Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
K AT A PENG ANT AR
EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Sementara, perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan pemilahan sampah rumah tangga. Data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Luwu yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mengembangkan Strategi Sanitasi Kabupaten. Selain itu, data pun dapat dimanfaatkan sebagai pencapaian pembangunan sanitasi ke depan, baik di tingkat kota sampai di tingkat kelurahan/desa (indikatif). Pelaksanaan studi EHRA banyak melibatkan Pokja Sanitasi, Dinas kesehatan bersama Tim EHRA yang awalnya berjalan dengan tanpa dana, namun berkat komitmen bersama Pokja Sanitasi Kabupaten Luwu bersama tim EHRA mampu melaksanakan study EHRA dengan baik. Untuk pengumpulan data, EHRA berkolaborasi dengan kader-kader Posyandu/ PKK di tingkat kelurahan/desa. Dokumen ini adalah Laporan Studi EHRA di Kabupaten Luwu yang kegiatan pengumpulan datanya dimulai Juni tahun 2013 lalu. Penyusunan laporan difasilitasi oleh Program PPSP dengan melibatkan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi melalui dinas kesehatan Kabupaten Luwu sebagai pelaksana kegiatan, di bantu oleh kepala puskesmas dan sanitarian sebagai Koordinator wilayah dan supervisor, serta entri data, kader-kader kelurahan, dan pihak kelurahan/kecamatan se Kabupaten Luwu. Belopa,Juli 2013
Penyusun 1
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu usaha yang memberikan kontribusi positif terhadap
penanganan tingkat kemiskinan dalam jangka waktu menengah dan panjang melalui tersedianya lingkungan yang sehat. dengan tersedianya lingkungan yang sehat maka derajat kesehatan masyarakat juga akan meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat akan bisa dicapai. Sanitasi menjadi tantangan, tugas dan kewajiban yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi persoalan pembangunan Nasional dan Daerah, termasuk Kabupaten Luwu. Dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi di daerah, khususnya di Kabupaten Luwu diperlukan sebuah terobosan di dalam pembangunan sanitasi, yaitu melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program ini mempunyai target hingga 2014 sebagai berikut : 1. Stop BAB Sembarangan (Stop BABS) di wilayah perkotaan dan pedesaan pada 2014; 2. Perbaikan pengelolaan persampahan, melalui implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dan TPA berwawasan lingkungan (sanitary landfill dan controlled landfill) ;
3. Pengurangan genangan di kawasan perkotaan seluas. Dalam rangka penjabaran PPSP di Kabupaten Luwu, diperlukan penyusunan Studi EHRA sebagai bagian dari penyusunan Buku Putih Sanitasi.
Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota/kabupaten yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai ke kelurahan/desa. 1.2.
Maksud dan Tujuan
Kota/kabupaten dipandang perlu melakukan Studi EHRA, dengan maksud: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat;
2
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda; 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa; 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif; 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa; Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal. 4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. 1.3.
Wilayah Cakupan Studi EHRA
Wilayah cakupan studi EHRA di Kabupaten Luwu sebanyak 227 Desa/Kelurahan dari 21 Kecamatan. Dimana 30 desa/kelurahan dijadikan sampel dalam kajian studi EHRA ini. Adapun ruang lingkup penyusunan studi EHRA meliputi : 1. Diskusi dengan POKJA 2. Memperbaiki instrumen sesuai hasil diskusi 3. Mengkoordinasikan kerja lapangan 4. Melaksanakan Entry Data. 5. Melaksanakan Cleaning Data. 6. Melaksanakan Processing Data, analisa dan laporan awal 7. Umpan balik untuk POKJA, Enumerator, kelurahan/desa dan kecamatan. 8. Laporan Studi EHRA.
1 3
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1.
Penentuan Target Area Survey Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering.
Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yang telah ditetapkan didalam petunjuk praktis EHRA tahun 2013 PPSP. Penetapan Kluster Target Area Survey EHRA Kabupaten Luwu berdasarkan kriteria sebagai berikut : a.
Kepadatan Penduduk, yaitu jumlah penduduk perluas wilayah tertentu (terbangun). Dalam hal ini luas area terbangun merujuk ke luas area permukiman berdasarkan data RTRW Kab. Luwu, dengan mengutamakan desa/kelurahan dengan kepadatan penduduk lebih dari 25 jiwa per Ha.
b.
Angka kemiskinan, angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: (∑ Pra-KS + ∑ KS1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK Adapun data Pra-KS dan KS 1 didapatkan dari BKKBN, dengan parameter persentase kemiskinan > 30 %
c.
Daerah/wilayah yang dialiri sungai//saluran drainase/ saluran irigasi yang berpotensi digunakan atau telah digunakan sebagai sarana MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
d.
Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter sebagai berikut : -
Ketinggian
-
Lama Genangan = > 2 jam
= > 30 cm
Penentuan Kluster studi EHRA dilakukan dalam 2 tahap yaitu : a.
Klustering Kecamatan. Dilakukan oleh POKJA berdasarkan keempat kriteria di atas, untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan beresiko tingkat kecamatan.
b.
Klustering kecamatan,
Desa/Kelurahan, untuk
Dilakukan
menunjukkan
POKJA
indikasi
awal
bersama
petugas
lingkungan
puskesmas
beresiko
tingkat
desa/kelurahan. 4
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
2.2.
Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Area Survei Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian disebut sampel. Sampel atau
contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mengambil. Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1.
Probability Sampling (Random Sample)
2.
