265
KEBUAKAN YANG DIPERJANJIKAN (BELEIDSOVEREENKOMST)* Oleh: H.M. Laica Marzuki Ditetapkannya Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN No_ 5/1986) dlnilal positif oleh para ahli ahli hukum, sebagai suatu keinginan bersama menuju tegaknya keadilan bagi warga negar&. Kehadirannya menjadi lebih lengkap pada tahun in~ karena sejak sant Inl UU PTUN mulai bekelja. Dalam rangka itulah perlu diketahui lebih hanyak masalah-masalah yang berkaitan dengan PTUN terse but. Tulisan berikut berbicara tentang Perjanjian Kebijakan, yakni perbuatan hukum yang menjadikan kebijakan publik selaku obyek peljanjian. Dan ini cukup menarik karena kebijakan yang dipeljanjikan adalah kebijakan TUN sehingga terkait pula badan atau pejabat TUN didalamnya. Masalah Ini termasuk hal barn dan aktual dalam kaj ian Hukum Administrasi di negeli kita, namun telah acapkaU dijadikan obyek gugatan di Nederland. Pendahuluan Memperjanjikan kebijakan tata usaba negara da""t memungkinkan kewenangan publik nienjadi pokok sengketa ( objectum . litis, voorwerp in geschil) yang tunduk pada kewenangan mengadili dari bakim-bakim perdata. Hingga pennulaan tabun dua puluban, bakim·bakim perdata banya berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perbuatan tata usaha .riegara yang sifalnya "uiver prlvaatrechtelijke beheersdaden dan sama sekali ·Iidak berwenang mengadili perbuatan-perbuatan tata usaba negara yang beroifal overbeids-daden (R.Kranenburg. 1946: 193). Hakim-bakim perdata banya berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perbuatan tata usaba negara. yang · tedetak di sebatas malerial spbere hukum keperdataan, seperti balnya perbuatan sewa menyewa,jual beli namun beberapa putusan pengadilan di Belanda tidak dapal menerima gugat') Disampaik.. pada Seminar Sehari Meoy_but Kebadinm P....diJ.. Tato Usaha Negara, taoggal 4 Maret 1991, cliseleoggarakaa .leb Fakultu HuJaom ·Uoiversilas Hasanuddin, UjuoK PaodaolJ,
.
Juni 1991
266
Hulwm dan Pembangunan
an-gngatan yang diajukan berkenaan perbuatan tata usaha negara yang berpaut dengan publiekrechtelijk daden ( libat misalnya putusan H.R tertanggal 21 April 1898 yang terkinal ' dengan nama Rhedense Koe Arrest yang tidak menerima permohonan kasasi dari 'seorang petani pemilik sapi-sapi yang ditembak mati oleh polisi kotapraja' Rheden dengan pertimbangan bahwa bal tersebut dilakukan dalam rangka penyelenggataan ketertiban umum di wilayah kotapraja dan karenanya "a1- of niet recbtmatigbeid van's burgemeesters daad uitsluitend aan bet publiek recbt .kaJi worden getoetst en niet kan worden beoordeeld naar de bepalingen van ,bet burgerlijk recbt, als regelende de recbten en verplicbtingen van 'bijzondere personen" , dan tidak kurang pentingnya, putusan Rechtbank di Rotterdam, bertanggal 24 April 1898 dan HoC di Den Haag, bertanggal 19 Maret 1900 dalam kasus pembenturan paalwater yang mengakibatkan rusaknya sebuah kapal di pelabuhan Rotterdam, putusan Recbtbank di Groningen, bertanggal 22 Mei 1903 yang tidak menerima gugatan dari seorang petani pemilik sapi-sapi yang mati keracunan karena menjilati sisa-sisa cat pad. kaleng-kaleng yang tidak sempat dibenabi oleb pekerja-pekerja kotapraja Groningen yang baru saja mengecat sebuah jembatan dengan pertimbangan hal tersebut diakibatkan dalam rangka pemugaran yang peruntukannya dibuka bagi umum. Kewenangan mengadili perbuatan tata usaha negara yang bersiCat publiekrecbtelijk daden baru dicapai pada tahun 1924, tepatnya pada punisan H.R bertanggal 20 November 1924 yang terkenal dengan nama Ostermann Arrest, yang mempertimbangkau bahwa perbuatan tata usaha negara dapat dipandang sebagai