laboratorium Antena dan Propagasi, Jurusan Teknik Elektro. Disdrometer optik bekerja berdasarkan sistem laser optik, dengan luas sensor 180 mm x 30 mm. Laser disdrometer optik dapat dilihat pada Gambar 2.4. Periode waktu sampling dari alat disdrometer ini disetting 10 detik dalam tiap pengambilan datanya.
Analisis
Sintesis dan kesimpulan
Gambar 2.3 Alat ukur disdrometer optik
END
.Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian 2.1. Pengambilan Data Penelitian tugas akhir ini menggunakan frekuensi 28 Ghz sebagai objek pengamatan dampak redaman akibat hujan dan mendapatkan data pengukuran langsung redaman dan curah hujan yang diambil dalam event yang sama. 2.1.1 Pengukuran Redaman Hujan Pengambilan data pengukuran dilakukan pada radio terrestrial 28 GHz dengan perangkat yang terdiri dari Antena pemancar (Tx) di bagian barat lantai 4 gedung B Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya, sedangkan antena penerima (Rx) terletak di bagian timur dengan jarak antara keduanya adalah 56,4 meter.
Gambar 2.2 Sistem Radio terrestrial 28 GHz
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Gambar 2.4 Laser disdrometer optic
2.2. Sinkronisasi Data Data yang digunakan adalah data redaman hujan dan curah hujan. Data redaman hujan berupa level tegangan peak to peak dalam satuan volt. Nantinya tegangan peak to peak (Vpp) ini akan dikonversi kedalam satuan dB. Sedangkan data curah hujan (mm/h) nantinya diubah ke redaman hujan dengan menggunakan metode SST. Tetapi sebelum diubah ke redaman hujan dengan metode SST, dilakukan sinkronisasi data. Proses sinkronisasi ini dilakukan karena data curah hujan dan data redaman hujan yang diperoleh memiliki sampling waktu yang berbeda, disamping itu belum adanya penjadwalan yang tepat pada alat pengukur redaman hujan supaya kedua data ini dapat di bandingkan. 2.3. Metode Synthetic Storm Technique (SST) Metode Synthetic Storm Technique (SST) adalah model pendekatan untuk mendapatkan redaman hujan dari data pengukuran intensitas curah hujan (mm/h) [2]. Model ini memperhitungkan pengaruh besar kecepatan dan arah angin. Oleh karena itu, model ini dibagi dalam 2 orientasi arah, yaitu arah angin Barat-Timur (E-W) dan arah angin UtaraSelatan (S-N).
2
Pengaruh besar kecepatan dan arah angin dapat dihitung 2.3.2 Link dengan Orientasi Arah Utara-Selatan (S-N) dengan persamaan berikut [3]: Link dengan orientasi arah Utara-Selatan (S-N), dimisalkan transmitter berada di Utara dan receiver berada di (2.1) Selatan ataupun sebaliknya, dapat dilihat pada Gambar 2.7. Mengacu pada link dengan orientasi arah Utara-Selatan (SN), dilakukan perhitungan besar kecepatan angin dalam (2.2) lintasan, dapat dilihat pada Gambar 2.8. (2.3) dengan, vr adalah kecepatan angin dalam lintasan (m/s), v adalah kecepatan angin (m/s), dan T adalah waktu sampling (s). Koefisien k dan α berasal dari ITU-R P.838 tahun 2005. Dalam penelitian ini digunakan frekuensi 28 GHz dan polarisasi horizontal, sehingga nilai koefisien k = 0.2051 dan nilai koefisien α = 0.9679.
Gambar 2.7 Link dengan orientasi arah Utara-Selatan (S-N) [1]
(2.5) 2.3.1 Link dengan Orientasi Arah Barat-Timur (E-W) Link dengan orientasi arah Barat-Timur (E-W), dimisalkan transmitter berada di Barat dan receiver berada di Timur ataupun sebaliknya, dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.8 Arah kecepatan angin (S-N) [1] Mengacu pada link dengan orientasi arah Barat-Timur (E-W), dilakukan perhitungan besar kecepatan angin dalam lintasan, Apabila arah angin diasumsikan seperti pada Gambar dapat dilihat pada Gambar 2.6. 2.8, maka besar kecepatan angin yang dipengaruhi oleh arah angin, yaitu kecepatan angin resultan dapat dihitung dengan persamaan berikut: (2.6)
Gambar 2.5 Link dengan orientasi arah Barat–Timur (E-W) [1] Utara Arah angin (kecepatan v)
90-
Link (Vr)
Timur
Gambar 2.6 Arah kecepatan angin (E-W) [1]
Apabila arah angin diasumsikan seperti pada Gambar 2.6, maka besar kecepatan angin yang dipengaruhi oleh arah angin, yaitu kecepatan angin resultan dapat dihitung dengan persamaan berikut: (2.4) (2.5) dengan, V adalah kecepatan angin (km/s) dan θ adalah sudut arah angin (derajat).
