1
PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA DAN SELEKSI TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
NUR LAELA WAHYUNI MEILAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper nigrum L.) Varietas Ciinten melalui Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam datar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016
Nur Laela Wahyuni Meilawati NIM A253130291
4
RINGKASAN NUR LAELA WAHYUNI MEILAWATI. Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper nigrum L.) Varietas Ciinten melalui Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB). Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan NURLIANI BERMAWIE. Lada merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif, sehingga keragaman genetiknya sempit. Salah satu kendala dalam budidaya lada adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capcisi. Keragaman genetik yang tinggi penting untuk menghasilkan varietas baru. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui iradiasi sinar gamma. Jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar genotipe/ aksesi plasma nutfah lada perlu diketahui untuk membantu pemulia tanaman dalam usaha merakit varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap radiosensitivitas dan respon lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula, (2) mengidentifikasi keragaman genetik mutan putatif lada varietas Ciinten berdasarkan penanda morfologi dan SSR, dan (3) Seleksi tanaman lada varietas ciinten hasil iradiasi sinar gamma terhadap penyakit busuk pangkal batang (BPB). Penelitian terdiri dari tiga percobaan/kegiatan. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balittro, Laboratorium Molekuler Pemuliaan Tanaman, Balittro dan BB Biogen, serta Laboratorium Penyakit, Balittro pada bulan September 2015 sampai dengan April 2016. Bahan tanaman yang digunakan pada percobaan I yaitu biji lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Split plot dengan petak utama adalah fase benih (benih dan benih dengan radikula) dan anak petak adalah dosis iradiasi dengan tujuh taraf yaitu (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 60 benih. Bahan pada percobaan II dan III menggunakan 27 individu hasil iradiasi sinar gamma dan kontrol. Percobaan II yaitu isolasi DNA dari daun lada menggunakan metode CTAB dilanjutkan dengan uji kemurnian dan kuantitas DNA. Amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR menggunakan 9 primer. Data yang diamati dianalisis menggunakan program NTSys dan minitab untuk mendapatkan dendogram. Hubungan kekerabatan antar mutan putatif berdasarkan karakter morfologi dan molekuler (SSR). Percobaan III yaitu seleksi ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang dengan cara menginokulasi daun dengan inokulum P. capsici. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), apabila berbeda nyata dengan kontrol akan diuji lanjut dengan uji Dunnet pada taraf 5%. Pengamatan dilakukan 72 jam setelah inokulasi dengan mengukur luas bercak. Hasil penelitian pada percobaan I menunjukkan bahwa kedua fase menghasilkan keragaan pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan jumlah ruas yang menunjukkan perbedaan secara signifikan antar dosis. Radiosensitivitas lada pada fase benih dengan radikula lebih tinggi dibandingkan dengan fase benih ditunjukkan oleh nilai LD50 (Lethal Dose 50). LD50 pada lada fase benih yaitu 68.15 Gy, sedangkan LD50 fase benih dengan radikula yaitu 30 Gy. Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan pada kedua fase perlakuan
5
mengakibatkan tinggi tanaman, panjang daun semakin terhambat pertumbuhannya sehingga jumlah daun dan jumlah ruas semakin sedikit. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi. Pada percobaan II, karakter yang digunakan untuk penanda morfologi adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas dan jumlah cabang. Hasil pengelompokkan berdasarkan karakter morfologi menunjukkan kesamaan antar mutan putatif sebesar 18.15%. Terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun mutan terhadap tetua. Perubahan tersebut terdapat pada bentuk daun, bentuk pangkal daun dan tepi daun. Hasil analisis SSR didapatkan lima primer yang menghasilkan pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil analisis keragaman mutan putatif berdasarkan penanda SSR, memiliki tingkat kesamaan 63%. Hasil penelitian pada percobaan III menunjukkan bahwa keragaman genetik yang tinggi penting untuk menghasilkan varietas baru, khususnya untuk pemuliaan ketahanan terhadap infeksi Phytophthora capsici. Terdapat 14 mutan yang memiliki luas bercak < 1 mm2, tetapi hanya 10 mutan yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan memiliki nilai luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran 0.17-0.60 mm2 yaitu MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 sehingga termasuk kategori sangat tahan, sedangkan satu mutan putatif memiliki ukuran bercak daun lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu MP 2 (6.34 mm 2) termasuk kategori sangat peka. Berdasarkan klasifikasi terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, enam mutan putatif bersifat tahan, lima mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P. capsici.
Kata kunci: radiosensitivitas, radikula, anatomi, morfologi, penanda SSR, P. capsici
6
SUMMARY NUR LAELA WAHYUNI MEILAWATI. Genetic Diversity Improvement of Black Pepper (Piper nigrum L.) Ciinten Variety through Gamma Irradiation and Selection against Phytophthora Foot Rot Diseases. Supervised by AGUS PURWITO and NURLIANI BERMAWIE. Black pepper is an introduced species and has always been propagated vegetatively, therefore has narrow genetic diversity. One of the obstacles in the cultivation of pepper was foot rot disease caused by Phytophthora capcisi. High genetic diversity is important to produce new varieties. One way to increase the genetic diversity is through gamma ray irradiation. Genetic distance and phylogenetic relationship among accessions in black pepper germplasm will help plant breeders assemble superior varieties. This study aimed to (1) understand the effect of gamma ray irradiation on radiosensitivity and response of black pepper Ciinten variety at seed phase and seed with radicle, (2) identify genetic diversity of putative black pepper Ciinten varieties based on morphology and SSR markers, (3) select the plant of Ciinten variety resulted from gamma ray irradiation against foot rot disease. The plant material used in experiment I were pepper seeds Ciinten variety at seed phase and seed with the radicle. The experiment used Split plot design with two factors. The main factor was treatment of seeds (seeds and seeds with radicle) and the sub plot was dosage irradiation with seven levels i.e. (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Each treatment consisted of three replications, each replication consisted of 60 seeds. The research was conducted in the greenhouse of Indonesian Spice and Medicinal Crops Research Institut (ISMCRI), Molecular Plant Breeding laboratory of ISMCRI and ICABIOGRAD, Disease Laboratory of ISMCRI from September 2015 to April 2016. The plant material used in the experiments II and III were 27 individuals of black pepper plant resulted from gamma irradiation and control. Observations were made on morphological characters and SSR pattern. Isolation of DNA used CTAB methods followed by identification of purity and quantity of DNA. PCR aamplification using 9 primers. The experiment II used NTSYS program and Minitab to get dendogram. The experiment III was selection of resistance to foot rot disease by inoculated the leaves with P. capsici inoculum. The experiment used completely randomized design (CRD). Observations were made 72 hours after inoculation, by measuring the size of lesion. Data were analyzed statistically, when where was significant different from the controls would be tested further by Dunnet test at 5% level. Result of the first experiment showed that both phases showed variation on plant height, leaf length, number of leaves and number of segments that showed significant difference among the dosages. Radiosensitivity of black pepper in seed phase with radicle is higher than the seed phase, indicated by the LD50 (Lethal Dose 50). LD50 on seed phase is 68.15 Gy, whereas LD50 seeds with radicle phase was 30 Gy. The higher the irradiation dosage given to both phases of treatment resulted in stunting of plant height and reduced leaf length so that the number of leaves and number of segments is fewer. Irradiation doses 25 and 50 Gy on seed phase and 25 Gy on seed phase with radicle increased genetic
7
variation based on quantitative and qualitative morphological characters and anatomy. The results of experiment II, the character used for morphological markers were plant height, leaf length, leaf width, leaf number, number of segments, and number of branches. Dendogram showed 18.15% similarity level. There were variations or changes in mutant leaves character compare to the origin. The changes appear in leaf shape, shape of leaf base and leaf margin. Molekular study showed that from PAGE visualization with five primers produce polymorphic bands. Those primers were Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Results of analyses based on SSR markers showed 63% similarity level. Results of the experiment III showed that high genetic diversity necessary to generate new varieties, especially for breeding resistance to Phytophthora capsici disease. There were 14 mutants that have lesion size <1 mm2, but only 10 mutants that have broad leaf lesion significantly different from control. Nine mutants have broad leaf lesion lower than the control between 0.170.60 mm2 that MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 thus categorized as highly resistant, while the putative mutant has leaf lesion size higher than the control, namely MP2 (6.34 mm2) was highly sensitive category. Based on the classification there were 14 putative mutants highly resistant, six putative mutants resistant, 5 putative mutants that were moderately resistant as control, as well as two other individuals were very sensitive to P. capsici.
Keyword: radiosensitivity, radicle, anatomy, morphology, SSR marker, P. capsici
8
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
9
PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA DAN SELEKSI TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
NUR LAELA WAHYUNI MEILAWATI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
10
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr
11
Judul Tesis
Nama NIM
: Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper nigrum L.) Varietas Ciinten melalui Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) : Nur Laela Wahyuni Meilawati : A253130291
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr Ketua
Dr Ir Nurliani Bermawie Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian : 29 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
12
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Peningkatan Keragaman Genetik Lada (Piper nigrum L.) Varietas Ciinten melalui Iradiasi Sinar Gamma dan Seleksi terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB)” ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr Ir Agus Purwito, MScAgr dan Dr Nurliani Bermawie atas ide, gagasan dan ilmu yang sangat berharga yang beliau sampaikan kepada penulis sejak awal penyusunan proposal, bimbingan selama penelitian dan penulisan tesis. 2. Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS selaku ketua program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Dr Dewi Sukma, SP MSi sebagai penguji sidang dan seluruh dosen, karyawan, teknisi di IPB atas ilmu dan bantuannya. 3. Dr Syarifah Iis Aisyah, MSc Agr selaku penguji luar komisi atas semua saran dan masukkannya. 4. Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah memberikan izin untuk menempuh pendidikan magister di Institut Pertanian Bogor. 5. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian atas kesempatan belajar dan beasiswa pendidikan magister yang telah diberikan kepada penulis. 6. Dra Natalini Nova selaku ketua RPTP lada di Balittro yang telah membantu penulis untuk melaksanakan penelitian dan pendanaan melalui anggaran APBN tahun 2015. 7. Rekan-rekan di Balittro atas perhatian, doa dan dukungannya. 8. Bapak (Sutopo MM), Ibu (Rian Herini S.), Bapak mertua (M. Khusaeri), Ibu mertua (Suparni) atas semua doa dan kasih sayangnya. 9. Suami (Mochammad Rizal, SSi Apt), anak pertama (Naufa Nazihah Rufaidah), anak kedua (Muhammad Qowiyyun Alghifari) atas keikhlasannya mendoakan umi. 10. Rekan-rekan pascasarjana PBT angkatan 2013 dan 2014 atas kebersamaan dan perjuangannya. Penulis sadari masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dalam tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Bogor, Oktober 2016
Nur Laela Wahyuni Meilawati
13
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Kerangka Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tumbuhan 2.2 Syarat Tumbuh 2.3 Deskripsi Tanaman Lada 2.4 Pemuliaan Mutasi 2.5 Radiosensitivitas 2.6 Marka Genetik 2.7 Hama dan Penyakit pada Lada 3 RESPON TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN TERHADAP IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak Abstract 3.1 Pendahuluan 3.2 Bahan dan Metode 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.4 Simpulan 4 KERAGAMAN GENETIK MUTAN PUTATIF LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN SSR Abstrak Abstract 4.1 Pendahuluan 4.2 Bahan dan Metode 4.3 Hasil dan Pembahasan 4.4 Simpulan 5 SELEKSI TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) CIINTEN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) Abstrak Abstract 5.1 Pendahuluan 5.2 Bahan dan Metode 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.4 Simpulan 6 PEMBAHASAN UMUM
xiv xiv xv 1 1 2 3 3 4 4 6 6 6 7 10 11 11 13 16 16 16 17 18 20 27 28
28 28 29 30 33 39 40 40 40 41 42 44 46 47
14
7 SIMPULAN UMUM DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
50 51 60 64
15
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4. 2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3
Persentase hidup tanaman lada hasil iradiasi sinar gamma fase benih dan fase benih dengan radikula Pertumbuhan lada varietas Ciinten karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas terhadap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma umur 8 BST Pertumbuhan lada varietas Ciinten pada karakter jumlah cabang terhadap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma umur 8 BST Persentase bentuk daun, bentuk dasar daun, pinggir daun lada hasil iradiasi sinar gamma Pengaruh iradiasi tanaman terhadap jumlah, kerapatan, indeks stomata pada lada varietas Ciinten umur 8 BST Individu mutan putatif lada Ciinten yang digunakan untuk penanda morfologi dan SSR Primer yang digunakan untuk analisa SSR pada tanaman lada Bentuk daun mutan putatif lada varietas Ciinten Bentuk dasar daun dan pinggir daun mutan putatif lada varietas Ciinten Kelompok hasil dendogram berdasarkan penanda morfologi Populasi mutan putatif lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma Klasifikasi luas bercak daun lada berdasarkan Xu et al. (2014) dengan modifikasi Persentase bercak pada 27 mutan putatif Ciinten hasil iradiasi sinar gamma dan satu tetua lada varietas Ciinten
20 23
23
25 26 31 32 34 35 36 42 43 45
16
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Bagan alir penelitian Gambar 3.1 Bentuk daun lada 1. Bulat telur, 2. Bulat telur-elips, 3. Bulat telur lonjong, 4. Elips panjang, 5. Bentuk jantung Gambar 3.2 Tepi daun lada 1.lurus dan 2. Bergelombang Gambar 3.3 Bentuk pangkal daun lada 1. Membulat, 2. Bentuk jantung, 3. Runcing, 4. Tidak simetris-Bercelah Gambar 3.4 Kurva respon persentase hidup tanaman lada fase benih terhadap beberapa dosis iradiasi sinar gamma Gambar 3.5 Kurva respon persentase hidup tanaman lada pada fase munculnya radikula terhadap beberapa dosis iradiasi sinar gamma Gambar 3.6 Bentuk tepi daun lada (1) lurus dan (2) bergelombang. Bentuk daun (1) Bulat telur, (2) Bulat telur elips, (3) Bulat telur lanset, (5) Menjantung Gambar 3.7 Bentuk pangkal daun lada (1). Bulat, (2). Menjantung (3). Runcing Gambar 3.8 Stomata lada yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma pada fase benih (a) Kontrol, (b) 25 Gy, (c) 50 Gy, (d) 75 Gy, (e) 100 Gy Gambar 4.1 Dendogram 27 mutan putatif lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma dan tetua berdasarkan penanda morfologi dengan karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang Gambar 4.2 Hasil elektroforesis dengan primer (a) Psol 10 dan (b) Psol 16 dengan menggunakan PAGE pada 27 individu hasil iradiasi sinar gamma Gambar 4.3 Dendogram 27 mutan putatif lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma dan tetua berdasarkan karakter molekuler marka SSR dengan lima primer
5 19
Gambar 5.1 Respon daun lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma (a) kontrol, (b) 25Gy, (c) 50Gy, (d) 75Gy, (e) 100Gy, (f) 25Gy terhadap infeksi Phytophthora capsici pada (b)(c)(d)(e) fase benih dan (f) fase benih dengan radikula inkubasi 72 jam
44
19 19 21 21
24
24 26
36
38
38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3
Karakteristik Lada Varietas Ciinten Hasil Scoring Penanda SSR dengan lima primer Data morfologi yang digunakan untuk analisis pengelompokkan
59 61 62
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, obat herbal, anti bakteri dan anti oksidan. Kebutuhan lada dunia mencapai 350 ribu ton/tahun. Kontribusi Indonesia sebagai pengekspor lada mencapai 29% dari kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah Vietnam. Produksi lada nasional tahun 2014 mencapai 91.941 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Salah satu kendala dalam budidaya lada adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capcisi (Muller 1937). Penyakit ini dapat mematikan tanaman dan dapat menyerang seluruh bagian tanaman lada. Serangan pada daun akan menimbulkan bercak dan meluas keseluruh permukaan daun, sedangkan serangan pada pangkal batang dan akar dapat menyebabkan tanaman mati (Manohara et al. 2005). Tingkat serangan cendawan P. capsici pada tanaman lada sangat dipengaruhi oleh tingkat ketahanan tanaman, virulensi cendawan tersebut dan faktor lingkungan. Kehilangan hasil lada akibat penyakit BPB pada triwulan ketiga tahun 2010 sebesar 16 milyar rupiah (Direktorat Perlindungan Perkebunan 2011). Upaya mengatasi penyakit BPB telah dilakukan antara lain dengan perbaikan kultur teknis dengan pemberian nutrisi sehingga meningkatkan ketahanan tanaman (Manohara et al. 2005). Pengendalian secara kimia atau agensia hayati maupun pengendalian terpadu (Wahyuno et al. 2007) juga telah dilakukan, namun upaya tersebut belum sesuai harapan. Pengendalian penyakit secara kimiawi berdampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah penyakit pada tanaman lada adalah dengan menggunakan varietas lada yang tahan. Pembentukan varietas tahan merupakan pendekatan yang efektif, ekonomis dan ramah lingkungan. Ciinten adalah salah satu varietas unggul lada yang baru dilepas Balittro (Bermawie et al. 2015b), mempunyai malai panjang dan ukuran biji lebih besar (Setiyono & Udarno 2011), hasil per pohon, malai per tanaman, jumlah biji per malai, bobot dan panjang tangkai malai lebih tinggi dibandingkan dengan lada varietas unggul Petaling-1 (Bermawie et al. 2013). Hasil pengujian secara in vitro varietas Ciinten ini termasuk moderat tahan terhadap penyakit BPB sehingga diperlukan perbaikan varietas untuk meningkatkan karakter tersebut. Keberhasilan pembentukan varietas tahan ditentukan oleh tersedianya plasma nutfah dengan keragaman genetik yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman adalah dengan induksi mutasi (Suwarno & Silitonga 2006). Pemuliaan mutasi telah berhasil meningkatkan keragaman genetik pada tanaman yang diperbanyak dengan biji maupun vegetatif seperti kalus nilam (Kadir et al. 2007), kalus tebu (Suhesti 2015), rimpang jahe (Bermawie et al. 2015a). Mutasi dengan iradiasi akan memungkinkan untuk merubah hanya satu karakter yang diinginkan tanpa mengubah karakter lainnya. Respon tanaman terhadap efek iradiasi sinar gamma dipengaruhi oleh faktor genetik (genus, spesies, genotipe, varietas), bagian tanaman, umur fisiologis tanaman dan laju dosis radiasi yang digunakan (Shu et al. 2012). Berdasarkan uji pendahuluan yang dilakukan di laboratorium, benih lada memiliki lapisan luar yang keras dan
2
membutuhkan waktu 13 hari untuk muncul radikula/ calon akar. Benih yang telah muncul radikula diduga lebih sensitif terhadap iradiasi sinar gamma, sehingga dalam penelitian ini digunakan dua fase perlakuan yaitu fase benih dan benih dengan radikula. Ini bertujuan untuk mengetahui bagian tanaman mana yang paling respon optimal dalam menangkap efek iradiasi sinar gamma. Zanzibar & Sudrajat (2009) menjelaskan ketika radiasi ionisasi diserap ke dalam material biologis, radiasi tersebut akan beraksi secara langsung terhadap target sel kritis atau secara tidak langsung melalui pembangkitan metabolit yang dapat memodifikasi komponen-komponen sel penting. Penggunaan irasiasi sinar gamma dengan berbagai dosis dalam hubungannya dengan perkecambahan benih telah dicoba pada berbagai tanaman seperti pada Capsicum annuum L. yang telah diberi dosis rendah yaitu 2, 4, 8, dan 16 Gy merangsang pertumbuhan dan resistensi terhadap cekaman (Kim et al. 2005). Benih Triticum aestivum L. dengan pemberian dosis iradiasi 10, 20, 30 dan 40 kR menunjukkan lebih superior dibandingkan kontrol untuk beberapa karakter (Singh & Balyan 2009), dapat meningkatkan daya dan kecepatan berkecambah pada Triticum durum pada dosis 10 dan 20 Gy (Melki & Marouani 2009), dapat merangsang parameter pertumbuhan (perkecambahan, panjang akar dan hipokotil) Lactuca sativa pada dosis 5 dan 30 Gy (Marcu et al. 2012), dapat meningkatkan daya berkecambahn, indeks vigor, laju rata-rata pertumbuhan Terminalia arjuna pada dosis 25 Gy (Akshatha et al. 2013). 1.2 Perumusan Masalah Lada merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman genetiknya sempit (Purseglove et al. 1981). Bunga lada merupakan bunga hermaprodit dan bunga jantan yang terletak dalam satu pohon (andromonoecious) (Daryanto & Satifah 1984). Hasil pengamatan pada enam varietas lada menunjukkan lebih dari 94% memiliki bunga hermaprodit dan sekitar (2.6 – 5.3) % memiliki bunga hanya berkelamin jantan (Setiyono 2008). Hal ini menyebabkan terjadinya penyerbukan sendiri sehingga benih yang dihasilkan bersifat homozigot. Hal ini juga menyebabkan keragaman genetik lada rendah. Salah satu cara peningkatan keragaman genetik suatu tanaman dapat dengan induksi mutasi (Suwarno & Silitonga 2006). Induksi mutasi menggunakan bantuan mutagen seperti mutagen fisik (radiasi) maupun mutagen kimia. Penggunaan mutagen fisik diantaranya dengan sinar gamma, sinar x, electron beam dan ion beam. Induksi mutasi menggunakan iradiasi dapat menimbulkan mutasi gen dan aberasi kromosom yang bisa menghasilkan keragaman genetik yang luas sebagai materi dasar untuk penciptaan varietas baru (Chen 2002). Respon tanaman terhadap efek radiasi sinar gamma dipengaruhi oleh laju dosis radiasi yang digunakan. Dosis yang umum digunakan adalah (40–400) Gy (Ismachin 1988). Induksi mutasi iradiasi sinar gamma pada benih lada telah dilakukan dengan interval dosis 0, 50, 100 dan 150 Gy. LD50 pada lada berada pada kisaran (100–150) Gy untuk lada varietas Petaling 1, sedangkan kisaran LD50 pada lada varietas Petaling 2 berada pada dosis (105–110) Gy (Kristina & Arlianti 2013). Penggunaan radiasi sinar gamma di India untuk memperoleh mutan lada yang
3
baru, telah diterapkan pada benih dan stek berakar lada Karimunda, Paniyur 1, dan lainnya dengan dosis 1-4 krad. Dosis radiasi yang semakin tinggi berpengaruh pada penampilan tanaman, pertumbuhan tanaman yang abnormal, perubahan klorofil dan penampilan daun yang roset (Peter et al. 2007). Hadipoentyanti (2007) telah melakukan mutasi radiasi dengan sinar gamma pada benih lada varietas Natar 1 dengan dosis dosis 1, 2, 3, 4 dan 5 krad dan hasilnya menunjukkan setelah tanam di lapang, tanaman mulai berbuah pertama pada umur 4-5 tahun. Dari beberapa variasi genetik yang diperoleh di lapang terdapat satu mutan yang mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan varietas asalnya (Natar 1) perbedaan terlihat pada bentuk daun lebih sempit (joronglanset), rata-rata panjang bulir 13 cm, memiliki fruit set (buah jadi) lebih banyak 80% dan buah masak serentak dalam satu bulir serta buah tidak mudah rontok dari bulir walaupun telah masak (warna merah). Karakter tersebut lebih superior dibanding yang dimiliki varietas asal yaitu Natar 1. Induksi mutasi dapat menyebabkan perubahan pada sifat morfologi, selain itu dapat merubah sifat ketahanan terhadap penyakit. Ketahanan suatu tanaman berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mencegah, menghambat atau memperlambat perkembangan penyakit. Salah satu mekanisme ketahanan tanaman yaitu adanya sifat fisik tanaman yang berfungsi sebagai penghalang penyakit seperti lapisan lilin, stomata, bulu daun (trichoma), lentisel yang dapat mencegah patogen untuk masuk atau menginfeksi bagian tanaman (Brown 1988). Pada penelitian ini, induksi mutasi dengan sinar gamma diharapkan akan menimbulkan perubahan genetik yang mengarah kepada ketahanan terhadap penyakit, khususnya penyakit busuk pangkal batang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Meningkatkan keragaman genetik lada varietas Ciinten untuk sifat ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. 2. 3.
Mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap radiosensitivitas dan respon lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula Mengidentifikasi keragaman genetik lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR Seleksi tanaman lada (Piper nigrum l.) varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma terhadap penyakit busuk pangkal batang (BPB) 1.4 Hipotesis Penelitian
1.
2.
Perlakuan pada fase benih akan menghasilkan radiosensitivitas yang lebih rendah tetapi menghasilkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pada fase benih dengan radikula Penanda morfologi dan SSR dapat mendeteksi keragaman genetik lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma
4
3.
Diperoleh mutan putatif yang tahan terhadap P. capsici 1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai dosis iradiasi lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula yang mampu menimbulkan keragaman. LD20 dan LD50 merupakan dosis yang dapat menimbulkan mutasi pada sifat yang diinginkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk program pemuliaan tanaman lada. Munculnya keragaman genetik pada sifat ketahanan akibat iradiasi diharapkan dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas lada unggul tahan penyakit busuk pangkal batang (BPB). 1.6 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian yang dilakukan meliputi iradiasi pada fase benih dan fase benih dengan radikula, analisis respon iradiasi dengan mengamati keragaman melalui karakter morfologi, anatomi, molekuler dan uji ketahanan daun terhadap infeksi P. capsici yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang. Penelitian terdiri atas tiga percobaan untuk mencapai tujuan dan menjawab hipotesis dengan alur penelitian seperti Gambar 1. Lada varietas Ciinten diiradiasi dengan dosis (0, 25, 50, 75, 100, 125 dan 150) Gy. Iradiasi dilakukan terhadap dua fase yaitu fase benih dan fase benih dengan radikula. Percobaan 1 dilakukan untuk mengetahui LD20 dan LD50, mengetahui respon morfologi kuantitatif dan kualitatif dan respon karakter anatomi (stomata). Diharapkan terjadi peningkatan keragaman lada di antara LD20 dan LD50. Percobaan 2 dilakukan analisis keragaman mutan dengan penanda morfologi dan SSR pada beberapa mutan putatif Ciinten. Pada percobaan ini dihasilkan pengelompokkan antara mutan putatif dan kontrol lada varietas Ciinten. Percobaan 3 dilakukan seleksi ketahanan mutan putatif lada Ciinten terhadap penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capsici, melalui tahap ini diharapkan dihasilkan mutan putatif yang tahan berdasarkan kriteria klasifikasi yang sudah ditentukan.
5
Keragaman genetik lada varietas Ciinten rendah Induksi keragaman pada benih lada melalui iradiasi sinar gamma
Induksi keragaman pada benih lada fase benih dengan radikula melalui iradiasi sinar gamma
Penentuan LD20 dan LD50
Penentuan LD20 dan LD50
Mengetahui respon radiosensitivitas, morfologi dan anatomi
Mengetahui respon radiosensitivitas, morfologi dan anatomi
Analisis keragaman secara morfologi dan anatomi
Analisis keragaman secara morfologi dan anatomi
Kandidat mutan putatif (MP)
Kandidat mutan putatif (MP)
Analisis keragaman dengan penanda morfologi dan SSR
Seleksi ketahanan terhadap busuk pangkal batang
Keragaman genetik lada meningkat
Tanaman tahan
Gambar 1.1 Bagan alir penelitian
6
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tumbuhan Klasifikasi tanaman lada menurut taksonomi secara rinci adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper nigrum L. Genus Piper ditemukan oleh Linnaeus dan memiliki banyak spesies. Sekitar 600–2.000 spesies di antaranya tersebar di daerah tropis. Dari jumlah tersebut, terdapat beberapa spesies yang telah dibudidayakan (Rukmana 2003) dan memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain lada (Piper nigrum L). Beberapa varietas lada yang dikembangkan di Indonesia antara lain Petaling 1, Petaling 2, Natar 1, Natar 2, Chunuk, Lampung Daun Kecil (LDK) (Nuryani et al. 1993), Bengkayang, Malonan1 (Rostiana et al. 2015) dan Ciinten (Bermawie et al. 2015b). 2.2 Syarat Tumbuh Lada merupakan jenis tanaman tropis sehingga hanya dapat dikembangkan di daerah tropis. Faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan lada harus diketahui supaya berhasil dalam pengembangannya. Persyaratan tumbuh yang cocok untuk tanaman lada adalah sebagai berikut : 2.2.1 Iklim Tanaman lada dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah yang memiliki tipe iklim A, B dan C. Menurut Schmidt & Ferguson, tipe A merupakan iklim amat basah (0–1.5 bulan kering), tipe B merupakan iklim basah (1.5–3 bulan kering) dan tipe C iklim agak basah (3-4.5 bulan kering). Dengan Curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun. Suhu udara 20oC (minimum) hingga 34oC (maksimum) dengan kisaran suhu terbaik antara 20-27oC pada pagi hari, 26-32oC pada siang hari dan 24-30oC pada sore hari, dan kelembaban udara 50% - 100% (Syakir 2002).
2.2.2 Lahan Tekstur tanah yang sesuai untuk tanaman lada adalah liat berpasir. Penanaman lada masih terpusat di daerah Lampung, Pulau Bangka, dan Kalimantan Barat dengan jenis dan sifat tanah yang berlainan. Lada umumnya tumbuh baik pada tanah podsolik, andosol, latosol, dan granosol dengan tingkat kesuburan dan drainase yang baik. Drainase yang kurang baik dapat mengakibatkan jamur tumbuh dan berkembang lebih cepat. Jenis dan sifat tanah,
7
pertumbuhan dan produktivitas lada dipengaruhi oleh kedalaman air tanah (Rismunandar & Riski 2007). 2.3 Deskripsi Tanaman Lada Lada secara morfologi tergolong tanaman dimorfik yang memiliki dua macam sulur yaitu sulur panjat (Orthotropic climbing shoot) dan sulur buah (Axillary plagiotropic fruiting branches), sedangkan pada lada perdu hanya memiliki sulur buah saja. Berdasarkan morfologinya perbedaan yang jelas antara sulur panjat dan sulur buah yaitu sulur panjat memiliki akar lekat (hold fast), sedangkan sulur buah tidak memilikinya. Sulur panjat secara fisiologi memiliki sifat negatif fototrof, sedangkan sulur buah bersifat fototrof (Syakir 2002). 2.3.1
Akar Lada termasuk anggota tanaman dikotil. Benihnya akan tumbuh membentuk akar lembaga dan berkembang menjadi akar tunggang. Akar lada akan terbentuk pada buku-buku di ruas batang pokok dan cabang. Berdasarkan peranannya, akar lada dibagi menjadi dua jenis walaupun pada dasarnya hanya satu jenis. Kedua akar tersebut ialah akar yang tumbuh dari buku didalam tanah dan di atas tanah. Akar yang tumbuh dari buku didalam tanah akan membentuk akar lateral dan berfungsi sebagai pengisap zat makanan (feeding roots). Akar yang tumbuh dari buku di atas tanah berfungsi sebagai pelekat untuk menopang batang pokok dan menjalar pada tiang atau pohon penunjang. Akar lateral dengan akar serabut yang tebalnya sekitar 30 cm berada di dalam lapisan tanah bagian atas (top soil) dan dapat masuk kedalam tanah 1–2 meter. Jumlah akar lateral rata-rata 10–20 buah dengan panjang 3–4 meter, tergantung kesuburan tanah. Perakaran lada sangat sensitif terhadap genangan air yang berkepanjangan (Wahid 1996). Menurut Bermawie et al. (2015b) akar lada pada varietas Ciinten memiliki jumlah akar banyak dan daya lekat tinggi. 2.3.2
Batang Tanaman lada memiliki satu batang pokok dengan dua macam cabang (dimorphicy). Cabang tersebut ialah cabang orthotropis (vertikal) dan cabang plagiotropis (horisontal). Cabang orthotropis tumbuh membentuk kerangka dasar pohon lada hingga berdiameter 4 - 6 cm, mengayu dan beruas dengan panjang rata-rata 5 - 12 cm. Cabang plagiotropis dengan akar pelekat terbentuk dari buku antar ruas yang pertumbuhannya agak membengkak. Dari buku tersebut tumbuh sehelai daun dan kuntum yang selanjutnya tumbuh menjadi cabang. Kedua jenis cabang tersebut akan membentuk percabangan (Wahid 1996). Bermawie et al. (2015b) menyatakan bahwa lada Ciinten memiliki batang tua berwarna coklat, warna batang muda berwarna hijau, panjang ruas (7.63 1.32) cm, percabangan polimorfik, diameter ruas (10.00 3.56) mm, memiliki sulur gantung serta sulur cacing yang sedikit.
2.3.3 Daun Daun lada bervariasi bentuknya tergantung varietasnya. Umumnya berbentuk bulat telur dengan pucuk meruncing, tunggal, bertangkai panjang, dan membentuk aluran dibagian atasnya, berwarna hijau tua, bagian atas berkilauan,
8
dan bagian bawah pucuk dengan titik-titik kelenjar. Berdasarkan letak tumbuhnya bentuk daun lada beraneka ragam, daun pada batang bagian atas berbeda dengan daun pada batang bagian bawah (Wahid 1996). Warna daun tua pada lada varietas Ciinten yaitu Hijau tua YGG 147 A, warna daun muda yaitu Hijau muda YGG 145 A, dan warna seludang yaitu hijau kemerahan (Bermawie et al. 2015b).
2.3.4 Bunga Bunga (organum reproductivum) berbentuk malai, agak menggelantung, panjang malai bervariasi dari 3-25 cm, tergantung varietas. Panjang malai varietas Ciinten sebesar (11.441.11) cm, bobot malai masak (10.912.01) gram. Malai tidak bercabang, berporos tunggal, dan terdapat sekitar 150 bunga kecil. Malai tumbuh berhadapan dengan daun dari cabang atau ranting plagiotropis. Bunga lada dapat berupa uniseksual, yaitu monoecious (berumah satu) dan dioecious (berumah dua). Monoecious yaitu pada satu tanaman terbentuk bunga betina dan bunga jantan secara terpisah. Bila bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu bunga sehingga disebut tanaman hermaphrodit. Tanaman dioecious yaitu masing-masing bunga jantan dan bunga betina berada terpisah pada pohon yang berlainan. Bunga lada tumbuh dalam ketiak, kelopak berdaging, tidak bermahkota, benang sari sebanyak 2 - 4 helai, berukuran panjang 1 mm, dan terletak di kanan dan kiri bakal buah (Wahid 1996). Bunga lada varietas Ciinten memiliki warna malai krem kehijauan YGG 149 A dan arah malai yang menggantung (Bermawie et al. 2015b). 2.3.5 Buah Buah lada tidak bertangkai, berbenih tunggal, berbentuk bulat, berdiameter 4–6 mm, dan berdaging. Buah lada berukuran rata-rata 3-4 mm. Embrionya sangat kecil. Berat 100 benih lada sekitar 3-8 gram dengan rata-rata berat normal buah 4.5 gram (Wahid 1996). Jumlah buah per malai bervariasi, pada varietas lada Ciinten 79.2314.47, ukuran buahnya besar dan aromanya kuat. Berat 1000 butir buah segar (g) sebesar 155.2 9.66 gram. Kulit buah lada berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah warna menjadi kuning orange atau merah setelah masak. Buah yang berkulit hijau akan menjadi kehitaman setelah dijemur dibawah terik sinar matahari, dan disebut lada hitam. Buah yang dipanen setelah masak, direndam kemudian dikupas kulitnya lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, dan disebut lada putih (Bermawie et al. 2015b).
2.4 Pemuliaan Mutasi Mutasi merupakan perubahan pada materi genetik suatu organisme yang terjadi secara acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat terwariskan (heritable). Teknik mutasi merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan keragaman genetik suatu tanaman (Ahloowalia et al. 2004), karena dengan mutasi dapat memunculkan fenotipe mutan yang berbeda dengan fenotipe tetuanya dan bersifat mewaris (heritable) (Nasir 2002). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengalami pembelahan sel,
9
misalnya pada tunas, biji, dan bagian tanaman yang lain. Secara molekuler mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom yang menyebabkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Poespodarsono 1988). Mutasi dapat terjadi secara alami (spontan) dan secara buatan/induksi. Mutasi alami berasal dari radioaktif dan sinar kosmik serta pengaruh temperatur. Peluang terjadi mutasi alami di alam sangat kecil yaitu sekitar 10-7-10-6 (IAEA 1997). Mutasi induksi merupakan mutasi buatan yang terjadi melalui campur tangan manusia. Mutasi ini dilakukan untuk meningkatkan peluang terjadinya mutasi sehingga menghasilkan perubahan sifat yang diinginkan. Agen atau bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi induksi disebut dengan mutagen. Mekanisme mutasi induksi yaitu mutagen merusak DNA inti kemudian selama proses perbaikan, perubahan terjadi secara acak dan dapat diwariskan pada generasi berikutnya. Mutagen terdiri dari mutagen fisik dan mutagen kimia (Simmonds 1979). Poespodarsono (1988) mengelompokkan mutagen dalam tiga golongan yaitu mutagen kimia, mutagen fisik iradiasi dan mutagen non radiasi. 2.4.1
Mutagen Kimia Mutagen kimia merupakan salah satu penyebab mutasi pada makhluk hidup yang berasal dari senyawa kimia seperti etil metan sulfonat (EMS), dietil sulfat (DES), metil metan sulfonat (MMS), natrium azida (Talebi et al. 2012). Mutagen ini umumnya menghasilkan mutasi induksi yang menyebabkan substitusi pasangan basa yang mengakibatkan perubahan asam amino. Perubahan ini mengubah fungsi protein tetapi tidak menghapus fungsinya. Bidabadi et al. (2012) menyatakan bahwa perlakukan berbagai dosis (150, 200 dan 250 mM) dan periode waktu (30 dan 60 menit) dari EMS pada tunas pucuk dapat meningkatkan variasi pada pisang (Musa spp.). Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas per eksplan, kelangsungan hidup (%), dan bobot segar tunas pucuk dipengaruhi oleh dosis EMS dan memberikan perbedaan yang signifikan pada jangka waktu perlakuan. Perlakuan 60 menit/250 mM dan 30 menit/200 mM menunjukkan peningkatan maksimal dalam produksi eksplan aktif. Persentase variasi fenotipe yang berasal menunjukkan peningkatan sebesar (10-14)% setelah tiga bulan kultur, dengan perlakuan 60 menit/200 mM dan 30 menit/250 mM perlakuan EMS dibandingkan dengan kontrol. Talebi et al. (2012) menyatakan nilai LD25 dan LD50 diamati berdasarkan pada pengurangan pertumbuhan benih setelah perlakuan konsentrasi EMS 0.25% dan 0.50% untuk variasi padi MR219. Kolkisin juga dapat menyebabkan mutasi. Kolkisin merupakan senyawa alkaloid yang diproduksi oleh Colchicum autumnale, yang mengganggu pembentukan mikrotubulus selama pembelahan sel pada fase metafase dan menghambat anafase, sehingga mengakibatkan jumlah kromosom tidak tereduksi sebelum pembelahan sel. Penggunaan kolkisin dewasa ini sering digunakan untuk mendorong terjadinya mutasi, sehingga terjadi perubahan bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom, baik pengurangan maupun penambahan jumlah kromosom. Untuk menginduksi mutasi, maka dibutuhkan konsentrasi kolkisin yang sesuai agar peluang terjadinya mutasi semakin besar (Suminah et al. 2002). Perendaman jahe putih besar dengan kolkisin 0.25-0.50% selama 3-6 jam dapat mengubah jumlah kromosom menjadi poliploid dengan jumlah kromosom yang bervariasi,
10
antara lain tetrasomik, triploid, tetraploid, pentaploid, heksaploid, dan oktaploid (Ariyanto et al. 2011). 2.4.2 Mutagen Fisik Peran teknologi nuklir sangat besar dalam pemuliaan tanaman karena dapat menghasilkan varietas unggul baru. Teknologi nuklir memiliki kemampuan dalam menginduksi mutasi pada materi genetik. Teknik ini diduga memiliki energi cukup tinggi untuk menimbulkan perubahan pada struktur atau komposisi materi genetik (Soeranto 2003). Iradiasi gamma pada umumnya digunakan untuk induksi mutasi pada benih dan bahan perbanyakan vegetatif tanaman. Pemuliaan mutasi pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif lebih efektif karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya (Nagatomi 1996). Iradiasi pada tanaman dapat menimbulkan abnormalitas karena telah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom, dan DNA sehingga menghasilkan variasi genetik. Keragaman genetik dapat terjadi apabila suatu tanaman diberikan perlakuan dosis pada tingkat tertentu. Tingkat keberhasilan iradiasi dalam meningkatkan keragaman sangat ditentukan oleh radiosensitivitas tanaman yang diiradiasi, karena tingkat radiosensitivitas tanaman bervariasi. Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50) yaitu tingkat dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi tanaman yang diiradiasi (Shu 2009) atau penghambatan tumbuh 50 %. Kematian sel dapat terjadi secara langsung karena kerusakan DNA serta tidak langsung karena adanya pengaruh toksik dan radikal bebas ion H2O2 dan OH– yang dihasilkan dari radiolisis air. Material yang paling banyak mengalami iradiasi adalah air yang kemudian terurai menjadi H2O+. Reaksi selanjutnya akan membentuk radikal bebas yang kemudian bergabung dengan peroksida, apabila keduanya bereaksi pada molekul lain maka akan membentuk senyawa yang akan mempengaruhi sistem biologi tanaman (Borzouei 2013). Oksigen merupakan faktor yang paling penting dalam menyebabkan kerusakan pada jaringan tanaman yang diradiasi sinar gamma. Keberadaannya bersama sama dengan air dalam bahan tanaman akan menghasilkan kerusakan biologis dan genetik pada sel tanaman. Broetjes & Harten (1988); Alpen (1994) menyatakan bahwa semakin banyaknya oksigen dan molekul air (H2O) berada dalam materi yang diradiasi, maka semakin banyak radikal bebas yang terbentuk. Pengaruh radiokimia yang disebabkan oleh radiasi ionisasi adalah terbentuknya ion radikal positif dan elektron bebas sebagai berikut: H2O H2O+ (ion) +eH2O H+ + OHo e e-aq e-aq Ho + OHDi dalam larutan, elektron bebas akan mempolarisasikan sejumlah molekul air dan menjadi bentuk yang disebut hydrated elektron (e-aq). Rekombinasi antar radikal bebas akan menghasilkan: e-aq + e-aq H2 +2 OHHo + OHo H2O Ho+ Ho H2 OHo + OHo H2O2 + e
11
Ho + O2 HO2o Jika terdapat oksigen, maka Ho atau e-aq akan membentuk radikal HO2o. Hydrogen peroksidase (H2O2) dan OH- merupakan agen pengoksida yang pada reaksi kimia berikutnya dengan molekul-molekul lebih besar akan merusak fungsi sel. Selain itu juga terbentuk radikal bebas seperti Ho yaitu ion yang labil sehingga banyak menghasilkan benturan ke berbagai arah, yang akibatnya akan membuat perubahan atau mutasi di tingkat DNA, tingkat sel, maupun jaringan, bahkan sampai kematian pada tanaman (Ahnstroem 1977; Datta 2001). Iradiasi sinar gamma telah banyak digunakan pada berbagai tanaman dalam rangka peningkatan keragaman genetik untuk toleransi cekaman abiotik dan biotik serta peningkatan kuantitas dan kualitas hasil, diantaranya: tomat (Ishfaq et al. 2012), wortel (Nagananda et al. 2013), kentang (Ahmad et al. 2010), kedelai (Alify et al. 2013), padi (Shanthi et al. 2010), sorghum (Soeranto & Sihono 2010), dan gandum (Singh & Balyan 2009; Borzouei et al. 2010; Plamenov et al. 2013). 2.5 Radiosensitivitas Radiosensitivitas adalah tingkat sensitivitas tanaman terhadap iradiasi (Harten 1998; Datta 2001). Keberhasilan radiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas tanaman (Banerji & Datta 1992). Beberapa hal yang mempengaruhi radiosensitivitas, di dalam IAEA (1977) disebutkan adanya dua faktor utama yang mempengaruhi radiosensitivitas yaitu faktor lingkungan dan faktor biologi. Faktor lain yang juga mempengaruhi radiosensitivitas seperti genotipe, bagian tanaman yang digunakan dengan memberikan perlakuan terhadap organ reproduksi tanaman seperti benih, stek batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya, stadia perkembangan sel tanaman, jumlah kromosom, umur jaringan, oksigen, temperatur, penyimpanan pasca iradiasi dan dosis iradiasi. Nilai radiosensitivitas tanaman juga berkaitan erat dengan kandungan air di dalam sel tanaman (Herison et al. 2008). Tingkat sensitivitas secara visual ini dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman secara morfologi tanaman, sterilitas maupun dosis lethal 50 (LD50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi yag diiradiasi. Dalam menentukan LD50 atau LD20 dapat menggunakan program bestfitting curve. Harten (1998) menyatakan bahwa pemberian dosis iradiasi disekitar dosis letal (LD20-LD50) dapat meningkatkan keragaman genetik. Dosis yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan keberhasilan terbentuknya tanaman mutan. Dosis iradiasi yang digunakan dipengaruhi oleh jenis tanaman yang digunakan, fase tumbuh saat tanaman diiradiasi, ukuran bahan tanam dan tingkat ketebalan bahan yang akan diiradiasi (Shu et al. 2012). 2.6 Marka Genetik Terdapat tiga jenis marka genetik yang dapat digunakan untuk analisa genom dan populasi, yaitu marka morfologi, marka biokimia dan marka molekuler. Marka morfologi adalah penanda yang dapat diamati secara langsung seperti jumlah anakan, karakteristik batang, daun, bunga, biji. Keuntungan dari
12
penanda jenis ini adalah pengamatannya mudah dan langsung dapat dilihat dengan mata, tetapi memiliki kelemahan karena dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman dan lingkungan. Jumlah marka morfologi sangat terbatas sehingga kadang sulit membedakan antar genotipe yang diamati, secara morfologi kelihatan sama tetapi sebenarnya berbeda akibat adanya interaksi intra dan inter gen. Marka biokimia, seperti isozim merupakan marka yang sangat efektif, pewarisannya bersifat kodominan, sehingga dapat membedakan individu yang homosigot dan heterosigot (McDonald & McDermont 1993) dan dapat dapat diaplikasikan dengan mudah dan murah (Bermawie & Pool 1991; Mondini et al. 2009). Marka isozim dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik populasi maupun mengidentifikasi perbedaan genetik antar aksesi (Crawford 1990), tetapi marka isozim jumlahnya terbatas, ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan dan tahap perkembangan tanaman (McDonald & McDermont 1993; Mangolin et al. 1997; Garkava et al. 2000) serta tingkat polimorfisme yang relatif rendah. Marka molekuler sering kali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu pada pita polimorfisme berupa fargmen DNA. Keunggulan utama penanda molekuler adalah (i) keakuratan yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan yang mempengaruhi ekspresi gen, (ii) dapat diuji pada semua tingkat perkembangan tanaman, (iii) pada pengujian ketahanan hama dan penyakit tidak tergantung pada organisme pengganggu tersebut, (iv) seleksi pada tingkat genotipe ini dapat mempercepat proses seleksi dan hemat pada pengujian selanjutnya di lapangan (Kasim et al. 2002). Marka molekuler (DNA) yang ideal memiliki kriteria sebagai berikut: a) memiliki tingkat polimorfisme yang sedang sampai tinggi, b) terdistribusi merata diseluruh genom, c) memberikan resolusi perbedaan genetik yang cukup, d) pewarisan bersifat kodominan (dapat membedakan kondisi homozigot dan heterozigot dalam organisme diploid), e) berprilaku netral, f) secara teknik sederhana, cepat dan murah, g) butuh sedikit jaringan dan DNA sampel, h) berkaitan erat dengan fenotipe, i) tidak memerlukan informasi tentang genom organisme, dan j) data mudah dipertukarkan antar laboratorium (Mondini et al. 2009; Agarwal et al. 2008; Weising et al. 2005). Marka molekuler DNA tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, penanda DNA tanpa PCR (non-PCR based techniques) seperti RFLP, dan penanda DNA berdasarkan PCR yang meliputi RAPD, AFLP, SSR, CAPS, SCAR, SSCP dan DNA Barkoding (Zulfahmi 2013). Pemulia menggunakan marka DNA untuk identifikasi keragaman plasma nutfah, identifikasi genotipe, galur, kultivar dan varietas untuk melihat kemurnian benih, memecahkan ketidakpastian tetua, penelusuran tetua dan juga untuk melindungi varietas tanaman yang dikembangkan melalui identifikasi individu.
