sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXX, Nomor 2, 2005 : 29 - 34
ISSN 0216-1877
PEMANFAATAN KERAGAMAN GENETIK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HAYATI LAUT Oleh Eddy Yusron
1)
ABSTRACT EXERCISE OF GENETIC VARIABILITY ON THE MANAGEMENT OF MARINE LIFE RESOURCES. Indonesia is the member of the United Nation which concern on the management of the variability of marine resources. Among seven countries of “Mega Biodiversity”, Indonesia has been known as a central of marine biodiversity in the world. In this country marine environment has many varieties of habitat which are spreading from the coastal zone to the deep ocean. Indonesia is divided into two areas in term of marine biodiversity. These are the western and eastern Indonesian marine environment, which is spreaded by deep ocean. Due to those different marine environment, there is a very high genetic variability of marine life resources among those two areas.
PENDAHULUAN
tujuh negara yang mempunyai “Mega Biodiversitas” yang dikenal sebagai pusat konsentrasi keanekaragaman hayati dunia. Walaupun Kepulauan Indonesia hanya mewakili 1,3 % dari luas daratan dunia, tetapi memiliki 25 % jenis ikan dunia, 17 % jenis burung, 16 % reptil dan amphibi, 12 % mamalia, 10 % tumbuhan dan sejumlah invertebrata, fungia dan mikroorganisme (GAUTAM et al., 2000). Keragaman sumberdaya hayati laut, termasuk di dalamnya keragaman genetik sering kali dijadikan argumen untuk menggambarkan betapa besarnya kekayaan laut Indonesia. Kekayaan keragaman hayati laut ingin segera dimanfaatkan, sesuai peran laut sebagai salah satu sumber kehidupan masyarakat, bukan lagi tergantung pada daratan, dapat segera terwujud.
Dua pertiga luas wilayah Indonesia adalah lautan yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan bangsa. Potensi tersebut perlu dikelola secara tepat agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari bagi kesejahteraan rakyat. Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang mulai dari 6° LU sampai 10° LS dan dari 95° BT sampai 142° BT, mempunyai 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan garis pantai sepanjang 80.791 km. Indonesia merupakan salah satu anggota Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai keanekaragaman hayati dan salah satu dari
1)
Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta
29
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oleh karena itu dalam menyikapi hal ini perlu landasan pemahaman yang lebih jelas dimana letak keunggulan keragaman hayati dan keragaman genetik sumberdaya laut tersebut. Keragaman yang tinggi dari suatu sumberdaya tidak akan selamanya terkait dengan keunggulan baik kuantitatif maupun kualitatif. Di laut tropika pada umumnya dicirikan dengan keragaman yang tinggi dari segi jumlah jenis, namun masing-masing kelimpahannya kecil. Sebaliknya di negara beriklim sub tropis jumlah jenis relatif sedikit, namun masing-masing kelimpahannya besar. Keragaman genetik adalah merupakan tingkatan (hierarchi) yang paling rendah dalam tingkatan keragaman hayati. Keragaman hayati mencakup segala aspek yang meliputi keragaman habitat, komunitas, populasi dan jenis. Keragaman genetik ini dianggap penting di samping keragaman hayati lainnya pada tingkatan yang tinggi seperti ekosistem dan jenis. Hal ini disebabkan karena sumberdaya genetik merupakan kunci penting bagi suatu jenis untuk bertahan hidup sampai generasi yang akan datang. Krisis biodiversitas atau keragaman hayati dimulai dari semakin menurunnya tingkat keragaman genetik jenis. Keragaman genetik suatu populasi memiliki arti penting, karena faktor yang mempengaruhi respon suatu populasi terhadap seleksi alam maupun buatan yang dilakukan oleh manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya hayati laut tersebut sesuai kebutuhannya. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki peluang hidup yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena setiap gen memiliki respon yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan, sehingga dengan dimilikinya berbagai macam gen dari individuindividu di dalam populasi maka berbagai perubahan lingkungan yang ada akan dapat direspons lebih baik. Beberapa studi menunjukkan bahwa karakteristik genetik suatu populasi ikan di alam pada umumnya menunjukkan adanya heterogenitas spasial, bahkan pada jarak yang sangat dekat (RYMAN et al., dalam SMITH & CHESSER, 1981).
