Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
PLASMA NUTFAH INSEKTISIDA NABATI Budi Martono, Endang Hadipoentyanti, dan Laba Udarno Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Insektisida nabati merupakan salah satu sarana pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena senyawa insektisida dari tumbuhan tersebut mudah terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran. Pencarian sumber nabati atau varietas unggul masih memerlukan upaya khusus dan sungguh-sungguh. Koleksi plasma nutfah tanaman insektisida nabati di Balittro sangat terbatas baik jenis maupun aksesi pada tiap-tiap jenis; koleksi tersebut tersebar di 5 kebun percobaan, yaitu Cikampek, Cimanggu, Sukamulya, Manoko, dan Gunung Putri. Upaya eksplorasi, koleksi, dan pelestarian untuk meningkatkan keragaman genetik sangat diperlukan, demikian juga halnya dengan kegiatan karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah yang ada. Diharapkan dari kegiatan-kegiatan tersebut, semua potensi dari setiap aksesi dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan jenis-jenis unggul baru. Sampai saat ini karakterisasi dan evaluasi pendahuluan telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman, diantaranya bengkuang, mimba, derris, dan selasih.
PENDAHULUAN Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 ditetapkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT); selanjutnya dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan alternatif terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus
ditekan seminimal mungkin. Oleh karena itu, perlu dicari cara pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu golongan insektisida yang memenuhi persyaratan tersebut adalah insektisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (insektisida nabati). Tuntutan untuk menyediakan produk insektisida nabati telah mendorong dilakukannya berbagai macam penelitian mengenai jenis tanaman yang potensial sebagai sumber insektisida. Grainge et al., (1985) melaporkan bahwa ada lebih dari 1000 spp. tumbuhan yang mengandung insektisida, lebih dari 380 spp. mengandung zat pencegah makan (antifeedant), lebih dari 35 spp. mengandung akarisida, lebih dari 270 spp. mengandung zat penolak (repellent), dan lebih dari 30 spp. mengandung zat penghambat pertumbuhan. Berdasarkan hal tersebut, maka potensi bahan nabati untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman cukup besar. Indonesia dengan floranya yang sangat beragam, tentunya mengandung cukup banyak jenis-jenis tumbuhan yang merupakan sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama. Untuk itu, sudah saatnya dikelola dengan lebih serius
43
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
dengan melakukan inventarisasi dan eksplorasi untuk selanjutnya dikoleksi dan dikonservasi baik secara in situ maupun ex situ, kemudian dikarakterisasi/dievaluasi dan didokumentasikan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai materi dalam perakitan varietas unggul baru. PLASMA NUTFAH INSEKTISIDA NABATI Plasma nutfah tanaman insektisida nabati di Balittro sangat terbatas baik jenis maupun aksesi pada tiap-tiap jenis. Selama ini upaya pengumpulan keragaman plasma nutfah tanaman tersebut hanya dilakukan melalui donor-donor apabila ada kunjungan peneliti ke daerah, oleh karena itu, eksplorasi secara khusus maupun introduksi dari luar negeri perlu dilakukan untuk meningkatkan keragaman yang ada. Untuk melestarikan koleksi plasma nutfah insektisida nabati dilakukan dalam bentuk koleksi hidup di 5 kebun percobaan di Jawa Barat yang memiliki kondisi agroekologi yang berbeda, yaitu di KP. Cikampek (50 m dpl), KP. Cimanggu (240 m dpl), KP. Sukamulya (400 m dpl), KP. Manoko (1200 m dpl), dan KP. Gunung Putri (1500 m dpl) (Tabel 1). Diantara plasma nutfah insektisida nabati, bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban), mimba (Azadirachta indica A. Juss), akar tuba (Derris elliptica Benth), dan selasih (Ocimum spp.) merupakan tanaman yang cukup potensial untuk diteliti.
44
Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) Tanaman bengkuang termasuk dalam famili Leguminosae, tanaman ini berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah bagian Utara. Dari Meksiko diintroduksi ke Filipina oleh bangsa Spanyol, kemudian menyebar ke berbagai negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Tindal, 1983; Purseglove, 1987). Saat ini tanaman bengkuang banyak diusahakan di negara-negara beriklim tropik. Bengkuang merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai sumber insektisida nabati yang berspektrum luas (Grainge dan Ahmed, 1988). Semua bagian tanaman bengkuang kecuali umbi mengandung rotenon; berdasarkan bobot kering, kandungan rotenon pada batang adalah 0,03%, daun 0,11%, polong 0,02%, dan biji 0,66% (Duke, 1981). Kandungan rotenon murni pada biji yang telah masak berkisar 0,5 - 1,0% (Sorensen, 1996). Serbuk atau tepung biji bengkuang dapat digunakan untuk melindungi benih tanaman dari gangguan hama gudang (Kardinan, 1999), hama utama kacang hijau dan kacang tunggak, yaitu Callosobruchus maculates (Ibadurrahman, 1993), serta kepik Lophobaris serratipes Marsh. yang merupakan salah satu hama utama tanaman lada (Mustikawati dan Martono, 1993).
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004 Tabel 1. Koleksi plasma nutfah insektisida nabati di Balittro, tahun 2003. No. 1. 2.
Nama daerah Culan Babandotan
Spesies Aglaia odorata LOUR. Ageratum conyzoides LINN.
Famili Meliaceae Compositae
Bagian tanaman yang diambil Daun Daun, bunga, batang, dan akar
3.
Bengkuang
Pachyrhizus erosus (L.) Urban.
