Kajian Sosiologis Kemiskinan Nelayan Fatmawaty Ishak Nim 2814 09 056 Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, artinya peneliti menggambarkan hasil penelitian berdasarakan keadaan sebenarnya dilokasi penelitian. Kemiskinan merupakan suatu kondisi yang berlangsung pada masayarakat umumnya, tetapi hal yang tabu dan beraneka ragam akan penyebab terjadi kemiskinan itu sendiri. Desa Molotabu merupakan desa pariwisata, tetapi tidak serta-merta terlepas dari persolan kemiskinan. Sumber daya manusia dan sumber daya alam yang memadai belum dapat mensejahterakan seluruh masyarakat Molotabu. Untuk mengetahui penyebab kemiskinan nelayan Molotabu, maka peneliti melakukan penelitian tiga bulan lamanya dimulai pada bulan Maret hingga Juni 2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa, mayarakat nelayan di desa Molotabu masih cenderung dihadapkan pada kemiskinan, dengan penyebab: pertama, musim (iklim) yang seringkali kurang bersahabat untuk melakukan fishing ground. Kedua, harga beli bakul yang cenderung seimabang dengan harga jual pada konsumen. Ketiga, Kreatifitas dan Efisiensi Kerja, sistem ini mempengaruhi pengasilan nelayan untuk penangkapan ikan. Keempat, kebiasaan dan manajemen keuangan RT, kedua kondisi ini mempengaruhi ekonomi nelayan secara fisikal. Nelayan Molotabu tidak lepas dari verifikasi pekerjaan untuk menambah biaya hidup rumah tangga dengan kondisi kurang memungkinkan jikalau digantungkan pada hasil melaut serta bantuan pemrintah melaui program-program berupa yang diupayakan.
Kata Kunci: Musim (Iklim), Bakul Kreatifitas/ Efisiensi Kerja, Kebiasaan, Management RT, Verifikasi Pekerjaan
Pendahuluan Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber hasil lautnya. Bukan hanya itu, Indonesia juga kaya akan adat istiadat, tradisi, suku bangsa, bahasa dan juga pulau-pulau yang berteparan, di tempati oleh seluruh individu manusia dari semua kalangan sosial dan suku-suku, terdiri dari gugusan pulau dengan luas daratannya besar, serta pulau-pulau yang menjadi batas wilayah negara. Yang tercatat sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 buah yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi dengan zona ekonomi eksklusif seluas 2.78 km2. Ada sekitar 60 juta penduduk bermukim diwilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22 persen dari pendapatan bruto nasional.1 Secara historis, wilayah pesisir telah berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat, mengingat berbagai keunggulan fisik dan geografis yang dimiliki. Berbagai kegiatan ekonomi masyarakat berkembang di wilayah ini hingga membentuk pola penggunaan campuran yang tidak selamanya sesuai antara satu dengan lainnya. Di sisi lain, wilayah pesisir merupakan sistem ekologis dengan kemampuan produksi hasil kelautan yang sangat tinggi. Namun demikian, ekosistem ini cenderung mendapatkan tekanan, baik oleh proses alamiah maupun akibat kegiatan ekploitasi yang cenderung "berlebihan". Kemiskinan dan rendahnya derajat kesejahteraan sosial menimpa sebagian besar kategori nelayan tradisional, dimana nelayan merupakan kelompok yang menempati lapisan sosial paling miskin dibanding kelompok sosial lainnya.2 Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat petani. Dari
1
2
La Ho Ho Wandoko, 2012. Agrobisnis Perikanan Tangkap kemiskinan nelayan “faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan nelayan, http://nokhen.blogspot.com/2012/01/penyebab-kemiskinan-dikalangan-nelayan.html, 5/92/2013 Windi listianingsih, Sistem Pemasaran Hasil Perikanan Dan Kemiskinan Nelayan, 2008, http://C08wli.pdf – [sistem pemasaran hasil perikanan dan kemiskinan nelayan] – sumatrapdf. 5/02/2013, hal 15
segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda hal-nya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan nelayan. Nelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol. Terkadang hasil tangkapan ikan dapat memenuhi suatu kebutuhan, tetapi terkadang pula sebaliknya. Dari segi penghasilan tangkapan ikan, nelayan di Desa Molotabu memiliki korelasi kerja bersama bakul (Pendola) sistem kerja ini mengakibatkan pendapatan nelayan cenderung rendah dari yang seharusnya diperoleh, ketidakseimbangan harga beli pedagang perantara (bakul) memberi dampak negatif terhadap nelayan. Hal yang sangat disayangkan ketika melaut nelayan sering berselisih dengan persoalan angin, ombak, arus, hujan dan dinginnya suasana laut tetapi ketika kembalinya dipesisir harga yang diterima belum sebanding dengan semestinya. Hal ini benar-benar disayangkan, karena potensi ikan yang memiliki nilai jual yang tinggi, disamping itu pertambahan penduduk Indonesia yang semakin tinggi memberikan dampak positif terhadap nilai konsumsi, yang memberikan peluang bagi nelayan untuk terus melanjutkan profesinya, dan cukup bagi keluarga nelayan untuk memenuhi seluruh kebutuhan ekonomi keluarga, tetapi patut disayangkan keluarga nelayan masih merasakan ketidaknyamananya sebuah kekurangan. Berbagai polemik yang menjadi dilematisasi dalam diri nelayan, yakni ketika melaut salah satu yaitu musim (iklim), musim merupakan suatu pengaruh besar terhadap pencarian fishing ground nelayan untuk memperoleh penghasilan. iklim yang buruk mengakibatkan keluarga nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara keseluruhan, kendala ini tidak hanya memberikan dampak terhadap nelayan dan keluarga nelayan, disamping itu juga dirasakan oleh masyarakat lainya yang mengkonsumi ikan seperti diperkotaan. Keadaan musim (iklim) yang buruk berdampak terhadap harga jual ikan kepada konsumen.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, untuk menarasikan semua persolan penelitian yang telah dirumuskan menjadi permasalahan, dengan menggunakan teknik wawancara secara langsung kepada para informan. Penelitian ini nantinya akan dilaksanakan di Desa Molotabu Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango dengan kurun waktu penelitian selama 3 bulan di lapangan. Desa Molotabu secara geografis terletak ± 4 km dari pusat Kecamatan Kabila Bone yang terdiri dari 4 dusun, yakni: Dusun Tanjung Karang, Molotabu Barat, Molotabu Tengah, dan Dusun Waolo, memiliki potensi alam yang luar biasa untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal, dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah Di lokasi penelitian ini, hal yang paling pertama peneliti lakukan yaitu bertemu dengan aparat desa setempat, yakni: Lurah Desa Molotabu, dengan mengajukan berbagai pertanyaan sebagai observasi awal, sekaligus memintakan datadata yang dibutuhkan untuk penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan observasi pada masyarakat nelayan setempat, sebagai bahan acuan permasalahan di desa tersebut. Dari segi infrastruktur desa ini mulai memiliki perkembangan, dilihat dari perkembangan masyarakat setempat, dan pembangunan infrastruktur jalan dan jaringan, sebelumnya untuk melakukan komunikasi jarak jauh secara langsung agak sulit, dan masyarakatnya juga sudah mulai moderen. Yang nantinya menjadi sumber data penelitian yaitu masyarakat pesisir nelayan miskin, dan tokoh-tokoh yang mengetahui langsung keadaan nelayan setempat. Dengan cara penarikan sample, mengunakan purposive sampling. Dengan ciri-ciri khusus menurut Lincoln dan Guba (1985) yaitu: 1) emergent sampling design/sementara 2) serial selection of sampling unitis/ menggelinding seperti bola
