KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA Simple Sequence Repeats (SSR)
ZULHERMANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaman Genetik Intra dan Interpopulasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pisifera Asal Nigeria Berdasarkan Analisis Marka Simple Sequence Repeats (SSR) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Juli 2009
Zulhermana NRP. A151060101
ABSTRACT ZULHERMANA. 2009. Intra and Interpopulation Genetic Diversity Based on Simple Sequence Repeats (SSR) Markers Analysis of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Pisiferas Originated from Nigeria. Under direction of SUDARSONO and DWI ASMONO. The objectives of this experiment were to determine intra and inter population genetic diversity of TxP family and tissue culture clones of pisifera palm collections originated from Nigeria that have been used as pollen sources for producing oil palm’s DxP commercial. Intra and interpopulation genetic diversity of Nigeria’s pisifera analisis in this experiment was assessed using 12 loci of oil palm’s specific SSR markers. Results of the experiment indicated out of 12 SSR marker loci evaluated, two loci were monomorphic in all pisifera palms evaluated while 10 loci were polymorphic. The average alele numbers of the marker in the pisifera populations were 3.7 aleles per locus. The result showed that out of six different clonal populations of pisiferas palm analyze, intrapopulation of clone 22, 24 and 32 showed uniform alele profiles in almost all SSR marker loci tested, indicating the clonal nature of the population members. However, intrapopulation of clone 14, 23 and 33 showed diversity among individuals within population, indicating possibilities of either existance of somaclonal variation or mislabelled individuals. The results also showed that intrapopulation of four population of Nigeria pisifera’s TxP family were all on genetically diverse. Interpopulation analysis showed that all of Nigeria’s pisiferas both clones and TxP family were band together as a cluster at 0,50 coefficient similarity value. However, interpopulation of Nigeria’s pisifera showed interrelated among population of clone and TxP family. Based on 12 loci of SSR markers data the pisifera clones were shown to have high similarity to a number of individual of the TxP pisifera population. The interrelation among Nigeria’s pisifera population indicating that there are genetic relationship among Nigeria’s pisiferas family. Based on general combining ability analysis in the traits have been observed, result showed that TxP family 320 from family 24 of Nigeria’s pisifera have been selected as pollen sources for producing commercial DxP oil palm. All the Nigeria’s pisiferas palm have been selected by family and individual palm selection’s method and result showed that all the individual palm selected evenly distributed throughout the population group of TxP family 320 on the dendogram of UPGMA analysis. Genetic diversity analysis based on SSR marker can be used to give an accurate information of genetic relatedness of oil palm germplasm and the molecular information can also be used as a tool for selection in order to maintain genetic variability to determine breeding activity for the future. Key words :
Molecular marker, Pisifera TxP family, Pisifera clone, Marker polymorphism, Genetic distance, UPGMA.
RINGKASAN
ZULHERMANA. 2009. Keragaman Genetik Intra dan Interpopulasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pisifera Asal Nigeria Berdasarkan Analisis Marka Simple Sequence Repeats (SSR). Dibawah bimbingan SUDARSONO dan DWI ASMONO.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan, jika pada tahun 1970 hanya 133.000 ha, pada tahun 2008 telah mencapai 7,16 juta ha dan diperkirakan pada tahun 2009 luas areal pengembangan akan terus mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan permintaan benih untuk tanam baru dan tanam ulang mencapai hingga 150 juta benih di tahun 2009. Untuk memenuhi benih tersebut, kelapa sawit pisifera sebagai tetua jantan penghasil serbuk sari merupakan sumber genetik yang berperan penting dalam membentuk turunan yang unggul dan berkualitas. Sumber genetik ini perlu mendapat perhatian, tidak hanya dalam bentuk mengumpulkan dan memelihara, tetapi juga mengkarakterisasi keragaman genetik, mengevaluasi sifat-sifat yang dikehendaki dan memanfaatkannya untuk pemuliaan tanaman. Bertitik tolak dari hal itu maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera yang berasal dari Nigeria. Kelapa sawit pisifera tersebut digunakan sebagai sumber serbuk sari untuk menghasilkan benih Dura x Pisifera komersial. Salah satu penelitian dilakukan untuk membandingkan penggunaan dua marka molekular, RAPD dan SSR untuk menganalisis keragaman genetik pisifera kelapa sawit yang berasal dari Nigeria. Hasil analisis UPGMA menunjukkan bahwa marka RAPD dan SSR mampu memisahkan individu pisifera Nigeria yang berasal dari TxP famili dan klon. Marka RAPD mengelompokan seluruh pisifera Nigeria pada tingkat kesamaan 0,83 sedangkan marka SSR pada koefisien 0,68. Ketika analisis dilakukan menggunakan marka RAPD dan SSR, seluruh pisifera klon membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 1,00 hal ini mengindikasikan bahwa seluruh klon yang dianalisis benar-benar seragam Berdasarkan keunggulan dari marka SSR yang bersifat kodominan, tingkat polimorfisme yang tinggi, penafsiran hasil yang sederhana dan reprodusibilitas yang tinggi maka marka SSR ini lebih lanjut digunakan untuk menganalisis keragaman genetik kelapa sawit pisifera Nigeria. Penelitian analisis keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera Nigeria ini dilakukan menggunakan 12 marka SSR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 marka yang digunakan, 10 marka bersifat polimorfis dan 2 marka yang lain bersifat monomorfis. Jumlah alel yang dihasilkan adalah 3,7 alel perlokus. Dari enam populasi pisifera klon Nigeria yang dianalisis, individu-individu di dalam populasi klon 22, 24 dan 32 berdasarkan marka SSR, secara genetik seragam. Sebaliknya, terdapat masing-masing satu individu di dalam populasi
klon 14 dan 23 yang secara genetik berbeda dengan yang lain, dengan perbedaan satu lokus dari 12 lokus yang dianalisis. Adanya keragaman ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya variasi somaklonal. Sedangkan pada populasi klon 23 dan 33 juga terdapat masing-masing satu individu yang berbeda dengan yang lain, dengan perbedaan lima dan sepuluh lokus dari 12 lokus yang dianalisis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh mislabelling pada saat kultur. Analisis intrapopulasi empat pisifera Nigeria TxP famili yang dilakukan juga menunjukkan adanya keragaman pada seluruh populasi. Populasi TxP 317 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,72 sedangkan populasi TxP 318 membentuk kelompok pada koefisien 0,50. Populasi TxP 319 membentuk kelompok pada koefisien 0,85 dan populasi TxP 320 membentuk kelompok pada koefisien 0,78. Analisis interpopulasi pisifera Nigeria secara umum menunjukkan bahwa seluruh kelapa sawit pisifera asal Nigeria membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,65. interpopulasi pisifera Nigeria dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu kelompok pisifera TxP famili 319, kelompok pisifera TxP famili 318, kelompok pisifera TxP 320 dan kelompok Klon 33 dan14. Serta terdapat kelompok lain yang sangat berbeda yaitu kelompok klon 23 dan TxP 318/56. Hasil uji keturunan (progeny test) dari lima famili DxP test cross terbaik dari masing-masing famili pisifera Nigeria menunjukkan bahwa pisifera Nigeria famili 24 menunjukkan keragaaan yang terbaik untuk karakter, pertambahan tinggi (HI) sebesar 45 cm/tahun, tandan buah segar (FFB) sebesar 202 kg/pokok/tahun, total produk ekonomi (TEP) sebesar 54,30% dan peningkatan total produk ekonomi seluruh pisifera (%TEP-all) sebesar 127,08%. Nilai daya gabung umum (GCA) tertinggi untuk karakter-karakter komponen minyak menyebar merata pada seluruh famili pisifera Nigeria. Pisifera Nigeria famili 14 menunjukkan rasio minyak per tandan (O/B) yang tertinggi dengan nilai 27,84%, famili 22 menunjukkan rasio buah pertandan (F/B) yang tertinggi dengan nilai 66,40%, famili 23 menunjukkan rasio kernel pertandan (K/B) yang tertinggi dengan nilai 5,23%, famili 24 menunjukkan rasio minyak per mesokarp segar (O/WM) yang tertinggi dengan nilai 53,47% dan famili 32 menunjukkan rasio mesokarp perbuah (M/F) yang tertinggi dengan nilai 81,20%. Sedangkan nilai GCA untuk karakter tandan buah segar (FFB), pertumbuhan meninggi (HI) dan total ekonomi produk (TEP) yang tertinggi terdapat pada pisifera Nigeria famili 24 dengan nilai masing-masing sebesar 172 kg/pokok/tahun, 52 cm/tahun dan 46,42%. Berdasarkan nilai GCA dari karakter-karakter yang dianalisis maka pisifera Nigeria TxP famili 320 terpilih sebagai tetua pisifera Nigeria terseleksi untuk produksi benih DxP komersial. Dari 53 pokok pisifera Nigeria terseleksi melalui metode family and individual palm selection sebanyak 40 pokok pisifera Nigeria (75%) yang secara konsisten terpilih sebagai pokok terseleksi pada tiap periode seleksi. Secara umum pisifera Nigeria terseleksi tersebut terlihat menyebar secara merata ke seluruh kelompok (sub populasi) TxP famili 320. Namun demikian ada beberapa pokok pisifera Nigeria terseleksi yang masuk dalam populasi TxP 318. Individu tersebut adalah TxP 320/11, 320/23,320/70, 320/68, 320/80 dan 320/102. Individu yang masuk ke dalam anggota populasi TxP 318 ini bukan merupakan anggota dari populasi TxP 320.
Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan dalam pengkajian keragaman genetik berdasarkan marka molekuler terhadap sumber plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria ini, disarankan analisis marka molekuler dapat diikutsertakan sebagai salah satu perangkat seleksi dalam menyusun program pemuliaan kelapa sawit di masa depan. Informasi marka molekular berupa keragaman dan jarak genetik juga dapat membantu dalam pengkayaan basis genetik. Analisis keragaman genetik kelapa sawit menggunakan marker SSR ini dapat digunakan sebagai salah satu perangkat seleksi dalam pemeliharaan keragaman genetik yang tersedia, memberikan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik, monitoring keseragaman di antara dan di dalam populasi klon serta pendeteksian kultur yang tercampur (mislabelling).
Kata kunci : Marka molekuler, Famili TxP pisifera, Klon pisifera, Polimorfisme marka, Jarak genetik, UPGMA.
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA Simple Sequence Repeats (SSR)
ZULHERMANA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
: Keragaman Genetik Intra dan Interpopulasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pisifera Asal Nigeria Berdasarkan Analisis Marka Simple Sequence Repeats (SSR)
Nama
: Zulhermana
NRP
: A151060101
Program Studi
: Agronomi
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc Ketua
Dr. Ir. Dwi Asmono, MS, APU Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS
Tanggal Ujian : 17 Juli 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji beriring syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul ”Keragaman Genetik Intra dan Interpopulasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pisifera Asal Nigeria Berdasarkan Analisis Marka Simple Sequence Repeats (SSR)” sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pendidikan dan penelitian ini merupakan program pengembangan riset berkelanjutan dari PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk. dan seluruh pembiayaannya didanai sepenuhnya oleh PT bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk. Penulis mengawali penelitian ini dengan tanpa dasar pengetahuan akan teknis dan analisis molekuler. Namun Alhamdulillah penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc dan Bapak Dr. Ir. Dwi Asmono, MS, APU selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan mulai dari pemahaman tentang teknik dan analisis molekuler, perencanaan, pelaksanaan hingga terselesaikannya penelitian ini dengan sangat baik. Ucapan terima kasih yang tidak berhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Asmono, MS, APU selaku Direktur Riset PT Sampoerna Agro Tbk. yang peduli terhadap peningkatan sumber daya manusia Indonesia, penulis bersyukur menjadi salah seorang yang diberi kesempatan untuk meningkatkan potensi diri melalui jenjang akademik. Terima kasih secara khusus juga penulis haturkan kepada Bapak Allan Goh yang telah memberikan kesempatan dan motivasi kepada penulis sehingga kesempatan yang tidak terduga ini dapat dijalani. Kepada segenap jajaran Direksi PT Sampoerna Agro Tbk. penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas motivasi serta dukungan dana dan fasilitas dalam menjalani pendidikan pasca sarjana ini. Kepada Staf dan Karyawan PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pemikiran, sumbang saran dan bantuan tenaga sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Keberhasilan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan fasilitas dan peralatan serta saran teknis yang diberikan di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB yang dikordinir oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc dan seluruh staf tehnisi di laboratorium, untuk ini penulis haturkan terima kasih. Kepada seluruh teman-teman di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, saya ucapkan terima kasih atas bantuan saran, tenaga dan motivasinya. Kepada seluruh team di statistical unit dan breeding unit kebun Surya Adi, PT Bina Sawit Makmur, terima kasih atas bantuan data dan pengiriman sampel daunnya. Semoga tetap menjadi team yang solid dan sukses selalu. Tak lupa kepada seluruh team purchasing department dan payroll department PT Sampoerna Agro Tbk. yang membantu penyediaan bahan-bahan penelitian dan pengaturan pembiayaan penelitian ini, penulis ucapkan terima kasih karena tanpa bantuan teman-teman penelitian ini tidak akan dapat berjalan dengan baik. Kepada motivator sejati, istri tercinta Zubaidah Harahap dan anak-anakku M. Aulia Khairu Rizqy Sembiring dan Rifqy Arikin Halim Sembiring, penulis ucapkan terima kasih karena selalu memberi dorongan semangat dan doa, walau kadang terabaikan. Khusus kepada Ibunda tercinta Almh. Siti Rukiah br. Tarigan penulis haturkan doa dan terima kasih karena cita-cita beliau menjadi semangat kepada penulis untuk terus maju walaupun jenjang yang dicapai saat ini tidak pernah terbayangkan beliau. Kepada Ayahanda serta seluruh keluarga terima kasih atas dukungan dan doanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, terutama keterbatasan informasi dan waktu penelitian. Namun demikian, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat kepada pembaca dan semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juli 2009
Zulhermana
RIWAYAT HIDUP ZULHERMANA SEMBIRING dilahirkan di Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara pada tanggal 15 Pebruari 1970 sebagai putra pertama dari ayahanda Y. Heryanto Sembiring dengan ibunda Almh. Siti Rukiah Br. Tarigan. Pada tanggal 16 Pebruari 2003 penulis menikah dengan Zubaidah Harahap, dan telah dikaruniai dua orang putra bernama M. Aulia Khairu Rizqy Sembiring dan Rifqy Arikin Halim Sembiring. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di kota Medan, Sumatera Utara; yaitu Sekolah Dasar Negeri No 060448 Medan (1983), Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 8 Medan (1986), Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri 1 Medan (1989). Gelar sarjana pertanian (S1) diperoleh dari Fakultas Pertanian (Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman) Universitas Sumatera Utara di Medan (1995) dengan predikat sangat memuaskan. Pada tanggal 3 Juli 1995 penulis diterima bekerja di PT Tania Selatan, salah satu perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan sebagai Asisten Lapangan. Pada tahun 2003 penulis ditugaskan sebagai research officer kebun induk PT Bina Sawit Makmur, Selapan Jaya Group. Dan pada tahun 2006 penulis diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor pada program studi Agronomi. Sampai saat ini penulis bertugas sebagai research officer kebun induk (seed garden) di PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvii PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang ................................................................................... Tujuan ................................................................................................ Manfaat ..............................................................................................
1 1 5 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. Kelapa Sawit ...................................................................................... Pemuliaan Kelapa Sawit .................................................................... Marka Molekuler ...............................................................................
7 7 13 18
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MARKA RAPD DAN SSR DALAM ANALISIS KERAGAMAN GENETIK SEMBILAN AKSESI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA .................... Abstrak… ........................................................................................... Abstract .............................................................................................. Pendahuluan ....................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... Kesimpulan .......................................................................................
19 19 20 21 23 26 35
KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA KLON ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA SSR ................................................ Abstrak… ........................................................................................... Abstract .............................................................................................. Pendahuluan ....................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... Kesimpulan .......................................................................................
36 36 37 38 40 42 52
xi
Halaman KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA TxP FAMILI ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA SSR ............................... Abstrak… ........................................................................................... Abstract .............................................................................................. Pendahuluan ....................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... Kesimpulan .......................................................................................
53 53 54 55 57 59 68
KAITAN ANTARA KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA DENGAN KARAKTER UTAMA SELEKSI ................................ Abstrak… ........................................................................................... Abstract .............................................................................................. Pendahuluan ....................................................................................... Bahan dan Metode ............................................................................. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... Kesimpulan .......................................................................................
69 69 70 71 73 76 83
PEMBAHASAN UMUM ................................................................................
84
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
89
LAMPIRAN .....................................................................................................
97
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8. 9. 10.
11.
12. 13. 14. 15. 16.
Jenis primer dan urutan sekuen primer acak, jumlah marka RAPD dan ukuran marka RAPD yang dihasilkan oleh masing-masing primer ........ Nilai tingkat kemiripan antar empat individu ramet klon pisifera dan lima individu dari famili TxP berdasarkan data marka RAPD ............... Nama primer, urutan sekuen primer, jumlah alel total dan alel polimorfik dalam analisis marka SSR ..................................................... Nilai tingkat kemiripan antar empat individu ramet klon pisifera dan lima individu dari famili TxP berdasarkan data marka SSR ................... Hasil perbandingan analisis marka RAPD dan marka SSR dari sembilan aksesi pisifera Nigeria ............................................................. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 12 marka SSR yang digunakan dalam penelitian analisis keragaman genetik intra dan inter populasi kelapa sawit pisifera klon Nigeria ............................................ Jumlah alel dan nilai polimorfisme dari 13 primer SSR yang digunakan dalam penelitian analisis keragaman genetik intra dan inter populasi kelapa sawit pisifera klon Nigeria . ......................................... Data keragaman intrapopulasi pisifera klon Nigeria yang dianalisis menggunakan 12 marka SSR .................................................................. Data perbedaan jumlah lokus intrapopulasi pisifera klon Nigeria dari 12 lokus yang diuji .................................................................................. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 13 primer SSR yang digunakan dalam penelitian analisa keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera TxP famili ........................................ Jumlah alel dan nilai polimorfisme dari 13 primer SSR.yang digunakan dalam penelitian analisa keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera TxP famili ........................................ Data koefisien kemiripan masing-masing populasi TxP family yang membentuk satu kelompok ..................................................................... Data koefisien kemiripan masing-masing populasi TxP famili yang membentuk keragaman ........................................................................... Data performance 5 (lima) individual DxP test cross terbaik dari 6 (enam) famili pisifera origin Nigeria. ................................................. Data performance 5 (lima) famili DxP test cross terbaik dari 6 (enam) famili pisifera origin Nigeria.................................................................. Data pokok seleksi pisifera Nigeria mulai 2003 hingga 2008 ...................
xiii
26 28 30 31 33
42
43 46 47
59
60 61 61 77 78 80
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10. 11. 12. 13.
14. 15. 16.
Tanaman kelapa sawit komersial yang telah berbuah, yang merupakan persilangan antara dura x pisifera (DxP) dengan tetua pisifera yang digunakan berasal dari Nigeria................................................................ Tipe pembungaan monoecious pada tanaman kelapa sawit. Bunga jantan (bj) dan bunga betina (bb) dalam dua tandan yang terpisah......... Gambar bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit. (a) Tandan bunga jantan kelapa sawit yang sedang antesis dan (b) Tandan bunga betina kelapa sawit yang siap diserbuki ............................................................. Tenera yang merupakan persilangan tetua betina dura dengan tetua jantan pisifera .......................................................................................... Keragaan DxP test cross dengan pejantan Nigeria. (a) Tanaman dengan tipe buah virescence, (b) Tanaman dengan tipe buah nigrescence, (c) Tandan dan buah virescence, (d) Tandan dan buah nigrescence.............................................................................................. Metode seleksi yang melibatkan dua heterotik group: Group A tetua betina dura dan Group B tetua jantan pisifera....................................... Dendrogram hasil analisis UPGMA pada sembilan aksesi pisifera Nigeria menggunakan marka RAPD yang dihasilkan dari lima primer acak. ..................................................................................... Contoh visualisasi marka RAPD yang dihasilkan dengan menggunakan primer acak, OPR-11. ...................................................... Dendrogram hasil analisis UPGMA pada sembilan aksesi pisifera Nigeria menggunakan marka SSR yang dihasilkan dari lima primer spesifik. ............................................................................... Visualisasi DNA hasil amplifikasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria menggunakan primer SSR, P-9 dan P-11................................... Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera klon menggunakan 12 primer SSR. ........................................................................................ Visualisasi profil pita hasil elektroforesis DNA kelapa sawit populasi klon 33 dan klon 14 menggunakan primer SSR 1 dan 7 ........................ Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera klon dan keterkaitannya dengan pisifera TxP famili menggunakan 12 primer SSR ..................................................................................................... Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera TxP 318 menggunakan 12 primer SSR ................................................................ Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera TxP 320 menggunakan 12 primer SSR ................................................................ Visualisasi profil pita hasil elektroforesis DNA kelapa sawit populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer SSR (A). Populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer 9. (B). Populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer. (C). Internal control.............................................
xiv
5 6
6 8
10 14
28 29
32 32 45 48
50 62 63
64
17.
Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera TxP famili dan keterkaitannya dengan pisifera seluruh pisifera Nigeria menggunakan 12 primer SSR ......................................................................................... 18. Dendrogram keterkaitan hasil analisis UPGMA dari 12 primer SSR dengan pokok seleksi pisifera Nigeria ..................................................
xv
66 81
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Silsilah populasi pisifera origin Nigeria (GHA 608) .............................. Prosedur baku pembuatan larutan kimia dan ekstraksi DNA daun kelapa sawit ............................................................................................. Prosedur baku pembuatan larutan kimia dan elektroforesis horizontal DNA kelapa sawit ................................................................................... Prosedur baku analisis SSR kelapa sawit ................................................ Prosedur pengolahan data molekuler menggunakan program NTSYSpc versi 2.02 ............................................................................... Dendogram analisis UPGMA terhadap pisifera Nigeria menggunakan 12 primer SSR .........................................................................................
xvi
97 98 110 116 133 139
DAFTAR SINGKATAN
AFLP
: amplified fragment length polymorpism
ALJ
: asam lemak jenuh
ALTJ
: asam lemak tak jenuh
BC
: backcross
BI
: Bunch index
bp
: basepair
BSM
: Bina Sawit Makmur
CD
: crown desease
CIRAD
: centre de cooperation internationale en recherche agronomiquepour le developpement
CPO
: crude palm oil
CTAB
: cetyl-trimethyl-ammoniumbromide
D
: Dura
dATP
: 2’-deoxyadenosine 5’-triphosphate
dCTP
: 2’-deoxycytidine 5’-triphosphate
dGTP
: 2’-deoxyguanosine 5’-triphosphate
DNA
: deoxyribonucleic acid
dNTP
: 2’-deoxy any base 5’-triphosphate
dTTP
: 2’-deoxythymidine 5’-triphosphate
DxP
: Dura x Pisifera
FAD
: fatty acid desaturase
FIPS
: family and individual palm selection
GCA
: general combining ability
GHA
: Ghana
IPC
: Integral plate chamber
Jacq.
: Jacquin (Nicolaus Joseph von Jacquin)
KIAA
: kloroform : isoamilalkohol
LDM
: Leaf dry matter
MAS
: marker-assisted selection
xvii
nig
: nigrescence
P
: Pisifera
PCR
: polymerase chain reaction
PKO
: palm kernel oil
PVPP
: polyvinilpolypyrrolidone
QTL
: quantitative trait loci
RAPD
: random amplified polymorphic DNA
RFLP
: ristriction fragment length polymorphisms
RRS
: recurrent reciprocal selection
SCA
: specific combining ability
SJ
: Sriwijaya
SSR
: simple sequence repeats
TAE
: [Tris]-[Acetic Acid Glacial]-[EDTA]
Taq
: Thermus aquaticus
TBS
: tandan buah segar
TE
: [Tris]-[EDTA]
TEP
: Total Economic Product
TxP
: Tenera x Pisifera
TxT
: Tenera x Tenera
UPGMA
: unweighted pair group method with arithmetic
UV
: ultra violet
Vir
: virescence
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Produktivitas kelapa sawit sebagai komoditi penghasil devisa terus mengalami peningkatan. Bila pada tahun 1978, tingkat produksi CPO di Indonesia hanya 501.284 ton, maka pada tahun 2008 tingkat produksi CPO telah mencapai 19,8 juta ton. Dari sisi luas areal, perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang pada tahun 1970 hanya 133.000 ha dan pada tahun 2008 telah mencapai 7,16 juta ha. Diperkirakan pada tahun 2009 luas areal pengembangan akan tetap mengalami peningkatan. Permintaan benih untuk tanam baru dan tanam ulang pada tahun 2009 mencapai 150 juta benih. Devisa yang diperoleh dari ekspor 11,9 juta ton minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2007 mencapai US$ 7,9 milyar. Usaha perkebunan tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 3,3 juta kepala keluarga (Dirjen Bun, 2008). Kelapa sawit pisifera sebagai tetua jantan penghasil serbuk sari merupakan sumber genetik yang berperan penting dalam membentuk turunan yang unggul dan berkualitas. Sumber genetik kelapa sawit pisifera ini perlu mendapat perhatian, tidak hanya dalam bentuk mengumpulkan dan memelihara, tetapi juga mengkarakterisasi keragaman genetik, mengevaluasi sifat-sifat yang dikehendaki dan memanfaatkannya untuk pemuliaan tanaman (Bennet 1993). Kelapa sawit pisifera asal Nigeria merupakan salah satu tetua jantan penghasil serbuk sari yang digunakan untuk produksi benih kelapa sawit DxP komersial. Hasil uji progeni DxP test cross yang dilaksanakan di Selatan
lahan S3 (kurang subur) di Sumatera
menggunakan pisifera Nigeria (GHA 608) memperlihatkan hasil
dengan rerata produksi minyak 7,3 ton/tahun, rendemen 26,3% serta kecepatan meninggi 56 cm/tahun pada TM 3-7 (BSM 2007). Guna mendukung upaya pemberdayaan potensi plasma nutfah pada program seleksi maka mutlak diperlukan kelengkapan informasi yang berkaitan dengan berbagai karakter morfologi maupun genetiknya. Informasi genetik sangat bermanfaat untuk memberi kelengkapan informasi tanaman dan mampu mencerminkan potensi setiap individu. (Asmono 1998). Marka molekuler dapat
2 memberi gambaran yang akurat tentang perbedaan genetik individu, baik pada tingkat spesies maupun dengan
kerabat jauhnya. Menurut Tanksley (1983),
penanda molekuler dapat mendeteksi variasi genetik dan polimorfismenya tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Marka SSR untuk kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh CIRAD Perancis.
Bilotte et al. (2001) berdasarkan hasil analisis data multivariat
melaporkan kemampuan marka SSR yang sangat efisien untuk menunjukkan struktur keragaman genetik genus Elaeis sesuai dengan daerah asalnya. Berdasarkan tingkat variabilitas aleliknya yang tinggi, marka SSR dapat menjadi perangkat yang sangat bermanfaat untuk kajian genetik genus Elaeis, antara lain untuk identifikasi plasma nutfah dan pemetaan genetik intra atau interspesifik. Sanghai-Maroof et al. (1994) mengemukakan beberapa alasan pemakaian SSR yaitu; (1) melimpah, (2) terdistribusi dengan seragam, (3) sangat polimorfis, (4) kodominan, (5) dihasilkan dengan cepat melalui PCR, (6) relatif sederhana untuk ditafsirkan, dan (7) mudah diakses oleh laboratorium lain melalui publikasi sekuen primer. Karena itu marka SSR ini dapat digunakan untuk mendeteksi keragaman genetik populasi tanaman yang berkerabat dekat dengan lebih baik dibandingkan dengan marka molekuler yang lain. Singh et al. (2007) juga menjelaskan bahwa marka SSR dapat digunakan untuk pengendalian mutu dalam memproduksi klon kelapa sawit melalui kultur jaringan dalam skala komersial. Penerapan
marka
SSR
sebagai
pelacak
DNA
sangat
efektif
untuk:
(1) mengidentifikasi klon, (2) mendeteksi tercampurnya kultur, (3) memonitor keseragaman garis keturunan dan (4) mengkonfirmasikan identitas ramet untuk recloning. Karakterisasi keragaman genetik secara molekuler terhadap sumber plasma nutfah dapat membantu pemulia menyeleksi progenitor dari populasi dasar untuk menyusun program pemuliaan.
Keragaman genetik dan jarak genetik yang
ditentukan berdasarkan marka molekuler juga dapat membantu dalam pengkayaan basis genetik.
Marka molekuler dapat juga bermanfaat untuk mengevaluasi
duplikat dan defisiensi khusus dalam bank plasma nutfah sehingga menghasilkan strategi pemeliharaan dan pengelolaan koleksi yang efisien.
Data marka
molekuler ini dapat digunakan dalam membangun koleksi inti (core collection)
3 untuk meminimalkan jumlah pemeliharaan keturunan yang tidak perlu dalam bank plasma nutfah dan memudahkan akses pemulia terhadap bank plasma. Karakterisasi molekuler dapat membantu menyeleksi pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai ortet. Hal ini akan sangat bermanfaat bila sudah diketahui secara jelas keterkaitan (linkage) antara lokus marka molekuler dan lokus penentu sifat kuantitatif yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti kandungan minyak buah. Oleh karena itu, analisis linkage antara marka molekuler dan lokus-lokus sifat kuantitatif (QTL) menjadi fokus penelitian masa depan (Setiyo et al. 2001).
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengevaluasi keragaman genetik plasma nutfah intra dan interpopulasi TxP famili kelapa sawit pisifera Nigeria, (2) Mengevaluasi keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit intrapopulasi klon pisifera Nigeria dan (3) Melihat keterkaitan komponen vegetatif dan generatif serta keragaman genetik pisifera origin Nigeria. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai: (1) Bahan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik
plasma nutfah
pisifera Nigeria, (2) Dasar bagi kepentingan penetapan aktivitas program pemuliaan kelapa sawit di masa datang dan upaya melakukan konservasi sumber daya genetik kelapa sawit, (3) Dasar seleksi dan pelestarian serta pemeliharaan plasma nutfah yang potensial dan (4) Deteksi dini serta konfirmasi asal tanaman untuk menjamin kepercayaan pengguna benih.
4
TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit
Asal Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat dan ada beberapa bukti kuat yang mendukungnya.
Di Abydos (3000 SM)
ditemukan lemak dalam kendi yang terkubur di makam, yang diduga berasal dari kelapa sawit. Fosil polen mirip dengan polen kelapa sawit yang dipelihara saat ini ditemukan di Afrika Barat dari jaman Miocene dan dari lapisan yang lebih muda di delta Niger, serta bukti lingustik yang menyebutkan ditemukannya spesies pohon mirip kelapa sawit. Elaeis oleifera atau Elaeis melanococca merupakan spesies kelapa sawit yang banyak tumbuh di Amerika. Ada pendapat lain bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika yang kemudian dibawa ke Afrika. Ada dua alasan yang mendukung bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika, yaitu (1) Palma tersebut tumbuh di area pantai Brazil dan (2) Seluruh genera berasal dari Amerika. Ketika Colombus menemukan Amerika, diyakini bahwa kelapa sawit sudah tumbuh di Amerika. Akan tetapi, tidak ada catatan otentik tentang hal itu (Hartley 1988). Tanaman kelapa sawit diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1848. Sebanyak empat bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor. Dari keempat bibit tersebut, dua bibit diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada bulan Pebruari 1848, dau bibit yang lain diintroduksi dari Amsterdam pada bulan Maret 1848 (Pamin 1998).
Botani Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), berasal dari bahasa Yunani, yaitu elaion yang berarti minyak dan guineensis yang menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari pantai Guinea Afrika Barat, sedangkan Jacq., adalah singkatan dari nama belakang Nicolaus Josef von Jacquin, orang yang memberi nama kelapa sawit secara botani (Hartley 1977). Tanaman ini memiliki genom diploid dengan 16 pasang kromosom homolog (2n = 32).
5 Tanaman kelapa sawit tergolong monokotil. Akarnya terdiri atas akar primer, sekunder, tersier dan kuarter serta merupakan akar serabut yang sebagian besar berada dekat permukaan tanah dengan kedalaman 15-30 cm. Batangnya tegak tidak bercabang, berdiameter 40-75 cm dan dengan tinggi batang dalam pembudidayaan tidak lebih dari 15-18 m (Gambar 1). Daunnya majemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang berbentuk spiral. Panjang pelepah daun mencapai 9 m dan panjang helaian daun mencapai 1.2 m dengan jumlah 100-160 pasang. Untuk perkebunan kelapa sawit, jumlah pelepah daun yang dipertahankan sekitar 30-50 pelepah (Hartley 1977). Tipe pembungaan kelapa sawit adalah monoecious, berarti bunga jantan dan betina ada di satu tanaman, tetapi pada tandan yang berbeda (Gambar 2). Bentuk bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 3. Rasio bunga jantan terhadap betina dapat dipengaruhi keadaan iklim. Pada musim
Gambar 1. Tanaman kelapa sawit komersial yang telah berbuah, yang merupakan persilangan antara dura x pisifera (DxP) dengan tetua pisifera yang digunakan berasal dari Nigeria.
