KERAGAMAN BAHAN GENETIK GALUR KACANG HIJAU Trustinah dan R. Iswanto Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak KM 8 Kotak Pos 66 Malang. Telp. (0341) 801468, E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Ketersediaan bahan genetik yang beragam diperlukan dalam pembentukan varietas unggul kacang hijau. Sebanyak 250 galur homosigot kacang hijau telah diuji di KP. Muneng pada MK 2011 menggunakan rancangan acak kelompok diulang dua kali. Pengamatan dilakukan terhadap umur 50% berbunga, umur 80% masak, tinggi tanaman, jumlah polong/5 tanaman, bobot biji/5 tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji per plot. Parameter genetik yang disajikan meliputi ragam genetik, ragam fenotipik, koefisien keragaman genetik dan fenotipik, heritabilitas (arti luas), dan kemajuan genetik. Galur yang diuji menunjukkan keragaman untuk semua sifat yang diamati. Ragam fenotipik dan genotipik umumnya rendah, kurang dari dua kali simpangan baku masing-masing, kecuali pada tinggi tanaman. Pengaruh lingkungan tidak sama untuk setiap sifat yang diamati. Bobot 100 biji memiliki nilai heritabilitas tertinggi yakni 0,79 kemudian diikuti oleh umur berbunga, umur masak, dan tinggi tanaman dengan nilai heritabiltas 0,67. Nilai heritabilitas yang tinggi dapat diartikan bahwa sebagian keragaman bahan genetik disebabkan oleh perbedaan genotipe tanaman. Jumlah polong, bobot biji/tan, dan hasil biji memiliki nilai heritabilitas yang rendah yakni 0,24; 0,07 dan 0,26. Dengan menggunakan batas seleksi 30%, terpilih 30 galur yang hasilnya di atas batas seleksi dan di atas varietas pembanding Kutilang dan VIMA 1. Galur-galur tersebut sebagian besar memiliki tinggi tanaman, ukuran biji, dan umur yang setara dengan varietas Kutilang. Kata kunci: kacang hijau, koefisien keragaman, heritabilitas, kemajuan genetik
ABSTRACT Genetic variability of mungbean lines. The avaibility of diverse genetic materials is urgent in developing new variety of mungbean. Two hundred and fifty mungbean lines were evaluated in dry season of 2011 at Muneng Experimental Farm, using a Randomized Block Design with two replicates. Observations were recorded for day to 50% flowering, days to maturity, plant height, number of pods per plant, seed weight per plant, 100 seed weight, and seed yield. The mean values were used for estimating genotypic and phenotypic coefficient of variation, heritability (broad), and genetic advances. Mungbean lines showed significant differences for all characters tested. Both genotypic and phenotypic variations were low for all characters, except for plant height. Coefficients of phenotypic variability are always higher than their corresponding genotypic variability, this indicating the presence of environmental component. Maximum value of heritability was recorded for 100 seed weight (0.79), followed by day to 50% flowering, days to maturity, and plant height (0.67). This indicated that variability was caused by genotype differences. Number of pods per plant, seed weight per plant, and seed yield had low heritability: 0.24, 0.07, and 0.26, respectively. Based on 30 percent selection intensity, there were 30 mungbean lines selected. Most of those selected lines had plant height, seed size, and day to maturity similar to those of Kutilang variety. Key words: mungbean, coefficient of variability, heritability, genetic advance
PENDAHULUAN Kacang hijau dengan karakteristik yang dimilikinya (umur genjah, toleran kekeringan) menjadikan komoditas tersebut potensial dikembangkan di lahan sawah maupun lahan kering.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
465
Pertanaman kacang hijau di lahan sawah biasanya setelah padi pada MK II. Konsekuensi budi daya kacang hijau pada musim kemarau adalah cekaman kekeringan akibat ketersediaan air yang terbatas dan serangan hama penyakit terutama bercak daun, karat, dan embun tepung, sedangkan hama utama adalah thrips dan M. testulalis yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 64% (Indiati 2000; Tantanapornkul et al. 2005). Di pasar lokal kacang hijau dimanfaatkan untuk makanan sehari-hari seperti sayur (taoge), bubur kacang hijau, dan aneka kue. Pada skala industri makanan, kacang hijau dimanfaatkan untuk pembuatan sari kacang hijau (minuman) maupun makanan pendamping ASI. Oleh karenanya ketersediaan bahan genetik yang beragam diperlukan dalam pembentukan varietas unggul kacang hijau.