Non Probability Sampling (Non Random Sample)
Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic. Sampel studi EHRA diambil dari 30 Desa/Kelurahan dari 21 Kecamatan di Kabupaten Luwu, daftar Desa/Kelurahan terlampir. Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting jika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
5
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Berdasarkan 4 (empat) kriteria klustering desa/kelurahan, diperoleh hasil pengklusteran yang tertuang dalam tabel 2.1. Tabel 2.1. Hasil Kluster Desa/Kelurahan Kabupaten Luwu KLUSTER
KECAMATAN
KEL/DESA
PROPORSI
4 3 2 1 0
6 13 2 0 0
70 136 21 0 0
31% 60% 9% 0% 0%
JUMLAH KEL/DES YG DSURVEY 9.25 17.97 2.64 -
JUMLAH
21
227
100%
30
Setelah melakukan klustering Kecamatan dan klustering Desa/Kelurahan, maka POKJA bersama Tim EHRA, kemudian menentukan ruang lingkup studi dengan pertimbangan survey akan dilakukan tidak hanya di daerah IKK dan peri-urban, tapi juga di daerah perdesaan, maka kecamatan dan desa/kelurahan akan dipilih secara acak dan proporsional untuk mewakili klusternya. Daftar Desa/kelurahan yang terpilih sebanyak 30 desa/kelurahan. Tabel 2.2. Desa/Kelurahan Area Survey No
No induk Wilaya
1 2 3 4 5
7302.01.10
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
7302.02.06
Kecamatan Larompong Larompong Selatan
Kelurahan/Desa Larompong Dadeko
7302.03.03
Suli
Suli
7302.03.10
Suli
Cimpu
7302.04.03
Suli Barat
Salubua
7302.05.09
Belopa
Tampuamia Radda
7302.05.06
Belopa
Balo Balo
7302.06.05
Kamanre
Wara
7302.06.04
Kamanre
Cilallang
7302.07.07
Belopa Utara
7302.08.08 7302.09.04
Bajo Bajo Barat
Sabe Pangi
7302.10.22
Bassesangtempe
Bonglo
7302.11.04
Lajimojong
Kadundung
7302.12.03
Bupon
Noling
7302.12.05
Bupon
Buntu Batu
Kadong-Kadong
Klaster Kel/Desa 4 4 4 4 3 3 2 2 4 3 2 3 3 3 3 3 6
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 2.3.
7302.13.05
Ponrang
Buntu Kamiri
7302.13.02
Ponrang
Padang Sappa
7302.14.01
Ponrang Selatan
Paccerakang
7302.14.07
Ponrang Selatan
Olang
7302.15.01
Bua
Lare- lare
7302.15.15
Bua
Pabbaresseng
7302.16.03
Walenrang
Harapan
7302.17.03
Walenrang Timur
Seba - Seba
7302.18.02
Lamasi
Wiwitan
7302.18.04
Lamasi
Salu Jambu
7302.19.02
Walenrang Utara
Bolong
7302.19.05
Walenrang Utara
Marabuana
7302.20.01
Walenrang Barat
Ilan Batu
7302.21.02
Lamasi Timur
Pompengan
3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4
Penentuan Jumlah/ Besar Responden
Jumlah Besar Responden ditentukan dengan menggunakan “Rumus Slovin” , n =
N -----------------------N.d² + 1
Dimana : - n adalah jumlah sampel (kk) - N adalah jumlah populasi (kk) - d adalh persentasi toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir Dengan jumlah populasi rumah tangga (N) Kabupaten Luwu sebanyak 73.775 KK (sumber data BPS tahun 2012), dan asumsi kepercayaan sekitar 95% (toleransi ketidaktelitian d = 0,05) , maka 73.775 n = ------------------------------------ = 398 KK 73.775 . 0,05² + 1 Berdasarkan rumus tersebut, jumlah KK sampel adalah minimal 397 KK. Dengan mengambil jumlah sampel per desa/kelurahan adalah minimal 40 responden, maka jumlah desa/kelurahan yang akan menjadi target area survey minimal adalah 397/40 = 10 desa/ kelurahan. Jumlah desa/kelurahan yang disepakati untuk disurvei adalah 30 desa/kelurahan (10% dari jumlah desa/kelurahan Kabupaten Luwu). Jadi, jumlah responden sebanyak 1200 KK.
7
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Sedangkan jumlah desa/kelurahan serta jumlah sampel target perklusternya ditentukan dengan mempertimbangkan keterwakilan tiap kluster dengan proporsional, yang digambarkan melalui tabel 2.3. dibawah ini:
Tabel. 2.3. Jumlah Responden Studi EHRA Kluster
Desa/Kel Sampling (10%)
Jumlah Responden (KK)
Kluster 4
70
70 x 13% =9,25
9
360
Kluster 3
136
136 x 13% = 17,97
18
720
Kluster 2
20
20 x 13%= 2,64
3
120
Kluster 1
1
1 x 13%= 0,13
0
80
Kluster 0
0
0 x 13%= 0
0
0
30
1200
Jumlah 2.4.
Jumlah
227
Penentuan Dusun/Lingkungan dan Responden Lokasi Survey
Rumah tangga responden dipilih menggunakan cara acak (random sampling) berdasarkan dusun/lingkungan, dengan rata-rata jumlah responden perdusun dalam satu desa/kelurahan sekitar 10 responden. Sedangkan pemilihan Rumah Tangga/Kepala Keluarga ditetapkan berdasarkan preferensi enumerator/supervisor berdasarkan hasil pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk.
8
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1.