onrecbtmatige daad dalam hal pengabaian peraturan perundang-undangan, baik dibidang hukum perdata maupun dibidang bukum publik ("die een wettelijk voorscbrift overtreedt, eene onrecbtmatige daad pleeg!, onverscbillig of dat voorscbrifl een privaatrecbtelijk dan wei een publiekrecbtelijk karakter draagt"). Putusan H.R, bertanggal 20 November 1924 dimaksud dengan sendirinya memberi isyarat hukum bahwa hakim-hakim perdata tidak saja dapat memeriksa, mengadili dan memutus overheids-daden dalam kaitan' perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad) tetapi juga berwenang mengadili perkara-perkara pencederaan janji ( wanprestatie) yang timbul dari perjanjian antara badan atau pejabat tata usaba negara dengan seorang warga atau badan hukum perdata yang memperjanjikan sesuatu kebijakan tata usaba negara, yang lazim dikenal dengan nama beleidsovereenkomsl Merupakan kenyataan bahwa kurikulum Cakultas hukum di negara kita agak lambat mengikuti perkembangan hukum dari perbuatan keperdataan dari badan atau pejabat tata usaba negara yang tidak diajarkan pada mata kuliab hukum administrasi tetapi senantiasa menjadi telaah leerstoel pada jurusan hukum perdata karena dipandang "tidak termasuk dalam lapangan i1mu bukum administrasi negara"(E.UtreChl, 1964: 82). Nyaris tidak disadari bahwa perbuatan hukum keperdataan dari badan atau pejabat tata usaha negara telah
Kebijalwn
267
menjadi sarana hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini. Pengertian dan Penggunaannya Perjanjian Kebijakan atau beleidsovereenkomst pada hakekatnya merupakan perbuatn hukum yang menjadikan kebijakan publik selaku atau objek perjanjian. OIeh karena kebijakan yang diperjanjikan adalah kebijakan tata usaha negara ( overheidsbeleid ) maka salah satu pihak yang mengadakan perjanjian itu tidak lain dari badan atau pejabat tata usaha negara yang sceara administratiefrechtelijk memiliki kewenangan untuk menggunakan kebijakan publik yang diperjanjikan itu. DA. Lubacb (1982: 14) merumuskan bahwa perjanjian kebijakan ( atau beleidsovereenkomst) adalah : "een overeenkomst die door de overbeid wordt gehanteerd ter directe behartiging van haar specirIeke overheidstaak, betrelTende de hantering van haar privaatrechtelijke en/of publiekrechtelijke bevoegdbeden, gesloteD tUsseD overheid en particulier en/of overbedeD oDderiing" . Rumusan DA. Lubacb dimabud bermakn. luas karena meliputi pula aspek privaatrecbtelijke bevoegdheden dari badan atau pejabat tata usaba negara dan sesunggubnya pada tiap perbuatan perjanjian yang diadakan oleb badan atau pejabat tata usaha negara tidaldab mungkin melepaskan diri karakteristik hubungan hukum keperdataan, sekalipun pada projectontwikkelings,overeenkomst yang hampir selurubnya dimonopoli oleh badan atau pejabat tata usaha negara ( bandingkan dengan hasil telaab P. 'de Hoan et ai, 1986, deel 2, 80-85). DA. Lubacb dlam kajian disertasinya yang berjudul beleidsovereenkomst (1982: 10) memahami pengertian beleid (kebijakan) - selaku obyek perjanjian pada rumus,m yang lebib luas dan lebib netral dari makna beleid menurut Hoogerwerf yang lazim dikutip dikalangan pengamat ilmu administrasi dan hukum administrasi di Belanda ("het streven naar en bet bereiken van bepaalde doeleinden met bepaaldee middelen in een bepaald tijdsvolgorde") dan menyimpulkan bahwa jika demikian halnya mab beleid tidak lain dari een bepaald soort antwoord op een bepaald probleern, dengan merujuk pada pengertian beleid yang juga dianut oleb Resenthal, van Schendelen, dan Scholten, yang memahami beleid selaku een complex van 'beslisslngeD en biermee samenhangende handellngen (of