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
2.4. Pemodelan ARIMA ( p,d,q ) Setelah diperoleh data redaman hujan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pemodelan. Berikut adalah diagram alir dari model ARIMA, yang didekati dengan menggunakan program Minitab 15. Gambar 2.9 merupakan diagram alir pemodelan ARIMA [4]. Pada Identifikasi model dilakukan dengan menganalisis kestasioneran data redaman hujan, baik dalam mean maupun varians. Kestasioneran data dalam varians dicek dengan cek lambda Box-Cox. Sedangkan kestasioneran data dalam mean dicek dengan cek ACF maupun PACF. Identifikasi orde model ARMA dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk ACF dan PACF data yang sudah stasioner seperti pada Tabel 2.1. Perlu atau tidaknya proses differencing dilakukan berdasarkan hasil cek ACF. Dari proses uji ACF dan PACF akan didapatkan sebuah estimasi model, dimana modelmodel ARIMA sementara akan diuji dengan metode LjungBox dan dicari nilai MSE yang terkecil. Dimana model ARIMA yang memiliki MSE terkecil berarti juga memiliki error yang kecil. Error yang kecil menunjukkan bahwa model yang diajukan adalah model yang paling baik. Setelah estimasi model didapatkan, dilakukan uji normalitas residual kolmogorov-smirnov. Jika p-value dari uji normalitas ini > 0.05, maka residual belum terdistribusi normal. Hal ini
3
diakibatkan adanya data-data residual yang menyimpang dari nilai normal. Data yang menyimpang ini dinamakan outlier. Data Redaman Hujan (Z(t)
Apakah Stasioner dalam varians Cek dengan Box-Cox Lambda = 1
Tidak
Transformasi : Lambda = 0 --> Ln [Zt] Lambda = 0.5 --> Zt^0.5 Lambda = -0.5 --> 1/Zt^0.5
Tabel 2.1 Identifikasi ACF dan PACF[5]
Model MA (q) : moving average of order q AR (p) : autoregressive of order p ARMA (p,q) : Mixed autoregressive-moving average of order (p,q)
Dies down
Cuts of after lag p
Dies down
Dies down
AR (p) or MA (q)
Cuts of after lag q
Cuts of after lag p
No spike
No spike
No order AR or MA (white noise or random process)
Ya
Apakah Stasioner dalam mean Cek ACF
Tidak Differencing
Identifikasi Cek ACF & PACF
Apakah Stasioner dalam mean Cek ACF dan PACF
Tidak
Ya
Dugaan ARIMA
Estimasi Parameter : delta & phi Cek p-value < 0.05 Diagnosa *Uji Ljung-Box : White noise residual p-value > 0.05
Ya Diagnosa **Uji normalisasi residual kolmogorov Smirnov p-value > 0.05
Cek MSE
Model ARIMA yang terbaik
Gambar 2.9 Diagram alir pemodelan ARIMA
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
ACF Cuts off after lag q
PACF Dies down
2.5. Deteksi Outlier Observasi suatu pemodelan terkadang di pengaruhi oleh hal yang tidak diinginkan ataupun bersifat menggangu yang menyebabkan munculnya nilai yang menyimpang yang disebut Outlier [5]. Untuk mendeteksi outlier yang muncul menggunakan software SAS. Pada proses ini dapat ditemukan secara otomatis jumlah outlier yang terjadi, sehingga dapat menghindari terjadinya spurious outlier. Penggunaan program SAS dapat menghilangkan terjadinya outlier yang terdeteksi berulang-ulang [4]. Proses deteksi outlier terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pembacaan data redaman hujan, identifikasi data, estimasi model ARIMA, serta penentuan deteksi outlier maksimal yang diinginkan. Setelah dilakukan proses deteksi outlier maka didapatkan parameter-parameter seperti AIC, SBC, MSE, koefisien AR maupun MA. 2.6. Akaike Information Criteria (AIC) Pada analisa time series bisa muncul beberapa pendekatan yang mereperesentasikan suatu data. Tapi, pemilihan model yang paling baik susah di tentukan. Oleh karena itu beberapa kriteria untuk perbandingan model sangat di perlukan. Salah satunya adalah AIC (Akaike Information Criteria) dan diperkenalkan oleh Akaike ( 1973). Model yang optimal dari suatu data, dapat dilihat dari nilai AIC yang minimum (Terkecil).[5] 2.7. Validasi Data Setelah mendapatkan model yang tepat, perlu dilakukan suatu proses validasi model yang kita miliki. Dengan cara membandingkan data redaman hujan hasil pembangkitan terhadap data redaman hujan hasil pengukuran, untuk mengetahui model ARIMA yang diperoleh sudah sesuai atau mendekati. Data hasil pembangkitan model adalah data dimana dihasilkan dengan melakukan pengolahan terhadap parameter-parameter dari model redaman hujan yang didapatkan menjadi suatu data pembangkitan redaman hujan. Pembangkitan ini dilakukan secara random menggunakan random data uniform. Setelah didapatkan random data unoform, maka dilakukan pembangkitan sesuai dengan model ARIMA yang diperoleh. Secara umum rumus pembangkitan untuk model ARIMA adalah sebagai berikut:
4
Model AR
Z t 1Z t 1 ... p Z t p at
(2.7)
Tabel 3.2 Rekapitulasi dugaan model ARIMA redaman hujan dengan metode SST orientasi barat-timur
No.
