PERBEDAAN EFEKTIVITAS PERASAN RIMPANG KUNYIT(Curcuma Domestica Val.) SEBAGAI ALTERNATIF PENGAWET ALAMI BERDASARKAN PARAMETER ANGKA LEMPENG TOTAL PADA IKAN TERI
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH: NIKE PUTRI PERDANA NIM 08.019
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PERASAN RIMPANG KUNYIT(Curcuma Domestica Val.) SEBAGAI ALTERNATIF PENGAWET ALAMI BERDASARKAN PARAMETER ANGKA LEMPENG TOTAL PADA IKAN TERI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang Untuk memenuhi salah satu persyaratan Dalam menyelesaikan program D-III Bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH: NIKE PUTRI PERDANA NIM 08.019
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG AGUSTUS 2011
LEMBAR PERSEMBAHAN “IDEAS ARE ONLY SEEDS, TO PICK THE CROPS NEEDS PERSPIRATION. SO DON’T BECOME A LAZY PEOPLE BECAUSE WE HAVE KNOWLEDGE AND SKILLS, SO WE MUST USE IT OPTIMALLY.“
THANKS GREETING TO: Don’t forget I say thanks to Allah that give power and healthy , so I can finish my work especially in my last scientific job I say thanks to my parent that give me their support, motivation and prayer. And I say thanks to all of my lecture in Pharmacy and Food Analyst Academy that give me a guidance, motivation, and many knowledge that usefull for me.
And also I say thanks especially to all of my friend in Pharmacy and Food Analyst Academy that help me to finish this job and make me success to do my last scientific job.
ABSTRAK
Perdana, Nike Putri 2011, Perbedaan Efektivitas PerasanRimpang KunyitSebagai Alternatif Pengawet Alami Berdasarkan Parameter Angka Lempeng Total padaIkan Teri. KaryaTulisIlmiah. AkademiAnalisFarmasidanMakanan Putra Indonesia Malang, Pembimbing Erna Susanti, S.Si, Apt. Kata kunci :efektivitasperasanrimpangkunyit, pengawet, angkalempeng total. Kunyit(Curcuma domesticaVal.) merupakan jenis rimpang yang didalamnya terkandung komponen senyawa pengawet seperti atsiri 2-5%, zat warna kurkuminoid 3-4%, zingiberin, arabinosa, pati, tannin, dan mineral-mineral seperti, kalsium, natrium, dan bismuth. Peran kunyit sebagai pengawet alamipa damakanantidakterlepasdarikemampuankunyit yang memilikiaktivitasantimikroba.Penelitianinibertujuanuntukmengetahuiperbedaanak tivitasperasanrimpangkunyitsebagaialternatifpengawetalamiberdasarkan parameter ujiAngkaLempeng Total padaikanteri. Ikanteri(Stolepherus Spp.)merupakanjenisikankecil yang memilikinilaiekonomitinggi, sepertijenisikanlautlainnya. Ikanterijugamemilikikandungan protein tinggi. Lubis (1987) mengatakanikansebagaibahanpanganmempunyainilaigizi yang tinggidengankandungan mineral, vitamin, lemaktakjenuhdan protein yang tersusundalamasam-asam amino esensial yang dibutuhkanuntukpetumbuhandankecerdasanmanusia. Salah satukeistimewaanikanteridibandingkandenganikanlainnyaadalahbentuknya yang kecilsehinggamudahdanpraktisdikonsumsiolehsemuaumur. Ikanterimerupakansalahsatusumberkalsiumterbaikuntukmencegahpengeroposantul ang. Penelitianinidilakukan di LaboratoriumMikrobiologiAkademiAnalisFarmasidanMakananPutra Indonesia Malang, padabulanMaretsampaiJuli 2011.Penelitianterhadappemanfaatanrimpangkunyitdilakukandengancaramengam bilperasandaririmpangkunyittersebut. Pemanfaatan perasan rimpang kunyit dapat dibuktikan dengan menggunakan pengujian metode angka lempeng total dengan dasar pengujian pengujian melihat koloni baterisetelah sampel awetanikanteriditanam pada media Nutrient Agar dan dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 35-37 OC. Perasan rimpang kunyit dinyatakan memiliki aktivitas antibakteri apabila mampu menghambat pertumbuhan mikrrorganisme. Hal ini ditunjukkan dengan cara melihat mikroorganismetumbuhdanberkembangbiakdenganmembentukkoloni yang dapatlangsungdihitung. Perhitungan angka lempeng total adalah harus sesuai
dengan aturan SPC.Setelahperhitunganangkalempeng kemudiandilanjutkandenganpewarnaan gramuntukmengetahuijenis bakteripadasampelikanteritersebut.
total, gram
Dari hasilpenelitian,aktivitas perasanrimpang kunyit konsentrasi 15 % padapengamatan 1 x 24 jam diperoleh rata-rata angkalempeng total padaikanterisebesar 1. 10-3 CFU/g.danpadakonsentrasi 30 % sebesar 0 CFU/g. Sedangkan aktivitas perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)konsentrasi 15 % padapengamatan 2 x 24 jam diperoleh rata-rata angkalempeng total padaikanterisebesar 5. 10-3 CFU/gdanpadakonsentrasi 30 % sebesar 2.10-3 CFU/g.Dari hasilanalisis data menggunakan ANOVA ternyataadaperbedaanjumlahAngkaLempeng Total antaraikanteritanpapengawet, ikanteridenganaquadest, ikanteridengan formalin 0,037 ppm, sertaikanteridenganperasanrimpangkunyit(Curcuma domestica Val.)konsentrasi 15 % dan 30 %.Berdasarkanhasilpenelitiandisarankanadanyapengujianselanjutnyapadajenisma kananatauikan yang berbeda, agar masyarakatdapatmemanfaatkanperasanrimpangkunyitsebagaialternatifpengawetal amidanditerapkankriteriakhususkunyit yang baikuntukdigunakansebagaipengawetalamidandilakukannyastandarisasipenyiapan perasankunyit.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Perbedaan Aktivitas Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai Alternatif Pengawet Alami Berdasarkan Parameter Angka Lempeng Total pada Ikan Teri” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program Diploma III di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan selesainya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, S.Si selaku Direktur Akademi Analis
Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. 2. Ibu Erna Susanti, S.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing 3. Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, S.Si., selaku Dosen Penguji I pada ujian
proposal. 4. Ibu Fitri Eka Lestari, S.Gz., selaku Dosen Penguji II pada ujian proposal . 5. Ibu Kartini, Amd, ST ., selaku Dosen Penguji I pada ujian KTI. 6. Ibu Dyah Ratna Wulan, S.Si., selaku Dosen Penguji II pada ujian KTI.
7. Ibu Dra.Wigang Solandjari., selaku Dosen Penguji I pada UAP. 8. Ibu Inni Diah R. ST., selaku Dosen Penguji II pada UAP. 9. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Analis Farmasi dan Makanan serta semua
staff 10. Kedua orang tua yang memberikan do’a dan motivasi. 11. Teman-teman mahasiswa yang telah memberikan bantuan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK.....................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ...................................................................................................................................
iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................
vii
BAB I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................
5
1.4 Kegunaan Penelitian..............................................................................
6
1.5 Asumsi Penelitian..................................................................................
6
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.........................................
7
1.8 Defini Istilah...........................................................................................
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan tentang Kunyit.......................................................................
9
2.2 Pengawet................................................................................................
12
2.3 Proses Pengawetan Makanan.................................................................
14
2.4 Formalin..................................................................................................
20
2.5 Mekanisme Kerja Perasan Kunyit sebagai Pengawet..............................
23
2.6 Senyawa Antimikroba.............................................................................
24
2.7 Penentuan Aktivitas Perasan Kunyit sebagai Pengawet .........................
25
2.8 Syarat Uji Mutu Keamanan Ikan.............................................................
30
2.9 Kerangka Teori.......................................................................................
31
2.10 Hipotesis Penelitian.............................................................................
33
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...........................................................................
34
3.2 Populasi dan Sampel............................................................................
35
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................
35
3.4 Instrumen Penelitian ...........................................................................
36
3.5 Definisi Operasional Variabel...............................................................
37
3.6 Pengumpulan Data...............................................................................
38
3. Analisis data.........................................................................................
45
BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian.....................................................................................
46
4.2 Analisis Hasil Penelitian........................................................................
47
BAB V. PEMBAHASAN................................................................................................
49
BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan...........................................................................................
52
6.2 Saran....................................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
54
LAMPIRAN – LAMPIRAN.............................................................................................
56
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Syarat uji mutu keamanan ikan....................................................................
75
Tabel 2. Tabel F Statistik 5%......................................................................................
76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Diagram Alir Kerangka Teori..................................................................
56
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Perasan Kunyit...................................
57
Lampiran 3. Pengujian Ikan Teri berdasarkan Angka Lempeng Total........................
58
Lampiran 4. Diagram Alir Proses Pengenceran.........................................................
59
Lampiran 5. Hasil Analisis Data ANOVA....................................................................
