MATERI KULIAH PEMETAAN SUMBERDAYA HAYATI LAUT No
Pokok Bahasan
Model bumi dan Sistem koordinat Kerangka dasar 2 pemetaan 1
3 Penentuan posisi
4 Interpolasi titik 5 Transformasi koordinat Hitungan luas dan Volume 7 Kartografi 6
8 Pemetaan partisipatif
Sub Pokok Bahasan 1) 2) 1) 2) 1) 2) 3)
Ellipsoid dan Sistem Koordinat Bumi Datum Kerangka Dasar Horisontal Kerangka Dasar Vertikal Penentuan posisi titik tunggal Poligon Sipat Datar
1) 2) 1) 2) 1) 2) 1) 1) 2)
Metode IDW Metode kriging Komponen transformasi koordinat Model transformasi Helmert Hitungan Luas Hitungan Volume Peta dan Spesifikasinya Aspek dalam Pemetaan partisipatif Pemetaan partisipatif sbd.hayati pesisir
waktu (') 50 50 50 50 100 200 200
Hal
100 100 50 50 50 50 100 100 200
26 27 29 32 35 41 46 53 61 65
3 8 13 15 18 20 22
Referensi
=============================================
hal ke
1
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
POKOK K BAH HASAN N1
MODEL L BUM MI DAN D SIST TEM K ORDIINAT KOO T TIK K: Mahasisw wa mampu u menjelask kan pengerrtian modell bumi dan sistem koordin nat
OLEH
HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT MUH STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
2
Bab 1 Model Bumi dan Sistem Koordinat 1-1 Ellipsoid dan Sistem Koordinat Bumi Pembahasan-pembahasan mengenai bentuk bumi, ellipsoid, datum geodesi, sistem koordinat dan proyeksi peta tidak dapat dipisahkan dari ilmu geodesi. Menurut definisi klasik F.R.Helmert, geodesi adalah “sains pengukuran dan pemetaan permukaan bumi” [Torge80]. Dengan definisi ini, geodesi termasuk ke dalam bidang geosciences selain engineering sciences. Sedangkan menurut [Umar86], geodesi merupakan salah satu cabang ilmu matematika terpakai, yang bermaksud dengan jalan melakukan pengukuran-pengukuran, menentukan bentuk dan ukuran bumi, menentukan posisi (koordinat) titik-titik, panjang dan arah-arah garis di permukaan bumi, juga mempelajari medan gravitasi bumi. Secara umum, ilmu geodesi terbagi dalam dua bagian yaitu, geodesi geometris yang membahas bentuk dan ukuran bumi, penentuan posisi titik, panjang dan arah garis. Sementara bagian yang lain adalah geodesi fisis yang membahas medan gravitasi bumi (juga menentukan bentuk bumi). Datum geodesi, proyeksi peta dan sistem-sistem referensi koordinat yang telah dikembangkan sejak dulu digunakan untuk mendeskripsikan bentuk permukaan bumi beserta posisi-posisi atau lokasi-lokasi geografi dari unsur-unsur permukaan bumi yang menarik perhatian manusia. Deskripsi permukaan bumi ini sangat diperlukan oleh manusia di dalam melakukan aktivitas-aktivitas sehari-harinya seperti survey, pemetaan dan navigasi. Melalui sejarah yang panjang, “gambaran” atau konsep mengenai bentuk bumi ini telah jauh meningkat lebih baik (makin mendekati kondisi sebenarnya) dari model bumi datar berbentuk cakram hingga ellips putar (ellipsoid). Model-model Geometrik Bentuk Bumi Ide-ide awal mengenai “gambaran” atau bentuk geometrik bumi sebagai implementasi dari konsep-konsep mengenai bumi yang dianut oleh manusia telah berevolusi dari abad ke abad. Bentuk-bentuk tersebut adalah : 1. Tiram/oyster atau cakram yang terapung di permukaan laut (konsepsi bumi dan alam semesta menurut bangsa Babilon ±2500 tahun SM). 2. Lempeng datar (Hecateus, bangsa Yunani kuno pada ±500 tahun SM). 3. Kotak persegi panjang (anggapan para Geograf Yunani Kuno pada ±500 tahun SM hingga awal ±400 tahun SM). 4. Piringan lingkaran atau cakram (Bangsa Romawi) 5. Bola (bangsa Yunani Kuno : Pythagoras (±495 SM), Aristoteles membuktikan bentuk bola bumi dengan 6 argumennya (± 340 SM), Archimedes (± 250 SM), Erastosthenes (±250 SM). 6. Buah jeruk asam / lemon (J.Cassini (1683-1718)). 7. Buah jeruk manis / orange (ahli fisika: Huygens (1629-1695) dan Isac Newton (16431727)) 8. Ellips putar (french academy of sciences (didirikan pada 1666)). Dengan adanya pegepengan pada kedua kutubnya, hasil-hasil pengamatan bentuk bumi menghasilkan perbedaan nilai sekitar 20 km antara jari-jari rata-rata bumi dengan jarak
=============================================
hal ke
3
dari pusat bumi ke kutub (perhatikan selisih antara nilai-nilai setengah sumbu panjang (a) dengan setengah sumbu pendek (b) ellipsoid referensi). Hasil-hasil pengamatan yang terakhir ini membuktikan bahwa model geometrik yang paling tepat untuk merepresentasikan bentuk bumi adalah ellipsoid (ellips putar) yang mulai banyak terbukti sejak abad ke-19 hingga 20 oleh Everest, Bessel, Clarke, Hayford, hingga U.S Army Map Service (walaupun pertama kali ditemukan pada abad ke-17). Model model bentuk bumi ellipsoid ini sangat diperlukan untuk hitungan-hitungan jarak dan arah (sudut jurusan) yang akurat dengan jangkauan yang sangat jauh. Sebagai contoh, receivers GPS untuk navigasi menggunakan model bumi ellipsoid untuk menentukan posisi-posisi pengguna atau target-target yang ditentukan. Walaupun demikian, model-model bentuk bumi datar juga masih digunakan hingga pada saat ini untuk kebutuhan plane surveying untuk jarak yang cukup pendek (kurang dari 10 km) sehingga lengkungan bumi dapat diabaikan [Earth20]. Sedangkan modelmodel bentuk bumi bulat atau bola masih sering pula digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan navigasi jarak pendek dan sebagai pendekatan karena modelmodel bumi bola ini juga masih gagal dalam memodelkan bentuk bumi yang sebenarnya. Ellipsoid Referensi Salah satu tugas geodesi geometris adalah menentukan koordinat titik-titik, jarak dan arah di permukaan bumi untuk berbagai keperluan praktis maupun ilmiah. Untuk itu, diperlukan adanya suatu bidang hitungan. Permukaan bumi fisik merupakan permukaan yang sangat tidak teratur. Oleh karena itu, permukaan ini tidak dapat digunakan sebagai bidang hitungan geodesi. Untuk kebutuhan hitungan-hitungan geodesi, maka permukaan fisik bumi diganti dengan permukaan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang mendekati bumi. Permukaan yang dipilih adalah bidang permukaan yang mendekati bentuk dan ukuran geoid. Seperti telah disinggung di muka, geoid memiliki bentuk yang sangat mendekati ellips putar dengan sumbu pendek sebagai sumbu putar yang berimpit dengan sumbu putar bumi. Ellipsoid ini kemudian disebut sebagai ellipsoid referensi (permukaan referensi geometrik). Ellipsoid referensi biasanya didefinisikan oleh nilai-nilai jari-jari ekuator (a) dan pegepengan (f) ellips putarnya. Sedangkan parameter-parameter seperti setengah sumbu pendek (b), eksentrisitas (e), dan lainnya dapat dihitung (atau diturunkan) dengan menggunakan ke dua nilai parameter pertama di atas. Dengan memperhatikan kondisikondisi fisik permukaan (bentuk geoid) beserta faktor lainnya, tidak semua negara di dunia menggunakan ellipsoid yang sama. Karena itu, banyak dijumpai ellipsoid referensi. Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih berdasarkan kesesuaiannya (sedekat mungkin) dengan bentuk geoid lokalnya (relatif tidak luas), maka ellipsoid referensi tersebut dapat disebut juga sebagai ellipsoid lokal. Jika ellipsoid referensi yang digunakan sesuai dengan bentuk geoid untuk daerah yang relatif luas (tingkat regional), maka ellipsoid referensi tersebut juga dikenal sebagai ellipsoid regional. Sedangkan jika ellipsoid referensi yang dipilih sesuai (mendekati) dengan bentuk geoid untuk keseluruhan permukaan bumi, maka ellipsoidnya juga disebut sebagai ellipsoid global. Sebagai contoh, Indonesia pada 1860 menggunakan ellipsoid Bessel 1841 (a = 6 377 397; 1/f = 299.15). tetapi sejak 1971 Indonesia juga menggunakan ellipsoid GRS67 (a = 6 378 160; 1/f = 298.247) yang kemudian disebut sebagai Speroid Nasional Indonesia (SNI).
=============================================
hal ke
4
Sebaagaimana teelah disingggung sebeelumnya, un ntuk pekerj rjaan praktiis geodesi, baik bidanng datar maupun m perm mukaan bola masih daapat digunakkan. Sebagaai contoh, untuk u pekeerjaan geoddesi yang dilakukan di dalam wilayah seeluas makssumal 100 km2 perm mukaan ellippsoid dapat dianggap sebagai perm mukaan bolaa. Sedangkaan bila pekeerjaan terseebut dilakukkan di dalaam wilayahh seluas maaksimal 55 km2, perm mukaan elliipsoid bersaangkutan daapat diangggap sebagai bidang dattar. Dengann demikian, baik permu ukaan bola maupun bidang datar ini i dapat puula disebut sebagai s bidaang referenssi [Umar86]]. Besaar dan benttuk ellipsoid ditentukaan oleh sum mbu panjanng (a), dan pegepengaan (f). Hubuungan sumbbu panjang, pegepengaan dan sumb bu pendek (bb) adalah seebagai berik kut :
atau
Olehh karena bessar dan benntuk ellipsoiid ditentukaan oleh a daan f, maka kkedua besaraan ini meruupakan parrameter suaatu ellipsoiid referensii. Besaran ellipsoid lain yang perlu dikettahui adalahh eksentritas (e), yang dapat d diform mulasikan sebagai s beriikut :
Dari persamaann di atas, maaka hubungaan berikut ju uga dapat diturunkan d :
Bebeerapa ellipssoid referennsi yang seering digun nakan beserrta parameternya, dibeerikan padaa Tabel 1.1.
Posisi ellipsoid dalam ruanng ditentukaan oleh posisi pusat elllipsoid terhhadap pusat bumi yangg dinyatakan dengan sistem s koorrdinat Karteesian tiga dimensi d CTS (Conventtional Terreestrial Sysstem). Sedaangkan oriientasi ellip psoid dalaam ruang dinyatakan dari penyyimpangan arah sumbuu pendek ellipsoid e darri arah CTP P (Conventtional Terreestrial Pole) dan penyiimpangan meridian m noll ellipsoid teerhadap merridian nol ddari CTS.
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
5
m (µ) titik di perm mukaan Radiius lengkunngan normall (v) dan lenngkungan meridian ellipsoid pada liintang L, daapat diformuulasikan maasing-masinng sebagai bberikut : dan denggan Jika pusat ellipssoid berimpit dengan puusat bumi, sumbu s penddek berimpiit dengan arrah CTP P (sumbu Z) dan meridiian nol ellippsoid berimp pit dengan sumbu s X daari CTS, maaka hubuungan koorddinat CTS sebuah titik dengan koo ordinat geoddetiknya adaalah :
t sat bumi adaalah xo, yo, zo dimana sumbu pen ndek Jika posisi pusaat ellipsoid terhadappus mbu Z dan meridian m no ol ellipsoid sejajar pulaa dengan sum mbu ellipsoid sejajarr dengan sum X, maka m hubunggan koordinnat CTS setiiap titik den ngan koordinat geodetikknya adalah h:
Koorrdinat geoddetik (L,B,h)) dapat ditenntukan dari koordinat kartesian k (X X,Y,Z) secarra iteraatif berdasarrkan persam maan di atas,, dan juga secara langsuung berdasaarkan formu ulasi berikkut [Bowrinng, 1976] :
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
6
denggan
Dalaam geodesi klasik k umum mnya perlu ditentukan titik awal suatu s jaringaan geodetik k. Posisi titik awall ditentukann dengan carra pengamaatan astronomi geodesi.. Lintang astroonomi (φ) dan bujur asttronomi (λ) dari titik aw wal tersebutt yang kemuudian ditetaapkan sebaagai lintang geodetik (λ λ) dan bujurr geodetik (B B) pada ellipsoid refereensi yang ditettapkan. Tingggi di atas ellipsoid e refferensi diten ntukan denggan menetappkan bahwaa tingggi titik awall di atas perm mukaan lauut rata-rata (mean ( sea leevel) sebagaai tinggi di atas ellipsoid referennsi. Permukkaan laut ratta ini diangg gap sebagai permukaann geoid, sehinngga tinggi di atas perm mukaan lautt rata-rata dianggap d sebbagai tinggii di atas geo oid atau tinggi ortom metrik (H). Jadi pada titik t awal yaang disebutt juga titik ddatum berlak ku :
Kareena (L,B) merupakan m reepresentasi dari arah zeenit geodetiik yang merrupakan kebaalikan dari arah a gaya beerat normal,, dan (φ, λ) merupakann representasi dari arah zenit astroonomi yang merupakann kebalikan dari arah gaaya berat seesungguhnyya, maka pad da titik datum ditettapkan tidakk terdapat defleksi d verttikal. Begituu pula karenna tinggi ortom metrik di tittik datum diianggap sebbagai tinggi di atas ellippsoid, yang berarti perm mukaan ellippsoid referensi dianggaap berimpit dengan perm mukaan geooid, maka pada titik datum ditettapkan tidakk terdapat undulasi u geo oid. Jika kom mponen deffleksi arah utarau selattan diberi nootasi ξ, dan komponen timur-baratt adalah η, serta s undulaasi geoid ad dalah N, maka m di titikk datum berllaku :
Adannya defleksi vertikal paada suatu tittik mempun nyai akibat terhadap t azzimut dari titik terseebut ke titik lainnya. Jikka azimut astronomi ad dalah α dan azimut geoodetik adalah h A, dan zenit z dari titik tersebut ke titik lainnnya adalah h z, maka huubungan anttara azimut astroonomi dan azimut a geoddetik adalahh : α – A = η tg L + (ξ sin A – η cos A) coot z Sedaangkan hubuungan antarra tinggi orttometrik H dengan d tingggi di atas elllipsoid h adalaah: N=h–H Jadi jika pada tiitik datum berlaku b φ = L, λ = B maaka berlakuu pula α = A A. Karena tittik d meruppakan acuann dari penen ntuan posisi titik-titik llainnya dalaan awall atau titik datum suatuu jaringan geodetik, g maaka dari uraaian di atas dapat d disim mpulkan bahhwa penetap pan
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
7
posisi geodetik titik datum merupakan bagian dari penetapan datum geodetik. Lengkapnya penetapan atau pendefinisian datum geodetik ditentukan oleh 5 (lima) parameter, yaitu : 1. penetapan ellipsoid referensi yang digunakan, parameter a dan f, dan 2. penetapan besaran geodetik di titik datum Lo, Bo dan ho atau xo,ho, dan No.