2.6.1 Marka SSR Marka Simple Sequens Repeat (SSR) atau microsatelit merupakan sekuens DNA yang bermotif pendek dan berulang secara tandem. Pengulangan berulang dua, tiga, empat dan lima unit nukleotida yang tersebar di sepanjang genom eukariot (Powel et al. 1996). Variasi jumlah pengulangan suatu batasan lokus di antara genotipe yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR
13
(Hamada et al. 1982). Teknik PCR pada SSR hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil, sekitar 100-300 bp (basepair) dari genom. SSR memiliki kelebihan yang dapat diandalkan, dapat diulang dan biaya yang kompetitif apabila dibandingkan dengan marka yang lain (Singh et al. 2007). Marka SSR dapat diamplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena hanya sedikit saja dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian tanaman lain, seperti biji dan serbuk sari. Pertimbangan lain adalah marka SSR terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus) dan sifatnya kodominan dengan lokasi genom yang telah diketahui (Zulfahmi 2013). Keunggulan lain dari SSR ini adalah produk PCR dapat langsung difraksinasi menggunakan elektroforesis, baik pada gel akrilamida maupun agarose. Tetapi gel akrilamid memiliki keunggulan karena memiliki ukuran pori yang kecil, sehingga mampu mendetekasi alel yang memiliki tingkat polimorfis rendah dan alel per lokus sekalipun susunan basanya berbeda 2 bp, sedangkan gel agarose membutuhkan kuantitas DNA lebih banyak, dan membutuhkan susunan yang basa lebih besar. Sekuen SSR pendek maka secara efisien dapat diamplifikasi menggunakan PCR dengan sekuen pengapitnya sebagai primer. Panjang primer yang digunakan biasanya berkisar antara 18-25 bp. Tingkat polimorfismenya biasanya tergantung pada variasi jumlah pengulangan unik spesifik dalam lokus mikrosatelit yang berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan DNA disekitarnya, sehingga menjadikannya sangat polimorfik (Zulfahmi 2013). Variasi jumlah ulangan mikrosatelit dapat dideteksi menggunakan elektroforesis hasil amplifikasi produk DNA pada suatu gel dengan standar sekuen yang memisahkan fragmen dengan perbedaan setara dengan satu nukleotida. Perkembangan yang cepat untuk sejumlah penanda molekuler genetik yang didukung oleh praktek-praktek dalam pemuliaan tanaman menjadikan penanda molekuler lebih efektif dibandingkan dengan fenotipiknya (Singh et al. 2007). Kemudahan SSR dalam mengamplifikasi dan mendeteksi fragmenfragmen DNA serta tingginya tingkat polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan metode ini ideal untuk dipakai dalam studi genetik. Salah satu contoh SSR dapat diaplikasikan untuk mempelajari keragaman genetik, identifikasi plasma nutfah dan studi evolusi serta identifikasi kultivar, pengujian progeny serta gene tagging. Powel et al. (1996) mengemukakan bahwa SSR telah dikarakterisasi pada banyak spesies tanaman meliputi jagung, padi, kedelai, tomat, barley dan brassica. Tingkat polimorfis yang tinggi terlihat pada kelapa sawit, dengan amplifikasi berdasarkan PCR.
2.7 Hama dan Penyakit pada Lada 2.7.1 Hama Penggerek batang (Lophobaris piperis) merupakan salah satu hama utama lada yang yang paling merugikan karena dapat menyebabkan tanaman yang terserang mati. Penggerek batang tersebar hampir di seluruh daerah pertanaman lada di Indonesia. Serangga betina meletakkan telur di dalam jaringan tanaman lada, telur menetas menjadi larva yang hidup dan merusak batang atau cabang
14
sehingga menyebabkan gejala layu dan mati sebagian. Serangga dewasa menyerang bagian tanaman seperti pucuk, bunga dan buah sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produksi. Serangan pada tingkat serangan berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Berbagai stadium penggerek batang selalu ditemukan pada saat yang sama berupa telur, larva, pupa atau imago. Pada awal musim hujan biasanya ditemukan telur dan larva muda. Pertengahan musim hujan ditemukan pupa dan imago, sedangkan pada akhir musim hujan ditemukan telur dan larva dan pada musim kemarau, semua stadium jumlahnya sangat rendah (Deciyanto & Suprapto 1996). Hama penghisap bunga (Diconocoris hewetti) atau nyamuk lada/ endukenduk/ kapal terbang/ fui kichong (Bangka). Stadia nimfa maupun dewasa merusak bunga dan tandan bunga. Serangan ringan menyebabkan tandan rusak, salah bentuk dan buah yang terbentuk hanya sedikit. Serangan berat dapat menyebabkan seluruh bunga rusak, tangkai bunga menjadi hitam dan gugur sebelum waktunya. Hama ini juga memakan buah muda. Perkembangan D. hewetti dipengaruhi oleh varietas lada. Secara umum D. hewetti lebih berpotensi sebagai hama pada lada varietas Lampung Daun Lebar (LDL) dibandingkan dengan Chunuk Hal ini ditunjukkan oleh masa perkembangan pradewasa yang lebih singkat (13 hari), keperidian yang lebih banyak (24.5 butir), serta laju pertambahan intrinsik yang lebih tinggi (0.0827) pada varietas LDL dibandingkan dengan varietas Chunuk (Laba 2005). Hama penghisap buah (Dasynus piperis)/ kepik/ kepinding/ walang sangit/ semunyung (Bangka)/ bilahu (Belitung, Kalimantan). Stadia nimfa maupun serangga dewasa menghisap cairan buah, menyebabkan buah menjadi hampa/ kosong, kering/ busuk kemudian gugur. Serangan pada buah muda (umur 4-5 bulan) menyebabkan butiran buah gugur sebelum tua, sehingga tandan banyak yang ksosng. Serangan pada buah tua (umur 6-9 bulan) menyebabkan buah kering Serangga dewasa kurang lebih bisa hidup 3 bulan di lapang (IPC 2011). Setiap stadium D. piperis dapat dijumpai secara bersamaan di lapangan dan menyebar pada tajuk tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa serangga selalu dijumpai sepanjang tahun pada tanaman lada. Namun demikian populasinya bergantung pada musim buah (Deciyanto 1991). 2.7.2 Penyakit Penyakit busuk pangka batang (BPB) yang disebabkan Phytophthora capsici, merupakan penyakit utama pada lada. Di Indonesia, gejala BPB pertama kali dilaporkan pada tahun 1885, dan diidentifikasi disebabkan oleh P. palmivora var. piperis (Muller 1937). Phytophthora mudah terbawa air, tanah atau bagian tanaman yang terserang sehingga jamur patogen tersebut kemungkinan terdapat pada daerah pengembangan lada. Phytophthora telah ditemukan hampir di semua pertanaman lada di Indonesia. Populasi Phytophthora memiliki virulensi yang bervariasi terhadap tanaman lada budi daya maupun lada liar (Wahyuno et al. 2007b; 2010) sehingga perlu dipertimbangkan dalam mendapatkan varietas lada tahan BPB. Penyakit BPB ini merupakan kendala produksi yang paling ditakutkan petani karena dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu yang singkat. Serangan yang paling membahayakan bila terjadi pada pangkal batang atau akar. Gejala dini sulit diketahui, sedangkan gejala yang nampak seperti kelayuan
15
tanaman menunjukkan serangan lebih lanjut. Pangkal batang yang terserang menjadi berwarna hitam, pada keadaan lembab akan mengeluarkan lender berwarna biru muda. Serangan pada akar, menyebabkan tanaman layu dan daun menguning (IPC 2011). Penyakit utama lainnya adalah seperti penyakit kuning, dan kerdil/ keriting. Penyakit kuning mematikan pertanaman lada terutama di Bangka dan Kalimantan. Penyakit ini disebabkan adanya serangan nematoda (Radhopholus similis dan Meloidogyne incognita), jamur (Fusarium oxysporum), kesuburan tanah yang rendah, serta rendahnya kelembaban tanah atau kadar air tanah. Lukaluka akibat serangan nematoda akan memudahkan terjadinya infeksi jamur F. oxysporum. Nematoda menyerang akar lada dengan menusuk dan menghisap cairan sehingga terjadi pelukaan akar. Luka tersebut dimasuki jamur dan menyebabkan matinya jaringan pembuluh akar sehingga peredaran air dan unsur hara terganggu (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Penyakit kerdil/ keriting disebabkan oleh virus Pepper Yellow Mottle Virus (PYMV) dan Cucumber Mosaik Virus (CMV). Dua macam gejala di lapang yaitu ukuran daun tampak normal dengan daun warna belang-belang kuning, ukuran daun lebih kecil, bentuk abnormal, bergelombang/ belang-belang.Pada serangan berat pertumbuhan ruas menjadi memendek, akibatnya tanaman menjadi kerdil. Pada beberapa tanaman seringkali terjadi pertumbuhan cabang yang berlebihan dengan daun yang kecil-kecil atau tidak berdaun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002).
16
3
RESPON TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN TERHADAP IRADIASI SINAR GAMMA Abstrak
Lada merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif, sehingga keragaman genetiknya sempit. Keragaman genetik yang tinggi penting untuk menghasilkan varietas baru. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula terhadap iradiasi sinar gamma. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Split plot dengan petak utama fase benih (benih dan benih dengan radikula) dan anak petak dosis iradiasi dengan tujuh taraf yaitu (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 60 benih. Kedua fase menghasilkan keragaan pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas yang menunjukkan perbedaan secara signifikan antar dosis. Radiosensitivitas lada pada fase benih dengan radikula lebih tinggi dibandingkan dengan fase benih ditunjukkan oleh nilai LD50 (Lethal Dose 50). LD50 pada lada fase benih yaitu 68.15 Gy, sedangkan LD50 fase benih dengan radikula yaitu 30 Gy. Tingginya dosis iradiasi yang diberikan pada kedua fase perlakuan, mengakibatkan tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang semakin terhambat pertumbuhannya sehingga jumlah daun dan jumlah ruas semakin sedikit. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi. Kata kunci: radiosensitivitas, iradiasi, radikula, anatomi, morfologi Abstract Black pepper is an introduced species and has always been propagated vegetatively, so it has narrow genetic variability. High genetic variation is necessary to produce new varieties. Increasing genetic variation can be done through gamma ray irradiation. This research aims to evaluate response of black pepper Ciinten variety at seed and radicle emergence phases to gamma irradiation. The experimental design used was split plot with the main factor was seed phases (seed and seed with radicle) and the sub plot was dose of irradiation with seven levels (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Each treatment consisted of three replications, each replication consisted of 60 seeds. Both phases showed significant differences in perfomances among dose in plant height, leaf length, leaf width, leaf thick, stem thick, number of leave, number of internode. Radiosensitivity of pepper on radicle emergence phase was higher than the seed phase indicated by LD50 (Lethal Dose 50). LD50 at seed phase was 68.15 Gy, whereas LD50 of the radicle emergence phase was 30 Gy. The higher irradiation dose treated to both seed phases caused reduction in plant height, leaf length, leaf width, leaf thick, stem thick, number of leaves and nodes. Irradiation dose 25 dan 50 Gy treated on seed phase and 25 Gy in seed with radicle phase
17
significantly increasde genetic variability based on quantitative and qualitative morphological characters and anatomy. Keywords: radiosensitivity, irradiation, radicle, anatomy, morphology
3.1 Pendahuluan Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang buahnya berfungsi sebagai bumbu masakan, obat herbal, anti bakteri dan anti oksidan. Kebutuhan lada dunia mencapai 350 ribu ton/tahun. Kontribusi Indonesia sebagai pengekspor lada mencapai 29% dari kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah Vietnam (IPC 2013). Produksi lada nasional tahun 2014 mencapai 91.941 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan 2014). Lada pada umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif sehingga memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman genetik yang tinggi diperlukan untuk menghasilkan varietas baru. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik adalah dengan induksi mutasi (Suwarno & Silitonga 2006). Induksi mutasi dapat dilakukan menggunakan mutagen fisik maupun kimiawi (Chopra 2005). Mutagen fisik dengan iradiasi sinar gamma lebih banyak digunakan karena memiliki energi dan daya tembus tinggi, memiliki frekuensi dan spektrum iradiasi dan tergantung pada dosis dan laju dosis yang digunakan. Radiosensitivitas merupakan tingkat sensitivitas tanaman terhadap radiasi (Harten 1998). Uji radiosensitivitas dilakukan untuk mendapatkan dosis iradiasi yang efektif menghasilkan mutan dan mengetahui frekuensi serta spektrum mutasi (Abdullah et al. 2009). Sensitivitas pada radiasi dapat diukur berdasarkan nilai LD (Lethal dose) yaitu dosis yang dapat menyebabkan kematian dari populasi tanaman yang diiradiasi. Variabilitas mutan tertinggi terdapat pada mutan hasil iradiasi sinar gamma antara LD20 dan LD50 (Soeranto 2003). Nilai LD didapatkan dengan menggunakan program analisis statistik untuk mencari persamaan model terbaik. Bagian tanaman mana yang paling respon terhadap dosis iradiasi dapat diketahui melalui fase pertumbuhan yang optimal dalam menangkap efek iradiasi, sehingga penelitian ini menggunakan dua fase pertumbuhan yaitu fase benih dan fase benih dengan radikula. Pengaruh iradiasi fisik ini sangat efisien menyebabkan perubahan materi genetik (Medina et al. 2005). Induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma telah diaplikasikan pada tanaman Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Chrisantemum morifolium (Yamaguchi et al. 2008), padi (Bibi et al. 2009), kacang-kacangan (Tah & Saxena 2009), kalus nilam (Kadir et al. 2007), kalus tebu (Suhesti 2015), rimpang jahe (Bermawie et al. 2015a). Mutasi dengan iradiasi akan memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu karakter yang diinginkan tanpa mengubah karakter lainnya. Respon tanaman terhadap efek iradiasi sinar gamma dipengaruhi oleh faktor genetik (genus, spesies, genotipe, varietas), bagian tanaman, umur fisiologis tanaman dan laju dosis radiasi yang digunakan (Shu et al. 2012). Laju dosis iradiasi adalah jumlah dosis terserap per satuan waktu (rad per detik atau Gy per detik) (Ismachin 1988). Benih lada memiliki kulit yang keras, sehingga diperkirakan kurang sensitif terhadap iradiasi sinar gamma dibanding dengan benih yang telah mulai berkecambah (muncul
18
radikula), oleh sebab itu digunakan dua perlakuan fase benih (benih dan benih dengan radikula). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan radiosensitivitas dan mengetahui respon lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase munculnya radikula terhadap iradiasi sinar gamma. 3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2014 sampai bulan April 2015. di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) BATAN, Jakarta Selatan. Pengamatan morfologi dilakukan di rumah kaca Balittro serta pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Mikroteknik IPB, Darmaga. 3.2.2 Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah biji lada varietas Ciinten pada fase benih dan fase benih dengan radikula. Alat yang digunakan yaitu alat saprodi pertanian, tanah, pupuk, polibag. 3.2.3 Metodologi Penelitian Fase benih yaitu biji lada yang berwarna merah, direndam dalam air selama dua jam, kemudian dipisahkan antara kulit dan bijinya. Fase benih dengan radikula yaitu biji lada yang sudah terpisah dari kulitnya, lalu diletakkan pada cawan petri yang telah dialasi dengan kertas saring lembab. Fase benih dengan radikula yang terseleksi yaitu benih yang memiliki radikula dengan ukuran sekitar 0.1-1cm pada hari ke-12 hingga hari ke-15. Kedua fase diberi perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Penelitian menggunakan Split Plot dengan dua faktor. Petak utama yaitu fase benih (benih dan benih dengan radikula) dan anak petak yaitu dosis iradiasi dengan tujuh taraf yaitu (0, 25, 50, 75, 100, 125, 150) Gy. Masingmasing perlakuan terdiri dari tiga ulangan, setiap ulangan terdiri dari 60 benih. Benih hasil iradiasi sinar gamma pada kedua fase masing-masing ditanam dengan media pasir di dalam bak persemaian, setelah benih tumbuh dan memiliki 3-4 daun, tanaman lada dipindah ke dalam polibag dengan media tanah dan pupuk kandang (2:1) yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman. 3.2.3.1 Respon Radiosensitivitas terhadap Iradiasi Sinar Gamma Radiosensitivitas yaitu sensitivitas suatu materi genetik terhadap radiasi. Ini dapat diukur berdasarkan nilai LD (Lethal Dose) yaitu dosis yang menyebabkan kematian dari populasi tanaman yang di iradiasi. Dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak umumnya diperoleh di sekitar dosis lethal (Datta 2001). Harten (1998) menyatakan bahwa pemberian dosis iradiasi disekitar dosis letal (LD20-LD50) dapat meningkatkan keragaman genetik. Radiosensitivitas dihitung berdasarkan persentase tanaman yang hidup 80% (LD20) dan persentase tanaman hidup 50% (LD50) dengan menggunakan program curve fit analysis (Soeranto 2003). 3.2.3.2 Respon Karakter Morfologi terhadap Iradiasi Sinar Gamma Respon tanaman terhadap dosis iradiasi diamati pada karakter morfologi kuantitatif dan kualitatif. Karakter kuantitatif meliputi tinggi tanaman (cm),
19
panjang daun (cm), lebar daun (cm), tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas saat tanaman umur 8 BST (Bulan Setelah Tanam). Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman lada yang hidup setelah diberi perlakuan iradiasi pada masing-masing dosis. Data dianalisis uji F pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program SAS, bila hasilnya berbeda nyata maka akan diuji lanjut dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Karakter kualitatif yang diamati yaitu bentuk daun, bentuk pangkal daun, bentuk tepi daun yang diamati berdasarkan IPGRI (1995) (Gambar 3.1- 3.3), sedangkan warna daun yang diamati dengan menggunakan Colour Chart Royal Horticultural Society (RHS 2007).