Keragaman dalam populasi dapat ditimbulkan melalui persilangan buatan. Kacang hijau merupakan tanaman menyerbuk sendiri, dan penyerbukan sendiri menyebabkan terjadinya silang dalam, yang meningkatkan jumlah individu-individu homosigot. Dalam beberapa generasi silang dalam, populasi semula akhirnya terbagi ke dalam galur-galur. Pengetahuan mengenai hubungan antara genotipe dan fenotipe di satu pihak dengan faktor lingkungan di lain pihak yang secara bersama-sama berpengaruh pada penampilan akhir suatu sifat (fenotipe) diperlukan dalam proses seleksi. Seleksi terhadap galur-galur homosigot unggul melalui uji daya hasil pendahuluan biasanya melibatkan jumlah galur yang banyak, dan karena keterbatasan jumlah biji maka seleksi melalui UDHP seringkali hanya dilakukan di satu tempat dalam satu musim (Kasno 1992). Populasi kacang hijau akan memberikan tanggapan yang baik terhadap usaha seleksi bila populasi memiliki keragaman genetik yang tinggi. Seleksi akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi jika sifat yang dilibatkan dalam seleksi mempunyai keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi. Ukuran keragaman genetik dapat dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik. Nilai koefiisien keragaman genetik membantu diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat-sifat kuantitatif. Ragam genetik akan besar bila galur yang diuji berkerabat jauh, galur yang diuji mendekati homosigot, dan galur-galur yang diuji berasal dari persilangan induk-induk yang berbeda latar belakang genetiknya. Informasi mengenai keragaman genetik dan heritabilitas berguna untuk menentukan kemajuan genetik yang diperoleh dari seleksi (Fehr 1987). Nilai heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif peranan faktor keturunan dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam memberikan pengaruh terhadap penampilan akhir atau fenotipe sifat yang bersangkutan (Bari et al. 1974). Dalam pengertian luas, heritabilitas ialah nisbah antara besaran ragam genetik dengan ragam fenotipe sifat yang bersangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik, korelasi fenotipik, dan genotipik serta implikasinya terhadap hasil kacang hijau.
BAHAN DAN METODE Bahan untuk penelitian terdiri dari 250 galur homosigot (F6-F8) kacang hijau dari beberapa seri persilangan. Penelitian dilaksanakan di KP. Muneng pada MK 2011 menggunakan rancangan acak kelompok diulang dua kali. Sebagai perlakuan adalah 250 galur homosigot. Setiap galur ditanam pada plot ukuran 0.8 m x 4 m (dua baris, sepanjang 4 m) dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, dua tanaman/rumpun. Pupuk dengan takaran 50 kg Urea, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam secara sebar. Penyiangan dilakukan pada umur 15 dan 25 hari setelah tanam (HST). Pengairan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
466
Trustinah dan Iswanto: Keragaman Bahan Genetik Galur Kacang Hijau
Pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida berbahan aktif kaptan, hexakonazol, triadimefon, sedangkan pengendalian hama dengan insektisida berbahan aktif metomil, lamda sihalotrin dan imidakloprid secara bergantian 2 ml/l. Penyemprotan dilakukan 3-7 hari sekali dengan volume semprot 400 l/ha untuk periode vegetatif dan 500 l/ha untuk periode generatif. Panen dilakukan apabila polong telah masak. Pengamatan dilakukan terhadap umur 50% berbunga, umur 80% masak, tinggi tanaman, jumlah polong/5 tanaman, bobot biji/5 tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji per plot. Data dianalisis menggunakan program MSTATC, dengan asumsi ulangan dan genotipe bersifat acak. Ragam genetik dan ragam fenotipik, koefisien keragaman genetik dan fenotipik, heritabilitas (arti luas), dan kemajuan genetik mengacu pada Burton (1952) dalam Kasno (1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur yang diuji beragam untuk seluruh sifat yang diamati. Dari 250 galur, umur berbunga berkisar antara 34−39 HST (rata-rata 37 HST), umur masak 52−56 HST (rata-rata 54 HST), dengan tinggi tanaman 59,5−93,7 cm (rata-rata 75,48 cm). Bobot 100 biji berkisar antara 3,95−7,28 g (rata-rata 5,73 g), dengan bobot biji/5 tanaman 9,70−32,2 g (rata-rata 18,67 g). Hasil rata-rata 0,74 t/ha, dengan kisaran 0,21−1,09 t/ha (Tabel 1). Hasil biji pada pengujian ini tidak optimal karena serangan ulat grayak dan Maruca pada stadia generatif. Tabel 1.
