PELAKSANAAN ANALISIS BEBAN KERJA PEGAWAI DI BIRO KEPEGAWAIAN DAN ORTALA SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM RI Teguh Dhammanto1, Sri Susilih2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected] ABSTRAK Peneliatian kualitatif ini menggambarkan analisis beban kerja pegawai di biro kepegawaian dan ortala Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum RI. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dan kajian kepustakaan.Penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan analisis beban kerja pegawai di unit instansi ini sudah baik, tetapi hasil dari penghitungan analisis beban kerja ini menjadi tidak efektif karena saat hasil analisis beban kerja belum tentu akan seluruhnya disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi. Hal tersebut menyebabkan dalam pelaksanaannya analisis beban kerja tidak selalu akan dijadikan formasi pegawai. Kata Kunci: Manajemen Sumber Daya Manusia, Perencanaan Pegawai, Analisis Beban Kerja, Kementerian Pekerjaan Umum; ABSTRACT This qualitative study describesThe Implementation of Workload Analysis of employees in the Bureau Personnel and Ortala Secretariat GeneralMinistry of Public Works RI. Data have been collected from in-depth interviews and studying related documents.This study finds that the workload analysis of employees in Ministry of Public Works is well-implemented, yet the result is ineffective because it is not always approved by State Minister for the Empowerment of State Personnels and Bureaucracy Reform. Hence, the result of workload analysis of employees does not always result in personnel formation. Keywords: Management Human Resources, Employment Planning, Workload Analysis, Ministry of Public Works; Pendahuluan Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber
daya
manusia
aparatur.
dokumen/seminar/category/52-bakohumas).
(http://menpan.go.id/publikasi/unduh-
Reformasi
birokrasi
adalah
suatu
usaha
pemerintah untuk mencapai good governance. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah yang tidak hanya efektif dan efisien, tetapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi juga merupakan langkah strategis membangun sumber daya aparatur negara yang profesional, memiliki daya guna dan hasil guna yang profesional dalam rangka menunjang jalannya pemerintahan dan pembangunan nasional. Perwujudan reformasi birokrasi dalam penataan sumber daya aparatur negara dibahas dalam 4 Pilar Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang diusung oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), lebih tepatnya pada pilar kedua, yaitu sumber daya manusia aparatur yang kompeten dan kompetitif. Dengan kata lain, urgensi penataan sumber daya manusia menjadi perhatian serius dalam proses reformasi birokrasi. Namun pada pelaksanaannya, masih ada beberapa masalah atau kelemahan dalam manajemen sumber daya manusia pada instansi pemerintahan atau sistem manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisen seperti yang tertera pada buku Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai di atas dinilai masih belum terwujud secara keseluruhan. Kelemahan mendasar sistem manajemen PNS yang dikemukakan oleh Keban (2004:17) antara lain: (1) lebih menonjolkan sisi administratif dari pada sisi manajemen khususnya manajemen sumber modern; (2) lebih bersifat sentralis sehingga kurang mengakomodasikan nilai efisiensi dan efektifitas dalam pencapaian tugas organisasi dari masing-masing instansi baik di pusat maupun daerah; (3) tidak terdapat prinsip check and balance dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian sehingga mendorong terjadinya duplikasi baik di tingkat pusat maupun di daerah yang akhirnya menghambat prinsip akuntabilitas; (4) kurang didukung oleh sistem informasi kepegawaian yang memadai sehingga berpengaruh negatif pada proses pengambilan keputusan dalam manajemen kepegawaian; (5) tidak mampu mengontrol dan mengaplikasikan prinsip sistem merit secara tegas; (6) tidak memberi ruang atau dasar hukum bagi pengangkatan pejabat non karier; (7) tidak mengakomodasikan dengan baik klasifikasi jabatan dan standar kompetensi sehingga berpengaruh negatif terhadap pencapaian kinerja organisasi dan individu; (8) keberadaan Komisi Kepegawaian Negara kurang independen dan tidak jelas kedudukannya. Hal ini dapat diatasi apabila instansi pemerintahan mau lebih berbenah dan melakukan perencanaan pegawai dengan acuan analisis beban kerja sehingga formasi pegawai akan lebih jelas bentuk dan fungsinya. Pelaksanaan program penataan jumlah dan distribusi PNS dalam mewujudkan SDM yang berkompeten dan kompetitif merupakan salah satu upaya untuk melakukan reformasi
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
