IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH KEDELAI BERUMUR GENJAH DAN BERBIJI SEDANG Apri Sulistyo dan Febria Cahya Indriani Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Raya Kendalpayak Km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101, Telp.(0341) 801468 E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Plasma nutfah memegang peranan penting dalam program pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi plasma nutfah kedelai berumur genjah dan berbiji sedang. Sebanyak 40 aksesi plasma nutfah kedelai koleksi Balitkabi dievaluasi di KP Kendalpayak pada MK I tahun 2011. Penelitian menggunakan rancangan augmented design. Varietas Grobogan, Wilis, Detam 1, Anjasmoro, dan Argomulyo digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan umur masak polong, maka plasma nutfah kedelai yang diuji dapat dipilah ke dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (70–79 HST) sebanyak 10 aksesi, berumur sedang (80–85 HST) sebanyak 12 aksesi, berumur dalam (88 HST) dua aksesi, dan berumur sangat dalam (90–108 HST) 16 aksesi. Terdapat 10 aksesi dengan umur masak polong yang nyata lebih cepat dibandingkan dengan varietas Grobogan (80 HST). Tidak diperoleh aksesi kedelai yang memiliki ukuran biji lebih besar dari varietas pembanding. Sebagian besar aksesi berukuran biji kecil (5,64–9,78 g/100 biji). Hanya terdapat empat aksesi yang berukuran biji sedang (10,06–12,88 g/100 biji), tetapi tidak melebihi ukuran biji varietas Wilis (14,05 g/100 biji) yang termasuk kedelai berbiji sedang. Tidak ada aksesi kedelai yang memiliki hasil lebih tinggi dari varietas Argomulyo (1,45 t/ha), tetapi terdapat lima aksesi dengan hasil 1,25–1,39 t/ha lebih tinggi dari varietas Detam 1 (1,17 t/ha), Wilis (1,14 t/ha), Grobogan (1,11 t/ha) dan Anjasmoro (1,04 t/ha). Kata kunci: plasma nutfah, kedelai, umur genjah, biji sedang
ABSTRACT Identification of soybean germplasm for early maturity and medium seed size. Germplasm plays a crucial role in determining the success of plant breeding program. This study aimed to identify soybean germplasm for characters of early maturity and medium seed size. A total of 40 soybean accessions were evaluated at Kendalpayak Experimental Station in dry season 2011. The Augmented design was applied. The Indonesia varieties of Grobogan, Wilis, Detam 1, Anjasmoro, and Argomulyo were used as check. Based on pod maturity, the soybean germplasm were grouped into four age groups, i.e. early maturing (70.2–78.6 DAP), moderate maturing (80.3–84.6 DAP), late maturing (88.1–88.4 DAP), and very late maturing (90.1–107.6 DAP), where each group consisted of 10, 12, 2 and 16 accessions. It was also indicated that 10 accessions had earlier pod maturity dates than Grobogan variety (80 DAP). There was no soybean accession with seed size larger than that of check varieties, and therefore most accessions were classified into small-seed size (5.64–9.78 g 100 seeds-1). There were only four accessions with medium seed size (from 10.06–12.88 g 100 seeds-1), and no accession had bigger seed size than that of Wilis variety (14.05 g/100 seeds-1) which was classified as moderate seed. Moreover, there was no accession had higher seed yield than Argomulyo variety (1.45 t ha-1). There were five accessions with seed yield ranged from 1.25–1.39 t ha-1 which were higher than those of Detam 1 (1.17 t ha-1), Wilis (1.14 t ha-1), Grobogan (1.11 t ha-1), and Anjasmoro (1.04 t ha-1). Key words : germplasm, soybean, early maturity, medium seed
90
Sulistyo dan Indriani : Identifikasi Plasma Nutfah Kedelai Umur Genjah Biji Sedang
PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas pangan terpenting di Indonesia setelah padi dan jagung. Prospek pengembangan komoditas ini masih terbuka luas. Menurut BPS (2010), kebutuhan kedelai nasional terus bertambah dari tahun ke tahun, namun tidak diimbangi oleh peningkatan produksi di dalam negeri, sehingga untuk memenuhi sebagian kebutuhan diperoleh melalui impor. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai nasional adalah melalui serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman guna memperoleh varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi. Keberhasilan program pemuliaan tanaman sangat ditentukan oleh tersedianya keragaman genetik dalam populasi (Allard 1960). Saat ini di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) telah terkoleksi 1092 plasma nutfah kedelai yang berasal dari dalam negeri maupun introduksi dari negara lain. Koleksi plasma nutfah dari dalam negeri di antaranya berasal dari Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Plasma nutfah kedelai introduksi di antaranya berasal dari Asia (Jepang, China, Taiwan, Filipina, Thailand, Vietnam, India dan Israel), Afrika (Maroko dan Tanzania), Amerika (Amerika Serikat, Meksiko, Panama, Brazil, Kolombia, Peru dan Venezuela), dan Australia (Iletri 2006). Setelah tersedia keragaman genetik yang cukup, program pemuliaan tanaman dapat segera dilakukan, dimulai dengan karakterisasi tanaman. Karakter-karakter yang diamati meliputi sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Kegiatan ini selain untuk mendukung program perbaikan varietas, juga bertujuan untuk melengkapi katalog yang sudah ada. Karakterisasi mengacu pada buku panduan yang telah diterbitkan oleh International Union for The Protection of New Varieties of Plants (UPOV) pada tahun 1998. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi plasma nutfah kedelai berumur genjah dan berbiji sedang. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu para pemulia dalam memilih calon tetua yang akan digunakan dalam perakitan varietas kedelai berumur genjah dan berbiji sedang. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Kendalpayak, Kabupaten Malang, pada MK I tahun 2011. Plasma nutfah kedelai yang diuji sebanyak 40 aksesi terdiri dari 14 aksesi introduksi dan 26 aksesi hasil ekplorasi di Indonesia (Tabel 1). Sebagai pembanding digunakan lima varietas unggul kedelai yaitu Grobogan dan Argomulyo dengan karakter berumur genjah dan berbiji besar, Wilis untuk karakter berbiji sedang, Detam 1 untuk karakter berbiji hitam, dan Anjasmoro untuk karakter berbiji besar. Setiap aksesi ditanam pada plot berukuran 2 m x 3 m, dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm, dua biji/lubang tanam. Pemupukan sesuai rekomendasi yaitu 50 kg Urea, 75 kg SP36, dan 75 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif. Pengairan dilakukan pada saat tanam, umur 3 minggu setelah tanam (MST), saat berbunga dan saat pengisian polong. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 dan 6 MST. Penelitian menggunakan rancangan augmented design yang dikemukakan oleh Federer (1961) dan Baihaki (2000). Jumlah blok yang digunakan lima, masing-masing memuat delapan aksesi berbeda dan lima varietas pembanding yang ditempatkan secara
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
91
acak. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak polong (hari setelah tanam HST), bobot 100 biji, dan hasil biji. Tabel 1. Aksesi dan asal-usul plasma nutfah kedelai yang diidentifikasi. Aksesi MLGG 0019 MLGG 0103 MLGG 0104 MLGG 0109 MLGG 0112 MLGG 0113 MLGG 0115 MLGG 0121 MLGG 0123 MLGG 0124 MLGG 0128 MLGG 0160 MLGG 0169 MLGG 0233 MLGG 0269 MLGG 0372 MLGG 0388 MLGG 0392 MLGG 0393 MLGG 0400
Asal Jawa Timur USA Jawa Tengah Maroko Phillipina Taiwan USA Jawa Timur Lampung Lampung NAD Jawa Timur Jawa Timur Taiwan Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Sulawesi Selatan
Aksesi MLGG 0465 MLGG 0476 MLGG 0482 MLGG 0489 MLGG 0591 MLGG 0592 MLGG 0597 MLGG 0598 MLGG 0603 MLGG 0610 MLGG 0613 MLGG 0614 MLGG 0624 MLGG 0638 MLGG 0653 MLGG 0657 MLGG 0856 MLGG 0857 MLGG 0873 MLGG 0890
Asal Jawa Tengah Jawa Tengah Jawa Tengah DIY Venezuela Bali Jepang Jepang Jawa Barat Kalimantan Barat Mexico Mexico Phillipina Australia DIY Thailand NTB NTB Bali Sulawesi Utara
Ket: ** nyata pada taraf 0,01; tn: tidak nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis statistik untuk karakter umur masak polong, bobot 100 biji, dan hasil dari lima varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat perbedaan yang sangat nyata di antara varietas pembanding untuk karakter umur masak polong dan bobot 100 biji, tetapi tidak berbeda nyata untuk karakter hasil. Hal ini menunjukkan bahwa kelima varietas dapat digunakan sebagai pembanding untuk mengidentifikasi plasma nutfah berumur genjah dan berukuran biji sedang. Tabel 2.
Analisis ragam untuk karakter umur masak polong, bobot 100 biji, dan hasil lima varietas kedelai.
