PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MIND MAPPING PADA SISWA KELAS VII SMP PLUS AL-ILYAS MALANGBONG KABUPATEN GARUT
MAKALAH
OLEH: DIDA LINDA NPM.10.21.0227
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012
PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN NARASI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK MIND MAPPING PADA SISWA KELAS VII SMP PLUS AL-ILYAS MALANGBONG KABUPATEN GARUT Dida Linda NPM.10.21.0227 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Satyra Indonesia Sekolah Timggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Garut
ABSTRAK Kemampuan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang periling dimiliki oleh siswa. Namun, dalam tataran realitas kcmampuan menulis siswa masih jauh dari harapan. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mencoba menggunakan teknik mind mapping sebagai salali satu teknik menulis dengan cara siswa dilatih memetakan apa yang akan dituangkan dalam tulisannya. Siswa merancang ide-ide yang akan dituangkannya dalam pikiran mereka. Harapan dari penerapan teknik ini siswa mampu membuat karangan dengan kesatuan paragraf yang utuh serat pengembangan kalimat yang memadai. Permasalahan dalam penelitian ini penulis rumuskan sebagai berikut ini. 1) Bagaimanakah kemampuan siswa kelas VII dalam menulis karangan narasi sebelum menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) di SMP PLUS AL-ILYAS MalangbongKabupaten Garut tahun ajaran 2011/2012? 2) Bagaimanakah kemampuan siswa kelas VII dalam menulis karangan narasi setelah menggunakan leknik peta pikiran (mind mapping) di SMP PLUS AL-ILYAS MalangbongKabupaten Garut tahun ajaran 2011/2012? 3) Adakah perbedaan yang signifikan kemampuan siswa ketas VII dalam menulis karangan narasi sebelum dan sesudah menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) di SMP PLUS AL-ILYAS MalangbongKab. Garut tahun ajaran 2011/2012? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode ini digunakan dalam proses belajar mengajar keterampilan menulis dengan menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping), terhadap siswa ketas VIIA di SMP PLUS AL-ILYAS MalangbongKabupaten Garut sebagai sampel dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis karangan sebelum menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) menunjukkan kemampuan yang cukup hal ini ditandai dengan pencapaian rata-rata kemampuan siswa menulis karangan narasi yang hanya mencapai 60.35. Beberapa kriteria penilaian dan pencapaian kemampuan menulis siswa khususnya bahasa karangan. isi karangan. dan teknik karangan antara lain rata-rata kemampuan siswa dalam hal kebahasaan (60,35%), isi karangan (57.17%), serta teknik karangan (62,63). Kemampuan menulis karangan narasi setelah menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) menunjukkan kemampuan menulis karangan yang baik. Hal ini ditandai dengan pencapaian rata-rata 78,18. Sementara itu, kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa karangan dicapai sebesar (70%). isi karangan (80,5%). serta teknik karangan (80.56%). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi sebelum pembelajaran hanya mencapai 60.35 dan kemampuan menulis karangan narasi setelah pembelajaran dicapai rata-rata nilai 78.18. Dengan demikian. terjadi kenaikan rata-rata kemampuan menulis karangan narasi siswa sebesar 17,83. Sementara itu. berdasarkan hasil perhitungan statistik uji t yang dilakukan diperoleh t hitung > ttabel (17.16 > 2,444) pada taraf kepercayaan 95%, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis karangan siswa sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran berbeda.
