Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH KEDELAI (Glycine max L.) BERDASAR KARAKTER MORFOLOGI DAN HASIL Genetic Diversity of Germplasm Soybean (Glycine max L.) on Morphology Characters and Yield Try Zulchi dan Sutoro Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian; Jl. Tentara Pelajar 3 A Bogor Telp (0251-83337975, Fax (0251-8338820); Email:
[email protected] Abstrak Dalam mendukung program pemuliaan, membuat varietas unggul yang memiliki sifat produksi tinggi dan mutu biji baik maka perlu dilakukan identifikasi / karakterisasi plasma nutfah kedelai. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman plasma nutfah kedelai dan hubungan antar karakter. Sebanyak 110 aksesi plasma nutfah kedelai diuji di KP Cikeumeuh Bogor pada bulan April sampai Juli 2013. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 ulangan. Petak percobaan berukuran petak 1.2 x 3 m dengan 1 tanaman per lubang tanam. Setiap aksesi ditanam dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Penggunaan pupuk N-P-K setara dengan urea 50 kg/ha, SP 36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 110 aksesi kedelai yang dikarakterisasi telah memiliki kisaran tinggi tanaman 33 – 106 cm, jumlah cabang 2- 5 buah, umur 50 % berbunga 28 – 57 hari, umur panen 73 – 104 hari, jumlah polong 19 – 113 buah, % polong diatas 83%, bobot 100 biji 5 – 21 gram, dan hasil biji 65 – 717 g/petak . Hasil karakterisasi aksesi kedelai mempunyai keragaman cukup tinggi pada sifat bobot 100 biji dan hasil biji/plot. Korelasi nyata diperoleh antara karakter jumlah polong isi dan jumlah cabang dengan hasil biji kedelai. Hasil biji kedelai terbanyak tercapai dengan didukung karakter jumlah polong isi dan cabang yang terdapat dalam nama aksesi 6/3/21/7/1 (Introduksi USA), Detam 2 (Jawa Timur), PW-4 (Jawa Tengah), Lokal Pasuruan (Jawa Timur), Lokal Karangasem (Bali), dan Kedele Godek 2 (Jawa Barat). Kata kunci: Keragaman genetik, morfologi, plasma nutfah, kedelai, Glycine max Abstract To support of the breeding program, create new varieties that have the characters of high production and good quality seed for product which should be conducted identification / characterization of soybean germplasm. This study aims to determine the diversity of soybean germplasm in morphology character and the degree of association between traits. A total of 110 soybean germplasm were acrried out at Cikeumeuh Experimental Station ICABIOGRAD Bogor from April to July 2013. The experimental design used randomized block design with 2 replications. Plot size is 1.2 x 3 m with 1 plant accesion per planting. The seed germplasm were planted with a spacing of 40 x 15 cm. The N-P-K fertilizer used equivalent of urea 50 kg/ha, SP 36 100 kg / ha, and KCl 100 kg/ha. The results showed that the 110 soybeans accessions were characterised with slight height diversity as weight of 100 seeds and yield/plot. The character observed a range out as 33106 cm plant height, 2-5 number of branches, 28-57 days flowering phase, 73-104 days to maturity, 19-113 number of pods, 83% fulfill pod, 5-21 gram weight of 100 seeds and 65717 g yield/plot. Significant correlation were obtained between the number of pods and number of branches on yield of soybean. Height yield soybean were supported number of pods and number of branches that were selected of more accessions such as 6/3/21/7/1 (Introduksi USA), Detam 2 (Jawa Timur), PW-4 (Jawa Tengah), Lokal Pasuruan (Jawa Timur), Lokal Karangasem (Bali), and Kedele Godek 2 (Jawa Barat). Keywords: Genetic variability, morphology, germplasm, soybean, Glycine max 461