71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman yang serba modern ini, marak sekali produsen makanan yang menambahkan zat kimia berbahaya kedalam makanan. Salah satunya adalah penggunaan bahan pengawet sintetis sebagai bahan tambahan pangan. Pengawet adalah salah satu bahan tambahan yang dimasukkan ke dalam makanan dengan tujuan
untuk
mengurangi
atau
mencegah
pertumbuhan
dan
aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri, kapang, khamir dan ragi, sehingga dapat meningkatkan daya simpan suatu produk olahan, meningkatkan cita rasa, warna, menstabilkan, memperbaiki tekstur, mencegah perubahan warna, makanan berbau busuk dan basi. Dibalik kelebihan dari penggunaan bahan pengawet , bahan pengawet juga dapat menimbulkan dampak negatif ketika digunakan dalam kadar yang berlebih. Meskipun secara perundangan telah dijelaskan tentang bahan-bahan kimia yang terlarang tetapi penyalahgunaannya tetap saja terjadi. Salah satu bahan pengawet terlarang yang dikenal dan sering dipakai oleh masyarakat terutama industri kecil pada umumnya adalah formalin. Adapun alasan penambahan formalin yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah kondisi ekonomi masyarakat diantaranya menurunnya daya beli masyarakat karena adanya tuntutan harga produk yang rendah, antisipasi kerugian dari produk, serta ketersedian bahan tersebut di pasaran.
Biasanya formalin
digunakan untuk pengawetan ikan yang dilakukan oleh pedagang ikan untuk mencegah pembusukan dan agar tidak berbau dan cepat rusak karena harganya relative murah dan mudah didapatkan. Padahal, penggunaan formalin sebagai pengawet
sangat berbahaya terutama bagi kesehatan. Dalam jangka panjang
dapat menyebabkan kanker dan penyakit kronis lainnya. Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan busuk bila tidak langsung dikonsumsi. Dalam waktu 6-7 jam sesudah ikan mati, akan mulai membusuk akibat bakteri atau autolisis. Daging ikan tersusun oleh unsur-unsur organik, yaitu oksigen (75%), hidrogen (10%), karbon (9,5%), dan nitrogen (2,5%). Unsur-unsur tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida (lemak), vitamin, enzim, dan sebagainya. Unsur-unsur organik terdapat pada daging ikan adalah kalsium, fosfor, dan sulfur. Semua unsur tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada ikan ( Hadiwiyoto, 1993). Ikan teri (Stolepherus Spp.) merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jenis ikan laut lainnya. Ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk petumbuhan dan kecerdasan manusia. Salah satu keistimewaan ikan teri dibandingkan dengan ikan lainnya adalah bentuknya yang kecil sehingga mudah dan praktis dikonsumsi oleh semua umur. Ikan teri merupakan salah satu sumber kalsium terbaik untuk mencegah pengeroposan tulang.
Adanya penyalahgunaan bahan pengawet yang dilakukan oleh sebagian masyarakat menimbulkan keresahan terhadap produk-produk makanan yang menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan serta dampak negatif lain yang cukup serius dalam kesehatan. Hal ini yang menjadi perhatian kami untuk mengangkat masalah mengenai bahan pengawet. Dan ternyata banyak cara yang lebih efektif yang tidak kalah kualitasnya dalam proses pengawetan untuk mengganti bahan pengawet yang berbahaya itu dengan menggunakan bahan yang lebih alami, dan cukup dengan cara-cara sederhana serta tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Salah satu contohnya adalah pemanfaatan perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai pengawet alami. Kunyit merupakan jenis rimpang yang mengandung atsiri 2-5%, zat warna kurkuminoid 3-4%, zingiberin, arabinosa, pati, tannin, dan mineral-mineral seperti, kalsium, natrium, dan bismuth. Dari semua senyawa yang terkandung dalam kunyit tersebut, berperan sebagai antimikroba. Dalam penelitian ini, konsentrasi perasan rimpang kunyit yang digunakan adalah 15% dan 30% karena pada penelitian sebelumnya konsetrasi kunyit 15% efektif
untuk
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
(bakteriostatik)
sedangkan konsentrasi kunyit 30% digunakan untuk mengetahui adanya daya bakterisidal
pada
konsentrasi
tersebut.
Sehingga
dalam
penelitian
ini,
menggunakan dua konsentrasi dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas perasan
rimpang
kunyit
sebagai
pengawet
alami.
Sedangkan
untuk
membandingkan daya efektivitas perasan rimpang kunyit digunakan larutan
formalin 0,037 ppm dengan dasar bahwa para produsen ikan biasanya menambahkan larutan formalin dalam produknya dengan konsentrasi ±0,05 ppm. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan konsentrasi 0,037 ppm karena mendekati konsentrasi formalin yang sering ditambahkan oleh produsen ikan. Peran kunyit sebagai pengawet alami pengganti formalin pada makanan tidak terlepas dari kemampuan kunyit yang memiliki aktivitas antimikroba. Hasilhasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen di dalam rempahrempah bersifat sebagai antimikroba, sehingga dapat mengawetkan makanan. Komponen rempah-rempah yang mempunyai aktivitas antimikroba terutama adalah bagian perasan rimpang kunyit yang mengandung minyak atsiri. Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan fungsi perasan rimpang kunyit sama dengan bahan pengawet lain (kimia) terutama penggunaannya dalam proses pengawetan ikan teri. Mekanisme
kerja
kunyit
sebagai
pengawet
adalah
menghambat
pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga senyawa tersebut dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatis. Berdasarkan latar belakang diatas, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui perbedaan aktivitas perasan rimpang kunyit sebagai alternative pengawet alami berdasarkan parameter uji Angka Lempeng Total pada ikan teri. Metode Angka Lempeng Total
ini digunakan sebagai parameter uji dengan
beberapa pertimbangan antara lain metode tersebut relative sederhana, tetapi
dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa besar efek untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah aktivitas pengawet dari perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai alternatif pengawet alami. Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut : 1.2.1
Pernyataan Penelitian 1.2.1.1 Bagaimana efektivitas pengawet dari perasan rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) konsentrasi 15 % dan konsentrasi 30 % sebagai alternative pengawet alami berdasarkan parameter jumlah Angka Lempeng Total pada ikan teri? 1.2.1.2 Apakah ada perbedaan jumlah Angka Lempeng Total antara
ikan teri tanpa pengawet, ikan teri dengan aquadest, ikan teri dengan formalin 0,037 ppm, serta ikan teri dengan perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) konsentrasi 15 % dan 30 %?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada dua yaitu tujuan khusus dan tujuan umum:
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui efektivitas pengawet dari perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai alternatif pengawet alami.
1.3.2
Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui efektivitas pengawet dari perasan rimpang
kunyit (Curcuma domestica Val.) konsentrasi 15 % dan 30 % sebagai alternatif pengawet alami dengan menggunakan parameter angka lempeng total pada ikan teri? 1.3.2.2 Untuk mengetahui perbedaan jumlah Angka Lempeng Total
antara ikan teri tanpa pengawet, ikan teri dengan aquadest, ikan teri dengan formalin 0,037 ppm, serta ikan teri dengan perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) konsentrasi 15 % dan 30 %.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1
Untuk membuktikan aktivitas pengawet dari perasan
rimpang
kunyit(Curcuma domestica Val.) dalam pengawetan ikan teri. 1.4.2
Memberikan informasi tentang pemanfaatan perasan rimpang kunyit(Curcuma domestica Val.) sebagai alternatif pengawet alami.
1.4.3
Sebagai bahan rujukan untuk karya tulis selanjutnya yang meneliti tentang aktivitas pengawetan makanan dengan menggunakan perasan rimpang kunyit(Curcuma domestica Val.)
1.5 Asumsi Penelitian 1.5.1
Adanya senyawa berkhasiat
dalam
rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val.) yang mempunyai aktivitas antimikroba. 1.5.2
Metode
angka lempeng total dapat digunakan
aktivitas antimikroba
dari perasan
untuk menguji
rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val.) sebagai pengawet alami pengganti formalin. 1.5.3
Ikan yang digunakan untuk model pengawetan makanan mengandung jumlah mikroorganisme awal yang sama karena ikan tersebut didapatkan dari sumber yang sama.
1.6 Ruang Lingkup dan keterbatasan masalah Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah efektivitas perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) sebagai pengawet alami. Keterbatasan masalah dalam penelitian ini adalah tidak dilakukannya penentuan jumlah mikroorganisme sebelum yang ada pada ikan teri yang akan diuji dan tidak diperhatikannya kriteria khusus tentang kunyit yang baik dalam pemanfaatannya sebagai alternatif pengawet alami.
1.7 Definisi Istilah 1.7.1
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk yang biasanya digunakan sebagai pengawet dan dikenal sebagai bahan pembunuh hama (disinfektan) dan banyak digunakan dalam proses pengawetan makanan.
1.7.2
Aktivitas antimikroba adalah kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dibandingkan dengan daya hambat menggunakan formalin.
1.7.3
Antimikroba adalah suatu zat yang mampu mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang meliputi, bakteri, jamur, kapang, dan khamir.
1.7.4
Angka lempeng total adalah jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam suatu produk yang diuji dinyatakan dalam satuan koloni/g.
1.7.5
Mikroorganisme adalah kelompok organisme yang berukuran kecil dan hanya dapat dilihat dibawah mikroskop misalnya bakteri, kapang, dan khamir.
1.7.6
Konsentrasi perasan kunyit 15 % adalah konsentrasi perasan kunyit dalam air sebanyak 15 % yang digunakan untuk merendam ikan teri.