Informasi Responden Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografi dan hal-hal yang terkait
dengan status rumah di Kabupaten Luwu. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup status responden, jumlah anggota rumah tangga, usia anak termuda, status rumah. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran populasi yang memiliki resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakitpenyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Sementara, variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 - 66 tahun. Batas usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator banyak menentukan, Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (66 tahun), namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaanpertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. 9
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Sebagian besar hubungan responden dengan kepala keluarga adalah istri sebesar 93% (558 responden), dan sisanya 7% (42 responden) adalah anak perempuan yang sudah berumah tangga. Dapat diketahui kelompok umur responden yaitu 31,5% responden ibu-ibu yang berumur lebih dari 45 Tahun, usia 41-45 tahun sebanyak 14,30% dan usia dibawah 40 tahun sebesar 54,2%. Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah tamatan SD (30%), kemudian diikuti tamat SMP sebesar 22.8% dan tidak sekolah formal sebesar 20,3% selebihnya 26,8% adalah responden dengan jenjang pendidikan SMA dan perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai informasi responden tercantum dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1. Informasi Responden Kluster Desa/Kelurahan Variabel Kelompok Umur Responden
B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini?
3
4
7
8
<= 20 tahun
n 1
% 2.6
n 18
% 2.4
n 7
% 1.8
n 26
% 2.2
21 - 25 tahun
2
5.1
57
7.5
31
7.8
90
7.5
26 - 30 tahun
4
97
36 - 40 tahun 41 - 45 tahun
6
> 45 tahun
6
Milik sendiri
3 3 0
22 7 59 0 4
11 8 29 3 1
10. 5 15. 0 17. 0 18. 5 29. 5 73. 3 .3
143
1 1 9
12. 8 16. 1 19. 1 12. 1 29. 9 77. 8 .5
42
31 - 35 tahun
10. 3 28. 2 23. 1 15. 4 15. 4 84. 6 .0
5
11. 9 16. 1 18. 5 14. 4 29. 3 76. 5 .4
Berbagi dengan keluarga lain
1
2.6
3
.4
0
.0
4
.3
Sewa
0
.0
3
.4
1
.3
4
.3
Kontrak
0
.0
9
1.2
11
2.8
20
1.7
Milik orang tua
4
18. 9 .8
5
22. 3 1.3
236
1
14 3 6
89
Lainnya
10. 3 2.6
19. 7 1.0
Tidak sekolah formal
7
17. 9
96
12. 7
37
9.3
140
11. 7
SD
1
25 9 16 0 16 7 14
34. 2 21. 1 22. 0 1.8
11 1 5
32. 8 21. 8 27. 8 1.3
402
SMK
30. 8 25. 6 23. 1 2.6
13 1 87
SMA
1 2 1 0 9
20
33. 6 21. 5 24. 0 1.7
Universitas/Akade mi
0
.0
62
8.2
29
7.3
91
7.6
Rumah dinas
B3. Apa pendidikan terakhir anda?
2
Katagori
Total
SMP
12 2 14 5 92
60 68 74
193 222 172 351 916
12
257 287
10
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan?
Ya
B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)?
Ya
B6. Apakah ibu mempunyai anak?
Ya
1 8 2 1 2 5 1 4 3 3 6
Tidak
Tidak
Tidak
3.2.
46. 2 53. 8 64. 1 35. 9 84. 6 15. 4
33 6 42 2 39 7 36 1 67 0 88
44. 3 55. 7 52. 4 47. 6 88. 4 11. 6
16 8 23 2 26 0 14 0 35 3 47
42. 0 58. 0 65. 0 35. 0 88. 3 11. 8
522 675 682 515 105 6 141
43. 6 56. 4 57. 0 43. 0 88. 2 11. 8
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Studi EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan
sampah, yakni : 1) Kondisi sampah disekitar lingkungan rumah tangga, 2) Cara pembuangan sampah yang utama, 3) Praktik pemilahan/pemisahan sampah, dan 4) Pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban yang sudah ada di kuesioner yang disampaikan enumerator. Di antara empat kelompok itu, yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki resiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lubang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan resiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, resiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lama dari
satu
minggu
sekali.
Sementara,
ketepatan
pengangkutan
digunakan
untuk 11
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
menggambarkan
seberapa
konsisten
ketetapan/kesepakatan
tentang
frekuensi
pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, studi EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatankegiatan pengomposan. Disamping itu, kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung resiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing, Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Untuk pengelolaan sampah berdasarkan hasil survey EHRA pada skala kabupaten, digambarkan dalam gambar 3.1.
12
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 .0
Tidak tahu
7.7 12.8 2.6
14.4 6.6 1.7
10.8
12.9
14.5 2.5
9.4 2.0
76.9
73.7
67.3
71.7
Lain-lain
Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk Dibiarkan saja sampai membusuk
.0
2.4
2.3
2
3
4
2.3 Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.1. Grafik Pengelolaan Sampah Sebagian besar Rumah Tangga (RT) masih mengelola sampah rumah tangganya dengan membuang di lubang dan ditimbun yaitu sebesar 71,7% dan masih ada 2,3% dibakar sebesar 9.4% Dibuang ke sungai/kali/laut/danau. Sedangkan untuk praktik pemilahan sampah rumah tangga hanya sebesar 2% yang melakukan pemilihan sampah. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam gambar 3.2.
PRAKTIK PEMILAHAN SAMPAH OLEH RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 .0
100.0
95.4
88.5
93.2
Tidak Dipilah / Dipisahkan Dipilah / Dipisahkan
.0 2
4.6
11.5
3
4
Kluster Desa/Kelurahan
6.8
Total
Gambar 3.2. Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
13
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk komponen persampahan studi EHRA diperoleh pengelolaan sampah sangat tidak memadai yang menunjukkan angka 93,2%. Untuk lebih jelasnya tertuang dalam tabel 3.2. area beresiko persampahan berdasarkan hasil studi EHRA. Tabel 3.2. Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel 3.1 Pengelolaan sampah
3.2 Frekuensi pengangkutan sampah
3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah 3.4 Pengolahan sampah setempat
3.3.
