Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Unluk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
REORIENTASI DAN PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM AKSELERASI INOVASI SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PEDESAAN ROOSGANDA ELIZABETH PusatAnalisis Sosial Ekonomi dan KebUakan Jalan A . Yani No. 70 . Bogor 16161 roosimanru(d vahoo .coni ABSTRAK Pelaksanaan sistem pembangunan pertanian dan pedesaan berdampak serius terhadap kehidupan petani dan seharusnya dapat mengkaji kearifan lokal dan mempertimbangkan potensi alamiah dan pengetahuan lokal petani . Paradigma modernisasi yang mengutamakan prinsip efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian menyebabkan terjadinya berbagai perubahan struktur sosial masyarakat petani di pedesaan . Tujuannya agar dapat beradaptasi, berperan dan berkelanjutan tanpa harus kehilangan norma, nilai dan jiwa indigenous knowledge (kearifan lokal) masyarakat lokal . Tulisan ini untuk mengemukakan perspektif sosiologis manfaat dan peran kearifan lokal dalam akselerasi inovasi dan pelaksanaan pembangunan pertanian, salah satunya adalah strategi integrasi tanaman temak untuk mendukung ketahanan pangan di pedesaan . Pada kenyataannya, sistem integrasi tanaman (usahatani) dan ternak merupakan dua fenomena yang kontradiktif. Di satu sisi, meningkatnya tuntutan akan ketersediaan pangan mendorong aksi intensifikasi dan eksploitatif terhadap pengusahaan lahan . Hal tersebut mengisyaratkan penting dan strategisnya kebijakan pembangunan pertanian berbasis ekosistem yang berkelanjutan dan berwawasan kearifan lokal . Menggali dan mempertimbangkan kearifan lokal dalam setiap pelaksanaan program pembangunan pertanian bukanlah sebagai suatu langkah mundur . Dengan menyikapinya secara berpihak merupakan upaya bijak untuk menggali nilai budaya lokal yang berintegrasi moral yang tinggi, cerdas, tanggap dan berwawasan ke depan dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan sekitamya . Kata kunci : Reorientasi, peran, kearifan lokal, akselerasi inovasi, ketahanan pangan PENDAHULUAN termasuk yang terkait dengan aspek ketahanan pangan . Memperoleh pangan yang baik dan cukup merupakan bagian dari hak azasi hidup manusia Paradigma pembangunan pertanian di era yang penting (Universal declaration of human globalisasi yang mengutamakan modernisasi dan right) . Ketahanan pangan merupakan kondisi prinsip efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan pemenuhan pangan bagi suatu suatu rumahtangga, pertanian menyebabkan terjadi-nya berbagai yang mengindikasikan kecu-kupan pangan yang perubahan struktur masyarakat di pedesaan, baik baik, aman, merata dalam kuantitas dan kualitas, struktur sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya . serta yang terpenting adalah terjangkau oleh Sentralitas dan sifat top down mekanisme masyarakat luas (BBKP, 2003), Kondisi kecukupan pembangunan yang terwujud dalam aplikasi pangan tersebut dapat tersedia bilamana pendapatan teknologi berisi input eksternal menuntut modal suatu rumahtangga mampu memenuhinya . tinggi dalam memperbaiki proses produksi dan Ketahanan pangan merupakan tolok ukur produk-tivitas . Kondisi tersebut seringkali hanya berhasil tidaknya pelaksanaan pembangunan, mampu diadopsi dan dinikmati minoritas petani, sehingga dalam kerangka pembangunan nasional yaitu dari golongan yang mampu (setidaknya yang menempatkan kebijakan peningkatan ketahanan berlahan luas) . pangan pada posisi utama dan strategis . Peran Kegagalan pengembangan perekonomian di strategis ketahanan pangan sedikitnya mencakup perdesaan mencerminkan kerapuhan pelaksatiga aspek, yaitu : 1) akses terhadap pangan dan gizi naan mekanisme pembangunan di pedesaan,
149
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