PERANAN GENETIK DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia yang memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Index) tinggi. Lingkungan laut Indonesia dengan berbagai macam habitat yang ada di dalamnya tersebar luas di antara dua wilayah laut, wilayah paparan dan wilayah laut dalam. Terdapatnya dua paparan luas di bagian barat dan bagian timur Indonesia yang dipisahkan oleh laut yang dalam memberikan gambaran akan terdapatnya berbagai ragam jenis biota dan habitat (Tabel 1). Pengelolaan sumberdaya hayati laut telah didefinisikan sebagai penerapan IPTEK kelautan terhadap permasalahan pemanfaatan sumberdaya untuk memperoleh hasil optimum dalam kegiatan perikanan komersial. Untuk itu pengelolaan suatau sumberdaya hayati laut memerlukan pengetahuan yang mendasari prinsip-prinsip biologi, ekologi dari sumberdaya tersebut. Selama ini pengelolaan sumberdaya hayati laut pada umummnya hanya ditekankan pada pengertian yang sempit yaitu berapa kelimpahan dan ukuran biota yang akan di panen. Akibat dari fokus jangka pendek dan sempit tersebut, maka perspektif biologi dari pengelolaan sumberdaya telah didominasi pengetahuan tentang dinamika populasi dan ekologi terhadap pemahaman tentang pentingnya aspek genetika populasi. Akibat sempitnya pemahaman ini, mungkin dalam jangka pendek belum dapat dilihat dampaknya, namun dalam waktu jangka panjang akan menghadapi permasalahan yang sangat serius. Salah satu contoh kelimpahan dan ukuran ikan dalam populasi tidak dapat dijamin kelestariannya (sustainability) hanya dengan membuat keseimbangan antara rekruitmen dan panen (harvest), tetapi akan menyangkut kemampuan reproduksi, kelangsungan hidup (survival) yang sarat akan muatan genetik. Manajemen sumberdaya hayati laut yang berhasil tentunya akan pertimbangan aspek genetika populasi.
30
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
PERBAIKAN STOK ALAMI MELALUI RESTOKING
MANFAAT KERAGAMAN GENETIK DALAM MARIKULTUR
Mempertahankan keragaman genetik suatu populasi tidak selalu mudah dengan meningkatnya tekanan eksploitasi maupun dari pencemaran lingkungan. Salah satu contoh yang terjadi di perairan wilayah laut kawasan timur Indonesia dengan tingkat penangkapan yang tinggi di berbagai tempat dengan cara pengeboman ikan yang akibatnya akan merusak ekosistem terumbu karang yang pada akhirnya akan terjadi penurunan tingkat keragaman genetik yang cukup serius. Salah satu contoh yaitu ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) yang populasi di alam semakin sedikit. Maka perlu adanya monitoring genetik sumberdaya hayati laut, sehingga tingkat kestabilan populasi akan diketahui. Jika kondisi seperti ini dibiarkan tanpa dikontrol, bukan tidak mungkin di masa yang akan datang produksi ikan, udang, kepiting, teripang dan moluska dari perairan wilayah Indonesia akan semakin menurun dan bahkan suatu ketika akan terjadi kepunahan dari beberapa jenis. Salah satu contoh dari jenis bulu babi Tripneustes gratilla (Gambar 1) dan jenis ikan bandeng Chanos sp. (Gambar 2). Perbaikan kondisi menurunnya keragaman genetik suatu populasi dapat dilakukan (preventive) dengan mengurangi tingkat eksploitasinya. Cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keragaman hayati suatu populasi dapat dengan introduksi individu-individu baru yang memiliki keragaman genetik yang lebih tinggi kedalam populasi lokal. Menurut TURNER dalam DEAN (1979) melakukan restoking adalah sebagai berikut :
Konsep pemanfaatan keragaman genetik dalam marikultur sedikit agak berbeda dengan pemanfaatannya dalam pengelolaan sumberdaya hayati laut. Dalam pengembangan marikultur, keragaman genetik dipandang sebagai sumber gen. Dari sumber gen yang beragam, memungkinkan untuk mencari gengen unggul yang kemudian melalui proses seleksi, hibridisasi maupun transfer gen sehingga dapat dihasilkan suatu individuindividu yang memiliki keunggulan baik dari segi pertumbuhan, tahan terhadap penyakit maupun kemampuan adaptasi yang tinggi. Setelah didapatkan individu-individu unggul, maka tujuan marikultur adalah bagaimana memproduksi secara massal dan seragam. Pemanfaatan keragaman genetik sumberdaya hayati laut dalam marikultur, relatif belum banyak dilakukan di Indonesia, namun yang telah dilakukan umumnya adalah dari jenis ikan tawar, sedangkan untuk jenis ikan laut yang telah banyak dilakukan oleh negara lain adalah jenis ikan salmon. Dimana telah dilakukan seleksi induk secara intensif terhadap gen-gen spesifik dan sudah menghasilkan dalam keberhasilan produksi. Pada umumnya hasil seleksi telah mampu menghasilkan perubahan dalam metabolisme dan khususnya efisiensi pertumbuhannya. Negara Taiwan dan Hawai telah berhasil dalam melakukan seleksi untuk jenis ikan bandeng (Chanos chanos), dari benih yang diimpor ke Indonesia menunjukkan memiliki keunggulan yang lebih khususnya dalam keseragaman ukuran dan kecepatan pertumbuhannya. Secara umum, pemanfaatan keragaman genetik sumberdaya hayati laut di Indonesia masih sangat kurang. Salah satu contoh dalam usaha persilangan induk udang windu (Penaeus monodon) telah dicoba dari beberapa populasi asal Aceh, Cilacap dan Sumbawa untuk memdapatkan benih yang tahan terhadap penyakit, namun hasilnya masih kurang memuaskan (SUGAMA et al., 1996).