Leguminoceae
4. 5. 6. 7. 8.
Cengkeh Cente Prasman/Panahan Gadung Gandarusa
Sizigium aromaticum Lantana camara LINN Eupatorium triplinerve VAHL. Dioscorea hispida Dennst. Justitia gendarussa LINN.
Myrtaceae Verbenaceae Compositae Dioscoreaceae Acanthaceae
Biji, daun, dan batang Daun dan bunga Daun dan bunga Daun Umbi Daun
9.
Jambu mete
Anacardium occidentale LINN.
Anacardiaceae
Kulit biji
10.
Jarak
Ricinus communis LINN.
Euphorbiaceae
Daun dan biji
11.
Jarak pagar
Jatropha curcas LINN.
Euphorbiaceae
Daun dan biji
12.
Jeringau
Acorus calamus LINN.
Araceae
Rimpang
13. 14.
Kayu putih Kecubung
Eucalyptus globules LABILL. Datura metel LINN.
Myrtaceae Datiscaceae
Daun Daun dan biji
15. 16. 17.
Kamalakian Kipahit Lada
Croton tiglium L. Tithonia tagitrifolia Piper nigrum LINN.
Euphorbiaceae Simarubaceae Piperaceae
Biji Daun Buah
18. 19. 20.
Legundi Marigol Melaleuka
Vitex trifolia LINN. Tagetes minuta L. Melaleuca bracteata
Verbenaceae Myrtaceae
Daun Batang Daun
21.
Mimba
Azadirachta indica A. JUSS.
Meliaceae
Daun dan Biji
22.
Mindi
Melia azedarach LINN.
Meliaceae
Daun dan biji
23.
Ocimum
Ocimum basilicum LINN.
Labiatae
Daun dan biji
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Paitan Pencahar Picung Pirethrum Sabadilla Saga Senggugu
Eupatorium inulifolium Croton tiglium LINN. Pangium edule Reinw. Chrysanthemum cinerariafolium Schoenacaulon officinale Abrus precatorius LINN. Clerodendron serratum SPRENG.
Gramineae Euphorbiaceae Flaccutisceae Compositae Eguminosae Verbenaceae
Daun Biji Buah Bunga Biji Biji Daun
31.
Serai wangi
Andropogon nardus LINN.
Gramineae
Daun
32. 33. 34.
Tembakau Tephrosia Tuba
Nicotiana tabacum L. Tephrosia vogelii HOOK. Derris elliptica BENTH.
Solanaceae Leguminosae Leguminosae
Daun Terna Akar
45
Lokasi (Kebun Percob Cimanggu Cikampek, Sukamulya, Putri Cimanggu
Manoko
Cimanggu, Manoko Cimanggu, Sukamulya Cimanggu Cimanggu, Sukamulya Cikampek, Sukamulya, Manoko Cikampek, Sukamulya Cikampek, Sukamulya Cikampek, Sukamulya Cimanggu, Sukamuly Putri Cikampek, Cimanggu, Cimanggu, Manoko Putri Cimanggu Cimanggu, Sukamulya Cikampek, Sukamulya Cimanggu, Manoko Cimanggu Cimanggu, Gunun Manoko Cikampek, Sukamulya, Manoko Cikampek, Sukamulya, Manoko Cikampek, Sukamulya, Manoko Putri Cimanggu Cimanggu Cimanggu Gunung Putri, Manoko Cimanggu Cimanggu, Sukamulya Cimanggu, Manoko Putri Cikampek, Sukamulya, Manoko Putri. Cimanggu Cimanggu, Manoko Cimanggu, Manoko
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Ekstrak dari bahan ini (konsentrasi 0,1%) dapat mengakibatkan mortalitas dan memperpanjang lama perkembangan larva Crocidolomia pavonana (F.) (sin. C. binotalis Zeller) dari instar II ke instar III dan dari instar II ke instar IV, masing-masing berkisar antara 0,77 3,29 hari dan 0,43 - 4,43 hari (Martono, 2003). Selain itu, bahan ini juga dapat mengakibatkan mortalitas yang tinggi pada ulat daun kubis, Plutella xylostella (L.); dan juga bersifat toksik terhadap beberapa jenis serangga dari ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera, Lepidoptera, dan Orthoptera (Grainge dan Ahmed, 1988). Kegunaan lain dari bengkuang antara lain sebagai bahan makanan penyegar, bahan kosmetika, obat, pupuk hijau, dan pakan ternak. Eksplorasi dan Koleksi Usaha pengumpulan dan pelestarian tanaman bengkuang untuk meningkatkan keragaman genetik sudah dimulai sejak lama oleh Balai Besar Penyelidikan Pertanian (BBPP), jumlah koleksi yang pernah tercatat sebanyak 71 galur yang dikumpulkan dari berbagai daerah, kadar rotenoid dari galur-galur tersebut rata-rata 1,4% beberapa galur ada yang sampai 1,9%. Penelitian kandungan rotenoid tanaman ini pernah dilakukan di empat Kebun Percobaan (KP) : Cibinong, Kalipare, Muneng, dan Genteng. Dari 71 galur didapat lima nomor yang mempunyai produktivitas tinggi (T-PE14, T-PE22, T-PE25, T-PE44, dan T-PE60) bila dibandingkan dengan varietas Cimanggu 85-1 dan Merauke 2, akan tetapi kadar rotenoidnya tidak berbeda
46
nyata (Anon., 1958). Namun kegiatan penelitian ini terhenti pada tahun 1960an karena terdesak oleh bahan-bahan sintetis, sehingga nilai ekonomis produk dari tanaman tersebut praktis menurun. Menurunnya nilai ekonomis produk tanaman bengkuang menyebabkan prioritas penelitiannya menjadi rendah sehingga kegiatan penelitian kurang mendapat perhatian. Perkembangan penelitian plasma nutfah bengkuang sangat minim, eksplorasi dan koleksi plasma nutfah dilakukan kembali tahun 1995. Sampai tahun 2003 telah terkumpul 77 nomor koleksi dari beberapa daerah sentral produksi dan introduksi, sebagian dari nomor-nomor tersebut telah mati, sampai saat ini tinggal 37 nomor (Tabel 2). Untuk itu, penanganan koleksi bengkuang yang ada harus dilakukan lebih intensif. Ke-37 nomor koleksi bengkuang tersebut sangat sedikit jumlahnya sehingga masih berupa koleksi dasar; untuk dapat dimanfaatkan lebih lanjut maka koleksi tersebut harus dikarakterisasi dan dievaluasi untuk mengetahui potensi genetiknya. Evaluasi Hasil penelitian mengenai pengaruh keadaan tempat terhadap kadar rotenoid, dilaporkan bahwa dari 15 lokasi tidak menunjukkan adanya perbedaan; selanjutnya dari penelitian yang dilakukan di berbagai lokasi menunjukkan bahwa tanaman bengkuang menghasilkan biji terbanyak pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian tempat dibawah 350 m dpl.