Event
dimana : Zt = nilai variabel dependent pada waktu t = Residual pada waktu t at = Nilai konstanta dari AR (p) p
1 Km
1.
Model MA
Z t at 1at 1 ... q at q
1_20feb2010
(2.8)
4 Km
= Nilai konstanta dari MA(q)
Tahapan terakhir yaitu data pembangkitan model serta data hasil pengukuran yang ada kemudian kita plot CCDF dan dari hasil Plotting CCDF kedua data, di bandingkan melalui media visual dan didapatkan nilai error dari kurva CCDF. 3. HASIL DAN ANALISA DATA Pada bagian ini akan diberikan hasil pengolahan dan analisa data. 3.1 Hasil Pengukuran data. Penelitian ini menggunakan data dari curah hujan dan redaman hujan. Didapatkan beberapa Event hujan mulai bulan februari 2010 hingga mei 2010. Untuk hasil pengukuran didapatkan 8 event redaman dan curah hujan. Dengan mendefinisikan satu event adalah kejadian dimulai saat terdapat nilai ukur mengalami redaman atau curah hujan hingga berakhir nilai ukur yang terdapat redaman atau curah hujan. Jumlah sampel data redaman dan curah hujan berbeda, karena proses sampling kedua alat yang berbeda. Untuk redaman dengan sampling data tiap detik sedangkan curah hujan direkam tiap 10 detik.
2Km
3 Km
dimana : Zt = nilai variabel dependent pada waktu t = Residual pada waktu t at
q
Link 56,4 m
2.
2_22feb2010
56,4 m 1 Km 2Km 3 Km 4 Km 56,4 m 1 Km 2Km
3.
3_22feb2010 3 Km 4 Km
Tabel 3.3 Rekapitulasi dugaan model ARIMA redaman hujan dengan metode SST orientasi utara-selatan
No.
Event
Link 56,4 m 1 Km
1.
1_20feb2010
2Km 3 Km 4 Km
3.2 Hasil Pemodelan ARIMA ( p,d,q ) Setelah proses pengolahan data redaman hujan dilakukan, maka dilakukan pemodelan redaman hujan yang dilakukan dengan pendekatan model ARIMA.
2.
2_22feb2010
Tabel 3.1 Rekapitulasi dugaan model ARIMA redaman hujan
No.
Event
1.
1_20feb2010
2.
2_22feb2010
3.
3_22feb2010
4.
4_25feb2010
5.
5_1maret2010
6. 7. 8.
6_23mar2010 7_8april2010 8_23april2010
Dugaan ARIMA ARIMA (0,1,1) ARIMA (1,1,0) ARIMA (0,1,1) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (0,1,1) ARIMA (2,1,0) ARIMA (0,1,1) ARIMA (3,1,0) ARIMA(1,1,1) ARIMA (2,1,0) ARIMA (0,1,1)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Dugaan ARIMA ARIMA (1,0,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,1) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,1) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,1) ARIMA (1,1,1) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,1,1) ARIMA (0,1,1) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,2,0) -
56,4 m 1 Km 2Km 3 Km 4 Km 56,4 m 1 Km
3.
