KERAGAMAN GENETIK TIGA POPULASI BELUT SAWAH Monopterus albus (Zuiew, 1793) ASAL JAWA BARAT DAN RESPONS BIOMETRIK PADA MEDIA AIR BERSALINITAS TANPA SUBSTRAT
AHMAD FAHRUL SYARIF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015 Ahmad Fahrul Syarif NIM C151130401
RINGKASAN AHMAD FAHRUL SYARIF. Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan RIDWAN AFFANDI. Belut sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki prospek pasar dan nilai ekspor tinggi. Permintaan belut sawah di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam, sementara populasinya semakin menurun karena berkurangnya areal persawahan dan pencemaran lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi belut sawah yang terus meningkat adalah dengan menggali potensi pengembangannya secara berkelanjutan melalui budidaya. Keberhasilan dalam kegiatan budidaya ditentukan oleh mutu sumber genetik dan respons organisme terhadap proses pengadaptasian dari kondisi alami menuju kondisi budidaya yang terkontrol yaitu pemeliharaan dalam wadah terbatas dan lingkungan buatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi sumber genetik belut sawah asal Jawa Barat serta respons biometriknya dalam pemeliharaan pada media air bersalinitas untuk pengembangan budidaya. Sampel belut sawah merupakan hasil tangkapan dari 3 lokasi di Cianjur, Sukabumi dan Karawang yang berukuran 19-26,5 cm dan bobot 4,95-11,4 gram. Sebanyak 30 ekor setiap populasi digunakan untuk pengukuran truss morfometrik dan sampel sirip dianalisis secara molekuler menggunakan metode Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD), serta 200 ekor untuk pengujian respons biometrik pada media air bersalinitas. Percobaan dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan salinitas media pemeliharaan yaitu 0, 6, 12 ppt diulang tiga kali dengan padat penebaran 1 kg/m2. Pemeliharaan belut sawah dilakukan selama 30 hari pada media air tanpa substat dengan pemberian shelter (pelindung) berupa potongan pipa paralon berdiameter ¾ inchi dan panjang 20 cm serta pergantian air 100% setiap hari. Wadah pemeliharaan berupa bak plastik berwarna biru dengan dimensi 50x30x30 cm. Pemberian pakan sebanyak satu kali per hari secara at satiation berupa cacing sutera Tubificidae. Pengukuran parameter respons biometrik dilakukan setiap 10 hari sekali meliputi tingkat kelangsungan hidup, pertambahan panjang dan bobot, biomassa panen (yield) dan kadar glukosa darah, serta pengukuran gradien osmotik yang dilakukan pada akhir pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat keragaman genetik belut sawah populasi asal Karawang (23,72%) dan Cianjur (22,91%) lebih tinggi dibandingkan populasi asal Sukabumi (19,47%), serta terdapat kemiripan genotipe dan fenotipe truss morfometrik antara populasi belut sawah asal Karawang dengan Cianjur (I=0,0474) dibandingkan dengan populasi Sukabumi (I=0,0652). Respons biometrik belut sawah menunjukkan optimal pada salinitas 6 ppt yang ditandai dengan pola penurunan nilai glukosa darah dan gradien osmotik. Secara umum populasi asal Karawang lebih unggul dibandingkan populasi Cianjur dan Sukabumi berdasarkan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, pertambahan bobot dan panjang harian serta biomassa panen. Kata kunci : Monopterus albus, truss morfometrik, RAPD, biometrik
SUMMARY AHMAD FAHRUL SYARIF. Genetic Diversity of Three Populations of Asian Swamp Eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) from West Java and Biometric Responses on Water Salinity Without Substrate. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and RIDWAN AFFANDI. Asian swamp eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) is the one of fisheries products which is prospective of market and have high value of export. The increase of demand asian swamp eel in domestic market and abroad can’t be fullfilled due to the limitedness of production catches from nature and in the meantime the seed population decline caused by reduction of rice field available for cultivation and water pollution. For fulfillment needs of asian swamp eel production so that the potency of wild population needs to be developed for sustainable the harvesting through culture techniques. The Success of aquaculture activities are determined by the quality of genetic source and biometric response to the adaptation process from wild toward aquaculture condition that is limited by artifical environment. The research aimed to evaluate the genotypes and phenotypes of asian swamp eel from West Java and the biometric responses culture conditions with media water salinity. Samples of asian swamp eel catches sized of 19-26.5 cm and a weight of 4.95-11.4 grams were collected from three location (Cianjur, Sukabumi, Karawang). The 30 samples of each population were conducted to truss morphometric measurement and RAPD analysis for genetic characterization, and 200 individuals for biometric response on media water salinity. The culture experiments was performed in different water without substrate by giving a shelter from PVC pipe sized of ¾-inch and 20 cm lenght. Scheme of cultivation experiment was designed using a completely randomized design (CRD) three level of salinity treatments 0, 6, 12 ppt repeated three times with stocking density 1 kg / m2. The rearing was performed using blue plastic tub sized 50 x 30 x 30 cm. Cultivation experiment was carried out for 30 days with 100% water changed per day and feeding from kind of silk worms Tubificidae was taken once a day with at satiation manner. The Parameter measurements were sampled every 10 days consisted of survival rate, length and weight, biomass of harvest (yield), blood glucose levels, and osmotic gradient pressure measured at the end of treatments. The results showed genetic diversity of asian swamp eel population from Karawang (23.72%) and Cianjur (22.91%) were higher than population from Sukabumi (19.47%), and there were similarity relationship between the asian swamp eel from Karawang and Cianjur (I = 0.0474) compared of population from Sukabumi (I = 0.0652) based on RAPD profile as well as the value ratio of truss morphometric phenotypes. The biometric responses of asian swamp eel to the water salinity 6 ppt showed the optimal response characterized by decrease in blood glucose values and osmotic gradient. The populations from Karawang showed the superior performance than the population of Cianjur and Sukabumi based on survival rate, specific growth rate, daily weight gain and length and yield Keywords : Monopterus albus, truss morphometric, RAPD, biometrics
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KERAGAMAN GENETIK TIGA POPULASI BELUT SAWAH Monopterus albus (Zuiew, 1793) ASAL JAWA BARAT DAN RESPONS BIOMETRIK PADA MEDIA AIR BERSALINITAS TANPA SUBSTRAT
AHMAD FAHRUL SYARIF Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tatag Budiardi, MSi
Judul Tesis : Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat Nama : Ahmad Fahrul Syarif NIM : C151130401
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA Ketua
Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Widanarni, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 21 Agustus 201519 Mei 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat” Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama pengerjaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 2. Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku komisi program studi ilmu akuakultur atas masukan, saran dan perbaikan dalam penelitian serta penulisan karya ilmiah ini. 3. Ibu Ir Yani Hadiroseyani, MM, Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi, Bapak Ir Harton Arfah, MSi dan Bang Robin, SPi, MSi atas dukungan, masukan, semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 4. Rekan-rekan penelitian belut sawah (Yodi Husein, Fenti Nurul dan Risma Suryani) 5. Rekan-rekan sepenelitian di kolam percobaan Babakan (Bang Herjayanto SPi, Kak Hasrah, SSi, Anna Nurkhasanah, Rahmadhani, Wulan Nurindah, Winy Yusrina, Hamzah Muhammad Ikhsan dan Dhani Prasetyo) 6. Rekan-rekan satu laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuakultur Pascasarjana 2013 (Kak Tuti Puji Lestari, SPi, Bang Radhi Fadhillah, SPi, Kak Dwi Mulyasih, SPi dan rekan semuanya se-Lab RGOA BDP IPB) 7. Keluargaku tercinta terutama ayah, ibu dan kedua adik tersayang (Astuti Dwi Cahya dan Intan Furaida Shafira), om Wayan dan bule Wulan serta keluarga besar atas segala doa dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 8. Teman-teman Ilmu Akuakultur 2013. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya imiah ini. Penulis berharap penelitian yang dituangkan dalam sebuah karya ilmiah berupa tesis ini dapat memberikan banyak manfaat sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian hasil penelitian ini akan di publikasikan pada Jurnal Iktiologi Indonesia. Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2015
Ahmad Fahrul Syarif
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat
xii xii xiii 1 1 3 3 4
2 METODE Waktu dan Tempat Koleksi Materi Uji Pengukuran Truss Morfometrik Analisis Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD) Pemeliharaan pada Media Air Bersalinitas Prosedur Pemeliharaan Parameter Uji Analisis Data
4 4 4 5 6 7 7 8 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA) Polimorfisme dan Heterosigositas Uji Perbandingan Berpasangan Fst Jarak Genetik Truss Morfometrik Respons Biomterik Belut Sawah pada Media Air Bersalinitas
10 10 11 12 12 13 15
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
21 21 21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 Sumber genetik, asal populasi dan letak geografis pengambilan sampel belut sawah (M. albus) 4 2 Pengukuran parameter kualitas air lokasi sampling belut sawah (M. albus) di Cianjur, Sukabumi dan Karawang 5 3 Kualitas air pada media pemeliharaan belut sawah (M. albus) populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 8 4 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi 12 5 Derajat polimorfisme dan heterosigositas 12 6 Uji perbandingan berpasangan Fst pada 3 primer 12 7 Jarak genetik belut sawah (M. albus) asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi,Karawang) 12 8 Koefisien keragaman (KK) rasio morfometrik belut sawah M. albus populasi asal Cianjur, Sukabumi, Karawang 13 9 Tingkat kelangsungan hidup belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 15 10 Laju pertumbuhan harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 15 11 Pertambahan bobot harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 16 12 Pertumbuhan panjang mutlak belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 16 13 Biomassa panen (yield) belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 17
DAFTAR GAMBAR 5 1 Karakter morfometrik belut sawah M. albus (Wijana, 1999) 2 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPA-09 10 3 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPC-02 11 4 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPC-05 11 5 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) 13 6 Dendogram rasio fenotipe truss morfometrik belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) 14 7 Fungsi diskriminan kanonikal 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) berdasarkan karakter morfometrik 14 8 Profil glukosa darah belut sawah M. albus populasi (A) Cianjur (B) Sukabumi (C) Karawang pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt 17 9 Gradien osmotik belut sawah M. albus populasi Cianjur, Sukabumi, Karawang pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt akhir pemeliharaan 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Cianjur 24 2 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Sukabumi 25 3 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Karawang 26 4 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Cianjur 27 5 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Sukabumi 28 6 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Karawang 29 7 Uji Manova 7 perbandingaan truss karakter morfometrik belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang (Levene’s test) 30 8 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter tingkat kelangsungan hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 30 9 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter tingkat kelangsungan hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 31 10 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter laju pertumbuhan harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 31 11 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter laju pertumbuhan harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 32 12 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter pertambahan bobot harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 33 13 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertambahan bobot harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 34 14 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter pertumbuhan panjang 35 mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 15 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertumbuhan panjang mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 36 16 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter biomassa panen (yield) belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 37 17 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter biomassa panen (yield) belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang 38 18 Skoring penentuan populasi terbaik berdasarkan peringkat (Karawang) 39 19 Penentuan populasi terbaik berdasarkan rata-rata tertinggi (Karawang) 39