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Tabel 2. Nomor-nomor koleksi bengkuang hasil eksplorasi dan koleksi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Asal Jawa Tengah Jawa Barat Jawa Timur Sumatera Barat Sumatera Utara Kalimantan Selatan Introduksi
Jumlah Aksesi 9 6 1 7 3 1 10
Pada ketinggian 1000 m dpl, meskipun tanaman dapat tumbuh baik akan tetapi bunganya banyak yang gugur, demikian pula halnya dengan polong muda; hal tersebut menyebabkan hasil biji yang diperoleh rendah (65 - 250 kg/ha). Disamping itu, waktu berbunganya terlambat sekitar satu bulan. Di Cobanrondo (Jawa Timur) (1450 m dpl) pertumbuhan tanaman lambat, kebanyakan bunga mengering sebelum terbuka sehingga hasil bijinya hampir tidak ada. Di daerah-daerah yang musim kemarau-nya nyata, seperti di Sumberrejo, Jambegede, dan Kalipare produksi biji berkisar 925 2074 kg/ha sedang di Bogor 1035 1234 kg/ha (Anon., 1997). Produksi biji bengkuang per satuan luas tidak hanya ditentukan oleh tinggi tempat, iklim, dan jarak tanam, tetapi juga sangat ditentukan oleh waktu tanam. Dari hasil penelitian waktu tanam yang dilakukan di Bogor menunjukkan bahwa waktu tanam yang paling tepat adalah pada awal musim hujan, yaitu pada bulan Nopember. Semakin lambat ditanam semakin berkurang hasil bijinya (Anon., 1955) (Tabel 3).
Donor Budi Martono Budi Martono Budi martono Urnemi P. Kale P. kale P. Kale
Tabel 3. Pengaruh waktu tanam terhadap hasil biji bengkuang. Waktu tanam (bulan) Nopember 1954 Desember 1954 Januari 1955 Pebruari 1955 Maret 1955 April 1955 Mei 1955
Hasil biji (kg/40 tanaman) 12,530 10,330 8,605 4,980 3,720 2,285 1,805
Sumber: Anon., 1955.
Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Tanaman mimba termasuk dalam famili Meliaceae, tanaman ini merupakan tanaman asli Afrika Asia. Di Asia tanaman ini banyak terdapat di India, Burma, Cina Selatan, dan Indonesia. Di Indonesia tanaman mimba dijumpai di Jawa dan Bali, terutama disepanjang pantai utara pulau Jawa seperti Subang, Cirebon, dan Indramayu (Jawa Barat), Tegal, Banjarsari, dan Kranggan (Jateng), Tuban, Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo, Asembagus, dan Banyuwangi (Jatim), Gilimanuk
47
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
dan Singaraja (Bali). Di daerah Asembagus dijumpai pohon-pohon yang berumur di atas 50 tahun, sedangkan di tempat lainnya umumnya berumur di bawah 10 tahun (Sastrodihardjo dan Aditya, 1992). Pohon mimba dapat dimanfaatkan sebagai insektisida, sabun, pupuk, pakan ternak, obat medis, dan cat. Kandungan bahan aktif insektisida biji mimba lebih banyak dibandingkan daun. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif pestisida antara lain azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, salanolacetate, 3deacetyl salannin, 14-epoxyazadiradion, gedunin, nimbenin, dan deacetyl nimbinen (Jones et al., dalam Schmutterer, 1990). Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui sebagai pestisida yaitu azadirachtin, salannin, nimbinen, dan meliantriol. Komponen lainnya belum diketahui secara pasti (Anon., 1992). Ekstrak biji mimba dengan bahan aktif utama azadirachtin dapat menimbulkan berbagai pengaruh pada serangga, seperti hambatan aktivitas makan, gangguan perkembangan, penurunan keperidian, dan ketahanan hidup serta hambatan aktivitas peletakan telur (Schmutterer, 1990). Jenis serangga yang aktivitas hidup atau perkembangannya dapat dihambat oleh ekstrak mimba kini dilaporkan telah mencapai lebih dari 200 spesies (Jacobson, 1986; Saxena, 1989, dan Warthen, 1989). Eksplorasi dan Koleksi Eksplorasi dan pengumpulan plasma nutfah mimba dari berbagai
48