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
PENDAHULUAN Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang saat ini mendapat prioritas dari pemerintah setelah padi dan jagung. Kebutuhan Indonesia akan kedelai setiap tahun terus meningkat, perkembangan produksi nasional kedelai dalam kurun waktu 1970 – 2013 mengalami pertumbuhan rata-rata 2.23% per tahun yang terjadi peningkatan produksi di areal luar Jawa (5.61%) dan di Jawa (1.46%), sedangkan perkembangan impor meningkat sampai 11.34 %. Kebutuhan Indonesia akan kedelai setiap tahun terus meningkat, ironisnya produksi nasional kedelai pada kurun 5 tahun terakhir ini masih rendah. Ratarata produksi kedelai nasional adalah 822.38 ribu ton/tahun, dengan rata-rata produktivitas 1,4 ton/ha, sementara itu permintaan telah mencapai 2,69 juta ton/tahun, sehingga masih diperlukan impor rata-rata 1,86 juta ton/tahun (Setjen Kementan, 2013). Rendahnya produksi kedelai nasional disebabkan oleh masih relatif rendahnya produktivitas, menyusutnya luas lahan kedelai sebagai akibat alih fungsi lahan, dan kurang menariknya harga. Namun semenjak awal tahun 2008 dengan membaiknya harga maka minat petani untuk menanam kedelai mulai meningkat lagi. Untuk mendukung program pemerintah di dalam peningkatan produksi kedelai yakni potensi hasil yang tinggi dan sesuai mutu bijinya untuk produk olahan tertentu (Ginting et al., 2009) maka hal ini sangat diperlukan dengan penggunaan varietas unggul kedelai. Varietas unggul kedelai yang telah dilepas dengan potensi produksi di atas 2 t/ha dan berukuran besar (bobot 100 biji 15g) seperti Varietas Bromo, Argomulyo, Burangrang, Anjasmoro, Panderman, Grobogan, dan Dega 1 (Balitkabi, 2008), bahkan kandungan protein mencapai 37-43% bk yang lebih tinggi dibandingkan kedelai impor hanya 35-37% bk (Balitkabi, 2012). Program pemuliaan tanaman pangan dalam menghasilkan varietas unggul baru dengan produktivitas tinggi membutuhkan sumber-sumber gen dari sifat-sifat tanaman yang mendukung tujuan tersebut (Acquaah, 2007, Fasoula and Bourma, 2007). Sifat-sifat yang diinginkan tersebut antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik terhadap kondisi lingkungan suboptimum, tahan atau toleran terhadap hama dan penyakit utama, tumbuh cepat (vigorous), umur lebih pendek (genjah), kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik, serta sifat-sifat estetika (keindahan) lainnya (Arsyad dan Kartowinoto, 1994; Mursito, 2003; Sumarno dan Zuraida, 2004; Hakim, 2012). Sumber-sumber gen dari sifat-sifat tersebut perlu diidentifikasi dan ditemukan pada plasma nutfah melalui kegiatan karakterisasi, seleksi, dan evaluasi untuk dapat digunakan dalam program pemuliaan (Gotoh dan Chang, 1979; Acquaah, 2007). Terdapat beberapa tahapan dalam pemuliaan tanaman yaitu membuat keragaman genotipe suatu populasi tanaman, menseleksi genotipe yang mempunyai karakter yang dominan, dan pelepasan varietas (Hawkes, 1981, Mangoendidjojo, 2003). Dalam mendukung program pemuliaan varietas unggul yang memiliki sifat-sifat tersebut perlu dilakukan identifikasi / karakterisasi plasma nutfah kedelai yang memiliki sifat-sifat yang unggul (Acquaah, 2007, Arifin, 2010). Oleh karena itu perlunya identifikasi plasma nutfah yang dapat dijadikan karakter produksi dengan kriteria seleksi sebagai tetua berdasarkan nilai keragaman dan keeratan hubungan dengan karakter produksi tinggi. Menurut Mursito (2003) bahwa seleksi genotipe kedelai dapat menggunakan karakter berat biji, berat polong isi dan bobot 100 biji, sedangkan menurut Sumarno dan Zuraida (2004) dan Hapsari dan Adie (2010) tinggi 462