6
bj bb
Gambar 2. Tipe pembungaan monoecious pada tanaman kelapa sawit. Bunga jantan (bj) dan bunga betina (bb) dalam dua tandan yang terpisah.
a
b
Gambar 3. Gambar bunga jantan dan bunga betina kelapa sawit. (a) Tandan bunga jantan kelapa sawit yang sedang antesis dan (b) Tandan bunga betina kelapa sawit yang siap diserbuki. kemarau penghujan
biasanya bunga jantan yang mendominasi sedangkan bunga betina yang
mendominasi.
pada musim
Kadangkala dijumpai
bunga
hermaprodit pada tanaman kelapa sawit muda yang berumur sekitar 2-4 tahun, bunga ini akan menyusut atau hilang sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Pada setiap ketiak pelepah daun kelapa sawit tumbuh hanya satu tandan bunga,
7 dapat berupa bunga jantan atau bunga betina. Periode antesis bunga jantan dan reseptif bunga betina tidak bersamaan sehingga memungkinkan terjadinya penyerbukan silang antar pohon kelapa sawit. Buah kelapa sawit merupakan buah batu yang terdiri atas kulit buah, daging buah, cangkang dan inti yang tersusun dalam satu tandan. Minyak sawit sebagian besar (20-27%) terdapat pada perikarp (kulit buah) dan mesokarp (daging buah) sedangkan pada bagian inti hanya mengandung sedikit minyak (4-6%) (Hartley 1977). Berdasarkan ketebalan cangkangnya, kelapa sawit dapat dibedakan menjadi kelapa sawit tipe dura, pisifera, dan tenera dengan ciri-ciri sebagai berikut : a) Dura: persentase mesokarp terhadap buah bervariasi antara 35-55%, meskipun ada yang mencapai 65%; ketebalan cangkang 2-8 mm; tidak mempunyai lingkar serabut di sekeliling inti; inti relatif besar dan rendemen minyak relatif rendah (17-18%). Penampang biji dura dapat dilihat pada Gambar 4. Dura sengat baik digunakan sebagai induk betina dalam produksi benih komersial. b) Pisifera: tidak mempunyai cangkang; cangkang digantikan oleh lingkar serabut di sekeliling inti; persentase mesokarp terhadap buah sangat besar dan rendemen minyak sangat tinggi (45-50%). Penampang biji pisifera dapat dilihat pada Gambar 4. Pisifera disebut juga sebagai pohon betina yang steril karena sebagian besar tandan aborsi pada awal perkembangannya. Sehingga ia digunakan sebagai induk jantan dalam produksi benih komersial. c) Tenera: merupakan hasil persilangan dura dengan pisifera; banyak ditanam secara komersil di perkebunan dan mempunyai karakteristik gabungan dari kedua induk ura dan pisifera. Ketebalan cangkang 0.4-4 mm; di sekelilingnya ada lingkar serabut dan perbandingan mesokarp terhadap buahnya cukup tinggi mencapai (60-96%). Tenera menghasilkan tandan relatif lebih banyak dibandingkan dura, walaupun ukuran tandannya lebih kecil dari dura. Rendemen minyak mencapai 22-24% (Soehardjo et al. 1996). Penampang biji tenera dapat dilihat pada Gambar 4. Tenera merupakan tanaman kelapa sawit komersial yang ditanam untuk menghasilkan minyak sawit. Sifat
ketebalan
cangkang
pada
masing-masing
tipe
kelapa
sawit dikendalikan oleh satu lokus gen utama (monogenik) dengan dua alel
8
X Dura (Sh+ Sh+)
Pisifera (Sh- Sh-)
Tenera (Sh+ Sh-) Gambar 4. Tenera yang merupakan persilangan tetua betina dura dengan tetua jantan pisifera.
(Sh+ dan Sh-) yang berekspresi kodominan. +
(Sh
Secara teoritis bila pohon dura
+
Sh ) disilangkan dengan pohon tenera (Sh+ Sh-) maka dalam proses
reproduksinya, pohon dura akan menyumbangkan satu jenis gamet (Sh+) sedangkan pohon tenera menyumbangkan dua jenis gamet (Sh+ dan Sh-). Dalam proses penyerbukan dan pembuahan, gamet dari masing-masing tetua akan berpadu bebas sehingga pada turunannya akan terbentuk 50% tipe dura dan 50% tipe tenera. Tetapi variasi ketebalan cangkang yang terlihat pada masingmasing tipe disebabkan oleh perbedaan perkembangan lignifikasi cangkang yang diwariskan secara kuantitatif dan dikendalikan oleh banyak gen (Corley et al. 1978). Tenera lebih disukai untuk digunakan sebagai bahan tanaman komersial (Setiyo et al. 2001). Karena mempunyai proporsi kandungan minyak di dalam mesokarpnya 30% lebih besar dari dura. Untuk mendapatkan 100% tenera (DxP) maka tetua betina tipe dura (DxD) disilangkan dengan tetua jantan tipe pisifera (TxP) (Gambar 4).
9 Pisifera Nigeria Kelapa sawit pisifera Nigeria merupakan salah satu sumber tetua jantan penghasil serbuk sari yang digunakan untuk produksi benih kelapa sawit DxP unggul untuk skala komersial. Pisifera Nigeria yang ada di PT Bina Sawit Makmur berasal dari Pusat Penelitian Kade di Ghana yang dihasilkan melalui kerja sama Wonkkyo-Appiah pada tahun 1978. Tetua betina pisifera Nigeria yang digunakan untuk menghasilkan (GHA 608) berasal dari Calabar, sedangkan tetua jantannya berasal dari keturunan Ufama dan Aba (BSM 2004). Dari serangkaian penelitian yang dilakukan di ASD Costa Rica diketahui kinerja material GHA 608 yang baik, yaitu pertambahan meninggi yang lambat dan produksi tandan serta ekstraksi minyak yang tinggi dibanding materi genetik pisifera lainnya. Penelitian lanjutan yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa DxP testcross menggunakan pisifera Nigeria (GHA 608) yang ditanam di lahan S3 (kurang subur) di Sumatera Selatan
memperlihatkan hasil yang baik dengan rataan
produksi minyak 7,3 ton per tahun, rendemen minyak 26,3% dan kecepatan meninggi 56 cm/tahun pada TM 3-7 (BSM 2007). Benih kelapa sawit DxP unggul dengan pejantan pisifera Nigeria ini telah dilepas oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia melalui SK No. 435/Kpts/LB.320/7/2004 dan diberi nama DxP Sriwijaya 1. Populasi pisifera Nigeria yang ada di PT Bina Sawit Makmur saat ini terdiri atas pisifera dari famili TxP dan pisifera klon. Saat ini sebagai pejantan penghasil serbuk sari yang digunakan hanyalah pisifera Nigeria dari famili TxP, sedangkan pisifera Nigeria yang berasal dari klon belum digunakan sebagai pejantan penghasil serbuk sari secara komersial karena masih perlu penelitian lebih lanjut berupa studi pewarisan genetik,
fisiologi, maupun analisis molekuler (DNA) untuk mengkonfirmasi
identitas dan normalitas pisifera dan turunan DxP-nya (BSM 2007). Karakteristik morfologi DxP testcross menggunakan sumber serbuk sari pisifera Nigeria ini menghasilkan dua tipe warna buah (Gambar 5) yaitu tipe virescence (warna buah hijau pada waktu mentah dan berangsur-angsur berubah menjadi oranye pada saat matang) dan tipe nigrescence (warna buah hitam pada waktu mentah dan berangsur-angsur berubah menjadi merah pada saat matang).
10
a
c
b
d
Gambar 5. Keragaan DxP test cross dengan pejantan Nigeria. (a) Tanaman dengan tipe buah virescence, (b) Tanaman dengan tipe buah nigrescence, (c) Tandan dan buah virescence, (d) Tandan dan buah nigrescence. Karakteristik lain dari DxP test cross dengan sumber serbuk sari pisifera Nigeria adalah pertumbuhan meninggi yang relatif lambat, dengan kecepatan meninggi 56 cm per tahun berdasarkan data dari tanaman hingga berumur 9 tahun yang
ditanam
pada
lahan
S-3
(kurang
subur),
jenis
tanah
alluvial
(aquic kandiudultc, plinthaquic kandiudults) dengan iklim yang relatif kering dan distribusi curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun di daerah Sumatera Selatan (BSM 2007). Karakteristik sekunder tipe buah virescence dan pertumbuhan meninggi yang lambat ini cukup memberikan nilai tambah yang bermanfaat dalam budidaya kelapa sawit. Sampai saat ini untuk produksi benih DxP komersial di PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk. hanya digunakan pejantan pisifera Nigeria yang berasal dari famili TxP. Salah satu kerugian penggunaan famili TxP sebagai pejantan (tanaman tipe pisifera) karena 50% yang lain akan menjadi tanaman tipe tenera yang tidak digunakan sebagai pejantan. Pisifera Nigeria yang berasal dari
11 perbanyakan klonal masih belum digunakan secara karena kekhawatiran akan timbulnya abnormalitas pembungaan, yaitu kemunculan buah mantel pada turunan yang dihasilkan. Berbeda dengan famili TxP yang hanya 50%-nya pisifera, semua individu dalam klon pisifera adalah tanaman pisifera. Hal ini merupakan nilai positif penggunaan pisifera klon dalam produksi kelapa sawit DxP secara komersial. Serangkaian penelitian untuk membuktikan keberadaan abnormalitas pembungaan tersebut masih terus dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas penggunaan pejantan klon pisifera Nigeria dalam memproduksi DxP testcross. Salah satu keunggulan dari pejantan klon pisifera Nigeria adalah populasi tanamannya relatif seragam dan bentuk buah yang seluruhnya bertipe virescence. Penelitian berbasis molekuler diharapkan dapat membantu mempercepat penggunaan pejantan klon pisifera Nigeria untuk merakit varitas unggul kelapa sawit DxP pada skala komersial (BSM 2007)
Pemuliaan Kelapa Sawit
Tujuan Pemuliaan Pemuliaan kelapa sawit Indonesia menurut Asmono et al. (2005) umumnya ditujukan untuk menghasilkan bahan tanaman kelapa sawit unggul yang memiliki produktivitas minyak tinggi dan karakteristik sekunder (auxiliary traits) tertentu dan spesifik seperti kualitas minyak, fenologi, ketahanan terhadap cekaman biotik atau cekaman abiotik. a) Perbaikan CPO Pemuliaan untuk perbaikan kandungan CPO menjadi perhatian utama seluruh lembaga riset kelapa sawit. Hal ini tidak terlepas dari nilai keunggulan kompetitif kelapa sawit yang mampu menghasilkan minyak dalam kuantitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya. Untuk perbaikan produktivitas CPO, seleksi ditekankan pada komponen-komponen utama yang terkait dengan produksi tandan buah segar (TBS) dan rendemen minyak.
12 b) Perbaikan PKO Minyak inti sawit (PKO) mengandung asam laurat yang berkisar antara 41-55% sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan baku industri oleokimia. Seiring dengan pengembangan industri hilir kelapa sawit, permintaan terhadap PKO akan terus meningkat. Saat ini, produksi rata-rata PKO dari bahan tanaman kelapa sawit komersial hanya sebesar 0,28 ton/ha/tahun. Seleksi dilakukan untuk memperoleh bahan tanaman yang memiliki persentase inti per buah di atas 10%. Melalui perbaikan persentase inti per buah dari 5 % menjadi lebih dari 10%, diharapkan dapat meningkatkan produksi minyak inti menjadi 0,5-1,0 ton/ha/tahun. c) Kultivar yang Seragam Peningkatan produksi minyak kelapa sawit
per satuan luas, telah dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman klonal. Peningkatan produksi terjadi karena bahan tanaman klonal diharapkan mempunyai keseragaman fenotipe di lapangan. Dalam hal ini, induk yang diperbanyak secara klonal adalah 5% terbaik dari populasi tanaman unggul. d) Perbaikan asam lemak tak jenuh (ALTJ) Kepedulian akan kesehatan mendorong pemulia kelapa sawit untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap perbaikan kualitas minyak, terutama kandungan ALTJ dan β karoten, tokoferol serta tokotrienol. Program silang balik (back cross) antara E. oleifera dan E. guineensis dengan sasaran utama memindahkan alel bermanfaat yang berasosiasi dengan ALTJ dari E. oleifera ke E. guineensis saat ini terus dilakukan. e) Perbaikan fenologi tanaman. Pengembangan kultivar dengan karakter batang yang pendek dan tajuk yang kompak sangat diinginkan karena meningkatkan umur ekonomis dan efisiensi manajemen tanaman. f) Toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik Sejalan dengan meningkatnya intensitas penanaman kembali dan perluasan areal kelapa sawit ke areal baru dengan tanah yang marjinal, di masa yang akan datang dibutuhkan bahan tanaman yang memiliki toleransi terhadap berbagai cekaman biotik dan abiotik. Bahan tanaman yang memiliki sifat
13 ketahanan terhadap ganoderma dan
bahan tanaman yang memiliki sifat
toleran terhadap cekaman kekeringan serta toleran terhadap tanah masam (gambut) merupakan bahan tanaman yang perlu dikembangkan.
Metode Pemuliaan Asmono et al.
(2005) juga menjelaskan bahwa plasma nutfah yang
mempunyai keragaman genetik tinggi menjadi bekal utama bagi lembaga riset yang bekerja untuk pemuliaan kelapa sawit Indonesia. Plasma nutfah tersebut diperlukan untuk perakitan dan perbanyakan varietas, yang dapat dilakukan dengan beberapa strategi yaitu; seleksi berulang timbal balik (Recurrent Reciprocal Selection, RRS), seleksi famili dan individu (Family and Individual Palm Selection, FIPS), silang balik, biak sel dan jaringan, serta MAS (markerassisted breeding). a)
RRS (Recurrent Reciprocal Selection) Penggunaan RRS diilhami oleh Comstock dan Robinson (1949) yang memperkenalkan alat bantu seleksi dengan sasaran utama meningkatkan alelalel bermanfaat, mempertahankan keragaman genetik, dan mengeksploitasi heterosis. Sejalan dengan temuan dua gugus heterotik pada kelapa sawit, dura dan pisifera, Gascon et al. (1989) menyarankan penggunaan metode RRS
untuk
memperbaiki produktivitas minyak tanaman kelapa sawit.
Efektivitas program RRS untuk mengeksploitasi heterosis pada kelapa sawit telah dibuktikan oleh Gascon et al. (1989). Hasil pengujian di Pantai Gading menunjukkan bahwa hasil siklus ke-1 RRS yang dilakukan mampu meningkatkan produktivitas minyak sebesar 18%. Pada akhir siklus ke-2 RSS, produktivitas minyak meningkat 36%, relatif terhadap rataan produktivitas minyak pada populasi dasar DxP pra-RRS. Penerapan strategi RRS menurut Asmono et al. (2005) melibatkan dua heterotik group yaitu, Group A yang mencakup materi tetua betina dura dan Group B tetua jantan, pisifera dari famili tenera/pisifera (Gambar 6). Dari populasi dasar yang telah diseleksi dilakukan suatu tahapan evaluasi untuk menganalisis dan menentukan individu tanaman terbaik yang dilihat berdasarkan hasil uji keragaan keturunannya. Pada tahap evaluasi ini dilakukan pengujian
14
DURA
PISIFERA PROGENI DxP
Nilai Fenotipe Dura
GCA – SCA Tests
Seleksi Tetua Elite Dura
Nilai Fenotipe Pisifera
Seleksi Tetua Elite Pisifera Superior DxP pada Seed Production
DXP TEST CROSS GENERASI LANJUT
DXD SELF DXD REKOMBINASI
IMPROVED DURA
TXT SELF; REKOMBINASI TXP REKOMBINASI
IMPROVED PISIFERA
Gambar 6. Metode seleksi yang melibatkan dua heterotik group: Group A tetua betina dura dan Group B tetua jantan pisifera. keturunan (progeny test) untuk mengetahui daya gabung umum (GCA) dan daya gabung khusus (SCA) dari tetua (progenitor) masing-masing persilangan yang diuji. Dari hasil pengujian keturunan diperoleh data yang menunjukkan potensi dan daya gabung dari tetua-tetua yang digunakan. Berdasarkan data tersebut dilakukan seleksi untuk menentukan tetua terpilih yang dapat dijadikan sebagai pohon induk untuk produksi benih komersial. Selain penentuan pohon induk untuk benih komersial, pada tahapan seleksi ini juga dipilih tetua-tetua terpilih yang akan direkombinasikan (saling silang antar tetua DxP dan antar tetua TxT) untuk mencari segregan dan rekombinan dengan potensi yang lebih baik pada siklus pemuliaan berikutnya. Pemilihan tetua yang terpilih akan direkombinasikan berdasarkan atas data hasil uji keturunan. Melalui segregasi dan rekombinasi diharapkan dapat terbentuk populasi dasar baru dengan sifat-sifat yang lebih baik dari populasi dasar sebelumnya. b) FIPS (Family and Individual Palm Selection) Prosedur pemuliaan yang lain adalah dengan menerapkan strategi seleksi yang didasarkan pada seleksi famili dan individu, yang lazim disebut Family
15 and Individual Palm Selection (FIPS). Menurut Asmono et al.
(2005)
seleksi dan rekombinasi dilakukan pada famili dura, sedangkan untuk pengujian dura-dura tersebut disilangkan dengan tester berupa
pisifera
unggul. Tujuan utama dari penggunaan FIPS adalah untuk memperbaiki produksi CPO. Prosedur seleksi ini juga dilakukan untuk memperbaiki sifat sekunder, seperti pertumbuhan meninggi yang lambat. Keberadaan varietas yang mengandung CPO tinggi dan mempunyai pertumbuhan meninggi yang lambat diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomi kelapa sawit. c)
Biak Sel dan Jaringan. Peningkatan produksi minyak kelapa sawit per satuan luas areal juga dapat dilakukan dengan menggunakan material kelapa sawit klonal hasil kultur jaringan. Pengembangan klon melalui teknologi kultur jaringan ini masih terus dilakukan. Hasil pengamatan di lapang pada percobaan PPKS menunjukkan bahwa tanaman klon asal kultur jaringan mampu menghasilkan tandan buah segar (TBS) 30-40% lebih tinggi dari produksi TBS tanaman asal benih (Latief et al. 2003). Peningkatan produksi terjadi karena keseragaman tanaman klonal dan karena penggunaan pohon induk terpilih dari 5% terbaik populasi DxP hasil seleksi RRS. Namun demikian kendala terbesar yang dihadapi bahan tanaman asal kultur jaringan adalah keberadaan tandan buah yang abnormal (mantled).
d) Silang Balik
(Backcross). Backcross merupakan prosedur umum yang
digunakan untuk mentransfer karakter-karakter spesifik dari satu spesies ke spesies lainnya.
Saat ini dikenal dua spesies utama pada kelapa sawit:
E. guineensis yang berasal dari Afrika dan E. Oleifera yang berasal dari Amerika.
Kelapa sawit komersial yang dikenal saat ini, E. guineensis,
memiliki berbagai keunggulan, utamanya kandungan CPO yang tinggi. Namun demikian, ada beberapa kelemahan diantaranya komponen penting, seperti kandungan asam lemak tak jenuh (ALTJ),
pada E. guineensis
umumnya sangat rendah (hanya 40-60 %) dengan pertumbuhan meninggi yang relatif cepat. Di sisi lain, E.oleifera dikenal sebagai spesies kelapa sawit yang memiliki kandungan CPO sangat rendah, persentase ALTJ sangat tinggi (70-83 %), dan mempunyai pertumbuhan meninggi yang lambat. Beberapa
16 lembaga riset dengan menggunakan metode backcross, saat ini berupaya untuk mentransfer karakter unggul E. oleifera, utamanya ALTJ tinggi, ke E, guineensis. Tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan kelapa sawit unggul yang mempunyai kandungan CPO sekaligus ALTJ yang tinggi. d)
Marker-Assisted Selection (MAS). Untuk memecahkan kendala inefisiensi program pemuliaan diperlukan pendekatan baru dengan sasaran memperpendek siklus seleksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggabungkan teknologi marka molekuler ke dalam kegiatan seleksi, atau lazim disebut marker-assisted selection (MAS). Secara empiris maupun teoritis MAS efektif dan mampu memperpendek siklus seleksi pada berbagai tanaman. Integrasi marka molekuler ke dalam program seleksi membawa dua implikasi penting bagi pemuliaan tanaman kelapa sawit. Pertama, pengurangan jumlah siklus seleksi sejalan dengan peningkatan efektifitas seleksi. Kedua, pengurangan waktu yang diperlukan untuk uji keturunan di dalam satu siklus seleksi, karena siklus seleksi berikutnya dapat dilakukan tanpa harus menunggu tanaman mencapai puncak usia menghasilkan. Pada tanaman kelapa sawit, secara normal satu siklus seleksi memerlukan waktu antara 7-10 tahun. Jika marka molekuler mampu mendeteksi keunggulan suatu karakter sejak dini, maka siklus seleksi berikutnya dapat dimulai pada saat tanaman mulai belajar menghasilkan yaitu umur 2-3 tahun (Asmono et al. 2005).
Marka Molekuler
Potensi Keragaman genetik secara konvensional dapat terjadi karena segregasi, rekombinasi atau mutasi alami.
Dengan kemajuan teknologi, keragaman
genetik juga dapat diinduksi melalui variasi somaklonal, perlakuan radiasi sinar gamma, fusi protoplas dan rekayasa genetika.
Informasi mengenai
keragaman genetik plasma nutfah perlu diketahui karena sangat penting untuk membedakan genotipe individu di dalam maupun antar spesies secara tepat.
17 Keragaman genetik juga sangat diperlukan dalam pengembangan program pemuliaan tanaman (Bennet 1993). Pemuliaan tanaman yang dilakukan dengan teknik bantuan molekuler (molecular breeding) merupakan kegiatan pemuliaan tanaman bantuan yang melibatkan pemakaian marka DNA untuk memfasilitasi proses pemuliaan tersebut. Berdasarkan sejarahnya, para pemulia tanaman mengandalkan fenotipe tanaman dalam rangka pengembangan kultivar tanaman dengan sifat-sifat yang unggul. Para pemulia dapat menggunakan teknik molekuler sebagai alat untuk melengkapi teknik pemuliaan klasik (Forbes 2000). Sekarang, teknologi marka molekuler mengandalkan amplifikasi sejumlah kecil DNA melalui polymerase chain reaction (PCR). Fragmen yang teramplifikasi dipisahkan melalui gel elektroforesis dan divisualisasikan melalui pewarnaan dengan pewarna spesifik untuk DNA.
Dengan marka molekuler,
proses seleksi dapat dipercepat. Selain itu, lokus DNA yang bertanggung jawab terhadap sifat kuantitatif tertentu dapat dipetakan (Jung 1999). Potensi penggunaan marka sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik tanaman telah dikenal sejak puluhan tahun lalu. Marka bisa dikategorikan sebagai marka morfologi, sitologi, dan yang terbaru adalah marka molekuler (Moritz dan Hillis 1996). Informasi genetik tanaman dapat diduga dengan menggunakan marka molekuler, seperti isozim, RFLP, RAPD, SSR, AFLP, dan yang lainnya (Plieske dan Struss 2001).
SSR (simple sequence repeats) Dalam DNA pada individu eukariot terdapat tiga kelas pengulangan fraksi DNA, yaitu fraksi sangat berulang (highly repeated fraction), fraksi berulang secara moderat (moderately repeated fraction), dan fraksi tidak berulang (nonrepeated fraction). Fraksi sekuen sangat berulang terdiri atas satelit DNA, minisatelit DNA, dan mikrosatelit DNA. Pengulangan sekuennya tersusun secara tandem. Satelit DNA terdiri atas sekuen-sekuen pendek dengan ukuran 5-10 bp yang jumlah pengulangannya sangat banyak sehingga membentuk cluster sangat besar dan panjang DNA-nya dapat mencapai 100 juta bp. Minisatelit DNA, rata-rata sekuen berulangnya sekitar 15 bp dan dijumpai pada cluster yang
18 mengandung
1000-3000
pengulangan.
Mikrosatelit
DNA
terdiri
atas
sekuen-sekuen pendek dengan ukuran 2-5 bp dan berada pada cluster yang rata-rata pengulangannya maksimum 100 kali (Karp 1996). Sekuen berulang sederhana yang dimiliki mikrosatelit atau SSR, tersebar secara acak dalam genom eukariot. Saghai-Maroof et al. (1994) mengemukakan beberapa alasan pemakaian SSR untuk analisis molekular yaitu: (1) melimpah, (2) terdistribusi dengan seragam, (3) sangat polimorfis, (4) kodominan, (5) dihasilkan dengan cepat melalui PCR, (6) relatif sederhana untuk ditafsirkan, dan (7) mudah diakses oleh laboratorium lain melalui publikasi sekuen primer. Bahkan Powell et al. (1996) membuktikan bahwa dari empat marka molekuler yang diuji (RFLP, RAPD, AFLP dan SSR) marka SSR memiliki kandungan informasi (kemampuan untuk membedakan genotipe) yang paling tinggi untuk mengevaluasi plasma nutfah kedelai dibandingkan dengan marka molekuler yang lain .
Penerapan SSR pada Tanaman Kelapa Sawit Marka SSR untuk kelapa sawit pertama kali dikembangkan oleh CIRAD Perancis. Bilotte et al. (2001) melaporkan hasil pengembangan marka SSR kelapa sawit berlangsung langkah demi langkah, mulai dari penapisan pustaka SSR yang diperkaya dengan unit pengulangan (GA)n, (GT)n, dan (CCG)n, sampai kepada karakterisasi akhir 21 lokus SSR. Juga telah dilaporkan tentang sekuen primer, estimasi kisaran ukuran alel, dan heterosigositas yang diharapkan pada E. guineensis dan E. oleifera. Analisis data multivariat menunjukkan kemampuan marka SSR yang sangat efisien untuk mengevaluasi struktur keragaman genetik genus Elaeis. Keberadaan variabilitas alelik yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan SSR pada E. guineensis akan menjadi perangkat yang sangat bermanfaat untuk kajian genetik, termasuk identifikasi varietas dan pemetaan genetik intra- atau inter-spesifik.
EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MARKA RAPD DAN SSR DALAM ANALISIS KERAGAMAN GENETIK SEMBILAN AKSESI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan keefektifan marka RAPD dan SSR untuk analisis genetik sembilan pokok kelapa sawit pisifera yang berasal dari Nigeria (pisifera Nigeria). Sembilan aksesi pisifera Nigeria (5 aksesi berasal dari pisifera famili TxP dan 4 aksesi dari pisifera klon) digunakan dalam penelitian ini. Untuk menghasilkan marka RAPD digunakan lima primer acak RAPD dan untuk menghasilkan marka SSR digunakan lima pasang primer spesifik SSR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima primer acak yang diuji terhadap pisifera Nigeria yang diuji, empat primer menghasilkan marka RAPD yang polimorfis. Seluruh primer menghasilkan 16 marka RAPD dan hanya empat (25%) yang polimorfis pada pisifera Nigeria. Jumlah rata-rata marka RAPD yang dihasilkan adalah 3,2 marka tiap marka per primer sedangkan jumlah rata-rata marka yang polimorfis adalah 0,8 marka per primer. Hasil juga menunjukkan bahwa seluruh primer spesifik (100%) menghasilkan marka SSR yang polimorfis pada seluruh pisifera Nigeria yang diuji. Jumlah rata-rata alel yang dihasilkan adalah 2,6 alel per primer sedangkan jumlah rata-rata alel yang polimorfis adalah 1,0. Marka RAPD dan SSR mampu menunjukkan identitas dari empat ramet pisifera klon sebagai satu genotype, hal ini menunjukkan bahwa keempat ramet tersebut benar-benar berasal dari sumber klonal. Di samping itu marka RAPD dan SSR mampu mengidentifikasi secara tepat aksesi pisifera TxP yang secara genetik berbeda, menunjukkan bahwa pisifera TxP merupakan segregan atau rekombinan. Hasil analisis UPGMA menggunakan marka RAPD menempatkan pisifera klon pada kemiripan 0,83 – 0,91 terhadap aksesi pisifera TxP famili, sementara marka SSR menempatkannya pada 0,63 – 0,84. Sebagai tambahan SSR marker merupakan marka kodominan, lebih polimorfik, mudah ditafsirkan dan menunjukkan reprodusibilitas yang lebih tinggi dari pada marka RAPD. Karena itu, marka SSR dianjurkan untuk digunakan pada kajian keragaman genetik kelapa sawit.
Kata kunci : Marka molekuler, pisifera TxP famili, pisifera klon, polimorfisme, UPGMA.
20
EFFECTIVENESS OF RAPD AND SSR MARKERS FOR GENETIC ANALYSIS OF NINE PISIFERA OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) ORIGINATED FROM NIGERIA Abstract The objectives of this experiment were to compare effectiveness of RAPD and SSR markers for genetic analysis of nine pisifera oil palm originated from Nigeria (pisifera Nigeria). Nine accessions of pisifera Nigeria (5 accessions of TxP pisifera family and 5 accessions of pisifera clone) were used. Five random primers were used to generated RAPD markers and five specific primers were used for SSR markers. Results of the experiment indicated four out of five evaluated random primers generated polymorphic RAPD markers in the pisifera Nigeria. All primers generated a total of 16 RAPD markers and only four of them (25%) were polymorphic in the pisifera Nigeria. The average number of generated RAPD markers was 3.2 markers per primer while the average number of polymorphic marker per primer was only 0.8. Results also indicated all specific primers (100%) generated polymorphic SSR markers in the pisifera Nigeria. The average number was 2.6 alleles per primer while the average number of polymorphic alleles per primer was 1,0. Either RAPD or SSR markers was able to indicate the identity of four ramets of pisifera clone as single genotype, indicating they were clonal materials. On the other hand, either RAPD or SSR marker correctly identified the TxP pisifera accessions as genetically different, indicating they were segregants or recombinants. The result of UPGMA analysis using RAPD marker positioned the pisifera clone at 0.83 – 0.91 similarity to accession of TxP pisifera family while using SSR marker they were at 0.63 – 0.84. This data indicated that SSR was more informatic than RAPD marker. In addition SSR marker was codominant, more polymorphic, easier to interpret and showed higher reproducibility than RAPD marker. Therefore, SSR marker was suggested for oil palm genetic diversity studies.
Key words : Molecular marker, pisifera TxP family, pisifera clone, polymorphism, UPGMA.
21
Pendahuluan Kelapa sawit tipe pisifera merupakan tetua jantan penghasil serbuk sari yang berperan penting dalam membentuk turunan yang unggul dan berkualitas. Pisifera Nigeria yang dikoleksi oleh PT Bina Sawit Makmur dihasilkan secara generatif melalui persilangan tenera (GHA 608) x pisifera (GHA 608). Dari persilangan ini menghasilkan pohon tipe pisifera sebesar 50% dari populasi bibit hasil persilangan. Sebagian pisifera Nigeria milik PT Bina Sawit Makmur juga berasal dari perbanyakan vegetative melalui teknik kultur jaringan yang melibatkan tetua pisifera GHA 608 sebagai sumber eksplan (ortet). Dari kultur jaringan ini menghasilkan 100% pohon pisifera (ramet) yang seragam (BSM 2007). Berdasarkan asal usulnya, pisifera hasil persilangan TxP secara genetik akan beragam sedangkan pisifera klon secara genetik seragam. Keragaman atau keseragaman masing-masing pisifera Nigeria tersebut perlu dianalisis lebih lanjut. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengevaluasi
keragaman genetik pada tanaman yaitu melalui informasi berdasarkan marka morfologi, sitologi dan molekuler. Marka berbasis protein (enzim) meskipun relatif cepat, murah dan mudah namun masih memiliki tingkat polimorfisme yang terbatas (Meunier 1992). Marka molekular berbasis
DNA mampu menjadi
alternatif yang lebih baik untuk mengkarakterisasi populasi tanaman karena polimorfismenya lebih tinggi, konsisten dan tidak dipengaruhi faktor lingkungan (Rafalski et al. 1994; Wickneswari 1996). Studi genetik berbasis molekuler pada tanaman kelapa sawit yang telah
dilakukan
diantaranya
kajian
genom
kelapa
sawit
menggunakan
restriction fragment length polymorphism (RFLP), random amplification of polymorphic DNA (RAPD) dan amplified fragment length polimorphism (AFLP) (Rajanaidu et al. 1995; Singh dan Cheah 1996), studi keragaman genetik 241 aksesi E. oleifera dari Amerika dan 38 aksesi E. guineensis dari Afrika menggunakan RFLP dan AFLP (Barcelos 1998), studi pembentukan peta pautan genetik dan quantitative trait loci (QTL) kelapa sawit (Asmono et al. 2002; Setiyo et al. 2001), peta pautan genetik marka RAPD dan analisis QTL
22 kelapa sawit (Irwansyah et al. 2004), karakterisasi 21 lokus marka simple sequence repeats (SSR) pada kelapa sawit (Bilotte et al. 2001) dan peta pautan genetik kelapa sawit berbasis SSR (Bilotte et al 2005). Marka SSR juga telah digunakan sebagai prosedur pengendalian mutu dalam memproduksi klon kultur jaringan kelapa sawit dalam skala komersial (Singh et al. 2007). Marka RAPD merupakan
salah satu marka DNA yang menggunakan
prinsip kerja polymerase chain reaction (PCR) untuk mengamplifikasi sekuen DNA tertentu secara in-vitro. Marka RAPD merupakan marka genetik yang relatif sederhana, mudah dalam penyiapannya, memberikan hasil lebih cepat dan menghasilkan marker yang relatif tidak terbatas jumlahnya sehingga sangat membantu untuk analisis keragaman genetik tanaman yang informasi tentang DNA genomnya tidak diketahui (Asmono et al. 2000). Mikrosatelit, yang juga dikenal dengan simple sequence repeats (SSR) merupakan DNA berulang yang sub unitnya terdiri atas 1-6 nukleotida. Mikrosatelit diketahui tersebar secara merata pada genom eukariot. Marka mikrosatelit merupakan marka DNA yang memiliki beberapa keunggulan, yaitu: sangat polimorfis, jumlahnya melimpah, pewarisannya bersifat kodominan, analisisnya sederhana dan mudah ditranfer melalui publikasi sekuen. Sebagai marka kodominan yang lokus spesifik, marka SSR secara luas telah digunakan sebagai alat untuk identifikasi genotipe dan kajian genetika populasi pada tanaman. (Saghai-Maroof et al., 1994; Smith et al., 1997; Bilotte et al., 2001; Singh et al., 2007). Dengan tersedianya berbagai marka yang ditunjukkan marka molekuler berbasis DNA sebagai alat bantu untuk analisis keragaman genetik tersebut selayaknya dievaluasi efektifitasnya pada berbagai tanaman yang bernilai ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektifitas penggunaan marka RAPD dan marka SSR untuk analisis keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal guna mendapatkan marka yang efektif dan efisien untuk analisis keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit.