2
Katagori
3
Total 4
7
8
n 39
% 100.0
n 738
% 97.4
n 389
% 97.3
n 1166
% 97.4
Ya, memadai
0
.0
20
2.6
11
2.8
31
2.6
Tidak memadai
0
.0
2
100.0
1
50.0
3
75.0
Ya, memadai
0
.0
0
.0
1
50.0
1
25.0
Tidak tepat waktu
0
.0
1
50.0
2
100.0
3
75.0
Ya, tepat waktu Tidak diolah
0
.0
1
50.0
0
.0
1
25.0
39
100.0
723
95.4
352
88.0
1114
93.1
0
.0
35
4.6
48
12.0
83
6.9
Tidak memadai
Ya, diolah
Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Praktek buang air besar sembarangan dapat menjadi salah satu faktor resiko
tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya jika BAB dilakukan dengan sarana dan tempat yang tidak memadai. Di kabupaten Luwu yang menggunakan jamban pribadi sebesar 80,7%, selebihnya dibuang kesungai dan kebun masing-masing sebesar 4,2% serta masih ada yang numpang di jamban tetangga sebesar 8,3%. Gambar 3.3. dibawah ini menunjukkan persentase tempat buang air besar di Kabupaten Luwu.
14
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
PERSENTASE TEMPAT BUANG AIR BESAR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 3.5 1.8 4.3
6.0
0.1
Jamban pribadi MCK/WC Umum Ke WC helikopter
19.3
Ke sungai/pantai/laut
65.8
Ke kebun/pekarangan Ke selokan/parit/got Ke lubang galian
0.3 2.7
Lainnya Tidak tahu
Gambar 3.3. Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
Tempat Buang air besar (BAB) yang tidak memadai bukan saja jika praktik BAB dilakukan di sembarang tempat (sungai, danau, kebun, halaman dan selokan), tapi dapat juga karena kondisi jamban yang tidak sehat serta tempat penampungan/pembuangan limbah
tinja
yang
tidak
septik
(kedap
air)
serta
tidak
pernah
dilakukan
pengurasan/pengosongan/penyedotan limbah tinja sehingga resiko pencemaran terhadap lingkungannya tinggi. Disamping itu tidak adanya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) limbah non tinja (grey water) juga memiliki resiko pencemaran terhdap lingkungan sekitar.
TEMPAT PENYALURAN AKHIR TINJA DI KABUPATEN LUWUTAHUN 2013 Tangki septik Pipa sewer Cubluk/lobang tanah
34.0
Langsung ke drainase
.1 .1 2.2 .8 1.3
61.6
Sungai/danau/pantai Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu
.1 Gambar 3.4. Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja 15
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Gambar
3.4.
menunjukkan
tempat
penyaluran
akhir
tinja,
dimana
yang
menggunakan tangki septik sebesar 61,6% dan 2,2% masih banyak yang membuang di sungai atau pantai terutama yang tinggal dipesisir pantai. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk jenis jamban, studi EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non-siram/ tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian. Sementara, kategori ketiga ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik, Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/WC/latrin yang ada di rumah tangga, Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh kader-kader, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau Gayung, dan handuk. Kader-kader yang berpartisipasi dalam EHRA juga mengamati aspekaspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, kader juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya dan hal lain, seperti apakah ada pembalut perempuan? Dalam studi EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; Kapan tangki septik dikosongkan?; dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Hasil survey digambarkan dalam gambar 3.5, gambar 3.6. dan gambar 3.7. dibawah ini.
16
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
WAKTU TERAKHIR PENGURASAN TANGKI SEPTIK DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 Tidak tahu 80.0 Tidak pernah 60.0 88.5
89.9
85.1
Lebih dari 10 tahun
86.9
40.0 Lebih dari 5-10 tahun yang lalu 20.0 .0
1-5 tahun yang lalu
.0 3.8 .0 3.8
.2 .9 2.0 .4
.0 1.2 .8 1.2
2
3
4
.1 1.1 1.5 .8
Kluster Desa/Kelurahan
0-12 bulan yang lalu
Total
Gambar 3.5. Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tangki Septik
PRAKTIK PENGURASAN TANGKI SEPTIK BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0
66.7
60.0
83.6
73.1
80.2 Tidak tahu
50.0
Dikosongkan sendiri
40.0 30.0 20.0
.0 19.2
33.3
10.0 .0
Membayar tukang
.0 2
10.4 4.5 1.5 3 Kluster Desa/Kelurahan
7.7 .0 4
Layanan sedot tinja 12.5 6.3 1.0
Total
Gambar 3.6. Grafik Praktik Pengurasan Tangki Septik 17
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
TANGKI SEPTIK SUSPEK AMAN DAN TIDAK AMAN DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0
54.3
59.2
61.5
58.5
60.0 50.0 Suspek Aman
40.0
Tidak Aman
30.0 20.0
38.5
40.8
45.8
1
2
3
41.5
10.0 .0
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.7. Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman Terakhir, sub-bab ini pun memaparkan informasi tentang besarnya resiko air limbah domestik dari segi keamanan dan pencemaran yang ditimbulkan. Tabel 3.3. Area Beresiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel 2.1 Tangki septik suspek aman
2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
2.3 Pencemaran karena SPAL
2
Katagori
3
Total 4
7
8
Tidak aman
n 15
% 38.5
n 309
% 40.8
n 183
% 45.8
n 507
% 42.4
Suspek aman
24
61.5
449
59.2
217
54.3
690
57.6
Tidak, aman
3
100.0
66
98.5
26
100.0
95
99.0
Ya, aman
0
.0
1
1.5
0
.0
1
1.0
Tidak aman
27
69.2
424
55.9
225
56.3
676
56.5
Ya, aman
12
30.8
334
44.1
175
43.8
521
43.5
18
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
3.4.
Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Bagian ini menyajikan drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir. Dua hal
yang diukur mencakup yaitu saluran pembuangan air limbah dan genangan air di dekat rumah. Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir. Kegunaan saluran drainase antara lain : 1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air
tanah. 2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal. 3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada. 4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
Terkait dengan resiko kesehatan lingkungan, telah diketahui luas bahwa mereka yang tinggal di perumahan padat, misalnya di gang-gang sempit, akan memiliki resiko kesehatan lingkungan yang lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit-penyakit seperti TBC, diare dan influenza adalah contoh penyakitpenyakit yang mudah menyebar di antara warga yang tinggal di rumah-rumah padat dan berdempetan. Dalam studi EHRA, lebar jalan diukur dengan menggunakan langkah kaki kader di mana satu langkah kaki dikonversikan menjadi setengah (1/2) meter.
Bagian ini menyediakan informasi mengenai kondisi saluran air rumah tangga di Kabupaten Luwu. Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan EHRA karena saluran yang tidak memadai beresiko memunculkan berbagai penyakit dan resiko 19
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
genangan/banjir. Sebagian besar di Kabupaten Luwu resiko genangan/banjir sangat kecil. Berdasarkan data studi EHRA terkait genangan air disajikan dalam gambar 3.8, gambar 3.9, dan gambar 3.10.
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG PERNAH MENGALAMI BANJIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 .0
2.6 2.6 17.9
2.1 6.1 13.9
3.5 17.0
6.3 39.3
76.9
14.8 Sekali atau beberapa dalam sebulan
16.3
75.6
62.7 36.8
2
3
Tidak tahu
Beberapa kali dalam Sekali dalam setahun Tidak pernah
4
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.8. Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Pernah Mengalami Banjir
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENGALAMI BANJIR RUTIN DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0
55.6
53.4 65.9
58.6
60.0 50.0 Tidak
40.0 30.0 20.0
Ya 44.4
46.6 34.1
41.4
10.0 .0 2
3 Kluster Desa/Kelurahan
4 Total
Gambar 3.9. Grafik Persentase Rumah Tangga Yang Mengalami Banjir Rutin 20
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
LAMA AIR MENGGENANG JIKA TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0
.0 25.0
80.0 60.0 40.0 20.0
25.0
9.5
3.4
5.4
17.5
23.7
21.1
32.2
29.2
Tidak tahu 23.8 9.5
25.0
25.0
17.5 22.2
14.4 22.9 3.4
.0 2
3
13.0
Lebih dari 1 hari Satu hari Setengah hari
21.1
Antara 1 - 3 jam
10.3
Kurang dari 1 jam
4
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.10. Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
Kader EHRA juga mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/ bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di kota-kota di lndonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan (drainage).
21
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
LOKASI GENANGAN DI SEKITAR RUMAH Lainnya
6.6
Di dekat bak penampungan
2.9
Di dekat kamar mandi
4.4 Persentase
Di dekat dapur
19.0
Dihalaman rumah
75.2 0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
Gambar 3.11. Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
PERSENTASE KEPEMILIKAN SPAL DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013
27.4 Ya, ada
72.6
Tidak ada
Gambar 3.12. Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
22
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
AKIBAT TIDAK MEMILIKI SPAL RUMAH TANGGA BERDASARKAN KLUSTER 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 .0
80.5
92.3
97.4
88.6 Tidak ada genangan Ada genangan
2.6
7.7
2
3
19.5
11.4
4
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.13. Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga Apabila suatu rumah didapati memiliki saluran, kader akan mengamati lebih dekat apakah air di saluran itu mengalir, warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran yang memadai ditandai dengan aliran airnya yang lancar atau tidak ada air warna airnya yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. Hasilnya tersaji dalam gambar 3.14 dan gambar 3.15.
PERSENTASE SPAL YANG BERFUNGSI BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0
20.5 .0 12.8
4.9 14.9
60.0 40.0
32.6
40.5 7.0 15.0
34.8 Tidak ada saluran 5.4 14.9
66.7 47.6
20.0
37.5
44.9
Tidak dapat dipakai, saluran kering Tidak Ya
.0 2
3
4
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.14. Grafik Persentase SPAL Yang Berfungsi 23
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
PENCEMARAN SPAL BERDASARKAN KLUSTER DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0
30.8 44.1
42.2
43.8
70.0 60.0 50.0
Tidak ada pencemaran SPAL
40.0 30.0
69.2 55.9
56.3
3
4
Ada pencemaran SPAL
57.8
20.0 10.0 .0 2
Kluster Desa/Kelurahan
Total
Gambar 3.15. Grafik Pencemaran SPAL
Tabel 3.4. Area Beresiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel 4.1 Adanya genangan air
2
Katagori
3
Total 4
7
8
Ada genangan air (banjir)
n 10
% 25.6
n 215
% 28.4
n 274
% 68.5
n 499
% 41.7
Tidak ada genangan air
29
74.4
543
71.6
126
31.5
698
58.3
Kabupaten Luwu dengan kondisi topografi pegunungan dan dataran sehingga data menunjukkan tidak ada genangan sebesar 58,2%, resiko yang ditimbulkan akibat genangan air berdasarkan hasil EHRA menunjukkan angka 41,8% dikarenakan kondisi saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang tidak memadai sehingga terjadi genangan di halaman rumah sebesar 41,8%.
24
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
3.5.
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Sub-bab ini menyajikan informasi mengenai pengelolaan air bagi rumah tangga di
Kabupaten Luwu. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) Sumber Air dan 2) Pengolahan, penyimpanan dan penanganan air yang baik dan aman. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi jenis sumber diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri, Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air botol kemasan, air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiiiki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, waduk ataupun danau. Gambar 3.16 menunjukkan penggunaan sumber air di Kabupaten Luwu dan gambar 3.17 menunjukkan sumber air minum dan masak dari sumber air yang relatif aman.