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
tanaman dan jumlah polong per tanaman dapat digunakan seleksi genotie kedelai hasil produksi tinggi, Hakim (2012) tinggi tanaman, jumlah polong, dan indeks panen digunakan seleksi hasil tinggi, dan Asadi (2012) tinggi tanaman besar menentukan hasil produksi. Dalam seleksi harus dipilih tanaman yang jumlah buku yang subur dan jumlah polong per bukunya banyak dengan ditunjang tinggi tanaman yang mendukung muncul polong yang tingginya diatas 10 – 15 cm (Hawkes, 1981). Dalam program peningkatan produksi kedelai dan perbaikan varietas, hal ini dapat dibentuk dengan banyaknya jumlah polong, jumlah biji tiap polong, bobot biji (biji besar), dan tahan biotik abiotik sehingga tanaman dapat tumbuh kembang maksimal dan hasil produksi tinggi. Koleksi plasma nutfah kedelai di BB Biogen masih perlu diidentifikasi sifat-sifat yang diinginkan tersebut agar profil keragaman genotip dapat diketahui dan digunakan bahan persilangan atau perbaikan karakter tanaman, sehingga akan mempermudah dan mempercepat akses pemanfaatan koleksi plasma nutfah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui morfologi keragaman plasma nutfah kedelai dan hasil produksi serta hubungan antar karakter tanaman. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai Juli 2013 di Kebun Percobaan Cikeumeuh BB Biogen Bogor. Sebanyak 110 aksesi plasma nutfah kedelai berdasarkan katalog database plasma nutfah tanaman pangan dan percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 2 ulangan. Petak percobaan berukuran petak 1.2 x 3 m dengan 1 tanaman per lubang tanam. Semua aksesi ditanam dengan jarak tanam 40 x 15 cm. Penggunaan pupuk N-P-K setara dengan urea 50 kg/ha, SP 36 100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha yang diberikan pada saat tanam, sedangkan pupuk urea diberikan secara bertahap yaitu tahap pertama dilakukan saat awal tanam dan ½ pupuk urea diberikan pada 4 minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan pada umur 3 dan 7 minggu setelah tanam, sedangkan pengendaliaan organisme pengganggu tanaman dilakukan secara intensif. Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang/tanaman, umur 50% berbunga, umur panen, jumlah polong/tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji/plot. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan program Minitab 16 untuk memperoleh nilai keragaman. Selanjutnya data dianalisis dengan model korelasi untuk mengetahui hubungan antar komponen hasil dan karakter morfologi. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakterisasi dan nilai pendugaan Hasil karakterisasi morfologi plasma nutfah kedelai berdasar hasil keragaman populasi tanaman kedelai disajikan pada Tabel 1. Hal ini terlihat bahwa karakter bobot 100 biji dan bobot biji per plot mempunyai keragaman cukup tinggi yaitu nilai keragaman diatas 30%. Hal ini mengindikasikan adanya keragaman aksesi-aksesi plasma nutfah kedelai yang dikarakterisasi selama percobaan di lapang.