yang cukup merupakan hak yang paling asasi bagi manusia ; 2) pangan berperan penting dan, utama terbentuknya SDM yang berkualitas ; sehingga 3) ketahanan pangan merupakan salah satu pilar utama dalam menopang ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional yang berkelanjutan (BBKP, 2003) . Dengan demikian, masalah kemandirian, keamanan dan ketahanan pangan tidaklah sesederhana yang diperkirakan, sehingga diperlukan penanganan yang serius . Upaya pengembangan usaha ternak, meliputi pengaplikasian berbagai paket teknologi, termasuk akselerasi penerapan sistem integrasi tanaman ternak, memiliki dampak luas dalam proses pengadopsiannya . Dampak luas tersebut terutama menjadi longgarnya ikatan nilai dan norma lokal . Hal ini terjadi karena pelaksanaannya yang mengabaikan orientasi sosial dan bersifat komunal sebagai akibat lebih mengedepankan efisiensi ekonomi . Sementara itu, pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge), berada dan berkembang di berbagai aktivitas kehidupan petani, dimana kehadirannya merupakan refleksi norma dan nilai kearifan lokal . Peran indigenous knowledge merupakan konstruksi sosial yang diterima dan disepakati sebagai bentuk penyesuaian masyarakat dengan lingkungan material dan non-material . Namun, penerapan dan pelestariannya semakin terhambat karena kian longgarnya ikatan nilai dan norma lokal yang ada . Tulisan ini bertujuan untuk mengemukakan manfaat reorientasi dan peran indigenous knowledge (kearifan lokal) dalam akselerasi inovasi sistem integrasi tanaman ternak alam rangka mendukung ketahanan pangan, setidaknya di pedesaan . Dari tulisan diharapkan dapat menjadi input baik bagi pengambil kebijakan pembangunan, maupun kajian teknis dan ekonomis yang terkait lainnya. KONSEPTUALISASI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Secara historis, sistem integrasi tanamantenak sebenarnya telah sejak lama mengakar dan membudaya dalam pola usahatani rakyat petani. Komponen ternak secara tradisional selalu terdapat dalam sistem usahatani, dimana perpaduan keduanya mencerminkan sistem keragaman biologi
1 50
yang harmonis . Perpaduan tersebut menghasilkan total produktivitas lahan yang dapat ditingkatkan, temak sebagai tenaga kerja pengolahan lahan, dan konservasi (siklus daur ulang) SDA dapat dipertahankan (kotoran temak menjadi pupuk) . Secara konvensional, ternak berperan sebagai tabungan dan penunjang kebutuhan modal usahatani serta kebutuhan sosial ekonomi rumahtangga petani lainnya. Namun, seiring makin rendahnya produksi dan produktivitas lahan akibat over aplikasi input hasil introduksi sistem intensifikasi dan makin terbatasnya lahan dampak dari : demografi, peningkatan nilai ekonomi tanah yang menyebabkan pesatnya konversi lahan ke penggunaan non pertanian, makin rendahnya pendapatan dari usahatani, berkembangnya iklim modernisasi dan konsumerisme hingga ke pedesaan, mengakibatkan semakin rendahnya keuntungan dari usahatani (bahkan cenderung merugi) . Konsekuensinya adalah pendapatan petani sukar ditingkatkan hanya dari hasil tanaman. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, dengan menggalakkan kembali pemakaian pupuk organik (termasuk pukan) dan meng-intensifkan integrasi ternak dalam sistem usahatani sebagai akselerasi inovasi teknologi pembangunan pertanian . Integrasi limbah tanaman sebagai pakan dan akan dikeluarkan sebagai kotoran/limbah ternak (pupuk kandang) yang dapat meningkatkan keberlan-jutan sistem usahatani. Tercermin juga adanya : solusi mengatasi masalah ketersediaan pakan (dengan memanfaatkan limbah tanaman), efisiensi ekonomi (dengan penghematan biaya pembelian pupuk anorganik), dan efektifitas tenaga kerja (tidak merumput, pakan dari limbah tanaman) dengan mengalihkannya ke skala pemeliharaan ternak . Ternak bukan hanya sebagai tabungan, tetapi juga merupakan sumber pertumbuhan ekonomi potensial melalui beragam produk (susu, daging, telur, pukan, maupun tenaga kerja) dan produk lanjutannya (produk olahan) . Keterkaitan antara tanaman dan temak yang terintegrasi dan terpadu diharapkan dapat memperkuat strategi ketahanan pangan, setidaknya di tingkat lokal . Dengan hubungan sinergis antara keduanya, seperti halnya pada sistem usahatani maka dari usaha ternak juga diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan . Keterkaitan yang kuat antara tanaman-ternak tersebut diharapkan dapat memperbaiki ketersediaan pangan, terlebih