Kisaran, rata-rata, koefisien keragaman genetik, koefisien keragaman fenotipik, heritabilitas, dan harapan kemajuan genetik beberapa sifat kuantitatif 250 galur kacang hijau. Muneng, MK 2011.
Umur bunga (HST) Umur masak (HST) tinggi tanaman (cm) Jum polong isi bobot biji/5 tan (g) bobot 100 biji (g) Hasil
Kisaran 34-39 52-56 59,5-93,7 5,5-13,7 9,70-32,2 3,95-7,28 0,45-1,09
Rata-rata 36,61 53,79 75,48 8,54 18,67 5,73 0,77
KKG 2,37 1,04 29,89 6,57 5,67 5,02 10,41
KKF 3,54 1,57 44,34 26,87 77,40 6,35 20,40
h2 0,67 0,67 0,67 0,24 0,07 0,79 0,26
HKG 1,92 1,54 9,79 1,54 2,12 1,11 0,17
HKG (%) 5,24 2,87 12,96 18,07 11,35 19,29 22,08
KKG=koefisien keragaman genetik; KKF=koefiiisien keragaman fenotipik; h2 = heritabilitas (arti luas); HKG=harapan kemajuan genetik; HKG(%)=harapan kemajuan genetik dalam %.
Keragaan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan serta interaksi keduanya. Ragam fenotipe adalah total ragam di antara fenotipe bila ditanam pada suatu keadaan lingkungan tertentu, dan ragam genotipe adalah ragam yang ditimbulkan oleh perbedaan genotipe di antara fenotipe. Ragam fenotipik dan genotipik untuk sifat-sifat yang diamati umumnya kurang dari dua kali simpangan baku masing-masing, kecuali pada tinggi tanaman. Koefisien keragaman genetik (KKG) untuk semua sifat yang diamati relatif rendah dan tidak melebihi 10% (Tabel 1). Koefisien keragaman fenotipik (KKF) lebih besar dibanding koefisien keragaman genetik. Jumlah polong/tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji memiliki koefisien keragaman fenotipik yang cukup besar, di atas 10%. Tinggi rendahnya nilai KKF menggambarkan realitas keragaman suatu karakter secara visual. Nilai KKF yang rendah menunjukkan individu-individu dalam populasi cenderung seragam, sebaliknya karakter dengan KKF tinggi menunjukkan tingkat keragaman yang tinggi pada karakter tersebut. Untuk Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
467
mengetahui tinggi rendahnya keragaman tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, maka nilai KKF diperbandingkan dengan nilai KKG (koefisien keragaman genetik). Jika nilai KKG mendekati nilai KKF, maka dapat disimpulkan bahwa keragaman suatu karakter lebih disebabkan oleh faktor genetik, seperti pada bobot 100 biji. Umur berbunga dan umur masak secara umum memiliki KKG yang relatif rendah dibanding sifat lainnya, masing-masing 2,37% dan 1,04% serta KKF 3,54% dan 1,57% (Tabel 1). Hal serupa juga dilaporkan oleh Rohman et al. (2003); Rao et al. (2006); Makeen et al. (2007); dan Biradar et al. (2007). Keragaman yang rendah juga dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak optimal. Nugrahaeni dan Kasno (2000) melaporkan bahwa ragam genetik dugaan pada kacang tanah menjadi lebih kecil sejalan dengan makin besarnya cekaman kekeringan. Hal yang sama juga dilaporkan pada ubi jalar (Trustinah et al. 1993). Hasil penelitian Bandyopadhyay (2008) pada gandum menunjukkan bahwa pada lingkungan tercekam heritabilitas dan kemajuan seleksi rendah, sehingga sulit mengidentifikasi genotipe berdaya hasil tinggi. Dari pengujian diperoleh koefisien keragaman fenotipik lebih besar dari keragaman genetik, menunjukkan