ANALISA TENTANG DISTRIBUSI DIAMETER TITIK HUJAN DAN PENGARUH REDAMAN HUJAN PADA GELOMBANG RADIO Achmad Mauludiyanto Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya – 60111
ABSTRAK Dalam perencanaan suatu sistem telekomunikasi dengan menggunakan gelombang radio maka hal yang paling mendasar dan penting untuk diperhitungkan adalah rugi-rugi yang terjadi di udara terbuka, salah satunya yang disebabkan oleh hujan. Semakin besar diameter titik hujan maka semakin besar pula redamannya. Untuk mengetahui seberapa jauh model distribusi diameter titik hujan mempengaruhi besarnya redaman hujan, maka dicari nilai parameter redaman k dan α melalui sistem regresi linear dari redaman total yang didapatkan dari pengolahan data forward scattering dan jumlah titik hujan per satuan volume. Nilai parameter redaman yang didapatkan dibandingkan dengan referensi ITU-R dimana perbedaan yang terjadi disebabkan karena perbedaan hasil perhitungan nilai amplitudo forward scattering atau karena perbedaan daerah pengukuran (perbedaan distribusi diameter titik hujan) sehingga menghasilkan parameter yang berbeda untuk model distribusi yang berbeda. 1. PENDAHULUAN Dalam proses propagasinya, gelombang radio mengalami banyak hambatan yang menyebabkan terjadinya penurunan atau redaman energi yang didistribusikannya. Hambatan tersebut dapat berupa redaman free space dan redaman yang disebabkan oleh hamburan / scattering dan absorpsi oleh air hujan, awan, kabut atau salju yang sering terjadi di udara terbuka. Diantara beberapa partikel yang ada di udara itu, titik hujan merupakan partikel yang menyebabkan redaman yang paling besar untuk daerah-daerah yang mempunyai curah hujan yang tinggi di belahan dunia manapun. Besarnya redaman hujan tergantung pada banyak faktor, salah satunya adalah distribusi diameter titik hujan. Distribusi diameter titik hujan ini menunjukkan banyaknya jumlah titik hujan yang terjadi pada suatu volume tertentu, misalnya dalam 1 meter kubik berapa banyak titik hujan yang jatuh. Hal ini disebabkan karena titik hujan yang berukuran besar memberikan redaman yang lebih besar juga. Dengan demikian prediksi redaman hujan di suatu tempat perlu dilakukan dengan meninjau sejumlah distribusi diameter titik hujan yang terjadi. Model
distribusi diameter titik hujan sudah diusulkan oleh beberapa peneliti.
2. TEORI PENUNJANG 2.1 Bentuk dan Diameter Titik Hujan Ukuran titik hujan dibatasi dari diameter paling kecil (sekitar 0.5 mm) sampai paling besar (sekitar 6 mm). Metode yang digunakan untuk mengukur diameter titik hujan antara lain dengan menggunakan metode kertas penghisap yang terdiri dari beberapa kertas filter, kemudian diletakkan di awan hujan dan dilakukan pengukuran terhadap bintik yang disebabkan oleh titik hujan, metode yang sering digunakan untuk mengukur diameter titik hujan adalah dengan menggunakan tepung yang diletakkan pada sebuah tempat dan dibiarkan terbuka di bawah hujan, kemudian dapat dihitung diameter berupa butir-butir hujan salah satunya adalah hasil pengukuran oleh Laws dan Parson. Pengukuran yang terbaru dilakukan dengan menggunakan peralatan yang modern, antara lain : electromechanical sensor yang dikenal dengan nama “Disdrometer”, electrostatic sensor dan optical detector. Dengan menggunakan metode diatas diameter titik hujan terkecil yang bisa diukur hanya 0.1 mm. Untuk melakukan pengukuran pada titik hujan yang berdiameter sangat kecil digunakan suatu metode yang menggunakan panci yang di dalamnya diberi minyak kemudian diletakkan di bawah hujan. Maka titik-titik hujan yang mengapung diatas minyak dengan ukuran yang relatif kecil dapat diukur. Diameter titik hujan terkecil yang dapat diukur adalah 0.025 mm. Pengukuran fotografik dari bentuk curah hujan telah banyak dibuat oleh para peneliti. Pengukuran ini menunjukkan bahwa titik hujan yang memiliki diameter > 1 mm mempunyai bentuk spheroidal (seperti bola) dengan dasar yang datar. Dimana pada prosesnya titik hujan yang jatuh akan berbentuk prolate spheroid dan setelah jatuh diatas permukaan tanah akan berbentuk oblate spheroid. Bentuk dari titik hujan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
Ng (D) (m - 2 s - 1 mm – 1 ) = Ngt P(D)
P( D) =
1
σ (2π )
1/ 2
1 ( D + s)σ
Ngt (m – 2 s – 1) = 154 R ½ μ=aRb σ=cRd Gambar 1 Tinggi dan lebar titik hujan
Dimana a adalah jari-jari tinggi titik hujan dan b adalah jari-jari lebar titik hujan. 2.2 Model Distribusi Diameter Titik Hujan1 2.2.1 Distribusi Eksponensial Untuk merubah banyaknya titik hujan menjadi jumlah jatuhan per unit volume maka distribusi curah hujan digunakan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan seperti ditunjukkan dibawah ini : N(D) (m - 3 mm – 1) = N0 e - ΛD N0 = 8000 m - 3 mm – 1 Λ ( mm –1) = 4.1 R – 0.21
(1) (2) (3)
N(D) adalah jumlah titik hujan yang ada di udara, N0 dan Λ adalah parameter distribusi, D adalah diameter titik hujan. Gambar berikut ini menunjukkan fungsi distribusi ukuran titik hujan dengan perbandingan antara distribusi oleh Marshall dan Palmer dengan distribusi oleh Laws dan Parson.