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Belut sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki prospek pasar dan nilai ekspor tinggi. Ekspor belut dari Jakarta ke Hongkong telah berlangsung sejak tahun 1979. Potensi pasar lokal belut saat ini juga tergolong besar, contohnya di Jakarta membutuhkan 20 ton per hari sedangkan di Yogyakarta membutuhkan sebanyak 30 ton per hari untuk memenuhi 150 industri rumah tangga, sementara untuk daerah lain permintaan mencapai ratusan kilo per hari. Data produksi tahun 2010 menunjukkan bahwa, ekspor belut Indonesia diarahkan ke beberapa negara besar konsumen belut di dunia seperti China, Hongkong, Jepang, Singapura, Taiwan, Korea dan Thailand. Volume ekspor belut sebanyak 2.189 ton pada tahun 2007 dan meningkat di tahun 2008 yaitu 2.676 ton, hingga sampai akhir tahun 2009 sebanyak 4.744 ton dengan peningkatan sebesar 77,2 % dibandingkan tahun 2008 (WPI 2010) Permintaan belut di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam dan menurunnya populasi benih yang tersedia untuk budidaya. Penurunan populasi di alam berkaitan erat dengan musim dan penangkapan yang intensif terutama terhadap calon-calon induk. Selain itu, habitat hidup belut di alam semakin sempit akibat konversi lahan serta pencemaran insektisida dan pestisida di areal persawahan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi yang terus meningkat adalah dengan menggali potensi pengembangan belut yang berkelanjutan dengan penguasaan teknik-teknik budidaya. Keberhasilan dalam kegiatan budidaya ditentukan oleh mutu sumber genetik dan respons genetik terhadap proses pengadaptasian populasi dari kondisi alami menuju kondisi budidaya yang terkontrol yatu wadah terbatas dan lingkungan buatan. Manipulasi yang dilakukan pada lingkungan budidaya dimaksudkan supaya ikan dapat beradaptasi pada kondisi-kondisi tertentu. Apabila tingkat keberhasilan hidup dalam lingkungan budidaya dapat terlampaui maka aplikasi dan transfer teknologi budidaya dapat berkembang menuju produksi skala besar yang menguntungkan dan berkelanjutan (Maskur 2002). Belut sawah merupakan spesies dengan ciri morfologis beragam yang dilaporkan paling sedikit terdapat 3 jenis yang berbeda jarak genetiknya berdasarkan analisis mt-DNA (Collins et al. 2002). Sebaran populasi belut sawah sangat luas dan mencakup India, China, Jepang, Malaysia, Indonesia, Bangladesh, Thailand dan Vietnam (Khanh & Ngan 2010). Belut digolongkan sebagai ikan fakultatif air breather yang memiliki alat pernafasan tambahan berupa kulit tipis berlendir di rongga mulutnya dan mengambil oksigen langsung dari udara bebas (Iversen et al. 2013). Habitat hidup belut sawah adalah media air berlumpur dengan kondisi suhu lebih dari 26oC dan ketinggian tempat habitat hidupnya adalah 40-400 dpl (Affandi et al. 2003), dan bersifat nokturnal. Belut sawah merupakan organisme osmoregulator (melakukan osmoregulasi) yang memiliki kemampuan dalam menjaga tekanan osmolaritas di dalam tubuhnya terhadap kondisi lingkungan dalam
2
hal ini media air dengan cara menyeimbangkan keluar masuknya ion-ion kimia Na+ dan Cl- melalui transpor aktif dari ginjal atau epitel insang (Evans 1993). Sebagai hewan osmoregulator belut sawah melakukan aktivitas osmoregulasi, habitat belut adalah media air berlumpur dengan substrat berperan sebagai penahan masuknya air kedalam tubuh dan keluarnya garam-garam dari dalam tubuhnya sehingga kondisi homeostasis terjaga. Menurut Khanh dan Ngan (2010) belut sawah dilaporkan dapat dipelihara pada wadah budidaya dengan media air tanpa lumpur. Pemeliharaan belut sawah dalam media air tanpa substrat dapat memudahkan pemantauan, selain itu kepadatan juga dapat ditingkatkan dan kanibalisme dapat ditekan (Khanh & Ngan 2010). Perubahan habitat belut sawah pada pemeliharaan di media air tanpa substrat akan mempengaruhi kondisi fisologisnya terutama berkaitan dengan osmoregulasi yang mempengaruhi kemampuan digesti dan absorbsi nutrien, laju metabolisme (katabolisme dan anabolisme) di dalam tubuh. Salinitas berpengaruh langsung apabila gradien osmotik antara cairan tubuh dengan cairan media mendekati isoosmotik, pada kondisi ini proses fisiologis akan berjalan dengan optimal (homeostasis). Respons adaptasi organisme terhadap perubahan lingkungan yang berbeda dengan kondisi habitat di alamnya menentukan keberlanjutan hidupnya secara individual atau pada skala populasi. Sumber genetik sebagai pelaku hereditas secara individual memiliki karakteristik genotipe dan fenotipe yang spesifik serta beragam berdasarkan sebaran geografisnya. Keragaman genetik yang tinggi memiliki tingkat adaptasi yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan hidupnya sehingga lebih lestari dalam jangka lama. Proses penyesuaian diri organisme dari alam yang kemudian dipelihara secara terkontrol dalam wadah budidaya akan mempengaruhi respons fisiologi dan tingkah laku yang akan berdampak pada perubahan fenotipe biometriknya. Dalam hal ini, terdapat hubungan antara keragaman genetik dengan ragam fenotipe dan kinerja produksinya (Gjederm 2005; Wei et al. 2006). Keragaman genetik populasi di alam maupun dalam proses budidaya dimungkinkan mengalami reduksi apabila ukuran populasi terbatas karena gangguan lingkungan atau habitat yang tidak memadai. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku karena respons fisiologi dan reproduksi sebagai upaya menyesuaikan terhadap lingkungannya. Penurunan ragam genetik dapat mengurangi kebugaran populasi, respons adaptasi dan kinerja produksinya. Kelestarian populasi dapat berlangsung apabila kondisi lingkungan optimal dan sumber keragaman genetik memadai untuk merespons lingkungannya sehingga mendukung kelangsungan hidup dan bereproduksi secara acak (random mated). Ekspresi genotipe dimungkinkan tidak maksimal apabila berada pada lingkungan yang tertekan atau sub-optimal. Status genotipe heterozigot menunjukkan fenotipe yang lebih unggul dibandingkan dengan homozigot terkait dengan potential fitness dan efek heterosis (hybrid vigour) yang menunjukkan respons adaptasi lebih tinggi yang berasal dari kontribusi gen aditif, diantaranya berkaitan dengan pertumbuhan (Tave 1994). Dalam kegiatan budidaya, optimalisasi lingkungan yang mendukung proses adaptasi dan kinerja produksi dilakukan dengan rekayasa lingkungan dalam upaya memberikan suatu kondisi yang nyaman sehingga memungkinkan kinerja produksinya maksimal. Pada umumnya rekayasa yang pernah dilakukan diantaranya dengan peningkatan salinitas (Holiday 1969; Boyd 1982), mengurangi pencahayaan misalnya dengan pemberian shelter pada lobster air tawar (Austin & Verhoef 1998), ikan sidat (Yudiarto et al. 2012) dan ikan kerapu (Langkosono 2007). Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi keragaman genetik
3
belut sawah asal Jawa Barat yang dikoleksi dari persawahan di tiga lokasi (Cianjur, Sukabumi, Karawang) dengan ketinggian lokasi yang berbeda serta respons adaptasinya terhadap proses domestikasi pada kondisi budidaya dalam media air tanpa substrat dan pemberian salinitas. Analisis keragaman genetik intra dan interpopulasi digunakan untuk menentukan potensi sumber genetik populasi yang memiliki respons adaptasi paling baik serta kinerja produksi yang optimal pada pemeliharaan dalam wadah budidaya. Rumusan Masalah Permintaan belut di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam dan menurunnya populasi akibat konversi areal persawahan dan pencemaran air yang berasal dari penggunaan pestisida dan detergent. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi yang terus meningkat adalah pengembangan budidaya belut yang berkelanjutan. Keberhasilan budidaya antara lain ditentukan oleh ketersediaan sumber genetik yang bermutu dan lingkungan budidaya yang memadai untuk menjamin kesuksesan adaptasi populasi dari kondisi alami menuju kondisi budidaya dalam wadah terbatas dan lingkungan buatan. Rekayasa wadah budidaya dimaksudkan agar menyesuaikan dengan kondisi habitatnya sehingga kualitas air dapat ditolerir oleh ikan dengan tingkat adaptasi yang tinggi. Proses penyesuaian diri organisme dari habitat alaminya terhadap lingkungan terkontrol dalam wadah budidaya diduga mempengaruhi tingkah laku, respons fisiologis dan berdampak pada perubahan fenotipe biometrik. Dalam hal ini, terdapat interaksi antara faktor genetik dan lingkungan terhadap keragaman fenotipe produksi. Keragaman genetik yang tinggi memiliki tingkat adaptasi yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mampu bertahan hidup dan berproduksi secara optimal. Analisis sumber genetik dilakukan dengan pendekatan molekuler dan karakterisasi truss morfometrik pada tiga populasi belut sawah asal Jawa Barat yaitu Cianjur, Sukabumi dan Karawang. Selanjutnya pengadaptasian dalam budidaya dilakukan dengan pendekatan manipulasi lingkungan berupa perlakuan salinitas dalam wadah budidaya dengan media air tanpa substrat agar menyesuaikan kondisi alaminya sebagai hewan osmoregulator yang memerlukan keseimbangan beban osmotik dan bersifat nocturnal. Hubungan interaksi antara keragaman genetik dan respons biometrik belut sawah terhadap kondisi lingkungan budidaya akan dievaluasi untuk menentukan populasi yang potensial memiliki respons adaptasi paling baik berdasarkan parameter biometrik dan kinerja produksinya. Tujuan 1.
2.
Penelitian ini bertujuan untuk : Mengevaluasi keragaman genetik populasi belut sawah M. albus (Zuiew, 1793) asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang melalui analisis molekuler dengan metode RAPD (Randomly Amplified Polymoprhyc DNA) dan karakteristik fenotipe truss morfometrik Menganalisis respons biometrik belut sawah M. albus (Zuiew, 1793) asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang terhadap kondisi lingkungan budidaya dalam media air tanpa substrat dengan manipulasi salinitas untuk menentukan kondisi lingkungan yang optimal dan populasi yang memiliki tingkat adaptasi dan kinerja produksi yang terbaik.
4
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sumber genetik belut sawah asal Jawa Barat yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan budidaya dengan teknik pemeliharaan dalam media air tanpa substrat.
2 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Koleksi sampel belut sawah dilakukan di tiga lokasi persawahan yang terdapat di Jawa Barat yaitu Cianjur, Sukabumi dan Karawang (Tabel 1). Tabel 1 Sumber genetik, asal populasi, letak geografis dan ketinggian lokasi pengambilan sampel belut sawah M. albus Nama Populasi
Kode Sampel
Sumber Asal Ketinggian Lintang Bujur Populasi Lokasi Kec. Cibeber, Cianjur CJ 6°56'8.31"S 107° 8'11.89"T 429 dpl Kab. Cianjur Kec. Sukaraja Sukabumi SK 6°36'40.12"S 106°50'50.42"T673 dpl Kab. Sukabumi Kec. Purwasari, Karawang KR 6°21'57.76"S 107°24'52.03"T 51 dpl Kab. Karawang *Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2015)
Suhu Lokasi* 20-31°C 17-30°C 22-34°C
Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, analisis kualitas air di Laboratorium Lingkungan (Departemen Budidaya Perairan IPB), analisis osmolaritas darah dilakukan di Laboratorium Embriologi (Fakultas Kedokteran Hewan IPB), dan pengujian budidaya dengan pemeliharaan pada media air tanpa substrat dan bersalinitas dilakukan pada Laboratorium Kolam Percobaan Babakan (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB). Koleksi Materi Uji Belut sawah dikoleksi dari sumber populasi yang hidup di lahan persawahan setempat. Belut sawah hasil tangkapan berukuran 10-50 cm dari setiap populasi diambil 30 sampel untuk karakterisasi genotipe dan fenotipe morfometrik, serta 200 ekor untuk percobaan pemeliharaan pada wadah budidaya. Pada setiap lokasi pengambilan sampel, dilakukan pengukuran kualitas air sebanyak 5 titik pada areal persawahan dan sumber air sekitar lokasi pengambilan sampel yang meliputi; suhu, pH, konduktivitas, kekeruhan, total dissolved solid (TDS), dissolved oxygen (DO), dan salinitas menggunakan alat multichecker HORIBA U-50® (Tabel 2).
5
Tabel 2 Pengukuran parameter fisika-kimia air lokasi pengambilan sampel belut sawah M. albus di Cianjur, Sukabumi dan Karawang Parameter Kualitas Air o
Suhu ( C) Konduktivitas (mS/cm) Kekeruhan (NTU) TDS (g/L) DO (mg/L) pH Salinitas (g/L)
Cianjur
Populasi Sukabumi
Karawang
24,22-30,94 0,19-0,32 15,40-104,00 0,12-0,21 5,91-13,67 6,64-7,48 0,10-0,20
23,49-24,93 0,12-0,19 0,00-275,00 0,08-0,12 1,41-7,68 7,44-9,36 0,0-0,10
31,59-34,70 0,00-0,40 0,00-1000,00 0,00-0,26 4,5-13,55 7,23-7,79 0,0-0,20
Parameter biologi yang diukur adalah bobot dan panjang tubuh serta dilakukan identifikasi status kelaminnya berdasarkan pengamatan gonad. Untuk preparasi analisis genotipe diambil sampel sirip atau bagian tubuh belut sawah sebanyak 5-10 mg kemudian diawetkan di dalam alkohol 96% dalam tabung eppendorf 1,5 ml. Pengukuran Truss Morfometrik Sebelum melakukan pengukuran parameter morfometrik, belut sawah terlebih dahulu dipingsankan dengan menggunakan obat bius komersial Stabilizer Arowana® dengan dosis 4 ml larutan per satu liter air. Karakterisasi morfometrik yang diukur meliputi delapan karakter fenotipe (Gambar 1) yang diukur menggunakan mistar untuk karakter nomor 1-4 dan dengan jangka sorong pada pengukuran karakter nomor 5-8 (Lampiran 1-3).