1.7.7
Konsentrasi perasan kunyit 30 % adalah konsentrasi perasan kunyit dalam air sebanyak 30 % yang digunakan untuk merendam ikan teri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Kunyit 2.1.1
Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.) Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zungiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991)
2.1.2
Morfologi Kunyit Kunyit secara empiris telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
berbagai penyakit. Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya : kunir, koneng, koneng temen, temu kuning, konye Jawa); kunit, janar, henda, kunyit, cahang, dio, kalesiau (Kalimantan); kakunye, kunyet, kuning, hunik, odil, ondil, kondin, under, kunyit, kunir, jiten (Sumatera); uinida, kuni, hamu, alawahu, kolalagu, pagidon, uni, kunyi, unyik, nuyik (Sulawesi); Kunyit juga mempunyai istilah asing ” turmeric”. Kunyit tumbuh dengan baik di tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap tahun dan di tempat yang sedikit terlindung. Tetapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar diperlukan
tempat yang lebih terbuka. Rimpang kunyit berwarna kuning sampai kuning jingga. Kunyit berbau khas aromatik, rasa agak pahit, agak pedas lama kelamaan. Jika dilihat secara kepingan kunyit itu ringan, rapuh, warna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Bentuk hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang, lebar 0,5 cm sampai 3 cm, panjang 2 cm sampai 6 cm, tebal 1 mm sampai 5 mm, umummnya melengkung tidak beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat kadang-kadang jelas. Jika dilihat dari bekas patahan maka kunyit itu agak rata, berdebu, warna kuning jingga sampai coklat kemerahan. (RI,1977:49-50) 2.1.3
Kandungan kimia kunyit Kandungan zat-zat kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit adalah zat
warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri
dari
kurkumin,
dihidrokurkumin,
desmetoksikurkumin
dan
bisdesmetoksikurkumin, minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (aril-turmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen, Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tannin dan dammar, mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth (Sudarsono et.al, 1996)
2.1.4
Manfaat Dan Kegunaan Rimpang Kunyit Bagian yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah rimpang; untuk,
antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan rematik. Kurkuminoid pada kunyit berkhasiat sebagai antihepatotoksik (Kiso et al., 1983) enthelmintik, antiedemik, analgesic. Selain itu kurkumin juga dapat berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan (Masuda et al., 1993). Menurut Supriadi, kurkumin juga berkhasiat mematikan kuman dan menghilangkan rasa kembung karena dinding empedu dirangsang lebih giat untuk mengeluarkan cairan pemecah lemak. Rimpang kunyit bermanfaat dalam pengawetan makanan karena didalam rimpang kunyit terdapat berbagai jenis komponen yang memiliki kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yang digolongkan sebagai aktivitas
bakteriostatik
atau
fungistatik
(menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan sel). Selain itu, gugus hidroksil (-OH) dan gugus aldehid (-CHO)
yang
terdapat
dalam rimpang tersebut
menunjukkan
aktivitas
penghambatan pertumbuhan mikroba yang besar. Mekanisme penghambatannya dapat terjadi dengan dua cara, yaitu (1) gugus hidroksil dapat membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif enzim sehingga menyebabkan deaktivasi, (2) gugus aldehid bereaksi dengan gugus sulfinidril pada protein sel mikroorganisme sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan. Oleh karena hal tersebut diatas maka rimpang kunyit dapat dijadikan sebagai pengawet makanan. (Rukmi Putri, Dwi Widya, 2006:36-37)
2.2 Pengawet 2.2.1
Pengertian Pengawet Pengawet adalah salah satu bahan tambahan yang dimasukkan kedalam
makanan. Bahan-bahan tambahan lain termasuklah pewarna, perasa, zat pengemulsi dan zat penstabil. Jenis zat pengawet ada dua yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam makanan olahan demi menjaga kesehatan konsumen. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahan pengawet makanan adalah bahan yang ditambahkan pada makanan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pada produk makanan itu, terutama kerusakan oleh mikroorganisme. 2.2.2
Jenis-jenis bahan pengawet Berikut ini adalah sebagian contoh zat kimia yang sudah disetujui untuk
digunakan dalam bahan pangan oleh Food and Drug Administration, atau untuk digunakan dalam daging oleh Meat Inspectin Divition adalah Antibusa A, Asam benzoat, Natrium Benzoat, Butil Hidroksianisol, Butil Hidroksitoluen, Kalsium Propionat, Sikloheksilamin, Dilauril Tiodipropionat, Tokoferol, Sakarin, Natrium atau Kalsium Siklamat dan sebagainya. Sedangkan zat kimia yang tidak memuaskan penggunaannya karena meninggalkan sisa dalam bahan pangan (emulsi) seperti Aseto-olein (pelapis pada pan roti), Senyawa alil (pemberi cita rasa), Asam perasetat (zat pengawet), Etil
galat (anti oksidan), dan lain-lain. Di samping itu terdapat juga bahan kimia yang tidak dianjurkan pemakaiannya karena tidak memiliki nilai fungsional bahkan memberi efek negatif antara lain Borat (asam borat atau boraks), Kroma kunung, Tembaga, Senyawa fluor, Formaldehide (Formalin), Asam monoklor asetat, salisilat, Natrium nitrit dan sulfite. (Norman, 1998:371). 2.3 Proses Pengawetan Makanan 2.3.1
Macam-macam Proses Pengawetan Proses pengawetan makanan dilakukan dengan berbagai cara seperti
pengeringan, pembekuan, pengalengan, penyinaran dengan menggunakan sinar UV, penggunaan bahan kimia dan lain-lain’. 2.3.1.1 Pendinginan Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh
bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah. 2.3.1.2 Pengeringan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di
berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan. 2.3.1.3 Pengalengan Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.
2.3.1.4 Penggunaan bahan kimia Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman. Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm. 2.3.1.5 Pemanasan Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan
kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C. 2.3.1.6 Teknik fermentasi Fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntahmuntah, diare, atau muntaber. 2.3.1.7 Teknik Iradiasi Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut
Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan. Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel α,βdan gelombang elektromagnetik γ Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan. (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980). 2.3.2. Tujuan pengawetan Penggunaan bahan kimia yang sering dilakukan oleh masyarakat dapat dibenarkan bila bahan tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan. 2. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan. 3. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah kepada penipuan. 4. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan. 2.3.3. Prinsip pengawetan 1. Mencegah atau memperlambat kerusakan microbial. 2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan
pangan. 3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama.
Adapun cara mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis). b. mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi c. menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia. d. membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi. (Admin,2008) 2.4. Formalin 2.4.1 Pengertian Formalin Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan 40%. Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5 g. Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung metanol 10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulkan pedih pada mata. Senyawa ini termasuk dalam golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (CH2O). (S.Cahyo, H.Diana, 2006: 62)
2.4.2 Sifat Fisika dan Kimia Formaldehid ( HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 20˚C (Ditjen POM, 1979). 2.4.3 Penggunaan Formalin Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat kecil ( < 1 persen ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
2.4.4 Bahaya Umum Formalin Adapun bahaya formalin bagi kesehatan manusia dapat bersifat. 1. Akut: efek pada kesehatan manusia langsung terlihat: sepert iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing 2. Kronik: efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang: iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia
diduga
bersifat
karsinogen
(menyebabkan
kanker).
Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh. 2.4.5 Bahaya Penggunaan Formalin Pada Makanan Formalin bukan merupakan zat pengawet untuk makanan tetapi disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Badan POM setempat. Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan
kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).
2.5. Mekanisme kerja perasan kunyit sebagai pengawet alami pengganti formalin. Minyak atsiri aktif sebagai antibakteri karena senyawa kimia tersebut mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil (-C-). Selain itu, senyawa kimia lain seperti fenol atau alkohol yang ada pada rimpang tersebut juga berperan penting dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa yang terdiri dari gugus OH yang dihubungkan secara langsung dengan cincin aromatis tersebut berbentuk padat dan terlarut dalam air. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O- yang dapat dilarutkan dalam air.Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya (Anonim, 2006).
Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan bakteri dikarenakan turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah akan membentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran akan mengalami lisis (Luthana, 2009). Seperti senyawa antimikroba lainnya, mekanisme kerja fenol adalah menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga senyawa tersebut dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatis, bergantung dosis yang digunakan. Menurut Corn dan Stumpf (1976) dalam Pudjiarti (2000) menyatakan bahwa fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam lemah sehingga disebut juga asam karbolat. Sebagai asam lemah senyawa-senyawa fenolik juga dapat terionisasi melepaskan ion Hˉ dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan negatif. Kondisi yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri garam positif yang secara alami juga bermuatan negatif. Kondisi yang asam pada senyawa tersebut menyebabkan fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan bakteri. Oleh karena hal tersebut diatas, rimpang kunyit dapat digunakan sebagai pengawet alami yang memiliki daya antimikroba.
2.6. Senyawa Antimikroba Antibakteri adalah suatu komponen kimia yang berkemampuan dalam menghambat pertumbuhan atau berkemampuan dalam mematikan bakteri. (Volk dan Wheeler, 1993:218) Bahan antibakteri adalah bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme pertumbuhan.( Pelczar dan chan, 1998:450) Senyawa antibakteri digunakan sebagai usaha pengendalian terhadap bakteri yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat, membasmi arau menyingkirkan mikroorganisme. Alasan utama dilakukan pengendalian yaitu mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme Senyawa antibakteri dapat bersifat bakteriostatik dan bakterisida. Bakteriostatik bertindak dengan menghambat pertumbuhan, tidak harus mematikan mikroorganisme sedangkan bakterisida bertindak mematikan bakteri, hanya bakterisida yang efektif mematikan endospora. Kelompok zat kimia yang
dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri antara lain persenyawaan alkohol, unsur halogen, alkali (basa) dan asam. (Volk dan Wheeler,1993:221).