adanya pengaruh lingkungan. Untuk lebih memastikan besarnya pengaruh faktor genetik pada tingkat keragaman suatu karakter, dapat dilihat nilai heritabilitasnya. Nilai heritabilitas (arti luas) sifat yang diamati berkisar antara 0,26−0,79. Bobot 100 biji memiliki nilai heritabilitas tertinggi yakni 0,79, berarti sifat tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, kemudian diikuti umur berbunga, umur masak, dan tinggi tanaman memiliki nilai heritabiltas 0,67. Nilai heritabilitas yang tinggi dalam pengujian ini dapat diartikan bahwa sebagian keragaman genetik disebabkan oleh perbedaan genotipe tanaman. Jumlah polong, bobot biji/tan dan hasil biji memiliki nilai heritabilitas yang rendah, masing-masing 0,24; 0,07 dan 0,26 (Tabel 1). Dilaporkan oleh Khattak et al. (2001) bahwa umur berbunga, umur panen, dan periode reproduktif memiliki nilai heritabilitas arti luas dan arti sempit yang tinggi, karena pengaruh gen aditif. Nilai heritabilitas yang tinggi untuk umur berbunga, umur masak, bobot 100 biji, dan tinggi tanaman, serta nilai heritabilitas yang rendah untuk sifat jumlah polong/ tanaman dan hasil biji juga dilaporkan oleh Siddique et al. (2006); Rohman et al. (2003); dan Biradar et al. (2007), sedangkan nilai heritabilitas untuk jumlah polong/tanaman yang tinggi dilaporkan oleh Rao et al. (2006); dan Makeen et al. (2007). Karakter umur berbunga dan umur masak mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi, namun dengan nilai keragaman genetik yang rendah, sehingga kurang menguntungkan bila digunakan sebagai kriteria seleksi. Nilai heritabilitas yang tinggi yang disertai oleh nilai kemajuan genetik yang tinggi mungkin disebabkan oleh pengaruh kerja gen aditif, sedangkan yang disertai dengan nilai kemajuan genetik yang rendah disebabkan oleh pengaruh kerja gen bukan aditif (dominan atau epistasi). Kemajuan genetik dalam pengertian sederhana adalah selisih antara nilai tengah populasi/galur setelah seleksi dengan nilai tengah populasi sebelum seleksi. Nilai kemajuan genetik merupakan hasil kali antara intensitas seleksi dalam unit baku, akar kuadrat heritabilitas, dan simpangan baku fenotipik. Nilai kemajuan genetik harapan dan kemajuan genetik harapan dalam persen yang diperoleh pada pengujian ini yang tertinggi pada hasil biji 0,17 t/ha g (22,08%), diikuti bobot 100 biji 1,10 g (19,29%), jumlah polong/tan 1,54 (18,07%), tinggi tanaman 9,79 cm (12,96%), umur berbunga 1,92 hari (5,24%), dan umur panen 1,54 hari (2,87%) (Tabel 1). Nilai kemajuan genetik yang besar untuk hasil biji juga dilaporkan oleh Rohman et al. (2003); Rao et al. (2006); Makeen et al. (2007); dan Biradar et al. (2007). 468
Trustinah dan Iswanto: Keragaman Bahan Genetik Galur Kacang Hijau