1-2 Datum Untuk pekerjaan geodesi, selain ellipsoid referensi, masih juga diperlukan suatu datum yang mendefinisikan sistem koordinat. Datum, secara umum, merupakan besaranbesaran atau konstanta-konstanta (quantities) yang dapat bertindak sebagai referensi atau dasar (basis) untuk hitungan-hitungan besaran-besaran lain. Sedangkan datum geodesi merupakan sekumpulan konstanta yang digunakan untuk mendefinisikan sistem koordinat yang digunakan untuk kontrol geodesi (sebagai contoh untuk keperluan penentuan hitungan koordinat-koordinat titik-titik di permukaan bumi). Untuk mendefinisikan datum geodesi yang lengkap, paling sedikit diperlukan delapan besaran : tiga konstanta (Xo, Yo, Zo) untuk mendefinisikan titik awal sistem koordinat, tiga besaran untuk menentukan arah sistem koordinat, dan dua besaran lainnya (setengah sumbu panjang (a), dan pegepengan (f) untuk mendefinisikan dimensi ellipsoid yang digunakannya. Meskipun demikian, sebelum datum geosentrik ini digunakan seperti pada saat ini, datum geodesi didefinisikan oleh lima besaran saja : koordinat titik awal (bujur lintang), sudut azimuth dari titik awal ini (α), dan dua besaran yang mendefinisikan ellipsoid referensi yang digunakan (setengah sumbu panjang (a), dan pegepengan (f) ellipsoid) [Rockville86]. Datum Lokal Datum lokal adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid lokal (relatif tidak luas) yang dipetakan – datumnya menggunakan ellipsoid lokal. Pada masa yang telah lalu (18621880), indonesia telah melakukan penentuan posisi di Pulau Jawa dengan metode triangulasi. Penentuan posisi ini menggunakan ellipsoid Bessel 1841 sebagai ellipsoid referensi, meridian Jakarta (Batavia) sebagai meridian nol, dan titik awal (lintang) beserta sudut azimuthnya diambil dari titik triangulasi di Puncak gunung Genoek. Karena itu, kemudian datum geodesi ini dikenal sebagai datum Genoek. Sementara itu pada 1911, pengukuran jaring triangulasi di Pulau Sulawesi dimulai. Ellipsoid yang digunakan adalah juga Bessel 1841, meridian yang melalui kota Makassar dianggap sebagai meredian nol, dan titik awal beserta sudut azimuthnya ditentukan dari titik triangulasi di gunung Moncong Lowe. Kemudian dikenal sebagai datum Makassar (Celebes). Pada awal 1970-an, untuk keperluan pemetaan rupa bumi pulau Sumatera, BAKUSORTANAL menggunakan datum baru, Datum Indonesia 1974 (Padang). Datum ini menggunakan ellipsoid GRS-67 (a = 6 378 1600,00; 1/f = 298,247) yang diberi nama SNI (Speroid Nasional Indonesia). Untuk menentukan orientasi SNI di dalam ruang, ditetapkan suatu datum relatif dengan eksentris (stasiun Doppler) BP-A (1884) di Padang sebagai titik datum SNI [Subarya95].
=============================================
hal ke
8
Sejalan dengan perjalanan waktu dan karena faktor-faktor : (1) datum lama memiliki ketelitian yang belum homogen jika digunakan untuk survey dan pemetaan, (2) teknologi penentuan posisi dengan satelit telah terbuka untuk geodesi yang baru sebagai acuan untuk semua kegiatan survey dan pemetaan di wilayah Indonesia, maka pada tahun 1996 ditetapkan penggunaan datum baru, DGN-95, untuk seluruh kegiatan survey dan pemetaan di wilayah Republik Indonesia yang dituangkan di dalam surat keputusan ketua Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional dengan nomor HK.02.04/II/KA/96 [Bako96]. Datum baru ini, DGN-95, memiliki parameter-parameter ellipsoid a= 6 378 137,00 dan 1/f = 298.257223563. Sementara realisasi kerangka dasarnya di lapangan diwakili oleh Jaring Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) Orde Nol beserta kerangka perapatannya. Beberapa datum lokal lain yang pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah datum Bukit Rimpah (untuk kepulauan Bangka, Belitung dan sekitarnya) dan datum Gunung Segara (Pulau Kalimantan dan sekitarnya). Sedangkan beberapa datum lokal yang digunakan di negara lain adalah Kertau 1948 (Malaysia bagian barat dan Singapura), Hutzushan (Taiwan), Luzon (Filipina), Indian (India, Nepal dan Bangladesh). Datum Regional Datum regional adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensiyang dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid untuk area yang relatif luas (regional). Datumnya menggunakan ellipsoid regional. Datum ini digunakan bersama mulai dari beberapa negara yang berdekatan hingga negara-negara yang terletak di dalam satu benua yang sama. Indian adalah salah satu datum regional yang digunakan bersama oleh tiga negara. Contoh lain adalah datum Amerika Utara 1983 (NAD83) yang digunakan bersama oleh negara-negara yang terletak di benua Amerika bagian utara, European Datum 1989 (ED89) yang digunakan bersama oleh negaranegara yang terletak di Benua Eropa dan Australian Geodetic Datum 1998 (AAGD98) yang digunakan bersama oleh negara-negara yang terletak di benua Australia. Baik karena masalah penggunaan datum-datum yang berbeda pada negara-negara (area) yang bersebelahan (sebagai contoh adalah mengenai masalah penentuan batas-batas wilayah perairan atau daratan suatu negara dengan tetangga-tetangganya) maupun karena perkembangan teknologi penentuan posisi itu sendiri yang mengalami kemajuan yang pesat, penggunaan datum mengarah pada globalisasi. Penggunaan datum global sebagai pengganti datum lokal dan atau regional Datum Global Datum global adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid untuk seluruh permukaan bumi. Datumnya menggunakan ellipsoid global. Datum- datum global yang pertama adalah WGS60, WGS66 dan WGS72. walaupun datum terakhir ini masuhdapat memenuhi beberapa kebutuhan aplikasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) sebagai pengembangnya, datum ini masih memiliki beberapa kelemahan yang menghalangi kelangsungan penggunaannya. Oleh karena itu, pada awal 1984 DoD segera mempublikasikan penggantian datum WGS72 oleh datum WGS84. Datum WGS84 yang dikembangkan oleh DMA (Defense Mapping Agency) ini mempresentasikan pemodelan bumi dari standpoint gravitasional (gaya berat bumi yang bersifat fisis), geodetik dan geometrik dengan menggunakan data-data, teknik dan
=============================================
hal ke
9
teknoologi yang sudah ada pada p saat ituu. Datum ini merupakann sistem terrestrial konvvensional (C CTS) yang direalisasika d an dengan memodifika m asi sistem saatelit navigaasi angkkatan laut am merika Serikkat (NNSS)), atau sistem m TRANSIIT, referencee frame millik Dopppler (NSWC C 9Z-2) unttuk titik awaal (origin) dan d skala. Meridian M refferensinya (n nol) diim mpit dengan meridian nool BIH (Burreau Internaational de I’’Heure) padda saat itu [Dm ma93]. Selainn itu, beberaapa parameter atau kon nstanta yangg terdapat ppada datum global WGS84 ini diperoleeh dengan caara mengad dopsi konstaanta-konstannta yang sud dah ada pada p GRS’880. Dem mikian pentinngnya datum m global WGS’84 W ini hingga h GPS S pun mengggunakannyaa sebaagai datum untuk u menenntukan posiisi-posisi tig ga dimensi dari d target-ttarget yang ditenntukan. Parrameter & konstanta k daatum Globall WGS84 diisajikan padda Tabel 1-2 2.
um Horizon ntal Datu Ellippsoid referennsi paling sering digunnakan sebag gai bidang reeferensi unttuk penentuan posissi horizontaal (lintang dan d bujur). Oleh O karenaa itu, datumnnya sering ppula disebutt sebaagai datum horizontal. h K Koordinat p posisi horizo ontal ini besserta tingginnya di atas perm mukaan ellippsoid dapat dikonversikkan ke sistem koordinaat kartesian 3D yang menggacu pada sumbu-sumb s bu ellipsoidd yang bersaangkutan. Di D masa laluu, tidak mud dah untuuk merealisaasikan sistem m geosentrikk (mengacu u pada pusatt bumi), sehhingga keceenderungan berada padaa penggunaaan datum lo okal atau reggional. Saatt ini, dengan n kemaajuan teknoologi, kecennderungan berada pada penggunaann datum horrizontal geossentrik yangg global seperti WGS844 sebagai peengganti dattum lokal attau regional. um Vertikaal Datu Untuuk mempressentasikan informasi keetinggian attau kedalam man, sering ddigunakan datum m yang berbbeda. Pada peta laut um mumnya dig gunakan suaatu bidang ppermukaan air renddah (chart daatum) sebaggai bidang referensi, sehingga nilai-nilai kedaalaman yang g dipreesentasikan oleh peta laaut ini menggacu pada pasut p rendahh (low tide) [Djunar20]]. Saat ini ada bannyak bidangg vertikal yaang dijadikaan sebagai chart datum,, misalnya: MLL LW (Mean Lower L Low w Water), LL LWLT (Low west Low Water W Large Tide), LLW WST (Low west Low Water W Springg Tide), dann LAT (Low west Astronoomical Tidee). Perbedaaan bidanng vertikal yang digunnakan sebagaai chart datu um ini akann menyebabbkan perbedaan nilai-nilai yang direpresenttasikan olehh peta-peta laut l yang beersangkutann, selain pad da giliraannya juga akan berpenngaruh padaa penentuan n atau penarrikan batas-batas perairran negaara-negara yang y bersebelahan.
