Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA ARON BATUBARA1, M. DOLOKSARIBU1 dan BESS TIESNAMURTI2 1 Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585 Balai Penelitian Ternak Ciawi, Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002
2
ABSTRAK Potensi keragaman sumberdaya genetik kambing lokal di Indonesia belum begitu banyak dieksplorasi. Sampai saat ini secara umum orang hanya mengetahui kambing lokal Indonesia hanyalah kambing Kacang dan Peranakan Ettawah (PE). Sementara setelah masuknya kambing dari luar ke Indonesia dalam jangka waktu yang sudah lama sehingga dapat berinteraksi dengan kondisi agro-ekosistem spesifik lokasi dan tatalaksana pemeliharaan yang begitu beragam di daerah-daerah membuat keragaman sumberdaya genetik kambing menjadi sangat kaya dan beragam. Dari keseluruhan potensi keragaman sumberdaya genetik yang ada, sampai saat ini baru 7 bangsa kambing lokal yang sudah di karakterisasi antara lain: kambing Marica, Muara, Samosir, Kosta, Gembrong, Peranakan Ettawah (PE) dan kambing Kacang. Beberapa plasma nutfah kambing dilaporkan hampir punah (Gembrong, Marica dan Muara) sementara belum banyak dieksplorasi potensi genetiknya, sehingga perlu dipikirkan upaya pelestarian secara in-situ maupun ex-situ serta penelitian tentang pemanfaatan potensi genetiknya untuk pengembangan bibit kambing unggul. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dan eksplorasi untuk mengkarakterisasi potensi sumberdaya genetik kambing lokal Indonesia lainnya. Kata kunci: Potensi, sumberdaya genetik, kambing lokal, Indonesia
PENDAHULUAN Sebagai Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia masih miskin dalam hal koleksi plasma nutfah. Sistem pengelolaan plasma nutfah dan kebijakan yang mendukungnya sangat minim (KPN, 2006). Plasma nutfah merupakan sumberdaya genetik tak ternilai yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan menjadi bibit unggul. Hal tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-undang nomor 12 Tahun 1992, plasma nutfah merupakan substansi yang terdapat dalam kelompok makhluk hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat diman-faatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru. Untuk memanfaatkan sumberdaya alam tak ternilai tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah identifikasi plasma nutfah yang dimiliki. Setelah itu mengkoordinasikan pengelolaan database plasma nutfah, dan membangun komunitas jaringan kerja data base. Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah adalah ternak kambing. Meskipun
206
kambing telah mengabdi kepada manusia sejak dahulu kala dan terdapat dalam jumlah besar, tersebar luas di berbagai daerah tropis, kambing sedikit sekali mendapat perhatian ilmiah. Kambing bertahan hidup dan berbiak silang dalam isolasi genetik, dan produktivitas potensial dari banyak jenis kambing masih perlu digali. Dibandingkan dengan hewan ternak lainnya, kambing sering kali menjadi prasangka buruk dan ketidak pedulian, tetapi walaupun demikian kambing telah memenuhi sebagian besar tugasnya dalam memproduksi susu, daging, bulu, kulit dan produk lainnya bagi sebagian populasi manusia (DEVENDRA dan BURNS, 1984). Pada mulanya penjinakan kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 80007000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu Bezoar goat atau kambing liar Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy), dan Makhor goat atau kambing Makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan Bezoar.