Dari 250 galur yang diuji memiliki hasil rata-rata 0,77 t/ha. Terdapat 127 galur yang hasilnya di atas varietas Vima-1 (>0,74 t/ha), 53 di antaranya memiliki hasil di atas varietas Kutilang (>0,85 t/ha). Dengan menggunakan batas seleksi 30% (0,89 t/ha), terpilih 30 galur yang hasilnya di atas batas seleksi (0,89−1,09) dan di atas varietas pembanding Kutilang dan VIMA 1 dengan umur masak 50−54 HST dan ukuran biji 4.6−6.93 g. Galur-galur tersebut sebagian besar memiliki tinggi tanaman, ukuran biji, dan umur yang setara dengan varietas Kutilang. Terdapat satu galur yang umurnya lebih genjah dari varietas Vima-1 (52 HST), tanaman lebih pendek, dan ukuran biji lebih kecil, yakni MMC 679–7C–GT–1. Empat galur lainnya memiliki umur setara dengan varietas Vima-1, yakni MMC 550c-GT-1-0-3, MMC 505c-GT-5-0-1, MMC 575d-GT-2-4, dan MMC 575d-GT-2-3 (Tabel 2). Beberapa galur lainnya yang lebih genjah dan berdaya hasil lebih tinggi dari varietas Vima-1 adalah galur no 310, 314, 321, 322, 330, 340, 399, dan 400 (MMC 676–2C–GT– 2, MMC 678–8C–GT–5, MMC 679–7C–GT–1, MMC 681–7C–GT–1, MMC 700d–GT–1, MMC 670–3C–GT–1, dan MMC 672–3C–GT–1) dengan umur masak 49−51 HST dan hasil berkisar antara 0,74−0,86 t/ha, lima di antaranya memiliki tanaman lebih pendek (no 310, 314, 321, 322, 399, dan 400), dan tiga di lainnya memiliki ukuran biji lebih kecil (no 310, 321, dan 400). Selain itu terdapat 14 galur berumur genjah dengan hasil berkisar antara 0,56-0,71 t/ha dan tanaman lebih pendek (44−60 cm), yakni galur no. 304, 305, 306, 308, 310, 311, 312, 313, 315, 316, 317, 318, 319, dan 320, enam di antaranya berbiji kecil (< 5 g/100 biji), yakni galur no. 304, 305, 306, 308, 313, dan 320 (MMC 674–6C–GT–2, MMC 674–6C–GT–4, MMC 674–6C–GT–5, MMC 674–7C–GT–3, MMC 676–7C–GT–5, MMC 679–5C–GT–4). Kacang hijau berbiji kecil diminati untuk bahan kecambah. Varietas kacang hijau berbiji kecil yang ada saat ini berumur sekitar 70−80 HST. Hingga saat ini belum tersedia varietas kacang hijau berumur genjah dan berbiji kecil, sehingga galur-galur tersebut prospektif dikembangkan menjadi galur-galur harapan kacang hijau berumur genjah. Tabel 2.
Umur berbunga, umur masak, tinggi tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji galur kacang hijau. Muneng, MK 2011
No
Galur
6
MMC252-11c-Bn-0-GT-2
Umur bunga (HST) 37
Umur masak (HST 54
Tinggi tan. (cm) 78,4
Bobot 100 bj (g) 6,69
Hasil (t/ha) 1,09
94
MMC 550c-GT-1-0-3
35
52
68,6
4,98
1,07
142
MMC 205e-0-Bn-1
37
55
69,8
5,39
1,04
143
MMC 205e-0-Bn-3
37
54
73,5
5,55
1,04
100
MMC 505c-GT-5-0-1
36
52
72,4
4,94
1,01
22
MMC314-1c-GT-3
36
54
78,4
5,36
1,00
45
MMC 559c – GT – 2
38
54
70,3
5,10
1,00
148
MURAI
36
54
75,4
5,30
0,98
369
MMC 718d – GT – 3
39
54
66,2
5,23
0,98
4
MMC 299c-Gt-1
37
53
79,8
6,52
0,97
51
MMC 593d-GT-2
37
54
78,6
5,48
0,97
89
MMC 528c-GT-1-0-5
36
54
84,7
5,57
0,97
61
MMC 582d-GT-5
36
54
73,9
4,70
0,95
67
MMC 642d-GT-4
38
54
80,0
6,03
0,95
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
469
Tabel 2 Lanjutan No
Galur
Umur bunga (HST) 37
Umur masak (HST 53
Tinggi tan. (cm) 64,4
Bobot 100 bj (g) 5,24
Hasil (t/ha) 0,95
84
MMC 428c-GT-4-0-2
15
MMC459 d-GT-5
36
54
82,5
5,82
0,93
39
MMC545c–GT–1
37
54
73,9
4,46
0,93
115
MMC 575d-GT-2-1
35
53
74,8
5,47
0,93
359
MMC 714d – GT – 5
35
54
62,8
4,57
0,93
12
MMC 401d – KP – 4 – 1
36
54
73,1
6,93
0,92
81
MMC 666d-GT-2
37
54
75,5
4,82
0,92
117
MMC 575d-GT-2-4
35
52
71,1
5,33
0,92
364
MMC 722d – GT – 1
39
54
58,6
5,84
0,92
373
MMC 586f – GT – 2
38
54
69,4
5,29
0,92
34
MMC585c–GT–3
37
54
70,1
5,11
0,90
58
MMC 578d-GT-4
37
54
73,9
4,64
0,90
116
MMC 575d-GT-2-3
35
52
70,0
5,72