birokrasi. Namun reformasi birokrasi yang diperuntukan seluruh kementerian dan lembaga negara di Indonesia belum semua berhasil menerapkannya. Hanya ada dua kementerian yang sudah berhasil melakukan reformasi birokrasi, yaitu Kementerian Keuangan dan KemenpanRB. Dalam mewujudkan SDM yang berkompeten dan kompetitif sebagai aparatur negara, khususnya untuk program penataan jumlah dan distribusi PNS, peran analisis beban kerja sangat penting dilakukan. Analisis Beban Kerja (ABK) merupakan salah satu unsur dari reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. ABK merupakan alat untuk melihat kondisi yang benar dan tepat mengenai keadaan kepegawaian di suatu kementerian. (http://www.reform.kemenkeu.go.id/mainmenu.php?module=news&id=178). Penjelasan di atas menyebutkan bahwa peran ABK sebagai salah satu unsur reformasi birokrasi penting. Hal ini karena ABK berfungsi sebagai alat dalam melihat kondisi jumlah pegawai dalam suatu kementerian. Berhubungan dengan jumlah pegawai sebagai pilar aparatur negara yang menjadi sorotan dalam reformasi birokrasi, maka tidak hanya Kementerian Keuangan dan Kemenpan-RB saja yang perlu melakukan reformasi birokrasi. Kementerian Pekerjaan Umum (Kementerian PU) juga perlu segera dalam melaksanakan reformasi birokrasi khususnya pada pilar aparatur negara. Urgensi untuk reformasi birokrasi dilakukan oleh Kementerian PU adalah
melihat bahwa Kementerian PU merupakan
kementerian yang berperan penting dalam pembangunan di Indonesia secara fisik. Reformasi birokrasi perlu dilakukan oleh Kementerian PU, salah satunya melihat unsur ABK, dimana jumlah pegawai dalam kementerian ini perlu dilakukan penataan jumlah dan distribusi PNS. Permasalahan reformasi birokrasi untuk menata jumlah pegawai Kementerian PU bukan menjadi satu-satunya alasan untuk melakukan perencanaan pegawai dengan baik mengacu pada Analisis beban Kerja. Selain itu, urgensi dari pelaksanaan ABK dalam perencanaan pegawai juga melihat kondisi kepegawaian Kementerian PU sendiri yang berada dalam keadaan perlu untuk dilakukan penataan dan distribusi PNS yang baik. Kondisi kepegawian ini akibat dari penerapan kebijakan Zero Growth Pegawai yang kurang dikawal dengan baik pada tahun 1990. Tujuan dari kebijakan ini merupakan untuk menekan laju pertumbuhan PNS di seluruh kementerian yang sudah melebihi kebutuhan pegawai yang dibutuhkan. Namun kenyataannya dengan penerapan kebijakan ini membuat beberapa kementerian mengalami kekurangan pegawai, seperti yang dialami oleh Kementerian PU. Pemaparan di atas menjelaskan bahwa peran perancanaan pegawai merupakan peran strategis dalam pemenuhan kebutuhan SDM. Perencanaan pegawai merupakan bagian dalam suatu manajemen sumber daya manusia guna melihat kebutuhan pegawai. Perencanaan ini digunakan untuk menetapkan tujuan dan standar, mengembangkan aturan dan prosedur,
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
mengembangkan rencana dan peramalan, meramalkan atau memproyeksikan beberapa peristiwa di masa depan yang berhubungan dengan pegawai (Dessler, 1997:2). Berbeda dengan Mondy and Noe (1995) yang mendefinisikan Perencanaan SDM sebagai proses yang secara sistematis mengkaji keadaan SDM untuk memastikan bahwa jumlah dan kualitas dengan keterampilan yang tepat, akan tersedia pada saat mereka dibutuhkan. Perencanaan pegawai yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang dijalankan dengan tahapan menganalisis jabatan dan menentukan beban kerja pegawai sehingga dapat ditentukan kebutuhan pegawai yang kemudian diusulkan dalam formasi pegawai. Dalam rangka usaha menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta berdayaguna dan berhasilguna, dan berkelanjutan dipandang perlu menetapkan dasar-dasar penyusunan formasi bagi satuan-satuan organisasi negara. Sesuai dengan Pasal 68 ayat 2 UU no.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, setiap instansi pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Dengan demikian, pengertian formasi termasuk di dalamnya jumlah susunan jabatan PNS yang diperlukan suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok dalam jangka waktu tertentu. Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi negara dapat mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab pada masing-masing satuan organisasi (Deddy, 2001 :117). Perencanaan pegawai pada instansi pemerintah sudah memiliki acuan atau pedoman tersendiri yaitu Peraturan Kepala BKN No.19 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Penyusunan
Kebutuhan
Pegawai
Negeri
Sipil
dan
Keputusan
Men.PAN
No:
KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. Formasi pegawai yang merupakan hasil akhir dari perencanaan pegawai bertujuan menciptakan
efektivitas
dan
efisiensi
penyelenggaraan
pemerintahan.