salju (snow ball) 3) continuous adjustment or ‘focusing’ of the sample/disesuaikan dengan kebutuhan 4) selection to the point of redundancy/dipilih sampai jenuh.3 Proses pengumpulan data peneliti melakukan berbagai tahap yakni: observasi/pengamatan, wawancara, dan dokumentasi a. Observasi Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah observasi secara tidak langsung (Non partisipant). Observasi secara tidak langsung merupakan pengamatan yang dalam pelaksanaanya tidak melibatkan peneliti sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti. b. Wawancara Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam yakni, bentuk komunikasi anatara dua orang ingin memperoleh informasi berkaitan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tujuan tertentu. Wawancara secara garis besar dibagi menjadi dua, wawancara tak berstruktur, dan wawancara terstruktur.4 c. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life Histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.5 Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah mengkaji data dari beberapa sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi 3
Dalam Sugiyono, memahami penelitian kualitatif, (Bandung: CV. Alvabeta, 2008), hal.54 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 38 5 Ibid, hal. 82 4
data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi merupakan usaha rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah penyusunan dalam satuan-satuan, kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Pengecekan Keabsahan Data merupakan tahap terakhir dari analisis data dengan menggunakan teknik Triangulasi. Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh datadari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga, dan seterusnya dengan menggunakan metode berbeda-beda. Tujuannya adalah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar jaminan tentang tingkat kepercayaan data terjaga. Cara ini digunakan untuk mencegah bahaya subjektivitas. 6 Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi ada empat yaitu sumber, metode, penyidik, dan teori. Sumber berarti membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Metode yaitu mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil peneliti beberapa sumber data dengan metode yang sama. Penyidik yaitu memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Teori adalah bahwa data yang ditemukan dapat dicek dengan teori tertentu. Pembahasan Desa Molotabu secara geografis terletak 0 25’21 ”Lintang Utara dan 123 8’50 Bujur Timur. Desa Molotabu berada di Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Desa Molotabu menurut perkiraan para tokoh masyarakat, sekitar tahun 1811 waktu itu kawasan ini masih hutan belukar yang belum diberi nama. Konon tokoh yang membuka pertama hutan pada zaman itu 6
Nasution, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Angkas,1996), hal. 10
adalah pangeran tiga bersaudara keturunan raja Mooduto yang berasal dari daratan suwawa yaitu: Huntalango Mooduto, Pogambango Mooduto, Pulumuduyon Mooduto, mereka bersama rakyatnya ketempat ini dengan maksud menjelajah daerah pesisir pantai Hulontalangi (Gorontalo Pantai Selatan). Pada sekitar tahun 1863 ketiga pangeran ini bermusyawarah untuk menentukan siapa yang memimpin kawasan ini, yang akhirnya jatuh pada Huntalango Mooduto dan kedua pangeran yaitu Pogambango Mooduto kembali ke Suwawa serta Pulumuduyon Mooduto melanjutkan perjalanan keselatan sampai ke Bilungala (Bilulo’a Lo’ungalaa) dan akhirnya menetap di Molibagu (Mulimopobohu). Pangeran Huntalango Mooduto memimpin daerah ini dengan ramah dan bijaksana terhadap rakyatnya yang setia mengikutinya dari daratan Suwawa. Setelah Huntalango Mooduto wafat, tampuk pimpinan dipegang oleh seorang yang gagah berani yaitu Limbau yang dikenal dengan sebutan Timbi Haja yang konon menurut riwayat adalah anak dari raja Bupu Hulopi yang lahir di Limba U. Perekonomian Desa Molotabu secara umum di dominasi pada sektor pertanian yang sistem pengelolaannya masih sangat tradisional (pengolahan lahan, pola tanam maupun pemlihan komoditas produk pertaniannya). Produk pertanian Desa Molotabu masih monoton pada unggulan jagung, hal ini diakibatkan adanya struktur tanah yang mungkin belum tepat untuk produk unggulan pertanian diluar sentra jagung dan persoalan mendasar lainnya adalah sistem pengairan yang kurang baik sehingga berdampak adanya kekurangan air jika pada saat musim kemarau. a.