0,90
121
MMC 597d-GT-1-4
36
54
72,5
5,93
0,90
321
MMC 679 – 7C – GT – 1
35
50
65,4
4,74
0,90
358
MMC 714d – GT – 3
36
54
60,4
4,16
0,90
149
KUTILANG
35
54
73,4
5,54
0,85
VIMA-1
35
52
67,1
5,18
0,74
Rata-rata 250 galur
37
54
75,5
5,73
0,77
36
54
72,2
5,36
150
Batas seleksi 30% Rata-rata galur terpilih
0,89 0,95
Hasil biji tergolong rendah karena serangan hama ulat grayak dan Maruca pada stadia reproduktif. Jumlah polong rusak akibat serangan Maruca dan ulat grayak masing-masing 19% dan 8,6%. Kerusakan polong akibat serangan pengisap Maruca lebih besar dibanding kerusakan polong akibat ulat grayak. Dari tiga tanaman contoh, jumlah polong terserang Maruca berkisar antara 1-13 polong, rata-rata 6 polong atau 19,3%. Sedangkan jumlah polong rusak akibat ulat grayak berkisar antara 0-8 polong, rata-rata 2 polong atau 8,6%. Terdapat korelasi yang erat dan negatif antara hasil biji kacang hijau dengan persentase kerusakan polong akibat hama Maruca (-0,24**) dan ulat grayak (-0,18*). Hal ini menunjukkan semakin tinggi intensitas serangan (persentase polong rusak) menyebabkan penurunan hasil kacang hijau. Dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku, sebanyak 30 galur memiliki kerusakan polong kurang dari nilai rata-rata plus simpangan baku (11,5%). Dari jumlah tersebut terdapat lima galur (no 30, 39, 44, 84, dan 94) yang juga rusak akibat ulat grayak (kurang dari nilai rata-rata plus simpangan baku, 8,61%) dan hasilnya di atas varietas Vima-1. Galur no 94 (MMC 550c−GT−1 −0−3) tergolong genjah (umur masak 52 HST) dengan hasil biji 1,07 t/ha atau di atas varietas pembanding Vima-1 dan Murai.
470
Trustinah dan Iswanto: Keragaman Bahan Genetik Galur Kacang Hijau
Tabel 3.
Umur masak, tinggi tanaman, bobot 100 biji, bobot biji/3 tan, kerusakan polong akibat ulat grayak dan Maruca, dan hasil biji galur kacang hijau terpilih. Muneng, MK 2011
Nomor Pedigri Galur 30
Umur masak (HST)
Tinggi Bobot Bobot tan. 100 biji biji/3 tan (cm) (g) (g)
Polong rusak (%) ulat grayak
Maruca
Hasil biji (t/ha)
MMC548c-GT-1 MMC545c–GT–1
54
93,7
5,39
12,5
8,1
11,1
0,74
39
54
73,9
4,46
13,2
0,0
10,0
0,93
44
MMC222-10f-Mn-3-GT-1
54
82,0
6,22
11,3
7,2
6,0
0,76
84
MMC 428c-GT-4-0-2
53
64,4
5,24
11,9
4,1
6,2
0,95
94
MMC 550c-GT-1-0-3
52
68,6
4,98
12,5
4,7
10,8
1,07
131
MMC 570d-GT-2-2
54
71,0
6,35
11,4
3,2
8,3
0,86
148
MURAI
54
75,4
5,30
13,0
0,0
23,6
0,98
149
KUTILANG
54
73,4
5,54
9,6
3,9
19,1
0,85
150
VIMA-1
52
67,1
5,18
11,0
10,9
10,8
0,74
Rata-rata 250 galur
8,6
19,3
Simpangan baku
6,1
7,83
KESIMPULAN 1. Hasil kacang hijau secara umum rendah akibat serangan hama pada stadia reproduktif. Galur yang diuji menunjukkan keragaman untuk semua sifat yang diamati. Ragam fenotipik dan ragam genotipik umumnya rendah, kurang dari dua kali simpangan baku masing-masing, kecuali pada tinggi tanaman. 2. Besarnya pengaruh lingkungan tidak sama untuk setiap sifat yang diamati. Bobot 100 biji, umur berbunga, umur masak, dan tinggi tanaman sebagian keragaman bahan genetik disebabkan oleh perbedaan genotipe tanaman, sedangkan jumlah polong dan hasil biji lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. 