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
10
BAH HAN AJA AR PEME ETAAN SUMBER S RDAYA HAYATI H L LAUT
POKOK K BAH HASAN N2
KER RANG GKA A DASAR R PEM META AAN N
TIK K: Mahasisswa mampu menjelasskan pengertian keran ngka dasarr pemetaan n dan peengadaann nya
OLEH
HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT MUH STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
11
Bab 2 Kerangka Dasar 2-1 Jaring Kontrol Horizontal Kegiatan penentuan posisi secara sistematik di Indonesia telah dimulai lebih dari seratus tahun yang lalu yang dilakukan untuk keperluan kontrol posisi horizontal bagi pemetaan. Pulau Jawa yang mempunyai penduduk paling padat mendapat prioritas utama. Kegiatan geodetik tersebut merupakan pengadaan jaringan triangulasi primer yang dimulai tahun 1862 dan selesai tahun 1880. Titik awal atau lebih lazim disebut titik datum yang digunakan untuk menghitung jaringan triangulasi adalah titik P.520 sebuah titik triangulasi di Gunung Genuk, Jawa Tengah. Bidang hitungan yang digunakan adalah permukaan ellipsoid Bessel 1841 yang mempunyai sumbu panjang a = 6.377.397 m dan pegepengan f = 1/298,15. Di titik P.520 dilakukan pengukuran lintang astronomi (λ) dan azimut astronomi (α) ke titik triangulasi lain. Hasil pengukuran lintang astronomi di P.520 ditetapkan sebagai lintang geodetik (L) di titik tersebut. Dengan penetapan lintang astronomi di P.520 sebagai lintang geodetik, berarti ditetapkan pula komponen defleksi vertikal pada meredian (Utara-Selatan), yaitu ξ = 0. Sedangkan bujur geodetik (B) di P.520 ditentukan berdasarkan hasil pengukuran bujur astronomi di titik P.126, Jakarta, yang ditetapkan sebagai bujur geodetik. Titik triangulasi dimana di lakukan pengukuran astronomi, seperti P.126 dan P.520 disebut titik Laplace. Dengan menetapkan azimut astronomi dari P.126 ke titik lainnya sebagai azimut geodetik dilakukan hitungan triangulasi dari P.126 ke titik P.520, sehingga didapatkan bujur geodetik titik P.520, dan azimut geodetik (A) dari titik P.520 ke titik triangulasi lainnya yang telah ditentukan azimut astronominya. Dengan menggunakan selisih bujur astronomi dan azimut geodetik di P.520 dapat ditentukan komponen defleksi vertikal pada paralel (Timur-Barat), yaitu η = +11” [Schepers & Schulte, 1931]. Tinggi P.520 di atas permukaan laut rata-rata ditetapkan sebagai tinggi di atas ellipsoid, yang merupakan tinggi geodetik (h). Dengan menganggap permukaan laut rata-rata sebagai geoid, maka tinggi di atas permukaan laut dianggap sebagai tinggi ortometrik (H). Dengan menetapkan h = H di P.520, berarti permukaan geoid ellipsoid berimpit dengan permukaan geoid di P.520 atau dengan perkataan lain undulasi geoid, yaitu N = 0. Pendefinisian datum pada jaringan triangulasi di Pulau Jawa adalah : 1. Bidang hitungan adalah permukaan ellipsoid Bessel 1841 yang mempunyai parameter sebagai berikut: a = 6.377.397 meter, dan f = 1/298,15 2. Titik datum adalah P.520 di Gunung Genuk yang mempunyai besaran geodetik : ξ=0 η = +11” N=0 Lima besaran a,f,ξ,η dan N merupakan parameter yang menetapkan datum. Karena ξ,η dan N masing-masing merupakan hasil dari penetapan lintang dan bujur geodetik serta tinggi di atas ellipsiod di titik datum, maka lima besaran tersebut dapat pula diganti
=============================================
hal ke
12
dengan a,f,L,B dan h. Jaringan triangulasi ini dilanjutkan ke Sumatera, yang berarti masing-masing sistem mempunyai datum sendiri-sendiri. Sistem tersebut adalah sistem Sumatera Barat, sistem Sumatera Timur dan sistem Sumatera Selatan. Masing-masing sistem menggunakan ellipsoid Bessel 1841 sebagai bidang hitungan. Pada tahun 1931 dilakukan hitungan ulang yang bertujuan menyatukan ketiga sistem tersebut dengan sistem Jawa dan Nusa Tenggara. Untuk keperluan itu ditetapkan beberapa titik triangulasi sebagai titik Laplace yang diperlukan untuk kontrol arah dan juga beberapa jaringan basis sebagai kontrol jarak dalam perhitungan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh badan internasional, yaitu the Bureau Internationale des Poids et Measures yang berkedudukan di Prancis menghasilkan bahwa basis yang diukur mulai tahun 1872 di Semplak hingga pengukuran basis di Padang pada tahun 1927 mempunyai kesalahan relatif kurang dari 1 x 10-6 dari panjang basis. Kesalahan ini dapat diabaikan bagi keperluan pemetaan topografi berskala 1 : 50000. Jaringan triangulasi Bangka dimulai pada tahun 1917. Pada akhir tahun 1938 triangulasi Bangka dihubungkan dengan sistem Malaya (sekarang semenanjung Malaysia) melalui triangulasi Riau dan Lingga [Schepers,1939]. Pada saat perang dunia II tidak ada kegiatan penting yang dapat dicatat. Pada tahun 1960 pengukuran jaringan triangulasi dilanjutkan hingga Pulau Flores oleh Dinas Geodesi, Direktorat Topografi Angkatan darat, Republik Indonesia, dan dihitung dalam sistem Genuk [Soenarjo, 1962]. Melalui beberapa tahapan pengembangan organisasi pemetaan di Indonesia yang berlangsung setelah Proklamasi Kemerdekaan , pada tahun 1969 Presiden Republik Indonesia membentuk Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional dengan singkatan BAKOSURTANAL [Asmoro,1980]. Fungsi pokok organisasi ini adalah memberi nasihat kepada Presiden Republik Indonesia mengenai hal-hal yang berkaitan dengan survai sumberdaya alam dan pemetaan wilayah Indonesia. Selain itu BAKOSURTANAL bertanggung jawab atas pengadaan peta topografi sebagai peta dasar nasional termasuk topografi dasar laut, pengukuran batas dengan negara tetangga baik di daerah daratan atau lautan, dan melakukan koordinasi survai hidrografi dan pemetaan laut [BAKOSURTANAL, 1980]. Beberapa keputusan penting yang dilakukan BAKOSURTANAL adalah penetapan Sferoid Nasional Indonesia (SNI) sebagai bidang hitungan kontrol horizontal. Parameter Ellipsoid Referensi 1967, yaitu a = 6.378.160 m dan f = 1/298,247 ditetapkan sebagai parameter SNI. Sebuah titik jaringan kontrol horizontal yang ditentukan dengan teknik Doppler di Padang ditetapkan sebagai titik datum. Ketetapan tentang SNI dan titik datum merupakan ketetapan berlakunya sistem geodetik baru di Indonesia [Rais, 1975]. Sistem ini kemudian dikenal dengan Datum Indonesia 1974 yang disingkat menjadi DI-1974 [Rais, 1979]. Adapun posisi geodetik titik datum dalam DI-1974 adalah : L = 00˚ 56’ 38,414” B = 100˚ 22’ 08,804” h = + 3,912 m Pada tahun 1989, BAKUSORTANAL mulai menyelenggarakan jaringan kontrol horizontal untuk keperluan pemantauan gerak kerak bumi di Sumatera dengan
=============================================
hal ke
13
melakukan pengamatan satelit NAVSTAR-GPS (Navigation System using Time And Ranging – Global Positioning System). Tahun 1992 jaringan diperluas ke bagian timur Indonesia hingga ke Irian Jaya. Jaringan ini kemudian dikenal dengan Zeroth Order Geodetic Network in Indonesia (ZOGNI) yaitu suatu jaringan kontrol horizontal teliti yang homogen [BAKUSORTANAL, 1995]. Posisi titik dalam jaringan ini dalam ellipsoid World Geodetic System 1984 (WGS 84), sehingga untuk pemetaan dan keperluan praktis lainnya di Indonesia, data posisi ini harus terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam DI (Datum Indonesia) – 1974. Adapun pusat WGS 84 berimpit dengan pusat bumi dan mempunyai parameter a = 6.378.137 m, dan f = 1/298,257.
2-2 Jaring Kontrol Vertikal Pengukuran sipat datar yang dapat diselenggarakan hingga beberapa tahun sebelum Perang Dunia II telah, telah menghasilkan jalur sipat datar sepanjang 4500 km dengan jumlah titik tinggi sebanyak 2083 buah dimana sebagian besar jalur pengukuran melalui daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebagai acuan tinggi adalah permukaan laut ratarata yang diamati di Tanjung Priok pada tahun 1926, dan dikenal dengan datum Priok. Pengukuran sipat datar yang dilakukan di luar Pulau Jawa, terdapat di Sulawesi Selatan sepanjang 418 km pada tahun 1928, Minahasa (Sulawesi Utara) sepanjang 182 km pada tahun 1925 dan Pulau Bangka sepanjang 993 km pada tahun 1930. akibat Perang Dunia II sebagian besar titik tinggi menjadi rusak. Mulai tahun 1956 hingga tahun 1958, Direktorat Topografi Angkatan Darat melakukan pemeriksaan keadaan titik tinggi jaringan sipat datar di Pulau Jawa dan melakukan pengukuran sipat datar tingkat dua sepanjang 900 km dan membangun 180 titik tinggi baru [Mira, 1980]. Pada tahun 1980 BAKUSORTANAL mulai melakukan jaringan kontrol vertikal baru. Pengukuran tingkat satu dilakukan di Pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok, sedangkan di Pulau Sumatera dan Kalimantan dilakukan pengadaan jaringan tingkat dua. Karena jaringan sipat datar satu pulau tidak dapat dihubungkan dengan jaringan sipat datar pulau lainnya, sesuai dengan kesepakatan pada Lokakarya yang diselenggarakan oleh BAKUSORTANAL bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung, maka ditetapkan bahwa masing-masing pulau mempunyai acuan atau datum tinggi sendiri-sendiri. Dari International Conference on Geodetic Aspect of the Law of the Sea (GALOS) di Denpasar, dilahirkan resolusi, tentang pentingnya penentuan garis pantai untuk keperluan penetapan batas. Konferensi ini juga menghimbau IAG untuk bersama-sama dengan organisasi internasional lain yang terkait agar membicarakan suatu datum tinggi yang bersifat global, dan melakukan penelitian tentang pendefinisian datum tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan sangat berkepentingan dengan resolusi ini. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan menyatukan datum tinggi yang beragam di Indonesia, sehingga dapat ditentukan satu datum tinggi yang tunggal. Penyatuan datum tinggi dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran GPS pada beberapa titik tinggi atau stasiun pusat yang terkait dengan jaringan sipat datar di setiap pulau, disamping diperlukan pula data medan gaya berat bumi terutama geoid [Kahar, 1995]. Perlu ditekankan bahwa pada penggunaan GPS dalam penentuan tinggi, untuk dapat mentransformasikan tinggi ellipsoid yang diberikan GPS ke tinggi orthometrik yang punya arti fisik dan umum digunakan sehari-hari, diperlukan informasi tentang undulasi geoid, yaitu ketinggian geoid di atas permukaan ellipsoid.
=============================================
hal ke
14
=============================================
hal ke
15
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
POKOK K BAH HASAN N3
PEN NENT TUAN N PO OSISII TIK: Mahasiswa M mampu meenentukan posisi untu uk akurasi tertentu
OLEH
HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT MUH STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
16
Bab 3 Penentuan Posisi 3-1 Posisi Titik Tunggal Posisi dari titik-titik objek yang perlu ditampilkan pada peta, biasa diperoleh dari kegiatan pemetaan detail. Pada sta tertentu di jaringan poligon, teodolit ditempatkan pada BM yang fix kemudian sejumlah titik detail disekitarnya di ukur jarak dan sudutnya untuk dapat mewakili gambaran detail situasi lokasi itu (Gambar 3-1)
Gambar 3-1. Pengambilan titik detail Yang dimaksud dengan penentuan posisi titik tunggal di sini adalah penentuan posisi satu titik dari titik yang sudah diketahui koordinatnya Metode Penentuan Posisi Titik Tunggal, ada 3 (tiga): 1) Metode polar (kompas+pita ukur, EDM+ teodolit, TS) 2) Metode perpotongan ke muka (2 teodolit / 2 kompas) 3) Metode perpotongan ke belakang (prinsip GPS)
Um
A 1)
B
D
P
A
B
C
A
2)
B
3) Gambar 3-2. Penentuan posisi titik tunggal
=============================================
hal ke
17
Metode Polar Data yang diperlukan: - diketahui/ditetapkan koordinat A: XA, YA - diukur: jarak AB (dAB) dan sudut jurusan AB (αAB)
B
Um αAB
d A
A
Gambar 3-3. Metode Polar Hitungan Metode Polar Untuk mendapatkan Koordinat B: XB = XA + ΔXAB XB = XA + dAB. sin αAB YB = YA + ΔYAB YB = YA + dAB. cos αAB Hitungan metode perpotongan ke muka, lebih mudah diselesaikan dengan tabel. titik A B
X
P
SUDUT DAN JARAK ΔPAB=α =
Y 1000 1000 750 750 ?
?