Gambar 1 Karakterisasi truss morfometrik belut sawah M. albus (Wijana 1999) Keterangan: 1) Panjang Kepala (PK), yaitu jarak dari ujung anterior mulut sampai pinggir kaudal tutup insang; 2) Panjang Badan (PB), yaitu jarak dari pinggir kaudal tutup insang sampai anus; 3)Panjang Ekor (PE), yaitu jarak dari anus sampai ujung posterior; 4) Panjang Total (PT), yaitu jarak dari ujung anterior samapai ujung posterior; 5) Panjang Hidung (PH), yaitu jarak dari ujung anterior samapi sisi kaudal mata; 6) Lebar Badan-I (LB-I), yaitu jarak antara sisi kiri dan kanan badan tepat di kaudal tutup insang (posisi specimen dorsoventral); 7) Lebar Badan-II (LB-II), yaitu jarak antara sisi kiri dan kanan badan ditengah-tengah LB-I dan LB-III (posisi specimen dorsoventral); 8) Lebar Badan-III (LB-III), yaitu jarak antara sisi kiri dan kanan badan tepat di depan anus (posisi specimen dorsoventral).
6
Delapan karakter fenotipe yang telah diukur kemudian dibuat tujuh rasio ukuran yang relevan (Lampiran 4-6). Rasio karakter fenotipe belut sawah tersebut, yaitu : 1. Panjang Kepala : Panjang Total 2. Panjang Badan : Panjang Total 3. Panjang Ekor : Panjang Total 4. Panjang Hidung : Panjang Kepala 5. Lebar Badan-I : Panjang Kepala 6. Lebar Badan-II : Panjang Badan 7. Lebar Badan-III : Panjang Ekor Analisis Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD) Ekstraksi DNA Sampel bagian tubuh belut sawah (5-10 mg) dari masing-masing lokasi sampling dikeluarkan dari larutan preservasi (alkohol 96%) kemudian dibilas 2 kali menggunakan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya DNA sampel diekstraksi melalui beberapa tahapan yaitu meliputi pelisisan sel dengan menambahkan TNES urea sebanyak 500 µl dan protein kinase 10 µl, kemudian dihomogenkan menggunakan vortex dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan ditambahkan phenolchloroform isoamilalkohol dengan perbandingan 25:24:1 sebanyak 1000 µl serta disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Kemudian, supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol sebanyak 1000 µl dan 10 µl serta disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya, supernatan dibuang dan pelet dikering anginkan sampai etanol menguap. Pelet DNA dilarutkan dengan 100 μl bufer Tris-EDTA kemudian disimpan pada suhu 4oC sebelum digunakan pada proses analisis genetik selanjutnya. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) Primer yang digunakan pada amplifikasi DNA dengan PCR yaitu OPA-09 (5’-GGGTAACGCC-3’), OPC-02 (5’-GATAGGCGTC-3’) dan OPC-05 (5’GATGACCGCC-3’). Proses amplifikasi DNA dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan komposisi bahan yang terdiri atas 1 μl DNA genom hasil ekstraksi, 1 μl primer, 12.5 μl Taq polymerase dan 10.5 μl akuades sehingga total volume sebanyak 25 μl. Campuran tersebut dihomogenkan dengan vortex kemudian dimasukkan ke dalam spin down agar sampel turun ke dasar tabung. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan denaturasi awal pada suhu 97ºC selama 10 menit, dan 40 siklus selanjutnya terdiri atas denaturasi pada suhu 94 ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 36ºC selama 1 menit, elongasi pada suhu 72 ºC selama 1,5 menit, elongasi akhir pada suhu 72 ºC selama 5 menit, dan proses penstabilan pada suhu 4 ºC selama 3 menit (Wei et al. 2006). Elektroforesis Hasil PCR dielektroforesis menggunakan gel agarose 2%. Gel agarose dibuat terlebih dahulu dengan mencampurkan bubuk agarose sebanyak 0.6 gram dengan larutan bufer Tris Borate EDTA (TBE) sebanyak 40 ml. Campuran tersebut dipanaskan dan diaduk di atas hot plate pada suhu 150°C sampai menjadi bening, lalu ditambahkan etidium bromida sebanyak 10 μl (10 mg/ml). Agarose dituang dalam cetakan dan dibentuk sumur menggunakan sisir gel. Gel agarose yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi larutan TBE.
7
Selanjutnya campuran DNA 10 μl dan Loading Dye 3 μl dimasukkan ke dalam sumur-sumur elektroforesis. Gene Ruler 100bp DNA Loader digunakan sebagai standar untuk menentukan ukuran fragmen hasil amplifikasi. Listrik dialirkan dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel diangkat dari bak elektroforesis untuk selanjutnya diamati menggunakan lampu ultraviolet dan didokumentasikan menggunakan kamera pollaroid. Pemeliharaan Belut Sawah pada Media Air Bersalinitas Pemeliharaan belut sawah pada percobaan ini dilakukan pada media air bersalinitas tanpa menggunakan substrat tanah. Wadah yang digunakan berupa bak plastik berwarna biru dengan dimensi 50x30x30 cm dengan pemberian pelindung (shelter) berupa potongan pipa paralon berdiameter ¾ inci dan panjang 20 cm. Skema penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan salinitas yang berbeda pada media air tanpa substrat sebagai berikut: Perlakuan 1 (P1) : media air bersalinitas 0 ppt Perlakuan 2 (P2) : media air bersalinitas 6 ppt Perlakuan 3 (P3) : media air bersalinitas 12 ppt Setiap perlakuan diulang 3 kali dengan padat penebaran mengacu pada modifikasi Khanh & Ngan (2010) yaitu 1 kg/m2 belut sawah dengan panjang tubuh rata-rata 19,0-26,5 cm dan bobot rata-rata 4,95-11,4 gram. Prosedur Pemeliharaan Persiapan wadah Wadah yang digunakan berupa bak plastik berwarna biru (gelap) dengan dimensi 50x30x30 cm sebanyak 27 buah untuk 3 populasi (Cianjur, Sukabumi, Karawang) masing-masing dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Persiapan wadah pemeliharaan meliputi pencucian wadah dan pengisian air dengan volume 5 liter. Wadah dan air yang akan digunakan terlebih dahulu di disinfeksi menggunakan disinfektan. Aklimatisasi Belut sawah hasil koleksi yang diperoleh dari masing-masing populasi dilakukan pemberokan (pemuasaan) pasca transportasi dari lokasi asal untuk tahap aklimatisasi. Kegiatan ini dilakukan pada wadah tertutup tanpa pemberian pakan di media air bersalinitas 6 ppt dengan frekuensi pergantian air sebanyak 100% per hari. Masa pemuasaan dan aklimatisasi dilakukan selama 7 hari, yaitu ketika kematian belut sawah pasca transportasi kurang dari 20%. Pemeliharaan pada media air bersalinitas Pemeliharaan belut pada percobaan budidaya dalam media air tanpa substrat dengan perlakuan salinitas dilakukan selama 30 hari dengan frekuensi pergantian air 80% per hari yang dilakukan pada pagi hari. Saat pergantian air, wadah disifon untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang menumpuk di dasar. Selama pemeliharaan dilakukan pemberian pakan berupa cacing sutera Tubificidae dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 1 kali sehari secara at satiation. Pengukuran parameter respons biometrik dilakukan setiap 10 hari sekali meliputi kelangsungan hidup ikan, panjang dan bobot ikan, biomassa panen (yield), dan kadar glukosa
8
darah. Pengukuran gradien osmotik dilakukan pada akhir pemeliharaan dan pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali (Tabel 3). Tabel 3 Kualitas air pada media pemeliharaan belut sawah M. albus Parameter Kualitas Air Suhu (oC)
pH
DO (ppm)
Salinitas (ppt)
Perlakuan(ppt)
Cianjur
Populasi Sukabumi
Karawang
0 6 12 0 6 12 0 6 12 0 6 12
26,00-28,00 26,00-28,00 26,00-28,00 7,00-8,00 7,00-8,00 7,00-8,00 6,10-6,50 6,10-6,50 6,10-6,50 0,00-0,00 5,50-7,50 12,90-11,30
26,00-28,00 26,00-28,00 26,00-28,00 7,00-8,00 7,00-8,00 7,00-8,00 6,10-6,50 6,10-6,50 6,10-6,50 0,00-0,00 6,80-8,30 10,20-12,90
26,00-28,00 26,00-28,00 26,00-28,00 7,00-8,00 7,00-8,00 7,00-8,00 6,10-6,50 6,10-6,50 6,10-6,50 0,00-0,00 6,50-6,980 12,10-13,20
Parameter Uji Tingkat Polimorfisme (Heterozigositas) Heterozigot merupakan perpaduan dari alel-alel yang berbeda pada lokus yang sama dan dihitung menggunakan rumus persamaan sebagai berikut (Soewardi 2007) : h = 1 − ∑ Xi2 .............................................................................................(1) Keterangan :
h n Xi
= Heterosigot = Jumlah sampel = Frekuensi alel sample ke-i
Jarak Genetik Jarak genetik menggambarkan hubungan kekerabatan genetik interpopulasi yang dihitung menggunakan program UPGMA berdasarkan tingkat keragaman amplifikasi DNA pada 3 primer yang digunakan melalui persamaan berikut (Soewardi 2007) : Jab D = −ln − 0.5....................................................................................(2) (Ja X Jb)
Keterangan :
D = Jarak genetik Jab = frekuensi haplotipe pada lokus populasi sama Ja & Jb= frekuensi haplotipe pada populasi A dan B
Koefisien Keragaman (KK) Koefisien keragaman (KK) digunakan untuk membandingkan tingkat keragaman fenotipe morfometrik intrapopulasi (Steel & Torrie 1980) :
KK =
SD x̅
...............................................................................................(3)
Keterangan :
KK SD x
= Koefisien keragaman = Standar deviasi = Rerata populasi
9
Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH) Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu : Nt Tingkat Kelangsungan Hidup = No x 100................................................(4) Keterangan : Nt = Jumlah ikan akhir (ekor) No = Jumlah ikan awal (ekor) Laju Pertumbuhan Harian (LPH) Laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan menggunakan rumus Huisman (1987), yaitu : ̅t w
α = [𝑡√w − 1] X 100.................................................................................(5) ̅0 Keterangan :
α wt wo t
= Laju pertumbuhan harian (%) = Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g) = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) = Lama percobaan (hari)
Pertumbuhan Bobot Mutlak Pertumbuhan bobot mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu : Pertumbuhan Bobot Harian = Keterangan :
wt w0 t
̅W ̅̅t−W ̅̅̅0 t
......................................................(6)
= Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g) = Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g) = Lama percobaan (hari)
Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu : Pertumbuhan Panjang Mutlak = L̅t − L̅0 ..............................................(7) Keterangan :
Lt L0
= Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm) = Panjang rata-rata ikan pada awal percobaan (cm)
Gradien Osmotik Gradien osmotik menggambarkan perbedaan tekanan osmotik di dalam tubuh ikan dan media pemeliharaan yang diukur menggunakan osmometer untuk melihat beban osmotik belut sawah terhadap media. Rumus yang digunakan menurut Karim (2007) adalah: GO = [Posm darah – Posm media] .................................................................(8) Keterangan : GO Posm darah Posm media [ ]
= Gradien Osmotik, Osm/l H20 = Tekanan osmotik/osmolaritas darah (Osm/l H20) = Tekanan osmotik/osmolaritas media (Osm/l H20) = Nilai mutlak
10
Pengukuran Glukosa Darah Analisis glukosa darah dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan budidaya terhadap tingkat stres belut sawah dalam merespons perubahan lingkungan. Kadar glukosa darah diukur dengan kit GLUCODR® yang digunakan untuk pengukuran kadar glukosa darah pada manusia. Analisis Data Data keragaman genetik intrapopulasi yang meliputi tingkat polimorfisme dan heterosigositas dianalisis dengan metode descriptive statistics, exact test for population differentiation (Raymond & Rousset 1995 dalam Miller 1997) menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analysis). Struktur dan hubungan kekerabatan genetik interpopulasi dianalisis berdasarkan jarak genetik dan dendrogram menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean) Wright (1978) modifikasi Rogers (1972) dalam Miller (1997) dari software TFGPA. Data keragaman fenotipe dan respons biometrik dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2013, Minitab 14.0 dan SPSS 17.0 (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Profil RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA) Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-09 (Gambar 2), OPC-02 (Gambar 3) dan OPC-05 (Gambar 4) menunjukkan keragaman genotipe antar populasi belut sawah asal Cianjur (CJ), Sukabumi (SK) dan Karawang (KR) dengan marker leader (M) yang memiliki ukuran panjang DNA 100-3000 basepair.