Gambar 3.1 Bentuk daun lada 1. Bulat telur, 2. Bulat telur-elips, 3. Bulat telur lonjong, 4. Elips panjang, 5. Bentuk jantung
Gambar 3.2 Tepi daun lada 1. Lurus dan 2. Bergelombang
Gambar 3.3
Bentuk pangkal daun lada 1. Membulat, 2. Bentuk jantung, 3. Runcing, 4. Tidak simetris-Bercelah
3.2.3.3
Respon Karakter Anatomi (Stomata) terhadap Iradiasi Sinar Gamma Stomata diamati pada masing-masing dosis dengan 10 sampel individu setiap dosis pada daun ketiga dan keempat. Sampel stomata menggunakan metode preparat awetan. Permukaan bawah daun diolesi dengan cat kuku, setelah mengering lekatkan pada selotip bening lalu dikelupas dan diletakkan di atas gelas objek. Pengamatan dengan mikroskop pada bidang pandang perbesaran 40x. Pengamatan meliputi banyaknya stomata, panjang dan lebar stomata, kerapatan stomata serta indeks stomata. Setiap sampel preparat diamati tiga bidang pandang. Kerapatan Stomata
=
Jumlah stomata Luas Bidang Pandang (mm2)
20
Indeks Stomata
=
Jumlah stomata Jumlah stomata + Jumlah sel epidermis
x 100%
Respon karakter anatomi terhadap dosis iradiasi dianalisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program SAS, bila hasilnya berbeda nyata maka akan diuji lanjut dengan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range TestDMRT). 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Radiosensitivitas Perlakuan dosis iradiasi menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan mengakibatkan persentase hidup tanaman lada semakin rendah, baik pada fase benih maupun fase radikula. Persentase hidup tanaman lada yang diberi perlakuan dosis 25 Gy pada fase benih sebesar 85 %, menurun pada dosis 50 Gy menjadi 70 % dan menurun tajam pada dosis 100 Gy menjadi 1.7 %. Persentase hidup fase radikula pada dosis 25 Gy sebesar 80.2%, dan menurun tajam hingga 3.1% pada dosis 50 dan 75 Gy, hingga tidak ada yang tumbuh pada dosis 100 Gy (Tabel 3.1). Hal ini kemungkinan bahwa dosis > 100 Gy mengakibatkan terjadinya kerusakan DNA pada tanaman lada yang menyebabkan tanaman mati. Tabel 3.1 Persentase hidup tanaman lada hasil iradiasi sinar gamma pada fase benih dan fase benih dengan radikula Persentase tumbuh (%) Dosis (Gy) Fase Benih Fase benih dengan radikula 0 100 100 25 85.0 80.2 50 70.0 3.1 75 31.7 3.1 100 27.3 125 1.7 150 1.7 Keterangan: - tanaman tidak tumbuh Fase benih dengan radikula merupakan benih dengan kadar air yang tinggi. Molekul air yang terkena irradiasi sinar gamma menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak DNA lada, sehingga fase benih dengan radikula lebih sensitif dibandingkan dengan fase benih, terutama pada dosis iradiasi tinggi. Respon iradiasi ionisasi bervariasi antar tanaman, tergantung dari morfologi dan fisiologi tanaman, jenis, umur, ukuran dan komposisi genom, dosis iradiasi, tipe iradiasi, dan sebagainya (Zanzibar & Sudrajat 2009). Sjodin (1962) menyatakan bahwa bahan dan energi yang diperlukan selama pertumbuhan awal tersedia dalam benih, sehingga dosis iradiasi rendah mungkin meningkatkan aktivasi enzim dan membangkitkan embrio muda, yang menghasilkan stimulasi terhadap
21
laju pembelahan sel dan meningkatkan proses perkecambahan. Tetapi pada dosis tinggi menyebabkan kematian tanaman. Peningkatan dosis iradiasi sinar gamma cenderung menghambat pada pembelahan dan pertumbuhan sel (Medina et al 2005).
Per sen tase h id u p (% )
S = 8.85910884 r = 0.98331905
100
.0 0
80.
00
60.
00
40.
00
20.
00
0 .0
LD20 = 25 Gy LD50 = 68.2 Gy
0
0.0
25.0
50.0
75.0
100.0
125.0
150.0
Dosis (Gray)
Gambar 3.4 Kurva respon persentase hidup tanaman lada fase benih terhadap beberapa dosis iradiasi sinar gamma
Per sen tase h id u p (% )
S = 16.52007077 r = 0.95130024
100
.0 0
80.
00
60.
00
40
LD20 = 13 Gy LD50 = 30 Gy
.0 0
20.
00
0 .0
0 0.0
25.0
50.0
75.0
100.0
125.0
150.0
Dosis (Gray)
Gambar 3.5 Kurva respon persentase hidup tanaman lada pada fase benih dengan radikula terhadap beberapa dosis iradiasi sinar gamma Kematian sel tanaman akibat iradiasi dapat terjadi secara langsung, yaitu karena kerusakan pada DNA, sedangkan kerusakan tidak langsung yaitu adanya pengaruh toksik dari radikal bebas ion H2O2 dan OH- yang dihasilkan dari radiolisis air (Soeranto 2003). Tanaman mempunyai respon yang berbeda beda terhadap efek iradiasi sinar gamma. Respon tersebut dipengaruhi oleh jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran dan bahan yang akan dimutasi serta sangat bervariasi antar jenis tanaman dan antar genotipe (Benerji & Datta 1992). Iradiasi sinar gamma pada tanaman dengan morfologi batang berkayu/ sukulen atau daun
22
sukulen/ tidak sukulen dapat menghasilkan respon yang berbeda. Respon tanaman terhadap iradiasi sinar gamma juga berhubungan dengan faktor biologis lainnya seperti faktor genetika, dan juga faktor lingkungan seperti oksigen, kadar air, penyimpanan pasca iradiasi dan suhu (Ahnstroem 1977). Radiosensitivitas yaitu sensitivitas suatu materi genetik terhadap iradiasi, diukur berdasarkan nilai LD (Lethal Dose) yaitu dosis yang menyebabkan kematian dari populasi tanaman yang diiradiasi. Dosis yang menghasilkan persentase hidup tanaman 80% (LD20) dan 50% (LD50) dihitung dengan menggunakan rumus best fitting curve, dan menghasilkan rumus persamaan kurva Quadratic Fit yaitu y = a+bx+cx2 (y = 59.346 + 0.136x – 0.00040x2) untuk fase benih memiliki nilai LD20 = 25 Gy dan LD50 = 68.2 Gy, sedangkan untuk fase benih dengan radikula menghasilkan persamaan Quadratic Fit y = a+bx+cx 2 (y = 59.462 + 0.924x – 0.0034x2) memiliki kisaran LD20 = 13 Gy dan LD50 = 30 Gy. Huruf y merupakan persentase hidup (%), sedangkan huruf x merupakan dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan. Radiosensitivitas pada kedua fase yang berbeda disebabkan pada fase benih dengan radikula memiliki kadar air lebih tinggi. Ini dikarenakan terjadi imbibisi hingga munculnya radikula saat diletakkan dalam media kertas saring pada cawan petri, dibandingkan dengan kadar air pada fase benih. Sejalan dengan penelitian Chan (2009) pada benih pepaya yang diimbibisi jauh lebih sensitif terhadap iradiasi (LD50 = 50-87 Gy) dibandingkan benih pepaya kering (LD50 > 300 Gy). 3.3.2 Karakter Morfologi Kuantitatif Hasil analisis ragam dengan rancangan split plot menunjukkan adanya interaksi pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas. Pada karakter jumlah cabang tidak ada interaksi antara perlakuan benih dan dosis. Dosis 25 Gy pada fase benih dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas, sedangkan dosis 50 Gy memiliki panjang daun, tebal batang dan jumlah ruas tidak berbeda nyata dengan kontrol dan dosis 25 Gy, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dosis (75-100) Gy (Tabel 3.2). Purnamaningsih et al. (2011) menyatakan bahwa tanaman Artemisia yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma menghasilkan galur-galur mutan yang beragam pada karakter tinggi tanaman, bentuk daun dan umur berbunga. Demikian juga penelitian Suhesti (2015) pada kalus tebu menunjukkan semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan berdampak pada penurunan kemampuan tumbuh/ viabilitas tanaman tebu, tinggi tanaman dan jumlah daun. Penelitian Taheri et al. (2014) pada Curcuma alismatifolia menunjukkan pemberian iradiasi dengan dosis 20 Gy menurunkan secara signifikan jumlah daun semua varietas dibandingkan kontrol. Fase benih dengan radikula pada dosis 25 Gy memiliki nilai tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan iradiasi dosis 25-50 Gy pada benih menghasilkan mutan dengan panjang, lebar dan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Jumlah daun, panjang daun dan lebar daun langsung berhubungan dengan aktivitas fotosintesis tanaman. Semakin banyak jumlah daun dan semakin besar luas daun dapat dipastikan semakin besar jumlah
23
asimilat yang dihasilkan dari proses fotosintesis (Rustikawati et al. 2010). Fotosintesa berkaitan dengan potensi hasil tanaman. Mutan yang memiliki jumlah, panjang dan lebar daun yang tinggi, diharapkan memiliki daya hasil yang tinggi. Tabel 3.2
Fase
Benih
Benih dengan radikula
Pertumbuhan lada varietas Ciinten karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas terhadap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma umur 8 BST
0
Tinggi tanaman (cm) 13.2 b
Panjang daun (cm) 8.5 a
Lebar daun (cm) 5.9 ab
Tebal daun (mm) 0.24 ab
25
17.1
a
9.3
a
6.3
a
0.26
a
3.3
50
14.7
b
8.4
a
5.8
b
0.23
b
75
10.6
c
6.6
b
4.6
c
0.20
100
6.0
d
5.5
c
4.1
d
0.20
KK(%)
13.1
0
20.3
a
9.4
a
6.3
a
0.25
a
3.4
a
10.8
a
8.9
a
25
12.4
b
7.8
b
5.0
b
0.22
b
2.8
b
9.1
b
6.7
b
KK(%)
20.3
Dosis (Gy)
9.2
13.0
7.6
15.4
Jumlah daun
Jumlah ruas
8.8
ab
7.2
a
a
9.8
a
7.5
a
3.2
a
8.6
b
6.7
a
c
2.6
b
7.0
c
5.3
b
c
2.2
c
6.2
c
4.0
c
8.70
8.80
Tebal batang (mm) 3.1 a
7.6
4.7
9.3
12.2
16.9
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk setiap fase pada peubah yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α 0.05. Pemberian dosis iradiasi yang semakin tinggi, menghambat pertumbuhan tanaman baik pada fase benih dan fase benih dengan radikula. Pada benih dengan radikula, iradiasi pada dosis 50-100 Gy tidak ada tanaman yang tumbuh (Tabel 3.2). Terhambatnya pertumbuhan tanaman lada fase benih sejalan dengan hasil penelitian (Zanzibar & Witjaksono 2011) pada benih suren segar. Bibit suren yang diberi perlakuan dosis rendah (5 Gy) menunjukkan pertumbuhan tanaman terbaik dan mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi hingga dosis 90 Gy. Tabel 3.3
Pertumbuhan lada varietas Ciinten pada karakter jumlah cabang terhadap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma umur 8 BST Perlakuan Fase/ Dosis Jumlah cabang Benih 0.8 a Fase Benih dengan radikula 0.5 a Kontrol (0 Gy) 1.5 a 25 Gy 1.3 a Dosis 50 Gy 0.5 b 75 Gy 0.2 b 100 Gy 0.0 b KK (%) 71.7 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk setiap fase tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α 0.05.
14.7
24
Hasil analisis karakter jumlah cabang tidak adanya interaksi antara perlakuan benih dengan perlakuan dosis. Hasil uji lanjut dengan DMRT, perlakuan benih tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih dengan radikula. Perlakuan dosis 25 tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dosis 50, 75 dan 100 Gy. Perlakukan dosis iradiasi 25 Gy diharapkan menghasilkan mutan yang tidak banyak berubah pada sifat morfologi dari varietas asalnya. Pada tanaman lada, semakin banyak jumlah daun dan jumlah cabang diharapkan menghasilkan jumlah bunga tinggi dan produksi buah yang dihasilkan juga tinggi, karena malai/bunga lada muncul pada setiap ketiak daun pada setiap cabang. Respon tanaman pada setiap dosis berbeda terhadap adanya cekaman iradiasi sinar gamma. Pada dosis 100 Gy muncul daun variegata. Abnormalitas tersebut merupakan respon terhadap gangguan proses fisiologis akibat cekaman yang ditimbulkan oleh radiasi sinar gamma. Menurut Soeranto (2003) abnormalitas pada populasi yang diradiasi menunjukkan terjadinya perubahan besar pada tingkat genom, kromosom dan DNA sehingga proses fisiologis di dalam sel dikendalikan secara genetik menjadi tidak normal. Menurut Harahap (2005) perubahan pada daun akibat iradiasi diduga karena peningkatan jumlah klorofil akibat cekaman iradiasi. 3.3.3 Karakter Morfologi Kualitatif Warna daun yang diamati dengan menggunakan Colour Chart (RHS 2007) menunjukkan pada daun tua pada kontrol dan tanaman yang telah diiradiasi didominasi oleh warna Green Group 144. Pada daun muda didominasi dengan kelompok Yellow Green Group 144, sedangkan warna batang didominasi oleh kelompok warna Yellow Green Group 139. Bentuk daun pada mutan bervariasi dari bentuk jantung, bulat telur sampai bulat telur elips, sedangkan kontrol umumnya bulat telur lanset. Kontrol
Mutan
Kontrol
Mutan
Mutan
Mutan
Gambar 3.6 Bentuk tepi daun lada (1) lurus dan (2) bergelombang. Bentuk daun (1) Bulat telur, (2) Bulat telur elips, (3) Bulat telur lanset, (5) Menjantung
Mutan
Kontrol
Mutan
Gambar 3.7 Bentuk pangkal daun lada (1). Bulat, (2). Menjantung (3). Runcing Bentuk daun terdiri dari bulat telur, bulat telur elips, bulat telur lanset, eliplanset, menjantung. Tepi daun lada terdiri dari lurus dan bergelombang,
25
sedangkan pangkal daun terdiri dari membulat, menjantung, runcing, dan bercelah (IPGRI 1995). Varietas lada Ciinten memiliki bentuk daun bulat telur (Bermawie et al. 2015). Iradiasi dengan dosis 25 dan 50 Gy menghasilkan bentuk daun bulat telur yang lebih besar, bentuk pangkal daun menjantung 50% lebih tinggi dibandingkan kontrol. Persentase tepi daun lurus lebih tinggi dibandingkan bergelombang yaitu 73% pada dosis 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy fase benih dengan radikula. Iradiasi meningkatkan keragaman terlihat dari perubahan proporsi bentuk daun, pangkal dan tepi daun dibandingkan dengan kontrol. Tabel 3.4 Persentase bentuk daun, bentuk dasar daun, pinggir iradiasi sinar gamma %Bentuk pangkal %Bentuk daun lada daun lada Dosis 1 2 3 4 5 1 2 3 0 39 28 23 0 9 35 64 2 25 23 25 0 12 64 0 40 36 50 38 23 0 8 25 2 31 73 75 44 19 29 0 7 26 74 0 100 21 40 15 0 24 45 55 0
daun lada hasil
4 0 0 0 0 0
%Pinggir daun lada 1 2 65 35 64 36 27 73 88 12 81 19
0 39 28 23 0 9 35 64 2 0 65 35 25 48 18 32 0 3 54 44 2 0 77 23 Keterangan: Bentuk daun lada terdiri dari (1) Bulat telur, (2) Bulat telur elips, (3) Bulat telur lanset, (5) Menjantung; Pangkal daun lada terdiri dari (1) Bulat, (2) Menjantung, (3) Runcing, (4) Bercelah; Bentuk tepi daun lada (1) lurus dan (2) bergelombang 3.3.4 Karakter Anatomi (Stomata) Stomata dan jaringan sklerenkim tersebar pada lapisan epidermis daun lada. Stomata adalah celah dalam epidermis yang diapit oleh dua sel epidermis khusus yang disebut dengan sel penutup. Tebal epidermis atas dan epidermis bawah untuk sebagian besar tanaman hampir sama. Jaringan epidermis merupakan jaringan yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya serta berfungsi sebagai lapisan untuk pertukaran gas dari dan keluar tubuh tanaman melalui lubang stomata. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah stomata dan kerapatan stomata fase benih pada dosis (25, 50 dan 75) Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata dengan dosis 100 Gy. Pada fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol. Indeks stomata fase benih pada dosis 50 Gy berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dosis lainnya, sedangkan fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3.4). Iradiasi berpengaruh terhadap penurunan fisiologis lada sehingga daun lada memiliki stomata yang lebih sedikit pada dosis 100 Gy. Kerapatan stomata yang tinggi, ini memungkinkan pertukaran gas atau penyerapan CO2 yang tinggi sehingga laju fotosintesis menjadi lebih tinggi.
26
Dengan laju yang lebih tinggi, fotosintat sebagai hasil proses fotosintesis akan lebih tinggi sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman.
a
b
d
e
c
Gambar 3.8 Stomata lada yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma pada fase benih (a) Kontrol, (b) 25 Gy, (c) 50 Gy, (d) 75 Gy, (e) 100 Gy Tabel 3.5 Pengaruh iradiasi tanaman terhadap jumlah, kerapatan, indeks stomata pada lada varietas Ciinten umur 8 BST Kerapatan Jumlah Indeks Fase Dosis stomata stomata stomata (%) (mm) 0 0.05b 8.2ab 9.32ab 25 0.05b 9.1a 10.03a 50 8.6a 9.79a 0.10a Benih 75 0.05b 8.8a 9.97a 100 7.1b 8.05b 0.05b KK (%) 7.3 7.37 0.01 0 8.2a 9.32a 0.05a Benih dengan radikula 25 7.9a 9.05a 0.05a KK (%) 11.7 11.76 0.01 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama untuk setiap fase tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada α 0.05. Pada penelitian tanaman manggis, pengamatan indeks stomata pada irisan paradermal menunjukkan bahwa pada perlakuan iradiasi sinar gamma, indeks stomata memiliki nilai lebih kecil dibandingkan tanaman tanpa iradiasi (kontrol), begitu juga kerapatan stomata terkecil didapat pada tanaman hasil iradiasi 25 Gy dengan pemotongan biji menjadi dua sama besar (Widiastuti et al. 2010). Pada pisang Cv. Ampyang hasil iradiasi sinar gamma memiliki densitas stomata (jumlah stomata per mm2) terendah terdapat pada tanaman yang berasal dari hasil
27
iradiasi 25 Gy yaitu sebesar 115.88 stomata per mm2 dan pada tanaman kedelai hasil iradiasi sinar gamma memiliki jumlah stomata menurun dan berbeda nyata dengan kontrol (Celik et al. 2014).
3.4 Simpulan Radiosensitivitas lada pada fase benih dan fase benih dengan radikula berbeda. Radiosensitivitas pada fase benih dengan radikula lebih tinggi dibandingkan fase benih yang ditunjukkan oleh nilai LD50 (Lethal of Dose 50) pada fase benih lada nilai LD20 = 25 Gy dan LD50 = 68.2 Gy, sedangkan pada fase benih dengan radikula nilai LD20 = 13 Gy dan LD50 = 30 Gy. Semakin tinggi dosis iradiasi diberikan pada fase benih dan fase benih dengan radikula maka pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan jumlah ruas semakin terhambat. Iradiasi juga berpengaruh terhadap variasi bentuk daun, warna daun, kerapatan stomata dan indeks stomata. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi.