3. Hasil biji/tan menunjukkan nilai kemajuan genetik harapan dan kemajuan genetik dalam persentase tertinggi. Dengan menggunakan batas seleksi 30%, terpilih 30 galur yang hasilnya di atas batas seleksi dan di atas varietas pembanding Kutilang dan Vima-1. Galur-galur tersebut sebagian besar memiliki tinggi tanaman, ukuran biji, dan umur yang setara dengan varietas Kutilang. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Sri Wahyuni Indiati MS, Sdr. Hadi Purnomo, SP. dan Sdr. Hari Atim yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Bandyopadhyay BB. 2008. Genetic variation in wheat upon water deficit stress to range of low temperature regime at high altitude. The Indian J. of Gen. And Plant Breeding. 68(1)26−32. Bari A, Musa S, Samsudin E. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Biradar KS, Salimath PM, Ravikumar RL. 2007. Genetic variability for seedling vigour, yield, and yield components in local germplasm collection of greengram (Vigna radiata (L.) Wilczek). Kartanaka J. Agric. Sci. 20(3):608−609. Fehr WR. 1987. Principles of Cultivar Development. Vol. 1. MacMillan Publishing Company, New York-London. P.304−313. Indiati, S.W. 2000. Pengendalian Kimiawi dan Penggunaan MLG 716 sebagai Galur Tahan Thrips Untuk Menekan Kehilangan Hasil Kacang Hijau. Komponen Teknologi Untuk Meningkatkan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
471
Produktivitas Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Edisi Khusus Balitkabi No. 16-2000. Halm:160−168. Kasno, A. 1986. Pendugaan Parameter Genetik dan Parameter Stabilitas Hasil dan Komponen Hasil Kacang Tanah Arachis hypogaea (L) Merr. Disertasi S3 IPB Bogor. Kasno A. 1992. Kasno. 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I, PERIPI Komda Jatim. Malang. p:39−68. Khattak GSS, Haq MA, Asraf M, Tahir GR. 2001. Genetic basis of synchroni in pod maturity in mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). Nat. Sci.35:1−7. Makeen K, Abrahim G, Jan A, Singh AK. 2007. Genetic variability and correlation studies on yield and its components in mungbean (Vigna radiata (L.) Wilczek). J. Agron. 6(1):216−218. Nugrahaeni N, Kasno A. 2000. Korelasi dan koheritabilitas beberapa sifat kuantitatif kacang tanah di lingkungan cukup air dan cekaman kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol.19(1):32−38. Rao Ch.M, Rao YK, Reddy M. 2006. Genetic variability and path analysis in mungbean. Legume Res. 29(3):216−28. Rohman Md M, Iqbal Husaen ASM, Arifin Md M, Akhter Z, Hasanuzzaman M. 2003. Genetic variability, correlation, and path analysis in mungbean. Asian J. Plant Sci. 2(17−24):1209−1211. Siddique M, Malik MFA, Awan SI. 2006. Genetic divergence, association and performance evaluation of different genotypes of mungbean (Vigna radiata). Int. J. of Agri. Biol. 8(6):793−795. Tantanapornkul, N., S. Wongkaew, and P. Laosuwan. 2005. Effects of powdery mildew on yield, yield components and seed quality of mungbeans. Suranaree J Sci Technol 13(2):159−162. Trustinah, Basuki N, Nasrullah, Sumarno. 1993. Tanggap klon ubujalar terhadap cekaman kekeringan dan kcukupan air. Penelitian Palawija. 8(1&2):57−67.
472
Trustinah dan Iswanto: Keragaman Bahan Genetik Galur Kacang Hijau