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVI1 Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
kualitasnya . Dengan demikian, terindikasi beberapa fungsi pokok yang hendak dicapai oleh sistem integrasi tanaman-ternak dalam mendukung paradigma pembangunan pertanian berkelan jutan, seperti : 1) memperbaiki tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani, serta mendorong pertumbuhan ekonomi ; 2) memperkuat ketahanan pangan tingkat lokal ; 3) memelihara kesinambungan lingkungan yang berkelanjutan. RELASI ANTARA SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK DAN KETAHANAN PANGAN Daya beli masyarakat yang memadai dan ketersediaan pangan yang terjamin secara kuantitas, kualitas, harga yang stabil dan terjangkau, akan mempengaruhi kondisi dan stabilitas ketahanan pangan serta stabilitas dan keamanan nasional . Sistem integrasi tanaman-ternak (SITT) merupakan salah satu pendekatan yang diyakini mampu memperkuat ketahanan pangan, khususnya di tingkat lokal . Pemakaian pupuk organik yang berasal dari SITT terbukti mampu memberi hasil produksi yang lebih baik. Petani yang melaksanakan sistem tersebut memperoleh berbagai manfaat serta keuntungan tambahan yang signifikan . Selain dari tanaman, ketahanan pangan di tingkat lokal meningkat yang disebabkan meningkatnya ketersediaan pangan hewani dan daya bell masyarakat . Meningkatnya daya beli masyarakat dan meningkatnya ketersediaan pangan lokal dapat menunjukkan makin meratanya distribusi pangan, meningkatnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan. Semua aspek tersebut saling mempengaruhi dan bermuara pada peningkatan ketahanan pangan lokal, baik dari aspek penyediaan, kualitas, dan distribusi . Keadaan tersaebut menunjukkan peran penting sistem tersebut dalam meningkatkan ketahanan pangan lokal dan nasional . REORIENTASI DAN PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Pencapaian pemahaman petani, sebagai target program pembangunan pertanian dan pedesaan, terhadap maksud dan tujuan sistem integrasi
tanaman-ternak dapat ditempuh melalui reorientasi dan pemahaman serta mempertimbangkan peran kearifan lokal (indigenous knowledge) . Kearifan lokal adalah salah satu aspek utama pendukung tercapainya akselerasi inovasi sistem tersebut . Kearifan lokal (indigenous knowledge) merupakan sistem pengetahuan dan ketrampilan yang sarat akan nilai dan norma serta budaya setempat, yang didasarkan pada pengalaman panjang dan berlaku sebagai cerminan segala tindakan dan cara beradaptasi . Kearifan lokal juga merupakan cara sikap, cara pandang, dan cara tindak yang mengandung esensial pemikiran yang bijak, cerdas, tanggap, bemilai budaya dan berintegritas moral yang tinggi, dan berwawasan ke depan . Dengan kearifan lokal akan tercerna/tergali ruang lingkup budaya masyarakat pertanian setempat (budaya tertua), dari aspek : tanaman, temak, dan integrasinya. Secara substantif, kearifan lokal berorientasi pada : 1) keseimbangan dan harmoni manusia, alam, dan budaya; 2) kelestarian, keragaman alam dan kultur ; 3) konservasi sumberdaya alam dan warisan budaya leluhur; 4) penghematan sumberdaya yang bernilai ekonomis ; dan 5) moralitas dan spiritual (GERIYA, 2004) . Peran penting kearifan lokal dapat dipahami dari beberapa kajian yang berkaitan dengan akselerasi inovasi sistem integrasi tanaman ternak. Berbagai kearifan lokal dapat ditemukan di berbagai daerah . Di Bali misalnya, yang merupakan daerah yang sarat akan berbagai kearifan lokal dalam menyikapi, memandang, dan berperilaku terhadap setiap aktivitas dan nafas kehidupan masyarakatnya. Falsafah "Tri Hita Karana" merupakan salah satu contoh kearifan lokalnya yang paling terkenal, karena mengandung nilai universal yang sangat layak untuk diaplikasikan di era globalisasi ini . Konsep tersebut mencerminkan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan manusia guna mencapai kesejahteraan (duniawi dan surgawi) . Dari aspek sosial dan kebendaan, kearifan lokal diteladani masyarakatnya dalam prosesi persembahan, ritual pemujaan Tuhan dengan leluhur, perilaku memproteksi diversitas ekosistem, upacara, dan kepercayaan yang bertema konservasi sumber daya alam .