28
4 KERAGAMAN GENETIK MUTAN PUTATIF LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN BERDASARKAN PENANDA MORFOLOGI DAN PENANDA SSR
Abstrak Jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar lada hasil iradiasi perlu diketahui untuk membantu pemulia tanaman dalam seleksi dan menghasilkan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar genotipe dalam lada hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balittro, Laboratorium Molekuler Pemuliaan Tanaman, Balittro dan BB Biogen. Penelitian dimulai pada bulan September 2015 - April 2016. Bahan tanaman yang digunakan adalah 28 individu lada hasil iradiasi sinar gamma akan digunakan pada penelitian ini. Karakter yang akan diamati dalam penanda morfologi adalah tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas dan jumlah cabang. Pada penanda SSR akan diamati adalah pita yang dihasilkan. Amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR menggunakan sembilan primer. Hasil analisis kekerabatan pada sifat morfologi menunjukkan tingkat kesamaan 18.15%. Terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun mutan terhadap tetua. Perubahan tersebut terdapat pada bentuk daun, bentuk pangkal daun dan tepi daun. Hasil visualisasi dengan PAGE didapatkan lima primer yang menghasilkan pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil keragaman berdasarkan penanda SSR memiliki tingkat kesamaan 63%. Kata kunci: lada, penanda SSR, keragaman, DNA Abstract Genetic distance and phylogenetic relationship among irradiated black pepper individual genotypes will help plant breeders in selecting potential mutants as superior varieties. This study aimed to analyze and evaluate individual genotypes diversity from gamma irradiated treatments by morpholigical and SSR marker. The research was conducted in the greenhouse, Laboratory of Molecular Plant Breeding, Balittro and BB Biogen from September 2015 to April 2016. Plant material used were 28 individual genotypes resulted from gamma irradiated treatments. Observations were made on morphological characters namely plant height, leaf length, leaf width, leaf number, number of segments and number of branch. For molecular markers, SSR banding patterns would observed. DNA was isolated using the CTAB method followed by testing the purity and quantity of DNA. DNA were amplified using nine primer by PCR. Genetic similarity based on morphological characters were 18.15%. There were variation or changes in the character of mutant leaves. The variation were on leaf shape, leaf base and leaf margin. PAGE visualization resulted five primers which were polymorphic namely Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Genetic similarity among the 28 individual genotypes based on SSR marker were 63%. Keywords: Black pepper, SSR markers, diversity, DNA
29
4.1 Pendahuluan Keragaman genetik suatu populasi atau sifat sifat tertentu tanaman dapat diamati secara morfologi, biokimia maupun molekuler. Pada tanaman tahunan penanda morfologi kurang menguntungkan karena karakter yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fase vegetatif sedikit dan waktu yang dibutuhkan hingga tanaman dewasa cukup lama, selain itu karakter tertentu dipengaruhi oleh lingkungan (Hadiati & Sukmadjaja 2002), namun penanda morfologi dapat diamati secara langsung karena mudah dilihat, sehingga akan digunakan pada penelitian ini. Penggunaan alat ukur dalam pendugaan hubungan kekerabatan sering ditentukan secara subyektif, maka pengukuran secara molekuler akan menghasilkan suatu standar untuk membandingkan kekerabatan yang berbeda dari pengukuran berdasarkan morfologi (Sneath & Sokal 1973). Tanaman menyimpan genetiknya di dalam genom inti dan organel, yaitu kloroplas dan mitokondria. Beberapa mekanisme seperti delesi, inversi, translokasi, dan transposisi yang dapat terjadi secara alami maupun diinduksi, dapat menyebabkan terjadinya penggantian atau perubahan basa nukleotida pada sekuen DNA. Marka DNA langsung berinteraksi dengan sistem genetik lebih mencerminkan keadaan genom yang sesungguhnya (Putri 2010). Teknik molekuler telah memberikan peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik suatu kultivar tanaman serta mampu dalam mendeteksi gen dan sifat‐sifat tertentu, evaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik, perbaikan sifat tanaman seringkali terhambat oleh kendala masa juvenil yang panjang (5‐8 tahun) sehingga diperlukan waktu lama untuk mengetahui keberhasilan persilangan seperti pada tanaman mangga, mempersingkat proses uji lapang yang memerlukan waktu yang cukup lama dan kebanyakan karakter yang nampak merupakan interaksi genetik dan kondisi lingkungan (Jianhua et al. 1996), dapat meningkatkan ketepatan proses seleksi serta meningkatkan efisiensi waktu seleksi (Jianhua et al. 1996; Maftuchah 2005). Salah satu penanda molekuler yang telah banyak dimanfaatkan dalam studi genetik adalah mikrosatelit/ SSR (Simple Sequence Repeat). SSR adalah sekuen DNA yang berulang, dimana satu motif mengandung satu sampai enam pasang basa yang diulang secara tandem dalam sejumlah waktu (Navascues & Emerson 2005), tingkat polimorfisme yang tinggi, bersifat kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum mendel (Powell et al. 1996; Hancock 1999). Pada urutan DNA yang mengapit ini bisa dirancang primer spesifik sehingga mikrosatelit bisa diamplifikasi menggunakan PCR (Treuren 2000). Adanya variasi lima jumlah pengulangan dari sekuens mikrosatelit menyebabkan mikrosatelit bersifat sangat polimorfik sehingga penanda mikrosatelit sesuai digunakan dalam mempelajari keragaman genetik suatu populasi dan parental analysis (Maftuchah 2005). Rata-rata kecepatan mutasi mikrosatelit berkisar dari 10-6 sampai 10-2 kejadian per lokus per generasi, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata mutasi pada gen yang mengkodekan loci (Li et al. 2002). Mutasi menghasilkan perubahan dalam jumlah unit ulangan dan diamati sebagai variasi panjang mikrosatelit. Ada dua mekanisme yang dapat menerangkan tingginya kecepatan mutasi mikrosatelit. Pertama, rekombinasi diantara kromosom DNA homolog melalui unequal crossing over (UCO) atau dengan konversi gen yang menghasilkan ketidaksempurnaan susunan dan
30
menyebabkan adanya peningkatan ulangan dalam mikrosatelit. Kedua, slippage strand mispairing (SSM) yang terjadi selama replikasi DNA (Oliveire et al. 2007; Ellegren 2004; Schlotterer & Tautz 1992). Peristiwa ini dimulai dengan slipnya DNA polimerase selama replikasi yang menyebabkan template dan untai DNA yang baru menjadi tidak sejajar sementara waktu, ketika replikasi dilanjutkan, untaian DNA harus disejajarkan kembali dan mutasi akan dihasilkan jika penjajaran ini tidak sempurna. Hilang atau majunya ulangan mikrosatelit dapat keluar dari loops DNA ganda (Schloetterer & Tautz 1992; Eisen 1999). Cawla (2012) menyatakan bahwa teknik AFLP dan ISSR membutuhkan biaya yang besar. Penanda AFLP lebih rumit dalam pengerjaannya serta jumlah DNA yang dibutuhkan lebih banyak, sedangkan dengan marka mikrostelit/SSR memiliki keunggulan antara lain lebih mudah membedakan (polimorfisme nya tinggi), menggunakan dua primer yaitu forward dan reverse, lebih mudah pengerjaannya dan biaya lebih rendah, oleh sebab itu marka SSR digunakan untuk menganalisis keragaman genetik mutan lada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi hubungan kekerabatan antar individu lada hasil iradiasi sinar gamma berdasarkan penanda morfologi dan SSR. 4.2 Bahan dan Metode 4.2.1 Tempat dan Waktu Kegiatan dilakukan mulai bulan Juni 2014 sampai dengan Juni 2015. Observasi sifat morfologi dilakukan di Rumah kaca, Balittro. Analisis molekuler dilakukan di laboratorium Molekuler Balittro dan BB Biogen. 4.2.2 Bahan dan Alat Iradiasi sinar gamma menghasilkan 144 tanaman yang telah diiradiasi, tetapi terpilih 27 individu mutan putatif yang memiliki morfologi seperti tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas hampir sama dengan varietas asalnya. Bahan tanam yang digunakan untuk analisis karakter morfologi dan penanda SSR yaitu daun tanaman lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma sebanyak 27 individu dan satu varietas Ciinten sebagai kontrol (Tabel 4.1). Bahan kimia untuk analisis molekuler yaitu mekraptoetanol, PVPP (polyvinyl polypyrrolidone), CTAB, akuades steril, CIAA (Chloroform isoamyl alcohol), alkohol absolut, isopropanol, etanol 70%, natrium asetat, agarose, air bebas ion, parafilm, buffer TAE, loading dye, primer SSR. Peralatan yang digunakan untuk analisis karakter morfologi yaitu penggaris, pensil, jangka sorong, cawan petri, kamera. Peralatan untuk analisis SSR berupa mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) Eppendorf, BIORAD elektroforesis, UV transluminator, Griffin Student waterbath, HIMAC sentrifuge CR15T, freezer Sanyo, neraca analitik Sartorius AC2115T (4 desimal), Oven Memmert, Vortex thermolyne maxi mix II type 37600 mixer, stirrer thermolyne naova II, pH meter Thermo Orion 420A+, pipet mikro eppendorf Axygen ukuran 0.5 μl, 20 μl, 100 μl, 1000 μl, pipet mohr 1 ml, 5ml, 10 ml, tabung eppendorf, pipet tetes, Erlenmeyer, gelas piala, spatula, gunting, scapel, mortar dan microtube 1.5 ml dan 2 ml.
31
Tabel 4.1 Individu mutan putatif lada Ciinten yang digunakan untuk penanda morfologi dan SSR No. Individu No. Individu No. Individu 1 R.I.25.3 11 B.I.25.16 21 B.II.25.2 2 R.I.25.4 12 B.I.50.1 22 B.II.25.6 3 R.I.25.5 13 B.I.50.2 23 B.II.25.26 4 R.I.25.13 14 B.I.50.7 24 B.III.25.6 5 R.II.25.3 15 B.I.50.10 25 B.III.25.9 6 R.II.25.5 16 B.I.50.13 26 B.III.25.17 7 R.II.25.11 17 B.I.50.16 27 B.III.25.28 8 R.III.25.8 18 B.I.50.17 28 Kontrol 9 R.III.25.12 19 B.I.50.18 10 B.I.25.14 20 B.II.25.1 Keterangan: B = Fase Benih dan R= Fase Benih dengan Radikula 4.2.3 Metodologi Penelitian 4.2.3.1 Penanda Morfologi Metode dan pelaksanaan untuk analisis morfologi yaitu meliputi karakter pertumbuhan yang terdiri dari karakter kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan pertumbuhan vegetatif dilakukan saat pertumbuhan optimal yaitu 8 BST. Karakter yang diamati yaitu tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang berdasarkan IPGRI. 4.2.3.2 Penanda Molekuler SSR Analisa molekuler dilakukan saat pertumbuhan morfologi pada populasi M1 mencapai 3-4 daun. Sampel daun dari beberapa tanaman terseleksi diambil untuk dianalisis keragamannya dengan penanda SSR. Analisa ini akan dilakukan dengan menggunakan beberapa primer (Tabel 4.2). Isolasi DNA menggunakan sampel daun tanaman diambil dan digerus dalam mortar menggunakan pestle dengan menambahkan buffer eksraksi CTAB sebanyak ±700µL (Doyle & Doyle 1990). Sampel digerus hingga merata dan dipindahkan ke dalam 1,5 mL microtube dengan menggunakan pipet. Microtube direndam dalam water bath bersuhu 650C selama 30 menit, lalu diinkubasi di suhu ruang selama 10 menit. Sebanyak 700 µL CIA ditambahkan ke dalam sampel dan dibolak-balik secara perlahan agar larutan tercampur. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 40C selama 20 menit. Larutan DNA (berwarna bening di bagian atas) atau supernatan akan memisah dari larutan chloroform yang tercampur dengan bagian sel lainnya (berwarna hijau) pada fase bawah. Fase atas dipindah (±500-600 µL) dipindah ke microtube baru. Alkohol dingin (absolute 2x volume atau isopropanol 1x volume sampel) ditambahkan dan dibolak-balik secara perlahan, lalu sampel diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit. Sampel disentrifugasi dalam kecepatan 12.000 rpm pada suhu 40C selama 10-15 menit. Supernatan dibuang (DNA berupa endapan pada
32
dasar microtube). Endapan DNA dicuci dengan 70% ethanol, lalu dikeringanginkan di suhu ruang ± 15 – 20 menit. DNA dilarutkan menggunakan ddH2O sebanyak 50-100 µL dan disimpan pada suhu -200C. Penentuan kuantitas DNA dengan Spektrofotometer: DNA diencerkan 100x dengan cara 15 µL DNA dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL dan ditambahkan aquades hingga 1,5 mL. Setting spektrofotometer ke λ 260 nm dan dibuat blanko. Sampel diencerkan ke dalam kuvet dan dihitung absorbansinya Konsentrasi atau kuantitas DNA dapat dihitung dengan persamaan : Konsentrasi DNA (µg/mL) = 50 (µg/mL) x nilai absorbansi pada A260 x Faktor pengenceran Proses PCR dilakukan dengan komposisi reaksi yaitu DNA Sampel 2 µl, PCR Mix 6 µl, primer SSR 0.5 µl, air bebas ion sebanyak 4 µl. PCR dijalankan dengan predenaturasi pada suhu 94ºC selama 4 menit, denaturasi pada susu 94ºC selama 4 menit, annealing pada suhu 37ºC selama 1 menit, amplifikasi 72ºC selama 1 menit, ekstensi 72ºC selama 5 menit dan proses PCR ini akan diulang sebanyak 35 siklus. Tabel 4.2 Primer yang digunakan untuk analisa SSR pada tanaman lada Lokus
Psol3
Nomor aksesi dalam bank gen JQ924478
Psol6
JQ924481
Psol9
JQ924484
Psol10
JQ924485
Psol11
JQ924486
Psol15
JQ924490
Psol16
JQ924491
Psol17
JQ924492
Psol18
JQ924493
Primer Sequence (5'-3')
F: CACGACGTTGTAAAACGACGCGGATCTTACCAGAATCAG R: GAGTAGCCTTTGGTTGTTGC F: CACGACGTTGTAAAACGACCTCTTGGCAAAAGTCACCTG R: ATCCCATACCGATCTCCTTC F: CACGACGTTGTAAAACGACGGAACCCACGAGTTTCTTG R: GGGGTCCTTTTTACGTTGAG F: CACGACGTTGTAAAACGACCAGACGGATTCCCACTGAT R: GGACTTGTAACCCATCGAGA F: CACGACGTTGTAAAACGACTTATTTGGTTGGAGCTGTGTG R: CCACGGTGGGTTATCACAC F: CACGACGTTGTAAAACGACCGCGGACTAACCAGAGTTAC R: GCCACAAAAACCCACTCA F: CACGACGTTGTAAAACGACGAAGTCCTAACCAGACCTGTG R: GAGGTGTTGTTGATGTGAGC F: CACGACGTTGTAAAACGACTATTCCCATGCGAGATGC R: CGGCATAACCACTAAACCAC F: CACGACGTTGTAAAACGACACTGTTGTGGACCTTGTTGC R: TGTATTAGGCCCCATCGAC
Sumber: Yoshida et al. (2014) Penentuan hasil PCR dilakukan dengan menggunakan elektroforesis vertikal yaitu akrilamid dimasukkan ke dalam electrophoresis chamber yang berisi buffer TBE 1x dengan memastikan bagian atas gel berada di posisi katoda/kutub negatif. Sejumlah hasil PCR (3-5 µL) ditambahkan dengan loading dye, kemudian dimasukkan ke dalam well. Elektroforesis dilakukan menggunakan gel akrilamid dalam elektroforesis vertikal pada 80 V, selama 60 menit. Gel diwarnai dengan larutan ethidium bromide (atau staining chemical lain) selama 10 menit lalu dibilas dengan ddH2O selama 20 menit. Gel akrilamid dideteksi atau divisualisasi dengan menggunakan sinar UV pada UV Transilluminator. Ethidium Bromide
33
(EtBr) sebagai pewarna pada proses staining akan berikatan dengan DNA dan cahaya akan berpendar saat terpapar oleh sinar UV. Hasil pendaran tersebut membuat DNA dapat tervisualisasi oleh kamera gel doc kemudian difoto untuk diinterpretasikan. 4.2.4 Analisis Data Analisis data yang dilakukan meliputi analisis kesamaa dan analisis pengelompokkan. Data hasil pengamatan karakter morfologi (kuantitatif dan kualitatif) menggunakan minitab, sedangkan pola pita DNA diubah menjadi data biner dengan cara scoring. Nilai (1) jika pita ada dan nol (0) jika pita tidak ada. Data biner untuk menghitung nilai kemiripan genetika menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data) pada program NTSYSpc versi 2.01 dan dihitung berdasarkan DICE dengan menggunakan rumus Nei & Li (1979). Seluruh data (pola pita DNA) dianalisis menggunakan prosedur SAHN (Sequencial, Agglomerative, Hierarchical and Nested) dengan metode UPGMA (unweighted pair-group method, arithmetic average) pada program NTSYSpc versi 2.01. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk dendogram.
4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3.1 Keragaman Mutan Putatif Lada Ciinten Berdasarkan Penanda Morfologi Hasil pengamatan terhadap karakter daun menunjukkan bahwa terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun pada mutan putatif lada Ciinten dengan lada Ciinten yang tidak diiradiasi. Perubahan tersebut terdapat pada bentuk daun, bentuk dasar daun dan pinggir daun. Bentuk daun pada lada varietas Ciinten merupakan bentuk bulat telur, sedangkan lada hasil iradiasi, nomor (1, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 21) berbentuk bulat telur lanset dan individu hasil iradiasi nomor (2, 10, 12, 19, 24) berbentuk bulat telur elips. Bentuk pangkal daun lada varietas Ciinten adalah menjantung sedangkan mutan putatif (7, 8, 13, 14, 15, 16, 18, 21) memiliki bentuk pangkal daun membulat dan lada hasil iradiasi nomor (5) memiliki bentuk pangkal daun runcing. Pinggir/ tepi daun lada varietas Ciinten adalah lurus, sedangkan lada hasil iradiasi nomor (1, 3, 15, 18, 20, 26) memiliki pinggir daun yang bergelombang. Keragaman ini disebabkan adanya perlakuan iradiasi sinar gamma. Sama halnya dengan penelitian Suhesti (2015) pada tebu, yang menyatakan bahwa terdapat keragaman atau perubahan beberapa karakter daun mutan terhadap tetua yaitu pada karakter kelengkungan helaian daun, tinggi dan kedudukan telinga daun serta warna segitiga daun.
34
Tabel 4.3 Bentuk daun mutan putatif lada varietas Ciinten Bentuk Daun No
Individu
Bulat telur
Bulat telur elips
Bulat telur lanset
Elips lanset
Kontrol √ 1 R.I.25.3 √ 2 R.I.25.4 √ 3 R.I.25.5 √ 4 R.I.25.13 √ 5 R.II.25.3 √ 6 R.II.25.5 √ 7 R.II.25.11 √ 8 R.III.25.8 √ 9 R.III.25.12 √ 10 B.I.25.14 √ 11 B.I.25.16 √ 12 B.I.50.1 √ 13 B.I.50.2 √ 14 B.I.50.7 √ 15 B.I.50.10 √ 16 B.I.50.13 √ 17 B.I.50.16 √ 18 B.I.50.17 √ 19 B.I.50.18 √ 20 B.II.25.1 21 B.II.25.2 √ 22 B.II.25.6 √ 23 B.II.25.26 √ 24 B.III.25.6 √ 25 B.III.25.9 √ 26 B.III.25.17 √ 27 B.III.25.28 Keterangan: R (fase benih dengan radikula), B (fase benih), I- III (ulangan), 25Gy dan 50 Gy (dosis iradiasi), 1-28 (nomor tanaman)
Menjantung
√
√
35
Tabel 4.4 Bentuk dasar daun dan pinggir daun mutan putatif lada varietas Ciinten Bentuk Dasar Daun Pinggir Daun Bulat Menjantung Runcing Bercelah Rata Bergelombang Kontrol √ √ 1 R.I.25.3 √ √ 2 R.I.25.4 √ √ 3 R.I.25.5 √ √ 4 R.I.25.13 √ √ 5 R.II.25.3 √ √ 6 R.II.25.5 √ √ 7 R.II.25.11 √ √ 8 R.III.25.8 √ √ 9 R.III.25.12 √ √ 10 B.I.25.14 √ √ 11 B.I.25.16 √ √ 12 B.I.50.1 √ √ 13 B.I.50.2 √ √ 14 B.I.50.7 √ √ 15 B.I.50.10 √ √ 16 B.I.50.13 √ √ 17 B.I.50.16 √ √ 18 B.I.50.17 √ √ 19 B.I.50.18 √ √ 20 B.II.25.1 √ √ 21 B.II.25.2 √ √ 22 B.II.25.6 √ √ 23 B.II.25.26 √ √ 24 B.III.25.6 √ √ 25 B.III.25.9 √ √ 26 B.III.25.17 √ √ 27 B.III.25.28 √ √ Keterangan: R (fase benih dengan radikula), B (fase benih), I- III (ulangan), 25Gy dan 50 Gy (dosis iradiasi), 1-28 (nomor tanaman) No
Individu
Hasil analisis hubungan kekerabatan antar individu genotipe hasil iradiasi menunjukkan terdapat tingkat kesamaan 18.15% antara nomor 15 (kelompok I) dengan lainnya (kelompok II). Tanaman nomor 15 membentuk kelompok tersendiri karena memiliki karakter tinggi tanaman tertinggi dibandingkan kontrol dan tanaman hasil iradiasi lainnya. Pada tingkat kesamaan 70%, tanaman mutan terbagi menjadi dua sub kelompok dengan karakter panjang daun sebagai pemisah, yaitu sub kelompok I dengan tiga individu (3, 9 dan 17) dan sub
36
kelompok II dengan 24 individu, yaitu nomor (1, 12, 7, 18, 19, 28, 27, 4, 22, 26, 2, 24, 16, 8, 13, 10, 6, 20, 14, 21, 11, 23, 25, 5). II
I
Similarity
18.15
Simpulan dan Saran
45.44
SubII 72.72
Sub sub II
SubI Sub sub I
100.00
1 12 7 18 19 28 27 4 22 2 6 2 24 16 8 13 10 6 20 1 4 21 11 23 25 5 3 9 17 15 Mutan Putatif Lada Ciinten
Gambar 4.1 Dendogram 27 mutan putatif lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma dan tetua berdasarkan penanda morfologi dengan karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah ruas, jumlah cabang Tabel 4.5 Kelompok hasil dendogram berdasarkan penanda morfologi Kelompok
15 1, 12, 7, 18, 19, 28, 27,4, 22, 26, 2, 24, II 16, 8, 13, 10, 6, 20, 14, 21, 11, 23, 25, 5, 3, 9, 17
Sub kelompok
Sub sub kelompok
I
Sub I 3, 9, 17
1, 12, 7, 18, 19, 28, 27,4, 22, 26, 2, 24, SubII 16, 8, 13, 10, 6, 20, 14, 21, 11, 23, 25, 5
Karakter yang memisahkan Tinggi tanaman
Panjang daun
Sub 2, 24, 16, sub I 8, 13, 10, 6, 20, 14, 21, 11, 23, 25, 5 1, 12, 7, Sub 18, 19, 28, sub 27,4, 22, II 26
Jumlah ruas
37
Salah satu tanaman yang termasuk kelompok sub sub II adalah tanaman kontrol varietas asal Ciinten (28). Diantara mutan putatif lada (sub II) pada tingkat kesamaan 75 % terbagi menjadi dua sub sub kelompok dengan karakter jumlah ruas sebagai pemisah, yaitu sub sub I dengan 14 individu, dan sub sub kelompok II dengan 10 individu. Varietas Ciinten tanpa iradiasi (nomor 28) berbeda dengan tanaman hasil iradiasi pada tingkat kesamaan 87%.Varietas asal Ciinten (nomor 28) berbeda hanya beberapa persen dengan mutan 18,19 dan 27, tetapi lebih besar perbedaannya dengan 1, 2, dan 17. Tingkat kesamaan semakin menurun atau perbedaan semakin besar dengan mutan 4, 22 dan 26. Tingkat kesamaan semakin bertambah menurun dengan kelompok sub sub I sangat berbeda jauh dengan MP15 pada tingkat 82.85 %. 4.3.2 Keragaman Mutan Putatif Lada Ciinten Berdasarkan Penanda SSR Hasil observasi sifat morfologi kualitatif dan kuantitatif didapatkan 27 mutan putatif lada Ciinten yang tidak berbeda secara fenotipik dengan kontrol. Mutan tersebut berada diantara dosis LD20 dan LD50 yaitu dosis 25 Gy dan 50 Gy pada fase benih, sedangkan dosis 25 Gy pada fase benih tanpa radikula. Harten (1998) menyatakan bahwa pemberian dosis iradiasi disekitar dosis letal (LD20LD50) dapat meningkatkan keragaman genetik. Tanaman hasil iradiasi dengan kontrol dianalisis secara molekuler menggunakan penanda SSR. Sebelum analisis molekuler dilakukan skrining primer untuk mendapatkan primer yang polimorfik. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa dari sembilan primer SSR, lima primer menghasilkan pita yang polimorfis, sedangkan tiga primer memiliki pita monomorfis. Lima primer tersebut adalah Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil PCR yang sudah di visualisasi dengan menggunakan PAGE menunjukkan pita polimorfis pada primer Psol 10 dan Psol 16 (Gambar 4.1). Primer Psol10 menghasilkan perbedaan pita pada kontrol (28) dengan nomor 2, 7, 26. Pada kontrol terdeteksi 2 pita, sedangkan pada mutan hanya satu pita. Ini kemungkinan terjadi delesi atau berkurangnya beberapa basa pada mutan putatif sehingga hanya menghasilkan satu pita. Primer Psol16 menghasilkan perbedaan pita, pada kontrol (28) menghasilkan satu pita, sedangkan individu pada individu nomor 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 menghasilkan dua pita. Perubahan jumlah pita, diduga terkait dengan perlakuan iradiasi sinar gamma. Jumlah pita yang dihasilkan tergantung pada berapa banyak potongan DNA yang dihasilkan dari PCR. Pita DNA yang polimorfisme menunjukkan terjadinya mutasi. Muhammad & Othman (2005) menyatakan bahwa polimerfisme pita DNA berdasarkan muncul dan tidaknya pita dapat disebabkan terjadinya delesi atau insersi. Keragaan pola pita menunjukkan keragaman regeneran lada kontrol dan mutannya pada tingkat DNA. Mohr & Schoffer menyatakan bahwa radiasi pengion (iradiasi gamma) akan menghasilkan ion dan radikal dalam bentuk hidroksil (OH-). Jika radikal hidroksil menempel pada rantai nukleotida dalam DNA, maka utas tunggal atau ganda DNA akan patah, sehingga akan mengalami perubahan gen.