Gambar 2 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-09: SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan marker leader (M).
11
Gambar 3 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02: SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan marker leader (M)
Gambar 4 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-05: SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan marker leader (M) Rekapitulasi analisis keragaman profil DNA teramplifikasi dengan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA) yaitu berupa jumlah pita DNA yang teramplifikasi dan ukuran fragmen DNA teramplifikasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi Populasi Belut Sawah Cianjur Sukabumi Karawang
Jumlah Fragmen 9-14 6-12 9-13
Kisaran Ukuran Fragmen (bp) 300-3000 300-3000 300-3000
Polimorfisme dan Heterozigositas Tingkat polimorfisme dan nilai heterosigositas 3 populasi belut sawah (Tabel 5) yang tertinggi adalah belut sawah populasi Karawang yaitu sebesar 83,33% dan 0,2372. Populasi belut sawah asal Sukabumi memiliki derajat polimorfisme dan niai heterosigositas yang terendah yaitu 76,19% dan 0,1947.
12
Tabel 5 Derajat polimorfisme dan heterosigositas Populasi Belut Sawah Cianjur Sukabumi Karawang
Polimorfisme (%) 83,33 76,19 83,33
Heterosigositas 0,2291 0,1947 0,2372
Uji Perbandingan Berpasangan Fst Uji perbandingan berpasangan Fst (Tabel 6) menganalisis sebaran variasi genetik interpopulasi (Cianjur, Sukabumi, Karawang) berdasarkan analisis keragaman genetik menggunakan RAPD dengan 3 primer (OPA-09, OPC-02, OPC05) menunjukkan perbedaan secara nyata antara populasi (P<0,05). Tabel 6 Uji perbandingan berpasangan Fst pada 3 primer Populasi Belut Sawah Cianjur Sukabumi Karawang Keterangan: *berbeda nyata (P<0.05)
Cianjur ---------0,0194* 0,0269*
Sukabumi
Karawang
---------0,0085*
----------
Jarak Genetik Hubungan kekerabatan genetik interpopulasi (Tabel 7) diukur berdasarkan jarak genetik 3 populasi belut sawah asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang berdasarkan keragaman pita DNA yang teramplifikasi hasil analisis RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA) menggunakan 3 primer (OPA-09, OPC-02 dan OPC-05). Tabel 7 Jarak genetik belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) Populasi Belut Sawah Cianjur Sukabumi Karawang
Cianjur ----------
Sukabumi 0,0388 ----------
Karawang 0,0191 0,0474 ----------
Jarak genetik interpopulasi belut sawah asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang berdasarkan tiga primer (OPA-09, OPC-02 dan OPC-05) berkisar antara 0,0191 sampai dengan 0,0474. Belut sawah populasi Cianjur menunjukkan kemiripan yang lebih dekat dengan belut sawah populasi Karawang dibandingkan dengan belut sawah populasi Sukabumi. Hubungan kekerabatan belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang dapat digambarkan dalam bentuk dendrogram (Gambar 5).
13
Gambar 5 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) Hubungan kekerabatan genetik antara populasi belut sawah populasi asal Cianjur dan Karawang membentuk satu kluster yang terpisah dengan populasi belut sawah asal Sukabumi. Truss Morfometrik Analisis koefisien keragaman rasio truss morfometrik dari tiga populasi belut sawah (Tabel 8) menunjukkan ada satu karakter yang berbeda antar populasi. Karakter yang berbeda tersebut adalah rasio perbandingan (LBI:PK) yaitu lebar badan-1 dengan panjang kepala (Lampiran 7). Tabel 8 Koefisien keragaman (KK) rasio morfometrik belut sawah M. albus populasi asal Cianjur, Sukabumi, Karawang Rasio Karakter Morfometrik PK : PT
Cianjur
Sukabumi
Karawang
Signifikasi
0,103
0,101
0,079
0,672
PB : PT
0,029
0,028
0,017
0,101
PE : PT
0,061
0,071
0,038
0,143
PH : PK
0,140
0,092
0,145
0,961
LBI : PK LBII : PB
0,104
0,153
0,119
0,126
0,110
0,097
0,013* 0,512
LBIII : PE
0,141
0,178
0,194
0,445
*karakter yang berbeda (P<0,05) Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
Berdasarkan dendrogram rasio fenotipe truss morfometrik pada ketiga populasi (Gambar 6) menunjukkan kemiripan yang tinggi antara belut sawah populasi Karawang dan Cianjur (95,40%) dibandingkan dengan belut sawah populasi asal Sukabumi (93,11%). Hal tersebut mengkonfirmasi kedekatan hubungan kekerabatan antara kedua populasi (Cianjur dan Karawang) berdasarkan keragaman genetiknya.
14
Similarity
93,11
95,40
97,70
100,00
Sukabumi
Cianjur Variables
Karawang
Gambar 6 Dendrogram rasio fenotipe truss morfometrik belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) Hasil ilustrasi fungsi kanonikal berdasarkan sebaran karakter morfometrik dari 3 populasi belut sawah asal Jawa Barat menunjukkan bahwa group centroid populasi Cianjur dan Karawang lebih dekat dibandingkan group centroid populasi Sukabumi (Gambar 7).
Gambar 7 Fungsi diskriminan kanonikal 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) berdasarkan karakter morfometrik
15
Respons Biomterik Belut Sawah pada Media Air Bersalinitas Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup belut sawah pada pemeliharaan budidaya dalam media air tanpa substrat dengan perlakuan salinitas yang berbeda selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara 40-90% (Tabel 9). Berdasarkan analisis ragam interpopulasi (Lampiran 9) pada perlakuan 0 ppt dan 6 ppt, tingkat kelangsungan hidup belut sawah tidak ada perbedaan nyata (P>0,05). Perlakuan 12 ppt populasi Sukabumi menunjukkan kelangsungan hidup yang rendah (P<0,5) dibandingkan populasi Karawang dan Cianjur. Analisis ragam antar perlakuan salinitas intrapopulasi (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pada populasi Sukabumi terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan dengan kelangsungan hidup tertinggi (87,5%) adalah pada perlakuan salinitas 6 ppt (P<0,5). Demikian halnya dengan kelangsungan hidup populasi belut sawah asal Karawang yang tertinggi yaitu 90% pada perlakuan 6 ppt (P<0,5). Tabel 9 Tingkat kelangsungan hidup belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt Populasi Perlakuan Cianjur Sukabumi Karawang (ppt) a1 a1 0 75,00+5,00 70,00+5,00 75,00+10,00 a1 a1 a2 6 76,67+ 2,89 87,50+ 7,50 90,00+ 5,00 a2 a1 b3 12 78,75+ 7,64 40,00+ 0,00 66,67+ 7,64 a1 Ket : Huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan interpopulasi (P<0,05) Angka superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan intrapopulasi (P<0,05) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
Laju Pertumbuhan Harian Laju pertumbuhan harian belut sawah asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang yang dipelihara pada media air tanpa substrat dengan salinitas 0 ppt, 6 ppt, dan 12 ppt berkisar antara 0,35±0,13% sampai dengan 1,42±0,20%. Rata-rata laju pertumbuhan harian belut sawah ketiga populasi pada perlakuan 12 ppt secara umum adalah yang paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain (Tabel 10). Berdasarkan analisis ragam interpopulasi (Lampiran 11) diketahui bahwa pada perlakuan 0 ppt laju pertumbuhan populasi Sukabumi adalah yang paling rendah (P<0,05), sedangkan pada salinitas 6 ppt populasi Karawang menunjukkan laju pertumbuhan yang paling tinggi (P<0,05). Analisis ragam antar perlakuan intrapopulasi (Lampiran 10) pada populasi Cianjur dan Karawang menunjukkan bahwa perlakuan 12 ppt menghasilkan pertumbuhan yang paling rendah (P<0,05), sedangkan pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu pada perlakuan 0 ppt dan 6 ppt (P<0,05). Sedangkan pada populasi belut asal Sukabumi pertumbuhn yang terbaik adalah pada salinitas 6 ppt (P<0,05). Tabel 10 Laju pertumbuhan harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt Populasi Perlakuan Cianjur Sukabumi Karawang (ppt) a1 b1 0 0,75+0,04 0,36+0,10 0,76+0,05 a1 a1 a2 6 0,58+ 0,12 0,69+ 0,09 1,42+ 0,20 b2 a2 a1 12 0,35+ 0,13 0,42+ 0,11 0,40+ 0,06 a3 Ket : Huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan interpopulasi (P<0,05) Angka superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan intrapopulasi (P<0,05) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
16
Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan bobot harian belut sawah yang dipelihara pada salinitas 0 ppt, 6 ppt, 12 ppt berkisar antara 0,022±0,009 gram/hari sampai dengan 0,109±0,0203 gram/hari (Tabel 11). Rata-rata pertumbuhan bobot harian belut sawah antar populasi pada perlakuan salinitas 12 ppt adalah yang paling rendah dibandingkan perlakuan salinitas 0 ppt dan 6 ppt. Berdasarkan analisis ragam pertumbuhan bobot harian interpopulasi (Lampiran 13) diketahui bahwa pada perlakuan 0 ppt populasi Sukabumi menunjukkan peningkatan bobot yang paling rendah (P<0,05), sedangkan pada salinitas 6 ppt populasi asal Cianjur yang paling rendah. Hasil analisis ragam intrapopulasi (Lampiran 12) pada populasi Cianjur menunjukkan perlakuan 0 ppt adalah yang paling paling tinggi (P<0,05), dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 6 ppt, sedangkan pada populasi Sukabumi perlakuan 6 ppt menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang paling tinggi (P<0,05) demikian pula pada populasi Karawang (P<0,05). Tabel 11 Pertambahan bobot harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt Populasi Perlakuan Cianjur Sukabumi Karawang (ppt) a1 b1 0 0,050+0,0003 0,032+0,0065 0,058+0,0099 a1 a12 b2 6 0,033+ 0,0149 0,067+ 0,0054 0,109+ 0,0203 c2 a2 a1 12 0,022+ 0,0091 0,036+ 0,0089 0,028+ 0,0068 a3 Ket : Huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan interpopulasi (P<0,05) Angka superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan intrapopulasi (P<0,05) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak belut sawah yang dipelihara pada salinitas 0 ppt, 6 ppt, 12 ppt berkisar antara 2,38±0,39 cm/hari sampai dengan 0,74±0,01 cm/hari (Tabel 12). Berdasarkan analisis ragam pertumbuhan panjang mutlak interpopulasi (Lampiran 15) diketahui bahwa pada perlakuan 0 ppt dan 12 ppt populasi Cianjur menunjukkan pertumbuhan yang paling tinggi (P<0,05), sedangkan pada perlakuan 6 ppt populasi Cianjur dan Karawang lebih tinggi dibandingkan dengan Sukabumi (P<0,05). Analisis ragam intrapopulasi (Lampiran 14) menunjukkan bahwa hanya pada populasi belut asal Karawang terdapat perbedaan pertambahan panjang tubuh yang nyata dan perlakuan 6 ppt yang paling tinggi (P<0,05) dibandingkan 0 ppt dan 12 ppt. Tabel 12 Pertumbuhan panjang mutlak belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt Populasi Perlakuan Cianjur Sukabumi Karawang (ppt) 0 2,38+0,39 a1 1,11+0,29 b1 0,74+0,01 b1 6 2,31+ 0,27 a1 1,42+ 0,23 b1 1,88+ 0,11 a2 12 2,13+ 0,54 a1 1,07+ 0,24 b1 0,86+ 0,21 b1 Ket : Huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan interpopulasi (P<0,05) Angka superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan intrapopulasi (P<0,05) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
17
Biomassa Panen (Yield) Biomassa panen (yield) belut sawah yang dipelihara pada media air tanpa substrat dengan salinitas 0 ppt, 6 ppt, 12 ppt berkisar antara 4,47+ 2,24 gram sampai dengan 31,57+4,01 gram (Tabel 13). Berdasarkan analisis ragam biomassa panen (yield) interpopulasi (Lampiran 17) dapat diketahui bahwa pada perlakuan 0 ppt populasi Cianjur adalah yang paling tinggi (P<0,05), sedangkan pada salinitas 6 ppt yang terbaik adalah populasi Sukabumi (P<0,05) dan tidak berbeda nyata dengan populasi Karawang namun pada salinitas 12 ppt populasi asal Karawang menunjukkan yield yang paling rendah (P<0,05). Analisis ragam intrapopulasi (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan 0 ppt pada populasi Cianjur menghasilkan biomassa anen yang tertinggi (P<0,05), dan pada populasi Sukabumi perlakuan salinitas 6 ppt paling tinggi dan pada 12 ppt lebih unggul dibandingkan dengan 0 ppt (P<0,05). Pada populasi belut asal Karawang biomassa panen pada salinitas 12 ppt adalah yang paling rendah (P<0,05). Tabel 13 Biomassa panen (yield) belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt Populasi Perlakuan Cianjur Sukabumi Karawang (ppt) a1 b1 0 31,57+4,01 16,19+0,96 21,50+6,71 b1 a2 b2 6 17,74+0,00 27,69+0,29 19,43+ 7,79 ab1 a2 a3 12 17,80+1,57 19,43+ 7,79 4,47+ 2,24 b2 Ket : Huruf superscript pada baris yang sama menunjukkan perbedaan interpopulasi (P<0,05) Angka superscript pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan intrapopulasi (P<0,05) Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan simpangan baku.