daerah di Jawa barat telah dilakukan tahun 1996, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Dari 38 nomor koleksi mimba yang terkumpul kemudian dikoleksi di KP. Cikampek. Di antara nomor-nomor yang terkumpul, 30 nomor diperoleh dari Kabupaten Indramayu yang dikumpulkan dari tiga desa sedangkan enam dan dua nomor berturut-turut diperoleh dari Kabupaten Subang dan Sumedang (Tabel 4). Karakterisasi Data hasil karakterisasi awal dari nomor-nomor yang dikoleksi dari biji menunjukkan bahwa nomor-nomor tersebut cukup bervariasi, hal ini terutama ditunjukkan pada karakter jumlah daun majemuk/cabang tersier dengan koefisien keragaman (KK) antara 7,76 - 69,61% (Tabel 5) dan karakter jumlah buah/tandan dengan KK antara 31,14 - 73,66% (Tabel 6). Hal tersebut juga terdapat pada karakter lainnya seperti produksi buah/cabang tersier dengan kisaran antara 3,74 74,90 g. Akar Tuba (Derris elliptica Benth) Tanaman derris termasuk famili Leguminosae; genus derris terdiri dari sekitar 70 spesies, jumlah spesies terbanyak ditemukan di Asia Tenggara (Purseglove, 1987). Tidak semua genus derris memiliki aktivitas sebagai racun; ada empat spesies yang telah digunakan sebagai insektisida, yaitu D. elliptica Benth., D. trifolia Lour., D. malaccensis Prain., dan D. ferruginea Benth. (Burkill, 1935; Kochhar, 1981).
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Tabel 4. Nomor-nomor koleksi plasma nutfah mimba hasil eksplorasi tahun 1995/1996 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Asal Kecamatan Jatibarang Pangadua Sindang Subang Kalijati Purwodadi Cimalaka Situraja
Desa Jati Sawit Wana Sari Pemindangan Wetan Dangdeur Kalijati Cigadung Cikole Cikadu
Kabupaten Indramayu Indramayu Indramayu Subang Subang Subang Sumedang Sumedang
Jumlah Aksesi 13 8 9 2 2 2 1 1
Sumber : Tasma et al. (1996)
Tabel 5. Karakterisasi daun dan buah nomor-nomor koleksi plasma nutfah mimba Rata-rata jumlah daun majemuk/ cabang tersier 14,30 JS2 1. 40,00 JS3 2. 19,70 JS4 3. 19,70 JS5 4. 18,00 JS6 5. 13,70 JS7 6. 14,30 JS8 7. 20,70 JS9 8. 18,70 JS10 9. 33,30 WS1 10. 14,00 WS2 11. 17,30 WS3 12. 8,67 WS4 13. 11,00 WS5 14. 14,70 PW1 15. 14,00 PW2 16. 21,00 PW3 17. 25,30 PW4 18. 29,50 PW5 19. 15,00 PW8 20. 15,00 PW9 21. Sumber : Tasma et al. (1996) No.
Nomor koleksi
KK (%)
28,20 20,52 7,76 26,09 43,39 15,23 49,50 38,80 20,28 22,72 31,13 69,61 35,24 27,27 67,57 33,23 41,51 6,03 31,49 20,00 24,04
Rata-rata jumlah daun/daun majemuk 12,0 14,0 12,7 12,0 12,0 14,0 14,0 12,0 14,0 14,0 14,7 14,7 12,0 14,7 15,3 14,0 14,7 14,0 14,0 16,0 14,0
Rata-rata jumlah daun/ cabang tersier 172 561 249 236 216 191 201 248 261 467 205 254 104 161 225 196 308 355 413 240 210
Rata-rata panjang buah (mm)
Rata-rata diameter buah (mm)
Volume 10 butir buah (ml)
16,0 17,9 13,2 17,1 17,1 14,9 16,2 14,7 18,8 18,6 16,8 16,9 17,2 15,5 15,9 16,0 14,1 15,4 16,4 15,7 17,4
9,50 11,3 11,8 10,2 10,7 10,2 9,50 9,50 10,8 10,9 9,83 10,4 11,1 9,75 10,2 9,87 9,00 9,10 9,67 9,58 11,3
12,0 14,0 18,0 10,0 11,0 12,0 11,0 10,0 11,3 11,0 12,0 13,0 16,0 10,0 9,00 11,0 7,50 9,50 11,0 9,00 11,8
49
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Tabel 6. Karakterisasi hasil dan komponen hasil nomor-nomor koleksi plasma nutfah mimba Rata-rata jumlah tandan buah/cabang tersier 5,67 JS2 1. 14,0 JS3 2. 19,7 JS4 3. 19,7 JS5 4. 18,0 JS6 5. 13,7 JS7 6. 14,3 JS8 7. 20,7 JS9 8. 18,7 JS10 9. 33,3 WS1 10. 14,0 WS2 11. 17,3 WS3 12. 8,67 WS4 13. 11,0 WS5 14. 14,7 PW1 15. 14,0 PW2 16. 21,0 PW3 17. 25,3 PW4 18. 29,5 PW5 19. 15,0 PW8 20. 15,0 PW9 21. Sumber : Tasma et al. (1996) No
Nomor koleksi
Rata-rata jumlah buah/ tandan 1,40 2,75 1,25 2,49 2,09 3,37 2,08 3,13 1,37 3,47 1,46 2,52 2,00 4,08 4,17 3,00 5,61 2,70 4,68 1,79 3,64
Salah satu spesies yang dilaporkan telah banyak digunakan sebagai insektisida adalah D. elliptica Benth. Derris ditemukan tumbuh secara liar mulai dari India sampai ke Irian Jaya, sedangkan di Afrika dan Amerika tropis dibudidayakan. Di Indonesia, derris terdapat hampir di seluruh wilayah nusantara. Di Jawa ditemukan mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1500 m dpl. Tumbuh terpencar-pencar, di tempat yang tidak begitu kering, di tepi hutan, di pinggir sungai atau dalam hutan belukar yang masih liar (Heyne, 1987).