2.7. Penentuan aktivitas perasan rimpang kunyit sebagai pengawet 2.7.1 Metode Pengujian Angka Lempeng Total 2.7.1.1 Tinjauan Angka Lempeng Total Angka lempeng total adalah jumlah mesofil dalam 1 ml atau 1 gram sampel makanan yang akan diperiksa. Angka lempeng total pada suatu produk
pangan dapat mencerminkan teknik penanganan, tingkat dekomposisi, kesegaran, dan kualitas sanitasi pangan. Disamping itu, dapat digunakan untuk evaluasi kualitas sanitasi bahan pangan secara praktis tidak mendorong tumbuhnya mikrobia. Sesuai dengan batasan diatas, maka angka lempeng total berlaku untuk semua bahan pangan padat maupun cair termasuk minuman dan air minum dengan dasar pengujian pengujian melihat koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel makanan ditanam pada media yang sesuai dan dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 35-37
O
C, maka mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan
berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. (W.Djoko, 1988:54) 2.7.1.2 Cara penentuan Angka Lempeng Total Penentuan Angka Lempeng Total dapat dilakukan dengan dua cara. 1. Pertama, metoda cawan agar tuang/pour plate yaitu dengan menanamkan
contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. 2. Kedua, metode cawan agar sebar/spread plate yaitu dengan menuangkan
terlebih dahulu media agar ke dalam cawan petri kemudian contoh diratakan pada permukaan agar yang telah memadat dengan menggunakan batang gelas bengkok.
2.7.1.3 Kelebihan dan kekurangan metode Angka Lempeng Total Adapun kelebihan dari metode angka lempeng total adalah beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus dan dapat dilihat secara langsung. Hanya sel yang masih hidup yang dapat dihitung, dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk mungkin berasal sari suatu jasad renik yang memiliki penamapakan pertumbuhan spesifik. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah hasil hitungannya tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni, medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda, jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, memerlukan persiapan dan waktu inkubasi yang relative lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung. 2.7.1.4 Aturan Penentuan Angka Lempeng Total Data yang dilaporkan dalam penentuan angka lempeng total mengikuti aturan-aturan Standart Plate Count (SPC) sebagai berikut: 1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka saja, yaitu angka pertama di depan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang kedua. 2. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan angka kurang dari 30 pada cawan, hanya jumlah koloni pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai
kurang dari 30 dikalikan besar pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung). 3. Jika semua pengenceran yang dibuat menghasilkan lebih dari 300 koloni, maka hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung, misalnya menghitung ¼ bagian cawan kemudian hasilnya dikali empat. Hasil yang dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung. 4. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan jumlah koloni dengan jumlah antara 30-300 dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memeperhitungkan pengencerannya. Sedangkan jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil dari pengenceran terendah. 5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengeceran, maka data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu meskipun salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat diantara 30-300. 2.7.2 Pengecatan Gram Prinsip pewarnaan gram adalah kemampuan dinding sel bakteri untuk mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alcohol 96 %. Bakteri gram positif adalah bakteri yang mengikat kuat zat warna dasar dan tidak dapat dilunturkan oleh alkohol, sehingga setelah pengenceran akan menunjukkan warna ungu. Sebaliknya bakteri gram negative akan kehilangan warna dasar setelah proses pelunturan warna dan akan mengikat cat penutup sehingga setelah pengecatan akan menunjukkan warna merah / merah muda. Ada 4 reagen yang digunakan dalam pengecatan gram yaitu : 1. Kristal violet
: larutan cat dasar atau cat utama.
2. Cat mordan
:digunakan untuk menguatkan pewarnaan dengan cat dasar,
ex. Iodine
3. Alkohol 96% : senyawa dekolorisasi / peluntur cat dasar (decolorizing agent) 4. Safranin
:cat penutup yang digunakan untuk mewarnai kembali sel-
sel yang kehilangan cat dasarnya akibat peluntur an oleh alcohol. Tujuan : - Melakukan pewarnaan gram pada bakteri uji. - Mengidentifikasi jenis gram negative atau positif bakteri yang diuji. 2.7.2.1 Pengecatan Negatif Metode pengacatan negative adalah pewarnaan latar belakang yang akan berwarna hitam dan gelap metode ini meliputi pencampuran mikroorganisme didalam setetes tinta India atau nigrosin kemudian menyebarkannya pada obyek glass steril. Mikroorganisme akan terlihat transparan / tembus pandang dan tampak jelas diantara medan yang gelap karena zat warna tersebut tidak dapat menembus dinding sel mikroorganisme. Tujuan : -
Melakukan pewarnaan negative pada mikroorganisme uji.
-
Mengidentifikasi morfologi mikroorganisme hasil pewarnaan negative.
2.7.3
Pengecatan Sederhana Sel Khamir Pengecatan sederhana merupakan pengecatan sel mikroba dengan
menggunakan hanya satu zat pewarna dan satu tahap pengecatan saja. Zat warna yang biasanya digunakan untuk pengecatan sderhana adalah pewarna kation atau pewarna basa seperti basik fuchsin, biru metilen dan violet kristal. Pengecatan sederhana dapat digunakan morfologi mikroorganisme. Tujuan : -
Melakukan pengecatan sederhana pada sel khamir.
-
Mengidentifikasi morfologi sel khamir.
-
Membedakan sel khamir hidup dan mati.
2.7.4 Pengamatan Morfologi Kapang Morfologi kapang lebih mudah diamati dibandingkan dengan khamir dan bakteri karena ukuran kapang yang lebih besar. Pengamatan morfologi kapang dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran sedang tanpa melalui proses pewarnaan sel. Pewarnaan kapang dilakukan dengan memebuat preparat basah dari kapang yang akan diamat. Tujuan : -
Membuat preparat basah kapang.
-
Mengidentifikasi morfologi kapang.
2.8. Syarat uji mutu keamanan ikan Berdasarkan SNI 2708.1.2009 JENIS UJI SATUAN a. Organoleptik dan Angka (1-9) atau sensori b. Cemaran mikroba
PERSYARATAN Minimal 7
-
ALT
Koloni/g
Maksimal 5,0.105
-
Eschericia Coli
APM/g
<3
-
Salmonella
per 25 g
Negatif
per 25 g
Negatif
-
Vibrio cholerae* c. Kimia -
Air
% fraksi massa
Maksimal 20
-
Garam
% fraksi massa
Maksimal 10
Abu tak larut % fraksi massa dalam asam Catatan*) bila diperlukan
Maksimal 0,3
-
2.9. Kerangka Teori Kunyit secara empiris telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit.
Bagian yang sering dimanfaatkan sebagai obat adalah
rimpang. Rimpang kunyit bermanfaat sebagai, antikoagulan, antiedemik, menurunkan tekanan darah, obat malaria, obat cacing, obat sakit perut, memperbanyak ASI, stimulan, mengobati keseleo, memar dan rematik. Kurkuminoid pada kunyit berkhasiat sebagai antihepatotoksik (Kiso et al., 1983) enthelmintik, antiedemik, analgesic. Selain itu kurkumin juga dapat berfungsi sebagai antiinflamasi dan antioksidan (Masuda et al., 1993). Menurut
Supriadi
kurkumin
juga
berkhasiat
mematikan
kuman(antimikroba). Pada bagian rimpang mengandung zat warna kurkuminoid yang merupakan suatu senyawa diarilheptanoid 3-4% yang terdiri dari kurkumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin, minyak atsiri 2-5% yang terdiri dari seskuiterpen dan turunan fenilpropana turmeron (arilturmeron, alpha turmeron dan beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, bisabolen, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen, Arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tannin dan dammar, mineral yaitu magnesium besi, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, aluminium dan bismuth (Sudarsono et.al, 1996). Dalam kunyit, salah satu senyawa yang dimanfaatkan sebagai pengawet alami pengganti formalin adalah senyawa minyak atsiri. Minyak atsiri aktif sebagai antimikroba karena senyawa kimia tersebut mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Selain itu, senyawa kimia lain seperti fenol atau alkohol yang ada pada rimpang tersebut juga berperan penting dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Seperti senyawa antimikroba lainnya, mekanisme kerja fenol adalah menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga senyawa tersebut dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatis, bergantung dosis yang digunakan. Pemanfaatan perasan rimpang kunyit sebagai alternatif pengawet alami dapat dibuktikan dengan menggunakan pengujian metode angka lempeng total dengan dasar pengujian melihat koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel makanan ditanam pada media yang sesuai dan dieramkan selama 24-48 jam pada suhu 35-37 OC. Perasan rimpang kunyit dinyatakan memiliki aktivitas antibakteri apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan cara melihat mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Perhitungan angaka lempeng total adalah harus sesuai dengan aturan SPC. Setelah perhitungan angka lempeng total, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan gram. Diagram alir kerangka teori diatas dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.10. Hipotesis Penelitian 2.10.1 Adanya efektivitas pengawet pada perasan
rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val.) sebagai alternative pengawet alami berdasarkan parameter jumlah Angka Lempeng Total pada Ikan Teri. 2.10.2 Adanya perbedaan jumlah Angka Lempeng Total antara ikan teri tanpa
pengawetan, ikan teri dengan aquadest, ikan teri dengan formalin 0,037
ppm, serta ikan teri dengan perasan rimpang kunyit konsentrasi 15% dan 30%.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental karena pada obyek penelitian dilakukan perlakuan tertentu untuk mengetahui perbedaan aktivitas perasan kunyit (Curcuma Domestica Val.) sebagai bahan pengawet alami pengganti formalin menggunakan parameter angka lempeng total (Total Plate Count). Adapun tahap-tahap dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
3.1.1
Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi persiapan alat dan bahan, sterilisasi semua alat
yang akan digunakan, pembuatan perasan kunyit (Curcuma Domestica Val.), pembuatan media, penyiapan formalin, dan penyiapan ikan teri yang diperlukan dalam penelitian yang didapat dari Pantai Sendang Biru, Kecamatan Sumber Manjing Wetan. Selain itu juga menyiapkan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. 3.1.2
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah pembuatan perasan kunyit,
pengawetan ikan teri dengan lima perlakuan dan semua perlakuan dilaksanakan bersamaan selama 1 hari, kemudian dilanjutkan dengan pengujian efektivitas
perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.) sebagai pengawet alami menggunakan parameter angka lempeng total pada ikan teri.