(4)
e − [log( D + s ) − μ ]
2
/ 2σ 2
……………… (5) (6) (7) (8)
Dimana P(D) (mm-1) adalah probabilitas fungsi densitas, Ng(D) adalah jumlah titik hujan yang jatuh, Ngt adalah jumlah total titik hujan yang jatuh diatas permukaan tanah. Nilai nilai parameter yang diberikan adalah s = 1 mm, a = 0.33, b = 0.12, c = 0.99, d = 0.08. Jumlah titik hujan di udara N(D) dapat diperoleh dengan persamaan : N(D) = Ng(D) / v(D)
(9)
Dimana N(D) (m-3 mm -1) adalah jumlah total titik hujan, v(D) (m/s) adalah kecepatan titik hujan dalam m/s. 2.2.3 Distribusi Γ (Gamma) Ulbrich dan Atlas (1984) melakukan suatu eksperimen dengan teknik pengukuran yang menghasilkan suatu distribusi yang dikenal dengan nama distribusi Gamma. Dari hasil pengkuran tersebut didapatkan suatu formula seperti rumus dibawah ini : N ( D) = N 0 D μ e − (3.67 + μ ) D / D0 D0 = ε R δ
(10) (11)
Dimana ε = (3.67 + μ) [33.31 N0 Γ (4.67 + μ)] – 1 / (4.67 + μ) 1 δ = 4.67 + μ
(12)
N0 = 6 x 10 4 exp(3.2 μ) [m– 3 mm– 1]
(14)
(13)
Dimana N(D) (m–3 mm–1) adalah jumlah total titik hujan persatuan volume, N0 (m–3 mm–1) dan Λ (mm–1) adalah parameter distribusi dan D (mm) adalah diameter titik hujan, μ adalah konstanta yang bisa bernilai positif atau negatif antara –4 ≤ μ ≤ 8 tergantung dari hujan yang terjadi.
Gambar 2 Perbandingan fungsi distribusi antara hasil dari LawParson dengan Marshal-Palmer2.
2.2.2 Distribusi Shifted Lognormal Park, Mitchell dan Bubenzer (1983) mengemukakan distribusi “ shifted lognormal ” : 1
2
Brussaard, G., Atmospheric Modelling and Millimetre Wave Propagation, Eindhoven University of Technology, Netherlands. Alfred J. Bogush, Radar at the Atmosphere, Canton Street, Norwood.
2.2.4 Distribusi Weibull Assoline dan Mualem (1989) mengemukakan distribusi Weibull dengan rumusan seperti dibawah ini : N gt 3 2 −0.71 x N ( x) = 2.13 x e (15) g D0 dimana (16) x = D / D0 D0 = a R b e – cR (17)
Ng(x) adalah jumlah titik hujan yang jatuh, D0 adalah nilai rata-rata dari diameter titik hujan, a, b, c dan n adalah parameter, Ngt(D) dan N(D) diperoleh dengan menerapkan persamaan (6) dan (9).