XB
750
XA DX DEG
YB
750
1000
YA
1000
-250
DY
-250
0.0
50.0000
MIN 50
SEC 0
DEC
ΔABP=β =
40
29
20.0
40.4889
(α + β) =
90
29
20.0
90.4889
{ 180 − (α + β)} = γ =
89
30
40.0
89.5111
α ΑΒ = ARCTAN DX/DY=
45
0
0.0
45.0000
=============================================
hal ke
18
α ΑΒ = ARCTAN DX/DY=
225
0
0.0
225.0000
α AP = α ΑΒ − α =
175
0
0.0
175.0000
α BP = α ΑΒ + β − 180 =
85
29
20.0
85.4889
dAB = DX / SIN α AB=
353.5534
dAB = DX / COS α AB=
353.5534
YP
771.3
2
2
dAB = ( (DX) + v (DY) )
0.5=
353.5534
dAB =
353.5534
dAB / SIN γ = m =
353.5663
dAP = m SIN β =
229.5708
dBP = m SIN α =
270.8475
XP
1020.0
3-2 Poligon Poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal banyak titik, dimana titik satu dan lainnya dihubungkan oleh pengukuran sudut dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik. Poligon terbagi menjadi: poligon terbuka, tertutup, bercabang atau kombinasinya. Geometri poligon terbuka dapat dilihat pada ilustrasi berikut:
1
Um
β3
β1
3
5
αA1 β2 dA1
d12
β4 d23
2
d45
d34
4
Titik A adalah titik referensi yang biasanya telah diketahui atau ditetapkan koordinatnya. Dititik ini kemudian alat ukur disetting nol ke arah utara (Um) dan kemudian teropong alat diarahkan ke target 1 sehingga diperoleh sudut jurusan A1. Dengan pengamatan benang silang atau metode lain, jarak dA kemudian dapat diukur. Selanjutnya alat ukur dapat berpindah ke titik 1, mengukur sudut β1, jarak d12 dan seterusnya. Syarat-syarat untuk sebuah poligon adalah: 1) Syarat geometrik absis, 2) Syarat geometrik ordinat, 3) Syarat geometrik sudut jurusan
=============================================
hal ke
19
β3
β1 Um
αAB
4
B dAB
2
β2 dB1
A
β4
d12
d34
d23
1
3
1) SYARAT GEOMETRIK ABSIS X1 = XB + dB1 . sin αB1 X2 = XB + dB1 . sin αB1 + d12 . sin α12 X3 = XB + dB1 . sin αB1 + d12 . sin α12 + d23 . sin α23 X4 = XB + dB1 . sin αB1 + d12 . sin α12 + d23 . sin α23 + d34 . sin α34 X4 - XB = dB1 . sin αB1 + d12 . sin α12 + d23 . sin α23 + d34 . sin α34
X akhir - X awal = Σd i . sin α i 2) SYARAT GEOMETRIK ORDINAT Y1 = YB + dB1 . cos αB1 Y2 = YB + dB1 . cos αB1 + d12 . cos α12 Y3 = YB + dB1 . cos αB1 + d12 . cos α12 + d23 . cos α23 Y4 = YB + dB1 . cos αB1 + d12 . cos α12 + d23 . cos α23 + d34 . cos α34 Y4 - YB = dB1 . cos αB1 + d12 . cos α12 + d23 . cos α23 + d34 . cos α34
Y akhir - Y awal = Σd i . cos α i 3) SYARAT GEOMETRIK SUDUT JURUSAN αB1 = αAB + β1 -180 α12 = αB1 + β2 -180 = αAB + β1 + β2 – 2 .180 α23 = α12 + β3 -180 α34 = α23 + β4 -180 = αAB + β1 + β2 + β3 + β4 – 4. 180 α34 - αAB = β1 + β2 + β3 + β4 – 4. 180
αAB αB1
α akhir - α awal = Σβ i – k.180
δ
β1 B dAB
1
A =============================================
hal ke
20
3-3 Sipat Dattar Mennyipat datar (levelling) adalah prosses penguku uran dimanaa beda tingggi antara duaa atau lebihh titik dapatt ditentukann (Gambar 3-4 3 dan 3-5)),
Gambar 3-4 4
Gambar 3-5 5 tahappan pekerjaaannya: 1) mengidentifik m kasi adanyaa kesalahan kolimasi paada alat 2) memulai m dann mengakhirri pengukuraan pada BM M (BM awall atau BM aakhir), 3) uppayakan jarak bacaan muka m dan beelakang sam ma 4) uppayakan jarak bidik penndekt (norm malnya < 50 0m), 5) jaangan membbaca rambu di bawah nilai n 0.5m (p proses refrakksi), 6) piilih titik sem mentara yanng stabil, dann dikenali dengan d baikk Elevvasi infrastruuktur di darratan mengaacu ke perm mukaan laut rata-rata r /M Mean Sea Leevel (MSL). MSL didapatkan d d hasil peengamatan kondisi dari k mukka air laut seelama minim mal p di pelaabuhan, sebbagainya, 15 piantan. Unttuk fasilitass di laut sepeerti kolam putar elevaasinya menggacu pada air a surut tereendah / Low west Water Spring S (LW WS) yang nilainya diperolleh dari anallisis harmonnik data passang surut. Di D area survvei harus diadaakan benchmark /BM nol (Contohh Gambar 3-6), 3 yang leetaknya harrus sedekat munngkin dengann pile tidal, dan
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
21
Gambar 3-6 6 elevaasinya cukuup tinggi sehhingga tidakk terendam air pasang tertinggi. t P Pengukuran n sipatt datar dilakkukan untukk mengikat BM B ke pile tidal sehinggga elevasi acuan dapaat di catatt (Gambar 3-7) 3
Gambar 3-7 7 Kesaalahan penuutup adalah besarnya peerbedaan an ntara beda tiinggi terukuur (ΔHuk) denggan beda tinnggi yang diketahui d daari BM awall dan akhir (ΔHdik) ( : Kesalaahan penuttup = ΔHdiik - ΔHuk
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
22
Olehh karena adaanya akumuulasi kesalahhan, biasa teerjadi kesalahan penutuup yang nilaainya kecill. Kesalahaan kecil ini dapat d dirataakan namun n bila kesalaahan tersebuut besar, loop op penggukuran (ataau bagiannyya) harus diuulangi. Kessalahan pennutup dapat jjuga terjadii oleh karenna kesalahaan dokumenntasi level BM B dan ketidakstabilann letak BM. Besarnya nilai kesaalahan penuttup yang daapat diterimaa bergantun ng pada akuurasi yang inngin diperolleh. Untuuk pekerjaann sipat datarr yang rutinn, kesalahan n penutup addalah: kesaalahan pen nutup ≤ 12 √ k mm, dim mana k adaalah panjanggnya loop daalam km. Di seetiap pekerjjaan sipat daatar, proseddur yang selalu harus diilakukan addalah: tahapaan penggamatan, tahhapan pencaatatan (Gam mbar 3-8) daan tahapan mereduksi m kkesalahan (Gam mbar 3-9).
Gambar 3-8 8
Gambar 3-9 9
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
23
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
POKOK K BAH HASAN N4
IN NTE ERPO OLAS SI TIK K: Mahasiiswa mamp pu menerap pkan metod de interpolaasi untuk p penentuan nilai n titik
OLEH
MUH HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
24
Baab 4 Interp polasi Interrpolasi spasial adalah prosedur p unttuk mengestimasi nilai suatu besarran pada titiik yangg tidak diam mati yang maasih berada dalam caku upan data pengamatan yang ada. Alassan untuk menerima m nillai interpolaasi adalah bahwa titik pengamatan p n yang saling g berddekatan secaara ruang ceenderung unntuk memiliki nilai yanng hampir saama dibanndingkan deengan titik yang y berjauuhan. Kegu unaan interppolasi antaraa lain: - unttuk penyajiaan informassi kontur - unttuk menghittung nilai suuatu permukkaan pada tiitik tertentuu Sebaaran nilai daalam suatu dimensi d ruaang dapat dihasilkan meelalui dua taahapan. Tahap pertaama, metode interpolassi titik digunnakan untuk k mengestim masi nilai dii suatu nodee yangg merupakann pertemuann grid. Kem mudian ditarrik garis unntuk menghuubungkan seetiap nodee yang berniilai sama. Ada A banyakk metode intterpolasi, beeberapa mettode bersifaat global dan lainnnya lokal. Metode M globbal menggun nakan semuua nilai yangg diketahui untuuk mengestim masi nilai yang y belum diketahui, sementara s m metode lokaal hanya meneentukan suaatu nilai titikk dari nilai tetangga terrdekat.
4-1 Metode Innverse Disttance Weighted (IDW W) Metoode inverse--distance weighted w adaalah salah saatu metode interpolasi yang cukup p muddah untuk diimengerti daan dibuat prrogramnya. Metode inni cukup akuurat untuk berbagai kondissi hitungan. Nilai besarran di suatu u titik dapat dicari denggan pendekaatan berikkut:
Pi addalah nilai besaran b di tiitik i; Pjadaalah nilai di lokasi samppel j; Dij addalah jarak dari d i ke j; Gadalah baanyaknya lookasi sampeel; dan n adaalah bobot kebalikan k jaarak. Nilai ndappat ditetapkaan sebarangg. Untuk meenginterpolaasi curah huujan biasa diipakai nilai 1.65 dan 2, 2 sementarra untuk inteerpolasi nilaai tekanan di d sumur miinyak biasa digunakan nilai 4 hinngga 8. Conttoh penggunnaan metodde IDW dapaat disimak dari d kasus berikut: b
dari gambar dikketahui nilaii di A adalahh 4, B=11, C=7. C Jarakk titik A ke X adalah 8 satuaan, B ke X = 3 dan C ke k X = 12. Kita K akan menduga m nilaai X dengann menggunaakan
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
25
formula IDW, dimana:
dalam kasus ini bila n =0.5 maka diperoleh X ≈8.0 bila n =1 maka diperoleh X ≈8.8 bila n =2 maka diperoleh X ≈10 bila n =8 maka diperoleh X ≈11
4-2 Metode Kriging Metode kriging dikembangkan oleh Georges Matheron, dalam "theory of regionalized variables", dan D.G. Krige sebagai metode optimasi interpolasi dalam industri pertambangan. Dasar dari teknik ini adalah perubahan variansi antar titik dalam ruang yang diekspresikan dalam bentuk variogram. Menentukan variogram Data masukan untuk kriging biasanya adalah sampel titik yang tidak menyebar merata. Untuk menghitung variogram harus diketahui seberapa besar variansi meningkat berdasarkan jarak. Caranya adalah dengan membagi jarak menjadi sejumlah interval diskret, misal 10 interval pada jarak 0 dan jarak maksimum pada area studi. Untuk setiap pasangan titik, jarak dihitung dan perbedaannya di kuadratkan. Tentukan setiap pasangan nilai ke salah satu kisaran jarak, dan akumulasikan variansi total setiap kisaran. Setelah pasangan nilai tersebut digunakan, hitung variansi rata-rata di setiap interval jarak. Plot nilai tersebut pada jarak tengah setiap interval dan estimasi nilai lainnya. Sekali variogram dibuat, ia dapat digunakan untuk mengestimasi bobot untuk nilai interpolasi. Nilai interpolasi diperoleh dari sejumlah titik yang nilai bobotnya diketahui dimana bobot tersebut bergantung pada jarak antara titik interpolasi dengan titik yang diketahui nilainya. Bobot dipilih sedemikian rupa sehingga estimasi nilai tidak bias dan variansinya minimum. Masalah yang sering muncul dengan metode ini adalah kompleksnya estimasi variogram bila ukuran datanya besar.
=============================================
hal ke
26
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
POKOK K BAH HASAN N5
T NSFO TRAN ORM MASI KOO ORD DINA AT TIK: Mah hasiswa maampu melak kukan tran nsformasi antar a sistem m koordina at
OLEH
MUH HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
27
Bab 5 Transformasi Koordinat 5-1 Komponen Transformasi Koordinat Transformasi koordinat adalah konversi dari satu sistem koordinat (x, y) ke sistem koordinat yang lain (x’, y’). Ada 3 macam komponen transformasi: 1) translasi sumbu, yang memindahkan titik asal, 2) skala dan, 3) rotasi sumbu, putaran salib sumbu pada titik asal
5-1-1 Translasi Perhatikan Gambar 5.1. Salib sumbu x, y akan ditranslasikan ke salib sumbu x’,y’ sehingga diperoleh hubungan :
x' = x ± dx , dan y' = y ± dy
Gambar 5-1 5-1-2 Skala Misalkan ada dua titik A, B yang menjadi sekutu pada dua sistem koordinat, pada sistem pertama titik-titik tersebut menghubungkan garis AB dan pada titik kedua menghubungkan garis ab. Jika AB ≠ ab maka untuk konversi koordinat sistem yang satu ke yang lainnya harus digunakan faktor skala m = ab / AB atau dapat dinyatakan bahwa :
m = ab / AB , atau x' = m.x dan y' = m.y
=============================================
hal ke
28
5-1-3 Rotasi Perhatikan Gambar 5.2 Diasumsikan titik sumbu kedua sistem adalah sama yaitu O, akan tetapi sumbu koordinat telah diputar sebesar sudut θ, sedemikian sehingga OX menjadi OX’.
Gambar 5-2 Misalkan rotasi yang terjadi searah dengan jarum jam : bila x = R sin θ y = R cos θ sudut AOY = α sudut AOY’ = θ maka, tinjau kembali trigonometri: sin (θ - α) = sin θ . cos α - cos θ . sin α cos (θ -α) = cos θ . cos α + sin θ . sin α sehingga x’ = R sin θ . cos α - R cos θ . sin α y’ = R sin θ . cos α + R cos θ . sin α sehingga x’ = x . cos α - y . sin α y’ = y . cos α + x . sin α Apabila rotasi sumbu berlawanan dengan arah jarum jam, tanda yang digunakan adalah kebalikan dari persamaan di atas.
=============================================
hal ke
29
5-1-4 Transformasi koordinat melibatkan ketiga macam aspek Umumnya transformasi melibatkan rotasi, skala dan translasi titik sumbu. Sudah menjadi kesepakatan untuk menempatkan ketiga macam transformasi tersebut dalam derajat yang sama. Bila diasumsikan rotasi searah jarum jam, transformasi koordinat sebagai akibat rotasi dan skala adalah: x’ = m . x . cos α - m . y . sin α y’ = m . y . cos α + m . x . sin α Ada kesepakatan dalam dunia survai, untuk menggunakan P = m. sin α dan Q = m cos α, sehingga dengan melakukan subtitusi diperoleh: x’ = Q x - P y y’ = Q y + P x Oleh karena titik sumbu telah diputar, dan skala disesuaikan dengan sistem kedua, maka pada akhirnya dilakukan pula translasi sehingga formula transformasi koordinat menjadi: x’ = Q x - P y ± dx y’ = Q y + P x ± dy Notasi yang lebih sederhana dan umum digunakan adalah: u = ax - by + C1 v = bx + ay + C2 dengan a,b merupakan skala dan rotasi, C1 dan C2 merupakan faktor translasi untuk x dan y.