Kata Kunci Menulis Karangan Narasa/ Mind Mapping
PENDAHULUAN Menulis merupakan keterampilan yang dapat dilakukan semua orang. Namun hal tersebut tidak
dengan mudah untuk diterapkan. Bagi sebagian orang, menulis merupakan sebuah kreativitas yang sulit dan membutuhkan konsentrasi tinggi di dalamnya. Di antara mereka banyak yang
beranggapan bahwa menulis merupakan profesi orang-orang yang gemar menulis. Ungkapan tersebut tidaklah selalu benar dan dijadikan alasan seseorang untuk tidak menulis. Potter dalam bukunya. Quantum Learning, (1999:178) menjelaskan bahwa "dipercaya atau tidak kita semua adalah penulis. Di suatu tempat di dalam setiap diri manusia ada jiwa unik yang berbakat yang mendapatkan kepuasan mendalam karena menceritakan suatu kisah, rasa, dan pikiran". Dari Ungkapan Porter di atas, menulis merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan banyak orang. Siapapun, dalam profesi apapun, kapanpun, dan di manapun. Untuk memulai menulis setiap penulis tidak perlu menunggu menjadi penulis yang terampil karena seperti yang dikemukakan oleh Djuhaeri dan Suherli (2001:120) “menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh setiap orang. Setiap orang memiliki banyak gagasan yang dapat dijadikan bahan untuk menulis. Setiap orang memiliki potensi untuk menulis”. Menulis itu mudah jika mempunyai modal. Modal yang dimaksud adalah kemauan yang menggebu-gebu. Namun kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian. Pembelajaran menulis (mengarang) ternyata merupakan pelajaran yang masih belum banyak diminati. Sebagai contoh ketika guru mengajarkan pelajaran menulis, siswa hanya duduk terpaku, diam, dan bingung dari mana harus memulai membuat karangannya. Hal tersebut memang banyak faktor yang mempengaruhinya. Apakah dari sisi guru yang kurang memberikan arahan yang jelas, atau dari sisi siswanya itu sendiri yang memang tidak memiliki motivasi dan bingung untuk memulai karangannya (menulis)? Dua hal tersebut itulah yang memicu pelajaran menulis tidak diminati. KAJIAN TEORITIS DAN METODE
Pengertian Menulis Pengertian menulis menurut Tarigan (1982:21) adalah “menurunkan atau melukiskan lambanglambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik. Selanjutnya, Suhendar (1992:5) mengatakan bahwa “menulis merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan melalui bahasa tulis”. Menulis atau mengarang merupakan kegiatan pengungkapan gagasan secara tertulis yang berbeda dengan kegiatan pengungkapan gagasan secara lisan. Kegiatan mengarang identik dengan menulis. Gie (1995:17) mengatakan bahwa “mengarang adalah
keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami”. Pengertian Karangan Sebelum mengemukakan pengertian atau batasan karangan, penulis terlebih dahulu akan menguraikan tentang mengarang. Rusyana (1986:15), mengemukakan bahwa “mengarang adalah mengutarakan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara tulis”. Mengutarakan tersebut maksudnya mengutarakan, memberitakan, menceritakan, melukiskan. menerangkan, menjelmakan, dan Iain-lain. Hasil perwujudan dari kegiatan mengajar disebut karangan. Ditegaskan oleh Rusyana, “Wujud pernyataan sesuai dengan yang tersusun dengan mempergunakan bahasa disebut karangan”. Dari uraian di atas. penulis dapat menarik kesimpulan bahwa karangan yaitu hasil kegiatan menulis atau mengarang yang berupa susunan kata yang lahir dari segala kehendak menulis yang tersusun secara logis. padu dan sistematis yang berisi pengalaman, pikiran atau perasaan, serta pelukisan suatu objek peristiwa atau masalah. Pengertian Karangan Narasi Karangan narasi adalah penceritaan suatu kejadian atau deskripsi dari suatu kejadian atau peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu (KBBI, 1989:609). Selanjutnya. yang dimaksud dengan karangan narasi menurut Keraf (2000:135136) sebagai berikut ini. Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha inengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. Oleh karena itu, unsur yang sangat penting dalam sebuah narasi adalah unsur perbuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Narasi dapat pula disebut suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Metode Peta Pikiran Mind mapping atau peta pikiran adalah metode yang mempelajari konsep yang ditemukan oleh Tony Buzan. Konsep ini didasarkan pada cara kerja otak kita menyimpan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa otak kita tidak menyimpan informasi dalam kotak-kotak sel saraf yang terjejer rapi melainkan dikumpulkan pada sel-sel saraf yang bercabang-cabang yang apabila dilihat sekilas akan tampak seperti cabang-cabang pohon. Berdasarkan fakta tersebut maka disimpulkan apabila kita juga menyimpan informasi seperti cara kerja otak, maka akan semakin baik informasi