3.1.3
Tahap Akhir Tahap akhir yaitu yaitu melakukan pengamatan terhadap hasil pengujian
pada waktu inkubasi 1x24 jam dan 2x24 jam serta melakukan analisis data.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1
Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti, (Sugiyono,2004). Populasi dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.) yang didapat dari Pasar Lawang, Kabupaten Malang. 3.2.2
Sampel Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan
diteliti, (Sugiyono,2004). Sampel dalam penelitian ini adalah perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.) dengan konsentrasi 15 % an 30 % .
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Putra Indonesia Malang. 3.3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2011.
3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.4.1 Bahan : 1. Rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.)
2. Ikan teri 3. Aquadest 4. Alkohol 70 %
5. Pepton 6. NA 7. H3PO4 8. H2SO4(p)
9. Asam kromatopat 10. Alumunium foil
11. Tissue 3.4.2 Alat 1. Inkubator 2. Autoklaf 3. Blender 4. Tempayan 5. Pipet 6. Bunsen dan kasa asbes
7. Gelas ukur 8. Cawan petri 9. Tabung reaksi 10. Corong 11. Beaker glass
12. Batang pengaduk 13. Parutan jenis parutan besi untuk memarut kelapa.
3.5 Definisi Operasional Variabel Klasifikasi variabel dalam penelitian ini terdiri dari variable bebas dan variable terikat. Variabel bebasnya yaitu perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.) berdasarkan parameter Angka Lempeng Total. Sedangkan variabel terikatnya yaitu perbedaan efektivitas pengawet dari perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.).
Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel
Definisi
Hasil Ukur
1.
Perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.)
Sediaan cair hasil perasan rimpang kunyit dengan cara di blender lalu diperas untuk diambil sarinya.
Sifat organoleptis meliputi : warna, tekstur dan bau.
2.
Perbedaan efektivitas pengawet perasan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val.) pada ikan tanpa pengawetan, ikan dengan formalin,ikan dengan aquadest ikan dengan perasan kunyit
Kemampuan perasan rimpang kunyit sebagai bahan pengawet alami.
Nilai angka lempeng total dari perasan rimpang kunyit.
Skala Ukur Visual
Rasio
3.6 Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui langkah kerja berikut : 3.6.1 Pembuatan Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Pembuatan perasan rimpang kunyit (digram alir lihat Lampiran 2) dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Siapkan rimpang kunyit secukupnya
2. Timbang kunyit sebanyak 15 g untuk konsentrasi perasan kunyit 15%, dan timbang kunyit sebanyak 30 g untuk konsentrasi 30%. 3. Cuci bersih rimpang kunyit dengan air mengalir.
4. Kemudian memarut kunyit sampai diperoleh perasan kunyit.
5. Setelah itu, diperas hingga diperoleh sari atau perasan rimpang kunyit. 6. Tuangkan dalam penampung. 7. Hasil perasan rimpang kunyit tersebut digunakan untuk uji pengawet alami
pengganti formalin. 3.6.2 Pembuatan larutan formalin 0,037 ppm Dibuat dari sediaan larutan formaldehida 37 % 37 % = 37 g/100ml = 37 g/0,1 = 370 ppm Cara membuat larutan formaldehid 0,037 ppm 1ml/100ml x 370 ppm = 3,7 ppm 1ml/100ml x 3,7 ppm = 0,037 ppm 3.6.3 Persiapan ikan 3.6.3.1 Uji kualitatif ikan teri Pada penelitian ini dilakukan pengujian awal sampel ikan teri secara kualitatif dengan prosedur sebagai berikut: -
Ditimbang 10 gram sampel ikan teri kemudian dipotong kecil-kecil, dan dimasukkan ke dalam labu destilasi, ditambah aquadest 50 ml dan 1 ml H3PO4 10% kedalam labu destilasi, didestilasi dan destilat ditampung botol pikno 25 ml.
-
Kemudian 1 ml hasil destilat sampel, ditambahkan 1 ml H2SO4 (p)(1:1), amati reaksi warna yang terjadi.
-
Kemudian 1 ml hasil destilat sampel ditambahkan 1ml larutan asam kromatropat. Jika terjadi perubahan warna ungu maka positif formalin.
3.6.3.2 Ikan tanpa pengawetan 1. Siapkan ikan teri dan menimbang sebanyak 50 g untuk digunakan dalam
pengujian.
2. Untuk ikan yang berukuran kecil seperti ikan teri , insang, sisik, dan isi
perutnya tidak perlu dibuang. 3. Ikan dicuci bersih dengan aquadest. Setelah itu ditiriskan sampai air tidak
lagi menetes dari permukaan daging ikan. 4. Setelah air tidak menetes, ikan dijemur di tempayan. Pengeringan dilakukan sampai daging ikan benar-benar kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari sampai 3 hari. 3.6.3.3 Ikan dengan aquadest 1. Siapkan ikan teri dan menimbang sebanyak 50 g untuk digunakan dalam
pengujian. 2. Untuk ikan yang berukuran kecil seperti ikan teri , insang, sisik, dan isi
perutnya tidak perlu dibuang. 3. Ikan dicuci bersih dengan aquadest. Setelah itu ditiriskan sampai air tidak
lagi menetes dari permukaan daging ikan. 4. Masukkan dalam larutan aquadest sebanyak 50 ml. 5. Dieramkan 10 jam - 1 hari dalam wadah yang telah ditentukan. 6. Ikan diangkat dari dalam wadah, selanjutnya ikan ditiriskan (dianginanginkan) agar cairan yang masih ada menetes keluar. 7. Setelah air tidak menetes, ikan dijemur di tempayan. Pengeringan dilakukan sampai daging ikan benar-benar kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari sampai 3 hari. 3.6.3.4 Ikan dengan perasan rimpang kunyit 1. Siapkan ikan teri dan menimbang sebanyak 50 g,
2. Untuk ikan yang berukuran kecil, insang, sisik, dan isi perutnya tidak perlu dibuang. 3. Ikan dicuci bersih dengan aquadest. Setelah itu ditiriskan sampai air tidak
lagi menetes dari permukaan daging ikan. 4. Masukkan kedalam hasil perasan rimpang kunyit sebanyak 50 ml sampai
seluruh permukaan ikan terlumuri sempurna. 5. Dieramkan 10 jam - 1 hari dalam wadah yang telah ditentukan. 6. Ikan diangkat dari dalam wadah, selanjutnya ikan ditiriskan (dianginanginkan) agar cairan yang masih ada menetes keluar. 7. Setelah air tidak menetes, ikan dijemur di tempayan. Pengeringan dilakukan sampai daging ikan benar-benar kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari sampai 3 hari. 3.6.3.5 Ikan dengan formalin 1. Siapkan ikan teri dan menimbang sebanyak 50 g
2. Penyiangan ikan. Untuk ikan yang berukuran kecil, insang, sisik, dan isi perutnya tidak perlu dibuang. 3. Ikan dicuci bersih dengan aquadest. Setelah itu ditiriskan sampai air tidak
lagi menetes dari permukaan daging ikan. 4. Masukkan kedalam hasil larutan formalin 0,037 ppm sebanyak 50ml
sampai seluruh permukaan ikan terlumuri sempurna. 5. Dieramkan 10 jam - 1 hari dalam wadah yang telah ditentukan. 6. Ikan diangkat dari dalam wadah, selanjutnya ikan ditiriskan (dianginanginkan) agar cairan yang masih ada menetes keluar.
7. Setelah air tidak menetes, ikan dijemur di tempayan. Pengeringan dilakukan sampai daging ikan benar-benar kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari sampai 3 hari. Setelah persiapan ikan teri dengan lima perlakuan selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pengujian efektivitas perasan rimpang kunyit berdasarkan parameter angka lempeng total pada ikan teri. 3.6.4 Langkah-langkah Pengujian Angka Lempeng Total 3.6.4.1 Sterilisasi Alat Sterilisasi alat dilakukan dengan dua cara yaitu panas basah dan panas kering. 1. Panas Basah -
Gelas ukur, labu ukur, beker glass, erlenmeyer, tabung reaksi, masing – masing alat dibungkus dengan kertas perkamen.