38
Ld 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15
14 13 12 11 10 9
8
7
6 5 4 3
2 1 28
200bp
27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15
14 13 12 11 10 9
8 7 6 5
4 3 2 1 28Ld
200bp
Gambar 4.2 Hasil elektroforesis dengan primer (a) Psol 10 dan (b) Psol 16 dengan menggunakan PAGE pada 27 individu hasil iradiasi sinar gamma Ada tidaknya pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer sangat dipengaruhi: kemurnian dan konsentrasi DNA cetakan (template). DNA cetakan mengandung senyawa-senyawa polisakarida dan senyawa fenolik serta konsentrasi DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang samar-samar atau tidak jelas, sebaran situs penempelan primer pada DNA cetakan, adanya kompetisi tempat penempelan primer pada DNA cetakan yang menyebabkan satu fragmen diamplifikasi dalam jumlah banyak dan fragmen lainnya sedikit. Hubungan kekerabatan antar genotipe dapat diketahui koefisien kemiripan dan analisis klaster (analisis pengelompokkan) menggunakan karakter morfologi atau pola pita DNA (penanda SSR). Analisis klaster merupakan teknik multivariate yang mempunyai tujuan utama yaitu mengelompokkan objek berdasarkan tingkat kesamaan karakteristik yang dimilikinya.
Kontrol
Gambar 4.3 Dendogram 27 mutan putatif lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma dan tetua berdasarkan karakter molekuler marka SSR dengan lima primer Pita SSR yang sudah discoring dianalisis menggunakan program NTYS sehingga didapatkan dendrogram pada Gambar 4.2. Hasil dendogram terdapat dua kelompok besar yang membedakan antara tetua asal lada Ciinten (nomor 28)
39
(kelompok I) dengan 27 mutan hasil iradiasi sinar gamma pada tingkat kesamaan 63% (kelompok II). Kelompok II dibagi menjadi dua sub kelompok yaitu sub I dan sub II pada tingkat kesamaan 65%. Sub II terdiri dari individu nomor 1 dan 8, sedangkan Sub I terdiri dari dua kelompok yaitu sub sub I dan sub sub 2 dengan tingkat kesamaan 69%. Sub sub I terdiri dari individu nomor 2, 12, 23, sedangkan dan sub sub II terdapat 22 mutan putatif, yang diantaranya terdapat mutan putatif lada yang memiliki tingkat kesamaan 100% yaitu nomor 4 dengan 25; nomor 11, 16 dan 24; nomor 20, 21 dan 22 serta nomor 15 dan 19. Pada penelitian Qosim (2006) menyebutkan bahwa induksi radiasi sinar gamma terhadap kalus nodular manggis menghasilkan keragaman genetik antara 60-91% berdasarkan RAPD, sedangkan pada penelitian Harahap (2005) biji manggis hasil iradiasi sinar gamma yang di tanam secara in vitro, didapat keragaman genetik yang diperoleh sebesar 62-100%. Sobir & Poerwanto (2007) menyatakan berdasarkan analisis RAPD pada bibit manggis hasil iradiasi sinar gamma menggunakan lima primer acak, terbukti menghasilkan keragaman genetik tanaman hasil iradiasi lebih besar (62%) dibandingkan variabilitas aksesi manggis di Jawa (27%). Pada penelitian ini, keragaman genetik yang diperoleh dari hasil iradiasi sinar gamma sebesar 77-95%, meningkat sebesar 5% dibandingkan kontrol. Marka DNA adalah bagian kecil dari sekuen DNA yang dapat menunjukkan keragaman akibat delesi, duplikasi, insersi atau substitusi antar individu yang berbeda, yang dapat diidentifikasi berdasarkan produk PCR berupa ukuran pita atau jarak migrasi pita. Perubahan pita berdasarkan karakter molekuler dengan SSR terjadi pada mutan hasil iradiasi sinar gamma. Hal ini mengindikasikan bahwa iradiasi yang dilakukan pada lada menghasilkan mutan yang secara genetik cukup beragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah untuk kegiatan perakitan varietas lada untuk berbagai karakter yang dinginkan antara lain sifat tahan terhadap cekaman biotik dan cekaman abiotik. Salah satu cekaman biotik seperti ketahanan terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan P. capsici. 4.4 Simpulan Hasil analisis hubungan kekerabatan antar individu genotipe hasil iradiasi pada penanda morfologi menunjukkan terdapat tingkat kesamaan 18.15% dengan tinggi tanaman sebagai karakter pemisah. Pada tingkat kesamaan 70%, tanaman mutan putatif terbagi menjadi dua sub kelompok dengan karakter panjang daun sebagai pemisah, sedangkan pada tingkat kesamaan 75 % terbagi menjadi dua sub sub kelompok dengan karakter jumlah ruas sebagai pemisah. Penanda SSR pada tingkat kesamaan 63% dapat membedakan antara tetua asal lada Ciinten (nomor 28) (kelompok I) dengan 27 mutan putatif hasil iradiasi sinar gamma (kelompok II).
40
5 SELEKSI TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) VARIETAS CIINTEN HASIL IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB) Abstrak Lada merupakan tanaman introduksi dan selalu diperbanyak secara vegetatif, sehingga keragaman genetiknya sempit. Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui iradiasi sinar gamma. Keragaman genetik yang tinggi penting untuk menghasilkan varietas baru, khususnya untuk pemuliaan ketahanan terhadap infeksi Phytophthora capsici. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik mutan putatif lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma terhadap penyakit busuk pangkal batang. Bahan tanaman yang digunakan adalah dua puluh tujuh mutan putatif lada dan kontrol. Daun dari masing masing mutan di inokulasi dengan P. capsici, kemudian diinkubasi selama 72 jam dalam kotak plastik. Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Bercak daun yang timbul akibat inokulasi di ukur menggunakan Leaf Areameter. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu mutan putatif lada, hasil uji F adalah berbeda nyata, sehingga diuji lanjut dengan uji Dunnet pada taraf 5%. Terdapat 14 mutan yang memiliki luas bercak < 1 mm2, tetapi hanya 10 mutan yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan memiliki nilai luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran 0.17-0.60 mm2 yaitu MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 sehingga termasuk kategori sangat tahan, sedangkan satu mutan putatif memiliki nilai luas daun lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu MP 2 (6.34 mm2) termasuk kategori sangat peka. Berdasarkan klasifikasi terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, 6 mutan putatif bersifat tahan, 5 mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P.capsici. Iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu busuk pangkal batang. Kata kunci: Luas bercak, Ciinten, ketahanan, P. capsici Abstract Black pepper is an introduced and has always been propagated vegetatively, so has narrow genetic base. One way to increase the genetic diversity was through gamma ray irradiation. High genetic diversity necessary to generate new varieties, especially for resistance breeding to foot rot disease This study aims to determine the genetic diversity of the putative mutant black pepper varieties Ciinten resulted from gamma ray irradiation against foot rot diseases. The plant material used was twenty-seven black pepper putative mutants and control. Leaves of each mutant was inoculated with P. capsici, then incubated for 72 hours in a plastic box. Each treatment consisted of three replicates. Leaf spots caused by the inoculation is measured using Areameter Leaf. The experimental design used a completely randomized design (CRD) with one factor,i.e. black pepper putative mutants. If F test were significantly different, further testing will
41
be carried out using Dunnet test at 5% level. There were 14 mutants that have leaf necrose/lesion area <1 mm2, but only 10 mutants that have broad leaf necrose area and significantly different from control. Nine mutants possessed leaf necrose size lower than the control, in the range of 0.17-0.60 mm 2 that MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 thus categorized as highly resistant. One putative mutant has leaf necrose area higher than the control, namely MP 2 (6.34 mm2) and was indicated as highly sensitive category. Based on the classification, there were 14 putative mutants highly resistant, six putative mutants resistant, and five putative mutants were moderately resistant such as control, while two other individuals were very sensitive to P.capsici. Gamma ray irradiation can increase plant resistance to foot rot disease. Keywords: Necrose leaf size, Ciinten, Resistance, P. capsici 5.1 Pendahuluan Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman yang buahnya berfungsi sebagai bumbu masakan, obat herbal, anti bakteri, dan anti oksidan. Kebutuhan lada dunia mencapai 350 ribu ton/tahun. Kontribusi Indonesia sebagai pengekspor lada mencapai 29% dari kebutuhan dunia, terbesar kedua setelah Vietnam. Produksi lada putih dan hitam di Indonesia tahun 2012 mencapai 72.000 ton, 87% diekspor (IPC 2013). Salah satu kendala dalam budidaya lada adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Phytophthora capcisi (Muller 1937). Serangan pada daun akan menimbulkan bercak yang meluas keseluruh permukaan daun, sedangkan serangan pada pangkal batang dan akar dapat menyebabkan tanaman mati (Manohara et al. 2005), sehingga menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar. Usaha pengendalian penyakit pada pertanaman lada banyak ditekankan pada pengaturan kondisi lingkungan, khususnya tanah, agar tidak sesuai bagi perkembangan P. capsici, secara kimia, penggunaan agensia hayati (Wahyuno et al. 2003, 2007b); dan pengaturan kultur teknis dengan pemberian bahan organik dan nutrisi yang cukup pada tanaman lada untuk meningkatkan ketahanan tanaman (Manohara et al. 2005). Cara pengendalian tersebut belum cukup efektif untuk mengendalikan BPB di lapang. Sebagian besar petani lada mempunyai keterbatasan modal, sehingga tidak dapat merawat kebunnya dengan baik apabila harga lada rendah. Oleh karena itu, diperlukan usaha pengendalian tambahan agar kerusakan yang disebabkan oleh P. capsici dapat diminimalisasi. Ada tiga faktor yang menentukan perkembangan penyakit tanaman, yaitu lingkungan yang mendukung, patogen, dan tanaman inang (Lucas 2004). Dari ketiga faktor tersebut, tanaman inang perlu mendapat perhatian yang lebih besar seiring dengan usaha pelepasan varietas lada yang berproduksi tinggi dan tahan penyakit BPB (Setiyono et al. 2005). Ciinten adalah salah satu varietas unggul lada yang telah dilepas Balittro (Bermawie et al. 2015b), mempunyai malai panjang dan ukuran biji lebih besar (Setiyono & Udarno 2011), hasil per pohon, malai per tanaman, jumlah biji per malai, bobot dan panjang tangkai malai lebih tinggi dibanding lada varietas Petaling-1 (Bermawie et al. 2013). Namun hasil pengujian secara in vitro varietas
42
Ciinten ini termasuk moderat tahan terhadap penyakit BPB sehingga diperlukan perbaikan varietas untuk meningkatkan karakter tersebut. Lada diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman genetiknya sempit. Salah satu cara untuk meningkatkannya adalah dengan induksi mutasi. Pemuliaan mutasi telah berhasil meningkatkan keragaman genetik pada tanaman yang diperbanyak dengan biji maupun vegetatif seperti nilam (Kadir et al. 2007), tebu (Suhesti 2013), rimpang jahe (Bermawie et al. 2015a). Induksi mutasi telah dilakukan pada lada varietas Ciinten baik pada fase benih maupun fase benih dengan radikula. Dua puluh tujuh mutan putatif telah diperoleh yang menunjukkan perbedaan pada karakter morfologi dan molekuler dengan varietas asal, sehingga diharapkan memiliki respon yang berbeda terhadap serangan penyakit busuk pangkal batang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan mutan putatif terhadap penyakit busuk pangkal batang melalui inokulasi secara in vitro.
5.2 Bahan Dan Metode 5.2.1 Tempat dan Waktu Kegiatan dilakukan sejak bulan September-Desember 2015. Pengujian ketahanan daun mutan lada terhadap infeksi P. capsici dilakukan di laboratorium Proteksi, Balittro. 5.2.2 Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah daun dari mutan tanaman lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma. Daun yang digunakan yaitu daun ketiga, keempat dan kelima pada fase benih dan fase benih dengan radikula hasil iradiasi sinar gamma (Tabel 5.1.) Tabel 5.1 Populasi mutan putatif lada varietas Ciinten hasil iradiasi sinar gamma Dosis Iradiasi Kode Mutan putatif lolos seleksi morfologi Jumlah Fase Benih (0 Gy) Kontrol (I.0.18) 1 10 Fase Benih (25 Gy) MP10(B.I.25.14), MP11(B.I.25.16), MP20(B.II.25.1), MP21(B.II.25.2), MP22(B.II.25.6), MP23(B.II.25.26), MP24(B.III.25.6), MP25(B.III.25.9), MP26(B.III.25.17), MP27(B.III.25.28) Fase Benih (50 Gy) MP12(B.I.50.1), MP13(B.I.50.2), 8 MP14(B.I.50.7), MP15(B.I.50.10), MP16(B.I.50.13), MP17(B.I.50.16), MP18(B.I.50.17), MP19(B.I.50.18) Fase Benih dengan MP1(R.I.D1.3), MP2(R.I.D1.4), 9 radikula (25 Gy) MP3(R.I.D1.5), MP4(R.I.D1.13), MP5(R.II.D1.3), MP6(R.II.D1.5), MP7(R.II.D1.11), MP8(R.III.D1.8), MP9(R.III.D1.12) Total 28 Keterangan: MP (Mutan Putatif), B =fase benih, R =fase benih dengan radikula
43
5.2.3 Metodologi Penelitian 5.2.3.1
Seleksi Ketahanan Daun Mutan Putatif Ciinten terhadap Infeksi Phytophthora capsici
Tanaman diuji pada umur delapan bulan setelah tanam. Uji ketahanan dengan inokulasi pada daun. Inokulasi daun menggunakan potongan biakan P. capsici dengan diameter 0,5 cm diletakkan di tengah-tengah permukaan bawah daun, yang sebelumnya didesinfektan dengan alkohol 70%, lalu ditutup dengan kapas lembab. Cendawan P. capsici yang digunakan merupakan koleksi Balittro. Cendawan ini dibiakkan pada media agar V8 dan diinkubasi selama 4-6 hari dengan pencahayaan terang 24 jam. Isolat yang digunakan yaitu isolat K2 dengan agresivitas tinggi dan mempunyai derajat toksisitas FB (Filtrat Buatan) yang rendah (Chaerani & Manohara 2012). Daun dari masing-masing tanaman kemudian diinkubasi pada tempat yang lembab selama tiga hari luas nekrosa yang terbentuk pada tiap daun dari setiap aksesi diukur menggunakan leaf area meter. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu 27 mutan putatif Ciinten. Lada varietas Ciinten digunakan sebagai kontrol negatif. Peubah yang diamati meliputi luas daun, luas nekrosa (bercak) daun dan persentase bercak daun. Seleksi mutan putatif dilakukan dengan perbandingan nilai tengah 27 mutan putatif Ciinten hasil iradiasi sinar gamma terhadap tetua pada karakter luas bercak daun dianalisis ragam dengan uji F pada taraf nyata 5% dengan menggunakan program SAS, bila hasilnya berbeda nyata maka akan diuji lanjut dengan uji Dunnet. Pengamatan dilakukan terhadap luas nekrosa yang terbentuk pada tiap daun dengan menggunakan leaf area meter didapatkan luas bercak daun. Klasifikasi tingkat ketahanan berdasarkan luas bercak daun mengacu pada tanaman cabe (Xu et al. 2014) yang dimodifikasi untuk lada terutama pada nilai skoring pada daun dan kriteria tingkat ketahanannya. Tabel 5.2 Klasifikasi luas bercak daun lada berdasarkan Xu et al. (2014) dengan modifikasi Luas bercak daun (mm2) Klasifikasi 0 (tanpa gejala) Imun (>0-1) Sangat tahan (>1-2) Tahan (>2-3) Moderat tahan (>3-4) Peka (>4) Sangat peka
44
5.3 Hasil dan Pembahasan Seleksi Tanaman Lada (Piper nigrum) Ciinten Hasil Iradiasi Sinar Gamma terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang Serangan pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah, atau tepi daun. Bercak berwarna hitam dengan tepi bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas apabila daun diarahkan ke cahaya. Gejala khas tersebut hanya nampak pada bercak yang belum lanjut dan terjadi pada keadaan lembab (banyak hujan). Pengamatan lebih lanjut pada lapisan air yang ada di permukaan bawah bercak daun, tampak adanya sporangia patogen. Biasanya daun-daun yang terinfeksi ini merupakan sumber inokulum bagi tangkai atau cabang yang berada di dekatnya (Wahyuno et al. 2010).
a
d
c
b
e
f
Gambar 5.1 Respon daun lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma (a) kontrol, (b) 25Gy, (c) 50Gy, (d) 75Gy, (e) 100Gy, (f) 25Gy terhadap infeksi Phytophthora capsici pada (b)(c)(d)(e) fase benih dan (f) fase benih dengan radikula inkubasi 72 jam Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gejala penyakit busuk pangkal batang pada mutan putatif lada dimulai dengan adanya bercak pada daun yang berwarna hitam yang semakin lama semakin melebar (Gambar 5.1). Terdapat 14 mutan yang memiliki luas bercak < 1 mm2, tetapi hanya 10 mutan yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan putatif lada memiliki luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran (0.17-0.6) mm2 yaitu MP26, MP19, MP25, MP18, MP16, MP11, MP23, MP20 dan MP17, sedangkan satu mutan putatif lada memiliki nilai persentase lebih tinggi dibandingkan kontrol dengan nilai bercak daun 6.34 mm2 yaitu individu MP2. Varietas Petaling1 yang dikategorikan peka (Kasim 1990) memiliki luas bercak daun 6.26 mm2 (Bermawie et al. 2015), sedangkan varietas Natar 1 yang dikategorikan moderat tahan/ agak tahan (Kasim 1990) memiliki
45
luas bercak 1.82 mm2 (Bermawie et al. 2015). Mutan putatif lada yang memiliki luas bercak < kontrol menunjukkan ketahanan terhadap P.capsici. Tabel 5.3 Persentase bercak daun pada 28 mutan putatif Ciinten hasil iradiasi sinar gamma No
Genotipe
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
MP26(B.III.25.17) MP19(B.I.50.18) MP25(B.III.25.9) MP18(B.I.50.17) MP16(B.I.50.13) MP11(B.I.25.16) MP23(B.II.25.26) MP20(B.II.25.1) MP17(B.I.50.16) MP4(R.I.25.13) MP24(B.III.25.6) MP10(B.I.25.14) MP27(B.III.25.28) MP22(B.II.25.6) MP14(B.I.50.7) MP6(R.II.25.5) MP21(B.II.25.2) MP5(R.II.25.3) MP8(R.III.25.8) MP12(B.I.50.1) MP1(R.I.25.3) MP15(B.I.50.10) MP9(R.III.25.12) MP13(B.I.50.2) MP3(R.I.25.5) MP7(R.II.25.11) MP2(R.I.25.4) Kontrol
Luas bercak daun (mm) 0.17 0.24 0.34 0.35 0.41 0.42 0.43 0.51 0.6 0.85 0.93 0.95 0.95 0.99 1.02 1.03 1.05 1.36 1.62 1.63 2.28 2.41 2.47 2.77 2.84 4.34 6.34 3.08
Uji Mutan terhadap tetua (-) * * * * * * * * *
Kategori Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Sangat Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Tahan Moderat tahan Moderat tahan Moderat tahan Moderat tahan Moderat tahan Sangat Peka
*
Sangat peka Moderat tahan
Uji Uji Jumlah sel Jumlah Mutan Mutan epidermis/ stomata/ terhadap terhadap 20 μm 20 μm tetua (-) tetua (-) 172 8 157 * 8 143 * 7 * 168 9 195 11 153 * 7 * 142 * 8 143 * 11 212 * 11 175 9 157 * 8 153 * 7 * 180 8 169 10 169 6 * 163 8 160 * 8 169 7 191 11 165 7 177 8 191 7 150 * 8 151 * 7 * 168 5 * 161 7 167 7 * 181 11
Keterangan: MP (Mutan Putatif), B =fase benih, R =fase radikula. Mutan Putatif Ciinten yang diberi tanda * menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol negatif berdasarkan uji Dunnet pada α 0.05. Berdasarkan klasifikasi, terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, 6 mutan putatif bersifat tahan, 5 mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P.capsici. Tiga belas mutan putatif memiliki jumlah stomata yang lebih sedikit dan jumlah epidermis yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Jumlah epidermis dan
46
jumlah stomata tidak berkaitan dengan ketahanan mutan putatif. Ketahanan suatu aksesi cenderung bersifat fisiologis dari dalam tanaman lada lebih dominan dari pada faktor fisik yang ada (Wahyuno et al. 2009). Berdasarkan penelitian Manohara & Machmud (1986) penetrasi cendawan di dalam jaringan daun melalui dua cara yaitu cara langsung menembus epidermis dan cara tidak langsung melalui stomata. Hasil uji ketahanan secara in vitro tidak selalu berkorelasi positif dengan hasil dirumah kaca atau di lapang (Bermawie et al. 2016), sehingga memerlukan uji lanjut seperti inokulasi pada bagian pangkal batang di rumah kaca, lalu dilanjutkan percobaan di lapang. Mutan lebih dominan berasal dari perlakuan iradiasi sinar gamma 25 dan 50 Gy pada fase benih. Dosis ini merupakan dosis yang berada disekitar dosis LD20 dan LD50. Hal ini menunjukkan bahwa mutasi melalui iradiasi sinar gamma terutama disekitar LD20 dan LD50 akan memberi peluang mutasi pada sifat yang diinginkan dengan perubahan yang minimal pada karakter yang tidak diinginkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian tebu (Suhesti 2015), mutan yang berada pada LD20 dan LD50 memberikan peluang diperolehnya mutan putatif yang mempunyai toleransi kekeringan lebih baik dibanding tetua asalnya. Perlakuan iradiasi sinar gamma juga telah dikembangkan pada tanaman pisang untuk menghasilkan pisang resisten penyakit layu Fusarium (Smith et al. 2006), tanaman pepaya (Carica papaya L.) resisten penyakit ring spot virus (Chan 2009b), untuk mendapatkan tanaman mangga (Mangifera indica L.) resisten Antracnose (Litz 2009). 5.4 Simpulan Terdapat 10 mutan putatif yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan memiliki nilai luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran 0.17-0.60 mm2 yaitu MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 sehingga termasuk kategori sangat tahan, sedangkan satu mutan putatif memiliki nilai luas daun lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu MP 2 (6.34 mm2) termasuk kategori sangat peka. Berdasarkan klasifikasi terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, 6 mutan putatif bersifat tahan, 5 mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P.capsici.