Karakteristik Nelayan Masyarakat Molotabu merupakan masyarakat yang memiliki berbagai basic
profesi7, diantaranya menggeluti basic nelayan dengan jumlah sebesar 33 orang, dan 15 KK tercatat di Desa Molotabu sebagai KK miskin berdasarkan data Desa Molotabu.
7
Keahlian yang dimiliki oleh setiap individu masayarakat untuk menghasilkan uang
Nelayan Desa Molotabu secara ekonomi dan mata pencaharian memiliki karakteristik berdasar pembagian kerja berbasis pada keahlian ranah masing-masing, laki-laki dilaut sementara perempuan (istri) juga memiliki ranah tersendiri yaitu darat. Suami selaku pencari nafkah untuk anggota-anggota keluarga tak terlepas dari bantuan perempuan untuk menopang perekonomian keluarga dengan berbagai pekerjaan dan usaha yang geluti untuk mempertahankan perekonomian keluarga.8 Anggota keluarga nelayan (istri) bekerja membantu suami mereka bekerja seperti membuka warung (PKL), Bakul, operasional PNPM dan Guru. Profesi ini digeluti oleh anggota keluarga nelayan untuk menutupi kekeurangan dari hasil melaut. Nelayan Molotabu secara garis besar adalah nelayan perorangan atau nelayan tradisional, Kusnadi menyatakan bahwa nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha kecil, dan organisasi penangkapan sederhana. Lebih tegasnya, ciri-ciri nelayan tradisional adalah: 1) Teknologi penangkapan sederhana dengan ukuran perahu kecil, daya jelajah terbatas, daya muat perahu sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas, dan perahu dilajukan dengan layar, dayung, atau mesin ber-Pk kecil; 2) Besaran modal usaha besar; 3) Jumlah anggota organisasi penangkapan antara 2-3 orang dengan pembagian peran bersifat kolektif atau nonspesifik dan umumnya berbasis keluarga, tetangga, atau teman dekat; 4) Orientasi ekonomisnya diarahkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.9
Mayoritas nelayan perorangan di Desa Molotabu umumnya merupakan nelayan cumi, yang digeluti sejak turun temurun pada masa nenek moyang, cumi merupakan ikan khas tangkapan nelayan perorangan yang identik dengan desa Molotabu. Keberadaan cumi berasal dari desa Molotabu sejak turun-temurun dengan menggunakan bahan dan alat sangat tradisional sebagai penerang dibandingkan sekarang. Nelayan di Desa Molotabu masih dikategorikan nelayan tradisional karena peralatan yang digunakan untuk melaut masih sangat primitif untuk perubahan zaman masa kini. 8
9
Laki-laki dan perempuan memiliki pekerjaan masing-masing sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dalam Windi listianingsih, op. cit, hal.81-82, 4 juni 2013.
Acap kali terlihat perbedaan zaman dahulu dan zaman sekarang, dahulu belum dikenal alat-alat modern seperti mesin untuk perahu, generator untuk penerang, akan tetapi, saat ini nelayan perorangan tergolong nelayan tradisional dengan menggunakan mesin untuk menjalankan perahu yaitu generator dan genset untuk penerang. Nenek moyang pada masa itu masih menggunakan saludang yang berasal dari pohon kelapa dan minyak kelapa sebagai penerang, menjalankan perahu masih menggunakan gayung. Perbedaanya terlihat kecil untuk masa kini tetapi perubahan besar untuk zaman, nelayan cumi ini masih tetap diteruskan oleh nelayan Molotabu sebagai warisan untuk menafkahi keluarga selaku nelayan perorangan . Cumi yang merupakan mata pencaharian pokok, dikombinasikan dengan ikan sebagai tangkapan sampingan seperti Deho, Tuna, Lajang, Black Marline (sindaru), Layan, Lamadang, Cakalang, Maralugis, Baby Tuna (Kodi-Kodi), Teri, Oci dan lain sebagainya. Nelayan Molotabu merupakan nelayan malam hari, seluruh kegiatan melaut dilaksanakan pada malam hari, dari penangkapan cumi dan jenis ikan lainnya. Ketika nelayan mencari dan mengumpulkan cumi, disamping itu mereka tidak duduk diam berpangku tangan menunggu cumi datang menghampiri, melainkan nelayan melakukan aktivitas lain yaitu memainkan pancinganya ke dalam laut untuk mengumpulkan ikan-ikan selain cumi. b.