GRAFIK PENGGUNAAN SUMBER AIR DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 .0
Gosok gigi Cuci pakaian Cuci piring dan gelas Masak Minum
Gambar 3.16. Grafik Akses Terhadap Air Bersih 25
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
SUMBER AIR MINUM DAN MEMASAK Air sumur gali terlindungi
47.7
55.2
8.8 7.0
Air sumur pompa tangan Air kran umum-PDAM/PAMSIMAS
.1 .0
Air hidran umum-PDAM
.4 .4
Masak
Air ledeng dari PDAM
2.6 2.0
Air isi ulang
2.8
Air botol kemasan
.8 3.0 .0
Minum 15.8
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
Gambar 3.17. Grafik Sumber Air Minum dan Masak Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi resiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki resiko terkena diare yang lebih rendah. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare.
Tabel 3.5. Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel 1.1 Sumber air terlindungi
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi.
Tidak, sumber air berisiko tercemar Ya, sumber air terlindungi Tidak Aman Ya, Aman
1.3 Kelangkaan air
2
Katagori
Mengalami kelangkaan air Tidak pernah mengalami
3
Total 4
7
8
n 23
% 59.0
n 371
% 48.9
n 236
% 59.0
n 630
% 52.6
16
41.0
387
51.1
164
41.0
567
47.4
5
12.8
138
18.2
136
34.0
279
23.3
34
87.2
620
81.8
264
66.0
918
76.7
7
17.9
140
18.5
116
29.0
263
22.0
32
82.1
618
81.5
284
71.0
934
78.0
26
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Pada suplai air, studi EHRA mempelajari kesulitan yang dialami rumah tangga dalam mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Kesulitan mendapatkan air diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden dan hasilnya tertuang dalam tabel 3.5.
3.6.
Perilaku Higiene dan Sanitasi Perilaku Higiene/Sehat seperti mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat
dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi resiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni; 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.
CTPS DI LIMA WAKTU PENTING
6.4
Tidak
93.6
Ya
Gambar 3.18. Grafik CTPS di Lima Waktu penting 27
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Untuk menelusuri perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si lbu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Hasil dari studi EHRA tergambarkan dalam gambar 3.18 dan gambar 3.19
WAKTU MELAKUKAN CTPS DI KABUPATEN LUWU TAHUN2013 Lainnya
22.0
Sebelum sholat
10.9
Setelah memegang hewan
14.0
Sebelum menyiapkan masakan
11.8
Sebelum memberi menyuapi …
10.8
Setelah makan
46.1
Persentase
Sebelum makan
76.9
Setelah dari buang air besar
31.6
Setelah menceboki bayi/anak
13.4
Sebelum ke toilet
1.4 0.0
20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Gambar 3.19. Grafik Waktu Melakukan CTPS
PERSENTASE PRAKTIK BABS DI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 100.0 80.0
33.3
45.8
41.0
43.8
60.0 40.0
Ya. BABS 66.7
54.2
59.0
56.2
Tidak
20.0 .0 2
3 Kluster Desa/Kelurahan
4 Total
Gambar 3.20. Grafik BABS 28
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Untuk praktik buang air besar sembarangan (BABs) di Kabupaten Luwu masih cukup tinggi, terlihat yang digambarkan dalam grafik persentase praktik BABs (gambar 3.20). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masih ada anggota keluarga yang masih melakukan praktek BABS sebesar 43,9%. Kluster 3 memiliki angka BABS Yang cukup tinggi sebesar 45,8%. Hal ini disebabkan kluster 3 merupakan daerah yang dilalui DAS (Daerah aliran sungai) sehingga praktek BABS di sungai/selokan masih tinggi. Disamping itu masih banyaknya RT yang maih menumpang pada WC tetangga , sehingga kecenderungan anggota RT tersebut untuk BABS masih besar. Tabel 3.6. Area Beresiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel 5.1 CTPS di lima waktu penting
5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
5.4 Perilaku BABS
4
7
8
% 100.0
n 715
% 94.3
n 366
% 91.5
n 1120
% 93.6
0
.0
43
5.7
34
8.5
77
6.4
Tidak
12
30.8
330
43.5
176
44.0
518
43.3
Ya
27
69.2
428
56.5
224
56.0
679
56.7
9
23.1
321
42.3
174
43.5
504
42.1
30
76.9
437
57.7
226
56.5
693
57.9
9
23.1
274
36.1
156
39.0
439
36.7
Ya, berfungsi
30
76.9
484
63.9
244
61.0
758
63.3
Tidak
11
28.2
331
43.7
167
41.8
509
42.5
Ya
28
71.8
427
56.3
233
58.3
688
57.5
1
2.6
79
10.4
39
9.8
119
9.9
Tidak tercemar
38
97.4
679
89.6
361
90.3
1078
90.1
Ya, BABS
13
33.3
347
45.8
164
41.0
524
43.8
Tidak
26
66.7
411
54.2
236
59.0
673
56.2
Tidak Ya
5.2.c. Keberfungsian penggelontor.
3
n 39
Tidak Ya
5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
2
Katagori
Total
Tidak
Ya, tercemar
29
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
3.7.
Kejadian Penyakit Diare Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena
diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengap istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatera pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research,2007). Hasil studi EHRA menunjukkan kejadian penyakit diare dalam tabel 3.7. dibawah ini.