23
Bahan dan Metode Tempat, Waktu dan Bahan Tanaman Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun tanaman diambil dari Kebun Induk PT Bina Sawit Makmur, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan April 2009. Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis keragaman genetik berupa sampel daun tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera Nigeria famili TxP No. 24 yang terdiri atas lima nomor aksesi (320/3, 320/8, 320/9, 320/11 dan 320/12) dan pisifera klon yang terdiri atas empat ramet (2401, 2402, 2403 dan 2404). Pengambilan sampel daun mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Toruan-Mathius et al. (1996).
Isolasi DNA DNA genomik diisolasi dari jaringan daun pertama (daun tombak) kelapa sawit dilakukan mengikuti metode CTAB yang dikembangkan oleh Orozco Castillo et al. (1993). Modifikasi dengan penambahan PVP (polyvinylpyrrolidone) 50 mg dan 2-Mercaptoethanol 10 µl ke dalam larutan penyangga. Konsentrasi dan kemurnian DNA dapat ditentukan dengan UV-spektrofotometer. Tingkat kemurniaan DNA yang cukup memadai untuk analisis lanjutan sesuai yang ditetapkan Sambrook et al. (1987) adalah jika nilai absorban pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm berkisar 1,7 – 2,0.
Keragaman genetik berdasarkan marka RAPD Protokol reaksi amplifikasi diadaptasi dari prosedur yang dikembangkan oleh William et al. (1990). Reaksi amplifikasi dilakukan dengan Perkin Elmer Gene Amp PCR System 2400. Untuk satu kali PCR dengan volume akhir 25 µl, ke dalam tabung PCR 0.2 ml ditambahkan reaksi 14.3 µl aquabidestilata (ddH2O) steril; 2.5 µl Taq buffer 10x; 2.5 µl MgCl2 1.5 mM; 2.5 µl dNTP 10 mM; 1.0 µl primer acak 10 pmol/µl; 0.2 µl Taq DNA polymerase 5 U/µl dan
24 2 µl DNA 25 ng/µl.
Tahapan PCR diatur sebagai berikut: (1) tahapan
pra-amplifikasi pada suhu 94ºC selama 2 menit; (2) tahapan amplifikasi sebanyak 45 siklus masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan yaitu, (a) pemisahan utas ganda cetakan DNA menjadi utas tunggal (denaturasi) pada 94ºC selama 1 menit, (b) penempelan primer pada utas tunggal DNA (primer annealing) pada 36ºC selama 1 menit dan (c) pemanjangan utas nukleotida baru (primer extension) pada 72ºC selama 2 menit; serta (3) tahapan pasca-amplifikasi yaitu pemanjangan utas tunggal DNA tahap akhir (final extention) pada 72ºC selama 4 menit dan pendinginan pada suhu ruang atau suhu simpan 4ºC. DNA hasil amplifikasi PCR yang didapat ditambahkan 2 µl loading buffer dan potongan DNA-nya dipisahkan dengan elektroforesis gel agarosa 1.4% (w/v) menggunakan larutan penyangga TAE 1x. Setelah elektroforesis gel agarosa diberi pewarnaan (staining) dengan merendam ke dalam larutan etidiumbromida 5 µg/l selama 30 menit dan dibilas (destaining) dengan aquades selama 20 menit. Pita DNA divisualisasikan di atas UV-transluminator (panjang gelombang 312 nm) dan didokumentasikan dengan kamera.
Keragaman genetik berdasarkan marka SSR Amplifikasi DNA mengikuti metode yang dikembangkan oleh Bilotte et al. (2001) dengan menggunakan Perkin Elmer Gene Amp PCR System 2400. Tahapan PCR diatur sebagai berikut: (1) tahapan pra-amplifikasi pada 94ºC selama 1 menit, (2) tahapan amplifikasi sebanyak 35 siklus masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan yaitu (a) pemisahan utas ganda cetakan DNA menjadi utas tunggal (denaturasi) pada 94ºC selama 30 detik, (b) penempelan primer pada utas tunggal DNA (primer annealing) pada 52ºC selama 1 menit, dan (c) pemanjangan utas nukleotida baru (primer extension) pada 72ºC selama 2 menit; serta (3) tahapan pasca-amplifikasi yaitu pemanjangan utas tunggal DNA tahap akhir (final extention) pada 72ºC selama 8 menit dan pendinginan pada suhu ruang atau suhu simpan 4ºC. Untuk satu reaksi PCR dengan volume akhir 25 µl, ke dalam tabung PCR 0.2 ml ditambahkan reaksi 14.3 µl aquabidestilata (ddH2O) steril; 2.5 µl Taq buffer 10x; 2.5 µl MgCl2 1.5 mM; 2.5 µl dNTP 10 mM; 1.0 µl primer forward dan
25 reverse 10 pmol/µl; 0.2 µl Taq DNA polymerase 5 U/µl dan 2 µl DNA 50 ng/µl. Reaksi PCR dihentikan dengan penambahan 25 μl buffer formamide (0.3% bromophenol blue; 0.3% xylene cyanol; 10 mM EDTA pH 8.0; 97.5% deionized formamide). Masing-masing DNA hasil amplifikasi PCR dielektroforesis pada gel akrilamide 6% yang mengandung urea 7 M menggunakan larutan penyangga TBE 1x. Elektroforesis dilakukan pada tegangan tetap 60 W dan suhu 55°C selama 90 – 120 menit. Elektroforesis dihentikan bila pewarna yang lambat bergerak mencapai dua pertiga bagian gel. Selanjutnya gel akrilamid diberi pewarnaan (staining) dengan silver nitrat selama 30 hingga 60 menit mengikuti metode yang dikembangkan oleh George et al. (2004). Gel dikeringkan selama 2-3 hari lalu didokumentasi dengan menggunakan scanner.
Analisis data. Profil pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer acak (marka RAPD) atau primer spesifik (marka SSR) diubah ke bentuk data biner. Data biner digunakan untuk menghasilkan matrik data biner dengan bantuan program numerical taxonomy and multivariate system (NTSYSpc) versi 2.02 (Rohlf, 1998). Dari matrik data biner diturunkan menjadi matrik kesamaan genetik (similarity matrix) antar sawit menggunakan koefiesien Dice (Dice 1945; Nei dan Li 1979). Matrik kesamaan genetik ini dibuat menggunakan similarity for quantitative data (SIMQUAL) yang merupakan sub-program similarity and dissimilarity. Berdasarkan nilai matrik kesamaan genetik yang didapat tersebut dilakukan analisis pengelompokan (Cluster Analysis) menggunakan metode unweighted Analisis
pair-group
method
pengelompokan
ini
with
dilakukan
aritmathic dengan
average
sub-program
(UPGMA). sequential
agglomerative hierarical nested cluster analysis (SAHN). Hasil analisis pengelompokan
UPGMA
menggunakan
tree-display
yang
merupakan
sub-program Graphics Program NTSYSpc (Zulkifli et al. 2001). Dendogram yang diperoleh
mencerminkan hubungan kesamaan genetik antar individu
kelapa sawit yang dievaluasi.
26
Hasil dan Pembahasan Seleksi Primer Acak RAPD Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 primer acak RAPD yang digunakan untuk menganalisis aksesi pisifera Nigeria empat primer mampu menghasilkan marka RAPD polimorfis sedangkan satu primer menghasilkan marka yang monomorfis. Rataan jumlah marka RAPD yang dihasilkan sebanyak 3,2 marka RAPD per primer. Ukuran marka RAPD yang dihasilkan bervariasi antara 300 bp hingga 2500 bp. Data primer acak, urutan sekuen primer acak, jumlah marka RAPD dan ukuran marka RAPD yang dihasilkan oleh masing-masing primer disajikan pada Tabel 1. Dari total marka RAPD yang dihasilkan (16 marka), ditemukan 4 marka RAPD (25%) yang polimorfis, sedangkan sisanya (75%) merupakan marka RAPD monomorfis
untuk
sembilan
aksesi
pisifera
Nigeria
yang
dianalisis.
Tingkat polimorfisme marka RAPD antar tanaman dapat berbeda, yang antara lain disebabkan oleh: (1) perbedaan jumlah dan jenis primer, semakin banyak jumlah dan jenis primer yang digunakan maka polimorfisme yang dihasilkan juga akan semakin tinggi, dan (2) jenis populasi tanaman yang dianalisis (Kaidah et al. 1999) Populasi tanaman interspesifik (beda spasies) akan menghasilkan tingkat polimorfisme yang lebih tinggi dibandingkan populasi intraspesifik. Populasi tanaman bersegregasi hasil penyerbukan silang juga akan menghasilkan polimorfisme yang lebih tinggi dibandingkan populasi tanaman hasil selfing. Tabel 1. Jenis primer dan urutan sekuen primer acak, jumlah marka RAPD dan ukuran marka RAPD yang dihasilkan oleh masing-masing primer. No.
Jenis Primer
Sekuen (5’→ 3’)
Jumlah Pita Total
Polimorfis
Ukuran Pita (bp)
1
OPC-14
TGCGTGCTTG
3
0
850 – 1200
2
OPC-09
CTCACCGTCC
3
1
1000 – 2500
3
OPH-06
ACGCATCGCA
3
1
600 – 1000
4
OPJ-01
CCCGGCATAA
2
1
900 – 1200
5
OPR-11
GTAGCCGTCT
5
1
300 – 1400
16
4
300 – 2500
Total
27 Populasi tanaman hasil perbanyakan seksual akan menghasilkan polimorfisme yang lebih tinggi dibandingkan populasi tanaman hasil perbanyakan vegetatif (klon hasil kultur jaringan) (Jayusman et al. 2002)
Keragaman Genetik Berdasarkan Marka RAPD Individu-individu dalam satu populasi dapat dianalisis tingkat kesamaan profil marka RAPD-nya (berdasarkan hasil tingkat kesamaan genetik). Analisis tingkat kesamaan genetik yang didapat, individu-individu dalam populasi dapat
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
kesamaan
genetik
yang
ada menggunakan analisis clustering. Selanjutnya hasil analisis clustering yang diperoleh dapat digunakan untuk menyusun pohon filogenetik untuk mengetahui posisi satu individu dengan individu lainnya dalam populasi. Hasil analisis tingkat kesamaan genetik (analisis clustering) dan penyusunan pohon filogenetik (dendogram) untuk 9 individu pisifera berdasarkan data marka RAPD disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 7. Hasil analisis tingkat kesamaan genetik berdasarkan marka RAPD menunjukkan bahwa empat ramet klon pisifera Nigeria yang dianalisis mempunyai tingkat kesamaan genetik 1,00 (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa ramet 2401, 2402, 2403 dan 2404 yang dievaluasi sebagai bahan tanaman klonal yang berasal dari satu ortet. Hasil analisis tingkat kesamaan genetik berdasarkan marka RAPD menunjukkan bahwa lima aksesi famili TxP pisifera Nigeria yang dianalisis mempunyai tingkat kesamaan genetik antara 0,83 – 0,97. Aksesi 320/3 dengan aksesi 320/8 mempunyai tingkat kesamaan genetik 0,97. Demikian pula aksesi 320/9 dengan aksesi 320/11 juga mempunyai tingkat kesamaan genetik 0,97. Tingkat kesamaan antara aksesi 320/3 dan 320/8 dengan aksesi 320/9 dan 320/11 sebesar 0,86. Sedangkan tingkat kesamaan aksesi 320/12 dengan empat aksesi lainnya sebesar 0,83 (Tabel 2). Berdasarkan tingkat kesamaan genetik lima aksesi tersebut mengindikasikan bahwa kelimanya mempunyai identitas genetik yang berbeda. Hasil tersebut memperkuat identitas lima aksesi yang dianalisis sebagai segregan hasil persilangan TxP pisifera.
28 Tabel 2. Nilai tingkat kemiripan antar empat individu ramet klon pisifera dan lima individu dari famili TxP berdasarkan data marka RAPD. 320/3
320/8
320/9
320/11
320/3 320/8 320/9 320/11
1,00 0,97 0,86 0,86
1,00 0,86 0,86
1,00 0,97
1,00
320/12 2401 2402 2403 2404
0,83 0,86 0,86 0,86 0,86
0,83 0,86 0,86 0,86 0,86
0,83 0,91 0,91 0,91 0,91
0,83 0,91 0,91 0,91 0,91
320/12
2401
2402
2403
2404
1,00 0,83 0,83 0,83 0,83
1,00 1,00 1,00 1,00
1,00 1,00 1,00
1,00 1,00
1,00
Keterangan : Tingkat kesamaan antar individu intra pisifera famili TxP ( ); antar individu interpopulasi pisifera Nigeria (TxP dan Klon) ( ); antar individu intra klon pisifera ( ).
Jika dibandingkan tingkat kesamaan antara ramet klon pisifera dengan aksesi TxP pisifera yang dievaluasi, dapat diketahui bahwa ramet klon pisifera yang dievaluasi mempunyai tingkat kesamaan antara 0,83 – 0,91 dengan aksesi TxP pisifera (Tabel 2). Ramet klon pisifera mempunyai tingkat kesamaan yang
320/3 320/8 320/9 320/11 2401 2402 2403 2404 320/12 0.83
Gambar 7.
0.87
0.92 Koefisien Kemiripan
0.96
1.00
Dendrogram hasil analisis UPGMA pada sembilan aksesi pisifera Nigeria menggunakan marka RAPD yang dihasilkan dari lima primer acak.
29 10.000
Pisifeera TxP faamili
P Pisifera Klon
3.000 2.500 2.000 1.500
320/3
320//8
320/9 32 20/11 320/12 2
2401
24 402
2403
2404
1.000 750 500
250
Marker
G Gambar 8.. Contoh visualisasi marka RAPD R yangg dihasilkaan dengan menggunnakan primerr acak, OPR--11.
t tertinggi (0,9 91) dengan aksesi a 320/9 dan 320/11 dan terendaah (0,83) denngan aksesi 3 320/12. Akssesi 320/3 daan 320/8 meempunyai tinngkat kesamaan 0,86 den ngan ramet k klon pisiferaa (Tabel 2). Dendo ogram hasill analisis clustering c b berdasarkan data marrka RAPD d disajikan pada Gambar 7. 7 Pada Gam mbar 8 disajiikan contoh hasil visualiisasi marka R RAPD yang dihasilkan dengan d mengggunakan prrimer acak OPR-11. O
S Seleksi Prim mer Spesifik k SSR Hasil penelitian menunjukkan m n bahwa daari 5 pasangg primer speesifik yang d digunakan untuk mennganalisis aaksesi pisife fera Nigeriaa seluruhnyya mampu m menghasilka an marka SS SR yang poliimorfis. Rataaan jumlah allel a SSR yaang diamati s sebanyak 2,66 per pasanggan primer. Jumlah J alel yang y didapatt untuk masiing-masing p pasangan primer yang diuji d berkisarr antara 1-3 alel dan persentase alel polimorfik y yang didapaat sebesar 777%. Data prrimer spesifiik, runutan sekuen prim mer, jumlah a total daan alel polim alel morfiknya ddisajikan pada Tabel 3.. Setiyo et al. (2001), m menjelaskan n bahwa poliimorfisme merupakan m vaariasi alel yaang diwariskkan sebagai a akibat dari hilang atauu merubah ukuran po otongan DN NA, antara laain karena:
30 Tabel 3. Nama primer, urutan sekuen primer, jumlah alel total dan alel polimorfik dalam analisis marka SSR. Primer
Nama lokus
Urutan Basa
Jumlah Alel Total
P-4
mEgCIR3543
P-6
mEgCIR3363
P-9
mEgCIR1773
P-11
mEgCIR3546
P-12
mEgCIR3850
F
GTTCCCTGACCATCTTTGAG
R
GTCGGCGATTGATTAGATTC
F
CTTGACAATACCCTGAGTAGTAG
R
GCTGTGCCTATCGGACTT
F
ATGACCTAAAAATAAAATCTCAT
R
ACAGATCATGCTTGCTCACA
F
GCCTATCCCCTGAACTATCT
R
TGCACATACCAGCAACAGAG
F
CCTCGGGTTATCCTTTTTACC
R
TGGCTGGCTTCGGTCTTAG
Total
Polimorfis
3
2
3
2
2
1
2
3
3
3
13
11
(1) insersi DNA berukuran besar pada dua situs penempelan primer sehingga ukuran basa atau jarak amplifikasi menjadi terlalu besar untuk dapat dideteksi, (2) delesi bagian genom yang membawa situs penempelan, (3) substitusi nukleotida yang mengubah homologi antara primer dan DNA genom dan (4) insersi atau delesi fragmen kecil DNA yang dapat mengubah ukuran fragmen yang diamplifikasi.
Keragaman Genetik Berdasarkan Marka SSR. Individu-individu dalam satu populasi dapat dianalisis tingkat kesamaan profil marka SSR-nya (berdasarkan hasil tingkat kesamaan genetik). Analisis tingkat kesamaan genetik yang didapat, individu-individu dalam populasi dapat
dikelompokkan
berdasarkan
tingkat
kesamaan
genetik
yang
ada menggunakan analisis clustering. Selanjutnya hasil analisis clustering yang diperoleh dapat digunakan untuk menyusun pohon filogenetik untuk mengetahui posisi satu individu dengan individu lainnya dalam populasi. Hasil analisis tingkat kesamaan genetik (analisis clustering) dan penyusunan pohon filogenetik (dendogram) untuk 9 individu pisifera berdasarkan data marka SSR disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 9.
31 Hasil analisis tingkat kesamaan genetik berdasarkan marka SSR menunjukkan bahwa empat ramet klon pisifera Nigeria yang dianalisis mempunyai tingkat kesamaan genetik 1,00 (Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa ramet 2401, 2402, 2403 dan 2404 yang dievaluasi sebagai bahan tanaman klonal yang berasal dari satu ortet. Hasil analisis tingkat kesamaan genetik berdasarkan marka SSR menunjukkan bahwa lima aksesi famili TxP pisifera Nigeria yang dianalisis mempunyai tingkat kesamaan genetik antara 0,68 – 0,84. Aksesi 320/3 dengan aksesi 320/9 mempunyai tingkat kesamaan genetik 0,80. Demikian pula aksesi 320/8 dengan aksesi 320/12 juga mempunyai tingkat kesamaan genetik 0,84. Aksesi 320/3 dan 320/9 memiliki tingkat kesamaan genetik sebesar 0,68 dengan aksesi 320/8 dan 320/12. Sedangkan aksesi 320/11 memiliki tingkat kesamaaan sebesar 0,68 dengan aksesi 320/3 dan 320/9. Demikian juga aksesi 320/11 memiliki tingkat kesamaan genetik dengan aksesi 320/8 dan 320/12 sebesar 0,70. (Tabel 4). Berdasarkan tingkat kesamaan genetik lima aksesi tersebut mengindikasikan bahwa kelimanya mempunyai identitas genetik yang berbeda. Hasil tersebut memperkuat identitas lima aksesi yang dianalisis sebagai segregan hasil persilangan TxP pisifera.
Tabel 4. Nilai tingkat kemiripan antar empat individu ramet klon pisifera dan lima individu dari famili TxP berdasarkan data marka SSR. 320/3
320/8
320/9
320/11
320/12
2401
2402
320/3 320/8 320/9
1,00 0,68 0,80
1,00 0,68
1,00
320/11 320/12 2401 2402
0,68 0,68 0,68 0,68
0,70 0,84 0,70 0,70
0,68 0,68 0,68 0,68
1,00 0,70 0,84 0,84
1,00 0,70 0,70
1,00 1,00
1,00
2403 2404
0,68 0,68
0,70 0,70
0,68 0,68
0,84 0,84
0,70 0,70
1,00 1,00
1,00 1,00
2403
1,00 1,00
2404
1,00
Keterangan : Tingkat kesamaan antar individu intra pisifera famili TxP ( ); antar individu interpopulasi pisifera Nigeria (TxP dan Klon) ( ); antar individu intra klon pisifera ( ).
32
320/3 320/9 320/8 320/12 320/11 2401 2402 2403 2404 0.68
0.76
0.84 Koefiisien Kemiripaan
0.92 2
1.00
G Gambar 9.. Dendrogrram hasil analisis UPGMA U paada sembillan aksesi pisifera Nigeria menggunaka m an marka S SSR yang dihasilkan dari lima primer spesifik. Jika
dibandingkaan
tingkat
kesamaann
antara
rramet
klonn
pisifera
d dengan akseesi TxP pisiifera yang dievaluasi, d d dapat diketahhui bahwa ramet r klon p pisifera yangg dievaluasi mempunyaai tingkat keesamaan antaara 0,68 – 0,84 dengan a aksesi TxP
(Tabel 4). Ramet
pisifera
klo on pisifera
mempunyaai
tingkat
k kesamaan y yang tertingg gi (0,84) denngan aksesi 320/11 3 dan tterendah (0,668) dengan
Kloon Pisifera deengan P-9 2404
2404
2403
24403
2401
2402
2402
2401
Klon Pisiifera dengan P-11
Famili TxP dengan P-9 320/12 320/11
320/12
0/11 320
320/9
320/9
320/8
320/8
320/3
320/3
Fam mili TxP denngan P-11
G Gambar 10. Visualisasi DNA hasil aamplifikasi plasma p nutfaah kelapa saw wit pisifera Nigeria mennggunakan pprimer SSR, P-9 dan P-111.
33 aksesi 320/3 dan 320/9. Aksesi 320/8 dan 320/12 mempunyai tingkat kesamaan 0,70 dengan ramet klon pisifera (Tabel 4). Dendogram hasil analisis clustering berdasarkan data marka SSR disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 10 disajikan contoh hasil visualisasi marka SSR yang dihasilkan dengan menggunakan primer spesifik SSR, P-9 dan P-11. Perbandingan efektifitas penggunaan marka RAPD dan SSR untuk analisis keragaman genetik sembilan aksesi tanaman pisifera Nigeria disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan informasi efektifitas marka RAPD dan SSR tersebut terlihat bahwa kedua marka dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik karena :
Tabel 5. Hasil perbandingan analisis marka RAPD dan marka SSR dari sembilan aksesi pisifera Nigeria. Perbandingan
RAPD
SSR
Prinsip dasar
Amplifikasi dengan primer acak (multi lokus)
Amplifikasi dengan primer spesifik (multi alel)
Sifat marka
Dominan
Kodominan
Jumlah primer total
5 primer
5 pasang primer
Jumlah primer yang 4 primer menghasilkan marka polimorfis
5 pasang primer
Jumlah lokus atau alel total
16
13
Jumlah lokus atau alel polimorfis
4
11
Persentase lokus atau alel polimorfis
25%
77%
Rataan lokus atau alel per primer
3,2
2,6
Koefisien kesamaan genetik seluruh pisifera
0,83
0,68
Koefisien kesamaan genetik aksesi famili TxP pisifera
0,83
0,68
Koefisien kesamaan genetik klon pisifera
1,00
1,00
34 (1) Secara umum kedua marka (RAPD dan SSR) mampu membedakan dengan jelas antara aksesi-aksesi pisifera Nigeria, baik aksesi famili TxP pisifera atau ramet klon pisifera. (2) Ramet klon pisifera memperlihatkan keseragaman yang tinggi sedangkan pisifera famili TxP terlihat beragam. Berdasarkan hasil analisis juga terlihat kalau marka SSR sebenarnya memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan marka RAPD. Hal ini dapat dilihat dari : (1) Persentase marka polimorfis yang dihasilkan. Marka SSR menghasilkan nilai (77%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan marka RAPD (25%). Perbedaan profil marka DNA
(meliputi jumlah dan ukuran marka) sangat
berperan dalam menentukan tingkat keragaman populasi kelapa sawit. Semakin banyak marka DNA polimorfis yang dihasilkan akan dapat lebih menggambarkan genom tanaman. (2) Marka RAPD mampu mengelompokkan seluruh pisifera Nigeria baik klon maupun famili TxP pada tingkat kesamaan (0,83) lebih tinggi dibandingkan marka SSR (0,68). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman genetik yang mampu dihasilkan marka SSR lebih tinggi dibandingkan dengan marka RAPD. Ini juga
membuktikan
bahwa
marka SSR
merupakan
marka
yang memiliki ketelitian yang tinggi dan merupakan marka spesifik. (3) Marka SSR menunjukkan sifat kodominan dengan jumlah alel yang diperlihatkan pada tiap individu hanya 2 pita (sesuai genom kelapa sawit diploid 2n=32), berbeda dengan marka RAPD yang bersifat dominan dan memperlihatkan cukup banyak pita pada tiap individu. Sifat kodominan yang ditunjukkan pada marka SSR ini akan memudahkan penggenotipan tanaman untuk menentukan dan membedakan antara homozigot dominan, heterozigot dan homozigot resesif. Keberhasilan reaksi amplifikasi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain dalam penggunaan primer. Setiyo et al. (2001) menjelaskan bahwa dalam analisis RAPD digunakan primer acak (arbitrary) tunggal yang akan mengamplifikasi beberapa segmen DNA target secara acak pada daerah-daerah yang dibatasi oleh sekuen yang berkomplemen dengan primer tersebut. Penggunaan primer acak yang kurang sesuai akan menghasilkan pola pita sama untuk satu populasi yang diamati atau bahkan tidak menghasilkan pola pita sama sekali. Ini berarti bahwa dalam melakukan analisis genetik dengan teknik RAPD diperlukan pemilihan primer acak dari sejumlah primer yang tersedia.
35
Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan marka RAPD dan SSR mampu menunjukkan identitas empat ramet pisifera klon sebagai satu genotipe, hal ini menunjukkan
bahwa
keempat
ramet
tersebut
benar-benar
berasal
dari
sumber klonal. Marka RAPD dan SSR juga mampu mengidentifikasi secara tepat aksesi pisifera TxP yang secara genetik berbeda, menunjukkan bahwa pisifera TxP merupakan segregan atau rekombinan. Hasil analisis UPGMA menggunakan marka RAPD menempatkan pisifera klon pada kemiripan 0,83 – 0,91 terhadap aksesi pisifera TxP famili, sementara marka SSR menempatkannya pada 0,63 – 0,84.
36
KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA KLON ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA SSR Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik intra dan interpopulasi pisifera klon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang berasal dari Nigeria. Analisis keragaman genetik dilakukan terhadap 87 aksesi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera klon yang berasal dari Nigeria dari enam famili yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 12 pasang marka simple sequence repeats (SSR). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 12 marka yang digunakan, 11 marka bersifat polimorfis dengan jumlah alel 3,3 alel perlokus. Sedangkan 1 marka yang lain bersifat monomorfis. Dari enam populasi kelapa sawit pisifera klon Nigeria yang dianalisis, populasi klon 22, 24 dan 32 tidak memperlihatkan adanya keragaman dalam populasinya. Hal ini ditunjukkan dengan profil alel yang sama pada seluruh lokus yang dianalisis. Ini menggambarkan bahwa klon tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari populasi. Sedangkan, populasi klon 14, 23 dan 33 memperlihatkan adanya keragaman pada satu atau dua individu di dalam populasinya. Ini ditunjukkan dengan profil alel yang berbeda dibandingkan dengan individu yang lain. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya variasi somaklonal atau mislabelling pada saat kultur. Analisis keragaman genetik menggunakan marka SSR ini berguna untuk memberikan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik kelapa sawit, monitoring keseragaman di antara dan di dalam populasi klon dan pendeteksian kultur yang tercampur (mislabelling).
Kata kunci : SSR marker, Polimorphism, Genetic distance, UPGMA.
37
INTRA AND INTERPOPULATION GENETIC DIVERSITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA CLONES ORIGINATED FROM NIGERIA BASED ON SSR MARKERS ANALYSIS Abstract The objectives of this experiment were to determine intra and interpopulation genetic diversity of tissue culture clones of pisifera palm collections originated from Nigeria. A number of 87 pisifera Nigeria used for analysis was derived from six families of pisifera clones. In this experiment, the genetic diversity was assessed using 12 loci of oil palm’s specific SSR markers. The results of the experiment indicated out of 12 SSR marker loci evaluated, one loci were monomorphic in all pisifera palms evaluated while 11 loci were polymorphic. The average alele numbers of the marker in the pisifera populations were 3.3 aleles per locus. Out of six different clonal populations of pisiferas palm analyze, intrapopulation of clone 22, 24 and 32 showed uniform alele profiles in almost all SSR marker loci tested, indicating the clonal nature of the population members. However, one or two individuals within intrapopulation of clone 14, 23 and 33 showed different alele profiles than that of the rest, indicating possibilities of either existance of somaclonal variation or mislabelled materials. The SSR markers can be used to give an accurate information of genetic relatedness of oil palm germplasm, to monitor line uniformity between and within clone and detecting culture mix-up (mislabelling).
Key words :
SSR marker, Polimorphism, Genetic distance, UPGMA.
38
Pendahuluan Ketersediaan material genetik kelapa sawit yang beragam merupakan faktor penting bagi pemulia untuk merakit bahan tanaman yang unggul dan berkualitas. PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk.
merupakan salah satu
perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memperoleh ijin Pemerintah Indonesia untuk memproduksi benih DxP dalam skala komersial (Cahyono et al. 2005). Pisifera Nigeria merupakan salah satu sumber tetua jantan penghasil serbuk sari yang digunakan untuk memproduksi benih kelapa sawit DxP unggul dengan DxP Sriwijaya 1. Disebabkan perbedaan karakteristik cangkang antara tanaman dura dan pisifera sebagai tetua dalam produksi benih tenera maka upaya perbanyakan tetua pisifera yang tidak memiliki cangkang hanya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) melakukan persilangan tenera x tenera yang menghasilkan 25% pisifera (2) melakukan persilangan tenera x pisifera yang menghasilkan 50% pisifera, dan (3) melakukan kultur jaringan pisifera yang menghasilkan 100% pisifera (Corley dan Tinker 2003). Sumber genetik pisifera Nigeria yang ada berasal dari persilangan tenera x pisifera dan klon hasil kultur jaringan (Bina Sawit Makmur 2004). Sampai saat ini sumber serbuk sari yang digunakan untuk memproduksi benih DxP Nigeria hanya berasal dari pisifera TxP famili. Penggunaan sumber serbuk sari yang berasal dari pisifera klon masih dalam serangkaian penelitian sehingga belum digunakan untuk skala komersial. Kekhawatiran akan munculnya abnormalitas pembungaan merupakan alasan utama mengapa pisifera yang berasal dari klon ini masih belum digunakan (Bina Sawit Makmur 2007). Analisis berbasis marka sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana hubungan genetik antar individu dalam populasi. Asmono (1998) menjelaskan bahwa informasi molekuler yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar pemeliharaan material genetik untuk konservasi atau sebagai pedoman perencanaan aktifitas pemuliaan masa depan. Marka Simple Sequence Repeats (SSR) yang berbasis PCR merupakan salah satu marka molekuler yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan marka molekular yang lain karena bersifat
39 kodominan, memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi, dapat mendeteksi variasi alel yang tinggi, mampu mendeteksi keragaman genetik pada tanaman yang berkerabat dekat, relatif sederhana untuk ditafsirkan dan dengan mudah diakses oleh laboratorium lain melalui publikasi sekuen primer (Smith et al. 1997; SangaiMaroof et al. 1994). Pembuktian keunggulan marka SSR telah dilakukan oleh Powell et al. (1996). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa marka SSR memiliki kandungan informasi yang paling tinggi dibandingkan dengan marka molekuler yang lain (kemampuan untuk membedakan genotipe) saat mengevaluasi plasma nutfah kedelai. Lebih jauh Singh et al. (2007) telah memanfaatkan marka SSR sebagai quality control pada produksi massal klon kultur jaringan dengan harapan bahwa marka SSR akan dapat digunakan untuk identifikasi klonal, monitoring keseragaman lini di antara dan di dalam klon-klon serta pendeteksian kultur yang tercampur. Melihat keunggulan marka SSR tersebut secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera klon asal Nigeria serta mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik intrapopulasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera klon asal Nigeria tersebut.
40
Bahan dan Metode Tempat, Waktu dan Bahan Tanaman Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sampel daun tanaman diambil dari Kebun Induk PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk., Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan April 2009. Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis keragaman genetik berupa sampel daun tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera asal Nigeria yang terdiri dari : (1) Populasi pisifera Nigeria klon 14 sebanyak 18 ramet. (2) Populasi pisifera Nigeria klon 22 sebanyak 11 ramet. (3) Populasi pisifera Nigeria klon 23 sebanyak 15 ramet. (4) Populasi pisifera Nigeria klon 24 sebanyak 18 ramet. (5) Populasi pisifera Nigeria klon 32 sebanyak 4 ramet. (6) Populasi pisifera Nigeria klon 33 sebanyak 21 ramet. Total seluruh bahan tanaman yang digunakan sebanyak 87 ramet.