Kondisi Ekonomi Masyarakat Nelayan Kehidupan nelayan sama halnya dengan kehidupan masyarakat umumnya,
mereka memiliki status sosial masing-masing berdasarkan ketekunan, keuletan dan kreativitas. Dalam upaya mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, berbagai strategi dan usaha digunakan oleh keluarga-keluarga nelayan untuk menghadapkan berbagi persoalan substansial, agar nantinya mampu menciptakan suatu keharmonisan kelangsungan hidup rumah tangga. Anggota keluarga lainnya (istri) ikut bergerak mencari nafkah, berapapun perolehan nafkah didapatkan, setidaknya anggota
keluarga telah membantu untuk sama-sama menjadi tiang penyangga kelangsungan hidup bersama dari penghasilan diperoleh. Hasil eksperimen melaut, secara rasional mencukupi kebutuhan dapur dan pakaian dengan seadanya, tetapi untuk kebutuhan lain dibutuhkan usaha dan kerja keras agar dapat terpenuhi, berbagai usaha-usaha dan pengorbanan dilakukan hingga tidak kekurangan anggota-anggota keluarga. Dengan hasil melaut ternyata belum cukup menutupi semua kebutuhan hidup rumah tangga secara ekonomi masih terdapat kesenjangan sosial personal masing-masing keluarga, untuk memperoleh barang-barang dibutuhkan tingkat pengorbanan luar biasa dari segi tenaga, kesehatan, fisik dan waktu Secara fisik, laut bagi mereka merupakan ruang gerak ekonomi, akan tetapi masih dibutuhkan tempat lain untuk meneduhkan ekonomi keluarga. Situasi kurang menjamin dari hasil melaut menjadikan nelayan cerdas mengambil tindakan untuk menyikapi suatu permasalahan keuangan keluarga seperti penghasilan bapak Onong Asim selam seminggu tertanggal 6 mei hingga 12 mei 2013, pada hari jumat penghasilan bapak Onong Asim sebesar Rp.100.000, Sabtu sebesar Rp.80.000, dan Minggu sebesar Rp.220.000, untuk hari senin hingga rabu bapak onong tidak turun melaut karena kondisi laut kurang memungkinkan untuk melakukan fishing ground. Penghasilan ini sudah termasuk modal yang dikeluarkan untuk bensin dan rokok, untuk hari-hari lainnya ditutupi dengan penghasilan lain dengan melakukan verifikasi pekerjaan. Keadaan ekonomi nelayan tergolong sederhana, untuk memperoleh barangbarang sekunder dibutuhkan pengorbanan luar biasa, salah satunya dengan melakukan kredit dan pinjaman, penghasilan relatif kecil dan tidak menetap menjadikan nelayan cenderung bertindak demi kebutuhan sekunder. kemampuan nelayan dari hasil fishing ground belum cukup memenuhi seluruh kebutuhan hidup, masih dibutuhkan usaha lain demi tercapainya kebutuhan hidup, nelayan melakukan pinjaman ditempat lain tetapi menurut pemikirannya ada sesautu yang dapat menjaminya yaitu verifikasi pekerjaan.