Untuk melihat perbedaan dengan lebih jelas dapat dilihat pada gambar grafik distribusi diameter titik hujan dalam beberapa model dan curah hujan yang berbeda :
Tabel 1 Parameter perhitungan jumlah titik hujan
Sumber Law & Parson Hudson Cateneo & Stout Carter Feingold & Levin
a 1.314 0.858 0.807 0.941 0.343
b 0.181 0.313 0.173 0.336 0.512
c 0.000297 0.00337 0.00198 0.00471 0.00891
n 2.94 2.32 3.49 2.39 2.68
2.3 Redaman Spesifik Hujan Redaman spesifik hujan yang diberikan berdasarkan fungsi amplitudo forward scattering S(0) seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut : γ = (λ2 / 2π) Σ Re [S(0)] N(D) ΔD
Gambar 3 Distribusi diameter titik hujan : R = 5 mm/jam
(18)
dimana N(D) adalah distribusi diameter titik hujan, yang menyebutkan jumlah titik hujan per unit volume dan per unit range diameter, ΔD adalah kuantisasi interval diameter. Nilai amplitudo forward scattering dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2 Amplitudo forward scattering : f = 10 GHz SH (0) 0.3393993e-5 + i 0.1404454e-3 0.4129661e-4 + i 0.1160600e-2 0.2449108e-3 + i 0.4117090e-2 0.1108891e-2 + i 0.1044240e-1 0.4405774e-2 + i 0.2198191e-1 0.1518151e-1 + i 0.3849993e-1 0.3401936e-1 + i 0.4991808e-1 0.4516658e-1 + i 0.6030632e-1 0.5764362e-1 + i 0.8496493e-1 0.8148521e-1 + i 0.1178605 0.1155667 + i 0.1558005 0.1654766 + i 0.1998842 0.2303727 + i 0.2433036
SV (0) 0.3231017e-5 + i 0.1367567e-3 0.3733521e-4 + i 0.1099559e-2 0.2184823e-3 + i 0.3790900e-2 0.9556605e-3 + i 0.9332157e-2 0.3625056e-2 + i 0.1908287e-1 0.1208851e-1 + i 0.3304306e-1 0.2901880e-1 + i 0.4352431e-1 0.4146435e-1 + i 0.4734792e-1 0.4898910e-1 + i 0.5709305e-1 0.5967680e-1 + i 0.7675331e-1 0.8118921e-1 + i 0.9808746e-1 0.9894442e-1 + i 0.1382493e-1 0.1090815 + i 0.1398031
Untuk aplikasi secara praktis hubungan antara konstanta propagasi dan intesitas curah hujan adalah sangat khusus. Hal itu ditunjukkan pada hubungan antara redaman spesifik A (dB/km) dengan intesitas curah hujan R (mm/jam) dengan pendekatan hukum pangkat dari tipe : A=kRα
Gambar 4 Distribusi diameter titik hujan : R = 10 mm/jam
Gambar 5 Distribusi diameter titik hujan : R = 20 mm/jam
(19)
Dimana k dan α adalah parameter regresi.
3.
HASIL PERHITUNGAN DISTRIBUSI DAN REDAMAN TITIK HUJAN 3.1 Jumlah Titik Hujan per Satuan Volume Berikut ini akan diberikan data hasil perhitungan jumlah titik hujan dengan curah hujan 10 mm/jam untuk tiap-tiap model distribusi seperti terlihat pada tabel 3.
Gambar 6 Distribusi diameter titik hujan : R = 50 mm/jam
Tabel 3 Jumlah titik hujan (m –3 mm –1) : R = 10 mm/jam
D (mm) 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5
Exp 2260.1 638.5 180.3 50.9 14.3 4.1 1.1 0.3 0.09 0.02 0.007 0.002 5.8e-4
Shift LN 248.4 946.9 1162.0 790.1 386.5 156.3 56.6 19.3 6.3 2.1 0.6 0.2 0.08
W.Bull
Γμ=2
Γμ=4
Γμ=6
12.8 29.6 40.7 39.5 27.2 12.8 3.9 0.7 0.08 4.7e-3 1.4e-4 2.0e-6 1.3e-8
1232.6 673.2 206.8 50.2 10.7 2.1 0.4 0.07 0.01 0.002 3.e-4 5.5e-4 8.7e-6
823.2 798.3 244.9 46.9 6.9 0.8 0.09 0.01 9.8e-4 9.1e-5 8.1e-6 6.9e-7 5.8e-8
538.5 408.2 272.6 40.3 4.1 0.3 2e-2 1.2e-3 6.6e-5 3.2e-6 1.5e-7 6.8e-9 2.0e-10
3.2 Redaman Spesifik Hujan Dari data dan gambar diatas dengan menggunakan persamaan (18) dapat dihitung besarnya redaman spesifik hujan berdasarkan nilai forward scatteringnya untuk polarisasi vertikal dan horisontal seperti contoh yang ditunjukkan pada tabel berikut ini untuk frekuensi 10 GHz : Tabel 4. Redaman untuk polarisasi horisontal : f =10 GHz R
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 110 120