Selanjutnya
perencanaan pegawai yang telah dibuat akan ditetapkan sebagai usulan formasi untuk pemerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) melalui tes dengan ketentuan syarat dari masing-masing instansi pemerintahan dan kemudian diseleksi untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Peraturan Kepala BKN No.37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil). Analisis beban kerja adalah sebuah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan/menyelesaikan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
kepada seorang petugas (Komaruddin, 1996: 235). Analisis beban kerja dapat digunakan oleh organisasi pemerintahan sebagai pedoman untuk menentukan jumlah pegawai yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Analisis beban kerja ini juga merupakan acuan yang sesuai dengan Keputusan Men.PAN No: KEP/75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil mengenai perencanaan pegawai dan penyusunan formasi pegawai. Perencanaan pegawai dan penyusunan formasi pegawai dijelaskan di dalam Kep.Men.PAN tersebut mengenai perbaikan dalam manajemen kepegawaian ke arah yang lebih baik, terarah, mempunyai pola yang jelas, serta berkesinambungan (sustainable). Salah satu komponen yang sifatnya mendesak untuk diatasi saat ini adalah perencanaan pegawai, utamanya perencanaa untuk formasi pegawai. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan melihat kesesuaian pelaksanaan dari ABK pada Biro Kepegawaian dan Ortala Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum RI dengan acuan yang telah dibuat oleh Kemenpan-RB dan BKN. Dengan demikian pertanyaan pada penelitian ini adalah “bagaimana pelaksanaan analisis beban kerja pegawai di Biro Kepegawian dan Ortala Sekretariat Jenderal kementerian Pekerjaan Umum RI?”
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk melihat bagaimana pelaksanaan analisis beban kerja pegawai di Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum RI. Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan desain deskriptif karena berdasarkan tujuannya hanya menggambarkan pelaksanaan analisis beban kerja pegawai di Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum RI. Berdasarkan manfaatnya penelitian ini bersifat murni karena masalah dalam penelitian ini diambil berdasarkan keinginan peneliti sendiri. Penelitian ini tergolong dalam penelitian cross-sectional dilihat dari dimensi waktunya karena hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu, yaitu dimulai dari bulan September sampai bulan Desember 2013. Teknik pengumpulan data dalam metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Adapun narasumber dari penelitian ini merupakan pegawai Kementerian Pekerjaan Umum, tepatnya pegawai pada Biro Kepegawaian dan Ortala dalam Sekretariat Jenderal. Sementara teknik studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data atau informasi tertulis meliputi artikel, website Kementerian Pekerjaan Umum, dan sejumlah landasan hukum implementasi Analisis Beban Kerja.
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Hasil Penelitian dan Pembahasan Perencanaan Pegawai Peran pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk mencapai tujuannya mewujudkan pembangunan infrastruktur sangatlah penting. Mengingat dalam proses pembangunan infrastruktur dibutuhkan pegawai yang berkompeten dan dengan jumlah yang besar. Kementerian PU perlu melakukan perencanaan pegawai dalam menentukan jumlah pegawai serta kompetensi pegawai yang dibutuhkan. Perencanaan pegawai ini dilakukan untuk mengetahui komposisi pegawai yang sesuai dengan kebutuhan dalam mencapai target dan tujuan dari Kementerian PU. Hal ini didukung dengan penuturan Bapak Asep, Kepala Bagian Ortala, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “Ya kita melakukan perencanaan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jadi, PU ini kan ada tugas dan fungsinya, ada perannya, kemudian ada target-target yang harus dicapai oleh organisasi PU. Nah untuk mencapai target-target dan melaksanakan tugas itu kan harus ada orangnya, lalu dibuatlah perencanaannya Sebenarnya kebutuhannya berapa sih satu unit organisasi itu, butuh SDM nya berapa …..” (Wawancara dengan Asep Arofah Permana, Kepala Bagian Ortala, Desember 2013). Proses perencanaan kebutuhan pegawai ini lebih melihat besar dari jumlah pegawai yang dibutuhkan dalam suatu kementerian. Perencanaan kebutuhan pegawai ini melihat beban kerja dari masing-masing jabatan yang ada. Hasil dari perencanaan kebutuhan pegawai ini akan dijadikan formasi pegawai untuk dilakukan rekrutmen pegawai. Selain jumlah kebutuhan pegawai, perencanaan kebutuhan pegawai ini dilakukan untuk mengetahui kualifikasi dan kompetensi pegawai yang dibutuhkan Kementerian PU. Proses perencanaan kebutuhan pegawai yang dilakukan terdiri dari beberapa langkah. Perencanaan melihat dari struktur organisasi dan nama jabatan yang didapat melalui analisa jabatan (anjab). Pelaksanaan analisa jabatan memang dilakukan berdampingan dengan analisa beban kerja (ABK) dalam proses perencanaan pegawai. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Ero selaku Kepala Subbagian Perencanaan Pegawai, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “Jadi, pertama, itu melakukan analisis jabatan. Dari analisis jabatan itu munculah nama-nama jabatan. Nama-nama jabatan yang ada, kalau biro ya yang ada di biro. Namanama jabatan di biro itu apa berdasarkan tugas dan fungsi Kementerian PU. Nah, selain ada nama-nama jabatan, baru disusun analisis kebutuhan untuk masing-masing jabatan itu. Itu yang disebut dengan analisis beban kerja atau ABK.” (Wawancara dengan Ero, Kepala Subbagian Perencanaan Pegawai, Desember 2013). Analisa jabatan yang dilakukan ini melihat dari kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan. Berbeda dengan analisis beban kerja
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
yang melihat kuantitas pegawai untuk mendapatkan jumlah kebutuhan pegawai. Dalam pelaksanaannya Anjab dan ABK dilakukan secara selaras. Pelaksanaan analisa jabatan hingga analisis beban kerja dilakukan dengan alat bantu, yaitu formulir. Formulir ini berisikan informasi nama jabatan, tupoksi, produk jabatan dan langkah-langkah menjalankan tupoksi jabatan tersebut. Berikut ini dapat dilihat gambar dari formulir yang digunakan untuk melakukan Analisa Jabatan:
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Gambar 1. Formulir Analisa Jabatan Kementerian Pekerjaan Umum RI
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Gambar di atas merupakan formulir yang digunakan oleh Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum dalam melakukan analisa jabatan. Berikut ini gambar formulir yang digunakan untuk melakukan Analisis Beban Kerja pegawai:
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Gambar 2. Formulir Analisis Beban Kerja Kementerian Pekerjaan Umum RI Dalam melakukan perencanaan pegawai, pelaksanaan analisis beban kerja pegawai pada Kementerian Pekerjaan Umum dilakukan dengan melihat kebutuhan lima tahun kedepan. Analisis beban kerja ini akan diproyeksikan selama lima tahun sehingga jika pada tahun
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
pertama proyeksi ABK tidak terpenuhi, maka akan dimasukan dalam proyeksi kebutuhan pegawai tahun berikutnya. Berdasarkan penjelasan di atas, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pegawai, Kementerian Pekerjaan Umum melakukan pengadaan pegawai. Pengadaan pegawai ini dilakukan oleh Biro Kepegawaian dan Ortala pada Sekretariat Jenderal. Terdapat langkahlangkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan pengadaan pegawai, yaitu perencanaan pegawai. Proses perencanaan pegawai dilakukan untuk mengetahui jumlah serta kualifikasi pegawai yang dibutuhkan oleh Kementerian PU. Melihat pemaparan di atas mengenai perencanaan pegawai, maka dapat digambarkan alur perencanaan pegawai yang dilakukan pada umumnya adalah seperti gambar berikut ini: Perencanaan Pegawai
Kualitas Pegawai
Kuantitas Pegawai
Analisa Jabatan
Analisis Beban Kerja
Peta Jabatan
Kelebihan Pegawai
Kekurangan Pegawai
Re-Distribusi Pegawai
Rekrutmen Pegawai
Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2013
Gambar 3. Alur Perencanaan Pegawai Proses Pelaksanaan Analisis Beban Kerja Pada proses perencanaan kebutuhan pegawai ini terdapat penghitungan jumlah pegawai yang dibutuhkan serta sesuai dengan kualifikasi kemempuan yang dibutuhkan. Penghitungan
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
jumlah kebutuhan pegawai ini disebut analisis beban kerja (ABK). Analisis beban kerja merupakan suatu bentuk penghitungan beban kerja pegawai yang hasilnya dapat digunakan sebagai usulan formasi pegawai sesuai dengan kebutuhan pegawai di suatu kementerian. Hal ini diungkapkan Bapak Arifa selaku Staf Analis Kepegawaian Pertama, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “… analisis beban kerja itu ya, penghitungan antara beban kerja dengan normal waktu penyelesaiannya sehingga didapatkan jumlah kebutuhan pegawai, gitu. Jadi, ada beban kerja, ya kan, dikali, istilahnya, waktu penyelesaiannya butuh waktu berapa lama untuk setiap beban kerja, gitu. Nanti dibagi oleh waktu rata-rata kemampuan satu orang dalam menyelesaikan beban itu. Nanti hasilnya didapat, sebenernya butuh berapa orang sih untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Nah itulah yang jadi dasar kebutuhan pegawai.” (Wawancara dengan Arifa Nalendra, Staf Analis Kepegawaian Pertama, Desember 2013). Jadi fungsi dari ABK adalah untuk menghitung beban kerja yang ada sehingga didapatkan jumlah pegawai yang dibutuhkan dan akan masuk dalam formasi kebutuhan pegawai di kementerian. Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum RI, merupakan unit kerja organisasi yang memiliki tugas untuk mewujudkan pusat pengolahan data yang handal dan mampu mendukung pelaksanaan tugas Kementerian Pekerjaan Umum yang transparan dan akuntabel berbasis teknologi informasi, serta memberikan pelayanan komunikasi informasi dan penyediaan peta ke-PU-an yang memadai dan analisis statistik yang baik dan akurat (http://www.pu.go.id/). Sekretariat Jenderal sebagai supporting system dari Kementerian Pekerjaan Umum berfungsi untuk mendukung kementerian dalam melaksanakan tugasnya membangun infrastruktur Negara. Dukungan yang diberikan berupa pelayanan data-data, manajemen pegawai, sistem penggajian, ketatausahaan kementerian, hubungan masyarakat serta membuat peraturan-peraturan ataupun kebijakan kementerian. Manajemen pegawai yang dimaksud adalah bagaimana pemenuhan SDM yang merupakan tugas dari Biro Kepegawaian dan Ortala. Biro Kepegawaian dan Ortala berperan penting dalam penyusunan ABK. Namun peran biro ini tidak mengambil alih semua penyusunan analisis beban kerja seluruh kementerian. Peran penting biro ini adalah menjadi koordinator dalam mengkoordinir penyusunan ABK. Dengan begitu biro dan satminkal dalam kementerian ini juga paham dengan proses penyusunan analisis beban kerjanya untuk mengetahui kebutuhan pegawai. Jadi, Biro Kepegawaian dan Ortala hanya membantu untuk menghitung beban kerja di biro dan satminkal lain. Biro ini menjadi koordinator dalam membina dan membantu biro lain serta ditjen dalam proses penyusunan analisis beban kerja sampai manjadi peta jabatan.
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Proses penyusunan ABK ini untuk dasar perhitungannya setiap kementerian mengikuti acuan atau pedoman penghitungan dari Kemenpan&RB. Pada Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum dasar perhitungannya juga menggunakan acuan dari Kemenpan&RB. Peraturan yang dibuat oleh Kemenpan&RB ini diatur bagaimana cara menghitung beban kerja pegawai dan juga apa saja yang dibutuhkan dalam proses analisis beban kerja pegawai. Salah satu bahan yang digunakan untuk analisis beban kerja adalah analisis jabatan. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan dari Bapak Ero selaku Kepala Subbagian Perencanaan Pegawai, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “…ABK itu dasar hukumnya itu Permenpan Nomor 34 Tahun 2004 itu. Dulu udah dikasih kan, ada itu. Kemudian bahannya ya itu, bahannya adalah analisis jabatan. Di analisis jabatan itu kan ada uraian pekerjaan…” (Wawancara dengan Ero, Kepala Subbagian Perencanaan Pegawai, Desember 2013). Selain Permenpan Nomor 34 Tahun 2004, dasar hukum dan acuan untuk penghitungan analasis beban kerja pegawai yang digunakan oleh Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum adalah standar yang telah ada berasal dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), seperti yang dikemukakan oleh Bapak Arifa, Staf Analis Kepegawaian Pertama, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “…itu udah standar, udah standar dari BKN. Form-formnya, kemudian isiannya, apa aja yang terkandung dalam form ABK itu memang semua udah distandarkan oleh BKN, jadi kita tinggal ngikut aja.” (Wawancara dengan Arifa Nalendra, Staf Analis Kepegawaian Pertama, Desember 2013). Berdasarkan dasar hukum dan acuan penghitungan beban kerja yang ada dari BKN dan Kemenpan&RB, dalam pelaksanaannya analisis beban kerja pegawai yang dilakukan oleh Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum menggunakan beberapa formulir untuk mengambil data-data beban kerja dalam masingmasing biro sampai unit-unit kerja yang lain untuk menghitung beban kerja yang dibutuhkan. Hal yang terpenting dalam penyusunan analisis beban kerja adalah informasi jabatan. Informasi jabatan dapat dilihat dengan menggunakan analisa jabatan (Anjab) sehingga dalam penyusunan ABK, Biro Kepegwaian dan Ortala harus menyusun Anjab terlebih dahulu. Setelah anjab disusun maka langkah selanjutnya adalah melihat jabatan apa yang akan dihitung beban kerjanya. Metode dalam penyusunan ABK dapat dengan observasi terhadap jabatan yang akan dihitung beban kerjanya atau dengan pendelegasian pada orang yang menduduki jabatan tersebut. Pendelegasian ini akan mendapatkan hasil uraian tugas atau beban kerja yang dikerjakan dengan waktu penyelesaiannya berdasarkan si pemegang jabatan.