Diet handellngeD) van een actor ten aanzien van een probleem of een doelgroep. Jik. rumusan beleid dimabud dikaitkan dengan bestuurshandelingen (perbuatan-perbuatan tata usaha negara) maka beleid atau kebijakan tersebut barus dilihat dari lingkup perbuatan publik tata usaha negara yang dimungklnkan dengan car. penggunaan freis ermessen (discretionary power) artinya badan atau pejabat tata usaha negara hanya dapat memperjanjikan kebijakan atau beleid yang dimilikinya dengan pihak lain manakal. kebijakan atau beleid dimabud selain merupakan kewenangannya juga penggunaan d~ripadanya dimungkinkan atas dasar freis ermessen atau discretionary power. Pada umumnya, seseorang melihat
Juni1991
268
Hulcum dan Pembangunan
keberadaan suatu pelJallJ,an kebijakan (beleidsovereenkomst) banya dari sisi kebijakan selaku obyek perjanjian, seperti balnya perjanjian kebijakan, pada bakekatnYI telab merupakan salab satu sarana bukum Ourisdicbe instrumentarium) yang digunakan oleb para badan atau pejabat tata usaba negara dalam bal penyelenggaraan pemerintaban dewasa ini, sama balnya dengan sanna-sarana bukum pemerintaban lainnya, · yakni a.l. ketetapan (bescbikking), peraturan perundang-undangan (algemeine verbindende voorscbriffen ), peraturan kebijakan atau beleidregels dan ·perbuatan-perbuatan materil tata usaba negara (feiteHjke bandelingen). D.A. Lubacb (1982: 12) mengemukakan contob babwa pembelian mobil-mobil merk Volvo guna kebutuban polisi kerajaan (rijkspolitie) merupakan perwujudan teori kebijakan tata usaba negara. Keputusan untuk membeli mobil-mobil merk Volvo itu (dan bukannya mendatangkan mobil-mobil merk Lada dari Uni Soviet yang lebib murab ) barus dilibat dalam kaitan pengambilan kebijakan tata usaba negara, demikian pun dengan keputusan kotapraja untuk membeli kendaraan-kendaraan tempur buatan Daf/RSV ketimbang buatan Amerika yang jaub lebib murab. Persyaratan yang diajukan oleb pibak developer pembangun suatu plaza akbar terbadap badan tata usaba negara agar tidak mengubab perencanaan kota (city planning) dalam jangka waklli · tertentu niscaya tidak bakal diperjanjikan oleb badan tata usaba negara manakala peruntukkan kawasan pUsat pertokoan lidak menjadi bagian dari kebijakan perencanaan kota di wilayab kotapraja yang bersangkutan. Dalam pada itu, perikatan yang timbul dari perjanjian kebijakan juga berfungsi selaku upaya perlindungan bukum (recbtbescberming) bagi seseorang warga atau badan bukum perdata yang mengikalkan diri pada perjanjian dimaksud. Suatu badan bukum keperdataan yang bakal menginvestir modalnya dalam jumlab sekian milyar rupiab bila membangun pusat pertokoan niscaya tidak akan mendapalkan jaminan kepastian (zekerbeid) manakala pemerintab kotapraja setiap saat mengubab-ubab pola perencanaan kotanya. Lazim terjadi, babwa setiap penggantian pejabat akan segera disusul dengan penggantian kebijakan, yang tentu saja mengakibatkan kerugian fatal bagi pibak lain yang terlanjur melibalkan diri secara ekonomis pada kebijakan lama. Konon, pusat pertokoan Hong Cbatarijn tidak bakal dibangun diatas bangunan raksasa Central Satation (CS) Utrecht manakala developemya · tidak terlebib dabulu memperjanjikan dengan pibak kotapraja Utrecbt babwa kotapraja tidak akan mengubab-ubab tatananperencanaan kotanya untuk selama jangka waktu tertentu di kawasan sekitar wilayab stasiun Utrecbt itu. Terlibat disini adanya manfnal gonda yang berperan sceara samengaan dari perjanjian kebijakan dimaksud, yakni selaku perwujudan beleidsinstrument bagi pibak tata usaba negara dan sementara itu, perjanjian kebijakan berlaku pula selaku rechtbescherming bagi pibak warga.