5-1-5 Aplikasi transformasi koordinat pada perangkat lunak komersil Perangkat lunak yang di tinjau adalah Idrisi for Windows. Perangkat lunak ini memiliki 3 pilihan transformasi koordinat, yaitu linier, kuadratik dan kubik. Formulasi dan contoh hasil untuk masing-masing pilihan tersebut adalah sebagai berikut: linier, formulasi matematiknya x' = a0 + a1x +a2y dan y' = b0 + b1x +b2y dimana x',y' adalah koordinat yang diprediksi dan x, y adalah koordinat yang diinput. Contoh hasil : Computed polynomial surface : Linear (based on 4 control points) Coefficient X Y b0 -7568.923797 1361.058482 b1 72.04464649 -1.6740789 b2 0.181667842 71.80013793 Formula shown is the back transformation (new to old). Old X Old Y New X New Y Residual 28 688 105.436317 -6.789247 omitted 141 749 106.991852 -5.936925 omitted 267 623 108.785179 -7.740868 0.159727 319 690 109.468826 -6.779464 omitted 476 577 111.737648 -8.325688 omitted 495 692 111.945717 -6.710078 0.14234 643 632 114.036194 -7.52288 omitted 726 680 115.136055 -6.848687 omitted 771 552 115.780151 -8.573575 0.37789 885 575 117.36541 -8.206741 0.360504 1002 585 118.960419 -8.038152 omitted Overall RMS = 0.282196
=============================================
hal ke
30
kuadratik, dengan formulasi matematik: x’ = a0 + a1 x + a2y + a3x2 + a4xy + a5 y2 y’ = b0 + b1 x + b2y + b3x2 + b4xy + b5 y2 dimana x',y' adalah koordinat yang diprediksi dan x, y adalah koordinat yang diinput. Contoh hasil : Resample : Summary of Transformation Computed polynomial surface : Quadratic (based on 7 control points) Coefficient X Y b0 -6152.704879 -499.8847614 b1 44.07823327 27.13583967 b2 -40.09710586 12.81383511 b3 0.151796662 -0.10494814 b4 0.818076137 0.643102958 b5 3.451502288 0.89043884 Note : Figures are carried internally to 20 significant figures. Formula shown is the back transformation (new to old). Control points used in the transformation : Old X Old Y New X New Y Residual ------------- -------------- -------------- --------28 688 105.436317 -6.789247 0.226826 141 749 106.991852 -5.936925 0.132185 267 623 108.785179 -7.740868 0.278155 319 690 109.468826 -6.779464 omitted 476 577 111.737648 -8.325688 omitted 495 692 111.945717 -6.710078 omitted 643 632 114.036194 -7.52288 0.103834 726 680 115.136055 -6.848687 0.107014 771 552 115.780151 -8.573575 0.295076 885 575 117.36541 -8.206741 0.322411 1002 585 118.960419 -8.038152 omitted Overall RMS = 0.226636
5-2 Transformasi Koordinat Metode Helmert Persamaan transformasi Helmert adalah u = ax – by + C1, v = bx + ay + C2 atau dapat dinyatakan dalam bentuk matriks, U x -y 1 0 a V = y x 0 1 b C1 C2 Melalui model perataan kuadrat terkecil, L = F (X), diperoleh parameter transformasi: X = -[(ATA)]-1 AT F Dengan, A
=
x y
-y 1 x 0
0 1
,
F
=
u v
,
X
=
a b C1 C2
Tentukan koordinat titik D, E, F, G, H dalam sistem global
=============================================
hal ke
31
Lokal x1 y1 x2 TITIK (m) (m) o ' A 100.0 100.0 119 29 B 130.8 74.5 119 29 C 100.0 45.0 119 29 D 76.5 69.2 5 7 E 82.0 75.0 5 7 F 92.0 65.0 G 102.0 75.0 H 88.0 87.0
Global " 0.31 1.32 0.32 44.73 43.73
o 5 5 5 119 119
y2 ' 7 7 7 28 29
" 43.73 44.55 45.52 59.56 0.31
objek dalam sistem koordinat lama
=============================================
hal ke
32
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
POKOK K BAH HASAN N6
H UNG LUA HITU AS DAN VOL V UME E T TIK: Mahaasiswa mam mpu mengh hitung luass dan volum me
OLEH
MUH HAMMAD D BANDA SELAMAT S T, MT STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
33
Baab 6 Hitung H gan Luas L dan d Voolumee 6-11 Hitungg Luas A. Potongan P M Melintang Potoongan melinntang yang digunakan d d dalam meng ghitung pekeerjaan tanahh adalah seb buah penaampang verttikal, tegak lurus terhaddap garis su umbu pada stasiun s penuuh dan stasiiun plus,, yang menyyatakan bataas-batas suaatu galian attau timbunaan rencana aatau yang su udah ada. Penentuan luas potonggan melintanng menjadi sederhana bila b potongan melintan ng terseebut digambbar di atas kertas k grafikk potongan melintang. m B. Luas L Luass potongan melintang m u untuk mendaapatkan vollume pekerjjaan tanah bbiasanya ditenntukan denggan salah saatu dari metoode berikut ini : dengann menghitunng kotak bu ujur sanggkar, dengann geometri trapesium t d segitiga,, dengan meetode lajur ((strip), deng dan gan metoode jarak meridian gandda, atau denngan mengg gunakan plaanimeter. M Metode lajur dan metoode perhitunngan kotak sederhana dan d memberrikan hasil seakurat s muungkin yang g bisa dihasilkan oleh data lapanggan potongaan melintang g yang bersangkutan. P Praktek stan ndar menyyaratkan baahwa luas gaalian dan tim mbunan seb buah potonggan melintanng, bila keduuanya munccul bersamaaan, dihitungg secara terp pisah. C. Metode M Pen nghitungan Kotak Untuuk membuatt pendekataan yang cepaat dari suatu u luas potonngan melintang yang digam mbar di atas kertas graafik potongaan melintang g, hitung juumlah kotakk yang dibatasi oleh garis-garis batas penam mpang terseebut. Lalu kalikan k jumllah total kottak yang terhiitung tersebut dengan kaki k (feet) persegi p yang g dinyatakann oleh satu kkotak. Conttoh 1: Paada Gambarr 6-1 diperliihatkan sebuuah penamp pang galian dengan skaala vertikal dan horizzontal 1 in = 10 ft. Tenntukan luasnnya dengan perhitungann kotak. Pennyelesaian : Kotaak-kotak ½ in persegi merupakan m y yang termud dah untuk dihitung. d Maaka hitunglaah kotakk-kotak ½ in i persegi teersebut; didaapat kira-kiira 24 kotakk dari perhituungan terseebut. Tiapp sisi ½ in peersegi samaa dengan 5 ft, f maka luaas tiap kotakk adalah 5 x 5 = 25 ft. Kalikkan jumlah kaki perseggi dalam sattu kotak den ngan jumlahh kotak yanng terhitung : 2 25(224) = 600 ft
Gambar 6-1
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
34
Gambar 6-2 2
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
35
D. Metode Geometrik Untuk menghitung luas sebuah potongan melintang dengan metode geometrik (kadangkadang disebut juga model trapesium), bagi-bagilah luas tersebut menjadi bentukbentuk geometri sederhana, hitung masing-masing luas tersebut sesuai bentuk geometrinya, dan jumlahkan hasilnya. Tidak ada aturan tetap untuk membuat pembagian tersebut; petugas yang melakukan perhitungan dapat mengambil kebijaksanaannya sendiri dalam memilih pembagian yang memberikan hasil paling cepat dan akurat. Gambar 6-1 mengillustrasikan pembagian suatu penampang datar tiga tipikal ke dalam tiga buah segitiga dan sebuah trapesium. Rumus-rumus yang dipakai adalah sebagai berikut: Luas segitiga : A = 1/2 b.h dengan A = luas, b = alas dan h = tinggi Luas trapesium : A ={ h (AE + BC) }/ 2 dengan A = luas, h = tinggi, dan AE,BC = panjang alas dan atas trapesium Contoh 2 Gambar 6-1 yang digunakan untuk memperlihatkan metode penghitungan kotak, dibagi ke dalam tiga buah segitiga AEF, EFG dan FGD dan trapesium AECB. Hitung luasnya dengan metode geometrik. Penyelesaian : Hitung luas tiap-tiap segitiga, AEF : A= ½ bh = ½ (9)(45) = 202,50 ft2 EFG : A = ½ bh = ½ (4,5)(9) = 20,25 ft2 FGD : A = ½ bh = ½ (1)(4,5) = 2,25 ft2 hitung luas trapesium : A = {h (AE + BC)}/2 = {10 (30 + 45)} / 2 = 375,00 ft2 Jumlahkan untuk mendapatkan luas total : Luas = 202,50 ft2 + 20,25 ft2 + 2,25 ft2 + 375,00 ft2 = 600,00 ft2 E. Metode Lajur Untuk menghitung luas suatu potongan melintang yang diplot dengan pengukuran lajur (strip), bagi-bagilah luas tersebut atas lajur-lajur dengan garis-garis vertikal yang jaraknya satu sama lain teratur. Ukur panjang total garis-garis ini secara kumulatif menandai panjang tiap garis sepanjang tepi pengukur lajur (stipper) yang dibuat dari kertas atau plastik. Lalu kalikan total kumulatif dari rata-rata panjang basis dengan lebar jalur. Interval yang teratur sebesar 3,5 atau 10 ft, tergantung pada kekasaran permukaan tanah, memberikan hasil yang memuaskan untuk lebar strip. Perhatian harus diberikan terhadap skala vertikal dan horisontal dari potongan melintang tersebut. Prosedur ini diilustrasikan dalam Gambar 6-2 sebagai berikut : (a) Pengukur lajur memperlihatkan luas 5 kotak (= ½ in) dengan panjang kotak 60. (b) Indeks nol pengukur lajur ditempatkan pada perpotongan antara permukaan tanah dan garis kemiringan sisi di sebelah kiri penampang. (c) Pengukur lajur digeser satu interval sebesar sebesar 5 kotak ke kanan dengan pembacaan nol pada dasarnya. (d) Pengukur lajur digeser lagi sejauh 5 kotak berikutnya ke kanan dengan pembacaan atas sebelumnya (2,5) sekarang berimpit dengan garis dasar. (e) Pengukur lajur tersebut digeser lagi 5 kotak ke kanan untuk interval selanjutnya dengan pembacaan atas sebelumnya (6,0) berimpit dengan garis dasar.
=============================================
hal ke
36
Proses penggeseran 5 kotak ke kanan dan pembawaan pembacaan atas ke garis dasar ini diteruskan sampai pengukur lajur tersebut mencapai tepi kanan potongan melintang dengan pembacaan akhir 53,0. Kalikan pembacaan akhir ini (53,0) dengan lebar lajur dalam jumlah kotaknya (5) untuk mendapatkan 265,0, yaitu jumlah kotak di dalam penampang. Kalikan jumlah kotak ini dengan luas dalam feet persegi dari tiap satu kotak untuk menghitung luas potongan melintang tersebut dalam feet persegi.
Contoh 3. Gunakan metode lajur, hitung luas bentuk geometri dalam Gambar 6-2, dan bandingkan jawaban anda dengan hasil 600 ft2 yang diperoleh dari metode penghitungan kotak dan metode geometrik. Penyelesaian : sediakan sebuah pengukur lajur (stipper) dengan meletakkan sepotong kertas dari buku di atas kertas grafik dalam Gambar 6-2. Kita harus melakukan hal ini karena kita tidak yakin apa yang tersusun pada lajur 1 in dari yang tercetak dalam buku. Jadi lajur yang sesuai dengan kertas grafik seperti yang tercetak akan dibuat. Pengukur lajur tersebut harus dipotong sampai selebar 5 kotak. Sekarang kita mempunyai kertas pengukur lajur dengan lebar 5 kotak dan panjang 70 atau 80 kotak. Awal titik nol strip tersebut adalah garis alas dari 5 kotak pertama (pada skala horisontal garis ini di titik 20 dan vertikal di titik 95). Ukur sampai garis atas. Angka pertama = 6, kedua = 18, ketiga = 31, keempat = 45, kelima = 60. Sekarang kembali ke nol dan mulai jumlah yang lain. Pertama = 16, kedua = 33, ketiga = 51,2, keempat = 60,3. Jumlah totalnya : Total pertama = 60 Total kedua = 60,3 + Total = 120,3 Kalikan total tersebut dengan lebar lajur yaitu 5 : 5(120,3) = 601,5. Tiap kotak sama dengan 1 ft2, maka 601,5 (1) = 601,5 ft2. Jawaban ini cukup dekat dengan jawaban 600 ft2 yang didapat dengan metode geometri dan metode penghitungan kotak.