Isolasi DNA. DNA genomik diisolasi dari jaringan daun pertama (daun tombak) kelapa sawit dilakukan mengikuti metode CTAB yang dikembangkan oleh Orozco Castillo et al. (1993). Modifikasi dengan penambahan PVP (polyvinylpyrrolidone) 50 mg dan 2-Mercaptoethanol 10 µl ke dalam larutan penyangga. Konsentrasi dan kemurnian DNA dapat ditentukan dengan UV-spektrofotometer. Tingkat kemurniaan DNA yang cukup memadai untuk analisis lanjutan sesuai yang ditetapkan Sambrook et al. (1987) adalah jika nilai absorban pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm berkisar 1,7 – 2,0.
Seleksi Primer. Primer yang digunakan sebanyak 12 pasang primer spesifik SSR yang berasal dari hasil penelitian Billote et al. (2005) dan terbentuk dari persilangan antara dua induk heterozigot, Tenera dari La Me (LM2T) dan Dura dari Deli (DA10D) dengan ukuran alel berkisar antara 130 – 320 bp. Informasi
41 lengkap detail primer diunduh dari website http://tropgenedb.cirad.fr/oil palm/publications.html.
Amplifikasi dan Visualisasi DNA hasil PCR. Amplifikasi DNA mengikuti metode yang dikembangkan oleh Bilotte et al. (2001) dengan menggunakan Perkin Elmer Gene Amp PCR System 2400. Tahapan PCR diatur sebagai berikut: (1) tahapan pra-amplifikasi pada 94ºC selama 1 menit, (2) tahapan amplifikasi sebanyak 35 siklus masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan yaitu (a) pemisahan utas ganda cetakan DNA menjadi utas tunggal (denaturasi) pada 94ºC selama 30 detik, (b) penempelan primer pada utas tunggal DNA (primer annealing) pada 52ºC selama 1 menit, dan (c) pemanjangan utas nukleotida baru (primer extension) pada 72ºC selama 2 menit; serta (3) tahapan pasca-amplifikasi yaitu pemanjangan utas tunggal DNA tahap akhir (final extention) pada 72ºC selama 8 menit dan pendinginan pada suhu ruang atau suhu simpan 4ºC. Untuk satu reaksi PCR dengan volume akhir 25 µl, ke dalam tabung PCR 0.2 ml ditambahkan reaksi 14.3 µl aquabidestilata (ddH2O) steril; 2.5 µl Taq buffer 10x; 2.5 µl MgCl2 1.5 mM; 2.5 µl dNTP 10 mM; 1.0 µl primer forward dan reverse 10 pmol/µl; 0.2 µl Taq DNA polymerase 5 U/µl dan 2 µl DNA 50 ng/µl. Reaksi PCR dihentikan dengan penambahan 25 μl buffer formamide (0.3% bromophenol blue; 0.3% xylene cyanol; 10 mM EDTA pH 8.0; 97.5% deionized formamide). Masing-masing pada gel akrilamide
DNA
hasil
amplifikasi
PCR
dielektroforesis
6% yang mengandung urea 7 M menggunakan larutan
penyangga TBE 1x. Elektroforesis dilakukan pada tegangan tetap 60 W dan suhu 55°C selama 90 – 120 menit. Elektroforesis dihentikan bila pewarna yang lambat bergerak mencapai dua pertiga bagian gel. Selanjutnya gel akrilamid diberi pewarnaan (staining) dengan silver nitrat selama 30 hingga 60 menit mengikuti
metode
yang
Gel dikeringkan selama scanner.
dikembangkan
oleh
George
et
al.
(2004).
2-3 hari lalu didokumentasi dengan menggunakan
42 Analisis Data Profil pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer acak (marka RAPD) atau primer spesifik (marka SSR) diubah ke bentuk data biner. Data biner digunakan untuk menghasilkan matrik data biner dengan bantuan program numerical taxonomy and multivariate system (NTSYSpc) versi 2.02 (Rohlf, 1998). Dari matrik data biner diturunkan menjadi matrik kesamaan genetik (similarity matrix) antar sawit menggunakan koefiesien Dice (Dice 1945; Nei dan Li 1979). Matrik kesamaan genetik ini dibuat menggunakan similarity for quantitative data (SIMQUAL) yang merupakan sub-program similarity and dissimilarity. Berdasarkan nilai matrik kesamaan genetik yang didapat tersebut dilakukan analisis pengelompokan (Cluster Analysis) menggunakan metode unweighted Analisis
pair-group
method
pengelompokan
ini
with
dilakukan
aritmathic dengan
average
sub-program
(UPGMA). sequential
agglomerative hierarical nested cluster analysis (SAHN). Hasil analisis pengelompokan
UPGMA
menggunakan
tree-display
yang
merupakan
sub-program Graphics Program NTSYSpc (Zulkifli et al. 2001). Dendogram yang diperoleh
mencerminkan hubungan kesamaan genetik antar individu
kelapa sawit yang dievaluasi.
43
Hasil dan Pembahasan Identifikasi Primer Saat ini, marka molekuler SSR (Simple Sequence Repeat) atau mikrosatelit telah digunakan secara luas dalam analisis yang berbasis molekuler. Marka ini telah digunakan pada berbagai studi, di antaranya studi keragaman genetik dan identifikasi varietas tanaman (Blair et al. 1999). Marka SSR merupakan tandem arrays dari 2-5 pasangan basa nukleotida berulang yang ditemukan secara luas pada organism Eukariot. Marka ini bersifat kodominan dan dapat mendeteksi variasi alel yang tinggi (Wu dan Tanskley 1993; Panaud et al. 1996). Informasi detail dari primer yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 12 marka SSR yang digunakan dalam penelitian analisis keragaman genetik intra dan inter populasi kelapa sawit pisifera klon Nigeria No Primer
Nama lokus
P-1
mEgCIR0802
P-2
mEgCIR0173
P-3
mEgCIR3574
P-4
mEgCIR3543
P-5
mEgCIR3300
P-6
mEgCIR3363
P-7
mEgCIR3785
P-8
mEgCIR3362
P-9
mEgCIR1773
P-11
mEgCIR3546
P-12
mEgCIR3850
P-13
mEgCIR3298
Urutan Basa F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R
CTCCTTTGGCGTATCCTTTA
Jumlah alel Total Polimorfis
3
1
3
3
3
1
5
5
3
0
3
3
3
1
3
3
2
1
3
3
CCTCGGGTTATCCTTTTTACC TGGCTGGCTTCGGTCTTAG
5
5
GACTACCGTATTGCGTTCAG GGTTTTGGTTCGTGGAG
4
4
TACGTGCAGTGGGTTCTTTC TGAACAAGAAGGCGGAAAGAGA TGCGGGCGAGGAAAGGT AGAGACCCTATTTGCTTGAT GACAAAGAGCTTGTCACAC GTTCCCTGACCATCTTTGAG GTCGGCGATTGATTAGATTC CATGCACGTAAAGAAAGTGT CCAAATGCACCCTAAGA CTTGACAATACCCTGAGTAGTAG GCTGTGCCTATCGGACTT AAGCAATATAGGTTCAGTTC TCATTTTCTAATTCCAAACAAG CCCATCATCTGCTCAGGATAGAC ACCCTCTCCTCTTGGGAAGA ATGACCTAAAAATAAAATCTCAT ACAGATCATGCTTGCTCACA GCCTATCCCCTGAACTATCT TGCACATACCAGCAACAGAG
44 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 primer yang digunakan untuk menganalisis keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit pisifera klon asal Nigeria menghasilkan alel sebanyak 40 alel dan terdapat 11 primer yang bersifat polimorfis dengan jumlah alel yang polimorfis sebanyak 31 alel dengan persentase polimorfismenya sebesar 0,78. Sedangkan 1 primer lainnya bersifat monomorfis dan 1 primer menghasilkan pola pita yang smear hingga tidak dapat diidentifikasi polimorfisnya. Jumlah alel rata-rata adalah 3,3. Data seluruh primer dan nilai polimorfismenya disajikan pada Tabel 7. De Vicente dan Fulton (2003), menjelaskan bahwa nilai polimorfisme ditentukan oleh frekuensi kemunculan alelnya. De Vicente dan Fulton (2003) juga menjelaskan bahwa suatu gen dapat dikatakan polimorfis bila frekuensi kemunculan salah satu dari alel-alelnya kurang atau sama dengan 0,95 atau 0,99. Nilai polimorfis ini berguna untuk menunjukkan adanya variasi genotipe. Primer yang bersifat polimorfis dibutuhkan untuk menganalisis keragaman genetik populasi tanaman tertentu dan akan memperlihatkan keragaman pola pita yang terbentuk (Chakravarthi dan Naravaneni 2006).
Tabel 7. Jumlah alel dan nilai polimorfisme dari 13 primer SSR yang digunakan dalam penelitian analisis keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera klon Nigeria
No Primer P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6 P-7 P-8 P-9 P-11 P-12 P-13 Rerata
Nilai Polimorfisme alel-alel
Jumlah alel
1
2
3
4
5
3 3 3 5 3 3 3 3 2 3 5 4
0,99 0,77 0,02 0,52 0,01 0,99 0,99 0,62 1,00 0,17 0,68 0,17
0,01 0,95 0,01 0,45 1,00 0,06 0,01 0,97 0,64 0,43 0,57 0,17
0,99 0,25 0,99 0,33 0,99 0,94 0,74 0,02 0,94 0,25 0,83
0,21 0,17 0,83
0,44 0,17 -
3,3
Polimorfisme polimorfis polimorfis polimorfis polimorfis monomorfis polimorfis polimorfis polimorfis polimorfis polimorfis polimorfis polimorfis
45 Keragaman Interpopulasi Pisifera Klon Nigeria Kushairi dan Rajanaidu (2000) menjelaskan bahwa pisifera atau tetua jantan secara generatif dihasilkan melalui persilangan Tenera x Tenera (TxT) atau Tenera x Pisifera (TxP). Melalui perkembangan bioteknologi Basiron et al. menegaskan bahwa upaya perbanyakan vegetatif untuk menghasilkan pisifera telah dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Tujuan utama perbanyakan pisifera dengan teknik kultur jaringan adalah untuk menghasilkan klonal pisifera yang benar-benar seragam. Sehingga karakter yang dikehendaki dari serangkaian kegiatan pemuliaan yang telah dilakukan sebelumnya untuk menghasilkan tetua pisifera terseleksi (ortet) akan terekspresi pada klon pisifera (ramet). Hasil analisis pengelompokan Unweighted Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan 12 primer SSR terhadap pisifera klon Nigeria dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan analisis pengelompokan UPGMA menggunakan 12 primer SSR terhadap 6 famili populasi pisifera klon Nigeria (famili populasi klon 14, 22, 23, 24, 32 dan 33) terlihat bahwa seluruh individu dalam masing-masing
populasi
mengelompok sesuai dengan
familinya.
Sedangkan seluruh individu dalam populasi pisifera klon Nigeria menunjukkan keseragaman dengan membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan genetik0,65 dengan mengeluarkan klon 3316 dari populasi karena cukup berbeda dengan individu lainnya. Berdasarkan Dendogram pada Gambar 11 terlihat bahwa Interpopulasi klon Nigeria membentuk 4 kelompok (sub populasi pisifera klon). Populasi klon 23 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,87. Populasi klon 22
dan
24 pada koefisien 0,85. Populasi klon 33 dan 14 pada koefisien 0.94. Populasi klon 32 pada koefisien 1,00. Keragaman yang terjadi pada populasi klon Nigeria disebabkan karena masing-masing populasi klon berasal dari famili yang berbeda (ramet berasal dari ortet yang berbeda). Penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2007) juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar profil SSR dari ramet dibandingkan dengan profil SSR dari ortet. Perbedaan juga tidak terlihat antara ramet dari klon yang sama (recloning). Perbedaan akan terlihat dari ramet yang berbeda asal ortetnya. Hal ini memberikan harapan terhadap kemampuan primer SSR untuk membedakan genotipe yang berbeda.
46
2301 2302 2304 2305 2306 2307 2308 2309 2310 2311 2312 2313 2314 2318 2303 2201 2204 2205 2206 2207 2208 2209 2210 2211 2212 2213 2401 2402 2403 2404 2405 2406 2407 2408 2409 2410 2411 2412 2413 2414 2415 2416 2417 2418 3301 3302 3303 3304 3305 3306 3307 3308 3309 3310 3311 3312 3318 3313 3314 3315 3317 3323 3324 3325 1401 1402 1403 1404 1405 1406 1408 1409 1412 1413 1414 1416 1417 1418 1419 1421 1423 1410 3201 3202 3203 3204 3316
23 22
24
33
14 32 0.47
0.61
0.74 Koefisien Kemiripan
0.87
1.00
Gambar 11. Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera klon menggunakan 12 primer SSR.
47 Keragaman Intrapopulasi Pisifera Klon Nigeria Hasil analisis pengelompokan UPGMA memperlihatkan bahwa populasi pisifera klon 22, 24 dan 32 sama sekali tidak menunjukkan adanya keragaman pada nilai tingkat kesamaan 1,00.
Hal ini mengindikasikan bahwa individu
populasi klon (ramet) seluruhnya seragam dan merupakan bagian dari populasi tanaman dimana ortet berasal. Dendogram pada Gambar 11 juga memperlihatkan adanya satu atau dua individu dalam populasi klon 14, 23 dan 33 yang berbeda dari populasinya. Data keragaman ini dapat dilihat pada Tabel 8. Adanya keragaman individu pada tiga famili populasi pisifera klon Nigeria (populasi klon 14, klon 23 dan klon 33) yang dianalisis pada dua belas lokus, menunjukkan bahwa hanya 1 hingga 2 individu saja yang berbeda dari tiap populasinya, artinya bahwa keragaman yang terbentuk hanya sedikit dari individu yang ada. Sesuai penelitian Cheah dan Wooi (1995) yang menggunakan marka molekuler untuk menganalisis perubahan DNA, dan ditemukan satu varian yang berbeda dengan individu lain pada subkultur ke-11 sedangkan ramet lain dari klon yang sama dan subkultur yang sama tidak menunjukkan adanya perubahan DNA. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Matthes et al 2001 juga menunjukkan bahwa abnormalitas kultur jaringan kelapa sawit dapat terjadi karena subkultur yang dilakukan berulang ulang. Keragaman yang terjadi karena subkultur yang berulang-ulang ini juga diyakini dapat merubah profil marka yang dihasilkan ramet dibanding ortetnya.
Tabel 8. Data keragaman intrapopulasi pisifera klon Nigeria yang dianalisis menggunakan 12 marka SSR. Hasil Perbanyakan
No Famili
Jumlah aksesi
Kelompok yang terbentuk
Tingkat kesamaan
Pisifera Klon
14
18
2
0,97
Pisifera Klon
22
11
1
1,00
Pisifera Klon
23
15
3
0,87
Pisifera Klon
24
18
1
1,00
Pisifera Klon
32
4
1
1,00
Pisifera Klon
33
21
2
0,94
48 Tabel 9. Data perbedaan jumlah lokus intrapopulasi pisifera klon Nigeria dari 12 lokus yang diuji. No Klon
Kelompok
Jumlah aksesi
Jlh lokus yg berbeda dr 12 lokus yg diuji
Koefisien kemiripan
Klon 14
14-a 14-b (1410)
17 1
0 (seragam) 1
1.00 0.97
Klon 23
23-a 23-b (2303) 23-c (2318)
13 1 1
0 (seragam) 5 1
1.00 0.86 0.97
Klon 33
33-a 33-b 33-c (3316)
13 7 1
0 (seragam) 1 10
1.00 0.97 0.47
Perbedaan keragaman antar populasi klon disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 terlihat bahwa ada dua individu tanaman yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan kelompok populasinya. Klon 2303 bila dibandingkan dengan populasi famili klon 23 menunjukkan perbedaan 5 lokus dari 12 lokus yang dianalisis, sedangkan klon 3316 menunjukkan perbedaan 10 lokus dari 12 lokus yang dianalisis bila dibandingkan dengan famili klon 33. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa klon tersebut bukan merupakan anggota dari populasi klon yang bersangkutan. Keragaman ini kemungkinan terjadi karena kultur tercampur dengan kultur yang lain (mislabeling). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Singh et al. (2007) yang menyatakan bahwa hampir bisa dipastikan terjadinya profil sidik jari yang jauh berbeda dengan ortet yang terkait disebabkan oleh tercampurnya kultur akibat kelalaian operator disebabkan banyaknya kultur yang ditangani sehari-hari. Sedang klon 1410, klon 2314 dan 7 individu dari populasi klon 33 menunjukkan perbedaan 1 lokus dari 12 lokus yang dianalisis. Keragaman ini kemungkinan disebabkan adanya variasi somaklonal yang merubah struktur kromosom. Perubahan ini menyebabkan profil SSR ramet yang terkait akan berbeda dengan profil dari ortetnya. Singh et al. (2007) juga menjelaskan bahwa perbedaan profil DNA klon dengan ortet sebagai akibat dari adanya variasi somaklonal dapat terjadi melalui mutasi titik (yang merubah sekuen binding
49 primer), insersi, delesi atau inversi (yang dapat merubah ukuran target DNA atau mencegah amplifikasi). Matthes et al. (2001) menjelaskan bahwa fenomena variasi somaklonal merupakan hal yang umum terjadi pada tanaman kelapa sawit dan memberikan kenaikan abnormalitas tanaman. Fenomena variasi somaklonal itulah yang memungkinkan profil sidik jari klon tersebut berbeda dari profil sidik jari ortet yang terkait, namun data menunjukkan bahwa tanaman yang menyimpang tersebut menghasilkan pembungaan dan tandan buah yang normal.
a. Populasi famili klon 33 (21 aksesi) dengan primer 1 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 09 08 07 06 05 04 03 02 01
b. Populasi famili klon 33 (21 aksesi) dengan primer 7 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 09 08 07 06 05 04 03 02 01
c. Populasi famili klon 14 (18 aksesi) dengan primer 1 23 21 19 18 17 16 14 13 12 10 09 08 06 05 04 03 02 01
d. Populasi famili klon 14 (18 aksesi) dengan primer 7 23 21 19 18 17 16 14 13 12 10 09 08 06 05 04 03 02 01
Gambar 12. Visualisasi profil pita hasil elektroforesis DNA kelapa sawit populasi klon 33 dan klon 14 menggunakan primer SSR 1 dan 7 .
50 Lebih jauh Singh et al. (2007) menjelaskan bahwa hampir bisa dipastikan bahwa terjadinya profil sidik jari yang jauh berbeda dengan ortet yang terkait disebabkan oleh tercampurnya kultur akibat kelalaian operator disebabkan banyaknya kultur yang ditangani sehari-hari. Sedangkan perbedaan profil DNA klon dengan ortet sebagai akibat dari adanya variasi somaklonal dapat terjadi melalui mutasi titik (yang merubah sekuen binding primer), insersi, delesi atau inversi (yang dapat merubah ukuran target DNA atau mencegah amplifikasi). Asmono (2006) menjelaskan bahwa, salah satu masalah utama kultur jaringan kelapa sawit adalah kesulitan dalam reproduksi true-to–type dari ortet terseleksi, khususnya akibat abnormalitas pembungaan. Persentase abnormalitas pembungaan di lapangan diharapkan lebih rendah dari 5%. Seleksi ketat, baik selama proses in vitro maupun di pembibitan, serta penggunaan media cair (liquid culture) dilaporkan dapat mengurangi insiden abnormalitas tersebut.
Keterkaitan Pisifera Klon Nigeria dengan TxP Famili Pisifera sendiri dalam perbanyakannya dapat dilakukan secara generatif melalui persilangan seksual antara tenera x pisifera sehingga dihasilkan 50% pisifera dan secara vegetatif melalui kultur jaringan yang menghasilkan 100% pisifera. Untuk melihat seberapa dekat hubungan kekerabatan antara pisifera Nigeria yang berasal dari klon dengan pisifera Nigeria yang berasal dari TxP famili, dapat dilihat pada dendogram Gambar 13. Berdasarkan dendogram pada Gambar 13 interpopulasi pisifera Nigeria dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu kelompok pisifera TxP famili 319, kelompok pisifera TxP famili 318, kelompok pisifera TxP 320 dan kelompok Klon 33 dan14. Serta terdapat kelompok lain yang sangat berbeda yaitu kelompok klon 23 dan TxP 318/56. Adanya keterkaitan antara populasi pisifera klon dengan kelompok yang terbentuk diduga bahwa: (1) Ramet pisifera klon 22 dan 24 kemungkinan diambil dari ortet yang berasal dari populasi TxP famili 318. (2) Ramet dari pisifera klon 32 kemungkinan juga diambil dari TxP famili 320. (3) Ramet yang berasal dari pisifera klon 33 dan 34 diduga berasal dari dua ortet yang berbeda tetapi masih dalam satu famili pisifera TxP yang sama. (4) Ramet yang berasal dari pisifera klon 23 diduga berasal dari ortet lain dari klon yang lain atau dari TxP famili lain.
51
1
319/1 319/2 318/4 318/13 318/35 318/36 318/42 318/34 318/47 318/45 318/49 318/18 318/48 318/64 318/55 318/22 320/84 317/10 KLON-22 318/32 318/44 318/9 318/28 318/10 318/31 318/21 318/5 318/17 318/24 318/41 318/29 318/33 318/38 318/43 318/11 318/16 318/27 318/30 318/53 318/54 320/11 320/23 320/70 320/99 KLON-24 318/19 318/62 320/68 320/80 320/102 320/50 320/58 320/54 320/62 320/67 317/8 317/9 320/9 320/92 320/105 320/61 320/77 320/30 320/90 320/43 320/71 320/12 320/81 KLON-32 320/20 320/88 320/48 320/8 320/15 320/25 320/33 320/56 320/98 320/106 320/27 320/95 320/100 320/29 320/76 320/45 320/35 320/13 320/59 320/65 320/78 320/85 320/72 320/97 320/94 320/91 320/79 320/3 320/89 320/101 317/5 KLON-33 KLON-14 KLON-23 318/56
2
3
4 0.51
Gambar 13.
0.63
0.75 Koefisien Kemiripan
0.88
1.00
Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera klon dan keterkaitannya dengan pisifera TxP famili menggunakan 12 primer SSR.
52 Pemanfaatan Informasi Molekuler untuk Kegiatan Pemuliaan Tanaman Informasi keterkaitan antar populasi pisifera Nigeria yang ditunjukkan pada dendogram pada Gambar 13 dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dalam pengembangan program pemuliaan masa depan. Pemanfaatan informasi marka untuk kegiatan pemuliaan dapat dilakukan antara lain. Pengelolaan Plasma Nutfah Pisifera Klon Nigeria. Melihat keterkaitan secara genetik antara pisifera klon 22, dan 24 dengan pisifera TxP famili 318, memberikan alternatif kepada klon tersebut untuk dapat digunakan sebagai pengganti sumber serbuk sari. Demikian juga klon 22 dapat digunakan sebagai alternatif pengganti sumber serbuk sari yang berasal dari TxP 320. Ini bermanfaat pada saat bunga jantan dari TxP famili tidak berproduksi optimal.
Namun
demikian strategi pemanfaan serbuk sari tersebut harus melalui serangkaian penelitian. Penelitian dapat dimulai dengan membuat progeny testing dari sumber pisifera yang berasal dari klon. Penentuan Arah Program Pemuliaan. Dalam penentuan populasi pisifera yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan ada tiga pendekatan yang harus dipertimbangkan: (a) Tetua pisifera digunakan untuk kepentingan pemuliaan dalam meningkatkan keragaman genetik. Untuk ini pisifera klon 23, klon 33 dan 14 dapat dimanfaatkan sebagai sumber serbuk sari karena memiliki jarak genetik yang luas dibandingkan populasi pisifera lainnya. Dalam pemeliharaan material genetik, karakter produksi bukanlah satu-satunya bagian yang dipertimbangkan. Karakter vegetatif lainnya juga patut dipertimbangkan untuk meningkatkan keragaman genetik. (b) Tetua pisifera digunakan untuk memproduksi benih dalam skala komersial. Untuk ini diperlukan sejumlah pisifera terseleksi yang memiliki tingkat keragaman yang relatif rendah sehingga akan dihasilkan progeny yang seragam. Uniformity karakter sangat diperlukan pada benih komersial. Untuk ini pisifera klon menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti serbuk sari. Hal ini didukung keseragaman populasi klon yang tinggi (c) Tetua pisifera klon dapat digunakan untuk kepentingan pemuliaan dalam pelestarian plasma nutfah. Untuk ini beberapa pisifera klon yang memiliki karakter spesifik tertentu dapat dilestarikan.
53
Kesimpulan
Analisis keragaman intrapopulasi yang dilakukan terhadap enam populasi pisifera klon Nigeria memperlihatkan bahwa populasi klon 22, 24 dan 33 tidak menunjukkan adanya keragaman antar individu dalam populasinya (seluruh individu dalam populasi seragam), sedangkan klon 1410 bila dibandingkan dengan populasi famili klon 14 menunjukkan perbedaan 1 lokus dari 12 lokus yang dianalisis, klon 2303 menunjukkan perbedaan 5 lokus dari 12 lokus yang dianalisis, klon 2318 menunjukkan perbedaan 1 lokus dari 12 lokus yang dianalisis dan klon 3316 menunjukkan perbedaan 10 lokus dari 12 lokus yang dianalisis. Sedangkan analisis keragamam interpopulasi klon Nigeria membentuk 4 kelompok (sub populasi pisifera klon). Populasi klon 23 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan genetik 0,87. Populasi klon 22 dan 24 pada koefisien 0,85. Populasi klon 33 dan 14 pada koefisien 0.94. Populasi klon 32 pada koefisien 1,00.
54
KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA TxP FAMILI ASAL NIGERIA BERDASARKAN ANALISIS MARKA SSR Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera TxP famili yang berasal dari Nigeria. Pisifera TxP famili ini digunakan sebagai sumber serbuk sari untuk memproduksi benih kelapa sawit DxP komersial. Analisis keragaman genetik dilakukan terhadap 98 aksesi tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera TxP famili dari empat famili yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 12 pasang marka simple sequence repeats (SSR). Hasil menunjukkan bahwa 11 dari marka tersebut bersifat polimorfis dengan jumlah alel 3,3 alel perlokus sedangkan 1 marka yang lain bersifat monomorfis. Analisis yang dilakukan terhadap empat populasi pisifera TxP famili juga menunjukkan adanya keragaman pada seluruh populasi baik pada populasi TxP 317, 318, 319 dan 320. Namun demikian populasi TxP 317 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,72, populasi TxP 318 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,50, populasi TxP 319 membentuk satu kelompok pada koefisien 0,85 dan populasi TxP 320 membentuk satu kelompok pada koefisien 0,78. Analisis keragaman genetik kelapa sawit menggunakan marker SSR ini dapat digunakan sebagai salah satu perangkat seleksi dalam pemeliharaan keragaman genetik yang tersedia dan memberikan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik untuk penetapan aktifitas pemuliaan masa depan.
Kata kunci : Marka SSR, Polimorfisme, Jarak genetik, UPGMA.
55
INTRA AND INTERPOPULATION GENETIC DIVERSITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA TXP FAMILY ORIGINATED FROM NIGERIA BASED ON SSR MARKERS ANALYSIS Abstract The objectives of this experiment were to determine intrapopulation genetic diversity of TxP family of pisifera palm collections originated from Nigeria that have been used as pollen sources for producing commercial DxP oil palm. In this experiment, the genetic diversity was assessed using 12 loci of oil palm’s specific SSR markers. Results of the experiment indicated out of 12 SSR marker loci evaluated, one loci were monomorphic in all pisifera palms evaluated while 11 loci were polymorphic. The average alele numbers of the marker in the pisifera populations were 3.3 aleles per locus. The results showed that interpopulation of four population of Nigeria Pisifera’s TxP family (TxP 317, 318, 319 and 320) were all on genetically diverse. Nevertheless, intrapopulation of TxP family 317 showed uniformity at 0,72 coefficient similarity value, TxP family 318 showed uniformity at 0,50 coefficient similarity value, TxP family 319 showed uniformity at 0,85 coefficient similarity value, and TxP family 320 showed uniformity at 0,78 coefficient similarity value. Genetic diversity analysis based on SSR marker can be used to give an accurate information of genetic relatedness of oil palm germplasm and the molecular information can also be used as a tool for selection in order to maintain genetic variability to determine breeding activity for the future.
Key words : SSR marker, Polimorphism, Genetic distance, UPGMA.
56
Pendahuluan Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak dan sejauh ini merupakan tanaman yang produksi minyaknya paling tinggi dalam satuan luas. Tanaman ini merupakan tanaman monokotil dari family Arecaceae (genus Cocoineae) (Hartley 1988). Tanaman ini memiliki genom diploid yang memiliki 16 pasang kromosom homolog (2n = 32) dan ukuran fisik genom diperkirakan antara 3,79 pg/ 2 C yang diukur menggunakan flow cytometry (Rival et al. 1997). Terdapat tiga tipe kelapa sawit yang tumbuh dan berkembang di alam. Ketiganya telah diklassifikasikan berdasarkan ada tidaknya cangkang dalam buah yang dipengaruhi oleh gen mayor Sh,
sebagai gen pembentuk cangkang
(Beirnaert dan Vanderweyen 1941).
Dura, genotipe homozigot (Sh+/Sh+) akan menghasilkan cangkang yang tebal, Pisifera (Sh-/Sh-) tidak terdapat cangkang dan jarang terbentuk menjadi buah dan Tenera (Sh+/Sh-) merupakan tanaman hibrida dari dua type yang berbeda diatas yang akan menghasilkan buah dengan dengan ketebalan cangkang yang sedang. Pisifera merupakan jenis kelapa sawit yang sebahagian besar menghasilkan bunga betina yang steril (mandul), sehingga tanaman ini tidak dapat digunakan sebagai tanaman komersial. Tanaman pisifera ini digunakan sebagai tetua jantan yang disilangkan dengan tanaman Dura untuk menghasilkan hibrida tenera (DxP), setelah
Beinaert
menemukan
karakter
ketebalan
cangkang
yang
pola
pewarisannya dikendalikan oleh gen tunggal (Sh) pada tahun 1939 di Congo (Zaire) (Hartley 1988). Penemuan ini merupakan landasan bagi pengembangan industri benih kelapa sawit dan membuka jalan terhadap aktifitas kegiatan pemuliaan dan seleksi dalam upaya menghasilkan bahan tanaman Dura x Pisifera (DxP) yang berproduksi tinggi. Disebabkan perbedaan karakteristik cangkang antara tanaman dura dan pisifera sebagai tetua dalam produksi benih tenera maka upaya perbanyakan tetua pisifera yang tidak memiliki cangkang hanya dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) melakukan persilangan tenera x tenera yang menghasilkan 25% pisifera (2) melakukan persilangan tenera x pisifera yang menghasilkan 50% pisifera, dan (3) melakukan kultur jaringan pisifera yang menghasilkan 100% pisifera (Corley dan Tinker 2003).
57
Karakterisasi dan kuantifikasi keragaman genetik sudah lama menjadi tujuan utama dalam program pemuliaan tanaman kelapa sawit. Informasi akan keragaman genetik di dalam dan di antara varitas kelapa sawit yang berkerabat dekat perlu dimanfaatkan sebagai sumber informasi genetik. Analisis keragaman genetik di dalam dan di antara bahan tanaman elit menjadi perhatian utama bagi pemulia tanaman. Informasi tersebut akan memberi kontribisi dalam pengelolaan plasma nutfah yang potensial dan informasi itu dapat juga digunakan untuk menduga nilai potensial genetik (Asmono 1998). Sumber genetik pisifera Nigeria yang ada berasal dari persilangan tenera x pisifera dan klon hasil kultur jaringan (Bina Sawit Makmur 2004). Namun sampai sekarang karakterisasi molekuler masih belum dilakukan. Diantara berbagai macam marka molekuler yang tersedia, mikrosatelit, yang juga dikenal dengan simple sequence repeats atau SSR merupakan susunan berurutan dari 1-6 pasangan basa nukleotida berulang yang ditemukan secara luas pada genom eukariot. Mikrosatelit merupakan marka DNA yang memiliki keunggulan dibanding marka-marka yang lain karena sangat polimorfis, melimpah, pewarisannya bersifat kodominan, analisisnya sederhana dan mudah ditranfer antar laboratorium. Marka SSR ini juga telah digunakan di dalam analisis genetik pada tanaman kelapa sawit. (Saghai-Maroof
et al.
1994;
Smith et al. 1997; Bilotte et al. 2001; Singh et al. 2007). Keunggulan dari mikrosatelit dibanding marka genetik yang lain menjadikannya lebih penting, dan lebih jelas saat digunakan untuk membawa karakter yang dikehendaki pada program pamuliaan dalam skala yang luas sebagai petunjuk utama untuk strategi pemetaan berdasarkan cloning gen dan sebagai preferensi untuk high throughput mapping, analisis genetik dan program pengembangan tanaman berbasis marka (McCouch et al. 2002). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi dan interpopulasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera TxP famili asal Nigeria serta mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik intrapopulasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera TxP famili asal Nigeria tersebut.
58
Bahan Dan Metode Tempat, Waktu dan Bahan Tanaman Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler
Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun tanaman diambil dari Kebun Induk PT Bina Sawit Makmur, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan April 2009. Bahan tanaman yang digunakan untuk analisis keragaman genetik berupa sampel daun tanaman kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) pisifera origin
Nigeria yang terdiri dari: (1) Populasi pisifera Nigeria TxP famili 317 sebanyak 4 tanaman. (2) Populasi pisifera Nigeria TxP famili 318 sebanyak 38 tanaman. (3) Populasi pisifera Nigeria TxP famili 319 sebanyak 2 tanaman. (4) Populasi pisifera Nigeria TxP famili 320 sebanyak 54 tanaman. Total seluruh bahan tanaman yang digunakan sebanyak 98 tanaman.