50
KK (%)
46,16 49,34 31,14 48,71 37,94 51,01 64,83 73,66 39,02 51,31 46,30 44,23 60,30 58,62 59,47 52,12 51,69 62,34 53,99 49,86 50,85
Rata-rata jumlah buah/ cabang tersier 7,94 38,5 5,00 10,7 16,0 30,0 19,4 31,3 2,74 28,9 12,3 24,3 6,66 16,3 16,7 30,0 71,1 27,0 77,2 8,36 42,5
Rata-rata berat 100 butir (g) 128 152 143 121 141 125 100 107 137 111 121 132 153 101 79,8 107 78,0 97,7 97,0 108 122
Rata-rata produksi buah/cabang tersier (g) 10,1 58,6 7,13 12,9 22,6 33,6 19,4 33,4 3,74 32,7 14,9 32,1 10,2 16,4 13,1 32,1 55,4 26,4 74,9 9,00 51,7
Disamping rotenon sebagai bahan aktif utama, bahan aktif lain yang terdapat pada akar tanaman derris adalah deguelin (0,2 - 2,9%), elliptone (0,4 - 4,6%), dan toxicarol (0 - 4,4%) (Hamid, 1999). Selain sebagai racun ikan, derris juga dapat digunakan sebagai insektisida, yaitu untuk pemberantasan hama pada tanaman sayuran (terutama kol), tembakau, kelapa, kina, kelapa sawit, lada, teh, coklat, dan lain-lain (Anon., 1997). Eksplorasi dan Koleksi Penelitian dan upaya pengembangan tanaman derris telah lama
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
dilakukan di Indonesia. Menurut catatan yang ada, sejak tahun 1951 telah terkumpul berbagai tipe derris dari berbagai perkebunan di Indonesia dan introduksi berbagai tipe derris dari Malaya (Hamid, 1961). Sebelum tahun 1958 Balai Besar Penyelidikan Pertanian (BBPP) di Bogor telah berhasil mengembangkan tanaman derris tipe Ngawi T-DE 39 (Ngawi Ct . 23), setelah itu juga berhasil dikembangkan dua tipe derris yang lain yaitu tipe Puntu dan Wulung yang mempunyai kadar rotenon lebih tinggi (8,25-10,7%) dibandingkan tipe Ngawi (6,5%) (Djisbar, 1989). Tabel 7. Karakteristik derris (Majalengka)
dari daerah Sumedang dan Gunung Kuning
Diskripsi Batang Bentuk Warna kulit batang Permukaan
Diameter Daun Jumlah anak daun Bentuk Warna Ujung daun Pangkal daun Permukaan atas Permukaan bawah Pertulangan Ratio panjang : lebar Warna petiol
Untuk mendukung pengembangan tanaman derris, penyediaan bahan tanaman yang unggul merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Eksplorasi untuk meningkatkan keragaman genetik sangat diperlukan guna menunjang keberhasilan pemuliaan tanaman ini. Sampai tahun 1995 telah terkumpul 12 nomor koleksi, 7 nomor dari daerah Sumedang dan 5 nomor dari Gunung Kuning (Majalengka) (Wahyuni et al., 1996).
Daerah asal Sumedang
Majalengka
Bulat Coklat kehitaman Kasar, tidak berbulu
0,5 – 1,5 cm
Bulat Hijau keputihan Batang bagian bawah dipenuhi oleh tonjolan, menyerupai duri tapi tumpul, batang bagian atas licin 0,5 – 0,7 cm
7 – 13 Bulat memanjang (oblongus) Hijau gelap Meruncing Runcing-tumpul Licin Berbulu halus Menyirip 2,4 – 3,3 Hijau
5–9 Jorong-jorong memanjang (ellipticelliptic oblongus) Hijau tua Meruncing Tumpul Licin Licin tidak berbulu Menyirip 1,7 – 2,6 Hijau
Sumber: Wahyuni et al. (1996).
51
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Karakterisasi Hasil karakterisasi batang dan daun dari sembilan tipe D. elliptica yang ada di KP. Citayam menunjukkan penampilan yang hampir sama kecuali pada warna dan ukuran anak daun (Tabel 8); karakterisasi lebih lanjut perlu dilakukan untuk membedakan kesembilan tipe D. elliptica yang ada. Kegiatan karakterisasi juga telah dilakukan terhadap koleksi derris hasil eksplorasi tahun 1995/1996, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Dari koleksi derris yang ada, 8 nomor koleksi diantaranya telah dianalisa kandungan rotenonnya (kandungan rotenon berkisar 1,334,25%), tiga dari 8 nomor memiliki kandungan rotenon tinggi dan memenuhi syarat perdagangan yaitu TDE 99 (4,25%), TDE 185 (3,15%), dan Walikukun (3,65%). (Tabel 9). Selasih (Ocimum spp.) Ocimum merupakan salah satu genus terna tahunan yang termasuk famili Labiatae, terdiri dari beberapa jenis baik yang telah dibudidayakan maupun liar. Asal usul tanaman tersebut tidak diketahui dengan pasti, tetapi menyebar di daerah tropis Asia, Afrika, dan Amerika.