463
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 1. Hasil ragam karakter plasma nutfah kedelai, Bogor, 2013 Standard Karakter Kisaran Rata-rata deviasi
Koefisien Keragaman (%)
Tinggi tanaman (cm)
33 - 106
59.39
13.44
22.63
Umur 50% berbunga (hari)
28 - 57
41.96
4.97
11.85
Umur panen (hari)
73 - 104
93.24
8.12
8.71
2-5
3.28
0.91
27.67
19 - 113
49.15
13.96
28.41
82.5 – 97.06
92.7
2.27
2.45
Bobot 100 biji (gram)
4.8 - 21.2
9.09
3.03
33.28
Hasil biji/plot (gram)
65 – 717.5
419.75
140.93
33.58
Jumlah cabang (buah) Polong isi (buah) % Polong (%)
Umur panen kedelai bervariasi dari 73 sampai 104 hari, dengan rata-rata panen lebih umur 90 hari atau termasuk jenis kedelai berumur sangat dalam. Menurut Adie (2007) membagi umur panen kedelai menjadi 5 bagian antara lain Sangat Genjah (< 70 hari), Genjah (70-80 hari), Sedang (81-85), Dalam (86-90 hari), dan Sangat Dalam (>90 hari). Beberapa plasma nutfah kedelai yang mempunyai umur genjah atau dibawah 82 hst sebanyak 12 aksesi (Tabel 2). Beberapa aksesi kedelai umur genjah mampu menghasilkan biji kedelai yang maksimal yaitu Lokal Pringgarata, Lokal Bombongan-III, Si Nyonya, MLG 3028 dan MLG 3002. Selain itu terdapat varietas unggul yang berumur genjah dan hasil biji yang tinggi antara lain Varietas Tidar, Guntur, Baluran, Sindoro, dan Lokon. Namun ada beberapa aksesi plasma nutfah kedelai yang berumur dalam terlihat dalam Tabel 6. Tabel 2. Aksesi plasma nutfah kedelai terpilih berdasar umur panen dibawah 82 hst Umur Umur Tinggi Jumlah % Bobot Hasil Jumlah Nama Aksesi berbunga panen tanaman polong polong 100biji biji/plot cabang (hari) (hari) (cm) isi/tanm (%) (gram) (gram) Lokal 28 76 45 3 26 92.9 18 475 Pringgarata Kedele susu 44 80 41 2 38 95.0 10 165 Lok.Bombongan40 80 79 2 48 92.3 12 430 III MLG.3028 42 80 67 4 61 92.4 7.4 475 MLG 3002 40 80 48 3 42 89.4 7.6 445 MLG.2996 42 80 47 3 54 91.5 6.8 185 MLG 2995 42 80 62 3 38 92.7 6.8 385 MLG.2981 36 80 56 3 41 91.1 6 380 Si Nyonya 35 81 50 4 47 92.2 6.8 410 464
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Nona Lokal Jember Lokal Kediri
29 44 35
81 81 81
85 62 60
3 2 4
51 26 37
96.2 92.9 92.5
8.4 9.2 12
325 165 345
Karakter bobot 100 biji mempunyai kisaran antara 5 – 21 gram dengan tingkat variasi yang besar meskipun dengan rata-rata bobot biji yang relatif kecil yaitu 9 g/100 biji (Tabel 2). Pada Tabel 3 menunjukkan aksesi kedelai yang terpilih dengan bobot >13 g/100 biji. Tabel 3. Aksesi plasma nutfah kedelai terpilih berdasar bobot 100 biji diatas 13 g Umur Umur Tinggi Jumlah % Bobot Hasil Jumlah Nama Aksesi berbunga panen tanaman polong polong 100biji biji/plot cabang (hari) (hari) (cm) isi/tanm (%) (gram) (gram) Baluran 29 100 83 3 57 90.5 21.2 460 Guntur 29 88 66 4 60 95.2 19 475 NS-1 44 88 53 4 49 92.5 18.8 400 Grobogan 33 88 46 4 39 86.7 18.2 375 Lokal 28 76 45 3 26 92.9 18 475 Pringgarata Lokal Garut 40 89 64 3 47 90.4 17.6 610 Lokal Tegal 47 85 60 4 47 92.2 16.8 180 Kedele Hitam 47 98 75 3 42 89.4 15.6 190 (Banyumas) Tidar 40 88 46 4 78 92.9 15.6 410 Sindoro 38 85 58 3 46 93.9 14.4 520 Kedele Hitam 39 85 45 3 45 91.8 13 575 (Jember) B. 4432 47 100 56 4 50 92.6 13.6 570 Sebanyak 12 aksesi plasma nutfah kedelai yang mempunyai biji besar (Tabel 3). Beberapa aksesi-aksesi kedelai