Kadar Glukosa Darah Kadar glukosa darah belut sawah uji asal Jawa Barat minggu ke 0-4 (Gambar 8) pada perlakuan salinitas 0, 6, 12 ppt secara umum mengalami kecenderungan penurunan dan pada akhir pemeliharaan nilai glukosa darah meningkat hampir di semua perlakuan dan populasi. Kadar glukosa darah menunjukkan respons stres belut terhadap perubahan lingkungan selama pemeliharan pada wadah budidaya. Perlakuan salinitas 6 ppt menurunkan nilai glukosa darah yang lebih baik dibandingkan perlakuan 0 ppt dan 12 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan belut sawah pada 6 ppt berdampak pada tingkat stres yang paling rendah dan populasi belut sawah asal Cianjur menunjukkan tingkat stres yang paling rendah pada pemeliharan di laboratorium (Bogor) dibandingkan dengan populasi asal Sukabumi dan Karawang. 120,00
100,00 80,00 60,00 40,00 20,00
120,00 Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
120,00
100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
0,00 0
6 Perlakuan (ppt)
12
100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
0
6 Perlakuan (ppt)
12
0
6 Perlakuan (ppt)
12
(A) (B) (C) Gambar 8 Profil glukosa darah belut sawah M. albus populasi (A) Cianjur (B) Sukabumi (C) Karawang minggu ke 0-4 pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
18
Gradien Osmotik
Tingkat Kerja Osmotik (Osm/l H2O)
Gradien osmotik belut sawah pada media air bersalinitas di akhir pemeliharaan (Gambar 9) secara umum mengalami penurunan. Gradien osmotik menunjukkan beban osmotik yang ditanggung oleh organisme dalam mempertahankan tekanan osmotik di dalam tubuhnya terhadap media. Semakin kecil nilai gradien osmotik (isoosmotik) maka semakin ringan beban osmotik yang ditanggung organisme untuk melakukan osmoregulasi. Perlakuan salinitas 6 ppt pada semua populasi menunjukkan tingkat kerja osmotik yang relatif lebih kecil dibandingkan perlakuan 0 ppt dan 12 ppt. Pada belut sawah populasi asal Karawang menunjukkan nilai gradien osmotik yang paling rendah yaitu pada salinitas 6 ppt. 0,400 0,350 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 0 Cianjur
6 Perlakuan (ppt) Sukabumi
12 Karawang
Gambar 9 Gradien osmotik belut sawah M. albus populasi Cianjur, Sukabumi, Karawang pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt akhir pemeliharaan
PEMBAHASAN Ragam genetik merupakan indikator kemampuan suatu populasi merespons kondisi lingkungan hidupnya di alam maupun secara buatan (Gjederm 2005). Berdasarkan analisis keragaman genetik RAPD tiga populasi belut sawah menggunakan 3 primer (OPA-09, OPC-02 dan OPC-05) menghasilkan derajat polimorfisme dan nilai heterozigositas yang paling tinggi yaitu pada populasi belut sawah asal Karawang (83,33% ; 0,2372), sedangkan yang paling rendah adalah pada populasi belut sawah asal Sukabumi (76,19 % ; 0,1947). Populasi dengan ragam genetik yang tinggi pada umumnya memiliki peluang lebih sukses beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungannya sehingga dapat sintas dalam jangka lama (Gjederm 2005; Wei et al. 2006). Berdasarkan kemiripan genotipe dan fenotipe morfometrik menunjukkan hubungan kekerabatan genetik yang dekat antara belut sawah asal populasi Karawang dengan Cianjur (I=0,0474) dibandingkan dengan populasi Sukabumi (I=0,0652).Variasi genetik intrapopulasi sangat penting sebagai modalitas yang diperlukan untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi (Wijana 1999). Pada populasi belut asal Sukabumi, rendahnya keragaman genetik kemungkinan disebabkan karena faktor geografis yaitu berupa ketinggian lokasi (673 m dpl) yang kurang sesuai dengan habitatnya yaitu dataran rendah berkisar 40-400 m dpl (Affandi et al. 2003)
19
sehingga sebaran populasi terbatas. Menurut Wijana (1999), dalam populasi yang berukuran kecil karena isolasi geografis maka variasi genetik akan terus terjadi pengurangan (drift) sebagai dampak dari inbreeding dan penurunan heterosigositas akibat terhambatnya aliran gen karena kendala reproduksi serta kemungkinan tidak adanya perkawinan acak (non-random mated). Selain itu, penyebab lain yang memungkinkan rendahnya respons biometrik pada populasi asal Sukabumi adalah perbedaan suhu yang terlampau lebar antara kondisi di habitatnya dengan kondisi lingkungan (Tabel 1). Variasi interaksi genotipe dan lingkungan akan muncul karena kontribusi beberapa alel yang bertanggung jawab terhadap suatu fenotipe yang terekspresi secara berkala dalam lingkungan yang berbeda (Fujaya 1999). Analisis koefisien keragaman tujuh rasio truss morfometrik dari tiga populasi belut sawah (Tabel 8) menunjukkan perbedaan interpopullasi berdasarkan satu karakter yaitu rasio perbandingan lebar badan-1 dengan panjang kepala (LBK:PK). Menurut Kristanto & Kusrini (2007), karakter morfometrik yang berbeda dapat digunakan sebagai penciri kelompok populasi untuk membedakan dengan populasi lainnya. Keragaman yang tinggi pada fenotipe sangat dipengaruhi oleh ekspresi genetik dan interaksi genetik dengan lingkungan, dan secara umum ikan memiliki variabilitas yang intra dan interpopulasi yang tinggi (Soewardi 2007). Berdasarkan rasio fenotipe truss morfometrik pada ketiga populasi (Gambar 6) menunjukkan bahwa belut sawah dari populasi asal Karawang dan Cianjur memiliki kemiripan (95,40%) dan dengan belut sawah asal populasi Sukabumi (93,11%). Menurut Carvalho (1993), jika populasi berada pada lingkungan yang sesuai tanpa gangguan dan tidak ada kendala reproduksi (interbreeding) dimana perkawinan berlangsung secara acak (random mated) maka akan terjadi kesinambungan aliran genetik yang terus menerus sehingga antara individu tersebut akan menampakkan banyak kesamaan baik fenotipe maupun genotipe. Belut sawah populasi Karawang dan Cianjur menunjukkan kesamaan tersebut, hal ini didukung dengan data kualitas air lokasi sampel (Tabel 2) disamping adanya hubungan aliran sungai (DAS) yang menghubungkan kedua lokasi. Bila populasi berada pada suatu lingkungan yang sangat kontras sehingga terjadi reduksi ukuran populasi akibat isolasi genetik maupun migrasi maka dimungkinkan akan berdampak pada strukturasi genetika populasi yang dapat mempengaruhi jarak genetik hingga pemisahan populasi. Fenomena tersebut disebabkan karena perubahan variasi genetik akibat ukuran populasi berdampak pada tingkat heterzigositas dalam suatu populasi dan spesies (Carvalho 1993). Belut sawah populasi Sukabumi memiliki perbedaan fenotipe dan genotipe dengan Cianjur dan Karawang diduga terkait dengan kondisi geografis dan lingkungannya yang terutama ketinggian lokasi dan suhu. Menurut Ferguson et al. (1995), proses adaptasi lokal yang sudah berlangsung lama akan mempengaruhi variasi genetik spesifik (wild) sebagai sumber genetik yang stabil dan memiliki peranan penting untuk ketahanan dan kelestarian populasi (potensial fitness). Karakteristik habitat pada umumnya mengharuskan populasi biota melakukan proses adaptasi yang terus menerus terhadap kondisi lingkungan lokalnya sehingga membentuk populasi yang memungkinkan bias mengaktifkan gen-gen yang diperlukan (Soewardi 2007). Suatu populasi yang unik terbentuk karena kehilangan sebagian variasi genetik akibat degradasi habitat, pencemaran dan eksploitasi yang berlebihan. Hal ini diduga terjadi pada populasi belut sawah yang digunakan dalam penelitian ini.