52
Menurut Hegi dalam Guenther (1952) terdapat 50-60 jenis ocimum banyak dijumpai tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1100 m dpl. Beberapa jenis mempunyai nilai ekonomis penting dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil minyak atsiri yang digunakan untuk obat-obatan, pengharum, bumbu, dan bahan baku pestisida nabati. Dipasar dunia, minyak selasih (basil oil) dikenal dengan nama sweet basil oil, reunion basil oil dan intermediet basil oil (Guenther, 1952; Kirtikar dan Basu, 1975). Para ahli taksonomi masih kesulitan untuk menggolongkan ocimum, apakah termasuk jenis, sub jenis, tipe atau forma karena tanaman ini bersifat polymorphis. Oleh karena itu untuk identifikasi lebih mudah berdasarkan pada komposisi kandungan kimianya (bahan aktifnya). Berdasarkan senyawa utama dalam minyak yang berasal dari tanaman ocimum, maka dapat dibedakan menjadi tipe Eropa (methyl chavicol, linalool), tipe Reunion (methyl chavicol, camphor), tipe methyl cinnamate, dan tipe eugenol (eugenol). Ada 11 jenis ocimum yang telah dikenal di dunia, empat diantaranya ada di Indonesia dengan nama daerah dan kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda(Burkill, 1939; Heyne, 1987; Anon., 1989, Hadipoentyanti, 1994) (Tabel 10).
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004 Tabel 8. Karakteristik morfologi sembilan tipe D. Elliptica di KP. Citayam Diskripsi Batang Bentuk Warna Permukaan Daun Letak daun Panjang daun majemuk Jumlah anak daun Posisi anak daun Bentuk daun Warna daun Ujung daun Pangkal daun Panjang daun Lebar daun Tebal daun Permukaan atas Permukaan bawah Pertulangan daun
Walikukun
SP 1
SP 2
TDE 43
Tipe TDE 49
TDE 83
TDE 99
TDE 185
TDE 186
Bulat Coklat kehitaman Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Bulat Coklat gelap Kasar
Selangseling 37,06
Selangseling 38,83
Selangseling 22,26
Selangseling 34,06
Selangseling 33,21
Selangseling 39,68
Selangseling 41,44
Selangseling 40,28
Selangseling 34,26
9 – 13
11 – 13
9 – 11
7 – 11
7 – 11
9 – 13
7 – 13
9 – 11
9 – 11
Berhadapan
Berhadapa n Elliptic
Berhadap an Elliptic
Berhadap an Elliptic
Berhadap an Elliptic
Berhadapan
Berhadapan
Berhadapan
Berhadapan
Elliptic
Elliptic
Elliptic
Elliptic
Hijau
Hijau
Hijau
Meruncin g Tumpul
Meruncing
Meruncing
Meruncing
Meruncing
Tumpul
Hijau terang Meruncin g Tumpul
Hijau
Tumpul
Hijau gelap Meruncin g Tumpul
Hijau
Meruncing
Hijau terang Meruncing
Tumpul
Tumpul
Tumpul
Tumpul
13,70
12,70
7,54
12,98
12,72
12,56
14,70
12,25
12,23
4,97 0,27 Licin
4,63 0,27 Licin
2,87 0,26 Licin
5,48 0,28 Licin
5,35 0,27 Licin
4,91 0,42 Licin
5,49 0,29 Licin
5,19 0,34 Licin
4,74 0,39 Licin
Berbulu halus Menyirip
Berbulu halus Menyirip
Berbulu halus Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Berbulu sedikit Menyirip
Elliptic Hijau gelap
53
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Tabel 9. Analisa kadar rotenon 8 nomor koleksi D. elliptica asal KP. Citayam No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nomor koleksi TDE 99 TDE 186 TDE 43 TDE 83 TDE 185 TDE 48 SP 1 Walikukun
Kadar rotenone (%) 4,25 2,45 1,08 1,33 3,15 2,50 2,65 3,65
Sumber : Wikardi et al. (1992)
Tabel 10. Kandungan senyawa kimia pada 11 jenis Ocimum No Jenis 1. O. bascillicum L., 2 tipe
2.
O. canum Sims., 3 tipe
3.
O. gratissimum L., 3 tipe
4. 5. 6. 7. 8.
O. kilimandscharicum L. O. minimum L. O. micanthum Wild. O. methaefolium Hochst. O. pi;osum L.
9.
O. sanctum L.
10. O. suave L. 11. O. viridae L. Sumber :
54
1
Kandungan kimia Eugenol (46%)3, metal sinamat, komfor osimen, pinen, linalool, terpen, sineol (66%)3, metil kavikl. Metal sinamat (54 – 85%), kamfor (54%), sitral (68%) Eugenol (46%)3, timol (39%), sitral (66%)3, geraniol, osimem. Fenol (30%) Eugenol, benzoil, linalool, metal kavikol Minyak atsiri (0,14 – 0,25%) Metil kavikol, anetol, alcohol Sitral (41%)3, sitrolellal (34%)3, sineol, lionen, timol, aldehida Eugenol (76%)3, metol eugenol (20%)3, karvakrol (3%) Eugenol (13,5 – 14%)3 Timol (18 – 30%)3
Burkill, 1935, 3Guenther, 1952; Anon., 1986; Heyne, 1987; Hadipoentyanti dan Supriadi, 2000
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Eksplorasi dan Koleksi Sampai saat ini tercatat ada 5 jenis ocimum yang dimiliki Balittro, satu jenis diantaranya mati (Ocimum minimum). Keempat jenis ocimum tersebut dikoleksi di KP. Cimanggu, KP. Manoko, dan KP. Nagasari (Tabel 11).