c.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan 1. Musim dan Cuaca (iklim) Perubahan iklim (cuaca) merupakan unsur terpenting menentukan kondisi laut
pada saat turun melaut. Cuaca menjadi sebuah landasan nelayan untuk dapat melangsungkan hidup, dengan adanya pengetahuan kondisi cuaca nelayan mampu untuk mendeteksi keadaan laut. Ketika angin dan ombak menyatu pada arus ikan-ikan mengikuti arus ombak naik keatas, dolomnya laut terbawa kepermukaan oleh ombak dan arus. Persoalan lainnya juga terdapat pada perhitungan musim timur dan barat, untuk kedua musim ini, bagi nelayan ada dua musim yaitu musim utara barat laut dan utara timur laut, nelayan dapat turun melaut sekali-kali saja berdasarkan kondisi dan keadaan laut, yang berlangsung pada bulan juli hingga agustus musim utara timur laut dan desember hingga februari utara barat laut. 2. Bakul (Pendola) Bakul merupakan tempat satu-satunya nelayan menjualkan ikan mereka hingga sampai diperkotaan, bakul inilah yang menunggu nelayan dipesisir pantai ketika nelayan kembali melaut dengan hasil tangkapan. Bakul (pendola) merupakan relasi kerja nelayan menyalurkan ikan-ikan sampai diperkotaan Bakul (Istri Nelayan) Sistem dan mekanisme nelayan dan bakul merupakan salah satu penyebab nelayan mengalami kerentanan perolehan pendapatan, kegiatan pemasaran hasil tangkapan sendiri sangatlah membantu peningkatan ekonomi keluarga adanya ketergantungan kepada para bakul (pendola), misalnya yang berlangsung pada keluarga bapak Iwan Tagoi dan ibu Nona Yasin. Keluarga ini memiliki hubungan harmonis selaku relasi kerja. Hasil fishing ground oleh bapak Iwan Tagoe dilaksanakan sebaik mungkin oleh ibu Nona, sistem kerja yang baik menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi keuntungan ekonomi keluarga. Hasil tangkapan ikan dibawah langsung oleh ibu Nona dipasaran, dan menjadi seorang penjual ikan
dijalanan layaknya penjual ikan, kerjasama antara keduanya merupakan mekanisme kerja yang baik untuk melakukan verifikasi pekerjaan. 3. Kreatifitas dan Efisiensi Kerja Kreatifitas dan efisiensi kerja merupakan salah satu aspek kerja menuju keberhasilan bagi nelayan. Melaut bukan pekerjaan yang gampang, dibutuhkan starategi untuk membujuk ikan-ikan berkumpul siap untuk dijaring. Nelayan memiliki cara dan teknik tersendiri untuk menarik perhatian ikan pancingan, berbagai umpan dan mata pancing dirancang sendiri oleh nelayan menarik ikan-ikan agar datang memancingkan diri. Kreatifitas nelayan dibutuhkan agar ikan-ikan tertarik dengan pancingan yang di buat dan teknik kecepatan memancing dibutuhkan pula agar hasil tangkapan relative banyak. Penyebab lain nelayan mengalami kekurangan ekonomi yaitu kurangnya efisiensi kerja nelayan melakukan fishing ground, ketika hasil tangkapan melebihi target, timbul pemikiran nelayan untuk menunda melaut berikutnya hingga setelah hasil tangkapan habis nelayan turun kembali melakukan fishing ground. Tindakan Nelayan kurang memikirkan perencanaan akan pemenuhan kebutuhan yang harus dipenuhi setelahnya belum terlintas untuk diciptakan. 4. Kebiasaan Menjadi seorang nelayan merupakan suatu profesi yang tidak gampang, dikerahkan waktu, fisik dan kesehatan melakukan basic ini. dikalangan nelayan ada sebuah kebiasaan yang membuat kemorosotan perekonomian nelayan, yaitu minuman beralkohol. Secara actual, kebiasaan menjadi peminum dengan penghasilan yang belum mencukupi seluruh kebutuhan hidup rumah tangga dibagikan pada kebiasaan ini, sehingga menjadikan keluarga nelayan semakin terjepit perekonomiannya. Hasil melaut yang pas-pasan teruntukan pada kebutuhan hidup dasar harus berbagi dengan kebiasaan buruk nelayan, menyebabkan kebutuhan yang seharusnya dipenuhi tidak dapat ditutupi oleh nelyan.