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Ternak kambing sebagai salah satu kekayaan sumberdaya genetik di Indonesia belum banyak diketahui. Menurut SUBANDRYO (2004) ada dua rumpun kambing yang dominan di Indonesia yakni kambing Kacang dan kambing Etawah. Kambing Kacang berukuran kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900an dan kambing Etawah tubuhnya lebih besar. Kemudian ada juga beberapa jenis kambing yang didatangkan ke Indonesia pada masa jaman pemerintahan Hindia Belanda dalam jumlah kecil sehingga menambah keragaman genetik kambing di Indonesia. Sejalan dengan bertambahnya bangsa kambing maka lama kelamaan terjadilah proses adaptasi terhadap agroekosistem yang spesifik sesuai dengan lingkungan dan manajemen peme-liharaan yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian terjadi evolusi yang membuka kemungkinan munculnya jenis kambing yang baru. Untuk tujuan pelestarian kekayaan plasma nutfah dan pengembangan potensi bibit unggul sangat perlu dilakukan kegiatan eksplorasi, karakterisasi, koleksi dan evaluasi keragaman sumber daya genetik kambing di Indonesia. KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING INDONESIA Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan sudah melakukan penelitian karakterisasi beberapa kambing lokal Indonesia, berikut ini 6 bangsa kambing yang sudah dikarakterisasi karakteristik penotipenya, dan akan dilanjutkan untuk penelitian di
beberapa daerah lagi. Diharapkan penelitian ini dapat berkembang dan peneliti dari universitas maupun lembaga penelitian lain juga turut berpartisipasi untuk mengeksplorasi plasma nutfah kambing yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Kambing Marica Kambing Marica merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka (endargement). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, keragaman karakteristik morfologik kambing Marica ini hampir mirip dengan kambing Kacang, namun ada perbedaan yaitu penampilan tubuh lebih kecil dibandingkan kambing kacang, telinga berdiri menghadap samping arah ke depan, tanduk relatif kecil dan pendek. Kambing Marica mampu beradaptasi baik di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah. Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan rumput-rumput kering di daerah tanah berbatubatu. Daerah sebaran kambing Marica dapat dijumpai di Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sopheng dan daerah Makassar di sekitar Propinsi Sulawesi Selatan. Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh bagian luar kambing Marica dari hasil pengamatan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh tubuh kambing Marica Uraian n Bobot (kg) Panjang badan Tinggi pundak Tinggi pinggul Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang Tanduk Panjang Telinga Lebar telinga Tipe telinga Panjang Ekor Lebar ekor
±6
±9
4 12,5 48,3 46,2 49,1 9,8 48,4 18,3 2,2 7,8 4,8 tegak 9,3 3,3
6 16,3 53,5 53,3 54,2 10,7 52,7 21,2 4,3 8,4 5,1 tegak 10,2 3,6
Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi) 1 psg 2 psg >3 psg Induk 5 21,5 62,3 62,8 56,3 14,3 63,2 26,1 5,5 9,1 5,5 tegak 11,1 3,8
4 27,8 64,6 67,6 62,8 15,7 68,4 27,6 7,5 9,6 5,9 tegak 11,4 3,9
6 28,5 67,6 66,9 62,7 17,3 70,2 29,4 9,3 11,7 6,5 tegak 11,8 4,2
11 26,2 66,4 65,7 60,6 15,9 64,4 27,6 7,4 10,3 6,1 tegak 11,6 3,9
Pejantan 4 24,8 58,6 57,6 59,7 15,6 61,7 23,2 12,1 11,6 5,9 tegak 11,3 3,6
Sumber: BATUBARA et al. (2005)
207
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Dari hasil pengamatan pada kambing Marica yang dijumpai di lapangan bobot badan induk dewasa dan pejantan dewasa rata-rata antara 26,2 kg dan 24 kg, diduga kambing jantan dewasa bisa lebih tinggi lagi mencapai 28 kg jika dipelihara lebih lama. Dengan lebih kecilnya bobot badan kambing Marica ini petani lokal di Kabupaten Maros, Jeneponto dan Kota Makassar sudah mulai menggantinya dengan kambing PE atau kambing Burawa (persilangan kambing Boer dan kambing PE), sehingga diduga jumlah populasi kambing ini secara perlahan-lahan mengalami pengurangan dan sudah mulai susah dijumpai. Namun pada daerah topografi tanah perbukitan dan berbatubatu disekitar pantai, ternak ini nampaknya dapat beradaptasi sangat baik dengan kondisi rumput yang minim dan kering pada musim kemarau. Ciri yang paling khas pada kambing ini adalah telinganya tegak, realtif kecil dan pendek dibandingkan telinga kambing Kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.