Redaman untuk Polarisasi Horisontal (AH) (dB/km) Exp Shift Weibull Γ2 Γ4 Γ6 LN 0.273 0.012 1.038 0.010 0.010 0.009 0.688 0.029 1.469 0.023 0.021 0.020 1.202 0.048 1.799 0.038 0.034 0.032 1.790 0.069 2.077 0.053 0.047 0.044 2.436 0.093 2.322 0.070 0.062 0.057 3.131 0.118 2.544 0.088 0.076 0.070 3.867 0.144 2.748 0.107 0.091 0.083 4.638 0.172 2.938 0.127 0.107 0.097 5.439 0.201 3.116 0.147 0.123 0.110 6.268 0.230 3.285 0.168 0.140 0.124 10.726 0.390 4.023 0.280 0.227 0.198 15.567 0.563 4.645 0.403 0.320 0.275 20.670 0.747 5.194 0.535 0.420 0.356 25.962 0.937 5.690 0.673 0.524 0.440 31.396 1.133 6.146 0.817 0.632 0.527 36.937 1.333 6.570 0.967 0.743 0.616 42.562 1.537 6.968 1.120 0.858 0.707 48.249 1.744 7.345 1.278 0.976 0.800 59.751 2.163 8.047 1.603 1.219 0.991 71.351 2.589 8.691 1.940 1.471 1.188 82.984 3.019 9.291 2.287 1.732 1.391 94.603 3.452 9.855 2.642 2.000 1.599 3.886 106.175 10.388 3.004 2.274 1.811 4.322 117.675 10.895 3.373 2.554 2.027 4.758 129.083 11.380 3.748 2.840 2.248
Tabel 5 Redaman untuk polarisasi vertikal : f = 10 GHz R
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 110 120
Redaman untuk Polarisasi Horisontal (AH) (dB/km) Exp Shift Weibull Γ2 Γ4 Γ6 LN 0.788 0.009 0.009 0.008 0.235 0.011 1.115 0.020 0.019 0.018 0.583 0.025 1.365 0.033 0.030 0.028 1.012 0.042 1.577 0.047 0.042 0.039 1.502 0.060 1.763 0.061 0.054 0.050 2.041 0.080 1.931 0.076 0.067 0.061 2.620 0.101 2.086 0.092 0.080 0.073 3.233 0.124 2.230 0.109 0.093 0.085 3.876 0.147 2.365 0.126 0.107 0.097 4.543 0.171 2.493 0.144 0.121 0.109 5.232 0.196 3.054 0.239 0.196 0.173 8.927 0.330 3.526 0.343 0.275 0.240 0.475 12.908 3.943 0.453 0.360 0.309 0.628 17.067 4.319 0.569 0.448 0.381 0.787 21.340 4.665 0.691 0.539 0.455 0.950 25.688 4.987 0.816 0.633 0.531 1.116 30.083 5.290 0.945 0.730 0.609 1.285 34.506 5.576 1.077 0.829 0.688 1.456 38.943 6.108 1.349 1.034 0.850 1.802 47.816 6.597 1.632 1.246 1.018 2.153 56.642 7.053 1.922 1.465 1.190 2.505 65.385 7.481 2.219 1.690 1.365 2.859 74.020 7.886 2.522 1.920 1.545 3.214 82.534 8.270 2.830 2.155 1.727 3.568 90.917 8.638 3.143 2.394 1.913 3.922 99.162
Dari data tabel (4) dan tabel (5), dapat digambarkan grafik redaman hujan terhadap curah hujan (R) agar dapat dilihat perbedaan antar distribusi dengan jelas.
Gambar 7
Grafik redaman terhadap curah hujan untuk polarisasi horisontal dengan frekuensi 10 GHz
Untuk mencari nilai parameter redaman (k dan α) untuk tiap model distribusi digunakan sistem regresi linear persamaan garis lurus dibawah ini : (20) A=kRα (21) ln A = ln k + α ln R Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk beberapa curah hujan kemudian diambil nilai rataratanya. Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk mencari nilai parameter-parameter redaman untuk model distribusi diameter titik hujan Shifted Lognormal, Gamma dan Weibull pada frekuensi yang berbeda-beda. Dari hasil perhitungan yang dilakukan maka dihasilkan tabel-tabel parameter-parameter redaman sebagai berikut :
4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari penjelasan, perhitungan nilai parameterparameter redaman dan analisa data-data yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan, yaitu : 1. Besarnya redaman total oleh hujan dipengaruhi oleh parameter-parameter yaitu k dan α.. 2. Semakin besar intensitas curah hujan yang terjadi pada suatu daerah tertentu, maka semakin banyak pula jumlah titik hujan per satuan volumenya. 3. Amplitudo forward scattering menunjukkan besarnya daya setelah mengalami redaman akibat titik hujan dengan diameter tertentu. 4. Besarnya amplitudo forward scattering pada arah polarisasi horisontal selalu lebih besar dari arah polarisasi vertikal hal tersebut dipengaruhi oleh bentuk titik hujan. 5. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar frekuensi gelombang radio maka nilai parameterparameter redamannya akan semakin besar pula. 6. Pada distribusi Gamma nilai parameter terbesar disebabkan oleh konstanta eksponensial dengan nilai μ = 2. 7. Dari data tabel distribusi Shifted Lognormal mempunyai redaman yang paling besar dibanding dengan distribusi yang lain. 8. Jumlah titik hujan untuk diameter antara 0.5 – 6.5 mm pada distribusi Weibull cenderung merata dibandingkan dengan distribusi yang lainnya.