mempunyai biji besar dan menghasilkan biji kedelai yang maksimal antara lain Lokal Garut, Lokal Pringgarata, NS-1, Kedele Hitam (Jember), dan B-4432. Pada varietas unggul yang berbiji besar dan hasil biji yang tinggi antara lain Varietas Guntur, Baluran, Grobogan, Tidar, dan Sindoro. Namun aksesi Kedele Lokal Tegal dan Kedele Hitam (Banyumas) memiliki biji besar meskipun hasil biji rendah. Tabel 4. Aksesi plasma nutfah kedelai terpilih berdasar tinggi tanaman > 80 cm. Umur Jumlah Bobot Umur Tinggi Jumla % Nama pane polong 100bij berbung tanama h polon Aksesi n isi/tan i a (hari) n (cm) cabang g (%) (hari) m (gram) Kedele Susu 45 104 82 3 43 95.6 6.8 Lokal 40 91 85 4 51 91.1 7.2 465
Hasil biji/plo t (gram) 265 435
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Madiun NN Lokal Banyuwang i Lokal Pasuruan Lokal Klungkung Lokal Kediri Lokal Tabanan Lokal Lombok Barat Lok. Madiun Nona Otok MLG 3002 ML.3027 PW-4 Klungkung Kuning Lok. Bombongan II NN-3 Baluran Kipas Putih Kedele Hitam (Banyumas)
51
91
83
4
56
94.9
8.2
545
44
104
80
3
42
89.4
10.4
280
40
104
94
4
57
89.1
5.8
440
40
104
84
3
49
92.5
8.6
385
40
104
82
5
66
93.0
5.2
475
44
104
82
4
54
94.7
6
535
44
97
89
4
52
92.9
11.2
700
47
104
86
4
58
92.1
7
310
29 47 40 40 44
91 104 104 87 97
85 93 85 95 80
3 3 2 4 3
51 51 26 50 53
96.2 87.9 89.7 94.3 96.4
8.4 6.4 8.8 6 9.6
325 585 360 345 490
40
104
82
4
37
88.1
8
295
42
97
99
3
56
93.3
10.4
510
42 29 47
97 104 91
80 83 106
4 3 4
57 57 45
95.0 90.5 93.8
9.6 21.2 11.2
275 460 690
43
104
88
3
40
95.2
15.8
165
Karakter tinggi tanaman plasma nutfah kedelai mempunyai kisaran antara 33 – 100 cm dengan tingkat variasi yang cukup besar dengan rata-rata tinggi tanaman sebesar 60 cm (Tabel 2). Tabel 4 menunjukkan aksesi kedelai yang terpilih dengan pertumbuhan tinggi tanaman diatas >80 cm menunjukkan aksesi kedelai tersebut mempunyai umur panen yang sangat dalam atau diatas 90 hari kecuali aksesi ML. 3027, jumlah polong dan cabang yang banyak sedangkan bobot biji bervariasi. Bahwa genotype kedelai memiliki daya hasil biji yang tinggi apabila adanya dukungan dari karakter batang tanaman yang relatif tinggi dan menghasilkan jumlah polong yang banyak (Sumarno dan Zuraida, 2006, Hakim, 2012). Berdasar analisis lintasan (path analysis) bahwa peran tinggi tanaman dapat menentukan 466
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
hasil biji melalui peningkatan jumlah polong yang banyak meskipun jumlah polong per tanaman mempengaruhi tidak langsung terhadap hasil (Asadi, 2012). Korelasi antar karakter dan komponen hasil plasma nutfah Korelasi merupakan analisis sifat-sifat tanaman yang memperhatikan keeratan hubungan faktor sifat satu terhadap perubahan-perubahan sifat lainya yang dialami (Singh and Chaudhary, 1979) atau analisis korelasi berkenaan dengan upaya mempelajari keeratan hubungan antar variabel sehingga satu variabel akan memberikan pengaruh yang positif atau negatif terhadap variabel lainnya (Acquaah, 2007). Tabel 5 menunjukkan hasil analisis korelasi fenotipik karakter komponen hasil dan hasil tanaman kedelai. Tabel 5. Korelasi fenotipik karakter kuantitatif kedelai, KP Cikeumeuh Bogor MT 2013 UB UP TT JC PIT PPT B100 HBP UB 1 UP 0.128 1 0.355 1 TT -0.009 ** 0.184 0.183 1 JC 0.071 ** ** 