Kambing Samosir Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan (Parmalim) penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwarna putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Dalam selang waktu yang lama dan beradaptasi dengan kondisi alam yang cenderung kering berbatu-batu serta topografi berbukit, ternak kambing diduga mengalami evolusi dan beradaptasi dengan lingkungan Pulau Samosir sehingga membentuk kambing spesifik lokasi yang disebut kambing Samosir atau kambing Batak oleh penduduk setempat. Data dan performans karakteristik morfologis tubuh kambing Samosir di Kabupaten Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh kambing Samosir Uraian n Bobot (kg) Panjang badan Tinggi pundak Tinggi pinggul Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang tanduk Panjang telinga Lebar telinga Type telinga Panjang ekor Lebar ekor
±6 6 14,4 54,3 49,2 54,3 50,2 12,3 21,1 3,1 6,8 5,8 tegak 8,7 3,2
±9 7 18,2 56,6 54,5 57,8 58,4 13,6 24,2 3,8 8,7 6,9 tegak 9,6 3,4
Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi). 1 psg 2 psg >3 psg Induk 7 6 6 14 22,1 27,75 29,7 26,2 61,3 67,6 68,7 65,6 58,6 61,4 62,3 60,6 62,1 63,6 64,2 63,2 63,2 64,4 65,6 64,3 15,8 16,2 18,4 16,7 26,4 27,8 29,3 27,6 6,8 7,4 8,6 7,6 8,8 9,2 10,4 9,4 7,2 7,3 7,6 7,4 tegak tegak tegak tegak 10,1 10,3 10,3 10,2 3,5 3,8 4,1 3,7
Pejantan 5 24,3 65,4 58,3 58,6 58,6 14,3 21,4 12,1 12,3 6,4 tegak 10,3 4,3
Sumber: BATUBARA (2005); DOLOKSARIBU et al. (2006)
Bobot badan kambing Samosir lebih besar dari pada kambing Marica, atau hampir sama besarnya dengan kambing Kacang, tetapi ciri khas yang paling menonjol adalah warna bulu putihnya sangat dominan. Warna tanduk dan
208
kukunya juga agak keputihan. Kambing Samosir bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatubatu, walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dijumpai dan kering.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik, pada kondisi Pulau Samosir yang topografinya berbukit. Kambing Muara Dari segi penampilan kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan beberapa punya warna bulu hitam. Bobot kambing Muara lebih besar daripada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Dari hasil wawancara dengan petani setempat, kambing Muara dahulu didatangkan oleh pemerintah setempat, tetapi pada saat pertama didatangkan banyak kambing yang mati akibat manajemen pemeliharaan kambing
yang masih sangat tradisional dan dilepaskan sepanjang hari di lingkungan pedesaan. Namun ada seorang peternak yang bertempat tinggal di pulau kecil di daerah Kecamatan Muara memelihara kambing ini dengan baik dan terus berkembang, lama kelamaan penduduk setempat membeli kambing tersebut dan mengembangkannya lagi. Secara perlahanlahan kambing tersebut beradaptasi dengan kondisi topografi Kecamatan Muara yang bergunung-gunung dengan kemiringan lereng bukit antara 15-50 derajat dan tanah berbatuan vulkanik, tetapi rumput dan ilalang serta tumbuhan semak banyak terdapat di sekitar desa dan pegunungan sekitarnya. Performans karakteristik morfologis tubuh kambing Muara di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik morfologis tubuh kambing Muara Uraian n Bobot (kg) Panjang badan Tinggi pundak Tinggi pinggul Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang tanduk Panjang telinga Lebar telinga Type telinga Panjang ekor Lebar ekor
±6 6 16,6 53,2 52,3 58,6 53,6 12,1 27,4 6,6 14,3 6,8 jatuh 8,7 3,8
±9 5 20,8 61,2 59,7 64,7 65,6 13,3 33,7 9,1 17,7 7,9 jatuh 9,3 4,1
Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi) 1 psg 2 psg >3 psg 4 5 9 36,5 48,3 58,8 68,1 77,8 79,7 65,3 67,8 74,3 71,1 71,6 73,5 75,3 84,7 90,4 15,8 18,5 20,5 37,7 38,9 39,3 10,3 12,5 16,2 18,1 18,2 18,6 8,0 8,2 8,7 jatuh jatuh jatuh 10,1 10,6 10,8 4,3 4,6 4,9
Induk 15 49,4 75,8 69,7 72,2 84,5 18,6 38,7 13,4 18,3 8,3 jatuh 10,5 4,6
Pejantan 3 68,3 96,3 87,6 89,2 98,7 38,5 50,7 27,2 19,4 8,8 jatuh 9,7 5,2
Sumber: BATUBARA et al. (2005)
Kambing Muara sering juga beranak duaempat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa campur tangan manusia dengan penampilan anak yang cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif cukup untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor. Rata-rata bobot badan dewasa atau induk adalah sekitar 49,4 kg dan pejantan dewasa sekitar 68,3 kg. Dari penampilannya kambing
ini termasuk tipe pedaging tetapi kemungkinan diduga bisa juga dikembangkan sebagai kambing tipe perah. Hal ini didasarkan penampilan kambing susu juga relatif lebih besar sehingga dapat memproduksi susu lebih banyak. Dibandingkan dengan kambing Kacang dan PE, kambing Muara nampaknya lebih baik dari segi produksi daging. Lebar dan dalam dada kambing Muara lebih panjang jika dibandingkan dengan kambing PE, bentuk badannya bulat, cenderung mengarah mirip
209
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
dengan tubuh kambing Boer. Bentuk telinga kambing Samosir panjang dan jatuh tetapi hidung tidak melengkung seperti kambing Boer. Tanduk sedang serta panjang badan lebih panjang dibandingkan dengan kambing Kacang. Kambing Kosta Lokasi penyebaran kambing Kosta dilaporkan ISA (1953) dalam SETIADI et al. (1997) ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadangkadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Kambing Kosta betina dewasa mempunyai panjang badan 61cm dan jantan dewasa 74 cm. Meningkatnya umur ternak akan diikuti dengan bertambahnya panjang badan. Panjang badan kambing Kosta jantan dewasa lebih panjang dari pada betina dewasa. Tinggi pundak pada kambing betina dan jantan dewasa berturutturut adalah 56,9cm dan 73,5 cm. Ukuran lebar dada ini akan bertambah sejalan dengan meningkatnya umur, pada betina dewasa 13,9 cm dan jantan dewasa 21 cm. Rataan ukuran
panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar dada, lingkar dada, panjang telinga, panjang tanduk, panjang ekor dan lebar ekor serta bobot badan kambing Kosta dapat dilihat pada Tabel 4. Tinggi pinggul kambing Kosta betina dewasa adalah 60,5 cm dan pada jantan dewasa 75 cm. Pada betina dewasa lingkar dada sebesar 68,2 cm dan pada jantan dewasa 83 cm. Rataan panjang telinga pada kambing betina dewasa adalah 13,8 cm dan jantan dewasa 19 cm. Dari hasil pengukuran yang didapat ternyata ukuran panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada dan tinggi pinggul kambing Kosta lebih tinggi dari ukuran kambing Kacang. Panjang tanduk pada kambing Kosta betina dewasa dan jantan dewasa berturut turut adalah 9,4 cm dan 19,5 cm. Pada kedua jenis kelamin mempunyai tanduk. Tanduk ini akan bertambah panjang sejalan dengan bertambahnya umur. Pada umur yang sama panjang tanduk jantan lebih panjang dari pada betina. Panjang ekor kambing Kosta betina dewasa adalah 10,3 cm dan jantan dewasa 15,5 cm. Ukuran ini lebih pendek dari kambing Jawa randu (17,3 cm dan 17,5 cm) dan PE (25 cm dan 19 cm) SETIADI et al. (2000). Sedangkan lebar ekor pada betina dewasa 3,7 cm dan pada jantan 5 cm.