47
6 PEMBAHASAN UMUM Keragaman genetik suatu tanaman dapat ditingkatkan dengan induksi mutasi (Suwarno & Silitonga 2006), salah satunya dengan iradiasi sinar gamma. Tingginya keragaman genetik dapat meningkatkan peluang keberhasilan untuk memperbaiki genetik tanaman. Penelitian ini menggunakan varietas Ciinten yaitu varietas unggul lada yang mempunyai malai panjang dan ukuran biji lebih besar (Setiyono & Udarno 2011). Ciinten memiliki hasil per pohon, malai per tanaman, jumlah biji per malai, bobot dan panjang tangkai malai lebih tinggi dibandingkan dengan lada varietas unggul Petaling-1 (Bermawie et al. 2013), namun hasil pengujian secara in vitro varietas Ciinten ini termasuk moderat tahan terhadap penyakit BPB sehingga diperlukan perbaikan varietas untuk meningkatkan karakter tersebut. Terdapat perbedaan pada persentase tanaman hidup pada dua fase benih yang berbeda. Pada fase benih, persentase hidup tanaman lada yang diberi perlakuan dosis 25 Gy 85 %, tetapi kemudian menurun menjadi 1.7% pada dosis 100 Gy. Pada benih dengan radikula, persentase hidup pada dosis 25 Gy lebih rendah dari fase benih dan bahkan pada dosis 100 Gy tidak ada satupun tanaman yang hidup. Hal ini menunjukkan bahwa benih dengan radikula lebih sensitive dan pada dosis > 100 Gy mengakibatkan terjadinya kerusakan DNA pada tanaman lada yang menyebabkan tanaman mati. Menurut Medina et al. (2005), peningkatan dosis iradiasi sinar gamma cmnderung menghambat pada pembelahan dan pertumbuhan sel. Tingkat sensitivitas secara visual ini dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman secara morfologi tanaman, sterilitas maupun dosis lethal 50 (LD50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi yag diiradiasi. Dalam menentukan LD50 atau LD20 dapat menggunakan program bestfitting curve. Dosis yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan keberhasilan terbentuknya tanaman mutan. Dosis iradiasi yang digunakan dipengaruhi oleh jenis tanaman yang digunakan, fase tumbuh saat tanaman diiradiasi, ukuran bahan tanam dan tingkat ketebalan bahan yang akan diiradiasi (Shu et al. 2012). Harten (1998) menyatakan bahwa pemberian dosis iradiasi disekitar dosis letal (LD20-LD50) dapat meningkatkan keragaman genetik. Dosis lethal pada fase benih memiliki nilai LD20 = 25 Gy dan LD50 = 68.2 Gy, sedangkan untuk fase benih dengan radikula memiliki kisaran LD20 = 13 Gy dan LD50 = 30 Gy. Radiosensitivitas pada kedua fase yang berbeda disebabkan pada fase benih dengan radikula memiliki kadar air lebih tinggi karena terjadi imbibisi hingga munculnya radikula saat diletakkan dalam media kertas saring dalam cawan petri, dibandingkan dengan kadar air pada fase benih. Sejalan dengan penelitian Chan (2009) pada benih pepaya yang diimbibisi jauh lebih sensitif terhadap iradiasi (LD50 = 50-87 Gy) dibandingkan benih pepaya kering (LD50 > 300 Gy). Hasil analisis ragam dengan rancangan split plot menunjukkan adanya interaksi pada karakter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas. Pada karakter jumlah cabang tidak ada interaksi antara perlakuan benih dan dosis. Dosis 25Gy pada fase benih dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas, sedangkan dosis 50 Gy memiliki panjang daun,
48
tebal batang dan jumlah ruas tidak berbeda nyata dengan kontrol dan dosis 25 Gy, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan dosis (75-100) Gy. Fase benih dengan radikula pada dosis 25 Gy memiliki nilai tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, tebal daun, tebal batang, jumlah daun dan jumlah ruas berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan iradiasi dosis 25-50 Gy pada benih menghasilkan mutan dengan panjang, lebar dan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Mutan tersebut diharapkan memiliki daya hasil yang tidak berbeda nyata atau lebih baik dibanding kontrol lada yaitu varietas Ciinten yang tidak diberi perlakuan iradiasi sinar gamma. Hasil pengamatan pada jumlah stomata dan kerapatan stomata fase benih pada dosis (25, 50 dan 75) Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol, tetapi berbeda nyata dengan dosis 100 Gy, sedangkan pada fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Indeks stomata fase benih pada dosis 50 Gy berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dosis lainnya, sedangkan fase benih dengan radikula dosis 25 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol. Iradiasi berpengaruh terhadap penurunan fisiologis lada sehingga daun lada memiliki stomata yang lebih sedikit pada dosis 100 Gy. Pada penelitian ini perlakukan benih dengan radikula dosis 25 Gy yang menghasilkan jumlah stomata tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada pisang Cv. Ampyang hasil iradiasi sinar gamma memiliki densitas stomata (jumlah stomata per mm2) terendah terdapat pada tanaman yang berasal dari hasil iradiasi 25 Gy yaitu sebesar 115.88 stomata per mm2 (Indrayanti et al. 2012) dan pada tanaman kedelai hasil iradiasi sinar gamma memiliki jumlah stomata menurun dan berbeda nyata dengan kontrol (Celik et al. 2014). Hasil analisis hubungan kekerabatan antar individu genotipe hasil iradiasi menunjukkan terdapat tingkat kesamaan 18.15% antara nomor 15 (kelompok I) dengan lainnya (kelompok II). Tanaman nomor 15 membentuk kelompok tersendiri karena memiliki karakter tinggi tanaman tertinggi dibandingkan kontrol dan tanaman hasil iradiasi lainnya. Pada tingkat kesamaan 70%, tanaman mutan terbagi menjadi dua sub kelompok dengan karakter panjang daun sebagai pemisah, yaitu sub kelompok I dengan tiga individu (3, 9 dan 17) dan sub kelompok II dengan 24 individu, yaitu nomor (1, 12, 7, 18, 19, 28, 27, 4, 22, 26, 2, 24, 16, 8, 13, 10, 6, 20, 14, 21, 11, 23, 25, 5). Salah satu tanaman yang termasuk kelompok sub sub II adalah tanaman kontrol varietas asal Ciinten (28). Diantara mutan putatif lada (sub II) pada tingkat kesamaan 75 % terbagi menjadi dua sub sub kelompok dengan karakter jumlah ruas sebagai pemisah, yaitu sub sub I dengan 14 individu, dan sub sub kelompok II dengan 10 individu. Hasil seleksi morfologi kualitatif dan kuantitatif dari 144 tanaman yang telah diiradiasi, didapatkan 27 individu lada Ciinten hasil iradiasi sinar gamma yang tidak berbeda secara fenotipik dengan satu kontrol. Individu tersebut berada diantara dosis LD20 dan LD50 yaitu dosis 25 Gy dan 50 Gy pada fase benih, sedangkan dosis 25 Gy pada fase benih tanpa radikula. Beberapa individu hasil iradiasi ini akan dianalisa keragaman genetiknya berdasarkan penanda SSR. Hasil seleksi sembilan primer didapatkan lima primer yang menghasilkan pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil PCR yang sudah di visualisasi dengan menggunakan PAGE menunjukkan pita polimorfis pada primer Psol 10 dan Psol 16. Primer Psol10 menghasilkan perbedaan pita pada kontrol (nomor 28) dengan individu nomor 2, 7, 26. Ini menandakan
49
terjadinya delesi atau berkurangnya beberapa basa pada mutan putatif sehingga hanya menghasilkan satu pita. Primer Psol16 menghasilkan perbedaan pita pada kontrol (nomor 28) menghasilkan satu pita, sedangkan individu nomor 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15. Ini menyebabkan terjadinya penambahan pita. Perbedaan pita ini disebabkan oleh perlakuan iradiasi sinar gamma. Jumlah pita yang dihasilkan tergantung pada berapa banyak potongan DNA yang dihasilkan dari PCR. Pita DNA yang polimorfisme menunjukkan terjadinya mutasi. Muhammad & Othman (2005) menyatakan bahwa polimerfisme pita DNA berdasarkan muncul dan tidaknya pita dapat disebabkan terjadinya delesi atau insersi. Keragaan pola pita menunjukkan keragaman regeneran lada kontrol dan mutannya pada tingkat DNA. Mohr & Schoffer menyatakan bahwa radiasi pengion (iradiasi gamma) akan menghasilkan ion dan radikal dalam bentuk hidroksil (OH-). Jika radikal hidroksil menempel pada rantai nukleotida dalam DNA, maka utas tunggal atau ganda DNA akan patah, sehingga akan mengalami perubahan gen. Hasil dendogram terdapat dua kelompok besar yang membedakan antara tetua asal lada Ciinten (nomor 28) (kelompok I) dengan 27 mutan hasil iradiasi sinar gamma pada tingkat kesamaan 63% (kelompok II). Kelompok II dibagi menjadi dua sub kelompok yaitu sub I dan sub II pada tingkat kesamaan 65%. Sub II terdiri dari individu nomor 1 dan 8, sedangkan Sub I terdiri dari dua kelompok yaitu sub sub I dan sub sub 2 dengan tingkat kesamaan 69%. Sub sub I terdiri dari individu nomor 2, 12, 23, sedangkan dan sub sub II terdapat 22 mutan putatif, yang diantaranya terdapat mutan putatif lada yang memiliki tingkat kesamaan 100% yaitu nomor 4 dengan 25; nomor 11, 16 dan 24; nomor 20, 21 dan 22 serta nomor 15 dan 19. Hasil iradiasi menghasilkan mutan dengan luas bercak yang nyata lebih rendah dari kontrol. Ini menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman pada tanaman lada varietas Ciinten. Terdapat 14 mutan yang memiliki luas bercak < 1 mm2, tetapi hanya 10 mutan yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan memiliki nilai luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran 0.17-0.60 mm2 yaitu MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 sehingga termasuk kategori sangat tahan, sedangkan satu mutan putatif memiliki nilai luas daun lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu MP 2 (6.34 mm2) termasuk kategori sangat peka. Berdasarkan klasifikasi terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, 6 mutan putatif bersifat tahan, 5 mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P.capsici. Namun hasil uji ketahanan secara in vitro merupakan pengujian awal, sehingga memerlukan uji lanjut pada bagian pangkal batang dan uji di daerah endemik/lapang.
50
7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Radiosensitivitas lada pada fase benih dan fase benih dengan radikula berbeda. Radiosensitivitas pada fase benih dengan radikula lebih tinggi dibandingkan fase benih yang ditunjukkan oleh nilai LD50 (Lethal Dose 50) pada fase benih lada yaitu 68.15 Gy, sedangkan pada fase benih dengan radikula yaitu 30.00 Gy. Dosis iradiasi semakin tinggi diberikan pada fase benih dan fase benih dengan radikula maka pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, jumlah daun dan jumlah ruas semakin terhambat. Iradiasi juga berpengaruh terhadap variasi bentuk daun, warna daun, kerapatan stomata dan indeks stomata. Dosis iradiasi 25 dan 50 Gy pada fase benih dan 25 Gy pada fase benih dengan radikula nyata meningkatkan keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi kuantitatif, morfologi kualitatif dan anatomi. Hasil visualisasi dengan PAGE didapatkan lima primer yang menghasilkan pita polimorfis yaitu primer Psol10, Psol15, Psol16, Psol17, Psol18. Hasil keragaman berdasarkan penanda SSR memiliki tingkat kesamaan 63%. Terdapat 10 mutan yang memiliki nilai luas bercak daun yang berbeda nyata dengan kontrol. Sembilan mutan memiliki nilai luas bercak daun lebih rendah dibandingkan kontrol pada kisaran 0.17-0.60 mm2 yaitu MP11, MP16, MP17, MP18, MP19, MP20, MP23, MP25, MP26 sehingga termasuk kategori sangat tahan, sedangkan satu mutan putatif memiliki nilai luas daun lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu MP 2 (6.34 mm2) termasuk kategori sangat peka. Berdasarkan klasifikasi terdapat 14 mutan putatif bersifat sangat tahan, 6 mutan putatif bersifat tahan, 5 mutan putatif yang bersifat moderat tahan seperti kontrol, serta dua individu lainnya bersifat sangat peka terhadap P.capsici. 7.2 Saran Penelitian ini menghasilkan mutan putatif lada tahan terhadap P.capsici yang diuji pada daun. Selanjutnya pengujian pada bagian pangkal batang dan diperlukan evaluasi lanjut tingkat lapang untuk mengetahui potensi produksinya sehingga diperoleh nomor nomor harapan baru yang tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang yang akan dilepas sebagai varietas unggul baru.
51
DAFTAR PUSTAKA Abdullah TL, Endan J, Nazir M. 2009. Changes in flower development, chlorophyl mutation, and alteration in plant morphology of Curcuma alismatifolia by gamma irradiation. American J of Applied Sciences. 6 (7): 1436-1439. Agarwal M, Shrivastava N, Padh H. 2008. Advances in molecular marker techniques and their applications in plant sciences. Plant Cell Reporter. 27: 617–631. Ahloowalia BS, Maluzynski, Nichterlein. 2004. Gobal impact of mutation-derived varieties. Euphytica. 135: 187-204. Ahmad I, Nasir IA, Haider MS, Javed MA, Javed MA, Latif Z, Husnain T. 2010. In vitro induction of mutation in potato cultivar. Pak. J. Phytopathol. 22:5157. Ahnstroem G. 1977. Radiobiology. In Manual on Mutation Breeding, 2nd edition. Tech. Report Series No.119. Joint FAO/ IAEA. Vienna (AT): Div of Atomic Energy in Food and Agriculture. 286 p. Akshatha, Chandrashekar KR, Somashekarappa HM, Souframanien J. 2013. Effect of gamma irradiation on germination, growth, and biochemical parameters of Terminalia arjuna Roxb. Radiat Prot Environ. 36:38-44. Alify AMR, Rashed MM, Ebstam AM, Elbeltagi HS. 2013. Effect of gamma radiation on the lipid profiles soybean, peanut, and sasame seed oils. Grasas. Y. Aceites. 64:256-368. Alpen EL. 1994. Radiation Biophysic. Acad. Press. New York (US). 484 p. Aryanto SE, Parjanto, Supriadi. 2011. Pengaruh kolkisin terhadap fenotipe dan jumlah kromosom jahe (Zingiber officinale Rosc.). ejurnal.bppt.go.id. Banerji BK, Datta SK. 1992. Gamma ray induced flower shape mutation in chrysantemum cv Java. J. Nuclear Agric. Biol. 21(2):73-79. Bermawie N, Pool PA. 1991. Identifikasi cengkeh (Syzygium aromaticum L. Merr. and Perr.) berdasarkan marka isozim. Pemberitaan Littri. Bermawie N, Wahyuni S, Heryanto R, Setiyono RT, Udarno L.. 2013. Observasi hasil dan mutu lada lokal di dua agroekologi. Buletin Littro. 24(2):100-112. Bermawie N, Meilawati NLW, Purwiyanti S, Melati. 2015a. Pengaruh iradiasi sinar gamma (60Co) terhadap pertumbuhan dan produksi jahe putih kecil (Zingiber officinale var. amarum). J Littri. 21(2):47-56. Bermawie N, Wahyuni S, Heryanto R, Setiyono RT, Udarno L. 2015b. Naskah pelepasan varietas lada lokal Ciinten. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (ID). Bibi S, Khan IA, Bughio H, Odhano IA, Asad MA, Khatri A. 2009. Genetic differentiation of rice mutant based on morphological traits and molecular marker (RAPD). Pak. J. Bot. 41(2): 737-743. Bidabadi SS, Meon S, Wahab Z, Subramaniam S, Mahmood M. 2012. Induced mutations for enhancing variability of banana (Musa spp.) shoot tip cultures using ethyl methanesulphonate (EMS). Aus. J. Crop. Sci. 6(3):391-401. Boertjes C, Harten AMV. 1988. Applied Mutation Breeding for Vegetatively Propagated Crops. Amsterdam (NL). Elsevier. 345 p.
52
Borzouei A, Kafi M, Khazaei H, Naseryan B, Majdabadi A. 2010. Effect of gamma radiation on germination and physiological of wheat (Triticum aestivum L.) seedlings. Pak. J. Bot. 42: 2281-2290. Borzouei A, Kafi M, Sayahi R, Rabiei E, Amin PS. 2013. Biochemical response of two wheat cultivars (Triticum aestivum L.) to gamma radiation. Pak. J. Bot. 45(2):473-477. Brown AHD, Marshall DR, Frankel OH, Williams JT. 1988. The Use of Plant Genetic Resources. Cambridge (UK): Cambridge University Press. Celik O, Cimen A, Zekiye S. 2014. Response of soybean plants to gamma radiation: Biochemical analyses and expression patterns of trichome development. Plants Omics J. 7(5):382-391. Chaerani, Manohara D. 2012. Korelasi antara agresivitas inokulum sporangia dengan toksisitas filtrat Phytophthora capsici asal tanaman lada (Piper nigrum L.). Jurnal Littri. 18(4): 173-182. Chan YK. 2009. Radiation-induced mutation breeding of papaya In:IAEA,editor. Induced Mutation in Tropical Fruits Trees. Vienna (AT). IAEA-TECDOC1615. 93-100. Chawla HS. 2002. Moleculer Markers and Marker–assisted Selection. Enfiels: Science Publishers Inc. Chen ZY. 2002. Prospect of plant breeding by spaceflight from the views on development of irradiation breeding in China. Acta Agriculturae Nucleatae Sinica. 16(5):261-263. Chopra VL. 2005. Mutagenesis: Investigating the process and processing the outcome for crop improvemet (special section: chromosomes to food security). Curr. Sci. 89(2): 353-359. Daryanto, Satifah S. 1984. Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Jakarta (ID): PT Gramedia. Datta SK. 2001. Mutation studies on garden chrysanthemum. A review. Sci. Hort. 7:159-209. Deciyanto S.1991. Fluctuation of pepper bug (Dasynus piperis China) population in Bangka. Indus Crops Res J. 3(2):27-10. Deciyanto S, Suprapto. 1996. Penggerek batang lada dan cara pengendaliannya. Monograf Tanaman Lada. Balittro. Bogor (ID) :150-160. Direktorat Perlindungan Perkebunan. 2011. Rekapitulasi data Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Tahun 2010. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesisa Komoditas Lada 2013-2015. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementrian Pertanian. 47 hal. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2002. Musuh alami, hama dan penyakit tanaman lada. Jakarta (ID). 53 hal. Doyle JL, JL Doyle. 1990. A rapid total DNA preparation procedure for fresh plant tissue. Focus. 12: 13-15. Eisen JA. 1999. Mechanistic basis for microsatellite instability. In: Golstein, D. B. and Schlötterer, C. (Eds.). Microsatellite: evolution and applications. England (UK): Oxford University Press. pp. 34-48. Ellegren H. 2004. Microsatellites: simple sequences with complex evolution. Nature Reviews. 5: 435-445.
53
Garkava PA, Rumpunen K, Bartish IV. 2000. Genetic relationships in Chaenomeles (Rosaceae) revealed by isozyme analysis. Sci Hortic. 85:2135. Hadiati S, Sukmadjaja D. 2002. Keragaman pola pita beberapa aksesi nenas berdasarkan analisis isozim. J. Bioteknologi Pertanian. 7(2):62-70. Hadipoentyanti E. 2007. Karakteristik lada mutan hasil irradiasi. Prosiding seminar nasional rempah. 21 Aug 2007. Hamada H, Petrino MC, Takugana T. 1982. A novel repeated element with Zforming potential is widely found in evolutionarily diverse eukaryotic genomes. Proc Natl Acad Sci (US). 79: 6465-6469. Hancock JM. 1999. Microsatellite And Other Simple Sequences: Genomic Context And Mutational Mechanism. In: Golstein, D. B. and Schlötterer, C. (Eds.). Microsatellite: evolution and applications. United Kingdom (UK): Oxford University Press. pp. 1-9. Harahap F. 2005. Induksi Variasi Genetik Manggis (Garsinia mangostana L.) dengan radiasi sinar gamma. Disertasi Doktor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). 142 hal. Harten AMV. 1998. Mutation Breeding Theory and Practical Applications. New York. Cambridge Univ Pr. Pp.353. Herison C, Rustikawati, Sujono HS, Syarifah IA. 2008. Induksi mutasi melalui sinar gamma terhadap benih untuk meningkatkan keragaman populasi dasar jagung (Zea mays L.). Akta Agrosia. 11(1):57-62. Indrayanti R, Mattjik NA, Setiawan A, Sudarsono. 2012. Evaluasi keragaman fenotipik pisang cv. ampyang hasil iradiasi sinar gamma di rumah kaca. J Hort Indonesia. 3(1):24-34 International Atomic Energy Agency (IAEA). 1977. Manual on Mutation Breeding. 2nd edition. Tech. Report Series No.119. Joint FAO/IAEA. Vienna (AT): Div. of Atomic Energy in Food and Agriculture. 286p. International Pepper Community (IPC). 2013. Report 41th pepper exporters meeting. 15th November 2013, Sarawak, Malaysia. International Pepper Community (IPC). 2011. Pedoman Budidaya Lada yang Baik versi Indonesia Disusun untuk Petani. Indonesia (ID). International Plant Genetic Resources Institut (IPGRI). 1995. Descriptors for black pepper (Piper nigrum L.). International Plant Genetic Resources Institut. Rome, Italy. 39 page. Ishfaq M, Nasir IA, Mahmood N, Saleem M. 2012. In vitro induction of mutation in tomato (Lycopersicum esculentum L.) cv Roma by using chemical mutagen. Pak. J. Bot. 44:311-314. Ismachin M. 1988. Pemuliaan Tanaman dengan Mutan Buatan. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN. Jakarta (ID). Jianhua Z, Mcdonald MB, Sweeney PM. 1996. Soybean cultivar identification using RAPD. Seed Science Technology. 24:589‐592. Kadir A, Sutjahjo SH, Wattimena GA, Mariska I. 2007. Pengaruh iradiasi sinar gamma pada pertumbuhan kalus dan dan keragaman planlet tanaman nilam. J AgroBiogen. 3(1):24-31. Kasim R.1990. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang secara terpadu. Bull. Tanaman Industri. 1:16-20.