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Data tersebut yang selanjutnya akan diolah dengan menghitung waktu ideal penyelesaian beban kerjanya sehingga didapat kebutuhan pegawainya. Data yang telah terkumpul biasa disebut dengan peta jabatan. Peta jabatan tersebut merupakan gambaran dari hasil ABK yang di dalamnya terdapat jabatan apa saja yang kosong dan membutuhkan pegawai. Lalu dengan begitu akan tahu jumlah kebutuhan pegawai di seluruh kementerian dengan detail di masing-masing unit dan biro. Jadi hasil dari ABK ini akan menjadi usulan formasi pegawai dasar dalam perencanaan kebutuhan pegawai. akan tetapi, hasil dari ABK akan menjadi formasi pegawai jika menunjukkan adanya kekurangan pegawai, sedangkan jika hasil ABK terjadi kelebihan pegawai maka akan ditindak dengan melakukan re-distribusi pegawai. Berikut ini contoh formasi pegawai pada Biro Kepegawaian dan Ortala berdasarkan ABK tahun 2010 yang menunjukkan adanya kelebihan dan kekurangan pegawai dalan satu biro: Tabel 1. Formasi Pegawai Biro Kepegawaian Dan Ortala Berdasarkan ABK Tahun 2010 No.
Nama Jabatan
Jumlah Pegawai Keadaan
1
Biro Kepegawaian 1
Kebutuhan
Kekurangan Kelebihan
1
0
0
26
3
3
12
3
0
dan Ortala 2
Bagian dan
Informasi 26
Tata
Usaha
Kepegawaian 3
Bagian Adminstrasi 9 Penembangan Pegawai & Jabatan Fungsional
4
Bagian Mutasi
10
11
1
0
5
Bagian Otganisasi 10
14
4
0
64
11
3
dan Tata Laksana TOTAL
56
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, 2013
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Dari tabel di atas terlihat pada Biro Kepegawaian dan Ortala terjadi kelebihan dan kekurangan pegawai pada tahun 2010. Secara keseluruhan dalam biro ini terjadi kekurangan pegawai sebanyak delapan (8) pegawai. Namun, kekurangan pegawai yang terlihat pada tabel 1. sebanyak sebelas (11) pegawai. Selisih tersebut dikarenakan pada biro yang sama juga terdapat kelebihan pegawai sebanyak tiga (3) pegawai. Pada tabel di atas terdapat kolom berwarna kuning, kolom tersebut berisikan jumlah pegawai di Bagian Informasi dan Tata Usaha Kepegawaian. Dalam bagian ini terlihat bahwa jumlah pegawai yang ada dengan pegawai yang dibutuhkan berjumlah sama, yaitu 26. Akan tetapi, pada bagian ini mengalami kekurangan serta kelebihan pegawai dengan jumlah yang sama sebanyak tiga (3) pegawai. Hal ini terjadi dikarenakan pada Bagian Informasi dan Tata Usaha Kepegawaian mengalami kekurangan pegawai sebanyak tiga (3) pegawai. Namun, jika dilihat secara jumlah, dalam tabel 1. tidak terlihat kekurangan pegawai karena kekurangan pegawai ini diartikan sebagai kekurangan secara kompetensi seperti yang diungkapkan oleh Bapak Asep dalam kutipannya di atas. Oleh sebab itu, dalam tabel 5.6. juga terlihat bahwa Bagian Informasi dan Tata Usaha Kepegawaian juga mengalami kelebihan pegawai sebanyak tiga (3) pegawai. Kelebihan ini tercatat karena jumlah tiga pegawai yang berlebih ini merupakan pegawai yang tidak berkompeten di bidangnya sehingga dalam Bagian Informasi dan Tata Usaha Kepegawian dinyatakan terjadi kelebihan dan kekurangan pegawai. Dengan keadaan seperti ini, maka akan diadakan redistribusi pegawai. Bagian yang mengalami kelebihan pegawai akan di distribusikan untuk pindah ke bagian yang mengalami kekurangan pegawai sehingga tidak perlu diadakan rekrutmen pegawai. Kendala Proses Penyusunan Analisis Beban Kerja Proses analisis beban kerja yang telah dijelaskan memang sepertinya mudah dan lancarlancar saja, tetapi kenyataanya dalam pelaksanaan perencanaan kebutuhan pegawai ini, khususnya saat melaksanakan analisis beban kerja, ada beberapa kendala yang menghambat proses penyusunan analisis beban kerja,seperti tidak adanya standar waktu sebuah pekerjaan. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Arifa selaku Staf Analis Kepegawaian Pertama, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “Kendalanya, yang pertama, kita nggak punya standar waktu penyelesaian sebuah pekerjaan. Contoh, misalnya mengetik surat, sebenanya mengetik surat itu standarnya berapa menit sih. Di orang A ketika dia menyusun ABK, dia ngetik surat cukup butuh waktu lima menit karena dia cepet dan udah biasa. Si B, dia nyusun bisa sepuluh sampai lima belas menit, entah karena dia belum biasa atau dia gaptek, misalnya dia menggunakan komputernya pelan, nggak bisa secepet si A tadi. Macem-macem.