Isolasi DNA. DNA tanaman yang akan di isolasi berasal dari daun kelapa sawit yang masih muda dan belum membuka yang dikenal dengan daun tombak atau daun pada posisi nol. DNA daun diekstraksi dan dipurifikasi menggunakan metode CTAB oleh Orozco-Castillo et al. (1994) dengan
beberapa modifikasi pada
konsentrasi polyvinilpolypirrolidone (PVPP) dan 2-merkaptoetanol (NurhaimiHaris dan Darussamin, 1995; Toruan Mathius et al. 1997). Kemurnian DNA yang dihasilkan diuji melalui elektroforesis pada 0,9% agarose pada buffer TAE 1x dengan pengaturan tegangan pada 60 volt selama 30 menit.
Seleksi Primer. Primer yang digunakan sebanyak 12 pasang primer spesifik SSR yang berasal dari hasil penelitian Billote et al. (2005) dan terbentuk dari persilangan antara dua induk heterozigot, Tenera dari La Me (LM2T) dan Dura dari Deli (DA10D) dengan ukuran alel berkisar antara 130 – 320 bp. Informasi lengkap detail
primer
diunduh
palm/publications.html.
dari
website
http://tropgenedb.cirad.fr/oil
59 Amplifikasi dan Visualisasi DNA hasil PCR. Amplifikasi DNA mengikuti metode yang dikembangkan oleh Bilotte et al. (2001) dengan menggunakan Perkin Elmer Gene Amp PCR System 2400. Tahapan PCR diatur sebagai berikut: (1) tahapan pra-amplifikasi pada 94ºC selama 1 menit, (2) tahapan amplifikasi sebanyak 35 siklus masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan yaitu (a) pemisahan utas ganda cetakan DNA menjadi utas tunggal (denaturasi) pada 94ºC selama 30 detik, (b) penempelan primer pada utas tunggal DNA (primer annealing) pada 52ºC selama 1 menit, dan (c) pemanjangan utas nukleotida baru (primer extension) pada 72ºC selama 2 menit; serta (3) tahapan pasca-amplifikasi yaitu pemanjangan utas tunggal DNA tahap akhir (final extention) pada 72ºC selama 8 menit dan pendinginan pada suhu ruang atau suhu simpan 4ºC. Untuk satu reaksi PCR dengan volume akhir 25 µl, PCR 0.2 ml
ke dalam tabung
ditambahkan reaksi 14.3 µl aquabidestilata (ddH2O) steril;
2.5 µl Taq buffer 10x; 2.5 µl MgCl2 1.5 mM; 2.5 µl dNTP 10 mM; 1.0 µl primer forward
dan reverse 10 pmol/µl; 0.2 µl Taq DNA polymerase 5 U/µl dan
2 µl DNA 50 ng/µl. Reaksi PCR dihentikan dengan penambahan 25 μl buffer formamide (0.3% bromophenol blue; 0.3% xylene cyanol; 10 mM EDTA pH 8.0; 97.5% deionized formamide). Masing-masing pada gel akrilamide
DNA
hasil
amplifikasi
PCR
dielektroforesis
6% yang mengandung urea 7 M menggunakan larutan
penyangga TBE 1x. Elektroforesis dilakukan pada tegangan tetap 60 W dan suhu 55°C selama 90 – 120 menit. Elektroforesis dihentikan bila pewarna yang lambat bergerak mencapai dua pertiga bagian gel. Selanjutnya gel akrilamid diberi pewarnaan (staining) dengan silver nitrat selama 30 hingga 60 menit mengikuti
metode
yang
Gel dikeringkan selama
dikembangkan
oleh
George
et
al.
(2004).
2-3 hari lalu didokumentasi dengan menggunakan
scanner.
Analisis Data Profil pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer acak (marka RAPD) atau primer spesifik (marka SSR) diubah ke bentuk data biner.
60 Data biner digunakan untuk menghasilkan matrik data biner dengan bantuan program numerical taxonomy and multivariate system (NTSYSpc) versi 2.02 (Rohlf, 1998). Dari matrik data biner diturunkan menjadi matrik kesamaan genetik (similarity matrix) antar sawit menggunakan koefiesien Dice (Dice 1945; Nei dan Li 1979). Matrik kesamaan genetik ini dibuat menggunakan similarity for quantitative data (SIMQUAL) yang merupakan sub-program similarity and dissimilarity. Berdasarkan nilai matrik kesamaan genetik yang didapat tersebut dilakukan analisis pengelompokan (Cluster Analysis) menggunakan metode unweighted Analisis
pair-group
method
pengelompokan
ini
with
dilakukan
aritmathic dengan
average
sub-program
(UPGMA). sequential
agglomerative hierarical nested cluster analysis (SAHN). Hasil analisis pengelompokan
UPGMA
menggunakan
tree-display
yang
merupakan
sub-program Graphics Program NTSYSpc (Zulkifli et al. 2001). Dendogram yang diperoleh
mencerminkan hubungan kesamaan genetik antar individu
kelapa sawit yang dievaluasi.
61
Hasil dan Pembahasan Identifikasi primer Primer SSR yang digunakan untuk analisis keragaman genetik plasma nutfah kelapa sawit pisifera TxP famili ini merupakan hasil penelitian Billote et al. (2005). Informasi detail dari primer dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 primer yang digunakan untuk menganalisis keragaman genetik pisifera Nigeria dihasilkan alel sebanyak 39 alel. Terdapat 11 primer yang bersifat polimorfis dengan jumlah alel polimorfisnya 29 alel dan persentase polimorfismenya 74%. Sedangkan 1 primer lain nya bersifat monomorfis. Jumlah alel rata-rata adalah 3,3. Data seluruh primer dan nilai polimorfismenya disajikan pada Tabel 11.
Tabel 10. Nama lokus, urutan basa dan jumlah alel dari 13 primer SSR yang digunakan dalam penelitian analisa keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera TxP famili. No Primer
Nama Lokus
P-1
mEgCIR0802
P-2
mEgCIR0173
P-3
mEgCIR3574
P-4
mEgCIR3543
P-5
mEgCIR3300
P-6
mEgCIR3363
P-7
mEgCIR3785
P-8
mEgCIR3362
P-9
mEgCIR1773
P-11
mEgCIR3546
P-12
mEgCIR3850
P-13
mEgCIR3298
Urutan Basa F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R F R
CTCCTTTGGCGTATCCTTTA TACGTGCAGTGGGTTCTTTC TGAACAAGAAGGCGGAAAGAGA TGCGGGCGAGGAAAGGT AGAGACCCTATTTGCTTGAT GACAAAGAGCTTGTCACAC GTTCCCTGACCATCTTTGAG GTCGGCGATTGATTAGATTC CATGCACGTAAAGAAAGTGT CCAAATGCACCCTAAGA CTTGACAATACCCTGAGTAGTAG GCTGTGCCTATCGGACTT AAGCAATATAGGTTCAGTTC TCATTTTCTAATTCCAAACAAG CCCATCATCTGCTCAGGATAGAC ACCCTCTCCTCTTGGGAAGA ATGACCTAAAAATAAAATCTCAT ACAGATCATGCTTGCTCACA GCCTATCCCCTGAACTATCT TGCACATACCAGCAACAGAG CCTCGGGTTATCCTTTTTACC TGGCTGGCTTCGGTCTTAG GACTACCGTATTGCGTTCAG GGTTTTGGTTCGTGGAG
Jumlah alel Total Polimorfisme
4
2
3
3
3
1
5
4
4
2
5
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
2
0
62 Tabel 11. Jumlah alel dan nilai polimorfisme dari 13 primer SSR.yang digunakan dalam penelitian analisa keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit pisifera TxP famili.
No Primer
Nilai Polimorfisme alel-alel
Jumlah alel
1
2
3
4
5
P-1
4
0,72
0,01
0,01
0,71
-
polimorfis
P-2
3
0,47
0,74
0,49
-
-
polimorfis
P-3
3
0,02
0,01
0,99
-
-
polimorfis
P-4
5
0,97
0,02
0,62
0,38
0,01
polimorfis
P-5
4
0,02
0,01
0,99
0,97
-
polimorfis
P-6
5
0,80
0,31
0,02
0,01
0,55
polimorfis
P-7
2
0,97
0,44
-
-
-
polimorfis
P-8
3
0,37
0,87
0,24
-
-
polimorfis
P-9
2
0,83
0,42
-
-
-
polimorfis
P-11
3
0,22
0,83
0,65
-
-
polimorfis
P-12
3
0,79
0,57
0,35
-
-
polimorfis
P-13
2
1,00
1,00
-
-
-
monomorfis
Rerata
Polimorfisme
3,3
Nilai polimorfis ini berguna untuk menunjukkan adanya variasi genotipe pada tanaman. Primer yang bersifat polimorfis dibutuhkan untuk menganalisis keragaman genetik populasi tanaman tertentu dan akan memperlihatkan keragaman pola pita yang terbentuk.
Keragaman Interpopulasi Pisifera Nigeria Famili TxP Dari hasil analisis pengelompokan UPGMA menggunakan 12 primer terhadap populasi pisifera TxP famili, masing-masing populasi pisifera TxP famili menunjukkan keseragaman dengan masing-masing membentuk satu kelompok populasi pada tingkat kesamaan yang beragam dengan nilai berkisar antar 0,72– 0,85. Analisis UPGMA juga dengan jelas memisahkan masing-masing pisifera berdasarkan familinya. Pengelompokan masing-masing famili pisifera TxP ini disajikan pada Tabel 12. Bila kita lihat pada tingkat kesamaan yang lebih tinggi > 0,80 masing-masing populasi pisifera TxP famili akan memperlihatkan keragaman antar individu dalam masing-masing populasinya dengan membentuk kelompok (sub populasi).
63 Tabel 12. Data tingkat kesamaan masing-masing populasi TxP family yang membentuk satu kelompok. Hasil Perbanyakan
No Famili
Jumlah aksesi
Keragaman
Pisifera TxP
Kelompok yang terbentuk
Tingkat kesamaan
317
4
Seragam
1
0,72
Pisifera TxP
318
38
Seragam
1
0,80
Pisifera TxP
319
2
Seragam
1
0,85
Pisifera TxP
320
54
Seragam
1
0,77
Keragaman Intrapopulasi Pisifera Nigeria Famili TxP Data keragaman individu dalam populasi TxP famili dapat dilihat pada Tabel 16. Dari data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa masing-masing pisifera TxP famili membentuk sub populasi pada tingkat kesamaan yang lebih tinggi. Pisifera TxP 318 membentuk dua kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,80; sedangkan pisifera TxP 320 lebih beragam dengan membentuk empat kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,80. Keragaman yang ditimbulkan ini menunjukkan bahwa secara genetik terdapat variasi
dalam
pupulasi TxP famili. Hasil analisis pengelompokan Unweighted Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) menggunakan 12 primer SSR terhadap populasi pisifera TxP 318 asal Nigeria dapat dilihat pada Gambar 14 .
Tabel 13. Data tingkat kesamaan masing-masing populasi TxP famili yang membentuk keragaman. Hasil Perbanyakan
No Famili
Pisifera TxP
Kelompok yang terbentuk
Tingkat kesamaan
Jumlah aksesi
Keragaman
317
4
Beragam
2
0,84
Pisifera TxP
318
38
Beragam
2
0,82
Pisifera TxP
319
2
Beragam
2
1,00
Pisifera TxP
320
54
Beragam
4
0,80
64
Dari dendogram analisis UPGMA pisifera Nigeria TxP 318 menggunakan 12 primer SSR terlihat adanya kemiripan seluruh individu pada populasi dengan membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,50 dengan mengikutsertakan TxP 318/56 dalam populasi. Bila aksesi TxP 318/56 dikeluarkan dari populasi TxP 318 maka seluruh populasi TxP 318 dapat dikelompokkan menjadi satu populasi pisifera TxP 318 pada koefisien 0,80.
Populasi TxP 318 akan
membentuk dua kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,83. Terdapat satu aksesi pisifera Nigeria TxP 318/56 yang sangat berbeda dengan individu lain dalam populasi TxP 318. Dan individu yang sangat berbeda ini berpotensi untuk dijadikan tetua untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman.
318/4 318/13 318/35 318/36 318/42 318/34 318/47 318/45 318/49 318/18 318/48 318/64 318/55 318/32 318/44 318/9 318/28 318/10 318/31 318/21 318/5 318/17 318/24 318/41 318/38 318/43 318/53 318/54 318/22 318/29 318/33 318/19 318/62 318/11 318/16 318/27 318/30 318/56
1
2 0.50
0.62
0.75 Koefisien Kemiripan
Gambar 14. Dendrogram analisis UPGMA menggunakan 12 primer SSR.
0.87
populasi
1.00
pisifera
TxP
318
65 Dendogram hasil analisis pengelompokan (UPGMA) pada populasi TxP 320 dengan 12 primer SSR dapat dilihat pada Gambar 15. Dari dendogram terlihat
320/3 320/89 320/101 320/79 320/72 320/97 320/94 320/91 320/11 320/23 320/70 320/99 KLON-24 320/68 320/84 320/80 320/102 320/50 320/58 320/54 320/62 320/67 320/8 320/15 320/25 320/33 320/56 320/98 320/106 320/27 320/95 320/100 320/13 320/59 320/65 320/78 320/85 320/35 320/29 320/76 320/45 320/9 320/92 320/105 320/12 320/81 KLON-32 320/30 320/90 320/43 320/71 320/77 320/61 320/20 320/88 320/48 KLON-23 KLON-33 KLON-14
1 2 3
4 0.69
Gambar 15.
0.76
0.83 Koefisien Kemiripan
0.90
0.97
Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera TxP 320 menggunakan 12 primer SSR.
66 bahwa seluruh individu pada populasi TxP 320 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,77. Sedangkan individu pada famili TxP 320 akan membentuk empat kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,80. Hasil visualisasi profil pita DNA pada Gambar 16 menunjukkan adanya keragaman pola pita dari populasi famili klon 320. Perbedaan pola pita yang terbentuk menunjukkan adanya perbedaan genetik individu dalam populasi pisifera Nigeria famili TxP 320. Populasi pisifera TxP famili menunjukkan keragaman yang lebih tinggi dibandingkan populasi pisifera klon karena masing-masing tetua, baik pisifera sebagai tetua jantan yang disilangkan dengan tenera (TxP) sebagai induk betina memberikan kontribusi genetik pada turunannya. Hartley (1989) juga menegaskan bahwa tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monoecious yang secara alami melakukan penyerbukan silang. Dalam proses pembungaan tanaman ini memiliki siklus yang berubah-ubah. Dalam proses pembungaan pada satu pokok, jarang sekali serbuk sari dan putik bersamaan mekarnya. Hal
ini
akan
memberi
peluang terjadinya penyerbukan silang. Akibatnya keragaman genetik akan meningkat karena adanya sumbangan materi genetik dari serbuk sari tanaman kelapa sawit yang lain. Pada persilangan yang terkendali (controlled pollination) keragaman genetik yang terbentuk merupakan kontribusi genetik dari kedua tetua. Semakin jauh kekerabatan genetik kedua tetua akan menghasilkan keragaman genetik yang semakin tinggi. Pada tanaman yang dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) dengan sumber serbuk sari dari pohon yang sama tidak akan meningkatkan keragaman genetik.
C
A
B Gambar 16. Visualisasi profil pita hasil elektroforesis DNA kelapa sawit populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer SSR (A). Populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer 9. (B). Populasi TxP 320 (27 aksesi) menggunakan primer. (C). Internal control
67
Keterkaitan antar Pisifera Nigeria TxP Famili Pisifera TxP famili dalam perbanyakannya dapat dilakukan secara generatif melalui persilangan seksual antara tenera x pisifera sehingga dihasilkan 50% pisifera. Untuk melihat seberapa dekat hubungan kekerabatan antara pisifera Nigeria yang berasal dari klon dengan pisifera Nigeria yang berasal dari TxP famili, dapat dilihat pada dendogram Gambar 19. Berdasarkan dendogram pada Gambar 17 interpopulasi pisifera Nigeria dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu kelompok pisifera TxP famili 319, kelompok pisifera TxP famili 318, kelompok pisifera TxP 320 dan kelompok Klon 33 dan14. Serta terdapat kelompok lain yang sangat berbeda yaitu kelompok klon 23 dan TxP 318/56. Namun demikian seluruh pisifera Nigeria (baik klon dan TxP famili) dapat dijadikan satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,65. Untuk ini populasi TxP famili 319 dan TxP 318/56 dikeluarkan dari populasi pisifera Nigeria. Dari dendogram yang dihasilkan ada beberapa individu TxP famili yang membentuk kelompok dengan populasi yang bukan kelompoknya. Antara lain: (1) Individu-individu TxP famili 320/84, 317/10, 320/11, 320/23, 320/70, 320/99, 320/68, 320/80 dan 320/102 bukan merupakan anggota dari populasinya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan adanya mislabelling. Berdasarkan analisis SSR kemungkinan individu tersebut merupakan turunan dari TxP 318. (2) Individu TxP 317/8 dan 317/9 juga kemungkinan mislabelling. Individu ini diduga merupakan anggota dari TxP famili 320. Atau alternatif lain. (3) Individu TxP 320/50, 320/54, 320/58, 320/62 dan 320/67 diduga merupakan anggota dari populasi TxP 317. (4) Individu 318/56 bukan merupakan anggota dari seluruh TxP famili Nigeria. Hal ini disebabkan jarak genetiknya terlalu jauh dibandingkan individu anggota TxP famili 318. Ini kemungkinan disebabkan terjadinya mislabelling. (5) Individu 317/5 juga bukan merupakan anggota dari seluruh TxP famili Nigeria. Hal ini disebabkan jarak genetiknya terlalu jauh dibandingkan individu anggota TxP famili 317. Ini juga kemungkinan disebabkan terjadinya mislabelling. (6) TxP famili 319 cukup unik karena populasinya sangat berbeda dengan TxP famili yang lain. Individu TxP 319/1 dan 319/2 berpotensi untuk memperbesar keragaman genetik plasma nutfah pisifera Nigeria.
68
319
319/1 319/2 318/4 318/13 318/35 318/36 318/42 318/34 318/47 318/45 318/49 318/18 318/48 318/64 318/55 318/22 320/84 317/10 KLON-22 318/32 318/44 318/9 318/28 318/10 318/31 318/21 318/5 318/17 318/24 318/41 318/29 318/33 318/38 318/43 318/11 318/16 318/27 318/30 318/53 318/54 320/11 320/23 320/70 320/99 KLON-24 318/19 318/62 320/68 320/80 320/102 320/50 320/58 320/54 320/62 320/67 317/8 317/9 320/9 320/92 320/105 320/61 320/77 320/30 320/90 320/43 320/71 320/12 320/81 KLON-32 320/20 320/88 320/48 320/8 320/15 320/25 320/33 320/56 320/98 320/106 320/27 320/95 320/100 320/29 320/76 320/45 320/35 320/13 320/59 320/65 320/78 320/85 320/72 320/97 320/94 320/91 320/79 320/3 320/89 320/101 317/5 KLON-33 KLON-14 KLON-23 318/56
318
320
Klon 0.51
0.63
0.75 Koefisien Kemiripan
0.88
1.00
Gambar 17. Dendrogram analisis UPGMA populasi pisifera TxP famili dan keterkaitannya dengan pisifera seluruh pisifera Nigeria menggunakan 12 primer SSR.
69
Pemanfaatan Informasi Molekuler untuk Kegiatan Pemuliaan Tanaman Informasi keterkaitan antar populasi pisifera Nigeria yang ditunjukkan pada dendogram pada Gambar 19 dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi dalam pengembangan program pemuliaan masa depan. Pemanfaatan informasi marka untuk kegiatan pemuliaan dapat dilakukan antara lain: (1) Peningkatan keragaman genetik plasma nutfah pisifera Nigeria dapat dilakukan melalui persilangan tetua-tetua yang memiliki jarak genetik yang besar. Populasi TxP famili 319 dan TxP 318/56 merupakan salah satu plasma nutfah yang unik. Pengamatan
karakter-karakter
sekunder
dapat
dilakukan
untuk
melihat
perbedaannya dengan populasi lain. Untuk melihat potensi genetiknya, uji turunan (progeny testing) dapat dilakukan sehingga potensi tetua dapat diestimasi. (2) Dalam upaya produksi benih, informasi molekular juga bermanfaat untuk menentukan pokok seleksi cadangan. Ini dapat dilakukan dengan melihat individu pisifera yang memiliki jarak genetik yang dekat. Pisifera cadangan ini diperlukan untuk mengantisipasi kekurangan sumber serbuk sari. Atau jika serbuk sari yang dihasilkan cukup besar hingga melebihi kapasitas simpan. Pemakaian pokok seleksi pisifera dikhususkan pada individu TxP terseleksi yang memiliki jarak genetik yang berdekatan saja.
70
Kesimpulan Analisis keragaman interpopulasi menunjukkan pengelompokan seluruh pisifera Nigeria TxP famili pada tingkat kesamaan 0,65. Dengan mengeluarkan populasi TxP famili 319 dan TxP 318/56 dari populasi pisifera Nigeria karena terlihat sangat berbeda dengan populasi pisifera Nigeria lainnya. Pada tingkat kemiripan yang lebih tinggi pisifera TxP 318 dapat membentuk dua kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,80; sedangkan pisifera TxP 320 lebih beragam dengan membentuk empat kelompok (sub populasi) pada tingkat kesamaan 0,80 Analisis keragaman intrapopulasi yang dilakukan terhadap empat populasi TxP family juga memperlihatkan adanya keragaman pada seluruh populasi baik pada populasi TxP 317, 318, 319 dan 320. Namun demikian populasi TxP 317 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,72; populasi TxP 318 membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,80; populasi TxP 319 membentuk satu kelompok pada koefisien 0,85 dan populasi TxP 320 membentuk satu kelompok pada koefisien 0,77. .
71
KAITAN ANTARA KERAGAMAN GENETIK INTRA DAN INTERPOPULASI KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA ASAL NIGERIA DENGAN KARAKTER UTAMA SELEKSI Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman genetik interpopulasi pisifera kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang berasal dari Nigeria yang digunakan sebagai sumber serbuk sari untuk menghasilkan benih DxP komersial. Penelitian ini menggunakan 12 lokus marka SSR dan 10 lokus dari marka tersebut bersifat polimorfis dengan jumlah alel 3,7 alel perlokus sedangkan 2 lokus yang lain bersifat monomorfis dari seluruh pisifera Nigeria yang dievaluasi. Berdasarkan nilai daya gabung umum (GCA) dari karakter-karakter yang dianalisis maka pisifera Nigeria TxP famili 320 terpilih sebagai tetua pisifera Nigeria terseleksi untuk produksi benih DxP Nigeria (Sriwijaya 1). Seluruh pisifera Nigeria terseleksi tersebut terlihat menyebar secara merata ke seluruh kelompok (sub populasi) yang dihasilkan dari dendogram analisis UPGMA. Hasil analisis UPGMA yang dikaitkan dengan pemilihan pokok seleksi pisifera Nigera, menunjukkan bahwa individu dari TxP 320/11, 320/23,320/70, 320/68, 320/80 dan 320/102. masuk dalam populasi TxP 318 Individu yang masuk ke dalam anggota populasi TxP 318 ini sebaiknya dapat dikeluarkan dari populasi TxP 320, karena bukan anggota dari populasi TxP 320. Analisis keragaman genetik kelapa sawit menggunakan marker SSR ini dapat digunakan sebagai salah satu perangkat seleksi dalam pemeliharaan keragaman genetik yang tersedia, memberikan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik, monitoring keseragaman di antara dan di dalam populasi klon serta pendeteksian kultur yang tercampur (mislabelling).
Kata kunci :
Marka SSR, famili pisifera TxP, Klon pisifera, Polimorfisme, Jarak genetik, UPGMA
72
CORRELATION BETWEEN INTRA AND INTERPOPULATION GENETIC DIVERSITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERAS ORIGINATED FROM NIGERIA AND MAJOR TRAITS FOR SELECTION
Abstract The objectives of this experiment were to determine intra and interpopulation genetic diversity of Pisifera palm collections originated from Nigeria that have been used as pollen sources for producing oil palm’s DxP commercial. This experiment used 12 loci of SSR markers and results of the experiment indicated that 10 loci were polymorphic with average alele number 3,7 aleles per locus while two loci were monomorphic in all pisifera palms evaluated. Based on general combining ability analysis in the traits have been observed, result showed that TxP family 320 have been selected as pollen sources for producing commercial DxP Nigeria (Sriwijaya 1). All the Nigeria’s pisiferas palm selected evenly distributed throughout the groups of population on the dendogram of UPGMA analysis. Correlation between UPGMA analysis with pisifera Nigeria palm selection indicating that individual palm from TxP 320/11, 320/23,320/70, 320/68, 320/80 and 320/102 were member of TxP 318 population. These individuals which not member of TxP family 320 could be removal from the population. Genetic diversity analysis based on SSR marker can be used to give an accurate information of genetic relatedness of oil palm germplasm and the molecular information can be used as a tool for selection in order to maintain genetic variability. The SSR markers can also be used to monitor line uniformity between and within clone and detecting culture mix-up (mislabelling).
Key words :
SSR marker, Pisifera TxP family, Pisifera clone, polymorphism, Genetic distance, UPGMA.
73
Pendahuluan Untuk menghasilkan bahan tanaman kelapa sawit yang unggul diperlukan material genetik yang berkualitas dan beragam, serta strategi pemuliaan yang efektif dan berkelanjutan. Asmono et al. (2005) menjelaskan bahwa sumber keragaman genetik yang cukup menjadi bekal yang utama bagi lembaga riset pemuliaan kelapa sawit Indonesia dalam melakukan perakitan dan perbanyakan varietas melalui strategi seleksi berulang timbal balik (Reciprocal Recurrent Selection, RRS), seleksi famili dan individu (Family and Individual Palm Selection, FIPS). Hasil implementasi prosedur pemuliaan dalam kurun 30 tahun terakhir, genetic yield potential untuk produktivitas minyak sawit meningkat dua kali lipat, dari 4.3 ton minyak/ha/tahun pada 1970 menjadi 7-11.0 ton/ha/tahun pada 2006 (Asmono 2006). Perubahan strategi seleksi dari yang semula berbasis seleksi intra-populasi (DxD; DxT) pada masa 1970-an menjadi seleksi inter-populasi yang menghasilkan hibrida inter-origin (DxP) memberikan kontribusi nyata pada peningkatan genetic yield potential tersebut (Pamin 1998). Penelitian yang dilakukan di PT Bina Sawit Makmur menunjukkan bahwa uji progeny DxP test cross di lahan S3 (kurang subur) di Sumatera Selatan menggunakan pisifera Nigeria (GHA 608) memperlihatkan hasil yang cukup baik dengan rerata produksi minyak 7,3 ton pertahun dengan rendemen 26,3% serta kecepatan meninggi 56 cm/tahun pada tanaman menghasilkan (TM) 3-7. Hal itu menjadi salah satu dasar penetapan penggunaan Pisifera Nigeria menjadi sumber tetua jantan penghasil serbuk sari yang digunakan untuk produksi benih kelapa sawit DxP unggul untuk skala komersial (BSM 2007). Karakterisasi keragaman genetik molekuler terhadap sumber plasma nutfah dapat membantu pemulia menseleksi progenitor dari populasi dasar untuk menyusun program pemuliaan. Populasi dasar biasa dibangun dengan persilangan individu atau galur unggul yang bertujuan memaksimumkan jarak genetik dengan merekombinasi gen atau kompleks gen yang coadapted dalam kombinasi baru. Pada tahap ini sifat-sifat morfofisiologis dapat digunakan untuk membangun ukuran keragaman genetik ini. Kombinasi marka yang demikian memberikan
74 gambaran pengelompokan genotipe dan perencanaan persilangan yang lebih lengkap. Karakterisasi molekuler dapat membantu menseleksi pohon-pohon yang dapat digunakan sebagai ortet.
Hal ini akan sangat bermanfaat bila sudah
diketahui secara jelas hubungan antara lokus marka DNA yang muncul pada individu dan lokus sifat kuantitatif yang mempunyai nilai ekonomi tinggi terutama kandungan minyak buah. Oleh karena itu, penelitian marka dan lokus-lokus sifat kuantitatif (QTL) menjadi fokus penelitian masa depan (Setiyo et al. 2001). Mikrosatelit, yang juga dikenal dengan simple sequence repeats atau SSR merupakan susunan berurutan dari 1-6 pasangan basa nukleotida berulang yang ditemukan secara luas pada genom eukariot. Mikrosatelit merupakan marka DNA yang memiliki keunggulan dibanding marka-marka yang lain karena sangat polimorfis, melimpah, pewarisannya bersifat kodominan, analisisnya sederhana dan mudah ditranfer dan marka SSR ini juga telah digunakan di dalam analisis genetik tanaman kelapa sawit. (Saghai-Maroof et al., 1994; Smith et al., 1997; Bilotte et al., 2001; Singh et al., 2007). Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik interpopulasi plasma nutfah kelapa sawit pisifera Nigeria serta mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat kekerabatan genetik pisifera Nigeria dan kaitannya dengan karakter produksi minyak dan karakter pendukung lain yang merupakan komponen utama seleksi pohon induk pisifera.
75
Bahan dan Metode Tempat, Waktu dan Bahan Tanaman Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sampel daun tanaman diambil dari Kebun Induk PT Bina Sawit Makmur, Sumatera Selatan. Data sekunder keragaan seluruh pisifera Nigeria diperoleh dari Statistical Unit, Breeding Research PT Bina Sawit Makmur. Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2007 sampai dengan April 2009. Bahan tanaman yang digunakan berupa sampel daun tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera Nigeria yang yang terdiri dari enam famili populasi pisifera klon Nigeria sebanyak 87 tanaman dan empat famili populasi pisifera Nigeria dari TxP famili sebanyak 98 tanaman. Jumlah seluruh sampel daun sebanyak 185 sampel. Bahan tanaman yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder keragaan tanaman diperoleh dari hasil pengamatan pada areal DxP progeny test dengan sumber pisifera dari origin Nigeria.
Analisis Keragaman Genetik menggunakan SSR Marker Pengambilan sampel daun untuk isolasi DNA merujuk pada metode yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat. Metode prosedur isolasi DNA diadaptasi dari metode CTAB oleh Orozco-Castillo et al. (1994) dengan beberapa modifikasi pada konsentrasi polyvinilpolypirrolidone (PVPP) dan 2-merkaptoetanol (Nurhaimi-Haris dan Darussamin 1995; Toruan Mathius et al. 1997). Primer yang digunakan berasal dari penelitian Billote et al. (2005), informasinya diakses pada http://tropgenedb.cirad.fr/oil palm/publications.html. Tingkat kemurnian dan konsentrasi DNA mengacu pada prosedur pengukuran yang dilakukan Sambrook et al. (1989). Protokol reaksi amplifikasi PCR dengan menggunakan primer spesifik SSR diadaptasi dari karya William et al. (1990) dan Billotte et al. (2001).Visualisasi DNA hasil amplifikasi mengikuti metode elektroforesis yang dikembangkan oleh Sambrook et al. (1989) dan Billotte et al. (2001). Analisis data menggunakan program Excel dan NTSYSpc-2 (Rohlf 1998).
76 Metode Pemuliaan dan Seleksi Sumber Tetua Perencanaan Seleksi Pemilihan Material Genetik. Materi genetik yang tersedia berupa pohonpohon induk dura selfings (225 famili) yang diseleksi dan diintroduksi dari ASD Costa Rica dan berasal dari lima pusat program pemuliaan yaitu Dami (Papua Nugini), Chemara (Malaysia), MARDI (Malaysia), dan Harrison & Crosfield (Malaysia). Sumber tetua jantan pisifera terdiri atas 50 famili TxP origin Avros, Ghana, Ekona, Dami komposit, Yangambi, La Me, dan Nigeria. Skema Persilangan (Crossing Scheme). Skema persilangan yang dipakai untuk menghasilkan famili-famili dibuat berdasarkan desain alfa, sebuah desain blok tidak sempurna. Berdasarkan disain ini, setiap pohon dura (dianggap sebagai treatments) dipolinasi oleh 2 (dua) pohon pisifera yang berbeda dan setiap pohon pisifera (menggantikan blok-blok yang tidak sempurna, replacing the incomplete blocks) mempolinasi 9 (sembilan) pohon dura yang berbeda. Desain ini menggunakan parameter [v (jumlah famili Dura) = 225, b (jumlah famili pisifera) = 50, r (jumlah pisifera yang mempolinasi) = 2, dan k (jumlah dura yang dipolinasi)=9], referensi lihat Breure dan Verdooren (1995). Desain persilangan terkoneksi (connected crossing design) sebagai contoh dapat dilihat dibawah ini:
D1 D3 D2 D4
P1
P3 P2 P4
*
* *
*
D : Pokok induk Dura * *
* *
P : Pokok bapak Pisifera
Metode yang lebih praktis untuk melihat apakah skema persilangan itu berhubungan (terkoneksi) atau tidak adalah dengan menggambarkan rantai dengan menghubungkan antara satu persilangan dengan persilangan yang lain mengikuti arah horizontal atau vertikal. Jika seluruh persilangan terhubung oleh satu rantai yang tidak terputus, maka skema persilangan tersebut dikatakan terkoneksi.