F. Metode Jarak Meridian Ganda Metode jarak meridian ganda (DMD, Double-Meridian-Distance) memberikan hasil yang lebih tepat untuk menghitung luas potongan melintang dibandingkan metode lajur. Tetapi membutuhkan lebih banyak tenaga dan waktu. Sangat diperlukan data elevasi (latitude) dan jarak dari garis sumbu (departure) dari semua titik pada penampang yang diketahui. Metode ini didasarkan pada fakta bahwa luas segitiga siku-siku sama dengan separuh dari hasil kali dua sisinya yang saling tegak lurus. Karena latitude dan departure tegak lurus satu sama lain, luas yang dibatasi oleh jarak tersebut, latitude dan departure merupakan sebuah segitiga siku-siku. Luas ini bisa dihitung dengan mengambil separuh dari hasil kali latitude dan departure. Tetapi segitiga tersebut bisa ditambahkan pada atau dikurangkan dari luas total suatu bentuk yang tidak teratur,
=============================================
hal ke
37
tergaantung padaa lokasinya. Untuuk menghinndari penentuuan plus ataau minus daari suatu luaas segitiga, ssedikit penggaturan dilakkukan. Depparture ditam mbahkan du ua kali; pertaama pada w waktu meneentukan DM MD kaki seggitiga dan kemudian k paada waktu DMD D kaki bberikutnya ditenntukan. Kaliikan DMD tiap t kaki terrsebut deng gan latitudennya dihasilkkan dua kalii luas,, tetapi tandda hasil kali ini menggaambarkan ap pakah luas tersebut t ditaambahkan pada p atau dikurangi dari d gambarr tadi. Conttoh 4: Dikettahui Luas dari tabel seeperti terlih hat dalam m Gambar 6-3, 6 ikuti prrosedur langgkah demi langkah l unttuk menghittung luas gaambar ini dengan d metoode DMD. Penyyelesaian : 1. Seemua latitudde dan depaarture dihituung dan dicaatat dalam taabel 2. Sttasiun palingg kiri (D) dipilih d sebaggai titik perttama dan gaaris DE dipiilih sebagai kaki pertaama untuk menghindar m ri luas negattif dalam DM MD tersebuut 3. DM MD kaki peertama samaa dengan deeparture itu sendiri, 4,00 4. DM MD kaki laainnya (sebaagai contoh,, EF) sama dengan d DM MD kaki sebelumnya (D DE), ditam mbah departture kaki seebelumnya (DE), ( ditam mbah departuure kaki itu sendiri (EF F). Jadii : DMD unntuk EF = 4,0 + 4,0 + 30,0 3 = 38,0
Gambar 6-3 3 Untuuk kaki beriikutnya, proosedur yang sama diiku uti. Jadi DM MD untuk FII = DMD kaaki sebelumnya + departure d kaaki sebelumnnya + deparrture kaki ittu sendiri = 38 + 30,0 + 30,0 = 98,0 5. DM MD kaki teerakhir secarra numerik sama dengaan departureenya tetapi dengan tand da yangg berlawanaan (+ 14,0) 6. Tiiap nilai DM MD dikalikaan dengan laatitudenya, dan hasil kaali positif dimasukkan dalam m kolom luuas ganda uttara dan yanng negatif dalam kolon luas ganda selatan 7. Juumlah seluruuh luas gandda selatan dikurangi d ju umlah seluruuh luas gandda utara, tan npa mem mperhatikan tanda, sam ma dengan duua kali luas penampangg. Membagiinya dengan n dua
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
38
menghasilkan luas penampang sesungguhnya. Perhitungan selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan tabel. Kaki Latitude Departure DMD Luas ganda Luas Ganda Utara (+) Selatan (-) DE EF FI IH HG GA AB BC CD
+1,0 +1,5 -1,5 -1,8 -0,9 +0,8 +0,1 -1,1 +1,9
+4,0 +30,0 +30,0 +7,0 -22,0 -15,0 -5,0 -15,0 -14,0
4,0 38,0 98,0 135,0 120,0 83,0 63,0 43,0 14,0
57,0 147,0 143,0 108,0 66,4 6,3
47,3 26,6 +160,3 -545,3 Selisih=545,3 - 160,3 = 385,0 Luas=385 / 2 = 192,5 ft2
G. Menghitung Luas Dengan Koordinat Dengan menggunakan koordinat titik-titik departure suatu gambar, kita bisa menghitung luasnya sebagai berikut : 1. Buat suatu ordinat (garis U-S, Utara Selatan) melalui titik paling barat dari gambar yang luasnya akan kita tentukan. 2. Buat suatu absis (garis T-B, Timur Barat) melalui titik paling selatan dari gambar tersebut 3. Susun daftar koordinat xy 4. buat rangkaian garis tebal yang bermula pada titik paling barat searah jarum jam karena garis-garis tersebut maju mengelilingi gambar tadi. Catatlah : pada Gambar 6-4, garis-garis tebal tersebut adalah D pada koordinat x sampai E pada koordinat y; E pada koordinat x sampai F pada koordinat y; dan seterusnya. 5. buat rangkaian garis putus-putus yang berawal pada titik paling barat dengan arah maju berlawanan arah jarum jam mengelilingi gambar tersebut. Catatan : pada Gambar 6-4, garis putus-putus ini bermula dari D pada koordinat x sampai C pada koordinat y, dan seterusnya; lihat tabel. Titik
x
y
D E F I H G A B C
0 4 34 64 71 49 34 29 14
1,9 2,9 4,4 2,9 1,1 0,2 1,0 1,1 0
Hasil kali garis tebal Hasil kali garis putus-putus 0 x 2,9 = 0 4 x 4,4 = 17,6 34 x 2,9 = 98,6 64 x 1,1 = 70,4 71 x 0,2 = 14,2 49 x 1 = 49,0 34 x 1,1 = 37,4 29 x 0 = 0,0 14 x 1,9 = 26,6
4 x 1,9 = 7,6 34 x 2,9 = 98,6 64 x 4,4 = 281,6 71 x 2,9 = 205,9 49 x 1,1 = 53,9 34 x 0,2 = 6,8 29 x 1,0 = 29,0 14 x 1,1 = 15,4 0x0 =0
=============================================
hal ke
39
D
0
1,9 313,8
698,8 Luas = (698,8 - 313,8)/2 =192,5 ft
6. Selesaikan perkalian untuk mendapatkan hasil kali garis-tebal dan hasil kali garis putus-putus. 7. Jumlahkan tiap pasangan hasil kali tersebut. 8. Bagilah selisih jumlah-jumlah tadi dengan 2. hasilnya adalah luas yang dimaksud dalam satuan persegi.
6-2 Hitung Volume Perhitungan volume pekerjaan tanah pada dasarnya merupakan masalah geometri benda padat. Volume pekerjaan tanah ditentukan terutama dengan salah satu dari tiga metode ini : 1. Metode luas ujung rata-rata 2. Rumus prisma 3. Metode garis kontur Dari metode-metode ini, metode luas ujung rata-rata dan metode rumus prisma merupakan yang paling umum dan dianggap lebih akurat; karena itu hanya dua model ini saja yang akan dibahas. A. Menghitung Volume Dengan Luas Ujung Rata-Rata Metode luas ujung rata-rata paling umum dipakai untuk menentukan volume di antara dua potongan melintang atau luas ujung.Rumus untuk luas ujung yang diperlihatkan dalam pasal berikut ini memberikan hasil yang baik bila kedua luas ujung tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang kira-kira sama. Tetapi semakin besar perbedaan bentuk kedua luas ujung semakin besar kesalahan volumenya, dan bila suatu luas mendekati sebuah titik (besarnya nol), kesalahanya mendekati maksimum. Apabila dua luas ujung yang berdampingan identik dalam bentuk dan ukuran, bentuk geometrik bendanya merupakan sebuah prisma. Volume V sebuah prisma dihitung dengan rumus berikut : V = {(A1+A2)/2} . L di mana : V = Volume dalam satuan kubik, A1.A2 = Luas ujung masing-masing dalam satuan persegi, L = Jarak tegak lurus dalam satuan panjang antara kedua luas ujung. Catatan : Bila A1 = A2, V = AL.
=============================================
hal ke
40
Kalaau satu luas ujung samaa dengan nool, bentuk geeometrinya merupakann sebuah pirramid yangg volumenyaa sama denggan sepertigga luas alas dikalikan tiingginya (V V = 1/3 AL). Metoode rumus menganggap m p bahwa voolume yang terdapat di antara luas ujung yang g bertuurutan adalaah hasil kalii luas rata-raata kedua ujjungnya denngan jarak ttegak lurus keduua ujung tersebut. Ini diinyatakan dengan d rumu us di atas : V (A1 + A22) L/2. kalau uV dikehhendaki dallam yard kuubik (yd3) dan d A1 dan A2 A dinyatakkan dalam ffeet persegi serta L daalam feet, ruumus tersebuut menjadi : 1+A2)/54} . L yd3 V = {(A1 Conttoh 6 Diketaahui : Dua luas l ujung yang y terpisaah 100 ft. A1 = luas yanng terlihat dalam d Gam mbar 6-1; A22 = luas yanng terlihat dalam d Gamb bar 6-4. hituung volume material yaang terdaapat di antarra dua luas ujung ini. Penyyelesaian : hitung h luas dari d Gambaar 6-1 secaraa geometrikk. Perhitunggannya disellesaikan dallam contoh 2; A1 = 6000 ft2. Selanj njutnya hitunng luas dari Gambar 6--4. gunaakan rumus untuk luas segitiga, A = ½ bh. Hittung luas trrapesium deengan rumuss A = [h (A AE + BC) ½ AEF F : A = ½ (440)(2,2) = 444,0 ft2 EFG G : A = ½ (22,2)(9) = 9,,9 ft2 FGH H : A = ½ (00,50)(9) = 2,25 ft2 GHB B : A = ½ (00,50)( 3) = 44,0 4 ft2 Trappesium AEC CD = {2,5 (220+40)} /2 = 75,0 ft2 Total = 131,9 1 ft2 V = {(A1+A2)/2} . L V = {(6000+131,9)/2}} . 100 yd3 V = 1355 yd3
4 Gambar 6-4
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
41
B. Menghitung Volume Dengan Rumus Prisma Bilamana dikehendaki volume pekerjaan tanah yang lebih eksak, digunakan rumus prisma. Rumus ini seringkali dipakai untuk menentukan volume material konstruksi yang mahal yang bentuknya rumit, seperti beton yang dicor di tempat. Volume suatu prisma dinyatakan dengan rumus berikut : V = (L/6) {(A1 + 4.(Am)+A2} dengan V = volume dalam satuan kubik, A1.A2 = luas ujung dalam satuan persegi, Am = luas penampang tengah-tengah antara A1 dan A2 dalam satuan persegi dan L = jarak tegak lurus antara kedua luas ujung dalam satuan panjang. Am didapat dengan pertama-tama merata-ratakan dimensi A1 dan A2 yang bersesuaian lalu menentukan luas Am – tidak dengan merata-ratakan luas A1 dan A2. Contoh 8. Pada Gambar 6-5, A = 175,2 ft2 dan A2 = 116,8 ft2 merupakan hasil perhitungan luas penampang pada stasiun 10 + 00 dan 111 + 00. Luas Am = 144,4 ft2 pada stasiun 110 + 50 ditentukan dengan metara-ratakan dimensi linier A1 dan A2 yang bersesuaian. Tentukan volume antara luas ujung A1 dan A2 dengan menggunakan rumus prisma. Penyelesaian : Nilai menengah 70,7 dan 16,1 pada sisi miring kiri dan perpotongan permukaan tanah di Am sama dengan separuh jumlah nilai pada lokasi yang bersesuaian di A1 dan A2, atau ½ (70,2 + 71,2) = 70,7 dan ½ (17,0 + 15,2) = 16,1 Angka-angka 68,1 dan 3,0 serta 69,3 dan 19,8 dihitung dengan prosedur yang sama. Angka-angka 74,0 dan 10,0 adalah konstan untuk ketiga penampang. Substitusikan dalam rumus prisma, volume pekerjaan tanah antara stasiun 110 + 00 dan 111 + 00 adalah : V = (100/6) {(175,2 + 4.(144,4)+116,8} = 14493 ft2 bagi jumlah ini dengan 27 (jumlah feet kubik dalam satu yard kubik) : 14 493/27 = 537 yd3 Metode luas ujung rata-rata memberikan hasil 541 yd3 untuk volume yang sama ini, suatu hasil yang 0,99 % lebih besar, sehingga merupakan suatu kesalahan yang dapat diabaikan.
=============================================
hal ke
42
Gambar 6-5 5
BAHAN AJAR PE EMETAA AN SUMB BERDAY YA HAYA ATI LAUT T
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
43
POKOK K BAH HASAN N7
K TOG KART GRAF FI TIK: Mahasiswa mamp pu menerap pkan kaida ah kartograafi untuk p penggambaran p peta tematiik
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
44
Baab 7 Kartog K grafi 7-11 Peta dan d Spesifikasinya Berbbicara tentanng peta tidaak lepas darii berbagai proses, p misaalnya prosess survey lapanngan, olah data, d dan prroses kartoggrafi. Pada pertemuan p inni akan dibaahas mengeenai prosees kartograffi dari pemeetaan. A. Definisi D dan n Komponeen Kartograafi Karttografi adalaah suatu tekknik yang seecara mendaasar dihubuungkan denggan kegiatan n mem mperkecil keeruangan suuatu daerah yang y luas seebagian atauu seluruh peermukaan bumi, b atau benda-bendda angkasa dan menyajjikan dalam m suatu bentuuk yang muudah diobservasi, sehhingga dapaat dimanfaattkan untuk kepentingan k n komunikasi. Peta adaalah suatuu representaatif/gambaraan unsur-unnsur atau keenampakan-kkenampakaan abstrak, yang y dipillih dari perm mukaan bum mi yang digaambarkan dalam d suatu bidang dataar dan diperrkecil atau diskalakan (ICA, 19733) Funggsi dari petaa : menempatkkan fenomena geografiis kedalam batas b pandaangan kita ; suatu peta yang y mengggambarkann fenomenaa geografi tiidak hanya pengeecilan suatuu fenomena saja, tetappi merupakaan suatu alatt yang baik untuk kepeentingan : melaporkan m ((reporting),, mem mperagakan (displayingg), menganaalisis(analyssing), salingg hubungan (interrelatiion), hubuungan keruaangan (spatiial-relationsship) sebagai alaat komunikaasi spasial; suatu s sistem m komunikasi seharusnyya mempun nyai sumbber informaasi (source of o informatiion), saluran n atau media yang dipaakai untuk menyyalurkan innformasi (chhannel), dann orang yang g menerimaa informasi itu (recipien nt). Konsep peta sebbagai suatu sistem kom munikasi disajikan padaa Gambar 7--1.