Karakter Umur masak polong Bobot 100 biji Hasil
Kuadrat tengah 77,14 37,24 44,51
F-hitung 84,31 ** 19,20 ** 2,49 tn
Umur masak polong 40 aksesi plasma nutfah kedelai berkisar antara 70–107 HST (Tabel 3). Adie (2007) mengelompokkan umur kedelai di Indonesia menjadi lima kelompok, yaitu kedelai berumur sangat genjah (<70 hari), genjah (70–80 hari), sedang (80–85 hari), dalam (86–90 hari), dan sangat dalam (>90 hari). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka ke-40 aksesi plasma nutfah kedelai yang diuji dapat dikelompokkan ke 92
Sulistyo dan Indriani : Identifikasi Plasma Nutfah Kedelai Umur Genjah Biji Sedang
dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (10 aksesi), sedang (12 aksesi), dalam (dua aksesi), dan sangat dalam (16 aksesi). Terdapat perbedaan umur masak polong yang sangat nyata di antara lima varietas pembanding (Tabel 2). Varietas Grobogan sebagai pembanding memiliki umur masak polong tercepat, rata-rata 80,4 hari. Hasil analisis augmented design untuk 40 aksesi plasma nutfah yang diuji menunjukkan terdapat 10 aksesi dengan umur masak polong yang nyata lebih genjah dibandingkan dengan varietas Grobogan (Tabel 3). Tabel 3. Umur masak polong (HST) plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak tahun 2011. Aksesi MLGG 0019 MLGG 0103 MLGG 0104 MLGG 0109 MLGG 0112 MLGG 0113 MLGG 0115 MLGG 0121 MLGG 0123 MLGG 0124 MLGG 0128 MLGG 0160 MLGG 0169 MLGG 0233 MLGG 0269 MLGG 0372 MLGG 0388 MLGG 0392 MLGG 0393 MLGG 0400 MLGG 0465 MLGG 0476 MLGG 0482
Umur masak polong (HST) abcde
78,64 96,64 96,64 107,64 78,64abcde 78,64abcde 84,64 82,64 81,84 81,84 83,84 83,84 83,84 77,84abcde 95,84 81,84 71,24abcde 96,24 96,24 89,24 70,24abcde 71,24abcde 96,24
Aksesi MLGG 0489 MLGG 0591 MLGG 0592 MLGG 0597 MLGG 0598 MLGG 0603 MLGG 0610 MLGG 0613 MLGG 0614 MLGG 0624 MLGG 0638 MLGG 0653 MLGG 0657 MLGG 0856 MLGG 0857 MLGG 0873 MLGG 0890 Grobogan Wilis Detam 1 Anjasmoro Argomulyo
Umur masak polong (HST) 71,24abcde 90,44 83,44 88,44 90,44 77,44abcde 77,44abcde 95,44 95,44 82,84 81,84 90,84 90,84 95,84 83,84 95,84 95,84 80,36 90,16 83,96 88,16 83,36
Keterangan : abcde menunjukkan perbedaan yang nyata berturut-turut dibandingkan dengan Grobogan, Argomulyo, Detam 1, Anjasmoro dan Wilis berdasarkan uji lanjut LSI 5%.
Kedelai berumur genjah berperan penting dalam menghadapi kekeringan yang sering terjadi pada budi daya kedelai, karena kedelai umumnya ditanam pada musim kemarau setelah padi. Umur genjah merupakan salah satu mekanisme penghindaran tanaman terhadap kekeringan. Aksesi kedelai berumur genjah dapat dimanfaatkan dalam program perakitan varietas kedelai berumur genjah. Sepuluh aksesi plasma nutfah kedelai yang teridentifikasi memiliki umur masak polong lebih cepat dibandingkan dengan varietas pembanding tergenjah (Grobogan) dapat dijadikan sebagai sumber gen umur genjah. Terdapat keragaman ukuran biji di antara plasma nutfah kedelai yang dimiliki Balitkabi. Bobot 100 biji dari 40 aksesi plasma nutfah diuji berkisar antara 5,6–12,9 g (Tabel 4). Sebanyak 36 aksesi plasma nutfah kedelai yang diuji mempunyai ukuran biji kecil (< 10 g/100 biji) dan sisanya berukuran biji sedang (10–13 g/100 biji).