-
Kemudian alat – alat di masukkan dalam autoklav untuk disterilisasi dengan suhu 121oC selama 15 menit.
Prosedur sterilisasi diatas dapat dilihat pada lampiran Gambar 1. 2. Panas Kering -
Cawan petri, batang pengaduk dibungkus dengan menggunakan kertas perkamen.
-
Kemudian di masukkan dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 150oC selama 2 jam.
3.6.4.2. Pembuatan Medium 3.6.4.2.1. Cara Pembuatan medium dalam pengujian angka lempeng total 1. Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA) a. Pembuatan media NA
Media NA sebanyak 2025 ml untuk 5 perlakuan dan 3 replikasi NA 23 gram dalam 1 L 23 gram/1000 ml = x/2025 ml 1000x = 46575 x = 46,575 g ∞ 48 g ad dengan aquades 2200 ml Prosedur : -
Menimbang 48 gram NA
-
Masukkan dalam beaker glass dan tambah air ad 2200 ml
-
Dimasak diatas api sampai mendidih
-
Angkat dan tuang ke dalam tabung reaksi
-
Tutup tabung reaksi dengan kapas
b. Pembuatan media pepton
Media pepton sebanyak 855 ml untuk 5 perlakuan Pepton 0,1 % 0,1 gram/100 ml = x/855 ml 100x = 85,5 x = 0.855 g ∞ 1 g ad dengan aquades 950 ml Prosedur : -
Menimbang 1 gram pepton
-
Masukkan dalam beaker glass dan tambah air ad 950 ml
-
Dimasak diatas api sampai mendidih
-
Angkat dan tuang ke dalam tabung reaksi
-
Tutup tabung reaksi dengan kapas
Proses pembuatan media dapat dilihat pada lampiran Gambar 2.
3.6.5
Pengujian Aktivitas Perasan Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Sebagai Bahan Pengawet Alami Pengganti Formalin
3.6.5.1 Sterilisasi alat dan bahan dengan autoklaf Adapun prosedur sterilisasi dengan autoklaf 1. Tuangkan air suling sesuai petunjuk penggunaan 2. Tatalah peralatan atau medium(bahan) yang akan diseterlisasi pada
keranjang autoklaf sedemikian rupa sehiingga uap dapat bergerak bebas selama sterilisasi 3. Tutup autoklaf dengan benar dan terkunci 4. Buka pengatur klep pengaman, hubungkan dengan sumber panas 5. Bila air mulai keluar dengan bunyi keras (bunyi mendesis), tutup klem pengaman, sehinggga tekanan dalam autoklaf naik dan dapat dibaca pada penguku tekanan 6. Bila pengukur tekanan sudah mencapai 15 psi atau 1 atm ( atau berapapun
terkanan yang diperlukan untuk mencapai suhu 121oC) kurangi pemanasan seperlunya apabila menggunakan nyala api 7. Sterilkan peralatan atau media dengan cara mempertahankan tekanan pada
1 atm selama15 menit 8. Pada akhir proses sterilisasi, matikan sumber panas dan tunggu sampai tekanan dalam autoklaf menjadi 0. Jangan sekali-kali mencoba membuka tutup autoklaf sebelum tekanan dalam autoklaf menjadi 0. 9. Bila tekanan dalam autoklaf menjadi 0 dan suhu turun jauh dibawah
100oC, buka klep pengaman dan keluarkan sisa uap dalam autoklaf. 10. Setelah semua sisa uap keluar, lepas kunci autoklaf dan tutup autoklaf. 11. Segeralah menjauh setelah membuka uap keluar dari autoklaf kemudian
anda bisa mengeluarkan peralatan atau media yang disterilisa
3.6.5.2 Pengujian Bahan Padat berdasarkan Angka Lempeng Total
Adapun prosedur pengenceran sampel padat (ikan) adalah sebagai berikut: 1. Ditimbang secara steril 5 g bahan pangan (ikan). 2. Ditambahkan 45 ml air pepton 0,1 %
3. Memasukkan dalam blender steril dan di blender sampai bahan tersebut hancur seluruhnya. Lama menghancurkan antara 2-5 menit atau tergantung keras atau kenyalnya bahan pangan. 4. Dibuat pengenceran bertingkat 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 atau seterusnya. (lihat
lampiran 4 dan lampiran Gambar 4) 5. Dari masing-masing pengenceran diambil 0,1 ml ditanam pada cawan petri
yang berisi media NA/PCA (dapat dilihat pada lampiran Gambar 5). Dari masing-masing pengenceran dilakukan 3 kali penanaman. 6. Di inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC.
(lihat Lampiran 3) 3.6.5.3 Hitungan cawan Untuk perhitungannya adalah dengan cara dihitung 3 pengenceran terakhir dan koloni yang boleh ada adalah 30-3000 koloni. beberapa koloni yang besar dapat dihitung sebagai satu koloni, demikian juga satu deretan koloni yang terlihat sebagai satu garis tebal. Perhitngan dan pelaporan jumlah koloni hitungan cawan berdasarkan standart Hitung Cawan / Standart Plate Cont (SPC). 3.6.5.4 Pewarnaan gram Adapun prosedur kerja pewarnaan gram adalah sebagai berikut: (lampiran Gambar 9) -
Bersihkan object glass, beri satu tetes aqudest dan bakteri, lalu keringkan. Kemudian lakukan fiksasi
-
Tambahkan larutan iodine, diamkan selama 1 menit, lalu cuci dan keringkan
-
Kemudian tambahkan etanol sampai tidak berwarna, cuci dan keringkan
-
Setalah itu, tambahkan larutan safranin diamkan selama 2 menit, cuci dan keringkan.
-
Amati gram bakteri.
3.7 Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data dengan menghitung nilai angka lempeng total dalam cawan petri. Percobaan ini dilakukan dalam tiga replikasi. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh perasan rimpang kunyit terlihat pada nilai angka lempeng total yang rendah atau dapat dikatakan tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan pada Angka Lempeng Total Ikan Teri. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan ANOVA pada program SPSS yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan Angka Lempeng Total antara ikan dengan aquadest, ikan tanpa pengawetan, ikan dengan formalin 0,037 ppm, serta ikan dengan perasan rimpang kunyit konsentrasi 15% dan 30% (Lampiran 5). Adapun langkah-langkah pengujian output tabel ANOVA adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis Ho : tidak ada perbedaan antarperlakuan Ha : ada perbedaan antarperlakuan
2. Menentukan F hitung Dari output didapatkan Fhitung dengan cara memasukkan semua nilai angka lempeng total.
3. Menentukan Ftabel
Ftabel dapat dilihat pada table Fstatistik pada tingkat signifikansi 0,05; df 1 (jumlah variabel -1) = 5 – 1 = 4 dan df 2 (n – 3) atau 15 -3 = 12. Hasil yang diperoleh untuk Ftabel adalah 3,259 (lihat lampiran). 4. Kriteria pengujian -
Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka Ho diterima.
-
Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak.
5. Membuat kesimpulan -
Fhitung < Ftabel, maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata antarperlakuan.
-
Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata antarperlakuan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 HasilUjiKualitatifsampelikanteri
Hasilpengujiansampelikanterisecarametodedestilasisederhanadidapatkanhasilsebagaibe rikut: a. 1 ml hasildestilatsampel, ditambahkan 1 ml H2SO4 (p)(1:1)warnakuning. b. 1
ml
hasildestilatsampelditambahkan
1ml
larutanasamkromatropat
warnakuning.
4.2HasilUjiEfektivitasPengawet 4.2.1HasilUjiEfektivitasPengawet Dari
hasilpenelitian
yang
dilakukanmengenaiujiefektivitaspengawetperasanrimpangkunyit (Curcuma domestica Val)
padaikanterimenggunakanmetodeAngkaLempeng
kemudiandilanjutkandenganpengecatan gram.
Total,
yang
Tabel
4.2Hasilpengamatanujiefektivitasperasanrimpangkunyitpadaikanteri.
(lihatlampiranGambar 6danGambar 7) Perlakuan
Kontrol
Waktu
1x24 jam
(ikanteri+aquadest)
2x24 jam
Ikanteritanpapenga wetan
1x24 jam
2x24 jam
Jumlahkoloni per pengenceran 10-3
10-4
10-5
3
0
0
3,0. 10-3
5
0
0
5,0.10-3
5
1
0
5,0.10-3
3
3
2
3,0. 10-3
5
3
2
5,0.10-3
21
1
1
5,0.10-2
3
0
0
3,0. 10-3
2
1
1
2,0.10-3
2
0
0
2,0.10-3
8
3
2
8,0. 10-3
8
5
2
8,0.10-3
7
3
9,0.10-2
2
1
0
2,0. 10-3
2
2
0
2,0.10-3
3
2
0
3,0.130-3
7
0
0
7,0. 10-3
8
1kolo ni jamur
konta minan
8,0.10-3
11 Ikanteri + formalin 0.037 ppm
1x24 jam
2x24jam
SPC (CFU/satuansa mpel)
46
8 1kolo ni jamur
konta minan
8,0.10-3
Ikanteri + perasanrimpangku nyitkonsentrasi 15%
1x24 jam
2x24 jam
Ikanteri + perasanrimpangku nyitkonsentrasi 30%
1x24 jam
2x24 jam
1
0
0
1,0. 10-3
1
0
0
1,0.10-3
1
1
0
1,0.10-3
5
2
0
5,0. 10-3
5
1
0
5,0.10-3
5
1
0
5,0.10-3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
2
0
2,0. 10-3
2
1
1
2,0.10-3
2
2
2
2,0.10-3
4.2.2 Hasilpengecatan gram Hsilpengecatan
gram
dapatdilihatpadalampirangambar
10.