Prosedur Pengujian dan Seleksi Perancangan Percobaan. Progeni-progeni DxP (425 progeni) ditanam dengan 3 replikasi dan plot-plot yang terdiri atas 16 pohon. Untuk mengeluarkan
77 efek-efek dari periode penanaman dan waktu pencatatan data pertumbuhan serta variasi seri tanah terhadap kinerja progeni, maka masing-masing dari ketiga replikasi dibagi lagi menjadi blok-blok yang lebih kecil yang terdiri atas 9 progeni. Pelompokkan berdasarkan waktu tanam dan seri tanah yang sama. Ini disebut disain blok tidak sempurna, incomplete blocks design. Sesuai dengan kaidah desain alfa, percobaan tidak menggunakan varietas pembanding spesifik. Keragaan famili-famili terbaik dapat dibandingkan dengan rataan umum seluruh progeni. Parameter Seleksi. Pohon tetua dipilih dan diseleksi untuk memperoleh karakteristik utama (target traits) yaitu produksi tandan dan kadar ekstraksi minyak yang tinggi. Karakter lain yang berhubungan secara tidak langsung dengan produksi minyak, dipakai sebagai karakteristik pembantu/sekunder (auxiliary traits) juga menjadi karakter yang dipertimbangkan, seperti insiden crown desease pertumbuhan meninggi yang kambat dan pertumbuhan vegetatif lainnya.
Metode Seleksi Sumber Tetua Pada mulanya, seleksi tetua betina dura dan tetua jantan pisifera difokuskan kepada seleksi sumber tetuanya, yaitu dura lines dan famili-famili tenera x pisifera. Basis yang dipakai untuk melakukan seleksi pohon induk dengan mempergunakan uji keturunan (progeny test) telah dijelaskan oleh Breure dan Verdoren (1995). Dengan demikian, lini dura dan famili-famili tenera x pisifera diseleksi dengan memakai basis nilai-nilai fenotipik sumber tetua dan nilai-nilai GCA dari tetuatetua dura dan pisifera. Analisis yang diadopsi untuk menduga nilai-nilai GCA (Daya Gabung Umum) mengasumsikan bahwa kontribusi genetik dari induk dura dan pisifera terhadap performance dari keturunan mereka bersifat tambahan. Perbedaan antara kinerja sesungguhnya dan nilai GCA yang diestimasi adalah interaksi antara tetua-tetua, dinamakan specific combining ability (SCA). Di antara sumber-sumber tetua betina dan tetua jantan yang sudah diidentifikasi, maka perhatian diarahkan kepada pohonpohon individu untuk menghasilkan bahan tanaman dura x pisifera yang diinginkan. Prosedur seleksi yang dipakai dalam penyeleksian kelapa sawit sebagai tetua dilakukan dengan sistim FIPS (Family and Individual Palm Selection).
78
Hasil dan Pembahasan Keragaan Plasma Nutfah Kelapa Sawit Pisifera Nigeria Pengujian Keturunan. Hasil pengujian keturunan 5 (lima) individual DxP test cross terbaik dari setiap famili pisifera Nigeria dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14 terlihat bahwa progeni DxP 808/35 dari pisifera Nigeria famili 24 menunjukkan nilai
total ekonomi produk (TEP) yang tertinggi dengan nilai
88,99% dan peningkatan total ekonomi produk dibandingkan dengan rataan total ekonomi produk seluruh pisifera (%TEP-all) sebesar 193,54% yang berarti terdapat peningkatan hampir dua kali lipat. Progeni DxP 775/21 dari sumber tetua pisifera Nigeria 24 menunjukkan pertumbuhan meninggi (HI) yang paling lambat dengan rata-rata pertumbuhan meninggi 49 cm pertahun (tanaman 9 tahun menghasilkan). Sedangkan progeni DxP 834/39 dari persilangan dengan tetua pisifera Nigeria famili 32 menunjukkan hasil tandan buah segar (FFB) yang terbesar dengan nilai 298 kg/pokok/tahun. Hasil progeny test 5 (lima) famili DxP test cross dapat dilihat pada Tabel 15. Hasil pengujian keturunan (progeny test) 5 (lima) famili DxP test cross terbaik dari masing-masing famili pisifera Nigeria pada Tabel 15 menunjukkan bahwa pisifera Nigeria famili 24 menunjukkan performance yang terbaik untuk karakter, pertambahan tinggi (HI), karakter tandan buah segar (FFB), total ekonomi produk (TEP) dan peningkatan total ekonomi produk dari total ekonomi produk seluruh pisifera (%TEP-all). Famili DxP 808 menunjukkan hasil tandan buah segar (FFB) terbesar dengan nilai 202 kg/pokok/tahun, total ekonomi produk (TEP) tertinggi dengan nilai 54,23% dan peningkatan total ekonomi produk dari total ekonomi produk seluruh pisifera (%TEP-all) juga tertinggi dibandingkan seluruh famili DxP
dengan
pertambahan
sebesar
127,08%.
Sedangkan
performance
pertumbuhan meninggi yang terendah terlihat pada famili DxP 775 dengan pertumbuhan meninggi 45 cm/tahun.
79 Tabel 14. Data performance 5 (lima) individual DxP test cross terbaik dari 6 (enam) famili pisifera origin Nigeria.
Turunan No. Prog
662 496 655 655 572 611 611 898 611 898 875 820 793 793 793 828 828 715 795 715 854 854 788 882 758 701 759 789 789 759
Persilangan
No. Pkk
28 48 53 23 36 49 25 57 55 67 55 42 35 26 51 55 24 61 41 59 59 65 45 34 60 53 38 68 48 66
Ibu
242 84 234 234 159 192 192 242 192 242 218 168 143 143 143 173 173 69 144 69 197 197 138 224 109 54 110 139 139 110
Bapak
CH CH CH CH M CH CH CH CH CH HC D D D D D D M D M CH CH HC D CH D D CH CH D
14 14 14 14 14 22 22 22 22 22 23 23 23 23 23 24 24 24 24 24 32 32 32 32 32 33 33 33 33 33
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
HI
FFB
TEP
%TEPall
74 70 71 74 99 60 59 66 59 59 72 63 73 70 61 58 58 68 49 71 55 66 63 46 69 64 65 65 56 61
243 189 228 232 212 239 192 220 183 257 243 252 218 217 248 285 281 241 259 219 298 224 223 200 229 293 205 189 231 181
81,72 80,07 79,78 78,70 75,58 73,96 72,32 66,72 66,12 63,90 76,74 71,81 71,41 68,56 68,33 88,99 80,62 79,48 77,06 76,84 79,54 69,73 69,64 66,29 65,49 78,69 68,59 67,40 62,02 61,59
177,72 174,14 173,50 171,16 164,38 160,86 157,28 145,11 143,79 138,97 166,90 156,18 155,30 149,10 148,61 193,54 175,34 172,86 167,59 167,10 172,99 151,65 151,45 144,16 142,42 171,13 149,17 146,58 134,89 133,95
Keterangan: Chemara (CH), Mardi (M), Harrison & Crossfield (HC), Dami Composite (D), Nigeria (N), Tandan buah segar (FFB), Pertambahan tinggi (HI), Total ekonomi produk (TEP), Persentase kenaikan total ekonomi produk terhadap total seluruh pisifera (%TEP-all)
80 Tabel 15. Data performance 5 (lima) famili DxP test cross terbaik dari 6 (enam) famili pisifera origin Nigeria.
Dura
Pisifera
No Prog DxP
No
Origin
No
Origin
655 662 572 466 547 637 611 531 898 556 793 875 820 688 664 828 715 879 795 743 882 854 815 700 728 759 826 816 789 701
234 242 159 59 134 217 192 117 242 142 143 218 168 43 275 173 69 222 144 94 224 197 164 53 80 110 172 165 139 54
CH CH M D CH HC CH D CH D D HC D D D D M CH D CH x HC D CH D D CH D CH D CH D
14 14 14 14 14 22 22 22 22 22 23 23 23 23 23 24 24 24 24 24 32 32 32 32 32 33 33 33 33 33
N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N
HI
FFB
TEP
% TEP DxP
79 67 81 75 71 63 56 64 58 55 57 65 57 59 59 48 60 63 45 50 51 58 54 52 58 66 70 67 69 65
190 181 175 177 174 178 178 181 175 167 189 196 170 171 170 202 192 170 177 178 185 196 183 184 183 180 172 179 163 171
53,56 52,05 48,84 47,26 46,19 50,32 48,77 45,25 44,79 42,68 50,35 49,24 46,80 45,98 45,13 54,23 52,33 50,73 45,87 44,46 50,60 48,72 47,47 46,61 46,40 49,28 47,37 45,71 45,16 44,94
125,50 121,97 114,46 110,74 108,24 117,93 114,28 106,03 104,95 100,02 117,98 115,39 109,67 107,74 105,76 127,08 122,62 118,88 107,49 104,18 118,58 114,17 111,23 109,22 108,72 115,49 111,00 107,12 105,83 105,31
Keterangan: Chemara (CH), Mardi (M), Harrison & Crossfield (HC), Dami Composite (D), Nigeria (N), Tandan buah segar (FFB), Pertambahan tinggi (HI), Total ekonomi produk (TEP), Persentase kenaikan total ekonomi produk terhadap total seluruh DxP (%TEP-DxP)
81 Seleksi Famili Tetua Pisifera. Berdasarkan hasil evaluasi melalui pengujian pada keturunan (progeny test) yang telah dilakukan dengan data-data yang telah ditampilkan pada Tabel 14 dan 15 maka potensi daya gabung umum (GCA) dari tetua (progenitor) persilangan dapat dihasilkan. Berdasarkan data daya gabung umum (GCA) tersebut dilakukan seleksi untuk menentukan tetua–tetua yang dapat dijadikan pohon induk untuk produksi benih. Dari 6 (enam) famili pisifera Nigeria, famili yang terpilih sebagai tetua pisifera Nigeria sumber serbuk sari untuk produksi DxP komersial adalah pisifera Nigeria famili 24. Sekalipun pisifera Nigeria famili 24 meliputi pisifera klon 24 dan pisifera TxP famili 320, namun yang digunakan sebagai sumber serbuk sari untuk memproduksi benih DxP komersial hanyalah pisifera yang berasal dari TxP famili 320. Alasan utama masih belum digunakannya serbuk sari dari pisifera klon 24 adalah perlunya justifikasi tingkat abnormalitas pembungaan yang dihasilkan dari persilangan semi klon. Dan pembuktian itu masih dilakukan melalui serangkaian penelitian melalui pengujian di lapangan dan konfirmasi berbasis molekuler. Seleksi Individual Tetua Pisifera. Famili pisifera Nigeria 24 yang terseleksi berdasarkan potensi daya gabung umum (GCA) kemudian
diseleksi kembali
berdasarkan performance individual pisifera di lapangan. Prosedur seleksi yang dipakai dalam penyeleksian pisifera tersebut disebut sebagai sistim FIS (Family and Individual Palm Selection). Hasil seleksi individual palm pisifera ini kemudian dijadikan sebagai tetua jantan pisifera sebagai sumber serbuk sari dalam produksi benih DxP komersial Nigeria. Up date dan penyempurnaan seleksi pokok pisifera Nigeria ini dilakukan terus menerus dengan melihat perkembangan performance individual pokok di lapangan serta data terbaru potensi daya gabungnya. Data pokok seleksi pisifera Nigeria 24 dari TxP famili 320 yang telah digunakan mulai tahun 2003 hingga tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 16. Dari Tabel 16 terlihat bahwa dari seluruh pokok pisifera Nigeria TxP 320, ada sebanyak 40 pokok pisifera Nigeria (75%) yang secara konsisten terpilih sebagai pokok seleksi pada tiap periode seleksi.
82 Tabel 16. Data pokok seleksi pisifera Nigeria mulai 2003 hingga 2008 No. Famili 319 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320 320
No Pokok 2 3 8 9 11 12 13 15 20 23 25 27 29 31 33 35 43 45 48 50 54 56 58 59 61 62 65 67 68 70 71 72 76 77 78 79 80 81 84 85 88 89 90 91 92 95 97 98 100 101 102 103 105 106
2003 S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
2005
Periode Seleksi (S) 2006-1 2006-2
2007
2008
S
S
S S
S S
S S
S
S
S
S
S
S S S
S S S
S S S
S S S
S S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S
S S S
S S S
S S S
S S S
S S S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S
S S S S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S S S S
S
S
S
S
S
S S
S S
S S
S S
S S
S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S
S S S S S S S S S S
83
319/1 319/2 318/4 318/13 318/35 318/36 318/42 318/34 318/47 318/45 318/49 318/18 318/48 318/64 318/55 318/22 320/84 317/10 KLON-22 318/32 318/44 318/9 318/28 318/10 318/31 318/21 318/5 318/17 318/24 318/41 318/29 318/33 318/38 318/43 318/11 318/16 318/27 318/30 318/53 318/54 320/11 320/23 320/70 320/99 KLON-24 318/19 318/62 320/68 320/80 320/102 320/50 320/58 320/54 320/62 320/67 317/8 317/9 320/9 320/92 320/105 320/61 320/77 320/30 320/90 320/43 320/71 320/12 320/81 KLON-32 320/20 320/88 320/48 320/8 320/15 320/25 320/33 320/56 320/98 320/106 320/27 320/95 320/100 320/29 320/76 320/45 320/35 320/13 320/59 320/65 320/78 320/85 320/72 320/97 320/94 320/91 320/79 320/3 320/89 320/101 317/5 KLON-33 KLON-14 KLON-23 318/56
0.51
0.63
0.75 Koefisien Kemiripan
0.88
1.00
Gambar 18. Dendrogram keterkaitan hasil analisis UPGMA dari 12 primer SSR dengan pokok seleksi pisifera Nigeria
84 Keterkaitan Pisifera Nigeria Terseleksi dengan Analisis marka SSR Tanaman kelapa sawit pisifera Nigeria terseleksi (
) merupakan tanaman
yang berfungsi sebagai tetua jantan sumber serbuk sari untuk memproduksi benih DxP Komersial. Keterkaitan antara pokok pisifera Nigeria terseleksi dari famili TxP 230 dengan informasi molekuler dapat dilihat pada Gambar 18. Pada Gambar 17 terlihat bahwa secara umum pokok-pokok terseleksi menyebar pada populasi TxP 320. Namun demikian ada beberapa pokok seleksi yang masuk dalam populasi TxP 318. Individu tersebut adalah TxP 320/11, 320/23,320/70, 320/68, 320/80 dan 320/102. Individu yang masuk ke dalam anggota populasi TxP 318 ini sebaiknya dapat dikeluarkan dari populasi TxP 320, karena bukan anggota dari populasi TxP 320. Pada dendogram juga terlihat bahwa individu TxP 320/62 dan TxP 320/67 berada pada populasi TxP 317. Apakah individu tersebut merupakan anggota dari TxP 317 masih diragukan. Justru kemungkinan TxP 317/8 dan TxP 317/9 merupakan anggota dari TxP 320. Untuk mengkonfirmasi hal ini data pengamatan individual perlu dianalisis lagi. Penyebaran pokok seleksi pisifera Nigeria TxP 320 terlihat menyebar merata pada populasinya. Pada kondisi kekurangan serbuk sari, pokok-pokok non seleksi dapat dipertimbangkan untuk digunakan. Penggunaannya harus melihat nilai kemiripan genetik yang paling tinggi dengan pokok seleksi. Sebaliknya pada kondisi serbuk sari melimpah, ekspoitasi pokok seleksi dapat dikurangi. Pemanfaatan pokok secara bergilir adalah cara yang terbaik untuk mengatur produksi serbuk sari. Sejalan dengan ini Asmono (2006) menjelaskan bahwa integrasi marka molekuler ke dalam program seleksi membawa dua implikasi penting bagi pemulian kelapa sawit. Pertama, pengurangan jumlah siklus seleksi, yang akan meningkatkan efektifitas seleksi. Kedua, pengurangan waktu yang diperlukan untuk uji progeni di dalam satu siklus seleksi, karena siklus seleksi berikutnya dapat dilakukan tanpa harus menunggu tanaman mencapai puncak usia menghasilkan. Jika marka mampu mendeteksi keunggulan suatu karakter sejak dini, maka siklus seleksi berikutnya dapat dimulai pada saat tanaman mulai menghasilkan yaitu umur 2-3 tahun.
85
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap karakter-karakter utama seleksi maka pisifera Nigeria TxP famili 320 terpilih sebagai tetua pisifera Nigeria terseleksi untuk produksi benih DxP komersial. Bila dikaitkan dengan analisis UPGMA yang terbentuk seluruh pisifera Nigeria terseleksi tersebut terlihat menyebar secara merata ke seluruh kelompok (sub populasi) pada dendogram. Berdasarkan analisis UPGMA yang dikaitkan dengan pemilihan pokok seleksi pisifera Nigera, menunjukkan bahwa individu dari TxP 320/11, 320/23,320/70, 320/68, 320/80 dan 320/102. masuk dalam populasi TxP 318 Individu yang masuk ke dalam anggota populasi TxP 318 ini sebaiknya dapat dikeluarkan dari populasi TxP 320, karena bukan anggota dari populasi TxP 320.
86
PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi dan kuantifikasi keragaman genetik sudah lama menjadi tujuan utama dalam program pemuliaan tanaman kelapa sawit. Informasi akan keragaman genetik di dalam dan di antara varitas kelapa sawit yang berkerabat dekat perlu dimanfaatkan sebagai sumber informasi genetik. Analisis keragaman genetik di dalam dan di antara bahan tanaman elit menjadi perhatian utama bagi pemulia tanaman. Informasi tersebut akan memberi kontribisi dalam pengelolaan plasma nutfah yang potensial dan informasi itu dapat juga digunakan untuk menduga nilai potensial genetik dalam pengembangan program pemuliaan. (Asmono 1998). Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk menggali keragaman genetik pada tanaman yaitu melalui informasi berdasarkan marka morfologi, sitologi dan molekuler. Penggunaan marka berbasis protein (enzim) meskipun relatif cepat, murah dan mudah namun masih memiliki tingkat polimorfisme yang terbatas (Meunier 1992) sedangkan marka molekular berbasis DNA mampu menawarkan alternatif keragamaan genetik yang lebih baik terutama untuk mengkarakterisasi suatu populasi tanaman karena mampu menyediakan polimorfisme pita DNA dalam jumlah tidak terbatas, konsisten dan tidak dipengaruhi faktor lingkungan (Rafalski et al. 1994; Wickneswari 1996). Dari berbagai macam marka molekuler yang tersedia, mikrosatelit, yang juga dikenal dengan simple sequence repeats atau SSR merupakan susunan berurutan dari 1-6 pasangan basa nukleotida berulang yang ditemukan secara luas pada genom eukariot. Mikrosatelit merupakan marka DNA yang memiliki keunggulan dibanding marka-marka yang lain karena sangat polimorfis, melimpah, pewarisannya bersifat kodominan, analisisnya sederhana dan mudah ditranfer antar laboratorium. Marka SSR ini juga telah digunakan di dalam analisis genetik pada tanaman kelapa sawit. (Saghai-Maroof
et al.
1994;
Smith et al. 1997; Bilotte et al. 2001; Singh et al. 2007). Pisifera merupakan tetua jantan penghasil serbuk sari
yang berperan
penting dalam membentuk turunan yang unggul dan berkualitas. Pisifera Nigeria berasal dari tetua pisifera GHA 608 yang dihasilkan secara generatif melalui
87 persilangan tenera (GHA 608) x pisifera (GHA 608) dengan nisbah pisifera Nigeria sebesar 50% dan secara vegetatif melalui teknik kultur jaringan yang melibatkan tetua pisifera GHA 608 sebagai sumber regenerasi (ortet) untuk menghasilkan klonal-klonal pisifera Nigeria (ramet) yang seragam (BSM 2007). Penelitian yang telah dilakukan di ASD Costa Rica menunjukkan bahwa kinerja pisifera Nigeria (GHA 608) cukup baik berkenaan dengan pertambahan meninggi yang lambat dan produksi tandan serta ekstraksi minyak yang tinggi dibanding materi genetik dengan sumber serbuk sari dari pisifera Nigeria lainnya. Penelitian lanjutan yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa uji progeny DxP test cross di lahan S3 (kurang subur) di Sumatera Selatan menggunakan pisifera Nigeria (GHA 608) memperlihatkan hasil yang cukup baik dengan rerata produksi minyak 7,3 ton pertahun dengan rendemen 26,3% serta kecepatan meninggi 56 cm/tahun pada tanaman menghasilkan (TM) 3-7. Hal ini menjadi dasar penetapan penggunaan Pisifera Nigeria menjadi sumber tetua jantan penghasil serbuk sari yang digunakan untuk produksi benih kelapa sawit DxP unggul untuk skala komersial (BSM 2007). Untuk melihat sejauh mana keragaman genetik intra dan interpopulasi pisifera Nigeria baik klon dan TxP famili yang digunakan sebagai sumber serbuk sari dalam memproduksi benih kelapa sawit secara komersial maka dilakukanlah analisis berdasarkan marka SSR ini. Diharapkan dari hasil penelitian ini akan diperoleh informasi molekuler menyangkut tingkat kekerabatan genetik pisifera Nigerai dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penetapan aktivitas program pemuliaan di masa datang dan upaya melakukan konservasi sumber daya genetik. Keragaman Genetik Intrapopulasi Pisifera Klon Nigeria. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi pisifera klon Nigeria dan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat kekerabatan genetiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 pasang primer SSR yang digunakan untuk menganalisis keragaman genetik intrapopulasi pisifera Nigeria tersebut memperlihatkan bahwa populasi klon 22, 24 dan 33 tidak menunjukkan adanya keragaman antar individu dalam populasinya (seluruh
88 individu dalam populasi seragam), sedangkan populasi klon 14, 23 dan 33 memperlihatkan keragaman 1 hingga 2 individu dalam populasinya. Populasi klon yang seragam dengan nilai tingkat kesamaan 1,00 menunjukkan bahwa klon tersebut merupakan bagian dari populasi tanaman dimana ortet berasal (true to type). Sedangkan beberapa individu klon yang berbeda dalam populasinya mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi variasi somaklonal yang menyebabkan perbedaan profil DNA melalui mutasi titik (yang merubah sekuen binding primer), insersi, delesi atau inversi (yang dapat merubah ukuran target DNA atau mencegah amplifikasi). Fenomena ini memang dapat terjadi, sesuai penelitian yang dilakukan Matthes et al. (2001) yang menjelaskan bahwa fenomena keragaman somaklonal merupakan hal yang umum terjadi pada tanaman kelapa sawit dan menyebabkan profil sidik jari klon tersebut berbeda dari profil sidik jari ortet yang terkait, namun data menunjukkan bahwa tanaman yang menyimpang tersebut menghasilkan pembungaan dan tandan buah yang normal. Sedangkan individu yang jauh berbeda dari populasinya yang ditunjukkan dengan profil sidik jari yang jauh berbeda dengan ortet yang terkait, Singh et al. (2007) menjelaskan bahwa hampir bisa dipastikan hal tersebut dapat terjadi karena tercampurnya kultur akibat kelalaian operator disebabkan banyaknya kultur yang ditangani sehari-hari. Keragaman Genetik Intrapopulasi Pisifera TxP Nigeria. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik intrapopulasi pisifer TxP famili Nigeria dan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat kekerabatan genetiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 pasang primer SSR yang digunakan memperlihatkan pengelompokan masing-masing populasi pisifera TxP famili pada tingkat kesamaan antara 0,72 – 0,85. Dibandingkan dengan populasi pisifera klon, populasi pisifera TxP famili menunjukkan keragaman yang lebih tinggi karena masing-masing tetua, baik pisifera sebagai tetua jantan yang disilangkan dengan tenera (TxP) sebagai induk betina memberikan kontribusi genetiknya pada turunan sehingga variasi genetik akan semakin besar, disamping itu sifat penyerbukan silang tanaman kelapa sawit juga diyakini berpengaruh besar menimbulkan keragaman genetik pada turunannya. Pada persilangan yang terkendali (controlled pollination) keragaman
89 genetik yang terbentuk merupakan kontribusi genetik dari kedua tetua. Semakin jauh kekerabatan genetik kedua tetua akan menghasilkan keragaman genetik yang semakin tinggi. Pada tanaman yang dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) dengan sumber serbuk sari dari pohon yang sama tidak akan meningkatkan keragaman genetik. Keragaman Genetik Interpopulasi Pisifera Nigeria. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi keragaman genetik interpopulasi pisifera Nigeria dan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat kekerabatan genetiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 12 pasang primer SSR yang digunakan untuk menganalisi keragaman genetik interpopulasi pisifera Nigeria memperlihatkan pengelompokan populasi pisifera pada famili yang sama. Secara umum seluruh populasi pisifera Nigeria membentuk satu kelompok pada tingkat kesamaan 0,51. Namun secara khusus terlihat adanya beberapa aksesi dari TxP famili
yang
mengelompok
dengan
kelompok
populasi
klon.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa antara aksesi yang membentuk kelompok masih terdapat hubungan kekerabatan. Bila dibandingkan dengan asal tetua dari masing- masing populasi ternyata menunjukkan hubungan yang cukup erat, hal ini menunjukkan bahwa aksesi yang membentuk satu kelompok masih memiliki kedekatan genetik dengan salah satu tetuanya, masing-masing tetua berperan menyumbangkan sebahagian materi genetiknya pada turunan. Pengelompokan yang terbentuk pada dendogram menunjukkan seberapa eratnya hubungan genetik individu di dalam dan antar kelompok. Tanaman yang memiliki nilai tingkat kesamaan yang tinggi menunjukkan bahwa kelompok tanaman tersebut memiliki hubungan yang secara genetik lebih dekat dan bermanfaat dalam upaya pelestarian plasma nutfah, sedangkan tanaman dengan nilai tingkat kesamaan yang rendah menunjukkan bahwa tanaman tersebut secara genetik relatif berbeda dan dimanfaatkan menjadi tetua untuk meningkatkan keragaman genetik. Informasi molekuler ini penting sebagai salah satu perangkat seleksi dan pedoman dalam pengembangan program pemuliaan masa depan.
88
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Analisis keragaman genetik intra dan interpopulasi pisifera Nigeria yang berasal dari klon dan famili TxP menggunakan 12 marka SSR menunjukkan bahwa marka SSR telah mampu mengelompokkan dengan jelas masing-masing populasi pisifera Nigeria dari ramet klon pisifera dan famili TxP serta menunjukkan tingkat keragaman yang berbeda antara ramet klon pisifera dan famili TxP. Marka juga memperlihatkan adanya pengelompokan antar individual famili TxP dengan populasi ramet klon pisifera yang menunjukkan adanya keterkaitan antar populasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum populasi ramet klon pisifera Nigeria cukup seragam sedangkan populasi pisifera Nigeria famili TxP lebih beragam. Marka SSR yang digunakan juga sangat efektif dalam menganalisis keragaman genetik intra dan interpopulasi pisifera Nigeria.
Saran Terhadap individu klon pada populasi klon yang memiliki perbedaan dalam populasinya agar individu tersebut dikeluarkan dari populasinya karena individu tersebut tidak mencerminkan kesamaan dengan populasinya. Informasi molekuler ini agar dapat digunakan sebagai salah satu pedoman seleksi dalam menyeleksi pisifera Nigeria yang akan digunakan sebagai tetua sumber serbuk sari untuk memproduksi benih DxP Nigeria komersial atau pemilihan tetua untuk aktifitas program pemuliaan untuk meningkatkan keragaman genetik atau mempertahankan sifat genetik yang dikehendaki.
91
DAFTAR PUSTAKA
Asmono D, AR Purba and K Pamin. 1998. Current assesment of IOPRI oil palm improvement after the second generation of reciprocal recurrent selection. 1998. Internasional Oil Palm Conf. Nusa Dua Bali. pp. 564-572. Asmono D. 1998. Pemanfatan marka molekuler untuk mendukung pemuliaan kelapa sawit. Warta PPKS . 6: 1-8. Asmono D, N Toruan-Mathius, IE Setiyo, E Supriyanto. 2000. Pemetaan pautan genetik pada kelapa sawit dengan menggunakan marka RAPD dan strategi pseudo testcross : Konsep dan Hasil Pendahuluan. Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Bogor, 22-23 Agustus 2000. Asmono D, N Toruan-Mathius, Subronto, DP Komalaningtyas, T Hutabarat dan Subardjo. 2002. Pemetaan genom pengendali produktivitas minyak pada kelapa sawit. Laporan Riset Unggulan Terpadu VII Bidang Bioteknologi. Kementerian Riset dan Teknologi RI dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Asmono D, AR Purba, Y Yenni, M Kohar, H Zaelanie, T Liwang dan AB Beng. 2005. Peta dan prospek pemuliaan dan industri perbenihan kelapa sawit Indonesia. Simposium Nasional dan Kongres V Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Purwokerto, 25-27 Agustus 2005. Asmono D. 2006. Penelitian dan pengembangan teknologi genomik dan rekayasa genetika kelapa sawit; status saat ini dan permasalahannya. Focus Group Discussion. Agenda Riset Penguatan Industri Hulu Kelapa Sawit, MAKSI, PPS-IPB Bogor. Barcelos E. 1998. The study of genetic diversity in the genus Elaeis (E. oleifera and E. guineensis) using molecular marker (RFLP and AFLP). Ph.D thesis, L’Ecote Nationale Superieure, Agronomique de Montpellier. 137pp. Beirnaert A and R Vanderweyen. 1941. Contribution ál’étude génétique et biome´trique des variétés d’ Elaeis guineensis Jacq. Publ. Inst. Natl. Etude. Agron. Congo Belg. Ser. Sci. no. 27. Bennet K. 1993. Maps and Markers. p. 7-13 In Genome analysis of plants, pests and pathogens. Workshop Handbook, Centre Research Institute for Food Crops. 14-16 June 1993. Bogor, Indonesia. Bilotte N, AM Risterucci, E Baroles, JL Noyer, P Amblard, and FC Baurans. 2001. Development, characterization, and across-taxa utility of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) microsatellite markers. Genome. 44: 413-425. Bilotte N, N Marseillac, AM Risterucci, B Adon, P. Brottier, FC Baurens, R Singh, A Herrán, H Asmadi, C Billot, P Amblard, T Durrand-Gasselin, B Courtois, D Asmono, SC Cheah, W Rohde, E Ritter and A Charrier. 2005. Microsatellite-based high density linkage map in oil palm (Elaeis guineensis Jacq.). Theor. Appl. Genet. 110: 754-765.
92
Blair MW, O Panaud and SR McCouch. 1999. Inter-simple sequence repeat (ISSR) amplification for analysis of microsatellite motif frequency and finger-printing in rice (Oriza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 98: 780-792. Breure CJ and LR Verdooren. 1995. Guidelines for testing and selecting parent palms in oil palm. Practical aspects and statistical methods. ASD Oil Palm Papers. 9: 1–68. BSM. 2004. Proposal pelepasan varietas tanaman kelapa sawit, Surya Adi Estate PT Bina Sawit Makmur, Selapan Jaya Group, Palembang. BSM. 2006. Proposal pelepasan varietas tanaman kelapa sawit DxP Sriwijaya 6 Extern-06/BSM/2006. BSM. 2007. Annual Report, Surya Adi Estate, PT Bina Sawit Makmur, PT Sampoerna Agro Tbk., Palembang. Intern-01/BSM/2007. Cahyono J, Y Puspitaningrum, EY Saweho, R Wahyuningtyas, Zulhermana dan D Asmono. 2005. Analisis Daya Gabung Tetua Elit Kelapa Sawit. Simposium Nasional dan Kongres V Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Purwokerto, 25-27 Agustus 2005. Chakravarthi BK and R Naravaneni. 2006. SSR marker based DNA fingerprinting and diversity study in rice (Oryza sativa. L). African Journal of Biotechnology. 5: 684-688. Cheah SC and KC Wooi. 1995. Application of molecular marker techniques in oil palm tissue culture. In. V Rao, I Henson, N Rajanaidu. (eds.) Proc. of the 1993 ISOPB Intl. Symp. on Recent Developments in Oil Palm Tissue Culture and Biotechnology. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Bangi. pp. 163-170. Comstock RE and HF Robinson. 1949. The component of genetic variance in populations of biparental progenies dan their use in estimating the average degree of dominance. Biometrics. 4: 254-266. Corley RHV, JJ Hardon and BJ Wood. 1978. Oil Palm Research. Elsevier Sci. Pub. Co. Amsterdam. 18pp. Corley RHV and PB Tinker. 2003. The Oil Palm. Fourth Edition. Blackwell Pub. Co. USA. pp. 160-170. De Vicente MC and T Fulton. 2003. Using Molecular Marker Technology in Studies on Plant Genetic Diversity. <www.ipgri.cgiar.org/publications/pubfile.asp?ID_PUB=912> [17 Nov 2008] Dice LR. 1945. Measures of the amount of ecology association between species. Ecology. 26: 297-302. Direktoral Jenderal Perkebunan. 2008. Notulen rapat produsen benih kelapa sawit. Nota Dinas No. 1058.1/TU.220/E.2/12/2008 (Tidak dipublikasikan). Forbes H.
2000.
Molecular Breeding:
Mining for QTL’s. [serial online].
[10 Mar 2008]
Gascon JP, JM Noiret and J Meunier. 1989. Oil palm. In. Oil Crops of The World, Mc Graw Hill, USA. pp. 475-493.