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
93
Tabel 4. Bobot 100 biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011. Aksesi MLGG 0019 MLGG 0103 MLGG 0104 MLGG 0109 MLGG 0112 MLGG 0113 MLGG 0115 MLGG 0121 MLGG 0123 MLGG 0124 MLGG 0128 MLGG 0160 MLGG 0169 MLGG 0233 MLGG 0269 MLGG 0372 MLGG 0388 MLGG 0392 MLGG 0393 MLGG 0400 MLGG 0465 MLGG 0476 MLGG 0482
Bobot 100 biji (g) 6,46 8,91 9,39 8,62 7,82 7,34 7,16 6,31 8,93 9,68 6,81 6,47 9,47 8,68 5,64 8,25 5,95 10,77 12,49 6,39 8,58 7,43 8,45
Aksesi MLGG 0489 MLGG 0591 MLGG 0592 MLGG 0597 MLGG 0598 MLGG 0603 MLGG 0610 MLGG 0613 MLGG 0614 MLGG 0624 MLGG 0638 MLGG 0653 MLGG 0657 MLGG 0856 MLGG 0857 MLGG 0873 MLGG 0890 Grobogan Wilis Detam 1 Anjasmoro Argomulyo
Bobot 100 biji (g) 7,99 9,37 7,20 6,56 7,52 9,36 7,16 10,06 8,26 12,88 9,78 6,44 8,78 5,98 7,11 9,48 7,26 21,60 14,05 17,61 18,14 19,47
Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat perbedaan ukuran biji yang sangat nyata di antara lima varietas pembanding (Tabel 2). Grobogan merupakan varietas pembanding dengan ukuran biji terbesar (21,6 g), diikuti oleh Argomulyo (19,5 g), Anjasmoro (18,1 g), Detam 1 (17,6) dan Wilis (14,1 g). Hasil analisis augmented design menunjukkan tidak ada aksesi kedelai dengan ukuran biji yang nyata lebih besar dari varietas pembanding. Terdapat empat aksesi dengan ukuran biji sedang, yaitu MLGG 0392 (10,8 g), MLGG 0393 (12,5 g), MLGG 0613 (10,1 g) dan MLGG 0624 (12,9 g). Tabel 4 memperlihatkan keragaman bobot 100 biji dari 40 aksesi plasma nutfah kedelai yang diteliti. Ukuran biji kedelai menjadi penentu preferensi petani dan bahan baku industri pangan di Indonesia. Ukuran biji juga menjadi faktor penting dalam usaha meningkatkan produksi kedelai (Susan et al. 2001), secara kualitas maupun kuantitas (Harnowo 2004) dan sifat ini diturunkan secara genetik (Tinius et al. 1993; Brian et al. 2002). Empat aksesi plasma nutfah kedelai yang teridentifikasi berukuran biji sedang pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai calon tetua untuk perakitan varietas kedelai biji sedang. Terdapat keragaman hasil di antara aksesi yang diuji (Tabel 5). Hasil terendah 0,25 t/ha, sedangkan tertinggi 1,39 t/ha. Hasil varietas pembanding berkisar antara 1,11–1,45 t/ha. Rendahnya hasil dari 40 aksesi plasma nutfah kedelai diduga berkaitan dengan ukuran bijinya. Berdasarkan pengamatan terhadap karakter ukuran biji, hanya terdapat empat aksesi yang memiliki ukuran biji sedang. Hasil analisis menunjukkan terdapat korelasi
94
Sulistyo dan Indriani : Identifikasi Plasma Nutfah Kedelai Umur Genjah Biji Sedang
positif tetapi tidak nyata (r = 0,21) antara bobot 100 biji dengan hasil. Menurut Suwardi et al. (2006), bobot 100 biji berpengaruh langsung terhadap hasil biji kedelai. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata di antara kelima varietas pembanding (Tabel 2). Varietas Argomulyo memiliki hasil tertinggi, diikuti oleh Detam 1, Wilis, Grobogan, dan Anjasmoro. Hasil analisis augmented design menunjukkan bahwa tidak ada aksesi kedelai yang memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan Argomulyo, tetapi terdapat lima aksesi yang memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Detam 1, Wilis, Grobogan, dan Anjasmoro (Tabel 5). Tabel 5. Hasil biji 40 aksesi plasma nutfah kedelai, KP Kendalpayak, 2011. Aksesi MLGG 0019 MLGG 0103 MLGG 0104 MLGG 0109 MLGG 0112 MLGG 0113 MLGG 0115 MLGG 0121 MLGG 0123 MLGG 0124 MLGG 0128 MLGG 0160 MLGG 0169 MLGG 0233 MLGG 0269 MLGG 0372 MLGG 0388 MLGG 0392 MLGG 0393 MLGG 0400 MLGG 0465 MLGG 0476 MLGG 0482
Hasil (t/ha) e