0.652 PIT 0.099 0.087 0.091 1 ** PPT 0.006 0.089 0.021 0.184 0.374** 1 -0.215 B100 -0.135 * -0.0139 -0.137 * -0.127 1 ** 0.247** 0.193 0.211 HBP -0.029 0.074 0.035 0.001 0.016 1 ** ** TT = Tinggi tanaman, UB = Umur 50% berbunga, UP = Umur panen JC = Jumlah cabang/tanaman, PIT = Polong isi/tanaman, PPT = Persen polong/tanaman, B100 = Bobot 100 biji, HBP = Hasil biji/plot. Jumlah cabang dan polong isi plasma nutfah kedelai yang diuji memiliki korelasi yang positif sangat nyata dengan hasil biji meskipun kurang bermakna, dengan nilai masing-masing koefisien korelasi jumlah cabang (r=0.193) dan jumlah polong isi (r=0.211). Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya cabang dan polong isi kedelai cenderung memberikan hasil biji yang tinggi pula dan kedua karakter tersebut bersifat asosiasi dengan koefisien korelasi (r=0.652). Bahkan pembentukan cabang harus ditunjang pertumbuhan tanaman yang tinggi dan umur panen yang dalam dan kedua karakter tersebut bersifat asosiasi dengan koefisien korelasi (r=0.355). Hal ini sesuai riset Wirnas et al (2006) bahwa jumlah polong isi, jumlah cabang dan jumlah buku mempunyai pengaruh langsung terhadap daya hasil kedelai baik pada populasi bersegregasi maupun pada populasi yang homosigot. Menurut Asadi (2012) banyaknya cabang tidak mempengaruhi secara langsung terhadap hasil biji namun melalui mekanisme pembentukan polong isi yang banyak. 467
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Menurut Susanto dan Saneto (1994) dan Hidajat (1985) bahwa ukuran biji kedelai tergolong Kecil jika memiliki bobot dibawah 10 g/100 biji, Sedang jika bobot 10-13 g/100 biji, dan Besar bila bobot >13 g/100 biji. Berdasar Tabel 5 bahwa karakter bobot biji berkorelasi negatif nyata dengan umur bunga, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan umur panen. Menurut Iqbal et al. (2003) dan Bizeti et al. (2004) hal ini sesuai dengan hasil penelitian keduanya bahwa plasma nutfah yang berukuran biji besar akan cenderung mempunyai umur bunga lambat, jumlah cabang dan jumlah polong isi sedikit, serta umur panen lambat. Hal tersebut terdapat pada aksesi Kedele hitam (Banyumas) dan Lokal Tegal. Bobot biji kedelai yang tinggi berkorelasi positif dengan laju pengisian biji tinggi sehingga kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan berlangsung relatif lama (Sutoro et al., 2008). Dimungkinkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan bagi genotipe kedelai indeterminit (Sumarno dan Zuraida, 2006). Tidak adanya kemampuan galur kedelai dalam laju serapan nitrogen bebas yang mensuplai pembentukan biji dan polong kedelai melalui jalur metabolisme nitrogen namun penambahan pemupukan nitrat (Ohyama, 1983, Pendleton dan Hartwig, 1973). Penelitian Fasoula and Bourma (2007) menunjukkan bobot biji yang tinggi (bobot biji 22 – 45 g/biji) bersifat nyata dengan hasil produksi yang superior dan mempunyai sifat tahan terhadap berbagai hama penyakit. Menurut Hakim (2012) varietas yang memiliki batang tanaman yang tinggi cenderung mempunyai jumlah cabang, jumlah buku subur, jumlah polong, bobot biji dan hasil biji yang lebih banyak daripada varietas yang berbatang pendek. Untuk varietas/galur kedelai hasil biji yang tinggi mempunyai karakter morfologi tanaman