Tabel 4. Rataan dan simpangan baku ukuran permukaan tubuh kambing Kosta Parameter Berat badan Panjang badan Tinggi pundak Tinggi pinggul Lebar dada Lingkar dada Panjang tanduk Panjang telinga Panjang ekor Lebar ekor
3 4,5 33,3 35,3 36 8 35,3 0,3 12,5 7,3 2,3
6 7,1 42 43,7 47 11 47,3 1,8 15 8,5 3,3
9 10,5 46 35,7 11 49,7 48,7 3 9,3 3,5 15
12 11,1 46,8 45 49 11,6 53,4 3,1 14,9 10,1 3,6
Umur (bulan) 18 Betina dewasa 15,6 24,4 49,1 61 49 56,9 12,8 60,5 58.3 13,9 52,5 68,2 4,3 9,4 11,1 13,8 3,9 10,3 16,2 3,7
Jantan dewasa 46,5 74 73,5 75 21 83 19,5 19 15,5 5
Sumber: MAHMILIA et al. (2004); SETIADI et al. (1997)
Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua sampai hitam. Dengan persentase terbanyak hitam (61%), coklat tua (20%), coklat muda (10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu
210
(3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang didominasi oleh warna putih. Persentase sebaran warna; satu warna 38%, dua warna 56%, dan 3 warna 6%. Rataan litter size adalah 1,73, ini
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
menunjukkan kambing Kosta cukup prolifik. Rataan bobot lahir untuk kelahiran tunggal 1,9kg dan kelahiran kembar 1,49kg. Tingkat kematian pra-sapih cukup tinggi umumnya pada minggu pertama setelah kelahiran. Kambing Gembrong Kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari
kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm. Rataan ukuran panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar dada, lingkar dada, panjang telinga, panjang tanduk, panjang ekor dan lebar ekor serta bobot badan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh kambing Gembrong Parameter Berat badan Panjang badan Tinggi pundak Tinggi pinggul Lebar dada Lingkar dada Panjang tanduk Panjang telinga Panjang ekor Lebar ekor
3 9 42 47 49 10 47 2 10,5 8 3,5
6 12,4 48,5 49 54,5 12,5 52 3,2 13 11 3,5
9 14,1 50 49,3 53,3 13,5 56,5 5,5 16 11,8 3,8
12 16 51 49,3 52,8 12,5 51 4,6 17,3 11,3 4,4
Umur (bulan) 18 Betina dewasa 16,9 27,6 54 62,6 52,7 64,2 57,7 66,6 14 14,1 58,8 70,9 7,3 10,1 18 17,1 12,2 12,1 4,5 4,1
Jantan dewasa 42 71,5 66 69 17 76,5 18,5 18,5 14,5 5
Sumber: MAHMILIA et al. (2004); SETIADI et al. (2002)
Rataan panjang badan betina dewasa 62,6 + 1,14 cm dan jantan dewasa 71,5 + 0,71 cm. Angka ini jauh lebih lebih tinggi dari yang dilaporkan SETIADI et al. (2000), dimana panjang badan betina dewasa 50,02 + 6,34 cm dan jantan dewasa 64,56 + 9,12 cm. Semakin bertambahnya umur kambing, panjang badan juga meningkat. Panjang badan kambing Gembrong ini lebih panjang dari pada kambing Kacang (47-55 cm), namun lebih pendek dari pada PE (81-90 cm), seperti yang dilaporkan SETIADI et al. (1997). Rataan tinggi pundak kambing Gembrong betina dewasa adalah 64,2 + 4,55 cm dan jantan dewasa 66 + 7,07 cm. Namun kambing Gembrong lebih rendah dari PE (76-84 cm) (SUBANDRIYO et al., 1995). Tinggi pinggul kambing Gembrong betina dewasa 66,6 + 4,56 cm dan jantan dewasa 69 + 5,66 cm dan jantan dewasa 69 + 5,66 cm. Rataan ini lebih rendah dibandingkan kambing PE (80,14 + 4,26 cm dan 96,75 + 0,25 cm), Namun lebih tinggi dari pada kambing Kacang (58,40 + 1,61 cm dan 54,73 + 1,67 cm). Kambing Gembrong betina dewasa