1,08 0,78 0,73 1,39bcde 1,03 1,25bcde 1,29bcde 1,01 0,84 0,65 1,32bcde 0,85 0,77 0,91 0,32 0,99 0,97 0,18 0,15 0,41 0,76 0,92 0,58
Aksesi MLGG 0489 MLGG 0591 MLGG 0592 MLGG 0597 MLGG 0598 MLGG 0603 MLGG 0610 MLGG 0613 MLGG 0614 MLGG 0624 MLGG 0638 MLGG 0653 MLGG 0657 MLGG 0856 MLGG 0857 MLGG 0873 MLGG 0890 Grobogan Wilis Detam 1 Anjasmoro Argomulyo
Hasil (t/ha) 0,71 1,37bcde 1,16cde 0,74 0,26 0,58 0,79 0,76 0,26 0,32 0,97 0,73 0,37 0,68 0,80 0,25 0,28 1,11 1,14 1,17 1,04 1,45
Ket : abcde menunjukkan perbedaan yang nyata berturut-turut dibandingkan dengan Argomulyo, Detam 1, Wilis, Grobogan dan Anjasmoro berdasarkan uji lanjut LSI 5%
KESIMPULAN 1. Terdapat keragaman umur masak polong, bobot 100 biji, dan biji di antara 40 aksesi plasma nutfah kedelai. 2. Sebanyak 10 aksesi kedelai memiliki umur masak polong yang nyata lebih genjah dari varietas pembanding tergenjah Grobogan (80,4 hari), yaitu MLGG 0019 (78,6 hari), MLGG 0112 (78,6 hari), MLGG 0113 (78,6 hari), MLGG 0233 (77,8 hari), MLGG 0388 (71,2 hari), MLGG 0465 (70,2 hari), MLGG 0476 (71,2 hari), MLGG 0489 (71,2 hari), MLGG 0603 (77,4 hari), dan MLGG 0610 (77,4 hari). 3. Empat aksesi memiliki ukuran biji sedang, yaitu MLGG 0392 (10,8 g), MLGG 0393 (12,9 g), MLGG 0613 (10,1 g), dan MLGG 0624 (12,9 g). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012
95
4. Lima aksesi memiliki hasil lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Detam 1 (1,17 t/ha), Wilis (1,14 t/ha), Grobogan (1,11 t/ha), dan Anjasmoro (1,04 t/ha), yaitu MLGG 0109 (1,39 t/ha), MLGG 0113 (1,25 t/ha), MLGG 0115 (1,29 t/ha), MLGG 0128 (1, 32 t/ha), dan MLGG 0591 (1,37 t/ha).
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah membiayai penelitian ini melalui Program Insentif Riset Dasar tahun 2011
DAFTAR PUSTAKA Adie MM. 2007. Panduan pengujian individual, kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12 hlm Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. Wiley and Sons, Inc. New York. 485p Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan (Diklat Kuliah). Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. 91 hlm. BPS [Biro Pusat Statistik]. 2010. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta : BPS Brian JA, Fehr WR and Welke GA. 2002. Selection for large seed and high protein in two and three parent soybean population. Crop Sci. 42: 1876−1881 Federer, W. T. 1961. Augmented design with one-way elimination of heterogeneity. Biometrics 17 : 447-473 Harnowo D. 2004. Effect of time of harvest and seed size on seed quality of soybean. Thesis. Univ. Putra Malaysia. 204p. ILETRI [Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute]. 2006. Germplasm Catalogue of Soybean (Glycine max (L.) Merill). Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute. 166p. Susan LJ, Fehr WR, Welke GA, and Cianzio SR. 2001. Genetic variability for seed size of two and three parent soybean population. Crop Sci. 41 : 1029−1033 Suwardi, Poerwoko S dan Basuki N. 2006. Implikasi keragaman genetik, korelasi fenotipik dan genotipik untuk perbaikan hasil sejumlah galur kedelai (Glycine max (L.) Merrill). http://images.soemarno.multiply.com [Diakses tanggal 27 Agustus 2012] Tinius CN, Burton JW, and Carter Jr. TE. 1993. Recurrent selection for seed size in soybean: III. Indirect effects on seed composition. Crop Sci. 33 : 959−962 UPOV (Union For The Protection of New Varieties of Plants). 1998. Guidelines for the conduct of tests for distinctness, uniformity and stability – Soya Bean (Glycine max (L.) Merill).
96
Sulistyo dan Indriani : Identifikasi Plasma Nutfah Kedelai Umur Genjah Biji Sedang