Karakterisasi Kegiatan karakterisasi sebagian koleksi Ocimum spp. telah dilakukan tahun 1995/1996, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 11. Koleksi plasma nutfah Ocimum spp. di Kebun Percobaan Balittro No. 1.
Jenis/tipe
Lokasi
Ocimum bascilicum: 2 tipe KP. Cimanggu - Batang hijau KP. Manoko - Batang ungu KP. Nagasari 2. Ocimum gratissimim: 2 tipe KP. Cimanggu - Daun kecil KP. Manoko - Daun besar 3. Ocimum sanctum KP. Cimanggu, KP. Manoko 4. Ocimum canum: 3 tipe KP. Cimanggu - Daun kecil KP. Manoko - Daun besar KP. Nagasari 5. Ocimum minimum: 1 tipe KP. Manoko - Jeneva (mati) Sumber : Hadipoentyanti, 1996; Hadipoentyanti dan Supriadi, 2000.
Bagian yang digunakan Daun Biji Daun
Daun, Biji, seluruh bagian Biji Daun Daun
55
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Tabel 12. Karakter morfologi 4 nomor/tipe ocimum Karakter Informasi umum - Habitus: kanopi - Umur panen (hari) Daun - Warna daun - Bentuk daun - Bentuk daun ujung - Bentuk pangkal daun - Tepi daun - Permukaan daun - Panjang daun (cm) - Lebar daun (cm) - Panjang tangkai daun (cm) - Luas daun (mm) Batang Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (cm) Warna batang Jumlah batang Panjang ruas (cm) Berat brangkasan basah tiap rumpun (g) Berat brangkasan kering tiap rumpun (g) Bunga Ada tidaknya bunga Warna bunga Kedudukan putik
O. basilicum Batang hijau Batang ungu Tegak 129 Hijau Jorong
Hijau keunguan Lanset-jorong
O. canum Jepang
Tegak 129
Tegak membalut 129
Hijau kekuningan Lanset
Runcing Runcing
Meruncing Uncing
Runcing Runcing
Hijau terang Jorong-bulat memanjang Runcing-tumpul Tumpl
Bergigi Halus berbulu 3,3 – 6,9 1,9 – 3,4 0,9 – 1,8
Begigi Halus
Bergigi Halus
Bergigi sedikit Halus
2,6 – 6,8 1,4 – 3,4 0,7 – 2,4
1,6 – 2,9 0,7 – 1,9 0,4 – 0,9
4,9 – 9,8 3,1 – 5,1 0,6 – 2,9
2,69 – 9,57
2,26 – 8,87
1,53 – 4,32
7,39 – 21,56
30 - 4 0,6 – 1,0 Hijau 9 – 13 1,2 – 2,8 3,10 – 575
55 – 65 0,7 – 1,3 Ungu 9 – 15 1,3 – 2,9 115 – 466
20 – 30 0,5 – 0,7 Coklat kehijauan 8 – 20 0,5 – 1,2 375 – 975
70 – 85 0,9 – 1,7 Hijau terang 11 - 17 1,2 – 2,7 439 – 1020
175 – 271
43,5 – 21,45
130,5 – 385
156 – 353
Berbunga Putih keunguan Putik lebih pendek dari benang sari
Berbunga Putih Putik lebih pendek dari benang sari
Berbunga Putih Putik lebih pendek dari benang sari
1 4 (2 pendek, 2 panjang)
1 4 (2 pendek, 2 panjang)
1 4 (2 pendek, 2 panjang)
Berbunga Putih Putik lebih pendek terhadap benang sari Jumlah putik 1 Jumlah benang sari 4 (2 pendek, 2 panjang) Sumber: Hadipoentyanti, 1996
56
Tegak 129
O. minimum Jeneva
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
KESIMPULAN Potensi insektisida nabati sebagai salah satu sarana pengendalian hama cukup tinggi. Jumlah koleksi plasma nutfah insektisida nabati saat ini yang ada di kebun-kebun instalasi lingkup Balittro sangat sedikit, terbatasnya jumlah koleksi tersebut perlu diusahakan dengan kegiatan eksplorasi dan koleksi plasma nutfah. Sampai saat ini baru empat jenis tanaman (bengkuang, mimba, derris, dan selasih) yang sudah dilakukan karakterisasi dan evaluasi pendahuluan. Kegiatan karakterisasi dan evaluasi tersebut, perlu dilanjutkan untuk mengetahui potensi genetik dari plasma nutfah yang ada sehingga akan diperoleh informasi yang lengkap tentang karakter-karakter yang dimiliki sebagai dasar untuk mengidentifikasi setiap aksesi yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan jenis-jenis unggul baru. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1955. Tanaman insektisida. Laporan Tahunan, Balai Besar Penyelidikan Pertanian, Fasco Djakarta: 70-71. Anonymous, 1958. Tanaman insektisida. Laporan Tahunan, Balai Besar Penyelidikan Pertanian; Fasco Djakarta : 117 120. Anonymous, 1989. Medicinal herb index in Indonesia. PT. EISAI Indonesia.