tersimpan dalam otak dan hasil akhirnya tentu saja proses belajar kita akan semakin mudah. Model Pembelajaran Model pembelajaran menurut Joyce dan Weil (Rusman 2008) adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam seting tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan Iain-lain. Saripuddin '(1996: 78) mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Kedua pandangan di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran itu tidak lain adalah suatu pola atau kerangka konseptual yang berisi prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model atau pola ini menjadi pedoman bagi guru dan perancang pembelajaran dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, setiap peneliti harus menentukan metode yang akan digunakan. Hal ini, perlu dilakukan karena metode merupakan suatu upaya yang akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Poerwadarminta (1986 : 649) menyatakan “metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud”. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode ini digunakan dalam proses belajar mengajar keterampilan menulis dengan menggunakan teknik mind mapping pada siswa kelas VII SMP Muhamadiyah Malangbong tahun ajaran 2011/2012. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk menguji tingkat efektivitas penggunaan teknik mind mapping dalam pengajaran keterampilan menulis. khususnya dalam membuat karangan narasi. Di samping itu, penulis pun menggunakan metode deskriptif, untuk menarasikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang penulis lakukan. Teknik Penelitian Teknik penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengambil nilai pretes dan pastes. Desain yang digunakan one group pre-test pos-test design. Perbedaan antara observasi sebelum eksperimen dan setelah eksperimen
diasumsikan merupakan efek dari treatment atau perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian sebagaimana. telah dideskripsikan dan dianalisis sebelumnya, menunjukkan bahwa hasil pembelajaran dalam bentuk adanya perubahan kemampuan menulis karangan narasi siswa lebih baik dari sebelum pembelajaran. Pencapaian rata-rata 78,18 dari sebelum pembelajaran 60,35 menunjukkan terjadi kenaikan kemampuan menulis karangan narasi siswa sebesar 17,83. Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa teknik peta pikiran efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa. Pada awal pembelajaran tanpa kemampuan siswa dalam menulis karangan/narasi menunjukkan kemampuan yang cukup, ditandai pencapaian rata-rata kemampuan menulis karangan narasi yang hanya mencapai 60,35. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum siswa masih mengalami hambatan dalam menuangkan ide-ide dan gagasannya dalam bentuk tertulis. Berbagai hambatan yang tampaknya dialami siswa antara lain bagaimana cara menuangkan ide-ide atau gagasan secara berkesinambungan dan tidak terputus-putus. Bagi siswa menuangkan gagasan yang hendak dikemukakan dalam bentuk tertulis seringkali mengalami kesulitan menghubungkan antara satu gagasan ke gagasan lainnya. Bahkan seringkali tampak terputus. Kalau tidak demikian, secara umum siswa sering menggunakan kata hubung 'kemudian' atau selanjutnya. Kondisi ini berdampak sulitnya mengembangkan ide-ide atau gagasan karena dengan menggunakan kata hubung 'selanjutnya' atau kemudian pengembangan gagasan jadi terbatas pada poin-poin yang pokok tampak kalimat penjelas. Kondisi lain yang tampak menjadi hambatan bagi siswa dalam melaksanakan kegiatan menulis adalah penguasaan kosakata yang masih terbatas, apalagi siswa yang kurang dalam kegiatan membacanya. Kosakata yang mereka miliki seringkali hanya kosakata dasar yang sudah umum dan terbiasa digunakan di kalangan siswa. Di samp ing itu penguasaan kebahasaan terutama penggunaan ejaan seringkali menjadi hambatan. Ketidakteraturan penggunaan huruf kapital mewarnai tulisan-tulisan yang mereka susun. Sering pula ditemukan adanya kosakata campuran dari bahasa daerahnya. Interferensi bahasa Sunda dan terbatasnya
kemampuan kosakata berdampak pada banyaknya penggunaan bahasa Sunda dalam karangan siswa. Sementara itu, pada akhir pembelajaran menunjukkan kemampuan menulis siswa yang cukup baik, ditandai pencapaian rata-rata 78,18. Di samping itu apabila diamati dari kemampuan komponen berbicara tampak bahwa kemampuan siswa dalam teknik karangan dan mengemukakan isi karangan mencapai 82,56% dan 80,5. Sementara itu, penggunaan atau kemampuan dalam kebahasaan hanya mencapai rata-rata 70. Ini menunjukkan bahvva secara umum siswa telah memiliki kemampuan menulis yang lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum pembelajaran. Hal ini menunjukkan pula bahwa proses perlakuan atau pembelajaran yang dilakukan memberikan dampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa penggunaan teknik peta pikiran mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Teknik peta pikiran merupakan salah satu teknik dalam merancang dan mendesain proses dan isi yang akan dikemukakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dengan menggunakan peta pikiran secara kronologis, siswa telah merancang ide-ide atau gagasan-gagasan yang akan dikemukakan dalam tulisannya. Siswa telah memetakan atau merancang dari mana atau