Kebijakiln
269
Ungkup Batasan Seperti balnya dengan perjanjian pada umumnya maka bagi perjanjian kebijakan juga diberlakukan kaidah hukum perjanjian yang berlaku bagi perjanjian biasa. Ketentuan pasal 1338 KUH Perdata yang menetapkan bahwa semna perjanjian yang dibuat seara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membnatnya kiranya berlaku pula bagi badan atau pejabat tata usaha negara yang mengikatkan diri pada perjanjian kebijakan itu. Pihak badan atau pejabat tata usaha negara yang mengikatkan diri kedalam perjanjian kebijakan mengedepankan diri selaku openbare Iichamen rechtspersonen dan bukannya bertindak selaku overbeld sekali pun yang diperjanjikan adalah kebijakan yang merupakan bagian dari overheidsdaden. FAM. Stroink et al (1985: 28) berkata : "Wanneer openbare lichmen-echlspersonen aan het privaatrechterlijk rechtsverkeer deelnemen doen zij dat niet als overheid, als gezagsorganisatie, maar nemen zij rechteos op gelijke voet met de burger deel aan het privaatrechtelijke rechlsverkeer, in principe op de zelfde wijze onderworpen aan de rechlsmacht van de gewone rechler als de burger". Hukum tidak memberikan kedudukan privilege pada pihak badan atau pejabat tata usaha negara yang mengikatkan diri pada perjanjian kebijakan. D.A. Lubach (1982: 12) menegaskan bahwa : "Op het. eerste gezicht Iijkt de overheid als potlodenkoper zich in niels onderscheiden van ieden ander die potlodenkoopt". Syarat keabsahan suatu perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata juga berlaku bagi perjanjian kebijakan, artinya suatu perjanjian kebijakan dapat batal manakala salah satu syarat dari padanya tidak dipenuhi. Disini perlu dikaji sejauh mana lingkup batasan yang dapat diberikan bagi keberadaan dan kelangsungan perjanjian kebijakan dalam lalu Iintas hukum perjanjian di negeri ini. Asas umum yang mengatakan bahwi seseorang hanya dapat memperjanjikan pada apa yang memang merupakan haknya niscaya berlaku pula bagi badan atau pejabat tata usaha negara yang memperjanjikan kebiJakan dalam perjanjian kebijakan itu. Badan atau pejabat tata usah. negara tidak dapat memperjanjikan kebijakan yang tidak melekat pada kewenangan publiknya Badan atau pejabat tata usaba negara tidak dapat memperjanjikan kebijakan yang melekat pada kewenangan yang diperolehnya seeara mandat dari suatu badan atau pejabat tata usaha negara lain yang memberikan mandat kepadanya. Oleh . kareno kebijokan yang diperjanjikan adalah tidak lain dari kebijakan yang dimUllgkinkan atas dasar penggunaan freies ermessen (discretionary power) maka hakekat dari suatu perjanjian kebijakan adalah tidak lain upaya pembatasan (restriksi) dari freies ermessen atau discretionary power dimaksud. Dapat disimpulkan bahwa yang diperjanjikan dalam perjanjian kebijakan adalah tidak lain dari freies ermessen (discretionary power) yang selama ini dapat seeara bebas dipergunakan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. .