93
George MLC, E Regalado, W Li, M Cao, M Dahlan, M Pabendon, ML Warburton, X Xianchun and D Hoisington. 2004. Molecular characterization of Asian maiz inbred lines by multiple laboratories. Theor. Appl. Genet. 109: 80-91. Hartley CWS. 1988. The Oil Palm. Longmans, London. Hartley CWS. 1997. The Oil Palm. Longmans Group Limited, London. 761pp. Hayati PKD, A Hartana, Suharsono dan H Aswidinnoor. 2000. Keanekaragaman genetika kelapa genjah jombang berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA. Hayati 7: 35-40. Irwansyah E, Sudarsono, H Aswidinnoor, MA Chozin dan D Asmono. 2004. Peta Pautan Genetik Marka RAPD dan Analisis QTL Kelapa Sawit Menggunakan Populasi Silang Balik Generasi Pertama Menuju Perbaikan Kualitas Minyak. Disertasi Program Doktor Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan). Jayusman, D Asmono dan TMH Oelim. 2002. Studi Keragaman genetik Elaeis guineensis Jacq. intrapopulasi Binga dengan menggunakan RAPD (Random Amplified Polymorfic DNA). Simposium Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia, Bogor, 20-22 Agustus 2002. Jung C. 1999. Molecular Tools for Plant Breeding. Institute of Crop Science and Plant Breeding, Christian-Albrechts-University of Kiel, Olshausenstr. 40, D-24098-Germany. Kaidah S, Sudarsono, S Ilyas, N Toruan-Mathius. 1999. Analisis keragaman genetik tanaman salak (Salacca sp) Indonesia dengan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 49p. (Tidak dipublikasikan). Karp G. 1996. Cell and Molecular Biology. New York, J Wiley. 155pp. Knapp SJ. 1994. Mapping quantitative trait loci. pp. 58-96. In. RL Phillips and IK Vasil. (eds.). DNA-Based Marker in Plants. Kluwer Acad, The Netherlands. Latief S, G Ginting, Fatmawati and D Asmono. 2003. The oil palm clone performances in the northern part of Sumatera: Recovery of mantled fruit and the Productivity. ISOPB/IOPRI International Seminar on the Progress of Oil Palm Breeding and Selection, 6-9 October 2003, Medan, Indonesia. Maria LCG and ES Regalado. 2004. Laboratory Handbook, Protocols for Maize Genotyping using SSR Markers and Data Analysis, CIMMYT, Asian Maize Biotechnology Network, Metro Manila, Philippines. Matthes M, R Singh, SC Cheah and A Karp. 2001. Variation in oil palm tissue culture-derived regenerants revealed by AFLPs with methylation sensitive enzymes. Theor. Appl. Genet. 102: 971-979. McCouch SR and SD Tanksley. 1991. Development and use of restriction length polymorphisme in rice breeding and genetics. pp. 109-133. In. GS Khus and G Teonnissen. (eds.) Rice Biotechnology. Los Banos, Philippines: IRRI.
94
McCouch SR, L Teytelman, Y Xu, KB Lobos, K Clare, M Walton, B Fu, R Maghirang, Z Li, Y Xing, Q Zhang, I Kono, M Yano, R Fjellstrom, G Declerck, D Schneider, S Cartinhour, D Ware and I Stein. 2002. Development and mapping of 2240 new SSR markers for rice (Oryza sativa L.). DNA Research. 9: 257-279. Meunier J. 1992. Genetic diversity in coconut, a brief survey of IRHO’s work. In. Coconut Genetic Resources, IBPGR, Rome. pp. 59-62. Moritz C and DM Hillis. 1996. Molecular Systematics: Contex and Controversies. pp. 1-13. In. DM Hillis, C Moritz, BK Mable. (eds.). Molecular Systematics. 2nd edition. Sutherland, Massachusetts: Sinauer. 655p. Mullis KB. 1990. The Unusual Origin the Polymerase Chain Reaction, Sci. Amer. 12: 56-65. Nei M and W Li. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in term of restriction endonuclease. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 76: 5269-5273. Nurhaimi-Haris dan A Darussamin. 1995. Ekstraksi DNA dari klon tanaman kelapa sawit normal dan abnormal hasil kultur jaringan. Puslit Bioteknologi Perkebunan Bogor. 14pp. (Publikasi Intern). Orozco-Castillo, KJ Chalmers, R Waugh and W Powell. 1994. Detection of genetic diversity and selective gene introgression in coffee using RAPD markers. Theor. Appl. Genet. 87: 934-940. Pamin K. 1998. A hundred and fifty years of oil palm development in Indonesia: From the Bogor Botanical Garden to the industry. In: Proceeding International Oil Palm Conference. 23-25 September 1998. Nusa Dua Bali, Indonesia. pp. 3-23. Panaud O, X Chen, and SR McCouch. 1996. Development of microsatellite marker and characterization of simple sequence length polymorphism (SSLP) in rice (Oriza sativa L.). Mol. Gen. Genet. 252: 597-607. Plieske J and D Struss. 2001. Microsatellite for genome analysis in Brassica. I. development in Brassica napus and abundance in Brassicaceae species. 102: 689-694. Powell W, M Morgante, C Andre, M Hanafey, J Vogel, S Tingey and A Rafalski. 1996. The comparison of RFLP, RAPD, AFLP and SSR (microsatellite) markers for germplasm analysis. Molecular Breeding. 2: 225-238. Rafalski A, S Tingey and GK William. 1994. Random Amplification Polymorphic DNA. Plant Molecular Biology Manual. 114: 1-8. Rajanaidu N, BS Jalani, SC Cheah and A Khusairi. 1995. Oil palm breeding : current issues and future developments. In. BS Jalani, D Ariffin, N Rajanaidu, M Tayeb, K Paranjothy, M Basri, IE Henson and KC Chang. (eds.). Proc. International Oil Palm Congress ’Update and Vision’ (Agri.) Palm Oil Research Institute of Malaysia, Bangi. pp.12-32.
95
Rival A, T Beule, P Barre, S Hamon, Y Duval and M Noirot. 1997. Comparative flow cytometric estimation of nuclear DNA content in oil palm (Elaeis guineensis) tissue-culture and seedling derived plants. Plant Cell Rep. 16: 884–887. Rohlf FJ. 1998. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Version 2.02. North Country Road, Setanket, New York. Saghai-Maroof MA, RM Biyashev, GP Yang, Q Zhang and RW Allard. 1994. Extraordinarily polymorphic microsatellite DNA in barley species diversity, chromosomal location and population dynamics. Proc. Natl. Acd. Sci. 9: 5466-5470. Sambrook J, EF Fritsch and A Maniatis. 1989. Molecular cloning. A Laboratory Manual, Cold Spring Harbor, New York. Setiyo IE, Sudarsono, D Asmono. 2001. Pemetaan dan keragaman genetik RAPD pada kelapa sawit Sungai Pancur (Rispa). Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 71pp. (Tidak dipublikasikan). Singh R and SC Cheah. 1996. Development of AFLP markers for mapping the oil palm genome. Proc. of the Second National Congress on Genetics. Bangi, Selangor, Malaysia, pp. 402-407. Singh R, J Nagappan, SG Tan, JM Panandam and SC Cheah. 2007. Development of simple sequence repeat (SSR) markers for oil palm and their application in genetic mapping and fingerprinting of tissue culture clones. Asia Pasific J. Molec. Biol. and Biotech. 15: 121-131. Smith JSC, ECL Chin, H Shu, OS Smith, SJ Wall, ML Senior, SE Mitchell, S Kresovich and J Ziegle. 1997. An evaluation of the utility of SSR loci as molecular markers in maize (Zea mays. L.), comparison with data from RFLPs and pedigree. Theor. Appl. Genet. 95: 163-173. Sneath PH and RR Sokal. 1973. Numerical Taxonomy. Freeman. San Fransisco. 573pp. Soeharjo H, HH Harahap, R Ishak, A Purba, E Lubis, S Budiana, dan Kusmahadi. 1996. Vademecum Kelapa Sawit. PT Perkebunan Nusantara IV Bahjambi, Pematang Siantar, Sumatera Utara. pp. 10-13. Soh AC. 1987 Strategies in breeding and selection for oil palm clones. In Proc. of the colloquium on breeding and selection for clonal oil palm. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Bangi. pp. 57-62. Tanksley SD. 1983. Molecular markers in plant breeding. Plant Molecular Biology. Reporter. 1: 3-5. Toruan-Mathius N, N Hutabarat dan T Sundari. 1996. Pengaruh pengemasan dan penyimpanan terhadap DNA daun tanaman perkebunan untuk analisis RAPD. Menara Perkebunan 64: 3-12. Van der Linden G, SS Alwee, G Angenent, SC Cheah and R Smulders. 2005. Molecular characterization of flower development in oil palm in relation to the mantling abnormality. In. Proc. of The Palm Oil International Palm Oil Congress. 25-29 September 2005, Petaling Jaya.
96
Walton M and T Helentjaris. 1987. Application of restriction fragment length polymorphism (RFLP) technology to maize breeding. In. Proc. Forty-Second Ann. Corn and Sorghum Industry Res. Conf. pp. 48-75. Waugh R. 1997. RAPD analysis : use for genome characterization, tagging trait and mapping. pp. 305-333. In. MS Clark (eds.). Plant Molecular BiologyA Laboratory Manual. Chapter 6. Springer-Verlag, Berlin Heidenberg. Wickneswari R. 1996. Potencial applications of moleculer biology techniques in tropical tree improvement. Forest Research Institute Malaysia (FRIM). Proceeding Internasional Seminar Tropical Plantation Establishment Improving Productivity Through Genetic Practices. 19-21 December 1996. Jogjakarta. pp. 2 – 9. William JGK, AR Kubelik, PI Lirak, JA Rafalski, and SV Tingey. 1990. DNA Polymorfic Amplification by Arbitray Primers are Useful as Genetic. Nuclei Acid Res. 18: 6531-6536. Wu KS and SD Tanksley. 1993. Abundance, polymorphism and genetic mapping of microsatellites in rice. Mol. Gen. Genet. 241:225-235. Zulkifli L, Sudarsono, H Aswidinnoor dan N Toruan-Mathius. 2001. Analisis Pembeda Klon Karet Tahan dan Rentan Penyakit Gugur Daun Corynespora serta Analisis Keragaman Genetik dengan AFLP dan RAPD. Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. pp. 53-55. (Tidak dipublikasikan).
97 Lampiran 1. Silsilah populasi pisifera origin Nigeria (GHA 608)
NIGERIA
CALABAR DxP
CAL 340
Selection
Selection
Selection
Selection
32.3005 T
1.3379 T
15.4382 T
39.235 D
UFUMA
ABA
GHANA 853.1161 T
851.53 T
COSTA RICA
INDONESIA
BINA SAWIT MAKMUR
GHA 608 BSM 23 BSM 31 BSM 32 BSM 33 BSM 41 BSM 42
Selection by progeny test BSM 32 BSM 33 BSM 41
98 Lampiran 2. Prosedur baku pembuatan larutan kimia dan ekstraksi DNA daun kelapa sawit A. Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk ekstraksi DNA CTAB 5% (b/v) (Larutan stok, 100 ml) (Rogers dan Bendich 1998) Bahan kimia : • CTAB
(N-cetyl,
N-trimethyl-ammoniumbromide),
MERCK,
cat.
No.
1.02342.0100. • NaCl (Natrium Chloride), MERCK cat. No. 1.06404.1000. • Aquades steril Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 5,00 g CTAB dan 2,05 g NaCl dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. • Ditambahkan 100 ml Aquades steril lalu diletakkan pada hot plate stirrer. • Pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah bahan-bahan benar-benar melarut, larutan dimasukkan pada botol kaca bening 100 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. NaCl 5 M (larutan stok, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • NaCl (Natrium Chloride), MERCK cat. No. 1.06404.1000. • Aquades steril Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer
99 Prosedur : • Disiapkan 65 ml aquades steril kemudian ditimbang sebanyak 29,22 g NaCl. • Secara bertahap dilarutkan NaCl dengan aquades ke dalam beaker glass 250 ml menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Pelarutan dilakukan sedikit demi sedikit karena NaCl pekat sukar larut dalam air. • Setelah seluruh bahan-bahan benar-benar melarut, volume larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 100 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. EDTA 0,5 M pH 8,0 (larutan stok, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Na-EDTA (Tritriplex III), MERCK cat. No. 1.08418.0250. • NaOH (Natrium Hydroxide), MERCK cat. No. 1.06498.0500. • Aquades steril • Kertas Lakmus Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer • pH meter Prosedur : • Sebanyak 18,6 g Na-EDTA dan 2,0 g NaOH dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 80 ml aquades steril, kemudian pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut pengecekan pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus atau pH meter pada larutan.
100 • Pengaturan pH 8,0 dilakukan dengan menambahkan NaOH 2,5 M setetes demi setetes pada larutan hingga pH yang dikehendaki tercapai. • Volume larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 100 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. Tris-HCl 1 M pH 8,0 (larutan stok, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Trizma base, SIGMA cat. No. T-1503. • HCl p.a • Aquades steril • Kertas Lakmus Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer • pH meter Prosedur : • Sebanyak 12,11 g Trizma base dan 4,2 ml HCl dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 80 ml aquades steril, kemudian pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut pengecekan pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus atau pH meter pada larutan. • Pengaturan pH 8,0 dilakukan dengan menambahkan HCl pekat setetes demi setetes pada larutan hingga pH yang dikehendaki tercapai. • Volume larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 100 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang.
101 Tris-HCl 1 M pH 7,4 (larutan stok, 50 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Trizma base, SIGMA cat. No. T-1503. • HCl p.a • Aquades steril • Kertas Lakmus Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer • pH meter Prosedur : • Sebanyak 6,055 g Trizma base dan 3,5 ml HCl dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml. • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 40 ml aquades steril, kemudian pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut pengecekan pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus atau pH meter pada larutan. • Pengaturan pH 7,4 dilakukan dengan menambahkan HCl pekat setetes demi setetes pada larutan hingga pH yang dikehendaki tercapai. • Volume larutan ditepatkan 50 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 50 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. Na-Asetat 3 M pH 5,2 (larutan stok, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Na-Asetat.3H2O, MERCK, cat. No. 1.06268.0250. • Acetic acid glacial, MERCK, cat. No. 1.00063.2500. • Aquades steril • Kertas Lakmus
102 Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer • pH meter Prosedur : • Sebanyak 40,81 g Na-Asetat.3H2O dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml. • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 55 ml aquades steril, kemudian pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut pengecekan pH dilakukan dengan mencelupkan kertas lakmus atau pH meter pada larutan. • Pengaturan pH 5,2 dilakukan dengan menambahkan acetic acid glacial setetes demi setetes pada larutan hingga pH yang dikehendaki tercapai. • Volume larutan ditepatkan 100 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 100 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. TE (Tris-EDTA) Buffer 50X (larutan stok, 50 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Larutan stok Tris-HCl 1 M pH 8,0 • Larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 • Aquades steril • Kertas saring kualitatif Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 25 ml larutan stok Tris-HCl 1 M pH 8,0 dan 5 ml larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml.
103 • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 20 ml aquades steril, kemudian pelarutan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut, larutan disaring menggunakan kertas saring kualitatif. • Larutan dimasukkan pada botol kaca bening 50 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang. Buffer ekstraksi-CTAB (larutan kerja, 250 ml) (Rogers dan Bendich 1998) Bahan kimia : • Larutan stok CTAB 5% • Larutan stok NaCl 5 M • Larutan stok Tris-HCl 1 M pH 8,0 • Larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 • Aquades steril. Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 100 ml larutan stok CTAB 5%, 63 ml larutan stok NaCl 5 M, 25 ml larutan stok Tris-HCl 1 M pH 8,0 dan 10 ml larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml. • Bahan dilarutkan dengan menambahkan 52 ml aquades steril, kemudian pencampuran dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Setelah seluruh bahan melarut, larutan dimasukkan pada botol kaca bening 250 ml tertutup, lalu disimpan pada suhu ruang.
104 KIAA 24:1 (larutan kerja, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Chloroform, MERCK, cat. No. 1.02445.2500. • Isoamilalkohol, MERCK, cat. No. 1.00979.1000. • Aquades steril. Prosedur : • Sebanyak 96 ml Chloroform dan 4 ml isoamilalkohol dimasukkan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup. • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol, lalu disimpan pada suhu ruang. Isopropanol dingin (larutan kerja, 100 ml) Bahan kimia : • Isopropanol, 2-propanol, MERCK, cat. No. 1.09634.2500. Prosedur : • Sebanyak 100 ml isopropanol dimasukkan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup. • Lalu disimpan di dalam lemari pendingin suhu 40C. Ethanol absolut (larutan kerja, 100 ml) Bahan kimia : • Ethanol p.a., MERCK, cat. No. 1.00983.2500. Prosedur : • Sebanyak 100 ml ethanol dimasukkan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup. Lalu disimpan di dalam lemari pendingin suhu 40C. Ethanol 70% (larutan kerja, 100 ml) Bahan kimia : • Ethanol p.a., MERCK, cat. No. 1.00983.2500. • Aquades steril.
105 Prosedur : • Sebanyak 70 ml Chloroform dan 30 ml aquades steril dimasukkan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup. • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol, lalu disimpan di dalam lemari pendingin suhu 40C. RNAase-A (larutan stok, 10 mg/ml) Bahan kimia : • RNAase-A, SIGMA cat. No. R-5125 • Larutan stok Na-Asetat 3 M pH 5,2 • Larutan stok Tris-HCl 1 M pH 7,4 • Aquades steril. Alat : • Waterbath Prosedur : • Sebanyak 10 mg RNAase-A, 3,3 µl larutan stok Na-Asetat 3 M pH 5,2 dan 996,7 µl aquades dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml. • Pencampuran dilakukan dengan spin manual. • Suspensi yang terbentuk diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 1000C selama 15 menit untuk menghilangkan DNAase yang masih terdapat pada RNAase. • Suspensi dibiarkan dingin pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 100 µl larutan stok Tris-HCl 1 M pH 7,4 (0,1 volume). • Untuk satu stok sampel DNA (volume 500 µl) aplikasi larutan RNAase-A diberikan sebanyak 5,5 µl. • Apabila larutan RNAase-A digunakan untuk jangka panjang sebaiknya dibuatkan aliquot-nya.
106 TE Buffer 1X (larutan kerja, 100 ml) Bahan kimia : • Larutan stok TE buffer 50X. • Aquades steril. Prosedur : • Sebanyak 2 ml larutan stok TE buffer 50X dan 98 ml aquades steril dimasukkan ke dalam botol kaca bening 100 ml tertutup. • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol, lalu disimpan pada suhu ruang.
B. Prosedur ekstraksi DNA kelapa sawit Prosedur pengambilan sampel daun untuk analisis molekuler 1.
Di pilih daun yang baru muncul (daun tombak)
2.
Kemudian bagian tengah pelepah (ada tonjolan), sekitar 5-10 cm ke arah luar (ujung) dipotong rachisnya.
3.
Rachis yang telah terpotong dibuka lembaran daunnya kiri kanan.
4.
Rachis tersebut dibuang, lidi pada bagian tengah daun juga dibuang dan lembaran daunnya diambil.
5.
Lembaran daun tersebut dibersihkan dari debu atau kotoran lain yang menempel dengan menggunakan alkohol 70%
6.
Lembaran daun di potong sepanjang 10 cm kemudian diberi label sesuai identitas tanaman, lalu helaian daun dibungkus dengan plastik sealable. Satu bungkus plastik sealable hanya berisi dua helai daun dengan panjang 10 cm.
7.
Dibuat rekapitulasi data identitas sampel daun-daun yang dikirim meliputi No urut sampel, No progeny, No pokok dan Tanggal pengambilan sampel.
8.
Sampel daun yang telah dibungkus plastik selable dimasukkan dalam kotak plastik sesuai ukuran sampel, kemudian di beri stereofoam lalu di sealable dengan plastik sealable.
9.
Ke dalam kotak plastik turut dilampirkan rekapitulasi data identitas sampel daun.
107 10.
Sampel yang sudah dikemas di bungkus dengan kertas lalu diberi tanda pada kotak “simpan di tempat dingin” lalu siap dikirim dengan maksimal lama pengiriman adalah 2 hari dengan suhu maksimal 20ºC.
Ekstraksi DNA kelapa sawit Bahan kimia : • Nitrogen cair • PVPP (polyvinilpolypyrrolidone), SIGMA cat. No. P-6755 • Larutan kerja buffer ekstraksi-CTAB • Mercaptoethanol, Merck cat. No. 1.15433.0100 • Larutan kerja KIAA 24:1 • Larutan kerja Isopropanol dingin • Larutan kerja TE buffer 1X • Larutan kerja RNAase-A (100 µg/ml) • Larutan kerja Ethanol absolut • Larutan kerja Ethanol 70% Alat : • Mortar • Aquaria Waterbath • Microcentrifuge kecepatan 16.000 rpm • Lemari pendingin • Deep freezer Prosedur kerja ekstraksi DNA daun kelapa sawit 1.
Persiapan sampel Sebanyak 300 mg sampel daun kelapa sawit dipotong kecil-kecil secara melintang menggunakan gunting, kemudian dimasukkan ke dalam mortar untuk digerus. Untuk menyimpan sampel daun dalam waktu yang lama (1-2 bulan) dan masih dalam keadaan segar dapat dilakukan dengan menggunting daun kelapa sawit, kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml yang sebelumnya telah berisi 1,5 ml buffer ekstraksi dan 10 µl mercaptoethanol.
108 2.
Penggerusan Penggerusan dengan nitrogen cair, dilakukan dengan menambahkan 100 ml nitrogen cair ke dalam mortar yang telah diisi sampel. Sampel digerus hingga benar-benar halus. Penggerusan dilakukan hingga tiga kali. Pada awal penggerusan kedua, ditambahkan 50 mg PVPP. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml yang sebelumnya telah berisi 1 ml buffer ekstraksi dan 10 µl mercaptoethanol. Penggerusan tanpa nitrogen cair, dilakukan dengan menambahkan 500 µl buffer ekstraksi ke dalam mortar yang telah diisi sampel. Sampel digerus hingga benar-benar halus. Penggerusan dilakukan hingga tiga kali. Pada awal penggerusan kedua, ditambahkan 50 mg PVPP. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml yang sebelumnya telah berisi 1 ml buffer ekstraksi dan 10 µl mercaptoethanol.
3.
Inkubasi Hasil penggerusan diinkubasi selama 60 menit di dalam waterbath pada suhu 650C dan di kocok manual pada setiap 10 menit.
4.
Pemurnian DNA Setelah diinkubasi, campuran ditambahkan 1 ml KIAA kemudian campuran divortex hingga campuran benar-benar melarut. Selanjutnya campuran di sentrifusi pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit dan suhu kamar. Cairan bagian atas (supernatan) hasil sentrifusi diambil dan dipindahkan ke tabung mikro
2 ml yang baru. Supernatan hasil sentrifusi ditambahkan
1 ml KIAA lalu divortex kembali agar campuran benar-benar melarut. Selanjutnya campuran di sentrifusi kembali pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit dan suhu kamar. 5.
Presipitasi DNA Supernatan yang terbentuk dari hasil sentrifusi dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml yang baru dan diberi isopropanol dingin, lalu tabung digoyang dengan cara membalik tabung secara perlahan hingga timbul lendir berupa gumpalan atau benang halus berwarna putih bening atau kekuningan. Selanjutnya tabung disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 40C selama 60 menit.
109 6.
Pembentukan pelet DNA Cairan yang berisi lendir (gumpalan/benang halus), setelah diinkubasi pada suhu 40C, disentrifusi kembali pada 11.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk setelah proses sentrifusi dibuang. Bagian halus (pelet) yang menempel di dasar tabung dikeringanginkan dengan membalikkan tabung selama 15-30 menit.
7.
Suspensi-1 DNA Pelet yang telah mengering lalu diberi 500 µl buffer TE 1X. Selanjutnya pelet dalam buffer TE 1X di spin secara manual agar pelet dapat melarut dengan buffer. Apabila pelet sukar larut dengan buffer, sebaiknya pelet yang telah dicampur buffer diinkubasi dahulu pada suhu 40C selama 60 menit sebelum dispin manual kembali.
8.
Peniadaan RNA Pelet yang telah melarut dengan buffer TE diberi 5,5 µl RNAase-A (100 µg/ml), kemudian diinkubasi dalam waterbath pada suhu 370C selama 60 menit.
9.
Pencucian sisa CTAB Setelah diinkubasi, suspensi ditambahkan 1 ml ethanol absolut dan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 40C selama 60 menit. Suspensi disentrifusi kembali pada 11.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan peletnya dikeringkan kembali selama 15 menit. Setelah mengring pelet diberi 0,5 ml ethanol 70% untuk membersihkan larutan CTAB yang masih tersisa. Setelah dikocok secara perlahan, ethanol dibuang dan pelet dikerinanginkan kembali selama 15-30 menit.
10.
Suspensi-2 DNA (DNA stok) Pelet yang telah mengering disuspensikan kembali dengan menambahkan 500 µl buffer TE 1X, di spin secara manual dan perlahan untuk menghindari terputusnya DNA. Pelet DNA yang telah tersuspensi dalam buffer TE ini merupakan DNA stok, dan harus disimpan dalam freezer pada suhu -200C.
110 Lampiran 3. Prosedur baku pembuatan larutan kimia dan elektroforesis horizontal DNA kelapa sawit A. Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk elektroforesis horizontal Buffer TAE 50X (Larutan stok, 500 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Trizma base, SIGMA cat. No. T-1503. • Acetic acid glacial, MERCK, cat. No. 1.00063.2500. • Larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 • Aquades steril Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 121 g trizma base, 28,55 ml asam asetat glacial dan 50 ml EDTA 0,5 M pH 8,0 dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 ml. • Bahan tersebut dilarutkan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Volume ditepatkan hingga 500 ml dengan menambahkan aquades steril. • Larutan dimasukkan ke dalam botol kaca bening tertutup 500 ml lalu disimpan pada suhu ruang. Buffer TAE 1X (Larutan kerja, 1000 ml) Bahan kimia : • Larutan stok buffer TAE 50X • Aquades steril Prosedur : • Sebanyak 50 ml buffer TAE 50X dimasukkan ke dalam botol bening tertutup 1000 ml. Kemudian ditambahkan 980 ml aquades steril. • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol lalu disimpan pada suhu ruang.
111 Buffer loading 6X (Larutan stok, 100 ml) (Sambrook et al. 1989) Bahan kimia : • Sucrose, MERCK, cat. No. 1.07653.1000. • Bromophenol blue, MERCK, cat. No. 1.08122.0005 • Aquades steril Prosedur : • Sebanyak 40 g sucrose dan 0,25 g bromophenol blue dimasukkan ke dalam botol bening tertutup 100 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml aquades steril. • Pencampuran dilakukan dengan mengaduk larutan dalam botol lalu disimpan pada suhu ruang. Ethidium bromide 0,05% (Larutan stok, 1000 ml) Bahan kimia : • Ethidium bromide , SIGMA cat. No. E-8751. • Aquades steril Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 0,5 g ethidium bromide dimasukkan dalam beaker glass 1000 ml. • Bahan tersebut ditambahkan 1000 ml aquades steril lalu dilarutkan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Larutan didistribusikan pada empat buah botol kaca berwarna gelap atau botol kaca bening yang telah dibalut aluminium foil (250 ml) agar larutan tidak rusak terkena cahaya. • Botol berisi larutan disimpan dalam kotak khusus dan diberi label berbahaya. • Selama menangani bahan ini pelindung diri berupa jas laboratorium, sarung tangan dan masker harus selalu digunakan karena ethidium bromide bersifat carcinogenic dan mutagenic yang dapat menimbulkan kanker dan mutasi gen sehingga sangat berbahaya.
112 Gel agarose 1,4% Bahan kimia : • Agarose , SIGMA cat. No. V3121. • Larutan kerja buffer TAE 1X Alat : • Alat elektroforesis • Alat pemanas listrik Prosedur : • Sebanyak 0,84 g agarose dan 60 ml buffer TAE dimasukkan dalam beaker glass 200 ml. • Kemudian dipanaskan air pada memanas listrik hingga air mendidih, lalu ke dalam air yang telah mendidih tersebut dimasukkan beaker glass yang telah berisi larutan agar. • Aduk larutan agarose hingga merata selama pemanasan, hingga larutan berwarna bening. Pemanasan dilakukan selama + 15 menit. • Diamkan larutan agarose selama + 10 menit sebelum dituang ke cetakan. • Cetakan ditempatkan di dalam chamber elektroforesis dengan posisi yang benar-benar horizontal lalu dipasangkan sisir pada bagian atas dan tengah cetakan. • Selanjutnya larutan gel dituang pada cetakan, dibiarkan selama 30 menit hingga memadat. • Setelah gel memadat, kedua sisir yang melekat pada gel dilepaskan, lalu gel beserta cetakan diangkat ke luar chamber elektroforesis kemudian gel dilepaskan dari cetakan selanjutnya gel disimpan dalam wadah yang berisi buffer TAE. • Gel dapat disimpan dalam waktu lama dengan merendamnya pada buffer TAE
113 DNA Ladder (aliquot 100 µl) Bahan kimia : • 1 kb DNA ladder, PROMEGA cat. No. G-1711. • Loading dye Prosedur : • DNA ladder digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen hasil amplifikasi pada gel elektroforesis. • Sebanyak 100 µl 1 kb DNA ladder dimasukkan dalam tabung mikro 200 µl kemudian ditambahkan 20 µl loading dye. • Pencampuran dilakukan dengan spin manual lalu disimpan di dalam freezer suhu – 200C.
114 B. Prosedur elektroforesis horizontal DNA kelapa sawit Running elektroforesis Bahan kimia : • Sampel DNA stok atau produk PCR • Loading buffer 6X • 1 kb DNA ladder • Larutan kerja buffer TAE 1X Alat : • Alat elektroforesis • Power supply Prosedur : • Letakkan cetakan pada camber, lalu tempatkan gel pada cetakan dengan posisi sumur gel sebelah atas menghadap kutub negative. • Ke dalam chamber elektroforesis dituang buffer TAE 1X sampai tanda batas yang ditunjukkan pada chamber (tinggi permukaan buffer TAE kira-kira 1 cm dari permukaan gel). • Teteskan masing-masing 2 µl loading buffer 6X pada lembaran plastik sebanyak 20 sampel dengan urutan 10 sampel bagian atas dan 10 sampel bagian bawah (sesuai dengan jumlah sumur pada gel). • Dengan menggunakan pipet mikro, dipipet sebanyak 5 µl 1 kb DNA ladder kemudian dicampurkan dengan loading buffer pada lembaran plastik lalu dimasukkan pada sumur no 1 bagian atas gel. Hal yang sama dilakukan untuk sumur no 1 pada bagian tengah gel. • Dengan menggunakan pipet mikro, dipipet sebanyak 5 µl DNA sampel atau PCR produk lalu dicampurkan dengan loading buffer di lembaran plastik kemudian dimasukkan pada sumur no 2. Hal yang sama dilakukan pada sumur no 3,4,5 dan seterusnya dengan sampel yang berbeda. • Setelah semua sumur terisi dengan DNA sampel atau PCR produk chamber ditutup dengan menyesuaikan kutub (negatif dan positif) yang ada pada tutupnya.
115 • Kabel yang terpasang dihubungkan ke power supply (merah positif dan hitam negatif) pada port power supply. • Power supply dihubungkan ke arus listrik lalu tombol powernya dinyalakan. • Tegangan diatur konstan pada voltase 50 volt selama 60 menit. • Setelah waktu tercapai power supply dimatikan dan tutup chamber dibuka, kemudian gel beserta cetakan diangkat, lalu gel dilepaskan dan diletakkan pada bak plastik kecil. Visualisasi dan dokumentasi gel Bahan kimia : • Larutan etidium bromide 0,05% • Gel hasil elektroforesis • Aquades steril Alat : • UV transiluminator • Kamera digital atau polaroid Prosedur : • Persiapkan dua buah bak plastik untuk staining dan destaining. • Pada bak plastik untuk staining diisi 500 ml aquades steril lalu ditambahkan 500 µl ethidium bromide 0,05% kemudian diaduk agar campuran melarut. • Sedangkan pada bak plastik untuk destaining diisi 1000 ml aquades steril. • Masukkan gel yang telah dielektroforesis pada bak staining lalu dibiarkan gel terendam selama 30 menit. • Setelah distaining selama 30 menit gel dipindahkan ke dalam bak destaining dan dibiarkan terendan selama 20 menit. • Kemudian gel diangkan dari bak destaining menggunakan sendok lalu diletakkan di atas kaca UV transiluminator. • Diatur posisi gel tepat ditengah untuk menghasilkan cahaya yang merata dan memudahkan pengambilan gambar. • UV transiluminator dinyalakan, gambar dapat diambil menggunakan kamera digital atau kamera polaroid.