20
Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian organisme terhadap perubahan kondisi lingkungan di alam dengan pemeliharaan secara terkontrol. Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi tingkah laku organisme secara fisiologis yang akan tergambar pada perubahan fenotipe dan kinerja produksinya (Gjederm 2005). Percobaan budidaya belut sawah pada media air bersalinitas tanpa substrat menunjukkan tingkat kelangsungan hidup hingga 90 % (Gambar 8). Secara umum, pada perlakuan 6 ppt tingkat kelangsungan hidup belut sawah di semua populasi cenderung lebih tinggi dibandingkan 0 ppt, namun mulai menurun pada perlakuan 12 ppt, hal ini diduga berkaitan dengan beban osmotik yang ditanggung organisme untuk proses osmoregulasi. Osmolaritas cairan tubuh pada organisme akuatik ditentukan oleh salinitas media lingkungannya (Gambar 9). Osmoregulasi merupakan upaya fisiologis ikan untuk menyeimbangkan antara air dan ion cairan tubuh dengan lingkungannya (homeostasis). Dalam upaya menuju kondisi homeostasis, ikan memerlukan energi untuk mendukung respons fisiologis tubuh sesuai dengan beban osmotik yang ditanggung dan melakukan penyeimbangan antara kandungan ion cairan tubuh dengan kandungan ion dari lingkungannya sehingga hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan (Affandi & Tang 2002). Keragaan pertumbuhan dan biomasa panen (yield) merupakan indikator keberhasilan respons adaptasi biota terhadap lingkungan pada proses domestikasi maupun budidaya (Lampiran 18 dan 19). Pada percobaan budidaya dalam media air tanpa substrat dengan salinitas 6 ppt menunjukkan pertumbuhan yang terbaik pada ketiga populasi (Tabel 10, 11 dan 12). Organisme yang dapat merespon lingkungan dengan baik akan mencapai homeostasis pada tahap domestikasi yang ditandai dengan nilai sintasan yang tinggi, petumbuhan yang baik dan mudah bereproduksi (Soewardi 2007). Menurut Gjederm (2005), organisme yang sudah berhasil didomestikasi pada umumnya menunjukkan pertumbuhan yang lebih seragam dibandingkan dengan populasi di alam. Koefisien keragaman fenotipe di dalam populasi maupun interpopulasi menunjukkan perbedaan kemampuan individual dalam merespon lingkungan hidupnya (Soewardi 2007). Individuindividu yang gagal beradaptasi terhadap kondisi lingkungan hidupnya dapat berhenti mewariskan gen pada keturunannya sehingga menyebabkan pengurangan variasi alelik di dalam populasi dan mengancam keberlanjutan populasi (Wei et al. 2006). Kemampuan individu merespon lingkungannya dapat digambarkan melalui pengukuran kadar glukosa darah belut sawah (Gambar 8) yang menunjukkan kondisi stres terhadap kondisi pemeliharan pada wadah budidaya. Tingkat stres pada ikan salah satunya dipengaruhi oleh keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dengan air dan ion dari lingkungannya (osmoregulasi). Perlakuan salinitas 6 ppt menurunkan nilai glukosa darah lebih besar dibandingkan dengan perlakuan 0 dan 12 ppt pada ketiga populasi. Pada populasi belut sawah Cianjur menunjukkan penurunan kadar glukosa darah hingga hari ke-20, kemudian meningkat pada hari ke-30. Demikian pula pada populasi belut sawah asal Karawang, kadar glukosa darah meningkat pada hari ke-30 terlebih lagi pada salinitas 12 ppt. Sedangkan pada pada populasi belut sawah Sukabumi kadar glukosa darah meningkat hari ke-10 pada pemeliharaan dengan salinitas 6 ppt kemudian kembali menurun pada hari ke30 pemeliharaan. Gradien osmotik belut sawah pada akhir pemeliharaan (Gambar 9) secara umum mengalami penurunan. Gradien osmotik memunjukkan kemampuan belut sawah dalam mempertahankan tekanan osmotik di dalam tubuhnya terhadap media hidup, semakin kecil nilai gradien osmotik maka semakin
21
baik dalam hal ini kandungan cairan di dalam tubuh dan diluar tubuh ikan sama (isoosmotik). Pada perlakuan salinitas 6 ppt menunjukkan tingkat kerja osmotik yang lebih baik dibandingkan perlakuan 0 an 12 ppt. Stres didefinisikan sebagai respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Homeostasis adalah keadaan stabil yang dipertahankan melalui proses aktif yang melawan perubahan. Homeostatis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan permeabilitas membran sel, pembuangan sisa metabolisme. Respon stres ini dapat berupa penurunan volume darah, penurunan jumlah leukosit, penurunan glikogen hati dan peningkatan glukosa darah (Affandi & Tang 2000). Kecenderungan penurunan kadar glukosa darah dan rendahnya nilai gradien osmotik disetiap perlakuan di setiap populasi belut sawah merupakan indikator adaptasi yang baik dalam menurunkan stres pada wadah budidaya. Salinitas 6 ppt menunjukkan kondisi yang dapat ditoleransi. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al. 1980) dan katekolamin (Woodward 1982) sehingga menunjukkan peningkatan metabolisme glukosa darah pada tubuh (Marzuqi et al. 1997).
4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keragaman genetik populasi belut sawah Karawang paling unggul dan menunjukkan kemiripan dengan Cianjur dibandingkan dengan Sukabumi. Respons belut sawah populasi Karawang pada pemeliharaan dalam media air tanpa substrat dengan salinitas 6 ppt menunjukkan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, pertambahan bobot dan panjang harian serta biomassa panen (yield) relatif lebih unggul dibandingkan populasi asal Cianjur dan Sukabumi. Salinitas 6 ppt merupakan salinitas terbaik untuk pemeliharan belut sawah pada media air tanpa substrat yang ditandai dengan penurunan gradien osmotik dan nilai glukosa darah. Saran 1. Belut sawah populasi Karawang berpotensi untuk dikembangkan. 2. Teknologi aklimatisasi dan budidaya belut dapat dikembangkan dalam media air dengan salinitas 6 ppt tanpa substrat dan suhu pemeliharannya disesuaikan dengan suhu asal sumber benih. 3. Informasi lebih lanjut diperlukan dalam menentukan keunggulan belut sawah lain berdasarkan jumlah populasi sehingga eksplorasi sumber genetik yang lebih banyak sangat menentukan pengembangan budidaya belut sawah kedepannya.
22
DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi hewan air. Unri Press Riau (ID). Affandi R, Ernawati Y, Wahyudi S. 2003. Studi bio-ekologi belut sawah (Monopterus albus) pada berbagai ketinggian tempat di kabupaten subang, jawa barat. Jurnal Iktiologi Indonesia.Vol.3 No.2 Austin CM, Verhoef GD. 1998. Combined effects of shelter and density on the growth and survival of juveniles of the Australian freshwater crayfish, Cherax destructor Clark, Part 2. Aquaculture 170 (1999), 49-57. Barton BS, Peter RE, Paulencu CR. 1980. Plasma cortisol levels of fingerIing rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) at rest and subjected to handling, confinement, transport, and stocking. Can. Fish. Aquat. Sci. 37:805 - 811. [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2015. Prakiraan Cuaca Propinsi Jawa Barat [internet]. [diacu 2015 Agsutus 26]. Tersedia dari http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Informasi_Cuaca/Prakiraan_Cuaca/P rakiraan_Cuaca_Propinsi.bmkg?prop=13. Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company (US). Carvalho, GR. 1993. Evolutionary aspect of fish distribution : genetic variability and adaptation. Journal of Fish Biology. 43 : 53-73. Collins TM, Trexler JC, Nico LG, Rawlings TA.2002. Genetic diversity in a morphologically conservative invasive taxon: multiple introductions of swamp eels to the southeastern United States. Conservation Biology. 16:1024–1035. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta (ID). Evans DH. 1993. The Physiology of Fishes. CRC Press (US). Ferguson A, Taggart JB, Prodohl PA, McMeel O, Thompson C, Stone P, McGinnity P, Hynes RA. 1995. The aplication of molecular markers to the study and conservation of fish population, with special reference to salmo. Journal of Fish Biology. 47 : 103-126. Fujaya 1999. Dasar-dasar Genetika dan Pengembangbiakan Ikan. Makassar (ID). Gjedrem T. 2005. Selection and Breeding Programs in Aquaculture. Springer (ND). Holliday FGT. 1969. The Effect of Salinity on The Eggs and Larvae of Teleostei. Academic Press (US) Iversen KN. 2013. Cardiovascular anatomy and cardiac function in the airbreathing swamp eel (Monopterus albus). Comp Biochem Physiol A Mol Intgr Physiol. 164:171-180. Karim M. 2007. Pengaruh salinitas dan bobot terhadap konsumsi kepiting bakau (Scylla serrata Forsskal). Jurnal Sains & Teknologi. 7 (2): 85-92.
23
Kanhn NH dan Ngan HTB. 2010. Current practices of rice field eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) culture in Viet Nam. Aquaculture Asia Magazine Volume XV No. 3 July-September 2010. Kristanto A & Kusrini E. 2007. Peranan faktor lingkungan dalam pemuliaan ikan. Media Akuakultur. 2(1): 183-188. Langkosono. 2007. Budidaya ikan kerapu (Serrenidae) dan kualitas perairan. Neptunus. Vol. 14, No. 1: 61 – 67. Martono B, Ghulamahdi M, Darusman LK, Aziz SA, Bermawie N. 2009. Kriteria penanda seleksi produktivitas terna dan asiatikosida pada pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jurnal Littri. 16(1):12-19. Marzuqi MK. Sugama, Z.I. Azwar. 1997. Pengaruh askorbil fosfat magnesium sebagai sumber vitamin C terhadap pematangan gonad udang windu (Penaeus monodon) asal tambak. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(3): 41 - 46. Soewardi K. 2007.Pengelolaan Keragaman Genetik Sumberdaya Perikanan Dan Kelautan. Instiut Pertanian Bogor (ID). Steel GD, Torrie JH. 1980. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill, Inc (EN). Tave D. 1994. Selective Breeding Programes For Medium-Sized Fish Farm. Rome : FAO Fisheries Technical Paper (EN). Wei RB, Qiu GF, Song R. 2006. Genetic diversity of rice field eel (Monopterus albus) in China based on RAPD analysis. Asian Fisheries Science. 19(2006):61-68. Wijana IMS. 1999. Keragaman Enzim dan Morfologi Belut, Monopterus albus Zuiew (Synabranchidea:Synabarnchidae) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Woodward, JJ. 1982. Plasma catecholamines in resting rainbow trout Oncorhynchus mykiss, by high pressure liquid chromotgraphy. Fish Biol. 21 :429 - 432. [WPI] Warta Pasar Ikan. 2010. Belut dan Sidat Permintaannya Semakin Meningkat [internet]. [diacu 2013 Desember 20]. Tersedia dari http://www.wpi.kkp. go.id/?p=650. Yudiarto S, Arief M dan Agustono. 2012. Pengaruh penambahan atraktan yang berbeda dalam pakan pasta terhadap retensi protein, lemak dan energi benih ikan sidat (Anguilla bicolor) stadia elver. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4 No. 2
24