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Jadi, itu kita nggak punya standar. Jadi, selama ini, ya basicnya berdasarkan mereka aja, mereka biasanya mengerjakan rata-rata berapa lama gitu. Misalnya, paling cepet lima menit, paling lama lima belas menit, rata-rata berapa? sepuluh menit, misalnya. Tapi itu kendala kita, gitu. Terus yang kedua, itu tadi, si ABK ini masih perlu divalidasi karena kita masih belum yakin hasilnya akurat, tapi at least udah ada dan itu bisa dijadikan dasar, at least udah mendekati lah, cuman ya itu tadi, kendala kita perlu melakukan validasi lagi.” (Wawancara dengan Arifa Nalendra, Staf Analis Kepegawaian Pertama, Desember 2013). Selain itu, kendala yang dihadapi selanjutnya adalah setelah hasil ABK keluar. Hasil analisis beban kerja yang didapat akan diajukan menjadi formasi kebutuhan pegawai ke Kemenpan&RB. Namun untuk menjadi pemenuhan kebutuhan pegawai, hasil ABK yang diajukan tidak semua akan disetujui menjadi formasi pegawai. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Donny selaku Staf Analis Kepegawaian, Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum: “Jadi, memang susah juga ya karena walaupun kita mengajukan kekurangan sedemikian jumlahnya gitu ya, tapi tetep jarang sekali Menpan itu menyetujui seratus persen dari kebutuhan karena kekurangan itu pasti akan dibagi setiap tahunnya. Jadi misalkan, di tahun 2012 kita kekurangan lima ribu pegawai. Nah, di tahun 2013 itu tindakan langsung ditutup semuanya. Jadi, mungkin bertahap gitu selama lima tahun. Jadi, Menpan tu pasti ngisinya bertahap.” (Wawancara dengan Donny Hernawan, Staf Analis Kepegawaian, Desember 2013). Berdasarkan kutipan di atas, formasi yang disetujui untuk perekrutan tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga menyebabkan kekurangan pegawai. Tidak hanya persetujuan dari Kemenpan&RB, pertimbangan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Keuangan juga mempengaruhi persetujuan formasi pegawai. Melihat penjelasan di atas terlihat bahwa persetujuan usulan formasi pegawai melalui beberapa pertimbangan. Hal ini juga menjadi kendala dalam pemenuhan kebutuhan pegawai. Dengan begitu jumlah kebutuhan formasi pegawai yang diajukan tidak semua masuk daftar formasi sehingga menyebabkan terjadi kekurangan pegawai walaupun telah dilakukan perhitungan analisis beban kerja dengan benar. Namun Biro Kepegawaian dan Ortala harus tetap melakukan perhitungan analisis beban kerja dengan baik dan benar. Kendala yang ada baik dalam proses maupun setelah proses tidak boleh menjadi hambatan untuk biro ini menyusun analisis beban kerja dengan tepat sesuai acuan yang ada. Untuk itu, berikut ini akan disajikan ikhtisar dari mekanisme penyusunan analisis beban kerja dalam bentuk bagan :
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Unsur Analisis Beban Kerja: • Satuan Hasil (menit, jam, hari) • Waktu Penyelesaian • Waktu Kerja Efektif • Beban Kerja
Hasil Analisa Jabatan: • Informasi Jabatan • Nama Jabatan • Ikhtisar Jabatan • Uraian Tugas
Pegawai Yang Dibutuhkan
Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2013
Gambar 4. Alur Analisis Beban Kerja Berdasarkan gambar 4. mengenai alur dari analisis beban kerja, dalam gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa dari hasil analisa jabatan baru kemudian dapat dihitung beban kerjanya. Hasil dari analisa jabatan berupa informasi jabatan, nama jabatan, ikhtisar jabatan serta uraian tugasnya. Setelah uraian tugas dari jabatan yang dipilih untuk dihitung beban kerjanya didapat, maka akan diketahui rincian tugas dari jabatan tersebut. Setelah itu aka nada waktu penyelesaian dari masing-masing tugas tersebut sesuai dengan satuan hasilnya. Kemudian dilihat waktu efektis dari penyelesaian tugasnya. Setelah dilakukan penghitungan akan didapat beban kerja dari jabatan tersebut. Hasil dari beban kerja itu kemudian menjadi jumlah dari pegawai yang dibutuhkan. Penutup Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pelaksanaan analisis beban kerja pegawai di Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum RI, peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan dari analisis beban kerja pegawai yang dilakukan oleh Biro Kepegawaian dan Ortala baik analisis beban kerja untuk seluruh kementerian maupun di bironya sendiri dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