Tabel 3.7. Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA Kluster Desa/Kelurahan Variabel
2
Katagori n
H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare
B. Anak-anak non balita
C. Anak remaja laki-laki
D. Anak remaja perempuan
3 %
4
Hari ini
0
.0
n 10
% 1.3
Kemarin
0
.0
15
1 minggu terakhir
1
2.6
1 bulan terakhir
2
3 bulan terakhir
n
%
7
8
2
.5
n 12
% 1.0
2.0
6
1.5
21
1.8
56
7.4
12
3.0
69
5.8
5.1
46
6.1
18
4.5
66
5.5
0
.0
26
3.4
21
5.3
47
3.9
6 bulan yang lalu
1
2.6
13
1.7
8
2.0
22
1.8
Lebih dari 6 bulan yang lalu
0
.0
29
3.8
16
4.0
45
3.8
35
89.7
563
74.3
317
79.3
915
76.4
Tidak
2
50.0
157
80.5
55
66.3
214
75.9
Ya
2
50.0
38
19.5
28
33.7
68
24.1
Tidak
4
100.0
167
85.6
70
84.3
241
85.5
Ya
0
.0
28
14.4
13
15.7
41
14.5
Tidak
4
100.0
181
92.8
78
94.0
263
93.3
Ya
0
.0
14
7.2
5
6.0
19
6.7
Tidak
3
75.0
179
91.8
76
91.6
258
91.5
Tidak pernah A. Anak-anak balita
Total
30
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
E. Orang dewasa laki-laki
F. Orang dewasa perempuan
Ya
1
25.0
16
8.2
7
8.4
24
8.5
Tidak
4
100.0
150
76.9
75
90.4
229
81.2
Ya
0
.0
45
23.1
8
9.6
53
18.8
Tidak
3
75.0
110
56.4
54
65.1
167
59.2
Ya
1
25.0
85
43.6
29
34.9
115
40.8
Sekitar 40.000 anak lndonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% resiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). 3.8.
Indeks Resiko Sanitasi (IRS) Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering.
Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan, kawasan rawan genangan/banjir dan terlewati sungai. POKJA bersama Tim EHRA menentukan ruang lingkup studi dengan pertimbangan survey akan dilakukan tidak hanya di daerah IKK dan perl-urban, tapi juga di daerah perdesaan, maka kecamatan dan desa/kelurahan akan dipilih secara acak dan proporsional untuk mewakili klusternya. Desa/kelurahan yang terpilih sebanyak 30 desa/kelurahan dengan 40 Responden untuk tiap desa/kelurahan. Jadi, total 1.200 responden yang mewakili hasil Indeks Resiko Sanitasi untuk kabupaten Luwu.
Kluster Desa/Kelurahan Variabel
2
Katagori n
H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena
Hari ini
% 0
Total
3 .0
n 10
4 % 1.3
n
% 2
.5
7
8
n 12
% 1.0
31
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU diare
Kemarin
0
.0
15
2.0
6
1.5
21
1.8
1 minggu terakhir
1
2.6
56
7.4
12
3.0
69
5.8
1 bulan terakhir
2
5.1
46
6.1
18
4.5
66
5.5
3 bulan terakhir
0
.0
26
3.4
21
5.3
47
3.9
6 bulan yang lalu
1
2.6
13
1.7
8
2.0
22
1.8
Lebih dari 6 bulan yang lalu
0
.0
29
3.8
16
4.0
45
3.8
35
89.7
563
74.3
317
79.3
915
76.4
Tidak
2
50.0
157
80.5
55
66.3
214
75.9
Ya
2
50.0
38
19.5
28
33.7
68
24.1
Tidak
4
100.0
167
85.6
70
84.3
241
85.5
Ya
0
.0
28
14.4
13
15.7
41
14.5
Tidak
4
100.0
181
92.8
78
94.0
263
93.3
Ya
0
.0
14
7.2
5
6.0
19
6.7
Tidak
3
75.0
179
91.8
76
91.6
258
91.5
Ya
1
25.0
16
8.2
7
8.4
24
8.5
Tidak
4
100.0
150
76.9
75
90.4
229
81.2
Ya
0
.0
45
23.1
8
9.6
53
18.8
Tidak
3
75.0
110
56.4
54
65.1
167
59.2
Ya
1
25.0
85
43.6
29
34.9
115
40.8
Tidak pernah A. Anak-anak balita
B. Anak-anak non balita
C. Anak remaja laki-laki
D. Anak remaja perempuan
E. Orang dewasa laki-laki
F. Orang dewasa perempuan
Resiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku higiene dan sanitasi. Indeks Resiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan resiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisis Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Resiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area beresiko sanitasi. Adapun Komponen Indeks Resiko Sanitasi, Yaitu: 1. Sumber Air 32
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
2. Air Limbah Domestik 3. Persampahan 4. Genangan Air 5. Perilaku Higiene dan Sanitasi Setelah dianalisa berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan untuk 1.200 responden, diperoleh Indeks Resiko Sanitasi (IRS) (tabel 3.8, tabel, 3.9 dan gambar 3.21)
Tabel 3.8. Indeks Resiko Sanitasi Kluster Desa/Kelurahan 2
3
4
% 59.0
% 48.9
% 59.0
Ya, sumber air terlindungi
41.0
51.1
41.0
Ya
12.8
18.2
34.0
Tidak
87.2
81.8
66.0
Ya
17.9
18.5
29.0
Tidak
82.1
81.5
71.0
Tidak
38.5
40.8
45.8
Ya
61.5
59.2
54.3
Ya
100.0
98.5
100.0
Variabel 1.1 Sumber air terlindungi
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi. 1.3 Kelangkaan air 2.1 Tangki septik suspek aman 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
Katagori Tidak, sumber air berisiko tercemar
Tidak 2.3 Pencemaran karena SPAL 3.1 Pengelolaan sampah 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah
3.2 Frekuensi pengangkutan sampah 3.4 Pengolahan sampah setempat
.0
1.5
.0
Ya
69.2
55.9
56.3
Tidak
30.8
44.1
43.8
Tidak
100.0
97.4
97.3
Ya
.0
2.6
2.8
Tidak tepat waktu
.0
50.0
100.0
tepat waktu
.0
50.0
.0
Tidak memadai
.0
100.0
50.0
memadai
.0
.0
50.0
100.0
95.4
88.0
.0
4.6
12.0
Ya
25.6
28.4
68.5
Tidak
74.4
71.6
31.5
Tidak
100.0
94.3
91.5
.0
5.7
8.5
Tidak
30.8
43.5
44.0
Ya
69.2
56.5
56.0
Tidak diolah diolah
4.1 Adanya genangan air 5.1 CTPS di lima waktu penting
Ya 5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
33
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU 5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
Tidak
23.1
42.3
43.5
Ya
76.9
57.7
56.5
Tidak
23.1
36.1
39.0
Ya
76.9
63.9
61.0
5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
Tidak
28.2
43.7
41.8
Ya
71.8
56.3
58.3
5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
Ya,Tercemar
2.6
10.4
9.8
Tidak tercemar
97.4
89.6
90.3
5.4 Perilaku BABS
Ya, BABS
33.3
45.8
41.0
Tidak
66.7
54.2
59.0
5.2.c. Keberfungsian penggelontor.