Gambar 7-1 Sisteem komunikkasi Jika dikkaitkan denggan pemetaaan maka peeta sebagai aalat komuniikasi dapaat digambarkkan sebagaii berikut :
Gambar 7-2. 7 Diagram m sistem ko omunikasi kartografis k Keduua gambar di d atas mem mperlihatkann perbedaan n dalam pennyampaian kkomunikasi,, namuun karakateeristik dasarr dari sistem m komunikassi itu sama yaitu y ingin menyampaiikan
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
45
pesan kepada orang lain melalui media tertentu. Yang perlu diperhatikan oleh kartographer yaitu bahwa user akan tahu berbagai proses yang ada dalam peta dan tahu makna simbol-simbol kartografis. B. Batasan ilmu kartografi kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, sekaligus mengcakup studinya sebagai dokumen-dokumen ilimiah dan hasil karyaseni (ICA, 1973) peta yang dimaksud dalam konteks kartografi adalah semua tipe peta yang ada seperti plan (peta skala besar), charts, globe, atau benda angkasa pada skala tertentu, atau dalam skala yang lebih luas setiap kegaiatan dimana yang menyangkut pembuatan petapeta atau penggunaan peta-peta. C. Klasifikasi Peta Banyak faktor yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan peta-peta, sebagai dasar pengklasifikasian secara umum adalah bergantung pada : 1. Skala : > 1: 10.000 (skala teknik) - 1: 100.000 – 1: 10.000 (skala besar) - 1: 1.000.000 – 100.000 (skala sedang) < 1: 1.000.000 (skala kecil) 2. Maksud / Tujuan - Pendidikan - Informasi umum - navigasi - perencanaan 3. Isi : - peta topografi - peta tematik - peta-peta navigasi D. Skala Peta Skala peta dapat diartikan sebagai perbandingan jarak antara dua titik sebarang di peta dengan jarak horizontal kedua titik tersebut di permukaan bumi pada satuan ukuran yang sama. Berikut di paparkan beberapa cara penyebutan skala peta : skala angka / pecahan; skala ini dinyatakan dengan angka dan pecahan, contoh : skala angka (numeric scale) 1:25.000 atau dengan skala pecahan (representative fraction) 1/25.000 skala yang dinyatakan dengan kalimat, skala ini digunakan oleh beberapa negara misalnya Inggris dan bekas negara jajahannya. Contoh: 1 inchi to one mile : 1: 63. 660 1 inchi to two miles : 1: 126.720 Skala grafis : skala yang dinyatakan dalam bentuk grafis, skala ini menjadi sangat penting karena ketika peta di perbesar atau diperkecil maka skala ini tetap bisa digunakan, sementara skala angka atau kalimat ketika diperbesar atau diperkecil tidak dapat digunakan lagi (Gambar 7-3). Cara mencari skala peta yang tidak tercantum atau tidak diketahui skalanya Untuk mencari ukuran objek di peta yang tidak berskala, ada beberapa cara yang dapat digunakan:
=============================================
hal ke
46
1. membandingkan peta tersebut dengan peta lain yang daerahnya sama dan memiliki skala, dengan menggunakan persamaan berikut : P2/P1 = d1/d2 keterangan : d1 = jarak pada peta yang diketahui skalanya d2 = jarak pada peta yang dicari skalanya P1 = penyebut skala yang diketahui skalanya P2 = penyebut yang akan dicari skalanya E. Simbol Peta merupakan media komunikasi grafis, informasi yang diberikan oleh peta umunya yang berupa gambar atau simbol. Simbol dalam peta memegang peranan sangat penting. Pada peta-peta tematik, simbol merupakan informasi utama untuk menunjukkan tema suatu peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar atau tanda sederhana yang mempunyai makna atau arti. Menurut kaidah pemetaan bahwa penggambaran obyek dalam peta dapat dibagi atas tiga kelompok yaitu : titik (point) misalnya sarana infrastruktur, garis (line), misalnya sungai, dan bidang (polygon) misalnya pemukiman. Simbol dapat juga dibagi menurut pengelompokan berikut : - simbol piktorial : simbol yang dalam kenampakannya ada kemiripan dengan wujud unsur yang digambarkan - simbol abstrak : simbol geometrik adalah simbol yang tidak ada kemiripannya dengan unsur yang digambarkan - simbol huruf : simbol yang dinyatakan dengan huruf atau angka, biasanya simbol ini diambil dari huruf pertama atau kedua nama unsur Gambar 7-5 memperlihatkan beberapa contoh simbol.
=============================================
hal ke
47
Gambar 7-5 5 Desaain simbol tidaklah t muudah, hal ini dapat dipah hami karenaa ada dua keelompok yaang berkkepentingan yakni : keloompok pem mbuat peta dan d kelompook penggunna peta. Ked dua kelom mpok ini haarus bisa meemahami sim mbol yang digambarkaan. Pembuatt peta haruss mem mbuat simbool yang sedeerhana, muddah digambaar, tetapi cuukup teliti unntuk menccerminkan data. d Sedanngkan di sisii pengguna peta, simbool yang ditam mpilkan haruuslah mudahh dipahami, mudah dintterpretasi, dan d simbol itu i harus koontras antaraa satu denggan lainnya dan menariik. F. In nformasi Tepi setiaap peta, dideesaian sebaiik mungkin agar inform masi yang daapat diperolleh dari peta betull-betul dapaat memenuhhi kebutuhann penggunaaan peta. Oleh karena ittu segala inforrmasi segalaa kebutuhann pengguna peta terutam ma kemudaahan untuk ddibaca dan dinteerprerasi sanngat diperluukan. Dan pada p umumn nya informaasi tersebut digambarkaan dalam m sebuah innformasi teppi (marginall iformation n) yang menncakup bebeerapa inform masi : - juddul peta - pettunjuk etak peta dan diaagram lokassi - info formasi sitem m referensi - info formasi pem mbuat dan peenerbit petaa - leggenda - ketterangan riw wayat peta - penntunjuk pem mbacaan kooordinat geoggrafi - pettunjuk pembbacaan koorrdinat UTM M - pem mbagian daeerah adminiistrasi
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
48
- skaala grafis - singkatan dan kesamaan arti a dipeta - diaagram arah utara u - nom mor lembar peta kiri baawah Gam mbar 7-6 memperlihatkaan contoh penataan p infformasi tepi.
Gambar 7-6 6 G. Tata T letak atau a Komposisi Peta Peneentuan tataleetak peta atau komposiisi peta haru us mempertiimbangkan cara-cara yang y menyyentuh peraasaan (sensiible) dan meengandung unsur keinddahan. Tata letak yang benaar akan mennjadikan pennampilan peeta secara keeseluruhan menjadi baiik dan lebih h menaarik. Faktorr yang diperrhatikan dallam kompossisi adalah keseimbang k gan (balancee), ukurran text atauu simbol (texxt), dan tipee huruf (stylle). Gam mbar 7-7 memperlihatkaan cara penuulisan anno otasi yang a (salah) dann b (benar)
Gambar 7-7 7 Gam mbar 7-8 memperlihatkaan komposiisi peta yang g benar.
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
49
8 Gambar 7-8
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
50
BAH HAN AJA AR PEME ETAAN SUMBER S RDAYA HAYATI H L LAUT
POKOK K BAH HASAN N8
PEM METAAN N PAR RTIS SIPA ATIF
TIK K: Mahasiswa mamp pu menerap pkan metod de partisipaatif untuk p penggamba aran p peta tematiik OLEH
AHMA AD FAIZA AL, MSi STAF PE ENGAJAR R ILMU KE ELAUTAN N-UNHAS
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
51
Bab 8 Pemetaan Partisipatif 8-1 Aspek Pemetaan Partisipatif A. Definisi Pemetaan partisipatif adalah bagian dari kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal), jadi untuk membahas lebih jauh mengenai pemetaan secara partisipatif maka terlebih dahulu akan dijelaskan secara umum metode PRA. PRA (Participatory Rural Appraisal) dapat diartikan sebagai pendekatan partisipatif dalam memberi persepsi(penilaian) terhadap kondisi desa. Pengertian ”partisipatif ” (Participatory). Maksud dari pengembangan PRA adalah partisipasi masyarakat yang diterjemahkan sebagai keikutsertaan masyarakat. Pertanyaan yang kemudian muncul siapa yang ikut serta dalam kegiatannya siapa? Dengan cita-cita dasar bahwa kegiatan pembangunan pada dasarnya dikembangkan dan dimiliki sendiri oleh masyarakat, hal ini berarti yang ikut serta adalah orang luar. Artinya program bukan dirancang oleh orang luar kemudian masyarakat diminta untuk ikut melaksanakan. Dengan demikian aktivitas pembangunan selalu menempatkan masyarakat sebagai pelaku utam pembangunan Pengertian Desa (Rural). Metode dan teknik-teknik PRA tidak hanya sesuai untuk daerah rural/desa tetapi juga untuk daerah kota, daerah pertemuan antara kota dengan desa. Dalam artian bahwa PRA bukan hanya kajian desa tetapi juga kajian masyarakat. Pengertian pengkajian atau penelitian (Appraisal). PRA mengandung aspek (Appraisal) atau penelitian, metode PRA mengembangkan teknik-teknik kajian tentang keadaan masyarakat, tetapi metode PRA sendiri bukan metode pengkajian yang menekankan pada penggunaan teknik-teknik PRA untuk pengumpulan untuk pengumpulan data. Metode PRA merupakan metode pembelajaran masyarakat. Pengertian PRA secara lebih luas adalah pendekatan dan teknik-teknik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat. Menurut Robert Chambers sebagai orang yang mengembangkan metode PRA, metode dan teknik yang digambarkan sebagai PRA berkembang sangat pesat sehingga tidak ada gunanya untuk memberikan definisi final. PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan dan oleh masyarakat pedesaan sendiri, dengan catatan : Pengertian belajar⇒ secara luas, meliputi kegiatan menganalisis, merencanakan, dan bertindak ⇒ PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (jamak) daripada metode atau pendekatan (tunggal). PRA memiliki metode-metode atau teknik-teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode baru yang dianggap cocok.
=============================================
hal ke
52
gai sekumpuulan pendekkatan dan Denggan demikiaan PRA dappat didefiniisikan sebag metoode yang meendorong masyarakat m p pedesaan un ntuk turut seerta meninggkatkan dan mengganalisis peengetahuan mereka menngenai hidu up dan konddisi mereka sendiri, agaar mereeka dapat membuat m renncana dan tinndakan. Gam mbar 8-1 memperlihatkaan komponeen aktifitas PRA dimanna pemetaann menjadi saalah satu bagiannya
Gambar 8-1 metaan Partissipatif adalaah teknik PR RA yang dig gunakan unntuk memfassilitasi disku usi Pem menggenai keadaaan wilayahh desa tersebbut beserta lingkungann l nya. Keadaaan ini digam mbarkan daalam peta attau sketsa desa. Ada peeta yang meenggambarkkan keadaan n sumbber daya um mum desa, peta p penyebbaran pendu uduk, pola pemukiman p dan tema lainnnya yang rellevan dengaan kondisi setempat. s B. Metodologi M umum pem metaan partisipatif Dalaam pekerjaaan pemetaann metode paartisipatif baanyak faktorr yang perluu diperhatik kan seperti jenis info formasi, sum mber inform masi dan tuju uan pemetaaan. Jenis innformasi yan ng dikajji dalam pem metaan parttisipatif : - Pem manfaatan sumberdaya s a perairan seekitar pulau u/desa (mis : fishing groound, budid daya, dll) - Faasilitas Umuum
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
53
- Sumberdaya Pulau/Desa - Situs Bersejarah - Alur Transportasi - Kondisi (status) Terumbu Karang - Spawning Ground - Batas pemanfaatan - Jarak antar lokasi Sumber Informasi - Untuk kegiatan pemetaan yang bertujuan untuk menggali informasi yang bersifat umum, akan lebih baik bila dihadiri oleh anggota masyarakat dari berbagai lapisan :ponggawa/sawi, pemerintaha/sekedar rakyat - Untuk kegiatan pemetaan yang topiknya tertentu atau spesifik, kadang-kadang perlu sumber informasi tetrtentu yang dianggap memiliki pengetahuan tentang topik yang dimaksud - Berbagai jenis peta yang ada di kantor desa yang telah ada dapat digunakan sebagai data sekunder. Tujuan Kajian Pemetaan Desa Memfasilitasi masyarakat untuk mengungkapkan keadaan desa dan lingkungannya sendiri, seperti : - Lokasi sumber daya dan batas-batas suatu wilayah tertentu, misalnya dimana letak kawasan terumbu karang, lokasi fishing ground, hutan mangrove, kebun dll. - Keadaan jenis-jenis sumber daya yang ada di desa, baik masalah-masalah maupun potensinya Memfasilitasi masyarakat untuk mengkaji perubahan-perubahan keadaan yang terjadi dari sumber daya mereka, yaitu mengenai sebab dan akibat dari perubahan tersebut Langkah-langkah Pemetaan Partisipatif - Terangkan maksud dan proses pemetaan - Diskusi tentang jenis-jenis sumber daya yang ada di desa, dan lokasi lokasi sumber daya tersebut. Setelah tergambarkan sepakatilah bersama peserta : 1. Jenis-jenis sumber daya yang akan dicantumkan dalam peta, serta perlu didiskusikan lebih lanjut. 2. Simbol jenis sumber daya yang dicantumkan ke dalam peta, baik itu berupa gambar sederhana yang mudah dikenali maupun simbol ataupun dengan bahan-bahan lokal yang tersedia. - Mintalah masyarakat untuk mulai membuat peta baik itu diatas tanah maupun di atas kertas plano dengan menentukan titk awal sesuai dengan keinginan masyarakat Bila pembuatan peta agak terhambat fasilitator dapat membatu dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing daya ingat masyarakat, seperti dimana letak sungai, jalan, hutan padang lamun, terumbu karang, dermaga dll. Gambar 8-2. Contoh sketsa desa
=============================================
hal ke
54