116 Lampiran 4. Prosedur baku analisis SSR kelapa sawit A. Persiapan bahan PCR Menghitung konsentrasi DNA total • Konsentrasi DNA total diestimasi berdasarkan hasil pembacaan alat spectrophotometer UV. • Sebanyak 100 µl larutan DNA stok diencerkan dengan aquades menjadi 6 ml (pengenceran 60x). Bila volume akhir DNA hasil pengenceran pada cuvet = 3000 ml, maka dengan pengenceran 60x diperlukan 50 µl DNA stok untuk dilarutkan pada 2950 µl aquades steril. • Blanko disiapkan pada volume yang sama dengan menggunakan aquades. Absorban (A) diukur pada panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm. • Kemurnian DNA ditetapkan berdasarkan nilai perbandingan A pada λ260 dengan λ280. Bila pembacaan absorbansi = 1 berarti konsentrasi DNA adalah 50 µg/ml dan dianggap sebagai faktor konversi,
maka konsentrasi DNA
(µg/ml) dalam stok diperoleh dari hasil perkalian faktor konversi, faktor pengenceran dan nilai A pada λ260 nm. • Tingkat kemurnian yang baik dicapai bila nilai tersebut terletak pada kisaran 1.8-2.0 (Sambrook et al., 1989). • Rumus yang digunakan adalah : [DNA] = FK x FP x OD260 [DNA] : konsentrasi DNA (µg/ml). FK
: factor konversi
FP
: factor pengenceran
• Untuk membuat aliquot dengan konsentrasi 25 ng/ µl dengan volume akhir 100 µl maka jumlah DNA stok yang diiperlukan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DNAs
DNAs = [DNAa] X volume akhir aliquot OD260 : Volume DNA stok (µl) yang diperlukan
[DNAa] : Konsentrasi DNA aliquot per µl yang diinginkan OD260
: Nilai OD260 DNA stok hasil pembacaan spektrofotometer UV
Bila jumlah DNA untuk PCR-SSR ditetapkan sebanyak 25ng per µl maka DNA stok yang dibutuhkan adalah : DNAs = 2500/OD260
117 Pengenceran Primer Bahan kimia : • Pasangan primer SSR, Operon • Air bebas ion (ddH2O) • Pecahan es atau es yang telah diserut Alat : • Microcentrifuge • Deepfreezer Prosedur : • Pasangan primer SSR desalted terdiri atas dua buah primer yaitu primer forward dan primer reverse. • Sebelum diencerkan primer terlebih dahulu disentrifusi pada mode short spin sebanyak 3 kali untuk mengendapkan primer. • Persiapkan tray berisi pecahan es atau es yang telah diserut sebagai wadah primer untuk menjaga agar suhu tetap dingin. • Selanjutnya ditambahkan air bebas ion (ddH2O) atau buffer TE sesuai petunjuk teknis dari katalog terlampir. Untuk pengenceran, bahan pengencer dapat digunakan air bebas ion (ddH2O) atau buffer TE. Dalam penelitian ini bahan pengencer yang digunakan adalah air bebas ion (ddH2O). Sebagai contoh Primer SSR 001 forward dengan kuantitas 5379 pmol agar konsentrasi akhir menjadi 100 µM maka, ddH2O yang harus ditambahkan adalah 537,9 µl. Primer yang sudah diencerkan ini merupakan primer stok. • Untuk membuat primer sebagai larutan kerja, dengan konsentrasi akhir 10 µM maka primer stok diencerkan kembali sebesar 10x. Untuk tiap 1 µl primer stok ditambahkan 9 µl ddH2O. • Selanjutnya primer stok dan primer kerja disimpan pada freezer suhu -200C.
118 Master mix PCR-SSR 1 reaksi (25 µl) dan 25 reaksi (625 µl ) Bahan kimia : • Go taq-green, cat No. • DNA kerja • Primer SSR • Nuclease • Pecahan es atau es yang telah diserut Alat : • Microcentrifuge • Deepfreezer Prosedur : • Persiapkan tray berisi pecahan es atau es yang telah diserut sebagai wadah master mix, primer dan DNA untuk menjaga agar suhu tetap dingin. • Komposisi master mix 25 reaksi dengan volume 625 µl sebagai berikut. Komposisi
Kuantitas 1X (µl)
Kuantitas 25X (µl)
Go taq-green master mix
: 12,5
312,5
Nuclease-free water
: 9,5
237,5
Untuk primer dan DNA bukan merupakan komponen master mix, kecuali : Bila kita ingin menganalisis DNA dari satu primer yang sama, maka primer dapat dimasukkan sebagai komponen dari master mix. Bila kita ingin menganalisis primer dari satu DNA yang sama, maka DNA dapat dimasukkan sebagai komponen dari master mix. Komposisi
Kuantitas 1X (µl)
Kuantitas 25X (µl)
Forward primer
: 1
25
Reverse primer
: 1
25
DNA template
: 1
25
• Selanjutnya master mix didistribusikan ke 25 mikro tube PCR 200 µl lalu diikuti dengan pendistribusian komponen yang bukan master mix ke tiap tube PCR. Sebelum dilakukan PCR bahan disimpan di freezer suhu -200C.
119 B. Prosedur PCR – SSR kelapa sawit Reaksi PCR-SSR kelapa sawit Bahan kimia : • Sample PCR Alat : • Mesin PCR, Gene Amp PCR System 2400, Perkin Elmer Prosedur : • Mesin PCR disetting untuk amplifikasi DNA menggunakan primer SSR dengan siklus termal sebanyak 35 kali, proses amplifikasi diselesaikan dalam tempo sekitar 3 jam 30 menit. • Setting siklus PCR-SSR Tahapan
Suhu
Waktu
Jumlah siklus
Initial denaturation
950C
1 menit
1
Denaturation
940C
30 detik
35
Annealing
520C
60 detik
35
Extension
720C
120 detik
35
8 menit
1
Last extension
0
72 C
• Sampel yang telah di PCR disimpan dalam freezer suhu -200C.
120 C. Prosedur baku pembuatan larutan kimia untuk vertical elektroforesis Buffer TBE 5X (Larutan stok, 1000 ml) Bahan kimia : • Trizma base, SIGMA cat. No. T-1503. • Boric acid, MERCK, cat. No. 1.00165.1000 • Larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 • Air bebas ion (ddH2O) Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer Prosedur : • Sebanyak 54,5 g trizma base, 27,8 ml asam borat dan 20 ml EDTA 0,5 M pH 8,0 dimasukkan ke dalam beaker glass 1500 ml. • Bahan tersebut dilarutkan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Volume ditepatkan hingga 1000 ml dengan menambahkan Air bebas ion (ddH2O). • Larutan dimasukkan ke dalam botol kaca bening tertutup 1000 ml lalu disimpan pada suhu ruang. Acrylamide 40 % (Larutan stok, 250 ml) Bahan kimia : • Acrylamide, MERCK, cat. No. 8.00830.0500 • Bisacrylamide, N,N’Methylenebisacrylamide, SIGMA, cat. No. M7279-25G • Larutan stok EDTA 0,5 M pH 8,0 • Air bebas ion (ddH2O) Alat : • Magnetik stirrer • Hot plate stirrer • Lemari pendingin
121 Prosedur : • Sebanyak 95 g acrylamide dan 5 g bisacrylamide dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml lalu ditambahkan 100 ml air bebas ion (ddH2O). • Bahan tersebut dilarutkan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Volume ditepatkan hingga 250 ml dengan menambahkan ddH2O. • Larutan dimasukkan ke dalam botol kaca gelap tertutup atau botol kaca bening tertutup yang telah dilapisi aluminium foil (250 ml) lalu disimpan dalam lemari pendingin suhu 40C. Ammonium persulfate solution (APS) 10 % (Larutan stok, 10 ml) Bahan kimia : • Ammonium persulfate solution, MERCK, cat. No. 1.01201.500 • Air bebas ion (ddH2O) Alat : • Freezer – 200C Prosedur : • Sebanyak 1 g Ammonium persulfate solution (APS) dimasukkan ke dalam botol berwarna gelap tertutup (50 ml) lalu ditambahkan 10 ml air bebas ion (ddH2O). • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol hingga bahan melarut, lalu disimpan di freezer suhu – 200C. • Selama menangani bahan ini pelindung diri berupa jas laboratorium, sarung tangan dan masker harus selalu digunakan karena acrylamide dan bisacrylamide bersifat carcinogenic dan mutagenic yang dapat menimbulkan kanker dan mutasi gen sehingga sangat berbahaya. Ethanol 95% (Larutan kerja, 1000 ml) Bahan kimia : • Ethanol p.a , MERCK, cat. No. 1.00983.1000 • Air bebas ion (ddH2O)
122 Prosedur : • Sebanyak 950 ml ethanol p.a dimasukkan ke dalam botol kaca bening 1000 ml kemudian ditambahkan 50 ml air bebas ion (ddH2O). • Pencampuran dilakukan dengan mengguncang botol lalu disimpan pada suhu ruang. Persiapan plat kaca pendek Bahan kimia : • Ethanol 95% • Tissue kimwipes • Sigmacote, Aldrich lot 103K4360 • Plat kaca pendek ukuran 34cm x 42cm Prosedur : • Plat kaca pendek yang baru, sebelum dipakai dicuci dahulu dengan detergen dan dibilas dengan air panas hingga tidak ada bekas detergen yang melekat pada plat kaca, lalu kaca dikeringanginkan. • Setelah plat kaca pendek kering, bersihkan plate tersebut dengan ethanol 95% lalu lap dengan tissue kimwipe, lalukan pembersihan ini sebanyak tiga kali hingga tidak ada sedikitpun kotoran/debu yang menempel pada plat kaca. • Diteteskan 0,5 ml sigmacote pada plate, lalu gunakan tissue kimwipe untuk meratakannya. • Biarkan sigmacote mengering. • Untuk plat kaca yang baru dipakai, perlakukan sigmacote sebanyak 3 kali, tiap kali perlakuan didiamkan semalam agar sigmacote menyatu pada plat kaca sehingga gel tidak akan lengket pada plat kaca pendek. • Plat kaca pendek dapat dipakai berulang-ulang, pada pemakaian kedua perlakuan sigmacote cukup sekali saja. • Plate kaca pendek yang telah dipakai (tidak lengket lagi) cukup dibilas dengan air mengalir lalu dikeringanginkan. Setelah kering plat kaca pendek dibersihkan dengan ethanol sigmacote.
95%
sebanyak 2 kali lalu diberi perlakuan
123 Persiapan plat kaca panjang Bahan kimia : • Ethanol 95% • Tissue kimwipes • Bind silane, Invitrogen • Acetic acid glacial, MERCK, cat. No. 1.00063.2500. • Plat kaca panjang ukuran 34cm x 42 cm Prosedur : • Plat kaca panjang yang baru, sebelum dipakai dicuci dahulu dengan detergen dan dibilas dengan air panas hingga tidak ada bekas detergen yang melekat pada plat kaca lalu dikeringanginkan. • Setelah plat kaca panjang benar-benar kering, bersihkan plate tersebut dengan ethanol 95%, lalu lap dengan tissue kimwipe sebanyak tiga kali, hingga tidak ada sedikitpun kotoran/debu yang menempel pada plat kaca. • Siapkan larutan pengikat (fresh binding). Dengan menambahkan 2 µl bind silane ke dalam 1 ml ethanol 95% dan 5 µl asam asetat glasial. • Tuangkan pada plate kaca lalu ratakan dengan tissue kimwipe. • Biarkan bind silane mengering, lalu buang kelebihan bind silane dengan mencuci dua kali dengan ethanol 95%. • Pasang spacer sets pada kedua pinggiran plat kaca panjang, agar spacer sets tidak bergerak oleskan vaselin pada spacer sets lalu direkatkan pada kedua pinggiran plat kaca panjang. • Letakkan plat kaca pendek (menghadap ke atas) tepat di atas plat kaca panjang (menghadap ke bawah) dengan pembatas spacer sets. Atur kedua plat kaca benar-benar menyatu. • Jepit casting clamp pada pinggiran kedua plat yang telah disatukan sebanyak 4 buah di sisi kanan dan 4 buah di sisi kiri agar gel acrylamide yang dituang nantinya tidak mengalir keluar. • Setelah kedua plat kaca dijepit dengan clamp, miringkan plat kaca dengan sudut 200 untuk mempermudah mengalirnya gel pada saat dituang.
124 Gel acrylamide 6% (Larutan kerja 1000 ml) Bahan kimia : • Larutan stok acrylamide 40% • Urea, MERCK, cat. No. 1.08487.01000 • Buffer TBE 5X • Air bebas ion (ddH2O) • Larutan stok APS 10% • TEMED Alat : • Freezer – 200C Prosedur : • Sebanyak 150 ml acrylamide 40% , 420 g urea dan 200 ml buffer TBE 5X dimasukkan dalam beaker glass 1500 ml. • Kemudian ke dalam beaker glass ditambahkan 150 ml ddH2O lalu bahan tersebut dilarutkan menggunakan magnetic stirrer pada hot plate stirrer. • Volume ditepatkan hingga 1000 ml dengan menambahkan ddH2O. • Larutan disaring menggunakan kertas saring kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol kaca gelap tertutup atau botol kaca bening tertutup yang telah dilapisi aluminium foil (1000 ml) disimpan dalam lemari pendingin suhu 40C. • Setelah plat kaca pendek dan plat kaca panjang dirangkai untuk pembuatan gel acrylamide 6%, diambil 70 ml larutan gel yang telah dibuat lalu dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang memiliki slang pada ujungnya untuk memudahkan penuangan gel pada plat kaca. (Kebutuhan pembuatan satu plate gel acrylamide 6% pada sequencing systems single unit 28563-00 Cole-Palmer hanya 70 ml). Selanjutnya plat kaca dibuat miring dengan sudut 200 untuk mempercepat mengalirnya gel pada plat kaca. • Kemudian ditambahan 36 µl TEMED dan 250 µl APS 10% ke dalam wadah berisi 70 ml larutan gel acrylamide, diguncang agar bahan melarut lalu sesegera mungkin dituangkan pada plat kaca. Gel dituang dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung udara yang akan merusak kualitas gel.
125 • Setelah gel mengalir merata di seluruh permukaan plat kaca panjang , plat kaca diluruskan pada posisi horizontal. • Sisir segera ditempatkan pada ujung plat kaca, diletakkan terjepit diantara kedua plat kaca, sebagai cetakan untuk penempatan sisir yang merupakan sumur tempat loading produk PCR.
D. Prosedur kerja vertical electrophoresis Pre-running vertical electrophoresis Bahan kimia : • Buffer TBE 1X Alat : • Sequencing systems single unit 28563-00, Cole-Palmer • Power supply • Termostrip (gel temperature indicator) Prosedur : • Setelah gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 2 jam, clamp sets yang menjepit kedua plat kaca serta sisir yang terjepit diantara plat kaca dilepas. • Ruang/celah yang terbentuk dari cetakan sisir sebagai tempat diletakkannya sisir untuk loading DNA produk PCR dibersihkan dari sisa-sisa gel yang menempel dengan pengait dari lembaran plastik lalu disiram berkali-kali dengan air mengalir hingga benar-benar bersih, pengaitan dilakukan hati-hati agar tidak merusak permukaan gel yang terbentuk. • Setelah ruang/celah tempat diletakkannya sisir sudah bersih. Plat kaca ditempatkan pada alat vertikal elektroforesis lalu dijepit dengan clamp sets dan bar clamp agar plat kaca dengan alat elektroforesis menyatu. • Selanjutnya tangki buffer sebelah atas diisi dengan TBE 1x dengan batas 1 cm dari atas tangki lalu tangki sebelah bawah diisi TBE 1x sebanyak 350 ml. • Permukaan
gel
dibersihkan
menggunakan
pipet
gelembung
untuk
menghilangkan gelembung udara, sisa acrylamide dan urea yang tidak terpolimerisasi.
126 • Kemudian dipasang penutup buffer (safety cover) sebelah atas dan bawah, kabel yang terpasang dihubungkan ke port power supply sesuai warnanya. • Kemudian ditempelkan gel temperature indicator pada plat bagian luar untuk memonitor suhu gel pada saat elektroforesis lalu dipasang penutup buffer chamber (safety cover) sebelah atas dan bawah. • Power supply diaktifkan dengan mengatur pre-run gel pada tegangan 70 watt hingga suhu gel mencapai 55°C. Jangan biarkan suhu gel melebihi 60°C. Running vertical electrophoresis Bahan kimia : • Produk PCR • DNA ladder atau DNA internal control • Buffer formamide • Es yang telah diserut Alat : • Sequencing systems single unit 28563-00, Cole-Palmer • Mesin PCR, Gene Amp PCR System 2400, Perkin Elmer • Power supply • Freezer – 200C • Thermostrip (gel temperature indicator) • Alat pemanas listrik Prosedur : • Ketika gel pre-running, persiapkan sampel dengan menambahkan 4,0 µl larutan stop sequencing (buffer formamide yang mengandung 0,3% bromophenol blue; 0,3% xylene cyanol; 10 mM EDTA pH 8,0; 97,5% formamide bebas ion) pada tiap tabung mikro PCR yang baru. • Pindahkan 4,0 µl hasil PCR ke tabung mikro PCR yang telah berisi formamide sebanyak sampel yang akan di loading. • Kemudian denaturasikan seluruh sampel yang akan di loading beserta 1,5 µl molecular weight marker pada suhu 95°C selama 5 menit.
127 • Setelah seluruh sampel didenaturasi, secepatnya tempatkan seluruh sampel pada es yang telah diserut. Biarkan sampel menyatu dengan es selama 5 menit. Denaturasi dimaksudkan agar DNA double strain menjadi single strain. • Setelah suhu yang ditunjukkan pada thermostrip mencapai 550C, power supply dimatikan dan safety cover bagian atas dilepas lalu permukaan gel dibilas menggunakan pipet gelembung, kemudian dengan perlahan dipasang sisir pada gel dengan memasukkan 1-2 mm ujung sisir pada gel. • Kemudian dimuat 1,5 µl atau 2,5 µl hasil PCR pada sumur (sisir dengan 73-sumur atau 97-sumur) berturut-turut. Selanjutnya dimuat 1,5 atau 2,0 µl molecular weight marker (internal control) pada sumur yang pertama dan terakhir. Pada saat memuat hasil PCR dan molecular weight marker suhu tidak boleh di bawah 46°C karena akan mengakibatkan munculnya pita palsu. • Letakkan kembali safety cover pada tempatnya kemudian diatur power supply pada tegangan yang konstan 60 watt dengan suhu 55°C.
Elektroforesis
berlangsung selama 90 sampai 120 menit atau hingga dye yang terlambat telah mencapai dua pertiga bagian gel. • Setelah elektroforesis selesai power supply dimatikan dan indikator suhu dan safety cover dilepaskan. Lalu kedua tangki buffer dikosongkan dan seluruh clamp penjepit dilepaskan hingga kedua plat kaca siap dipisahkan. Untuk memisahkan kedua plat kaca harus hati-hati agar tidak merusak gel. • Untuk memisahkan kedua plat kaca, sisir yang masih menempel dicabut, spacer sets yang berada diantara kedua ujung kaca juga dilepas. Untuk memisahkan kedua plat kaca gunakan ujung sudep untuk mengungkitnya. Setelah kedua plat kaca terpisah gel yang menempel pada plat kaca panjang siap untuk silver staining dan plat kaca pendek cukup dibersihkan dengan membilasnya dengan air yang mengalir (Maria dan Regalado 2004).
128 Prosedur silver staining Bahan kimia : • Acetic acid glacial, cat. No. Merck 1.00063.2500 • Silver nitrat, cat. No. Merck 1.01512.0025 • Formaldehyde 37% cat. No. Merck 1.04002.100 • Sodium carbonat, cat. No. Merck 1.06392.1000 • Sodium thiosulfate • Air bebas ion (ddH2O) Alat : • Aquaria Shakerbath • Freezer – 200C • Talam plastik 4 buah Prosedur : Fiksasi gel • Larutan fiksasi dibuat dengan melarutkan 100 ml asam asetat glacial dengan 900 ml air bebas ion (ddH2O). Larutan ditempatkan dalam stoples plastik tertutup ukuran 2000 ml diberi label “LARUTAN FIKSASI” agar tidak tertukar dengan larutan lainnya. • Letakkan talam plastik ukuran 60cm x 40cm x 4cm di atas aquaria shakerbath pada posisi horizontal, lalu tuang larutan fiksasi ke dalam talam. • Masukkan plat kaca panjang ke dalam talam plastik yang telah berisi larutan fiksasi dengan posisi gel menghadap ke atas dengan hati-hati agar tidak merusak gel. • Kemudian hidupkan shakerbath, atur kecepatan pada posisi no 4 pada mesin shakerbath dan biarkan mesin bekerja selama 5 – 30 menit atau seluruh loading dye yang terlihat pada gel sudah hilang. • Setelah loading dye pada gel hilang, mesin dimatikan, lalu talam diangkat keluar dan diletakkan di atas meja, plat kaca siap dipindahkan ke talam kedua. • Larutan fiksasi pada talam plastik pertama kembali dimasukkan ke dalam stoples plastik, talam segera dibersihkan pada air yang mengalir lalu ditiriskan.
129 Pencucian gel • Sebelumnya disiapkan tiga stoples plastik bening tertutup ukuran 2000 ml, lalu ke dalam tiap stoples diisi masing-masing 1000 ml air bebas ion (ddH2O) dan diberi label “AIR 1”, “AIR 2” dan “AIR 3”. • Talam kedua diletakkan pada posisi horizontal di atas shakerbath kemudian dituang air bebas ion pada stoples “AIR 1” ke dalam talam kedua lalu masukkan plat kaca panjang yang telah difiksasi. • Hidupkan mesin shaker dan atur kecepatan pada no. 4, Biarkan mesin bekerja untuk mencuci gel selama 2 – 3 menit. • Kemudian letakkan talam ketiga di atas shakerbath lalu diisi dengan air bebas ion pada stoples “AIR 2” dan plat kaca panjang segera dimasukkan untuk pencucian kedua. Hal yang sama dilakukan sampai pencucian ketiga dengan waktu pencucian yang sama 2 – 3 menit. Air yang telah digunakan dimasukkan kembali ke dalam masing-masing stoples. • Setiap selesai proses, talam harus segera dibersihkan dengan mencucinya pada air yang mengalir lalu ditiriskan. Ini dimaksudkan agar kontiunitas proses tidak terhambat. • Penggunaan air bebas ion hanya dianjurkan untuk dua kali pemakaian, selanjutnya gunakan air bebas ion yang baru. Staining gel • Sebelumnya disiapkan stoples plastik bening tertutup ukuran 2000 ml, lalu ke dalam stoples dimasukkan 1 g silver nitrat, 1000 ml air bebas ion (ddH2O) dan 1,5 ml formaldehyde. Selanjutnya diberi label “STAINING”. Pencampuran bahan dilakukan dengan mengguncang stoples plastik. • Talam pertama diletakkan di atas shakerbath, lalu ke dalamnya dituang larutan staining. Masukkan plat kaca panjang yang telah dicuci ke dalam larutan staining lalu mesin shaker dihidupkan, kecepatan diatur pada no. 4. • Pelaksanaan staining dilakukan selama 30 – 60 menit. Selama proses silver staining pemakaian alat pelindung diri (jas laboratorium, sarung tangan dan masker) diwajibkan karena bahan-bahan yang digunakan berbahaya. • Setelah staining selesai plat kaca panjang siap untuk dicuci kembali.
130 Pencucian gel • Pada saat staining berlangsung, air bebas ion (ddH2O) sebanyak 1000 ml sudah disiapkan diatas meja. Kemudian air tersebut dituang ke dalam talam plastik kedua. • Setelah staining selesai, talam diletakkan diatas meja bersebelahan dengan talam kedua yang berisi air bebas ion (ddH2O) lalu plat kaca panjang segera dimasukkan ke dalam talam kedua untuk di cuci. • Pencucian dilakukan secara manual dalam waktu yang singkat (selama 20 detik) dengan cara memiringkan kaca secara bergantian pada kedua sisinya sehingga air mengalir dan membilas plat kaca. • Setelah pencucian selesai, plat kaca panjang siap untuk dipindahkan ke larutan developer. Larutan bekas pencucian segera dibuang (hanya untuk sekali pakai). Development • Proses development bertujuan untuk memunculkan pita DNA yang telah distaining dengan silver nitrat. • Larutan developer harus sudah dipersiapkan minimal 4 jam sebelum digunakan, karena larutan developer harus didinginkan di freezer suhu – 200 C sampai terbentuk bunga es. Larutan pada kondisi ini akan menghasilkan warna dan bentuk pita yang lebih sempurna. • Sebelumnya disiapkan stoples plastik bening tertutup ukuran 2000 ml, lalu ke dalam stoples dimasukkan 30 g sodium carbonate lalu ditambahkan dengan 1000 ml air bebas ion (ddH2O). Selanjutnya diberi label “DEVELOPER”. Pencampuran bahan dilakukan dengan mengguncang stoples plastik. • Setelah campuran bahan melarut, stoples berisi larutan developer disimpan di dalam pada suhu – 40C sampai terbentuk bunga es. • Pada saat akan digunakan larutan developer dikeluarkan dari freezer lalu diguncang-guncang hingga bunga es menyebar. Kemudian ke dalam larutan ditambahkan 1,5 ml formaldehyde 37% dan 200 ml sodium thiosulfate. Pencampuran bahan dilakukan dengan mengguncang stoples plastik. • Setelah campuran bahan melarut, larutan dituang ke dalam talam plastik yang telah ditempatkan di atas shakerbath.
131 • Masukkan plat kaca panjang pada talam yang telah berisi larutan developer, lalu dihidupkan mesin shakerbath diatur kecepatan pada no. 4. Mesin dimatikan setelah pita terbentuk dan warna pita yang dihasilkan terlihat jelas (waktu sekitar 10 – 20 menit). • Setelah pita DNA jelas terlihat, proses development dihentikan dan plat kaca panjang siap dipindahkan ke proses stop development. Larutan developer bekas segera dibuang karena tidak dapat digunakan lagi. Stop development • Larutan yang digunakan untuk stop development adalah larutan fiksasi yang telah digunakan sebelumnya. Larutan ini bertujuan untuk menghentikan proses development yang mungkin terjadi karena sisa larutan developer. Tujuan lainnya adalah untuk memfiksasi gel sehingga gel dapat disimpan dalam waktu yang panjang dan tidak rusak oleh perkembangan jamur dan bakteri. • Plat kaca panjang dimasukkan ke dalam talam yang berisi larutan fiksasi, mesin dihidupkan dan diatur kecepatan pada posisi no 4. Biarkan proses berlangsung selama 5 – 10 menit, lalu matikan mesin dan plat kaca panjang siap dibersihkan pada pembersihan yang terakhir. • Gunakan larutan fiksasi hanya untuk dua kali pemakaian selanjutnya gunakan larutan fiksasi yang baru. Pencucian akhir • Bahan yang digunakan untuk pencucian akhir adalah air bebas ion (ddH2O) yang digunakan pada pencucian awal (“AIR 1” atau “AIR 2” atau “AIR 3”). • Pencucian akhir dimaksudkan agar gel tercuci dari bahan-bahan kimia, sehingga efek kimiawi yang berbahaya dapat diminimalisir. • Air bebas ion bekas pembersihan awal dimasukkan ke dalam talam plastik selanjutnya plat kaca panjang dibersihkan dengan cara memiringkan kaca secara bergantian pada kedua sisinya sehingga air mengalir dan membilas plat kaca. • Kemudian plat kaca ditiriskan sampai seluruh sisa air yang terdapat pada gel habis. Selanjutnya gel siap untuk dikeringanginkan.
132 Pengeringan gel • Gel yang sudah ditiriskan kemudian ditempatkan pada wadah talam dengan posisi tegak dan gel menghadap keluar lalu dikeringanginkan pada suhu ruang sampai gel benar-benar kering dan tidak lengket bila disentuh (selama + 24 jam). • Gel yang sudah kering dapat diskor dengan menempatkannya diatas neon box scoring, lalu lampu neon dinyalakan pita DNA yang terbentuk akan jelas terlihat dan scoring dapat dilakukan. Secara ringkas protokol silver staining dapat dilihat pada tabel di bawah ini. No
Tahapan
Bahan Kimia
Waktu yang dibutuhkan
Pemakaian (kali)
1.
Fiksasi / Stop
• 100 ml acetic acid glacial • 900 ml ddH2O
5 – 30 menit
1X
2.
Pencucian gel 3X
• 1000 ml ddH2O
2 – 3 menit
2X
3.
Staining
• 1 g silver nitrat • 1000 ml ddH2O • 1,5 ml formaldehide
30 – 60 menit
3X
4.
Pencucian gel 1X
• 1000 ml of ultra pure water
10 – 20 detik
1X
5.
Development
• 30 g sodium carbonat di dalam 1000 ml ddH2O (disimpan pada - 40C )
10 – 20 menit
1X
5 - 10 menit
1X
• Tambahkan 1,5 ml formaldehide 37% dan 200 µl of sodium thiosulfate saat akan digunakan 6.
Stop
• Gunakan bahan kimia yang digunakan pada tahapan awal (Larutan fiksasi)
7.
Pencucian akhir
• 1000 ml ddH2O
8.
Pengeringan
1X 24 jam
133 L Lampiran 5. Proseduur pengolahhan data molekuler m m menggunakan n program NTSY YSpc versi 2.02 1.
NA hasil ampplifikasi meelalui proses elektroforessis vertikal Visualissasi pita DN pada gel acrylamidee 6% (contooh)
P P-1 P P-2 U Untuk
meemudahkan scoring seehingga datta yang dihhasilkan lebbih akurat
s sebaiknya D DNA hasil amplifikasi a ddi loading saaat elektrofooresis bersellang seling d dengan prim mer yang berrbeda [pada contoh di attas sejumlahh 10 sampel DNA hasil a amplifikasi dengan prim mer-1 (P-1) diloading berselang selling dengan 10 sampel D DNA hasil amplifikasi a dengan d primeer-2 (P-2)].
Alel A 1 Alel 2
A Alel 1 A 2 Alel S Scoring dataa molekuler hasil analisis SSR diam mati berdasarrkan ada ataau tidaknya p pita. Pita yaang muncul diberi nilai 1, tidak muuncul diberi nilai 0 dann data yang h hilang diberii nilai 999.
134 2.
Hasil scoring pita DNA hasil amplifikasi yang divisualisasi melalui proses elektroforesis vertikal pada gel acrylamide 6% (contoh) 1
4
10
999
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
P1-1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
P1-2
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
P2-1
0
1
1
1
0
0
1
1
1
1
P2-2
1
1
1
0
1
1
1
0
0
1
Penyusunan data dapat dilakukan dengan cara menempatkan sampel pada masingmasing kolom dan menempatkan primer pada masing-masing baris (contoh data di atas) atau sebaliknya sampel ditempatkan pada masing-masing baris dan primer ditempatkan pada masing-masing kolom. 3.
Hasil scoring pita DNA hasil amplifikasi yang divisualisasi melalui proses elektroforesis vertikal pada gel acrylamide 6% (data diinput pada program Excel 97-2003 workbook)
Tipe matrik
Baris/Sample
Kolom/Primer Missing data
Data yang ditampilkan pada gambar di atas merupakan bentuk data yang akan digunakan untuk pengolahan data menggunakan program NTSYSpc 2.02
135 4.
Data yang telah diinput pada program Excel 97-2003 workbook diimport ke program NTSYSpc 2.02 melalui NTedit, file yang telah diimport simpan dalam bentuk (.nts).
• Data pada excel 97-2003 diimport ke program NTedit menggunakan OLE • Simpan file dalam bentuk SSR-2.NTS
136 5.
Data yang telah diimport ke program NTSYS melalui NTedit dianalisis untuk mendapatkan nilai koefisien kemiripan dan penyusunan pohon filogenetik (dendogram) melalui 4 tahapan.
(1) Pengolahan data kemiripan (Similarity) melalui SimQual dihitung berdasarkan koefisien DICE. Input file berasal dari data SSR-1.NTS Simpan file dalam bentuk SSR-2.NTS
137
(2) Analisis pengelompokan (Clustering) dilakukan berdasarkan metode UPGMA yang dihitung melalui SAHN. Input file berasal dari data SSR2.NTS. File disimpan dalam bentuk SSR-3.NTS
(3) • Tampilan dendogram dapat dilihat setelah compute dieksekusi lalu icon dendogram yang muncul dibuka. • Dendogram yang dihasilkan dapat diedit dengan membuka options lalu mengklik plot options. • Dendogram dapat disimpan dengan membuka file lalu mengklik save metafile (SSR.EMF)
138 6.
Nilai korelasi kemiripan antar individu berupa “cophenetic correlation” dapat ditampilkan dengan mengimput data pada Clustering – Coph. Data korelasi dapat dibuka dengan program Word atau Excel. Pengeditan data lebih mudah dilakukan pada program Excel.
(4) Data cophenetic correlation dihasilkan pada analisis Clustering melalui Coph. Input file berasal dari data SSR-3.NTS. File disimpan dalam bentuk SSR-4.NTS
Edit data cophenetic correlation • Data korelasi ditampilkan dalam bentuk Text (Tab delimited) atau Formatted Text (Space delimited) sehingga harus diedit agar tampilannya mudah dibaca. • Pengeditan dilakukan dengan cara arahkan kursor pada baris yang akan diedit lalu tekan [F2 – blok – cut – pilih sel tempat data akan dipindahkan – F2 – spasi – paste]. • Pindahkan data ke new worksheet dengan mengcopy satu persatu data ke dalam masing-masing sel.
139 Lampiran 6.
Dendogram analisis UPGMA terhadap pisifera Nigeria menggunakan 12 primer SSR.
2301 2302 2304 2305 2306 2307 2308 2309 2310 2311 2312 2313 2314 2318 2303 320/12 320/81 3201 3202 3203 3204 320/30 320/90 320/43 320/71 320/77 320/61 320/9 320/92 320/105 320/48 320/20 320/88 320/3 320/89 320/101 320/72 320/97 320/94 320/91 320/79 320/13 320/59 320/65 320/78 320/85 320/35 320/29 320/76 320/45 320/27 320/95 320/100 320/8 320/15 320/50 320/58 320/54 320/62 320/67 317/8 317/9 2201 2204 2205 2206 2207 2208 2209 2210 2211 2212 2213 317/10 318/22 320/84 318/32 318/44 318/4 318/13 318/35
318/36 318/42 318/34 318/47 318/45 318/49 318/18 318/48 318/64 318/55 318/5 318/17 318/24 318/41 318/29 318/33 318/38 318/43 318/53 318/54 320/11 320/23 320/70 320/99 2401 2402 2403 2404 2405 2406 2407 2408 2409 2410 2411 2412 2413 2414 2415 2416 2417 2418 320/25 320/33 320/56 320/98 320/106 318/19 318/62 320/68 320/80 320/102 318/9 318/28 318/10 318/31 318/21 318/11 318/16 318/27 318/30 3301 3302 3303 3304 3305 3306 3307 3308 3309 3310 3311 3312 3318 3313 3314 3315 3317 3323 3324 3325
140
1401 1402 1403 1404 1405 1406 1408 1409 1412 1413 1414 1416 1417 1418 1419 1421 1423 1410 317/5 319/1 319/2 318/56 3316
0.48
0.61
0.74 Koefisien Kemiripan
0.87
1.00
141