54
Kasim F, Azrai M, Sutrisno, Ruswandi D. 2002. Preliminary marker assisted selection breeding program for downy mildew resistance in Indonesia. Proceedings of the 8th Asian Regional Maize Workshop. Bangkok, Thailand. Kim J, Chung B, Kim J, Wi S. 2005. Effects of in planta gamma irradiation on growth, photosynthesis, and antioxidative capacity of red pepper (Capsicum annuum L.) plants. J of Plant Biology. 48(1): 47-56. Kristina NN, Arlianti T. 2013. Variasi mutan putatif tanaman lada (Piper nigrum L.) hasil iradiasi sinar gamma. Warta Balittro. No.60: 1-3. Laba IW. 2005. Kepik Renda Lada, Diconocoris hewetti (Dist.) (Hemiptera: Tingidae) : Biologi, kelimpahan populasi dan pengaruhnya terhadap kehilangan hasil. [Disertasi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Li YC, Korol AB, Fahima T, Beiles A, Nevo E. 2002. Microsatellites: genomic distribution, putative functions and mutational mechanisms: a review. Molecular Ecology. 11: 2453-2465. Litz RE. 2009. Recovery of mango plants with antrachnose resistance following mutation induction and selection in vitro with the culture filtrate of Colletotrichumgloesporoides Penz. In: IAEA, editor. Induced Mutation in Tropical Fruits Trees.Vienna (AT),IAEA. 7-13 p. Lucas JA. 2004. Survival, surfaces and susceptibility the sensory biology of pathogens. Plant Pathology. 53:679-691. Maftuchah. 2005. Analisis variasi genetik mangga menggunakan penanda RAPD untuk perbaikan karakter kualitas buah. Laporan Penelitian Unggulan UMM. Mangolin CA, Prioli AJ, Machado MFPS. 1997. Isozyme variability in plants regenerated from calli of Cereus peruvianus (Cactaceae). Biochem Genet. 35:189-204. Manohara D, Mahmud M. 1986. Mekanisme infeksi Phytophthora palmivora (butl.) pada daun lada. Pembr Littri. vol XI (3-4). Manohara D, Wahyuno D, Noveriza R. 2005. Penyakit busuk pangkal batang lada dan strategi pengendaliannya. Edsus Balittro. 17:41-51. Marcu D, Cristea V, Daraban L. 2012. Dose-dependent effects of gamma radiation on lettuce (Lactuca sativa var. capitata) seedlings. International J of Radiation Biology. 1–5. McDonald BA, McDermont JM. 1993. Population Genetics of Plant Pathogenic Fungi. BioScience. 43(5):311-319. Medina FIS, Amano E, Tano S. 2005. Mutations Breeding Manual. Japan (JP): Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Melki M, Morouani A. 2009. Effects of gamma rays irradiation on seed germination and growth of hard wheat. Environ Chem Lett. 8: 307-310. Mondini L, Noorani A, Pagnotta MA. 2009. Assessing Plant Genetic Diversity by Molecular Tools. Diversity. 1: 19-35. Muhammad AJ, Othman FY. 2005. Characterization of fusarium wilt-resistant and fusarium wilt-susceptible somaclones of banana cultivar rastali (Musa AAB) by random amplified polymorphic DNA and retrotransposon markers. Plant Molecular Biology Reporter. 23 (3): 241–24. Muller HRA. 1937. Het Phytophthora-voetrot van pepper (Piper nigrum L.) in Netherlandsch-Indie. Medeeelingen van het Institut voor Plantziekten. No 88: 79 p.
55
Nagananda GS, Rajath S, Agarwal D, Mathew KR, Rajan SS. 2013. Induced mutation in callus cell line of Daucus carota L. Asian J Plant Sci. 12: 46-50. Nagatomi S. 1996. Application of irradiation in vitro techniques on induced mutation in horticultural crops. Pros. Sem on Mutation Breeding. In Horticultural Crops for Regional Nuclear Cooperation in Asia. 3-10 November 1996. Bangkok. Thailand. 14p. Nasir M. 2002. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta (ID). 296 hal. Navascues M, Emerson BC. 2005. Chloroplast microsatellites: measures of genetic diversity and the effect of homoplasy. Molecular Ecology. 14: 1333 – 1341. Nei M, Li W. 1979. Mathematicl model for studying genetic variation in term of restriction endonucleaases. Prod. Natl. Acad. Sci. (US). 767:5269-5273. Nuryani Y, Hamid A, Wahid P. 1993. Naskah pelepasan varietas lada lampung daun kecil. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (ID). Oliveire ED, Padua JP, Zucchi MI, Vencovsky R, Vieira MLC. 2006. Origin, evolution and genome distribution of microsatellites. Genetic and Molecular Biology. 29(2): 294-307. Plamenov D, Beichev I, Daskalova N, Spetson D, Moraliyski T. 2013. Aplication of a low dose of gamma rays in wheat androgenesis. Arch. Biol. Sci. 65:291296. Powell W, Machray GC, Provan J. 1996. Polymorphism revealed by simple sequence repeats. Trend in Plant Science Reviews. 1(7): 215 – 222. Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU. IPB. Bogor (ID). 169 hal. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices. London (UK) and New York (AS), pp. 447-531. Purnamaningsih R, Lestari EG, Syukur M, Yunita R. 2011. Evaluasi keragaman galur mutan artemisia hasil iradiasi gamma. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 6 (2): 139-146. Putri LAP. 2010. Pendugaan Parameter Genetik dan Karakterisasi Molekuler Keragaman Genetik dengan Marka Mikrosatelit (SSR) pada Kelapa Sawit. [disertasi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Qosim WA. 2006. Studi Irradiasi Sinar Gamma Pada Kultur Kalus Nodular Manggis Untuk Meningkatkan Keragaman Genetik dan Morfologi Regeneran. [disertasi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Rismunandar, Riski MH. 2003. Lada Budidaya dan Tata Niaganya. Edisi Revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Rostiana O, Manohara D, Ruhnayat A, Wahyudi A. 2015. Naskah pelepasan varietas lada lokal Malonan. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (ID). Royal Hoticultural Society (RHS). 2007. RHS Colour Chart. Fifth edition. The Royal Horticultural Society. London. United Kingdom (UK). Rukmana. 2003. Tanaman Perkebunan: Usaha Tani Lada Perdu. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Hal 7.
56
Rustikawati, Herison C, Sutjahjo SH. 2010. Keragaan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif hibrida jagung persilangan galur inbrida mutan (m4) pada latosol darmaga. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 12 (1):55-60. Schlotterer C, Tautz D. 1992. Slippage synthesis of simple sequence DNA. Nucleic Acids Research. 20(2): 211-215. Singh H, Deshmukh RK, Singh A, Singh AK, Gaikwad K, Sharma TR, Mohapatra T, Singh NK. 2010. Highly variable SSR markers suitable for rice genotyping using agarose gels. Mol Breed. 25:359–364. Setiyono RT, Udarno L. 2011. Eksplorasi tanaman lada (Piper nigrum) di Sukabumi. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(2): 6-9. Setiyono ST. 2008. Karakteristik bunga pada enam varietas lada. Buletin RISTRI. 1(2): 67-75. Setiyono R, Manohara D, Wahyuni S, Nursalam. 2005. Lada hibrida harapan tahan terhadap penyakit BPB. Prosiding Simposium Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan. Bogor, 28-30 September 2004. IV:252-258. Shanthi D, Jebaraj S, Geetha S. 2010. In vitro screening for salt tolerance in rice (Oryza sativa L.). Electronic J. of Plant Breeding. 1:1208-1212. Shu QY. 2009. Turning plant mutation breeding into a new era: molecular mutation breeding. In: Shu Q.Y. (ed) Induced Plant Mutations in The Genomics Era. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. pp 425-427. Shu QY, Brian P, Forster H, Nakagawa H. 2012. Plant Mutation Breeding and Biotechnology. Cabi. 608 P. Singh NK, Balyan HS. 2009. Induced mutations in bread wheat (Triticum aestivum L.) CV. ”Kharchia 65” for reduced plant height and improve grain quality traits. Advances in Biological Research. 3(5-6):215-221. Singh R, Nagappan J, Tan SG, Panandam JM, Cheah SC. 2007. Development of simple sequence repeat (SSR) markers for oil palm and their application in genetic mapping and finger printing of tissue culture clones. Asia Pacific Journal of Molecular Biology and Biotechnology. 15(3): 121-131. Simmonds W. 1979. Principles of Crop Improvement. London (UK): Longman. 408p. Sjodin J. 1962. Some observations in X1 and X2 of Vicia faba L. after treatment with different mutagens. Hereditas. 48:565–573. Smith MK, Hamill SD, Langdon PW, Giles JE, Doogan WJ, Pegg KG. 2006. Towards the development of a Cavendish banana resistant to race 4 of Fusarium wilt: gamma irradiation of micropopagated Dwarf Parlitt (Musa spp, AAA group, Cavendish subgroup). Aust J Exp Agric. 46:107-113. Sneath PHA, Sokal RR. 1973. Numerical Taxonomy. San Fransisco (US): Freeman. Sobir, Poerwanto R. 2007. Mangosteen genetic and improvement. Intl J Pl Breed. 1(2): 105-111. Soeranto H, Sihono. 2010. Sorghum breeding for improved drought tolerance using induced mutation with gamma iradiation. J Agron Indonesia. 38:9599.
57
Soeranto H. 2003. Peran iptek nuklir dalam pemuliaan tanaman untuk mendukung industry pertanian. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Suhesti S. 2015. Induksi mutasi dan Seleksi In vitro tebu (Saccharum officinarum L.) untuk toleransi terhadap kekeringan. [disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Suminah, Sutarno A, Setyawan D. 2002. Induksi poliploidi bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodiversitas. 3(1) : 174 –180. Suradinata TS. 1998. Struktur Tumbuhan. Bandung (ID) : Angkasa. Suwarno, Silitonga TS. 2006. Koleksi dan konservasi benih plasma nutfah dalam pengembangan bank gen. Penyusunan konsep pelestarian ex-situ plasma nutfah pertanian di Bogor. 18 Des. 16 hal. Syakir M. 2002. Budidaya Tanaman Lada (Piper nigrum L.). Circuler No. 4. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (ID). 29 hlm. Taheri S, Abdullah TL, Ahmad Z, Abdullah NAP. 2014. Effect of Acute Gamma Irradiation on Curcuma alismatifolia Varieties and Detection of DNA Polymorphism through SSR Marker. Egypt (FG): Hindawi Publishing Corporation BioMed Research International Volume 2014, Article ID 631813, 18 pages. Tah PR, Saxena S. 2009. Induced syncrony in pod maturity in mungbean (Vigna radiata). Int. J. Agric. Biol. 11(3). Talebi AB, Shahrokhifar B. 2012. Ethyl methane sulphonate (EMS) induced mutagenesis in Malaysian Rice (cv. MR219) for lethal dose. American Journal of Plant Sciences. 3:1661-1665. Treuren RV. 2000. Genetic Marker. http:// www.plant.wageningenur. nl/about/Biodiversity/cgn/research/molgen Wahid P. 1996. Identifikasi Tanaman Lada. Monograf Tanaman Lada. Bogor (ID). No.1. 46 hal. Wahyuno D, Manohara D, Mulya K. 2003. Peranan bahan organik pada pertumbuhan dan daya antañonisme Trichoderma harzianum dan pengaruhnya terhadap Phytophthora capsici. J. Fitopatologi Indonesia. 7:76-82. Wahyuno D, Manohara D, Susilowati DN. 2007a. Variasi morfologi dan virulensi Phytophthora capsici asal lada. Buletin Plasma Nutfah. 13:70-81. Wahyuno D, Manohara D, Mulya K. 2007b. Penyebaran dan usaha pengendalian penyakit busuk pangkal batang lada di Bangka. Prosiding Seminar Nasional Rempah. Bogor, 21 Agustus 2007. hlm. 152-161. Wahyuno D, Manohara D, Susilowati DN. 2010. Virulensi Phytophthora capsici asal lada terhadap Piper spp. Buletin Plasma Nutfah. 16:2-8. Wang Y, Wang F, Zhai H, Liu Q. 2006. Production of Useful Mutant by Chronic Irradistion in Sweetpotato. Scientia Horticulture. 111: 173-178. Weising K, Nybom H, Wolff K, Kahl G. 2005. DNA Fingerprinting in Plants: Principles, Methods, and Applications. Second Edition. Taylor & Francis Group. Boca Raton. Widiastuti A, Sobir, Suhartanto MR. 2010. Analisis keragaman manggis (Garcinia mangostana) diiradiasi dengan sinar gamma berdasarkan karakteristik morfologi dan anatomi. Open Access.
58
Xu X, Li Z, Ying L, Hengming W. 2014. Inheritance of resistance to phythophtora capsici in Capsicum annuum and analysis of relative srap markers. J of Chemical and Pharmaceutical Research. 6(6):1967-1972. Yamaguchi H, Shimizu A, Degi K, Morishita T. 2008. Effects of dose and dose rate of gamma ray irradiation on mutation induction and nuclear DNA content in chrysanthemum. Breed. Sci. 58: 331–335. http://dx.doi.org/10.1270/jsbbs.58.331. Yoshida NC, Lima PF, Priolli RHG, Kato MJ, Carlos A. Colombo isolation and characterization of nine polymorphic microsatellite loci in Piper solmsianum (piperaceae). Appl Plant Sci. 2(4). Zulfahmi. 2013. Penanda DNA untuk analisis genetik tanaman. J Agroteknologi. 3 (2): 41-52. Zanzibar M, Witjaksono. 2011. Pengaruh penuaan dan iradiasi benih dengan sinar gamma (60Co) terhadap pertumbuhan bibit suren (Blume merr). J Penelitian Hutan Tanaman. 8(2): 89 – 96. Zanzibar M, Sudrajat DJ. 2009. Prospek dan aplikasi teknologi iradiasi sinar gamma untuk perbaikan mutu benih dan bibit tanaman hutan. Info Benih. 13(1):158-163.
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Karakteristik lada varietas Ciinten No Karakter Keterangan Asal Varietas Kabupaten Sukabumi Nama asal PINI 76 Habitus tanaman Merambat pada pohon penegak 1 Daun Panjang tangkai (cm) 2,01 0,31 Bentuk Bulat telur Rasio panjang/ lebar 1,79 0,48 Bentuk ujung Runcing Bentuk pangkal Membulat Tepi Rata Pertulangan Campylodromus Permukaan Rata Warna daun tua Hijau tua YGG 147 A Warna daun muda Hijau muda YGG 145 A Warna seludang Hijau kemerahan 2 Batang Warna batang tua coklat Warna batang muda hijau Panjang ruas (cm) 7,63 1,32 Percabangan Polymorfik Diameter ruas (mm) 10,00 3,56 Sulur gantung sedikit Sulur cacing sedikit 3 Akar lekat Jumlah akar banyak Daya lekat banyak 4 Bunga Warna malai krem kehijauan YGG 149 A Arah malai menggantung 5 Buah Panjang malai (cm) 11,441,11 Bobot malai masak (g) 10,912,01 Jumlah buah / malai (buah) 79,2314,47 Persentase buah sempurna (%) 82,00 6,52 Potensi produksi buah segar (kg/pohon) 5,70 1,38 Potensi produksi lada putih (kg/pohon) 1,95 0,47 Potensi produksi lada hitam(kg/pohon) 2,57 0,66 Umur buah masak (bulan) 10
61
Lampiran 1 Lanjutan karakteristik lada varietas Ciinten No Karakter Keterangan 5 Buah Orange ORG 34 B s/d greyed Warna buah masak orange group N172. Ukuran Besar Aroma Kuat Berat 1000 butir buah segar (g) 155,2 ± 9,66 Diameter buah (mm) 6,03 ± 0,25 Berat 1000 butir biji (g) 51,94±0,90 Diameter biji (mm) 4,65± 0,23 6 Mutu Lada Putih Kadar Air (%) 7,91 2,58 Kadar Minyak atsiri (%) 2,62 0,28 Kadar Oleoresin (%) 12,14 1,30 Kadar piperin (%) 3,85 0,35 LadaHitam Kadar Air 7,26 0,82 Kadar Minyak atsiri (%) 2,93 0,37 Kadar Oleoresin (%) 13,59 2,48 Kadar piperin (%) 4,29 0,35 Ketahanan terhadap penyakit 7 Busuk Pangkal Batang (BPB) Moderat Tahan Rudi T Setiyono, Nurliani Bermawie, Sri Wahyuni, Laba Udarno, Rubi 8 Peneliti Heryanto Dyah Manohara, Agus Wahyudi Peneliti Lain Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dan Pemerintah Daerah Kabupaten 9 Pemilik varietas Sukabumi 10 Nama yang diusulkan Ciinten
62
Lampiran 2 Pita hasil skoring penanda SSR dengan lima primer pada lada mutan putatif Ciinten Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 2 1 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 3 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 4 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 5 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 7 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 8 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 9 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 10 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 11 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 12 1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 13 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 14 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 15 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 16 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 17 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 18 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 19 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 20 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 21 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 22 1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 23 1 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 24 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 25 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 26 1 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 27 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 28 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
63
Lampiran 3 Data morfologi mutan putatif Ciinten yang digunakan untuk analisis pengelompokkan Tinggi Panjang Lebar Mutan Putatif Jumlah Jumlah Tebal Tebal Jumlah No tanaman daun daun Lada Ciinten daun ruas daun batang cabang (cm) (cm) (cm) 1 MP1(I.D1.3) 8.5 7.5 4.5 13 6 0.24 2.48 1 2 MP2(I.D1.4) 14.4 8.9 6.6 8 7 0.28 2.98 0 3 MP3(I.D1.5) 23.5 8.5 5.2 9 9 0.26 2.99 0 4 MP4(I.D1.13) 8.9 8.7 6.1 4 4 0.25 2.56 0 5 MP5(II.D1.3) 17.5 10.8 6.3 13 10 0.26 0.23 3 6 MP6(II.D1.5) 15.1 9.6 6.7 11 7 0.22 3.15 1 7 MP7(II.D1.11) 7.3 6.0 3.8 12 6 0.20 1.99 0 8 MP8(III.D1.8) 14.2 7.5 4.7 10 7 0.2 3.27 0 9 MP9(III.D1.12) 24.8 8.1 7.8 11 10 0.27 2.72 0 10 MP10(I.25.14) 12.5 8.7 6.5 11 7 0.28 2.98 1 11 MP11(I.25.16) 16.5 11.6 7.2 6 8 0.26 3.43 0 12 MP12(I.50.1) 9.1 5.7 4.7 14 6 0.24 2.19 2 13 MP13(I.50.2) 14.2 8.5 5.3 10 9 0.24 4.12 0 14 MP14(I.50.7) 16.5 11.3 7.5 10 8 0.25 3.53 0 15 MP15(I.50.10) 45.2 12.5 7.3 12 13 0.28 3.34 0 16 MP16(I.50.13) 12.2 9.5 6.9 8 7 0.26 3.21 0 17 MP17(I.50.16) 22.2 9.5 5.7 19 9 0.24 3.1 4 18 MP18(I.50.17) 10.0 6.2 4.8 9 6 0.25 3.72 1 19 MP19(I.50.18) 11.5 6.5 3.8 10 6 0.21 2.92 1 20 MP20(II.25.1) 15.0 9.5 7.7 10 7 0.29 3.82 0 21 MP21(II.25.2) 17.8 9.4 6.9 10 8 0.29 3.45 0 22 MP22(II.25.6) 10.5 8.5 5.8 6 6 0.27 3.29 0 23 MP23(II.25.26) 16.9 10.5 7.3 11 11 0.27 3.13 0 24 MP24(III.25.6) 14.7 9.0 6.5 9 6 0.25 2.82 0 25 MP25(III.25.9) 19.8 11.2 7.6 10 8 0.28 3.49 0 26 MP26(III.25.17) 8.2 6.0 4.8 7 6 0.27 3.49 0 27 MP27(III.25.28) 10.5 7.0 5.8 12 5 0.28 4.21 1 28 Kontrol 9.5 6.4 5.3 11 8 0.23 3.38 0
64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 29 Mei 1986, merupakan putri pertama tiga bersaudara dari pasangan Sutopo MM. dan Rian Herini. Penulis menikah dengan Mochamad Rizal SSi Apt., dan dikaruniai seorang putri bernama Naufa Nazihah Rufaidah dan seorang putra bernama Muhammad Qowiyyun Alghifari. Pendidikan penulis dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta yaitu SDN 01 pagi Cipete Utara pada tahun 1992-1998, SLTP N 19 Jakarta pada tahun 1998-2001, SMAN 82 Jakarta pada tahun 20012004. Penulis melanjutkan studi program Strata1 di Institut Pertanian Bogor, Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Penulis lulus sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis bekerja sebagai staf peneliti Kelompok Peneliti Pemuliaan Tanaman di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Bogor. Penulis mendapatkan beasiswa tahun 2013 dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian untuk studi ke jenjang Pascasarjana (S2) pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).