Tabel 3.9. Komponen Indeks Resiko Sanitasi Variabel
Bobot
1. SUMBER AIR
KLUSTER KLUSTER KLUSTER KLUSTER KLUSTER 0 1 2 3 4
-
-
27
26
38
1.1 Sumber air tercemar
25%
-
-
15
12
15
1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi.
25%
-
-
3
5
9
1.3 Kelangkaan air
50%
-
-
9
9
15
-
-
69
65
67
2. AIR LIMBAH DOMESTIK 2.1 Tangki septik suspek aman
33%
-
-
13
14
15
2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
33%
-
-
33
33
33
2.3 Pencemaran karena SPAL
33%
-
-
23
19
19
-
-
50
86
84
3. PERSAMPAHAN 3.1 Pengelolaan sampah
25%
-
-
25
24
24
3.2 Frekuensi pengangkutan sampah
25%
-
-
-
25
13
3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah
25%
-
-
-
13
25
3.4 Pengolahan setempat
25%
-
-
25
24
22
34
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
4. GENANGAN AIR
-
-
26
28
69
-
-
26
28
69
-
-
41
48
46
25%
-
-
25
24
23
5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
6%
-
-
2
3
3
5.2.b. Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
6%
-
-
1
3
3
5.2.c. Keberfungsian penggelontor.
6%
-
-
1
2
2
5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
6%
-
-
2
3
3
5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
25%
-
-
1
3
2
5.4 Perilaku BABS
25%
-
-
8
11
10
4.1 Adanya genangan air
100%
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT 5.1 CTPS di lima waktu penting
INDEKS RESIKO SANITASI KABUPATEN LUWU TAHUN 2013 350 300
46
250
48
200
41 26
150
50
100 50 -
-
-
69
28 86
69
65
27
26
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT 4. GENANGAN AIR
84 3. PERSAMPAHAN
67
2. AIR LIMBAH DOMESTIK
38 1. SUMBER AIR
Gambar 3.21. Grafik Indeks Resiko Sanitasi (IRS)
35
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Berdasarkan gambar 3.21. Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Luwu tahun 2013, penyebab rawan sanitasi untuk desa/kelurahan pada kluster 2 adalah Air Limba Domestik 69% , persampahan 45%. Desa/kelurahan dan perilaku higiene dan sanitasi 41%, dalam Kluster 3 Persampahan 86% , air limbah domestik 65%, dan yang menyebabkan rawan sanitasi adalah perilaku higiene dan sanitasi 48% kluster 4 adalah persampahan 84%,air genangan 69% dan air limbah domestik 67%,.
BAB IV PENUTUP Salah satu tujuan dari studi EHRA ini selain mendapatkan data faktual mengenai informasi kondisi sanitasi masyarakat saat ini, juga menjadi media promosi kesehatan oleh kader/petugas kesehatan yang ditugaskan untuk menjadi enumerator. Pesan-pesan kesehatan dan Prohisan juga disisipkan dalam proses pengambilan data walaupun penyampaian informasi kesehatan tersebut sebatas kepada responden yang menjadi sampel.
Hail studi/kajian EHRA ini nantinya akan menjadi salah satu acuan utama dan masukan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kota (SSK). Pemetaan masalah sanitasi yang didapatkan melalui proses EHRA diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan sanitasi dan penyehatan lingkungan di Kabupaten Luwu.
36
Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN LUWU
Pada penentuan area beresiko, skoring yang didapatkan dari hasil kajian ini akan menjadi salah satu indikator penting. Hasil IRS EHRA nantinya akan disandingkan dengan persepsi SKPD dan data sekunder sanitasi. Kemudian outputnya berupa klustering area beresiko, yang nantinya menjadi bahan pertimbangan prioritas pengembangan sanitasi.
Studi EHRA ini idealnya dilakukan secara berkala dan berlanjut. Secara rutin akan diadakan pemutakhiran data dan penambahan target sampel studi. Studi EHRA saat ini akan menjadi baseline yang nantinya akan selalu dilakukan updating secara rutin/berkala.
Sebagai masukan dan saran untuk studi EHRA selanjutnya, adalah sebagai berikut : 1. Penambahan area sampel studi EHRA 2. Peningkatan kemampuan tenaga enumerator melalui pelatihan-pelatihan, penetapan kesamaan indikator khususnya pada jenis sarana sanitasi. Pemberian simulasi pengisisan kuisioner yang lebih akurat. 3. Pelatihan tenaga entry data dilakukan lebih intensif.
37