3_22feb2010
2Km
3 Km 4 Km
Dugaan ARIMA ARIMA (1,0,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,0) ARIMA (1,2,1) ARIMA (1,0,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,1,0) ARIMA (0,1,1) ARIMA (0,2,1) ARIMA (1,1,0) ARIMA (1,2,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (2,1,0) ARIMA (1,2,0) ARIMA (0,2,1) ARIMA (2,1,0) ARIMA (1,2,0) -
5
Tabel 3.1, tabel 3.2, tabel 3.3 menunjukkan hasil pemodelan ARIMA. Pada tabel 3.2 dan tabel 3.3 diambil sebagai contoh untuk mewakili model ARIMA pada event yang lain. Dari hasil pemodelan dapat diketahui bahwa dalam satu event dapat didekati dengan beberapa model ARIMA. Setelah didapatkan dugaan ARIMA maka dilakukan deteksi outlier. Dari hasil deteksi outlier dapat dianalisa bahwa setelah deteksi outlier pada saat (t) tertentu masuk kedalam sistem, maka nilai AICnya akan semakin kecil. Hal ini berarti model akan semakin baik. Untuk mendapatkan model yang paling bagus dari beberapa multimodel, dipilih model yang nilai AICnya paling kecil. 3.3 Validasi Model ARIMA Proses validasi model dilakukan dengan cara membangkitkan model. Pembangkitan ini dilakukan secara random menggunakan random data uniform. Proses selanjutnya dilakukan dengan cara membandingkan hasil plotting CCDF dari pembangkitan data hasil model dan juga data hasil pengukuran. Semakin mendekati dengan data hasil pengukuran ,maka semakin cocok data Model hasil pengolahan data. Berikut ini adalah sebagian dari kurva CCDF ARIMA multi event dari hasil pembangkita random uniform:
Gambar 3.1 CCDF redaman hujan ARIMA (011)
Gambar 3.2 CCDF redaman hujan ARIMA (011) dengan metode SST link 56,4 m orientasi barat-timur
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Gambar 3.3 CCDF redaman hujan ARIMA (011) dengan metode SST link 56,4 m orientasi utara-selatan
4.
KESIMPULAN Setelah melakukan serangkaian proses dan tahapan dalam penelitian tugas akhir yang berjudul Pemodelan ARIMA redaman hujan dengan efek detection outlier dan akaike information test ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil. diantaranya adalah : 1. Model dengan nilai AIC terkecil merupakan model yang paling baik karena nilainya paling mendekati nilai sebenarnya. Untuk mendapatkan nilai AIC ini digunakan program SAS. 2. Pada proses pengukuran redaman hujan radio terrestrial 28 GHz diperoleh model ARIMA (011), ARIMA (110), ARIMA (210) dan ARIMA (111). Dan model ARIMA (110) memiliki nilai error yang terkecil, yaitu 0,0041. 3. Pada proses pengukuran redaman hujan dengan metode SST link 56,4 m orientasi arah barat-timur diperoleh model ARIMA (011) dan model ARIMA (100). Dan model ARIMA (011) memiliki error yang terkecil, yaitu 0,2378. 4. Pada proses pengukuran redaman hujan dengan metode SST link 56,4 m orientasi arah utara-selatan diperoleh model ARIMA (011) dan model ARIMA (100). Dan model ARIMA (011) memiliki error yang terkecil, yaitu 3,1938 x 10-06. 5. Redaman hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang lintasan, arah angin dan kecepatan angin. Semakin panjang lintasan yang dilalui maka semakin besar pula redaman hujan yang ditimbulkan. 5. DAFTAR PUSTAKA [1] Porman Hutajulu, “Model Statistik Fading karena Hujan di Surabaya”, Tugas Akhir, Surabaya, 2008. [2] BMG Stasiun Klimatologi Pondok Betung-Tangerang, “Evaluasi Musim Hujan 2007/2008 dan Prakiraan Musim Kemarau 2008 Provinsi Banten dan DKI Jakarta”, Pondok Betung, Hal. 3, Maret 2008. [3] Achmad Mauludiyanto, Gamantyo Hendrantoro, “Analisa Spektral Redaman Hujan Tropis Menggunakan Data Pengukuran di Surabaya untuk
6
[4]
[5]
Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008), Yogyakarta, 21 Juni 2008, ISSN: 1907-5022. Mauludiyanto, A., Hendrantoro, G., Purnomo, M.H., Suhartono, ”Pemodelan ARIMA dan Deteksi Outlier Data Curah Hujan Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Millimeter”, JUTI (Jurnal Teknologi Informasi), FTIF ITS Surabaya. Wei, William W.S.,”Time Series Analysis-Univariate and Multivariate Methods”, Second Edition, AddisonWesley Publishing Company, USA, 2005.
6. RIWAYAT PENULIS Afif Arumahendra, lahir di Jombang tanggal 19 juli 1988. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Lulus dari SDN I Mancilan tahun 2000 kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Mojoagung dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan studi ke SMUN Mojoagung dan lulus tahun 2006. Setelah itu, penulis melanjutkan jenjang pendidikan S1 di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan mengambil bidang studi Telekomunikasi Multimedia. Pada bulan Januari 2010 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
7