Tabel 6 Koefisien regresi untuk frekuensi 10 GHz Exp kH αH kV αV
0.01206 1.285 0.01023 1.276
Shift LN 1.378 0.264 1.368 0.226
WeiBull
Γμ=2
Γμ=4
Γμ=6
ITU-R
1.088 0.5 0.788 0.5
0.009 1.233 0.008 1.215
0.0095 1.164 0.0085 1.149
0.00944 1.118 0.00825 1.1079
0.0101 1.276 0.0088 1.264
Tabel 7 Koefisien regresi untuk frekuensi 20 GHz Exp kH αH kV αV
0.0919 1.127 0.0833 1.115
Shift LN 1.903 1.085 1.72 1.05
WeiBull
Γμ=2
Γμ=4
Γμ=6
ITU-R
2.55 0.5 1.75 0.5
0.0799 1.127 0.0732 1.112
0.0783 1.114 0.0716 1.105
0.07703 1.103 0.0706 1.197
0.0751 1.099 0.0691 1.065
Tabel 8 Koefisien regresi untuk frekuensi 30 GHz Exp kH αH kV αV
0.232 1.059 0.219 1.033
Shift LN 1.015 4.29 0.98 3.74
WeiBull
Γμ=2
Γμ=4
Γμ=6
ITU-R
2.89 0.5 2.23 0.5
0.203 1.077 0.179 1.07
0.279 1.013 0.183 1.056
0.199 1.069 0.184 1.084
0.187 1.021 0.167 1.000
9.
Perbedaan besarnya redaman hujan pada perhitungan dengan referensi ITU-R dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : perbedaan hasil perhitungan nilai forward scattering atau perbedaan daerah pengukuran (perbedaan distribusi diameter titik hujan) sehingga menghasilkan konstanta parameter yang berbedabeda untuk tiap-tiap model distribusi.
4.2 Saran 1. Dalam perhitungan besarnya redaman pada propagasi gelombang radio sebaiknya digunakan parameter-parameter redaman dari distribusi Eksponensial atau distribusi Gamma dengan nilai konstanta eksponensial –2 ≤ μ ≤ 3. Karena nilai parameter redaman yang dihasilkan dari perhitungan tidak sebesar distribusi Shifted Lognormal dan distribusi Weibull. 2. Agar dapat diaplikasikan di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengukur distribusi diameter titik hujan dan melakukan perhitungan untuk mencari nilai parameterparameter redaman hujan (k dan α) di daerah tropis.
DAFTAR PUSTAKA
Bogush, Alfred J., Radar and the Atmosphere, Artech House, Inc 685, Canton Street, Norwood. Brussaard, G., Atmospheric Modelling and Millimetre Wave Propagation, Eindhoven University of Technology, Netherlands. Crane, Robert K., Electromagnetic Wave Propagation Through Rain, University of Oklahoma, 1996. Maggiori, Dario, Computed Transmission Through Rain in the 1 – 400 GHz Frequency Range for Spherical and Elliptical Drops and any Polarization, Fondazione Ugo Bordoni – Sede Legale – Viale Trantevere 108, 00153 Roma. Electromagnetic Wave Oguchi, Tomohiro, Propagation and Scattering in Rain and Other Hydrometeors, IEEE, 1983. Pruppacher, H.R and Pitter, R.L., June 1970, A SemiEmpirical Determination of the Shape of Cloud and Rain Drops, Departement of Meteorology, University of California, Los Angeles. Ulbrich, Carlton W., June 1983, Natural Variation in the Analytical Form of the Raindrop Size Distribution, Departement of Physics and Astronomy, Clemson University, Clemson, SC 29631.