yang cukup tinggi, jumlah polong yang banyak, dan indeks panen (hasil biji dibanding bobot brangkasan tanaman) yang tinggi. Dari analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa plasma nutfah kedelai yang hasil biji tertinggi dengan mempunyai karakter morfologi jumlah polong isi dan cabang banyak dengan ditunjang pertumbuhan tinggi tanaman yang sedang. Berdasarkan nilai-nilai seleksi tersebut maka plasma nutfah kedelai yang dapat digunakan sebagai tetua atau perbaikan karakter plasma nutfah antara lain aksesi 6/3/21/7/1 (Introduksi USA), Detam 2 (Jawa Timur), PW-4 (Jawa Tengah), Lokal Pasuruan (Jawa Timur), Lokal Karangasem (Bali), dan Kedele Godek 2 (Jawa Barat). Tabel 6. Karakter kuantitatif pada hasil biji tertinggi dengan jumlah polong isi dan cabang maksimal No Nama Umur Umur Tinggi Jml Polong % Bobot Hasil reg aksesi berbunga panen tan cabang isi polong 100 bj biji/plot Kedele 3193 Godek 2 43.0 97.0 54.5 4.0 61.5 93.2 6.8 557.5 Lokal 3614 Pasuruan 47.5 97.5 75.5 4.5 77.0 94.1 6.9 590.0 Lokal 3701 Karangasem 43.5 91.0 51.5 3.5 57.5 92.9 8.0 567.5 3910 6/3/21/7/1 45.5 91.0 54.0 3.5 58.0 94.3 6.6 717.5 4120 PW-4 47.5 94.0 71.0 3.5 55.0 94.9 10.2 600.0 4430 Detam 2 43.0 104.0 62.0 5.0 61.5 94.0 9.0 705.0 468
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Tabel 7. Karakter kualitatif pada hasil biji tertinggi dengan jumlah polong isi dan cabang maksimal No Warna Warna reg Nama aksesi Tipe pertumbuhan bunga biji 3193 Kedele Godek 2 Determinit Ungu Kuning 3614 Lokal Pasuruan Determinit Ungu Kuning Lokal 3701 Karangasem Semi Determinit Ungu Kuning 3910 6/3/21/7/1 Semi Determinit Ungu Kuning 4120 PW-4 Semi Determinit Putih Kuning 4430 Detam 2 Determinit Ungu Hitam
KESIMPULAN 1. Sebanyak 110 aksesi kedelai yang diseleksi telah memiliki nilai keragaman yang cukup tinggi pada bobot 100 biji dan hasil biji per plot. 2. Hasil korelasi positif sangat nyata antara hasil biji kedelai terhadap jumlah polong isi dan jumlah cabang serta bersifat asosiasi. Hal tersebut ditunjang karakter tinggi tanaman dan umur panen. Karakter bobot 100 biji plasma nutfah kedelai mempunyai korelasi negatif nyata dengan umur bunga, jumlah cabang, jumlah polong isi, dan umur panen. 3. Jumlah polong isi dan jumlah cabang terhadap hasil biji yang tinggi dari plasma nutfah kedelai diperoleh yang dijadikan sebagai tetua atau perbaikan karakter plasma nutfah antara lain aksesi 6/3/21/7/1 (Introduksi USA), Detam 2 (Jawa Timur), PW-4 (Jawa Tengah), Lokal Pasuruan (Jawa Timur), Lokal Karangasem (Bali), dan Kedele Godek 2 (Jawa Barat). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dalam pelaksanaan penelitian di lapang, dan saran-saran dalam penulisan penelitian ini. Kegiatan penelitian ini dibiayai proyek kerjasama AFACI 2013. DAFTAR PUSTAKA Acquaah. G, 2007. Principles of plant genetics and breeding. Blackwell Publishing. USA, UK, Australia. 569 p. Adie, M.M. 2007. Panduan pengujian individual, kebaruan, keunikan, keseragaman, dan kestabilan kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Arsyad, D.M. dan S. Kartowinoto. 1994. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah kedelai. Makalah pada Temu Kerja Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional di Aula Biogen. Bogor. 30 Maret.