LAMPIRAN Lampiran 1 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Cianjur No
Karakter Morfomeristik (cm) PK
PB
PE
PT
PH
LB I
LB II
LB III
1
2,60
19,40
9,50
31,50
0,54
0,83
0,61
0,54
2
2,80
21,30
9,40
33,50
0,45
0,94
1,07
0,60
3
3,10
19,80
9,90
32,80
0,53
1,05
0,94
0,61
4
2,80
17,80
8,20
28,80
0,48
0,95
0,76
0,65
5
2,10
17,00
8,10
27,20
0,42
0,73
0,77
0,58
6
2,50
18,50
8,70
29,70
0,56
0,89
0,94
0,58
7
2,10
15,80
7,60
25,50
0,53
0,79
0,82
0,58
8
3,10
24,50
10,40
38,00
0,63
1,22
1,26
0,89
9
2,90
23,00
9,70
35,60
0,50
0,91
0,95
0,59
10
2,20
17,90
8,50
28,60
0,47
0,83
0,71
0,55
11
2,90
22,20
9,20
34,30
0,40
0,98
1,01
0,80
12
2,70
19,30
9,20
31,20
0,48
0,93
0,96
0,72
13
1,80
16,20
6,80
24,80
0,44
0,83
0,87
0,52
14
2,40
18,00
9,20
29,60
0,47
0,80
0,93
0,53
15 16 17
2,90 2,30 3,90
20,10 17,80 20,00
10,10 7,80 8,50
33,10 27,90 32,40
0,60 0,49 0,51
1,05 0,86 0,98
0,90 0,84 1,04
0,66 0,72 0,61
18
2,50
20,80
9,30
32,60
0,53
0,90
0,86
0,58
19
2,30
16,80
8,20
27,30
0,44
0,84
0,81
0,55
20
2,00
15,50
7,30
24,80
0,36
0,76
0,78
0,56
21
3,80
27,80
10,70
42,30
0,82
1,23
1,24
0,88
22
2,20
17,80
8,20
28,20
0,41
0,84
0,75
0,61
23
2,50
19,20
7,80
29,50
0,48
0,81
0,84
0,70
24
1,90
13,10
6,80
21,80
0,39
0,61
0,67
0,60
25
2,30
18,00
8,80
29,10
0,46
0,79
0,88
0,48
26
2,30
19,30
8,80
30,40
0,55
0,95
0,77
0,61
27
2,10
15,30
7,60
25,00
0,46
0,78
0,94
0,53
28
1,90
12,40
7,30
21,60
0,41
0,63
0,67
0,49
29
2,20
16,30
6,90
25,40
0,46
0,74
0,70
0,51
30
1,90
15,60
7,10
24,60
0,41
0,64
0,61
0,53
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
2,50
18,55
8,52
29,57
0,49
0,87
0,86
0,61
0,52
3,20
1,09
4,63
0,09
0,15
0,16
0,10
0,21
0,17
0,13
0,16
0,18
0,17
0,19
0,17
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
25
Lampiran 2 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Sukabumi No
Karakter Morfomeristik (cm) PK
PB
PE
PT
PH
LB I
LB II
LB III
1
1,90
18,80
9,40
30,10
0,59
1,00
0,90
0,76
2
2,70
21,90
9,30
33,90
0,74
1,30
1,20
1,00
3
3,40
28,30
14,00
45,70
0,97
1,10
1,20
1,10
4
2,90
24,20
8,50
35,60
0,76
1,40
1,30
0,80
5
2,40
23,00
10,70
36,10
0,65
1,30
1,20
1,00
6
1,90
21,10
10,20
33,20
0,68
1,20
1,30
0,70
7
2,30
19,50
9,20
31,00
0,73
1,40
1,30
0,60
8
2,40
21,80
9,50
33,70
0,84
1,10
1,30
0,80
9
2,60
21,90
10,30
34,80
0,79
1,00
0,90
0,70
10
2,90
22,30
9,90
35,10
0,84
1,30
1,30
0,90
11
2,10
20,40
10,00
32,50
0,74
1,10
1,00
0,70
12
2,50
21,80
10,40
34,70
0,79
1,30
1,10
0,90
13
2,20
18,70
8,30
29,20
0,66
1,10
1,00
0,70
14
3,00
23,00
10,10
36,10
0,80
1,20
1,10
0,80
15 16 17
2,80 2,60 2,60
22,70 19,40 20,20
7,20 8,80 7,80
32,70 30,80 30,60
0,85 0,74 0,71
1,40 1,10 1,00
1,20 1,00 0,90
0,90 0,70 0,70
18
1,80
16,70
7,10
25,60
0,50
0,90
0,80
0,50
19
2,60
21,40
9,70
33,70
0,76
1,00
1,10
0,80
20
2,60
18,80
8,50
29,90
0,76
1,10
1,00
0,60
21
2,40
19,40
8,80
30,60
0,68
1,10
1,00
0,60
22
2,30
17,30
8,50
28,10
0,61
1,00
1,00
0,60
23
2,70
20,60
10,30
33,60
0,75
1,30
1,20
0,90
24
2,10
17,80
8,10
28,00
0,70
1,00
0,90
0,70
25
3,60
27,10
12,10
42,80
1,00
1,70
1,50
0,90
26
3,80
31,50
13,30
48,60
1,09
1,80
1,80
1,50
27
1,90
17,00
8,60
27,50
0,61
0,80
0,80
0,50
28
2,30
15,40
7,50
25,20
0,60
0,70
0,70
0,60
29
4,00
31,00
13,80
48,80
1,07
1,80
1,80
1,00
30
3,50
30,50
13,40
47,40
1,08
1,60
1,60
1,00
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
2,63
21,78
9,78
34,19
0,77
1,20
1,15
0,80
0,57
4,20
1,89
6,44
0,15
0,27
0,27
0,21
0,22
0,19
0,19
0,19
0,19
0,22
0,24
0,26
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
26
Lampiran 3 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Karawang No
Karakter Morfomeristik (cm) PK
PB
PE
PT
PH
LB I
LB II
LB III
1
2,40
17,80
8,50
28,70
0,55
0,96
1,00
0,58
2
2,30
17,40
9,20
28,90
0,65
0,95
0,80
0,40
3
2,20
16,50
7,40
26,10
0,47
0,73
0,80
0,60
4
2,80
19,50
9,00
31,30
0,55
1,05
1,00
0,67
5
2,10
16,80
8,40
27,30
0,47
0,87
0,80
0,60
6
2,10
14,60
7,70
24,40
0,48
0,85
0,75
0,46
7
2,10
18,20
8,50
28,80
0,50
0,86
0,89
0,59
8
2,30
17,00
8,40
27,70
0,46
0,89
0,90
0,53
9
2,30
16,00
7,50
25,80
0,41
0,75
0,80
0,69
10
2,00
14,40
6,80
23,20
0,45
0,71
0,77
0,55
11
2,20
15,40
7,80
25,40
0,39
0,72
0,67
0,63
12
2,40
17,50
8,00
27,90
0,53
0,88
0,90
0,69
13
2,60
18,50
8,90
30,00
0,44
0,78
0,80
0,55
14
2,30
17,30
8,50
28,10
0,48
0,78
0,90
0,63
15 16 17
1,50 2,50 2,80
13,80 19,00 19,00
7,80 9,70 9,30
23,10 31,20 31,10
0,43 0,40 0,49
0,58 0,70 0,87
0,60 0,67 0,78
0,33 0,36 0,65
18
2,70
18,10
8,50
29,30
0,57
0,78
0,82
0,67
19
1,90
14,10
7,50
23,50
0,37
0,62
0,72
0,60
20
2,40
18,70
9,30
30,40
0,52
0,67
0,78
0,64
21
2,40
18,50
8,90
29,80
0,49
0,80
0,92
0,61
22
2,50
19,00
9,30
30,80
0,52
0,88
0,95
0,58
23
2,30
17,70
9,20
29,20
0,46
0,81
0,85
0,50
24
1,80
16,20
7,60
25,60
0,45
0,71
0,84
0,46
25
3,90
26,90
13,80
44,60
0,77
1,40
1,40
0,97
26
3,50
27,20
13,10
43,80
0,63
1,30
1,20
0,69
27
2,90
19,20
9,50
31,60
0,54
1,04
1,00
0,70
28
3,50
22,90
11,70
38,10
0,60
1,00
0,96
0,62
29
2,20
18,30
9,00
29,50
0,47
0,90
0,90
0,56
30
2,90
20,40
10,80
34,10
0,65
1,00
1,05
0,78
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
2,46
18,20
8,99
29,64
0,51
0,86
0,87
0,60
0,51
3,09
1,58
5,11
0,09
0,18
0,16
0,12
0,21
0,17
0,18
0,17
0,17
0,21
0,18
0,21
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
27
Lampiran 4 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Cianjur No
Perbandingan Rasio Truss Morfometrik PK/PT
PB/PT
PE/PT
PH/PK
LB1/PK
LB2/PB
LB3/PE
1
0,083
0,616
0,302
0,208
0,319
0,031
0,057
2
0,084
0,636
0,281
0,161
0,336
0,050
0,064
3
0,095
0,604
0,302
0,171
0,339
0,047
0,062
4
0,097
0,618
0,285
0,171
0,339
0,043
0,079
5
0,077
0,625
0,298
0,200
0,348
0,045
0,072
6
0,084
0,623
0,293
0,224
0,356
0,051
0,067
7
0,082
0,620
0,298
0,252
0,376
0,052
0,076
8
0,082
0,645
0,274
0,203
0,394
0,051
0,086
9
0,081
0,646
0,272
0,172
0,314
0,041
0,061
10
0,077
0,626
0,297
0,214
0,377
0,040
0,065
11
0,085
0,647
0,268
0,138
0,338
0,045
0,087
12
0,087
0,619
0,295
0,178
0,344
0,050
0,078
13
0,073
0,653
0,274
0,244
0,461
0,054
0,076
14
0,081
0,608
0,311
0,196
0,333
0,052
0,058
15 16 17
0,088 0,082 0,120
0,607 0,638 0,617
0,305 0,280 0,262
0,207 0,213 0,131
0,362 0,374 0,251
0,045 0,047 0,052
0,065 0,092 0,072
18
0,077
0,638
0,285
0,212
0,360
0,041
0,062
19
0,084
0,615
0,300
0,191
0,365
0,048
0,067
20
0,081
0,625
0,294
0,180
0,380
0,050
0,077
21
0,090
0,657
0,253
0,216
0,324
0,045
0,082
22
0,078
0,631
0,291
0,186
0,382
0,042
0,074
23
0,085
0,651
0,264
0,192
0,324
0,044
0,090
24
0,087
0,601
0,312
0,205
0,321
0,051
0,088
25
0,079
0,619
0,302
0,200
0,343
0,049
0,055
26
0,076
0,635
0,289
0,239
0,413
0,040
0,069
27
0,084
0,612
0,304
0,219
0,371
0,061
0,070
28
0,088
0,574
0,338
0,216
0,332
0,054
0,067
29
0,087
0,642
0,272
0,209
0,336
0,043
0,074
30
0,077
0,634
0,289
0,216
0,337
0,039
0,075
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
0,084
0,626
0,290
0,199
0,352
0,047
0,072
0,009
0,018
0,018
0,028
0,037
0,006
0,010
0,103
0,029
0,061
0,140
0,104
0,126
0,141
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
28
Lampiran 5 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Sukabumi No
Perbandingan Rasio Truss Morfometrik PK/PT
PB/PT
PE/PT
PH/PK
LB1/PK
LB2/PB
LB3/PE
1
0,063
0,625
0,312
0,308
0,526
0,048
0,081
2
0,080
0,646
0,274
0,273
0,481
0,055
0,108
3
0,074
0,619
0,306
0,284
0,324
0,042
0,079
4
0,081
0,680
0,239
0,263
0,483
0,054
0,094
5
0,066
0,637
0,296
0,271
0,542
0,052
0,093
6
0,057
0,636
0,307
0,358
0,632
0,062
0,069
7
0,074
0,629
0,297
0,318
0,609
0,067
0,065
8
0,071
0,647
0,282
0,350
0,458
0,060
0,084
9
0,075
0,629
0,296
0,303
0,385
0,041
0,068
10
0,083
0,635
0,282
0,289
0,448
0,058
0,091
11
0,065
0,628
0,308
0,352
0,524
0,049
0,070
12
0,072
0,628
0,300
0,314
0,520
0,050
0,087
13
0,075
0,640
0,284
0,300
0,500
0,053
0,084
14
0,083
0,637
0,280
0,265
0,400
0,048
0,079
15 16 17
0,086 0,084 0,085
0,694 0,630 0,660
0,220 0,286 0,255
0,305 0,285 0,273
0,500 0,423 0,385
0,053 0,052 0,045
0,125 0,080 0,090
18
0,070
0,652
0,277
0,278
0,500
0,048
0,070
19
0,077
0,635
0,288
0,294
0,385
0,051
0,082
20
0,087
0,629
0,284
0,292
0,423
0,053
0,071
21
0,078
0,634
0,288
0,283
0,458
0,052
0,068
22
0,082
0,616
0,302
0,264
0,435
0,058
0,071
23
0,080
0,613
0,307
0,279
0,481
0,058
0,087
24
0,075
0,636
0,289
0,335
0,476
0,051
0,086
25
0,084
0,633
0,283
0,277
0,472
0,055
0,074
26
0,078
0,648
0,274
0,288
0,474
0,057
0,113
27
0,069
0,618
0,313
0,318
0,421
0,047
0,058
28
0,091
0,611
0,298
0,260
0,304
0,045
0,080
29
0,082
0,635
0,283
0,268
0,450
0,058
0,072
30
0,074
0,643
0,283
0,310
0,457
0,052
0,075
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
0,077
0,637
0,286
0,295
0,463
0,052
0,082
0,008
0,018
0,020
0,027
0,071
0,006
0,015
0,101
0,028
0,071
0,092
0,153
0,110
0,178
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
29
Lampiran 6 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Karawang No
Perbandingan Rasio Truss Morfometrik PK/PT
PB/PT
PE/PT
PH/PK
LB1/PK
LB2/PB
LB3/PE
1
0,084
0,620
0,296
0,227
0,400
0,056
0,068
2
0,080
0,602
0,318
0,283
0,413
0,046
0,043
3
0,084
0,632
0,284
0,212
0,332
0,048
0,081
4
0,089
0,623
0,288
0,196
0,375
0,051
0,074
5
0,077
0,615
0,308
0,224
0,414
0,048
0,071
6
0,086
0,598
0,316
0,227
0,405
0,051
0,060
7
0,073
0,632
0,295
0,236
0,410
0,049
0,069
8
0,083
0,614
0,303
0,201
0,387
0,053
0,063
9
0,089
0,620
0,291
0,176
0,326
0,050
0,092
10
0,086
0,621
0,293
0,225
0,355
0,053
0,081
11
0,087
0,606
0,307
0,177
0,327
0,044
0,081
12
0,086
0,627
0,287
0,219
0,367
0,051
0,086
13
0,087
0,617
0,297
0,168
0,300
0,043
0,062
14
0,082
0,616
0,302
0,209
0,339
0,052
0,074
15 16 17
0,065 0,080 0,090
0,597 0,609 0,611
0,338 0,311 0,299
0,287 0,161 0,174
0,387 0,280 0,311
0,043 0,035 0,041
0,042 0,037 0,070
18
0,092
0,618
0,290
0,213
0,289
0,045
0,079
19
0,081
0,600
0,319
0,194
0,326
0,051
0,080
20
0,079
0,615
0,306
0,218
0,279
0,042
0,069
21
0,081
0,621
0,299
0,205
0,333
0,050
0,069
22
0,081
0,617
0,302
0,209
0,352
0,050
0,062
23
0,079
0,606
0,315
0,200
0,352
0,048
0,054
24
0,070
0,633
0,297
0,249
0,394
0,052
0,061
25
0,087
0,603
0,309
0,196
0,359
0,052
0,070
26
0,080
0,621
0,299
0,179
0,371
0,044
0,053
27
0,092
0,608
0,301
0,186
0,359
0,052
0,074
28
0,092
0,601
0,307
0,171
0,286
0,042
0,053
29
0,075
0,620
0,305
0,214
0,409
0,049
0,062
30
0,085
0,598
0,317
0,225
0,345
0,051
0,072
Rerata Simpangan Baku Koef. Keragaman
0,083
0,614
0,303
0,209
0,353
0,048
0,067
0,006
0,010
0,012
0,030
0,042
0,005
0,013
0,079
0,017
0,038
0,145
0,119
0,097
0,194
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
30
Lampiran 7 Uji MANOVA 7 perbandingaan truss karakter morfometrik belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang (Levene’s test) F
df1
df2
Sig.