mempunyai lingkar dada 70,9 + 3,47 cm dan jantan dewasa 76,5 + 0,71 cm. Hasil ini lebih tinggi dari pada kambing Kacang betina dewasa 62,1 cm dan jantan dewasa 67,6 cm. Namun lebih rendah dari kambing PE 80,1 cm dan 99,5 cm (SETIADI et al., 1997). SUBANDRIYO et al. (1995) melaporkan bahwa lingkar dada kambing PE di sumber bibit berkisar 80-90 cm. Untuk ukuran lebar pada kambing betina dan jantan dewasa didapatkan 14,1 cm dan 17 cm. Ukuran ini relatif sama dengan kambing Kosta betina, namun untuk jantan lebih rendah dari pada kambing Kosta jantan. Dari berbagai ukuran yang didapat (panjang tubuh, tinggi pundak, lingkar dada dan tinggi pinggul) ternyata kambing Gembrong lebih kecil dari pada kambing PE namun lebih besar dari pada kambing Kacang. Secara umum ukuran tubuh kambing ini lebih besar dari yang didapatkan SETIADI et al. (2000). Hal ini mungkin karena jumlah materi yang diamati terlalu sedikit. Kambing Gembrong jantan dan betina umumnya
211
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
bertanduk, namun tanduk pada jantan dewasa (18 cm) lebih panjang dari pada betina (10,12 cm). Panjang ekor dan lebar ekor kambing Gembrong betina dewasa dan jantan dewasa berturut-turut adalah 12,1; 14,5 dan 4,1; 5 cm. Panjang ekor kambing Gembrong lebih pendek dari pada kambing PE (19 dan 25 cm) dan kambing Jawarandu (17,3 dan 17,5 cm), namun sedikit lebih panjang dari kambing Kacang (12 dan 11,9 cm) (SETIADI et al., 1997). Semakin besar ukuran permukaan tubuh, semakin berat bobot badannya. Dari pengamatan ini didapatkan berat badan betina dewasa adalah 27,6 kg. Bobot badan kambing Gembrong lebih rendah dari pada kambing PE betina dewasa (40,2 kg) dan kambing Jawa randu betina dewasa (28,7 kg), namun sedikit lebih tinggi dari kambing Kacang (23,8 kg) (SETIADI et al., 1997). Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebagian berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna sebanyak 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg
dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%. Kambing Peranakan Ettawah (Ettawa) Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa (asal India) dengan kambing Kacang, yang penampilannya mirip Ettawa tetapi lebih kecil. Kambing PE tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (perah). Peranakan yang penampilannya mirip Kacang disebut Bligon atau Jawa Randu, yang merupakan tipe pedaging. Ciri khas kambing PE antara lain; bentuk muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek menggantung dan ujungnya agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung, tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung mengombak ke belakang, bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada yang tunggal; putih, hitam dan coklat, tetapi jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna, yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam. Karakteristik rataan permukaan ukuran tubuh (fenotipe) kambing PE dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan permukaan ukuran tubuh kambing Peranakan Ettawa (PE) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Parameter Berat badan (kg) Panjang badan (cm) Tinggi pundak (cm) Tinggi pinggul (cm) Lebar dada (cm) Lingkar dada (cm) Panjang tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm)
Betina dewasa 40,2 81 76 80,1 12,4 80,1 6,5 12 19 2,5
Jantan dewasa 60 81 84 96,8 15,7 99,5 15 15 25 3,6
Sumber: SUBANDRYO et al. (1995)
Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia, juga didapati di Malaysia dan Philipina. Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada umur 15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan.