Gambar 8-2 2 C. Akurasi A pem metaan parrtisipatif Sebuuah data apaakah berbenntuk data tabbular, tekstu ual ataupun spasial mem mbutuhkan akurrasi atau kettepatan. Bannyak cara menilai m akuraasi misalnya untuk dataa tabular melalui uji sttatistik, untuuk spasial melalui m posiisi kordinat.. Khusus unntuk pemetaaan partisipaatif makaa uji yang dilaksanakan d n dengan menggunakan m n 'metode trriangulasi'. Dalaam kajian innformasi tiddak semua suumber inforrmasi senanntiasa bisa ddipercaya keteppatannya. Untuk U menddapatkan infformasi yang g benar bisaa diandalkann dengan mengggunakan prinsip p 'trianngulasi' infoormasi, yaitu u pemeriksaaan dan periiksa ulang, melaalui: 1. Keragaman K Teknik PR RA Setiaap teknik PR RA punya kelebihan k daan kekurang gan. Tidak semua s inforrmasi yang dikuumpulkan daan dikaji dallam satu tekknik PRA dapat d dipercaya. Melaluui teknik-tek knik lain, informasi tersebut t dappat dikaji ulang untuk melihat m apakkah benar ddan tepat. 2. Keragaman K Sumber In nformasi Masyyarakat selaalu memilikki bentuk huubungan yan ng komplekks dan memiiliki berbagai kepeentingan yanng sering beerbeda bahkkan bertentaangan. Inforrmasi yang bberasal darii sumbber tunggal atau terbataas tidak jaraang diwarnaai oleh kepeentingan priibadi. Karen na itu sanggat perlu meengkaji silanng informassi dari sumb ber informassi yang berbbeda. Dalam m melaaksanakan PRA P perlu diperhatikan d n bahwa tidaak didominaasi oleh bebberapa orang g atau elit desa saj aja tetapi meelibatkan seemua pihak, termasuk yang y termiskkin dan wan nita. mber Informaasi lain jugaa dapat dimanfaatkan seperti sumbber sekundeer yang beraada di Sum desaa. 3. Keragaman K Latar belaakang Tim Fasilitator F Fasillitator PRA biasanya punya latar belakang b ataau keahlian khusus. Selalu ada ressiko bahw wa ia menguutamakan 'kkeahlian' diaa sendiri (biias). Untuk menghindar m ri adanya
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
55
kepentingan fasilitator terhadap temuan PRA, lebih baik membentuk tim 'multi-disiplin' atau 'polivalen', yaitu suatu tim yang terdiri dari orang dengan latar belakang, keahlian, jenis kelamin yang berbeda. Dengan saling mencocokkan informasi dari 3 tahapan diatas maka ketelitian data dapat dimaksimalkan akurasinya. D. Contoh Kasus Pemetaan Partisipatif Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang berada di pesisir dan merupakan perbatasan antara wilayah darat dan laut. Peran penting ekosistem mangrove antara lain : 1) sebagai pelindung pantai, 2) pengendali banjir, 3) penyerap bahan pencemaran, 4) sumber energi bagi limgkungan sekitarnya dan 5) sebagai tempat hidup satwa liar. Langkah-langkah pemetaan partisipatif ekosistem mangrove 1. sketsa peta : sketsa peta dibuat sebagai gambaran awal lokasi yang akan dipetakan, sebaiknya ukuran kertas yang di pakai untuk pembuatan sketsa adalah 28 cm x 43 cm, sketsa ini dibuat oleh fasilitator. 2. pembuatan peta dasar, peta dasar dibuat untuk menjadi acuan dalam pekerjaan selanjutnya, skala peta yang sebaiknya antara 1:50.000 – 1:25.000. Isi peta : (a) informasi umum ( garis pantai, pulau, batimetri, kedalaman, sarana transportasi), (b) habitat (setiap habitat dibuat dengan pewarnaan yang berbeda), (c) sumberdaya ( ikan, kayu, batuan dll), (d) peluang pengembangan (daerah penangkapan, daerah pertambangan, daerah budidaya dll), (e) masalah. Isu dan konflik 3. mengklasifikasikan peta, proses ini dilakasanakan oleh nelayan atau masyarakat pesisir berdasarkan kenampakan lokal 4. mendiskusikan peta hasil klasifikasi berbagai sumber dan kompilasi peta-peta tersebut 5. pembuatan peta akhir dengan bantuan atau orientasi dari para stakeholders, 6. verifikasi dan pengecekan lapangan Gambar 8-3. Prosedur menggambar pada base map
=============================================
hal ke
56
Gambar 8-3 3 A. Pemetaan P P Partisipatif Kawasan Terumbu T karang k dan Lamun Ekossistem terum mbu karang dan lamun merupakan n bagian darri ekosistem m pesisir dan n pulauu-pulau keccil yang mem merlukan baanyak perhaatian. Kegiaatan pemetaaan sumbberdayanyaa dapat dilakkukan dengaan berbagai macam carra, salah sattunya dengaan cara partisipatiff. Pemetaann kondisi ekkosistem teru umbu karanng dan lamuun dapat dilakkukan dengaan metode PRA P dan RR RA (Rapid Rural Apprraisal / Pemaahaman Desa secarra Cepat). Perbedaan P d kedua metode dari m terseebut adalah : Sifat Pro oses Cara a melakukan Peran orang luar Peran orang dala am Inform masi dimiliki,, dianalisa dan digunakan d olleh Hasill jangka panjjang
RRA Penggalian / pengumpu ulan informasi Penyelidik Sumber Info ormasi / Oby yek
PRA Saling berbagi - pemberrdayaan Fasilitator Pelaku / Su ubyek
Orang luar
Masyarakatt setempat
Perencanaa an Proyek, publikasi
Kelembagaan dan tinda akan masyarakatt lokal berkellanjutan
Langgkah-langkaah pemetaann ekosistem m terumbu karang dan laamun 1. iddentifikasi aw wal lokasi dimana d terddapat terumb bu karang dan d lamun m menurut orieentasi dari stakeholderrs dasarkan penntunjuk darii masyarakaat 2. kaajian obyek dengan menggunakan RRA, berd dari kegiatan 1 - salaah satu kegiiatan surveii yang sejalaan dengan metode m RRA A adalah maantatow.
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
57
Manntatow (Anoonim, 1993) adalah mettode pengam matan kondiisi karang ssecara globaal dimaana pemantaau ditarik dengan mengggunakan kapal k di sepaanjang gariss batas lokasi karanng dan garis pantai. Mantatow dappat dipakai untuk validdasi informaasi kondisi terum mbu karangg yang telah diberikan oleh o masyarrakat sebeluumnya Gam mbar 8-4. penilaian teruumbu karangg dengan metode mantaatow Gam mbar 8-5. petunjuk peniilaian persenntase penutu upan Gam mbar 8-6. Meetode transeek yang berrbeda terhad dap kondisi ekosistem
Gambar 8-4 4
5 Gambar 8-5
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
58
6 Gambar 8-6
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
59
3. kompilasi data dari berbagai sumber, PRA dan RRA serta peta-peta dasar 4. verifikasi lokasi dengan GPS B. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan Sifat dari daerah penangkapan ikan adalah mobile, karena itu sebelum kegiatan pemetaan lakukan, sebaiknya dilaksanakan kegiatan berikut: 1). Alur Sejarah Desa (Historical Line) Pengertian: Teknik yang dugunakan untuk mengungkap kembali sejarah masyarakat disuatu lokasi tertentu berdasarkan penuturan masyarakat sendiri. Peristiwa sejarah tersebut tersusun berdasarkan waktu kejadiannya secara kronologis. Jenis-jenis informasi yang dikaji antara lain: - Sejarah terbentuknya pemukiman - Keberadaan dan model pengelolaan sumber daya alam khususnya perikanan tangkap - Perubahan dalam status kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan tanah. - Penerapan teknologi baru Tujuan: mengkaji latar belakang perubahan pada masyarakat dan mengkaji hubungan sebab akibat perubahan-perubahan yang terjadi Langkah-langkah: - terangkan maksud, tujuan dan proses pelaksanaan kegiatan, mulailah diskusi dengan topik seperti asal-usul nama desa dan artinya, serta asal usul warga, seperti suku - ajak masyarakat untuk secara umum mendiskusikan beberapa topik seperti kejadiankejadian penting dalam perkembangan desa, dan berbagai perubahan penting yang terjadi - mintalah masyarakat untuk menggambarkannya diatas kertas plano sesuai dengan keterangan yang diungkapkan - tetapkan titik waktu pertama sejarah yang akan dicantumkan, hal ini tidak mutlak benar karena daya ingat yang terbatas. - diskusikan lebih lanjut mengenai : mengapa kejadian tersebut dianggap penting? Apa sebab dan akibat dari kejadian-kejadian-kejadian tersebut? Apakah terjadi hubungan sebab-akibat diantara kejadian-kejadian tersebut? - Catatlah seluruh masalah, potensi, dan informasi yang muncul dalam diskusi dengan cermat. - Cantumkan nama peserta diskusi (bila terlampau banyak cantumkan jumlahnya saja, berapa laki-laki dan perempuan serta siapa mereka : petani, tokoh desa, aparat desa dll) cantumkan nama pemandu diskusi, tempat dan tanggal diskusi). Gambar 8-7 menyajikan tahapan pemetaan daerah penangkapan ikan secara partisipatif, contoh bagan historical line disajikan pada Gambar 8-8.
=============================================
hal ke
60
Gambar 8-7 7
Gambar 8-8 8
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
61
2). Penyusunan P Kalender Musim M Penggertian: upaaya mencataat kegiatan dan d keadaan n yang terjaddi secara beerulang dalaam kuruun waktu terrtentu. Kegiiatan dan keeadaan itu diungkapkan d n dalam kaleender musim m, biasaanya dalam jarak waktuu 1 tahun musim m (12 bu ulan). Jeniss-jenis inforrmasi yang dikaji: - Pennanggalan dan d sistem kalender k yanng digunakaan oleh massyarakat - Ikliim, curah huujan, keterssediaan air. - Polla mata penncaharian, - Biaaya melaut - prooduktifitas hasil h melautt (penangkaapan ikan) - Polla manajem men keuangaan - Kegiatan sosiaal masyarakkat (adat dann keagamaaan) Tujuuan: mendappatkan gambbaran kegiaatan utama masyarakat m sepanjang ttahun. Langgkah-langkaah: - teraangkan makksud dan peelaksanaan kegiatan k tersebut - ajakk masyarakkat untuk meendiskusikaan secara um mum : Jenis kegiatan appa yang seriing terjaadi pada bulan tertentu?? Apakah keegiatan terseebut selalu terulang t darri tahun ketahhun? Keadaaan apa yangg sering yanng juga seriing terjadi pada p bulan-bbulan terten ntu - seteelah cukup tergambarkkan, sepakattilah bersam ma peserta: kegiatan k apaa yang akan n dicanntumkan keedalam kalender serta perlu p didisku usikan lebihh lanjut? Keeadaan-kead daan kritiss yang berakkibat besar terhadap baagi masyaraakat yang akkan dicantum mkan dalam m kalennder? - minntalah masyyarakat untuuk membuatt kalender di d atas kertas plano yanng disediakaan - catat yang hal--hal pentingg dari hasil diskusi d dengan cermat,, kemudian mencatat nama n pemaandu dan taanggal diskuusi Gam mbar 8-9. contoh kalendder musimann untuk pen nentuan daerrah penangkkapan ikan
Gambar 8-9 9 3). Penggalian P I Informasi lookasi penangkapan ikan n. Pengggalian infoormasi penanngkapan ikaan, dapat diilakukan denngan mengggunakan anaalogi jarakk dan waktuu tempuh, coontoh pengggalian inforrmasi sepertti ini dapat ddiilustrasikaan
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
62
sebaagai berikut : a. meenampilkann peta lokasii yang di suurvei (Gamb bar 8-10. contoh peta lookasi pemettaan partiisipatif) b. seelanjutnya faasilitator meenanyakan lokasi penaangkapan beerdasarkan oorientasi araah mataa angin, missalnya menaanyakan lokkasi penangk kapan ikan cakalang dii desa Mattiiro Ujunng; dimana perkiraan p tiitik lokasinyya bila berada di utara pulau p c. unntuk mengettahui lokasii yang tepat, maka fasillitator menaanyakan jennis perahu yaang diguunakan dan berapa b lamaa waktu di tempuh t untu uk mencapaai lokasi terssebut. Dari jenis j perahhu ( mesin perahu, p keccepatan peraahu) dan waaktu tempuhh, diharapkaan diperoleh h kepaastian lokasii daerah pennangkapan ikan i yang dimaksud d d. veerifikasi lapangan denggan mengguunakan GPS e. Plotting di peeta dasar. Gam mbar 8-11 coontoh peta hasil h pemetaaan daerah penangkapa p an ikan secaara partisipaatif .
G Gambar 8-1 10
G Gambar 8-1 11
==== ========= ================ ========= ========= ===
hal ke
63
REFERENSI 1]. Abidin, H.Z., Andrew, J. dan Joenil, K. 2002. Survei dengan GPS. CV Pradnya Paramita, Jakarta. 2]. Anonim. 1999. Penyusunan Peta Geomorfologi. Standar Nasional Indonesia – SNI 13-6185.Badan Standarisasi Nasional –BSN. 3]. Anonim. 1998. Penyusunan Peta Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut. Standar Nasional Indonesia – SNI 13-5015. Badan Standarisasi Nasional –BSN. 4]. Anonims, 1998. Participatory Methods in Community-based coastal resource management. Volume 1. International Institute of Rural Reconstruction. Silang Cavite. Philippines. 5]. Chapra, S.C. dan Raymond, P.C. 1991. Metode Numerik untuk Teknik. Penerbit UI, Jakarta. 6]. Coremap II Pangkep, 2006. Rencana Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Kecamatan Liukang Tuppabiring. Kerjasama Coreamap II Pangkep dan Pusat Penelitian Terumbu Karang, UNHAS. 7]. DKP, 2004. pedoman pengelolaan ekosistem Mangrove. DIRJEN Pesisir dan pulaupulau kecil, DKP. Jakarta 8]. Keputusan Kepala badan koordinasi survei dan pemetaan nasional, Nomor HK.00.04/41-KA/XII/2003. tentang spesifikasi pemetaan rupabumi. Bogor Indonesia 9]. Mattikainen, M. 2003. Petunjuk Teknis Survei Pohon dan Topografi. Departemen Kehutanan dan Inhutani I 3. Purworahardjo, U. 1994. Sistem dan Transformasi Koordinat. Diktat Kuliah. Teknik Geodesi ITB, Bandung 10]. Martha Sukendra, dkk. 2004. Panduan Membaca Peta Rupa Bumi Indonesia. Badan Koordinasi survei dan pemetaan nasional. Bogor. Indonesia 11]. Robinson, A.H., Joel, L.M., Philip, C.M., Jan K. dan Stephen, C.G. 1995. Elements of Cartography. John Willey & Sons, New York. 12]. Sinaga, I. 1997. Pengukuran dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 13]. Sukoco, M, & Halim Y, 1999. Kartografi Dasar. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 14]. Walter, J.S., J. Maragos, S. Siar dan A.T. White. 1998. Participatory Coastal Resource Assessment A Handbook for Community Workers and Coastal Resource
=============================================
hal ke
64
Managers. Coastal Resource Management Project and Siliman University, Cebu City, Phillipines. 113 hal. 15]. Walters J.S.; Maragos J; Siar S; White, A.T. 1998. Participatory costal resource assessment, A handbook for community workers and coatal resource managers. Siliman university. Philippines 16]. Wirshing, R.W., dan Roy, A.W. 1995. Pengantar Pemetaan. Penerbit Erlangga, Jakarta. 17]. Wongsotjitro, S. 1994. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
=============================================
hal ke
65