PKvsPT
0.400
2
87
0.672
PBvsPT
2.356
2
87
0.101
PEvsPT
1.990
2
87
0.143
PHvsPK
0.040
2
87
0.961
LB1vsPK
4.590
2
87
0.013
LB2vsPB
0.675
2
87
0.512
LB3vsPE
0.817
2
87
0.445
Keterangan : PK (Panjang Kepala), PB (Panjang Badan), PT (Panjang Total), PE (Panjang Ekor), PH (Panjang Hidung), LBI (Lebar Badan-1), LBII (Lebar Badan-2), LBIII (Lebar Badan-3)
Lampiran 8 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter tingkat kelangsungan hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
238.889
2
119.444
2.529
0.160
Within Groups
283.333
6
47.222
Total
522.222
8
3462.500
2
1731.250
63.923
0.000
Within Groups
162.500
6
27.083
Total
3625.000
8
838.889
2
419.444
6.864
0.028
Within Groups
366.667
6
61.111
Total
1205.556
8
TKH_Cianjur Between Groups
TKH_Sukabumi Between Groups
TKH_Karawang Between Groups
Uji Lanjut Duncan TKH Populasi Sukabumi Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 0 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
40.0000
2
3
70.0000 1.000
87.5000 1.000
1.000
Uji Lanjut Duncan TKH Populasi Karawang Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 0 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
66.6667 75.0000 0.240
2 75.0000 90.0000 0.057
31
Lampiran 9 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter tingkat kelangsungan hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sal_0_ppt
Sal_6_ppt
Sal_12_ppt
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
50.000
2
25.000
0.500
0.630
Within Groups
300.000
6
50.000
Total
350.000
8
Between Groups
301.389
2
150.694
5.047
0.052
Within Groups
179.167
6
29.861
Total
480.556
8
Between Groups
3288.889
2
1644.444
29.600
0.001
Within Groups
333.333
6
55.556
Total
3622.222
8
Uji Lanjut Duncan Salinitas 12 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Sukabumi Karawang Cianjur Sig.
3 3 3
40.0000
2
3
66.6667 1.000
86.6667 1.000
1.000
Lampiran 10 Uji Anova intrapopulasi dan uji lanjut Duncan pada parameter laju pertumbuhan harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
0.181
2
0.090
9.149
0.015
Within Groups
0.059
6
0.010
Total
0.240
8
Between Groups
0.237
2
0.118
10.719
0.010
Within Groups
0.066
6
0.011
Total
0.303
8
1.604
2
0.802
51.243
0.000
Within Groups
0.094
6
0.016
Total
1.698
8
LPH_Sukabumi Between Groups
LPH_Cianjur
LPH_Karawang Between Groups
32
Uji Lanjut Duncan LPH Populasi Sukabumi Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
0 ppt 12 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
0.3583 0.4196
2
0.6851 1.000
0.479
Uji Lanjut Duncan LPH Populasi Cianjur Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 6 ppt 0 ppt Sig.
3 3 3
0.3533
2 0.5820 0.7491 0.100
1.000
Uji Lanjut Duncan LPH Populasi Karawang Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 0 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
0.4002
2
3
0.7630 1.000
1.4201 1.000
1.000
Lampiran 11 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter laju pertumbuhan harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sal_0_ppt
Sal_6_ppt
Sal_12_ppt
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
0.317
2
0.158
33.720
0.001
Within Groups
0.028
6
0.005
Total
0.345
8
Between Groups
1.253
2
0.627
29.424
0.001
Within Groups
.128
6
0.021
Total
1.381
8
Between Groups
0.007
2
0.003
.329
0.732
Within Groups
0.064
6
0.011
Total
0.071
8
33
Uji Lanjut Duncan Salinitas 0 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Sukabumi Cianjur Karawang Sig.
3 3 3
0.3583
2 0.7491 0.7630 0.811
1.000
Uji Lanjut Duncan Salinitas 6 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Cianjur Sukabumi Karawang Sig.
3 3 3
0.5820 0.6851
2
1.4201 1.000
0.420
Lampiran 12 Uji Anova intrapopulasi dan uji lanjut Duncan pada parameter pertumbuhan bobot harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
0.002
2
0.001
22.224
0.002
Within Groups
0.000
6
0.000
Total
0.003
8
Between Groups
0.001
2
0.001
5.860
0.039
Within Groups
0.001
6
0.000
Total
0.002
8
0.010
2
0.005
27.128
0.001
Within Groups
0.001
6
0.000
Total
0.011
8
PBH_Sukabumi Between Groups
PBH_Cianjur
PBH_Karawang Between Groups
34
Uji Lanjut Duncan PBH Populasi Sukabumi Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
0 ppt 12 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
0.0319 0.0360
2
0.0671 1.000
0.503
Uji Lanjut Duncan PBH Populasi Cianjur Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 6 ppt 0 ppt Sig.
3 3 3
0.0223 0.0327
2 0.0327 0.0502 0.078
0.254
Uji Lanjut Duncan PBH Populasi Karawang Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 0 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
0.0282
2
3
0.0580 1.000
0.1092 1.000
1.000
Lampiran 13 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertumbuhan bobot harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sal_0_ppt
Sal_6_ppt
Sal_12_ppt
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
0.001
2
0.001
11.483
0.009
Within Groups
0.000
6
0.000
Total
0.001
8
Between Groups
0.009
2
0.004
19.879
0.002
Within Groups
0.001
6
0.000
Total
0.010
8
Between Groups
0.000
2
0.000
2.046
0.210
Within Groups
0.000
6
0.000
Total
0.001
8
35
Uji Lanjut Duncan Salinitas 0 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Sukabumi Cianjur Karawang Sig.
3 3 3
0.03188
2 0.05019 0.05797 0.213
1.000
Uji Lanjut Duncan Salinitas 6 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
Cianjur Sukabumi Karawang Sig.
3 3 3
0.03270
3
0.06711 1.000
0.10922 1.000
1.000
Lampiran 14 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter pertumbuhan panjang mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
0.219
2
0.110
1.667
0.266
Within Groups
0.395
6
0.066
Total
0.614
8
Between Groups
0.098
2
0.049
0.284
0.762
Within Groups
1.036
6
0.173
Total
1.135
8
2.332
2
1.166
63.351
0.000
Within Groups
0.110
6
0.018
Total
2.442
8
PPM_Sukabumi Between Groups
PPM_Cianjur
PPM_Karawang Between Groups
Uji Lanjut Duncan PPM Populasi Sukabumi Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
0 ppt 12 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
0.7417 0.8583 0.333
2
1.8750 1.000
36
Lampiran 15 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertumbuhan panjang mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sal_0_ppt
Sal_6_ppt
Sal_12_ppt
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
4.455
2
2.228
28.331
0.001
Within Groups
.472
6
0.079
Total
4.927
8
Between Groups
1.186
2
0.593
12.581
0.007
Within Groups
0.283
6
0.047
Total
1.469
8
Between Groups
2.807
2
1.403
10.700
0.010
Within Groups
0.787
6
0.131
Total
3.594
8
Uji Lanjut Duncan Salinitas 0 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Karawang Sukabumi Cianjur Sig.
3 3 3
0.74167 1.10833
2
2.38333 1.000
0.160
Uji Lanjut Duncan Salinitas 6 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Sukabumi Karawang Cianjur Sig.
3 3 3
1.41667
2 1.87500 2.30567 0.051
1.000
Uji Lanjut Duncan Salinitas 12 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Karawang Sukabumi Cianjur Sig.
3 3 3
0.85833 1.06667 0.50800
2
2.13333 1.00000
37
Lampiran 16 Uji Anova intrapopulasi dan uji lanjut Duncan pada parameter biomassa panen (yield) belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sukabumi
Cianjur
Karawang
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
212.966
2
106.483
314.501
0.000
Within Groups
2.031
6
0.339
Total
214.998
8
Between Groups
381.069
2
190.535
30.889
0.001
Within Groups
37.010
6
6.168
Total
418.079
8
Between Groups
517.894
2
258.947
7.017
0.027
Within Groups
221.407
6
36.901
Total
739.301
8
Uji Lanjut Duncan yield Populasi Sukabumi Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
0 ppt 12 ppt 6 ppt Sig.
3 3 3
16.1933
3
19.2300 1.000
27.6900 1.000
1.000
Uji Lanjut Duncan yield Populasi Cianjur Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
6 ppt 12 ppt 0 ppt Sig.
3 3 3
17.7400 17.8000
2
31.5733 1.000
0.977
Uji Lanjut Duncan yield Populasi Karawang Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
12 ppt 6 ppt 0 ppt Sig.
3 3 3
4.4733
1.000
2 19.4300 21.5000 0.691
38
Lampiran 17 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter biomassa panen (yield) belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Sal_0_ppt
Sal_6_ppt
Sal_12_ppt
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
366.177
2
183.089
8.863
0.016
Within Groups
123.952
6
20.659
Total
490.129
8
Between Groups
170.086
2
85.043
4.198
0.072
Within Groups
121.536
6
20.256
Total
291.623
8
Between Groups
397.404
2
198.702
79.696
0.000
Within Groups
14.959
6
2.493
Total
412.364
8
Uji Lanjut Duncan Salinitas 0 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Sukabumi Karawang Cianjur Sig.
3 3 3
16.1933 21.5000
2
31.5733 1.000
0.203
Uji Lanjut Duncan Salinitas 12 ppt Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
Karawang Cianjur Sukabumi Sig.
3 3 3
4.4733
1.000
2 17.8000 19.2300 0.310
39
Lampiran 18 Skoring penentuan populasi terbaik berdasarkan peringkat (Karawang) Parameter Uji TKH (%)
Perlakuan (ppt) 0 6 12
Jumlah LPH (%)
0 6 12
Jumlah PBH (g/hari)
0 6 12
Jumlah PPM (cm)
0 6 12
Jumlah Biomassa Panen (Yield) (g)
0 6 12
Jumlah
Cianjur
Populasi Sukabumi
Karawang
2 1 3 6 2 1 1 4 2 1 1 4 3 3 3 9 3 1 2 6
1 2 1 4 1 2 3 5 1 2 3 5 2 1 2 5 1 3 3 7
3 3 2 8 3 3 2 8 3 3 2 8 1 2 1 4 2 2 1 5
Lampiran 19 Penentuan populasi terbaik berdasarkan rata-rata tertinggi (Karawang) Parameter Uji TKH (%)
LPH (%)
PBH (g/hari)
PPM (cm) Biomassa Panen (Yield) (g)
Perlakuan (ppt) 0 6 12 0 6 12 0 6 12 0 6 12 0 6 12
Populasi Cianjur
Sukabumi
Karawang
75,00 76,67 86,87 0,75 0,58 0,35 0,050 0,033 0,022 2,38 2,31 2,13 31,57 17,74 17,80
70,00 87,50 40,00 0,36 0,69 0,42 0,032 0,067 0,036 1,11 1,42 1,07 16,19 27,69 19,43
75,00 90,00 66,67 0,76 1,42 0,40 0,058 0,109 0,028 0,74 1,88 0,86 21,50 19,43 4,47
40
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 27 Juni 1991 dari Ayah Sawal dan Ibu Lilik Sundari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 3 Magetan dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Kemudian menamatkan pendidikan strata 1 pada tahun 2013. Selanjutnya penulis melamar program beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri (BPP-DN) kategori calon dosen yang diselenggarakan DIKTI pada tahun yang sama dan memperoleh beasiswa tersebut untuk melanjutkan jenjang magister pada program studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi pada jenjang magister ini diselesaikan dengan menulis tesis yang berjudul “Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat”. Sebagian penelitian ini akan dipublikasikan pada Jurnal Iktiologi Indonesia.