469
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Arifin, Z. 2010. Deskripsi sifat agronomik berdasarkan seleksi genotipe tanaman kedelai dengan metode multivariate. (http://jurnal.yudharta.ac.id/wpcontent/uploads/2013/04/Zainol-Arifin-DESKRIPSI-SIFAT-AGRONOMIKBERDASARKAN-SELEKSI-GENOTIPE-TANAMAN-KEDELAI-DENGANMETODE-MULTIVARIAT.pdf diakses tanggal 29 September 2015) Asadi. 2012. Sidik lintas karakter agronomi dan ketahanan hama penghisap polong terhadap hasil plasma nutfah kedelai. Buletin Plasma Nutfah Vol.18 (1) : 1-8. Balitkabi. 2008. Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian. Malang. Balitkabi. Balitkabi. 2012. GEMA, Varietas Super Genjah. (http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/component/content/article/65-inovasiteknologi/871-gema-varietas-super-genjah.html diakses tanggal 10 Januari 2015) Bizeti, H.S. C.G.P. de Carvalho, J. Souza, and D. Destro. 2004. Path analysis under multicollinearity in soybean. Brazilian Archives of Biology and Technology Journal. 47(5), 669-676. Fehr. W.R. 1987. Principles of cultivar development. Vol I. Theory and Technique. Macmillan Publishing Company. A Division of Macmillan, Inc. New York. 536 p. Fasoula, V.A and Bourma, H.R. 2007. Intra-cultivar variation for seed weight and agronomic traits. Crop Science 47, 367-373. Ginting, E, Antarlina, S.S, dan Widowati, S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian 28(3), 79-87. Gotoh, K. and T.T. Chang. 1979. Crop adaptation. In J. Sneep and A.J.T. Hendriksen (Eds.) : Plant Breeding Perspectives. Centr. for Agr.Pub. & Doc. Wageningen, 435 p. Hakim, L. 2012. Komponen hasil dan karakter morfologi penentu hasil kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31(3), 173-179. Hapsari, R.T, dan M.M. Adie. 2010. Pendugaan parameter genetik dan hubungan antar komponen hasil kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29(1), 18-23. Hawkes, J.G. 1981. Germplasm collection, preservation and use. In K. J. Frey (Ed): Plant Breeding II. Iowa State Univ. Ames, 497 p. Hidajat, O.O. 1985. Morfologi tanaman kedelai. Di dalam Kedelai. S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, SO. Manurung, dan Yuswadi. Eds. Bogor. Puslitbangtan. Iqbal, S, M. Ariq, M Tahira, M. Ali M. Anwar, dan M. Sanwar. 2003. Path coefficient analysis in different genotype of soybean (Glycine max (L). Merr). Pakistan Journal of Biological Science. 6(12), 1085-1087. Mangoendidjojo. W. 2003. Dasar-dasar pemuliaan tanaman.. Yogyakarta. Kanisius. Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max (L) Merril). Agrosains 6(2) 58-63. Ohyama, T. 1983. Comparative studies on the distribution of nitrogen in soybean plants supplied N2 and NO3 at the pod filling stage. Soil science plant nutrition 29(2), 133145 p. (http://tandfonline.com/loi/tssp20, diakses tanggal 28 september 2015)
470
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 26 Maret 2016
Pendleton, J.W. dan E.E. Hartwig. 1973. Management. In Soybeans : Improvement, production, and uses. B.E. Caldwell, R.W. Howell, R.W. Judd, and H.W. Johnson. Eds. Wisconsin. USA. American Society of Agronomy. Setjen Kementan. 2013. Outlook kedelai tahun 2013. Portal epublikasi pertanian. (http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-outlook/81-outlook-tanamanpangan/149-outlook-kedelai-tahun-2013#/15/zoomed, diakses tanggal 29 September 2015) Sumarno dan N. Zuraida, 2006. Hubungan korelatif dan kausatif komponen hasil dna hasil kedelai. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25 (1) : 38-44. Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi pengolahan hasil pertanian. Dalam Ginting, E, Antarlina, S.S, dan Widowati, S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industry pangan. Jurnal Litbang Pertanian 28(3), 79-87. Sutoro, Nurwita, Setyowati, M. 2008. Hubungan sifat morfofisiologis tanaman dengan hasil kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 27(3) 185-109. Wirnas, D, I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Soepandie. 2006. Pemilihan Karakter Agronomi untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi kedelai generasi F6. Bul. Agron 34 (1), 19-24.
471