dari kondisi dan masalah apa yang harus mereka kemukakan pada awal tulisannya, kemudian berkembang dalam cerita dan kondisi lainnya. “Oleh karena itu, penggunaan peta pikiran jelas memberikan manfaat dalam kegiatan menulis. DePorter dalam Quantum Learning mengemukakan beberapa manfaat Peta Pikiran seperti berikut ini. a. Fleksibel, yaitu jika seorang pembicara atau penulis tiba-tiba teringat untuk menjelaskan suatu hal tentang pemikiran, Anda dapat dengan mudah menambahkannya di tempat yang sesuai dalam Peta Pikiran anda tanpa harus kebingungan; b. Dapat memusatkan perhatian, yaitu Anda tidak perlu berpikir untuk menangkap setiap kata yang dibicarakan. Sebaliknya, Anda sapat berkonsentrasi pada gagasan-gagasannya; c. Meningkatkan pemahaman, yaitu ketika membaca suatu tulisan atau laporan teknik. Peta Pikiran akan meningkatkan pemahaman dan memberikan catatan tinjauan ulang yang sangat berarti nantinya; d. Menyenangkan, yaitu imajinasi dan kreativitas anda tidak terbatas. Dan hal itu menjadikan pembuatan dan peninjauan ulang catatan lebih menyenangkan (2001:172). Penggunaan suatu teknik pembelajaran, di samping memberikan manfaat dan keunggulan
tersendiri, juga memiliki kelemahan yang harus diantisipasi oleh guru. Begitu pula dengan penggunaan teknik peta pikiran ini. Agar peta pikiran ini dapat mencapai hasil yang maksimal serta tidak membelenggu ide-ide penulis, maka peta pikiran ini harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. Si penulis sebaiknya merencanakan dengan pemikiran yang luas mengenai apa yang akan dikemukakan. Dengan demikian pada saatnya menuangkan gagasannya dalam wujud tertulis, penulis dapat mengemukakan ide-idenya secara jelas dan luas. KESIMPULAN Bagian akhir dari tulisan ini, penulis mencoba menarik beberapa simpulan yang didasarkan pada rumusan masalah yang telah dituangkan pada bagian sebelumnya serta dilandasi hasil penelitian. Simpulan yang dapat ditarik dikemukakan di bawah ini. 1. Kemampuan menulis karangan sebelum menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) pada siswa kelas VIII SMP Muhamadiyah Malangbong Kabupaten Garut tahun ajaran 2011/2012, menunjukkan kemampuan yang cukup, hal ini ditandai dengan pencapaian rata-rata kemampuan siswa menulis karangan narasi yang hanya mencapai 60,35. Beberapa kriteria penilaian dan pencapaian kemampuan menulis siswa khususnya bahasa karangan, isi karangan. Dan teknik karangan antara lain rata-rata kemampuan siswa dalam hal kebahasaan (60,35%), isi karangan (57,17%), serta teknik karangan (62,63). 2. Kemampuan menulis karangan narasi setelah menggunakan teknik peta pikiran (mind mapping) pada siswa kelas VIII SMP Muhamadiyah Malangbong Kabupaten Garut tahun ajaran 2011/2012, menunjukkan kemampuan menulis karangan yang baik. Hal ini ditandai dengan pencapaian ratarata 78,18. Sementara itu. kemampuan siswa dalam penggunaan bahasa karangan dicapai sebesar (70%), isi karangan (80,5%), serta teknik karangan (80,56%). 3. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi sebelum pernbelajaran hanya mencapai 60,35 dan kemampuan 10 menulis karangan narasi setelah pembelajaran dicapai rata-rata nilai 578,18. Dengan demikian, terjadi kenaikan rata-rata kemampuan menulis karangan narasi siswa sebesar 17,83. Sementara itu, berdasarkan
hasil perhitungan statistik uji t yan'g dilakukan diperoleh thitung > tabel (17,16 > 2,444) pada taraf kepercayaan 95%, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan menulis karangan siswa sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran berbeda. Sementara itu, diamati dari rata-rata kemampuan menulis siswa menunjukkan bahwa penggunaan teknik peta pikiran efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis siswa. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. De Porter, B. dan Mike Hernacki. (2001). Quantum Learning. Bandung: Mizan Media Utama. De Porter, B. dkk. (2000). Quantum Teaching. Bandung: Mizan Media Utama. Husen. H. A. (1996). Perencanaan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Keraf, G. (2004). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia. Nursito. (1999). Penuntun Mengarang. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Rusyana. (1998). Keterampilan Menulis Modul 1 s.d 6. UT. Jakarta: Karunika. Rose, C. dan Malcolm J. Nicholl. (2002). Accelerated Learning for 21s' Century. Bandung: Nuansa. Sarani. (2001). Efektivitas Pendekatan Kooperatif Tipe Talking Chips dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VII SMP. Bandung. Skripsi UPI Bandung. Semi, A. (1990). Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung:Angkasa. Suhendar dan Supinah. (1992). MKDU Bahasa Indonesia, Pengajaran dan Keterampilan Membaca dan Keterampilan Menulis. Bandung: Pionir Jaya. Syamsuddin, A.R. (1994). Dari Ide - Bacaan Simakan Menuju Menulis Efektif. Bandung: Bumi Siliwangi. Tarigan, H. G. (1982). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. ................ (1988). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.