Anonymous, 1992. Neem: A tree for solving global problems. National Research Council. National Academy Press, Washington D.C. Anonymous, 1997. Prospek beberapa jenis tanaman penghasil insektisida. Laporan bulan Oktober, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 11 hal. Burkill, I.H., 1935. A Dictionary of the economic products of the Malay peninsula. Government of the staits settlement and Federal Malay States. Djisbar, A., 1989. Penelitian Tanaman berkadar racun hama. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian Tanaman Industri. Buku VIII : 1260-1264. Duke, J. A., 1981. Handbook of Legumes of World Economic Importance. Plenum Press. New York & London. 345 hal. Grainge, M., S. Ahmed, W.C. Mitchell, dan J.W. Hylin, 1985. Plant Species Reportedly Possessing Pest Control Properties. An EWC/UH Database, Resources System. Institut E.W. Center, Univ. Of Hawaii, Honolulu. 249 hal. Grainge, M., dan S. Ahmed, 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. John Wiley & Sons. New York. 470 hal. Guenther, 1952. The Essential Oil. D. Nostrad Co. Inc., New York. 339 433.
57
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Hadipoentyanti, E., 1994. Keragaman genetik tanaman kemangi (Ocimum spp.). Makalah Temu Kerja Plasma Nutfah. 30 Maret 1994. 14 hal.
P.A. Hedin (Eds.), Natural Resistance of Plants to Pests: Roles of Allelochemicals. ACS, Washington, D.C.
Hadipoentyanti, E., 1996. Karakterisasi dan dokumentasi plasma nutfah ketumbar dan selasih. Laporan Teknis Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1 - 14.
Kardinan, A., 1999. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. 80 hal.
Hadipoentyanti, E., dan Supriadi, 2000. Potensi ocimum sebagai sumber bahan baku obat. Buletin Kehutanan dan Perkebunan. Vol. 1(1): 11 - 19. Hamid, A., 1961. Memorandum pekerjaan pada seksi insektisida. Lap. Intern. 3 hal. (tidak dipublikasikan). Hamid, A., 1999. Derris Lour. In de Padua, L.S., N. Bunyapraphatsara, and R.H.M.J. Lemmens (Editors). Plant Resources of South-EastAsia No. 12 (1) Medicinal and Poisonous plants 1 : 234 - 242. Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia (terj.) Vol. 2. Badan Litbang Kehutanan. Ibadurrahman, 1993. Daya racun bubuk biji bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) terhadap Callosobruchus maculatus (F.) (Coleoptera: Bruchidae). Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 37 hal. Jacobson, M., 1986. The neem tree: natural resistance par excellence, pp.220-232. in M.B. Green and
58
Kirtikar, K.R., and Basu, B.D., 1975. India Medicinal Plant Bishen Singh Mahendra Pal Singh, Perodical Experts Seconds Ed. Yayyes Press. Vol. III : 1959 - 1968. Kochhar, S.L., 1981. Tropical Crops, a texbook of economic botany. Mc. Millan publishers Ltd. London 467 p Martono, B., 2003. Pendugaan parameter genetik beberapa karakter kuantitatif tanaman bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.) Urban) pada tiga taraf fosfor dan keragaman aktivitas ekstrak biji terhadap ulat Crocidolomia pavonana (F.). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal. Martono, B., dan R. Bakti, 2003. Koleksi plasma nutfah di Balittro. Tidak dipublikasikan. Mustikawati, D.R., dan Martono, 1993. Uji efikasi biji bengkuang (Pachyrhizus erosus Urb.) terhadap mortalitas Laphobaris serratipes Marsh. Buletin Penelitian Tanaman Industri 5 : 53 - 56. Purseglove, J.W., 1987. Tropical Crops: Dicotyledons. Longman
Perkembangan Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, 2004
Singapore Publishers Singapore. 719 p.
Ltd
Sastrodihardjo, S. dan T. Aditya, 1992. Bioactive substances from neem (Azadirachta indica Juss) with pesticidal properties. Seminar on Chemistry of Rainforest Plants and Their Utilization for Development, Bukittinggi, 27-29 October 1992. Saxena, R.C., 1989. Insecticides from neem, pp. 110-135. In J.T. Arnason, B.J.R. Philogene and P. Morand (eds.), Insecticides of Plant Origin. ACS, Washington, D.C. Schmutterer, H., 1990. Properties and potential of natural pesticides from neem tree, Azadirachta indica. Ann. Rev. Entomol. 35 : 271 - 295. Sorensen, M., 1996. Yam Bean Pachyrhizus DC. International Plant Genetic Resources Institute, Rome, Italy.
Tasma, I. M., B. Martono, dan S. Lendri, 1996. Eksplorasi plasma nutfah tanaman mimba. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Plasma Nutfah Pertanian, Bogor, 13 Maret 1996. Tindal, H.D., 1983. Vegetables in The Tropics. Macmillan Education Ltd .: 272 - 274. Wahyuni, S., N. Ajijah, dan S. Lendri, 1996. Eksplorasi dan dokumentasi tanaman akar tuba (Derris elliptica). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Plasma Nutfah Pertanian. Bogor, 13 Maret 1996 : 186 - 189 Warthen Jr., J.D., 1989. Neem (Azadirachta indica A. Juss): organisms affected and referencelist update. Proc. Ent. Soc. Wash. 9 : 367 - 388. Wikardi, E. A., I.M., Trisawa, Anggraeni, dan Hernani, 1992. Potensi berbagai jenis pestisida alami (pestisida botanis). Laporan Hasil Penelitian. Balittro. 19 hal.
59