5. Motivasi Bertahan Hidup Hasil tangkapan yang belum mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarga nelayan menjadikan mereka membentuk suatu keadaan lain dengan kondisi yang lain pula seperti melakukan verifikasi pekerjaan. Ekonomi kurang baik dari hasil tengkapan membuat nelayan terjebak pada kondisi kekurangan, kekurangan yang dirasakan dirubah dengan verifikasi pekerjaan disela waktu ketika nelayan tidak dapat melaut. Penyebab utama nelayan melakukan verifikasi pekerjaan yaitu faktor musim. Kekacauan pada musim yang mengganggu aktivitas melaut seperti terjadi pada musim utara timur laut, barat daya, barat laut dan enam malam yang tidak dapat melaut. Ketika musim ini sedang berlangsung secara tidak langsung mempengaruhi penghasilan nelayan, kekosongan pendapatan untuk setiap musim berlangsung tetapi nelayan sebagai tulang punggung kleuarga harus menafkahi anggota-anggota keluarganya, keadaan ini berlangsung setiap bulan. Kecendurang nelayan mendapatkan penghasilan besar pada musim ini adalah hal yang mustahil sebab keadaan musim dan cuaca yang tidak mendukung. Musim yang buruk pendapatan nelayan merosot karena hasil tangkapan sedikit bahkan tidak ada hasil yang diperoleh. Penutup Dari hasil penelitian lapangan dapat disimpulkan bahwa: a)
Nelayan Molotabu masih tergolong nelayan tradisional dengan menggunakan alat-alat tangkap sederhana dengan kondisi ekonomi keluarga relatif kecil.
b)
Nelayan Molotabu banyak melakukan verifikasi pekerjaan untuk menopang kebutuhan hidup rumah tangga nelayan, sebab dengan hasil melaut belum dapat memenuhi semua kebutuhan ekonomi keluarga nelayan.
c)
Sebagian nelayan yang beralih sebelum, sementara dan sesudah beralih profesi menghasilkan ekonomi yang lebih baik
d)
Dari hasil melaut belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup keluarga nelayan
Saran Bagi pemerintah: a)
Diharpakan untuk pemberian bimbingan berupa penyuluhan sekolah belajar nelayan untuk menambah wawasan dan pemahaman mengembangkan profesi yang dimiliki.
b)
Diharapkan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan alat sarana melaut modern untuk mengembangkan pendapatan nelayan di desa Molotabu
c)
Diharapkan penyuluhan pemerintah terhadap masyarakat Molotabu untuk manajement keuangan keluarga
Nelayan: a)
Diharpakan keluarga nelayan mampu untuk memanajement keuangan rumah tangga
b)
Mampu memiliki usaha sendiri untuk memasarkan hasil tangkapan
c)
Mampu menciptakan teknik baru melaut untuk menambah penghasilan
d)
Berupaya memiliki tabungan untuk kebutuhan rumah tangga
DAFTAR PUSTAKA Listianingsih,Windi. 2008. Sistem Pemasaran Hasil Perikanan Dan Kemiskinan Nelayan. http://C08wli.pdf – [sistem pemasaran hasil perikanan dan kemiskinan nelayan] – sumatrapdf. 5/02/2013 Mulyana, Deddy, 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nasution, 1996. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Angkas Wandoko,La Ho Ho. 2012. Agro Bisnis Perikanan Tangkap Kemiskinan Nelayan “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kemiskinan Nelayan. http://nokhen.blogspot.com/2012/01/penyebab-kemiskinandikalangan-nelayan.html, 5/92/2013 Sugiyono, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alvabeta