151
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Sementara itu, di NTB pengkajian kearifan lokal dalam sistem integrasi tanaman-ternak (PusPADI et al ., 2005) merupakan dasar pertimbangan yang bertujuan menganalisis : pola pemeliharaan ternak; potensi berbagai unsur/aspek dalam sistem tersebut ; menganalisis peran pemerintah dalam mendorong akselerasi sitem tersebut, mendukung peningkatan mutu, populasi, pengembangan sistem usahatani dan usaha ternak, sistem pemasaran, dan agribisnis ; aktualisasi potensi kearifan lokal dalam proses penggemukan, permodalan, mengatasi masalah pencurian ternak, pengandangan temak; dan memformulasikan arah perkembangan sistem tersebut di masa depan . Di wilayah Sumatera (Sumatera Barat, Sumatera Utara, Tapanuli Selatan, misalnya) kearifan lokal pada sistem integrasi tanaman-temak tercermin pada : 1) Relasi antar musim tanam dan temak, dimana adanya upaya dan kesepakatan yang memungkinkan tanaman pertanian dapat berdampingan dengan usaha ternak . Norma kearifan lokal yang terkandung adalah bagaimana mengatasi permasalahan dan perselisihan secara bijak dan arif antara pemilik usahatani dan usaha temak. Besarnya resiko yang harus ditanggung pemilik temak maupun usahatani secara perlahan akan mempengaruhi sistem pemeliharaan temak ; 2) Relasi antara ketersediaan pakan dan usaha temak, yang mencerminkan adanya kearifan lokal melalui kesepakatan akan norma yang tidak tertulis antara pemilik usahatani dan ternak sehingga sangat jarang terjadi konflik (BOER dan KASRYNO, 2005) . Dengan demikian, dari berbagai manfaat positif kearifan lokal dalam akselerasi inovasi sistem integrasi tanaman-ternak yang ditemukan pada berbagai kajian tersebut, maka reorientasi dan peran kearifan lokal sangat patut dipertimbangkan karena mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan suatu program kebijakan pembangunan . Pengadopsian paket teknologi hendaknya dilakukan secara selektif agar tidak memudarkan peran petani dan menghilangkan pengetahuan dan kearifan lokal (indigenous knowledge) yang terkadang lebih potensial dalam menjaga kelestarian lingkungan maupun kekayaan nilai-nilai lokal . Masyarakat petani selanjutnya jadi semakin tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa yang bersifat ekonomi dan individualis ; dimana ukuran
152
yang digunakan tidak lagi menyangkut kelestarian dan kebersamaan, melainkan eksploitasi dan sukses finansial semata. Artinya, masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor yang berada di luar pengendaliannya . Implikasi lain adalah terpinggirkannya bahkan memudarnya peran dan fungsi kearifan lokal bagi kaum tani yang selama ini eksis dan hidup di pedesaan akibat memudarnya sistem ekonomi moral yang sebenarnya. Dalam kondisi demikian, etika subsistensi yang berakar dalam kebiasaan ekonomi dan pertukaran sosial tidak dapat difungsikan dalam konsep kearifan lokal pada era globalisasi yang berparadigma pembangunan modemisasi . Untuk itu, paradigma pembangunan pertanian harus mempertimbangkan (reorientasi) peran kearifan lokal agar