Dari
sebagianpengecatan gram didapatkanhasil gram negatifpadasampelikanteri.
4.3AnalisisHasilPenelitian Dari hasilpenelitian yang dilakukananalisis data menggunakanANOVA pada program SPSS. Dari analisis data tersebutpadasaatpengamatan 1 x 24 jam
dalamujiaktivitaspengawetdidapatkan F hitung = 49,833. df 1= 5-1 = 4, df 2 = 15-3 = 12, sehinggadiperoleh F tabel= 3,259 (lihatLampiran 5). Sehinggadapatdisimpulkan F hitung> F tabel, maka
H0 = ditolak. Artinya, adaperbedaanantaraharga rata-rata
perlakuanatauadapengaruh dicobakan.Sedangkananalisis
yang data
nyatadariperlakuan-perlakuan
tersebutpadasaatpengamatan
2
x
yang 24
jam
dalamujiaktivitaspengawetdidapatkan F hitung = 20,000. df 1= 5-1 = 4, df 2 = 15-3 = 12, sehinggadiperoleh F tabel = 3,259 (lihatpadalampiran). Sehinggadapatdisimpulkan F hitung> F tabel, maka
H0 = ditolak. Artinya, adaperbedaanantaraharga rata-rata
perlakuanatauadapengaruh yang nyatadariperlakuan-perlakuan yang dicobakan.
BAB V PEMBAHASAN
Rimpangkunyit
(Curcuma
domesticaval)
merupakantanamanobat
yang
bisadimanfaatkansebagaipengawetalami, obat-obatanatauuntukbumbumasak. Dalam penelitian ini, rimpang kunyit (Curcuma domestica val) di uji sebagai bahan pengawet alami
pada
ikan
teri.
Selainitudidalampenelitianinijugadigunakanformalin
untukmelihatperbedaanefektivitasnyadalampenerapanpengawetalami. Padapenelitianini,
mula-
muladilakukanujikualitatifsampelikanterisecaradestilasisederhanauntukmengetahuiapak ahsampelikanteritelahmengandung formalin atautidak. Setelahdiperolehhasildestilat, 1 ml hasildestilatdireaksikandengan 1 ml H2SO4 (p)(1:1) terjadireaksiwarnakuningdanketika 1
ml
hasildestilatsampeldireaksikandengan
1ml
larutanasamkromatropatterjadireaksiwarnakuning.
Dari
hasilpengujiankualitatiftersebutmakadikatakansampelikanterinegatifmengandung formalin. Selanjutnyarimpangkunyit
(Curcuma
dibuatdalamsediaanperasandengankonsentrasi
15
domesticaval) %
dan
30%.
Pembuatanperasandilakukandengancaramengupaskunyitdanmencucibersihdengan
air
mengalir,
ml
kemudiandilanjutkandenganmemarut,
setelahituditambahkan
100
aquadestkemudiandiperasuntukmendapatkanperasandaririmpangkunyittersebut. Kemudiansetelahdidapatkanperasan,
sebanyak
50
g
ikanteri
yang
telahdicucibersihdirendamselama 12 jam padaperasankunyitsebanyak 50 ml. Setelahitu, ikandenganperasanrimpangkunyitditiriskansampaitidakada
air
yang
Laludikeringkandibawahsinarmataharisecaralangsungselama hari.Selainitudisiapkanlarutan
formalin
meneteslagi. 3
0,037
ppm
sebagaikontrolpositifdanaquadestsebagaikontrolnegatif.Adapunalasanantarperlakuandi antaranya:
perlakuanikanteri
+
aquadestadalahuntukmelihatapakahaquadestmempunyaikontribusidalampengujianteru
tamaperanpertumbuhanmikroorganisme,perlakuanikanteritanpapengawetanadalahunt ukmelihatapakah proses pengawetanberpengaruhterhadapadanyajumlahkolonibakteri, perlakuanikanteri
+
formalin
adalahuntukmelihatperbedaanefektivitasdayapengawetandenganperasanrimpangkunyit yang digunakan.
Disampingitu,konsentrasiperasandanwaktuinkubasijugaberpengaruhterhadapjumlahkol onibakteri yang adapadasampeluji.Konsentrasi yang dibuat dalam penelitian ini adalah 15% dan 30% dan berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi 30% mempunyai daya hambat bakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 15%. Hal ini sejalan dengan Schleigel (1994), dalam Ajizah (2004) yang menjelaskan bahwa kemampuan suatu antimikroba meniadakan kehidupan mikrooganisme sangat tergantung dari konsentrasi bahan antimikroba itu. Lebih lanjut dikatakan oleh Ajizah (2004) bahwa semakin kecil konsentrasi maka semakin sedikit jumlah zat aktif yang terkandung didalamnya, sehingga semakin rendah kemampuan dalam menghambat pertumbuhan suatu bakteri, artinya jumlah antimikroba dalam suatu lingkungan bakteri sangat menentukan kehidupan bakteri yang terpapar. Waktu inkubasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 jam dan 48 jam dan pada setiap penentuan waktu inkubasi dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah koloni bakteri pada perasan rimpang kunyit dengan berbagai konsentrasi untuk mengetahui pengaruh dari waktu inkubasi terhadap pertumbuhan bakteri, dan berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa waktu inkubasi berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan hasil uji lanjut maka diketahui bahwa waktu inkubasi 48 jam memiliki aktivitas daya awet yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu inkubasi 24 jam. Hal ini sesuai dengan Hidayati, dkk (2002) yang menyatakan bahwa lamanya waktu berada di bawah pengaruh suatu antimikroba sangat mempengaruhi kehidupan suatu mikroba. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama berada dibawah pengaruh suatu antimikroba maka akan semakin efektif hambatan pertumbuhan suatu mikroorganisme. Dari hasilpengamatan 2x24 jam padaperlakuanikanteri + formalin 0,037 ppm 10-4
diketahuibahwapadapengenceran padareplikasikeduadanketigaterdapatsatukolonijamur,
danpadapengenceran
10-
5
terdapatkontaminan.
Hal
inimungkinterjadikarenaadanyakontaminasidariudaraluarataucarakerja
yang
kurangaseptis. Sedangkandarihasilpengamatan 2x24 jam padaperlakuanikanteri + perasanrimpangkunyitkonsentrasi 30% diketahuibahwatidakadabakteriataujamur yang tumbuhpadasemuapengenceran.
Hal
inimenunjukkanbahwapadakonsentrasi
30%,
efektivitasdayahambatperasanrimpangkunyitsangat optimal. Dalampenelitianini, didalamperasanrimpangkunyitterdapatzat yang berkhasiat yang
dapatdigunakansebagaipengawetalamidiantaranyaminyakatsiri,
kukumin,
dansenyawaberkhasiatlainnya.Ujiaktivitaspengawetdalamperasanrimpangkunyitdilakuk andenganmenggunakanmetodeAngkaLempeng
Total.Cara
kerjanyaadalahdengandilakukanpenimbanganikanterisebanyak
5
g,
kemudian
ditambahkan 45 ml air pepton 0,1 %, lalu memasukkan dalam blender steril dan di blender sampai bahan tersebut hancur seluruhnya. Lama menghancurkan antara 2-5 menit atau tergantung keras atau kenyalnya bahan pangan.Setelahitu, dibuat pengenceran bertingkat 10-3, 10-4, 10-5. Dari masing-masing pengenceran diambil 0,1 ml ditanam pada cawan petri yang berisi media NA(Nutrient Agar). Dari masing-masing pengenceran dilakukan 3 kali penanamankemudian
diinkubasi
selama
24-48
jam
pada
37oC.Selanjutnyadaripenelitiantersebutdilakukanperhitunganangkalempeng untukmengetahuijumlahkolonibakteriataujamuryagterdapatpadacawan
suhu
35total media
pengujian. Kemudiandilanjutkandenganpewarnaan gram untukmengetahuijenis gram yang terdapatpadasampel media uji.Prinsippewarnaan gram dalampenelitianiniadalah kemampuan dinding sel bakteri untuk mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol 96 %. Bakteri gram positif adalah bakteri yang mengikat kuat zat warna dasar dan tidak dapat dilunturkan oleh alkohol, sehingga setelah pengenceran akan menunjukkan warna ungu. Sebaliknya bakteri gram negatif akan kehilangan warna dasar setelah proses pelunturan warna dan akan mengikat cat penutup sehingga setelah pengecatan akan menunjukkan warna merah / merah muda. Dari pengamatan gram didapatkanhasilbahwadalamsampel
media
inimungkinterjadikarenakontaminasidari
ujiterdapatbakteri air
gram
negatif.Hal yang
digunakanpadasaatmencucikunyitsehinggadapatmempengaruhikandunganmikroorganis medalam media ujitersebut.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisisANOVA. Analisis ini dilakukan untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Setelah dilakukan perhitungan menggunakan analisis data ANOVAternyata hasil yang didapatkan adalah perasan rimpang kunyit dapat dijadikan pengawet alami. Hal ini didapat dari perhitungan analisa varian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan aktivitas antara ikan teri dengan perasan kunyit konsentrasi 15 % dan 30 %, tidak adanya perbedaan aktivitas antara ikan teri dengan perasan kunyit 15 % dan ikan teri tanpa pengawetan serta ikan teri dengan formalin 0,037 ppm. Dan dariperhitungan analisa varian menunjukkan adanya perbedaan antara ikan teri dengan aquadest dan ikan teri dengan formalin, ikan teri dengan aquadest dan ikan teri tanpa pengawetan, serta adanya perbedaan antara ikan teri dengan aquadest dan ikan teri dengan perasan kunyit 15 %.