1. Stok yang akan ditransfer harus memiliki komposisi genetik yang tidak jauh berbeda dengan populasi lokal, sehingga tidak terjadi hibridisasi. 2. Jangan sampai terjadi kompetisi dengan jenis lokal. 3. Populasi yang direstoking harus bebas dari penyakit. 4. Populasi yang direstoking harus dapat hidup dan bereproduksi.
31
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Tabel 1. Keanekaragaman hayati dari perairan Indonesia (MOOSA, 1999)
Kelompok Taksa Utama
Alga Hijau Alga Coklat
Jumlah Jenis 196 134
Van Bosse, 1928 Van Bosse, 1928
Alga Merah
452
Van Bosse, 1928
Lamun
13
Den Hartog, 1970
Mangrove
38
Soegiarto & Polunin, 1981
Scleractinia
461
Tomascik et al. (1997)
Karang Lunak
210
Hermanlimianto, T.H.
Gorgonia
350
Hermanlimianto, T.H.
Spons
Desmospongia
850
Van Soest
Moluska
Gastropoda
1500
Kastoro, W.
Bivalvia
1000
Valentine, 1971
Stomatopoda
112
Moosa, M.K.
Brachyura
1400
Moosa, M.K.
Crinoidea
91
Clark & Rowe, 1971
Asteroidea Ophiuroidea
87 142
Clark & Rowe, 1971 Clark & Rowe, 1971
Echinoidea
284
Clark & Rowe, 1971
Holothuroidea
141
Clark & Rowe, 1971
Ikan
Ikan Laut
2140
Fishbase, 1996
Reptilia
Penyu
6
Rene Marquez, 1990
Buaya
1
Suwelo, 1988
Ular Laut
31
Tomascik et al., 1997
Burung
Burung Laut
148
Van Balen
Mamalia
Paus & Lumba-lumba
29
Suwelo, 1988
Duyung
1
Soegiarto & Polunin, 1981
Tumbuhan
Karang
Krustasea Ekhinodermata
Kelompok
32
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005
Sumber
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
DAFTAR PUSTAKA
PEMANFAATAN KERAGAMAN GENETIK LEWAT PROSES SELEKSI
DEAN, 1979. Introduced species in the marine situation. In Exotic species in marine culture (R.H. Mann. Ed.) MIT Press, Cambridge, Moos : 149 – 164. GAUTAM, M; U. LELE; K. HARIADI; A KHAN; ERWINSYAH and S. RANA. 2000. Indonesia The Chalenges of World Bank Involvement in Forest. Evaluation Country Case Study Series. The World Bank. Washington, D.C. 64 pp. MOOSA, M.K. 1999. Sumberdaya laut nusantara, keanekaragaman hayati laut dan pelestariannya. Lokakarya Keanekaragaman hayati laut. Pemanfaatan secara lestari dilandasi penelitian dan penyelematan. Widya Graha LIPI, Jakarta 23 Pebruari 1999, 24 hal. SMITH, M.H and R.K. CHESSER. 1981. Rationali for Conserving Genetic Variation of Fish gen poll. Ecol. Bull. 23 : 119 – 130. SUGAMA; K. HARYATI and F. GHALIH. 1996. Biochemical genetic of tiger shrimp, Penaeus monodon. Description of electrophoretic detectable loci. IFR. Journal, 34 (1) : 19 – 28.
Proses seleksi dengan pemanfaatan keragaman genetik adalah untuk mendapatkan karakter unggul yang terdapat dalam suatu individu populasi. Dengan mendapatkan karakter unggul yang diharapkan misalnya : bentuk ukuran tubuh, bentuk warna ataupun bentuk lainnya, maka perlu dari populasi tersebut dicari individu-individu yang mempunyai dan memiliki karakter yang diinginkan. Selanjutnya dilakukan seleksi lewat suatu proses persilangan sampai mendapatkan individu yang murni. Dari karakter genetik yang murni ini seterusnya dilakukan persilangan sampai mendapatkan individu yang unggul. Individu-individu murni biasanya disebut “parent stock”. Proses seleksi ini dapat dilakukan secara alami ataupun buatan. Proses seleksi buatan lewat Ginogenesis dilakukan dengan pemurnian melalui segregasi, dalam proses ini pembuahan dilakukan di luar tubuh. Sedangkan melalui seleksi alami, hasil tersebut baru dapat diperoleh setelah lebih dari 3 generasi bahkan sampai tujuh generasi.
33
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 1. Biota laut dari kelompok invertebrata jenis Tripneustes gratilla
Gambar 2. Biota laut dari kelompok vertebrata jenis Chanos sp
34 34
Oseana, Volume XXX No. 2, 2005