212
Kambing ini cocok sebagai penghasil daging dan kulit dan bersifat prolifik, sifatnya lincah, tahan terhadap berbagai kondisi dan mampu beradaptasi dengan baik diberbagai lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana. Karakteristik fenotipe kambing Kacang dapat dilihat pada Tabel 7.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 7. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh kambing Kacang No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Parameter Berat badan (kg) Panjang badan (cm) Tinggi pundak (cm) Tinggi pinggul (cm) Lebar dada (cm) Lingkar dada (cm) Panjang tanduk (cm) Panjang telinga (cm) Panjang ekor (cm) Lebar ekor (cm)
Betina dewasa 20 47 55,3 54,7
Jantan dewasa 25 55 55,7 58,4
62,1 7 4 12 2
67,6 7,8 4,5 12 2,5
Sumber: SETIADI et al., (1997)
Ciri-ciri kambing kacang antara lain: bulu pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan coklat). Adapula warna bulunya berasal dari campuran ketiga warna tersebut. Kambing jantan maupun betina memiliki tanduk yang berbentuk pedang , melengkung ke atas sampai ke belakang. Telinga pendek dan menggantung. Janggut selalu terdapat pada jantan, sementara pada betina jarang ditemukan. Leher pendek dan punggung melengkung. Kambing jantan berbulu surai panjang dan kasar sepanjang garis leher, pundak, punggung, sampai ekor. Tingkat kesuburan tinggi, kemampuan hidup dari lahir sampai sapih 79,4%, sifat prolifik dengan anak kembar dua 52,2%, kembar tiga 2,6% dan anak tunggal 44,9%. Kambing Kacang dewasa kelamin rata-rata umur 307,72 hari, persentase karkas 44-51%. Rata-rata bobot anak lahir 3,28kg dan bobot sapih (umur 90 hari) sekitar 10,12 kg. KESIMPULAN Dari tujuh bangsa ternak kambing lokal Indonesia yang telah dikarakterisasi yang termasuk kategori besar adalah kambing Peranakan Ettawa (PE) dan kambing Muara, kambing kategori sedang adalah kambing Kosta, Gembrong dan kategori kecil adalah kambing Kacang, kambing Samosir dan kambing Marica. Perlu dilanjutkan upaya pelestarian dan penelitian potensi genetik kambing lokal Indonesia, serta melanjutkan upaya eksplorasi/ karakterisasi bangsa kambing lain yang masíh
tersebar di Indonesia.
daerah-daerah
yang
ada
di
DAFTAR PUSTAKA BATUBARA, A. dan M. DOLOKSARIBU. 2005. Koleksi ex-situ dan Karakterisasi Plasma Nutfah Kambing Potong. Laporan Hasil Penelitian tahun anggaran 2005. Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, Sumatera Utara. DEVENDRA, C. dan M. BURNS. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan IDK HARYA PUTRA. ITB. Bandung. DOLOKSARIBU, M., A. BATUBARA dan S. ELIESER. 2006. Karakteristik Morfologi Kambing Spesifik Lokal di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. (in-press). MAHMILIA, F., S.P. GINTING, A. BATUBARA, M. DOLOKSARIBU dan A. TARIGAN. 2004. Karakteristik Morfologi dan Performans Kambing Gembrong dan Kosta. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SETIADI, B., D. PRIYANTO, M. MARTAWIDJAJA, SORTA D. SITORUS dan S. MAWI. 1995. Penelitian Karakterisasi Kambing Kosta di Pedesaan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN tahun anggaran 1994/1995. Ternak Ruminansi Kecil. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.
213
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
SETIADI, B., D. PRIYANTO dan M. MARTAWIDJAJA. 1997. Komparatif Morpologik Kambing. Laporan Hasil Penelitian APBN 1996/1997. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. SETIADI, B., SUBANDRIYO, K. DWIYANTO, T. SARTIKA, B. TIESNAMURTI, D. YULISTIANI dan M. MARTAWIDJAJA. 2000. Karakterisasi Sumber Daya Genetik Kambing Lokal sebagai Upaya Pelestarian secara ex-situ. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.
214
SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGRAINI, R.S.G. SIANTURI, HASTONO, dan O. BUTAR-BUTAR. 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Ettawah dan Sumber Daya di Daerah Sumber Bibit Pedesaan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SUTAMA, I. KETUT. 1997. Kambing Peranakan Ettawah, Kambing Perah Indonesia, Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.