Juni 1991
270
HuJaun dan Pembangunan
Dalam pada itu, badan atau pejabat tala usaba negara tidak dapat mempeljanjikan kebijakan yang tidak diperkenantan oleb peraturan peruodang-uodangan (algemelne vemlndeode voorsehrlft)_ Hal tersebut merupakao pengabaian (juga dalam makna tegensteld) terbadap persyaratan geoorloofde oonaak bagi absabnya suatu peJjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdala. Badan alau pejabat tala usaba Degan tidak dapat mempeljanjikan dengan pibak lain untuk menjual sejumlab rumab oegeri tanpa perlu mendapatkan persetujuao dan ijin dati badan alau pejabat Iala usaba negan lain yang disyaratkan didalam peraturan dlsamya yang berkenaan dengan penjualan!pemindab-tanganan rumab-rumab negeri. A.D. Belinfante (1983 : 157-158) menegaskan babwa barus dijaga agar tata usab. negan tidak membuat sesuatu peJjanjian guna mencapai tujuan yang dilarang oleb kaidab bukum publik. Pada umumnya, yang dipeljanjikan pado suatu peljanjian kebijakan adalab berkenaan dengan kebijakan perencanaan perkotaan dan dalam bal tertentu berpaut pula dengan kebijakan pemberian perijinan (utamany. ijin-ijin dalam nngka ordonansi gangguan) mengingat penggunaan freies ermessen (discretionary power) cukup banyak berpeJuang pada lapangan-Iapangan ajaran tersthut Aksl Utigasl Berke0880 Peljal\iiao Kebijakao Pencederaan janji (wanprestasi) terbadap peljanjian kebijakan dapat mengakibatkan digugatnya salab satu pibak di badapan Hakim Perdata. Di Belanda, terkenal putusan H.R., bertanggal 4 Januari 1963 yang juga dikenal dengan nama Landsmeer/NDSM arrest, yang menunjukkan kewenangan dari BurgerHjke recbter guna menilai pelaksanaan peljanjian kebijakan yang diadakan antara firma N.D.S.M. dengan kotapraja Lindsmeer dari sudut Rechtsmatigbeid van een woonruimtevordering berkenaan dengan kebijakan Kotapraja yang dipeljanjikan dalam bal rumab-rumab (woniugen). Sepintas Jain memang kasus pencederaan janji dari suatu peljanjian kebijakan banya merupakan Immpetensi belaka dari Hakim Perdata tetapi dalam hal pencederaan janji dimaksud dilakukan dalam wujud perbuatan ketetapan (Bescbikkingshandellng) maka dapat mengundang munculnya suatu Juridische vraagstuk yang mempersoalkan apakab ketetapan (keputusan) tala usaha negara dimaksud dapat dibaw. ke badapan Hakim-hakim dalam liugkungan Peradilan Tata Usaba Negara mengiugat ketetapan (keputusan) itu memuat bal yang berpaut dengan Overheidsdaden. Apakab suatu ketetapan tata usaha negara yang dipandaug bertentaugan dengan peljanjian kebijakan (= yang merupakan undang-undang bagi para pibak yaug membuatnya) dapat pula dipandang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku menurut pasal 53 ayat (2) buruf a' dari Undang-Undang No.5 tabun 1986 ? Hal tersebut, keJak masib harus dicari jawabannya pada penggalian bukum melalui Judge made law di negeri ini dan tidak cukuplab kiranya jib banya menjadi ajang diskusi
271
Kebijalwn
perdebatan yang onteinde di kalangan akademisi huknm. Semoga ungkapan een jurist is iemand die weet aIle. bebalve zijn zaak tidak terlalu berlaku di negeri ini.
Kepustakaan Belinfante, AD., 1983, Pokok-Pokok Hukum Tala Usaba Negara (terj.), Binacipta: Bandung. de Haan et aI, 1986, Bestuursrecht in De Sociale Recbtsstaat, deel 2, KIuwer: Deventer.
Konijnenbelt, Willem, 1988, Hoofdlijnen van AdministratiefRecbt, Lemma B.V: Culemborg. Kranenburg, R., 1946, Studien over Recht en Staat, De Erven F.BohoNV, Haarlem. Lubach, DA, 1982, Beleidsovereenkomst, K1uwer : Deventer. Stroink, F A.M. et aI, 1985, lnleiding in Het Staatsen AdministratiefRecbt, Samson H.D. Tjeenk Willink: Alphen aan den Rijn. Utrecht, E., 1964, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia:, Ichtiar : Djakarta. van Wijk, H.D et aI, HooCdstukken van AdministratieC Recht, Vuga : 's Gravenbage.
•••••••••••••••••••
Truth is not only violated by falsehood ; it may outraged by silence. Kebenaran hdak hanya diperkosa oleh kepa/suan tetapi juga oleh sikap berdiam diri . (Henri Frederic Arniel)
Junil991