pelaksanaan program pembangunan pertanian menjadi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan petani serta pembangunan pedesaan . Oleh karenanya, reorientasi dan peran kearifan lokal dapat dielaborasi dan dialiniasi dalam akselerasi inovasi teknologi di berbagai strategi kebijakan pembangunan . Dengan strategi ini, pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan masa depan diarahkan pada basis sumberdaya pertanian dan pedesaan . KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1 . Pelaksanaan sistem pembangunan pertanian dan pedesaan berdampak serius terhadap kehidupanpetani, seharusnyadapatmengkaji kearifan lokal dan mempertimbangkan potensi alamiah serta pengetahuan lokal petani . Tujuannya agar dapat beradaptasi, berperan dan berkelanjutan tanpa harus kehilangan norma, nilai sertaj iwa indigenous knowledge (kearifan lokal) masyarakat lokal . 2 . Sistem integrasi tanaman (usahatani) dan temak merupakan dua fenomena yang kontradiktif. Di satu sisi, meningkatnya tuntutan akan ketersediaan pangan mendorong aksi intensifikasi dan eksploitatif terhadap pengusahaan lahan . Hal tersebut mengisyaratkan penting dan strategisnya kebijakan pembangunan pertanian berbasis
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
ekosistem
yang
berkelanjutan
DAFTAR PUSTAKA
serta
berwawasan kearifan lokal. 3 . Daya beli masyarakat yang memadai dan ketersediaan pangan yang terjamin baik
BBKP.
2003 . Analisis ketahanan pangan dalam globalisasi dan otonomi daerah . PSE . Bogor.
era
secarakuantitas, kualitas, maupun hargayang
BOER, M ., dan F. KASRYNO. 2005 . Pola pengandangan
stabil dan terjangkau, akan mempengaruhi
ternak dan sistem integrasi tanaman-ternak di Sumatera Barat. Balitbang Pertanian . Jakarta .
kondisi dan stabilitas ketahanan pangan serta stabilitas dan keamanan nasional . Sistem integrasi tanaman-ternak merupakan salah satu pendekatan yang diyakini mampu memperkuat ketahanan pangan, khususnya di tingkat lokal . 4 . Menggali dan mempertimbangkan kearifan lokal dalam setiap pelaksanaan program pembangunan pertanian bukanlah sebagai suatulangkahmundur .Denganmenyikapinya secara berpihak merupakan upaya bijak untuk menggali nilai budaya lokal yang
R . 1985 . Peranan kebudayaan tradisional Indonesia dalam modernisasi . Yayasan Obor Indonesia . Jakarta.
DOVE, M .
ELIZABETH, R . 2007. Fenomena sosiologis metamorphosis
petani : ke arah keberpihakan masyarakat petani di pedesaan yang terpinggirkan terkait konsep ekonomi kerakyatan. Forum Agro-Ekonomi (FAE) Vol . 26 . Juli . 2007 . PSE-KP Bogor. GERIYA, I . W. 2004 . Revitalisasi kearifan lokal Bali . Bali Post, 28 Agutus.
tinggi, cerdas,
PUSPADI, K ., Y. G . BULL, A . MUZANI, dan MASHUR . 2005 .
tanggap dan berwawasan ke depan dalam
Integrasi tanaman-ternak di Indonesia . Balitbang Pertanian . Jakarta .
berintegrasi
moral yang
memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam serta lingkungan sekitarnya .
SUDARATMAJA, IGAK ., dan A . M . FAGI . 2005 . Evolusi
pengelolaan integrasi tanaman-ternak . Balitbang Pertanian . Jakarta .
153