BAB VI PENUTUP
6.1
Kesimpulan Berdasarkanhasilpenelitiandapatditarikkesimpulan: 6.1.1 Efektivitas perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)konsentrasi 15 % padapengamatan 1 x 24 jam diperoleh rata-rata angkalempeng total padaikanterisebesar 1. 10-3 CFU/g.danpadakonsentrasi 30 % sebesar 0 CFU/g.Sedangkan aktivitas perasan rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.)konsentrasi 15 % padapengamatan 2 x 24 jam diperoleh rata-rata angkalempeng
total
padaikanterisebesar
5.
10-3
CFU/gdanpadakonsentrasi 30%sebesar 2.10-3 CFU/g. 6.1.2 Ada perbedaanjumlahAngkaLempeng Total antaraikanteritanpapengawet, ikanteridenganaquadest,
ikanteridengan
formalin
sertaikanteridenganperasanrimpangkunyit(Curcuma
0,037
ppm,
domestica
Val.)konsentrasi 15 % dan 30 %. 6.2
Saran Berdasarkanhasilpenelitian
halsebagaiberikut :
yang
telahdilakukan,
disarankanhal-
6.2.1
Agar
dilakukanpengujianselanjutnyapadajenismakananatauikan
yang
berbeda. 6.2.2 Agar masyarakatdapatmemanfaatkanperasanrimpangkunyitsebagaialternatifp engawetalami. 6.2.3 Agar padapenelitianselanjutnya, diterapkankriteriakhususrimpangkunyit yang
baikuntukdijadikanbahanpengawetdanstandarisasi
penyiapan perasan.
proses
DAFTAR PUSTAKA
Saparinto, Cahyo. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta:Kanisius. Budhwaar, Vikaas. 2006. Khasiat Rahasia Jahe dan Kunyit. Terjemahan oleh Dini Fardila. 2006. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. W, Tri Dewanti, 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Wibowo, Djoko. 1988. Petunjuk Khusus Deteksi Mikrobia Pangan. Yogyakarta: Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Tranggono,dkk. 1989. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. E.Furia, Thomas. Handbook of Food Additives. R.P, Widya Dwi. 2006. Rempah-Rempah Fungsi dan Pemanfaatannya. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Maligan, Jaya Mahar. 2008. Jurnal Praktikum Mikrobiologi. Malang: Akademi Farmasi Putera Indonesia. Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi dasar dalam Praktek. Jakarta: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor. T.Pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada. Pamungkas, Ratih Nila. 2010. Pemanfaatan Lengkuas (Lenguas Galanga L.) sebagai Bahan Pengawet Alami Pengganti Formalin. (Online)(www.karya ilmiah.um.ac.id, diakses tanggal 5 November 2010) Ardiansyah. 2007. Antimikroba dari Tumbuhan (Online) (www.beritaiptek.com, diakses tanggal 3 Desember 2010)
Gembong Tjitrosoepomo, Yogyakarta: UGM Press.
1994,
Taksonomi
Tumbuhan
Obat-obatatan.
Habieb Saleh, Picung. Pengawet Alami Ikan Segar. (Online)http://www.suara merdeka.com/cybernews, 2 Desember 2010). Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Zaifbio. 2009. Pegolahan dan Pengawetan Bahan Makanan seta Permasalahannya. (Online) http://zaifbio.wordpress.com/2009/02/02/pengolahandan-pengawetan-bahan-makanan-serta-permasalahannya/ tanggal 28 Desember 2010).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1.Diagram AlirKerangkaTeori Persiapan alat dan bahan
Sterilisasi alat dan bahan
Pembuatan perasan rimpang kunyit
Persiapan ikan
Ikan tanpa pengawetan Ikan dengan formalin Ikan dengan perasan rimpang kunyit 15 % dan 30% Ikan denganaquadest
Pengujian aktivitas perasan rimpang kunyit sebagai pengawet alami pengganti formalin
Hasil Pengujian dan Analisis Data
Lampiran 2.Diagram AlirProses Pembuatan Perasan Rimpang Kunyit Penyiapan rimpang kunyit sebanyak 15 g untukkonsentrasi 15% dan 30 g untukkonsentrasi 30%
Mencuci bersih rimpang kunyit dengan aquadest
Memarutkunyittersebut
Tuang dalam penampung
Setelah itu diperas, hingga didapatkan sari atau perasan rimpang kunyit
Lampiran 3.Pengujian Ikan berdasarkan Angka Lempeng Total Ditimbang 5 gram ikan tanpa pengawetan
Ditimbang 5 gram ikan dengan formalin
Ditimbang 5 gram ikan dengan perasan kunyit
Ditambahkan 45 ml air pepton 0,1 %
Ditambahkan 45 ml air pepton 0,1 %
Ditambahkan 45 ml air pepton 0,1 %
Masukkan ikan dalam blender steril antara 2-5 menit
Masukkan ikan dalam blender steril antara 2-5 menit
Masukkan ikan dalam blender steril antara 2-5 menit
Dibuat pengenceran
Dibuat pengenceran
Dibuat pengenceran
10-2,10-3, 10-4, 10-5
10-2,10-3, 10-4, 10-5
10-2,10-3, 10-4, 10-5
Diambil 3 pengenceran terakhir dan dari masingmasing pengenceran diambil 0,1 ml ditanam ppada media NA.
Diambil 3 pengenceran terakhir dan dari masingmasing pengenceran diambil 0,1 ml ditanam ppada media NA.
Diambil 3 pengenceran terakhir dan dari masingmasing pengenceran diambil 0,1 ml ditanam ppada media NA.
Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC
Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC
Inkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35-37oC
Mati dan hitung jumlah koloni
Mati dan hitung jumlah koloni
Mati dan hitung jumlah koloni
Lampiran 4.Diagram Proses Pengenceran
Sampel yangakandiuji
10 -1
10 -2
Dan seterusnyasampaipengenceran yang diinginkan
Gambar 1.PersiapanAlatdanBahan
Persiapan bahan kunyitPersiapan lar.formalin 0,05 ppm
Persiapan ikan teri
Pemarutan kunyit
Persiapanalat
Perasan kunyit
Gambar 2.Sterilisasi
Sterilisasidenganautoklaf
Pemasukanalatdanbahan
Sterilisasidengan oven
Gambar 3.Pembuatan Media
Penimbangan mediaPembuatan media
Penuangan media
Gambar 4.Pengenceran
PenimbangansampelPengenceranpertamaPengenceranberikutnya
PenghomogenanPemasukan media kecawanPembungkusanhasilpengenceran
Gambar 5.Penanaman
Penanaman
Gambar 6.HasilPengamatan 1 x 24 jam 1.Kontrolsampelikanteri + aquadest
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran10-5
Pengenceran10-5
2. Sampelikanteritanpapengawetan
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-4
3. Sampelikanteri + formalin 0,05 ppm
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
3. Sampelikanteri + perasankunyit 15%
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4Pengenceran10-5
4. Sampelikanteri
+ perasankunyit 30%
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Gambar 7.HasilPengamatan 2 X 24 jam 1. Sampelikanteri + aquadest
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
2. Sampelikanteritanpapengawetan
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
3. Sampelikanteri + formalin 0,05 ppm
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
4. Sampelikanteri + perasankunyit 15 %
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran 10-3Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran10-5
5. Sampelikanteri + perasankunyit 30 %
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Pengenceran 10-3
Pengenceran 10-4
Pengenceran10-5
Gambar 8.PerhitunganKoloni
Perhitungankoloni
Gambar 9.Pewarnaan gram
Media Pewarnaan
Tempatpencucian
Pengambilankoloni
Peletakkan di obyek glass
Penambahanreagen
Gambar 10.PengalamanMorfologiBakteri
BakteriGram Negatif
Pencucian
Lampiran 5.HasilAnalisis data dengan ANOVA Pengamatan 1 x 24 jam
Pengamatan 2 x 24 jam
Tabel 1. Syarat uji mutu keamanan ikan Berdasarkan SNI 2708.1.2009 JENIS UJI SATUAN d. Organoleptik dan Angka (1-9) atau sensori e. Cemaran mikroba
PERSYARATAN Minimal 7
-
ALT
Koloni/g
Maksimal 5,0.105
-
Eschericia Coli
APM/g
<3
-
Salmonella
per 25 g
Negatif
-
Vibrio cholerae*
per 25 g
Negatif
-
Air
% fraksi massa
Maksimal 20
-
Garam
% fraksi massa
Maksimal 10
Abu tak larut % fraksi massa dalam asam Catatan*) bila diperlukan
Maksimal 0,3
f. Kimia
-
Tabel 2. Tabel F Statistik 5 %