dengan kesesuaian pelaksanaan analisis beban kerja yang dilakukan dengan peraturan yang ada, yaitu mengikuti pedoman yang ada berdasarkan Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/ 75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 Tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil serta berdasarkan Perka Kepala Badan Kepegawaian Negara No.19 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai. Akan tetapi, hasil dari penghitungan analisis beban kerja tersebut menjadi tidak efektif karena saat hasil analisis beban kerja menjadi formasi kebutuhan pegawai oleh Kementerian Pekerjaan Umum belum tentu akan seluruhnya disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi. Setiap usulan formasi pegawai dari masing-masing kementerian pasti akan dipertimbangkan kembali oleh KemenPAN&RB. Selain itu, dalam pelaksanaannya analisis beban kerja tidak selalu akan dijadikan formasi pegawai. Hal ini dikarenakan setelah didapat hasil dari analisis beban kerja, selanjutnya akan membandingkan hasilnya dengan existing pegawai. Dari hasil perbandingan tersebut akan diketahui kondisi kepegawaian di Biro Kepegawaian dan Ortala. Jika kelebihan pegawai maka akan re-distribusi pegawai dan menunda pengangkatan pegawai, sedangkan jika kekurangan pegawai, hasil selisih antara analisis beban kerja dengan existing pegawai akan diusulkan menjadi formasi pegawai untuk melakukan rekrutmen pegawai. Rekomendasi yang dapat diberikan peneliti setelah melakukan penelitian ini, yaitu Biro Kepegawaian dan Ortala harus dibuat standar waktu penyelesaian suatu pekerjaan sehingga saat melakukan penghitungan beban kerja sudah jelas standar waktu kerjanya; Biro Kepegawaian dan Ortala harus melaksanaan Analisis Jabatan yang baik dan benar sehingga informasi jabatan yang ada dapat digunakan dengan benar untuk penghitungan beban kerja pegawai; dan Biro Kepegawaian dan Ortala, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan Umum RI harus membantu biro dan unit kerja lainnya di Kementerian Pekerjaan Umum dalam proses penyusunan analisis beban kerjanya sehingga tidak ada unit kerja yang mengirangira saat membuat analisis beban kerjanya. Referensi Dessler, Gary. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta: PT Prenhallindo. Keban, Yeremias T. (2004). Pokok-pokok Pikiran Perbaikan Sistem Manajemen SDM PNS di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Adminsitrasi Publik, Volume 8 No.2 Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/ 75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 Tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014
Komaruddin. (1996). Pengadaan Personalia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mondy, R.W., & Noe, RM. (1995). Human Resource Management. Massahusetts: Allyn & Bacon. Peraturan bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan dengan Nomor 02/SPM/M.PANRB/8/2011 Peraturan bersama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan dengan Nomor 800-632 Tahun 2011, dan Nomor 141/PMK.01/2011 Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas PP No.97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tetang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil Supriady B, Deddy. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 atas perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian http://www.pu.go.id/ [2012, 20 Juli] http://www.bkn.go.id [2012, 20 Juli] http://www.reform.kemenkeu.go.id/mainmenu.php?module=news&id=178 [2014, 30 Juni] http://menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen/seminar/category/52-bakohumas[2014,30 Juni] Bapak Yuswanto. (2013, Desember 12). Personal Interview. Bapak Ero. (2013, Desember 16). Personal Interview. Bapak Asep. (2013, Desember 16). Personal Interview. Bapak Donny. (2013, Desember 16). Personal Interview. Bapak Arifa. (2013, Desember 17). Personal Interview.
Pelaksanaan analisis beban..., Tegu Dhammanto, FISIP UI, 2014