Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana 1
Sandi Pakaya, 2Zulaeha Laisa, 3Noval Sufriyanto Talani
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, 2,3Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Manajemen komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengatasi masalah bencana dan itu merupakan upaya yang komprehensif untuk mencegah sekaligus mengurangi resiko bencana di Provinsi Gorontalo. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui: Pertama, relasi interpersonal relawan BPBD Provinsi Gorontalo saat penanggulangan bencana, Kedua, kompetensi komunikasi relawan saat penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo. Penelitian ini, menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dan teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Relasi interpersonal relawan dan kompetensi komunikasi relawan saat penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo mengungkap: Pertama, relasi interpersonal terdiri dari: 1). Relawan dengan relawan BPBD Provinsi Gorontalo masih terlihat belum harmonis dikarenakan pada saat penanggulangan bencana masih ada konflik atau perbedaan pendapat terjadi; 2). Relasi relawan dengan masyarakat itu dibentuk melalui informasi gejala bencana dan keberhasilan relawan dalam mengatasi masalah bencana. Namun demikian, relawan BPBD Provinsi Gorontalo belum memfungsikan semua media informasi di Provinsi Gorontalo; 3). Relasi relawan dengan pimpinan sudah terlihat cukup baik, karena keterbukaan pimpinan dengan relawan sekaligus saling menerima saran. Kedua, competence relawan BPBD Provinsi Gorontalo itu sudah terlihat baik, karena pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo selalu memberikan arahan sekaligus pelatihan kepada relawan, dan relawan tersebut sudah mampu melaksanakan pelatihan tersebut. Diharapkan kantor BPBD Provinsi Gorontalo dapat meningkatkan pembekalan maupun pelatihan pada relawan mengenai pada saat penanggulangan bencana. Kata Kunci : relasi, interpersonal, competence, BPBD Provinsi Gorontalo
Abstract Communication management has a very important role to cope with force natures and it is a comprehensive effort to prevent and reduce the risk of force natures in Gorontalo province. The purpose of this research was to determine: First, interpersonal relations volunteers when force nature BPBD Gorontalo Province, Second, communication competence when force nature volunteers in BPBD Gorontalo Province. This study, using descriptive qualitative research methods dan Data collection techniques, namely observation, interviews, and document analysis. The results showed that interpersonal relationships and communication competence when force nature volunteers in BPBD Gorontalo Province The results of the study reveal: First, interpersonal relationships consist of: 1). Volunteers with volunteers BPBD Gorontalo province still look harmonious yet because at the time there was a conflict force nature or disagreements occur; 2). Relationships with community volunteers was formed through the symptoms of force nature information and volunteer success in overcoming the force nature. However, volunteers BPBD Gorontalo province has not functioning all the media information in Gorontalo Province; 3). Relation volunteers with leadership already looks pretty good, as well as openness led by volunteers each received a suggestion. Second, competence volunteers BPBD Gorontalo province was already looking good, because the leadership of the BPBD Gorontalo province always provide direct referrals once the training to volunteers, And the volunteers have been able to carry out the training. expected BPBD Gorontalo Province to can inprove in briefing and training of the volunteers at the time of force nature. Keywords: relation, interpersonal, competence, BPBD Gorontalo province
32 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
Pendahuluan Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat rentan terhadap ancaman berbagai jenis bencana, misalnya bencana yang terjadi di Sulawesi Utara. Banjir bandang dan longsor yang melanda Sulawesi Utara pada tanggal 15 Januari 2014 lalu, merupakan bencana yang menewaskan hampir 19 jiwa dan merusak sekitar 10 ribu rumah, menghanyutkan sekitar 565 rumah, warga yang terkena bencana 80 orang. Begitu pula bencana yang terjadi didaerah lainnya termasuk Gorontalo. Di mana merupakan salah satu daerah yang rentan terhadap bencana. Hal ini terlihat pada kejadian bencana yang disebabkan oleh SDA (sumber daya alam) di Provinsi Gorontalo. Bencana yang disebabkan oleh SDA (sumber daya alam), antara lain: banjir/banjir bandang, tanah longsor, gempa, kebakaran, angin topan, angin puting beliung. Pada tahun 2011 sampai dengan 2013 Provinsi Gorontalo mengalami kejadian bencana yang menimbulkan cukup banyak kerugiannya. Misalnya, salah bencana banjir atau banjir bandang yang terjadi di Kota Gorontalo pada 16 februari 2011 silam. Korban bencana banjir tersebut mencapai 212 KK dan 614 jiwa. Pada 2 maret 2012 korban bencana mencapai 492 KK dan 800 jiwa dan pada 14 mei 2013 korban bencana mencapai 6.413 KK dan 20.789 jiwa. Korban dan kerusakan yang timbul pada umumnya disebabkan karena kurangnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana terlihat dari belum optimalnya perencanaan penataan ruang dan perencanaan pembangunan yang memerhatikan potensi bencana di Provinsi Gorontalo. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Gorontalo merupakan instansi pemerintah yang dibentuk untuk penanggulangan bencana daerah. Berbagai bencana tersebut tidak dapat kita hindari melainkan ditanggulangi. Dalam penanggulangan bencana, kehadiran relawan menjadi elemen penting dalam hal
penyelamatan, koordinasi serta komunikasi yang baik akan mendorong kelancaran penanggulangan setiap bencana yang akan datang. Penanggulangan bencana harus dikelola dan ditangani secara baik melalui upaya terencana, manajemen komunikasi yang baik dan benar, terkoordinasi antara pemerintah dan partisipasi masyarakat, dengan memberdayakan semaksimal mungkin potensi sumber daya setempat yang pelaksanaannya dilakukan oleh satuan penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Untuk sistem penanggulangan bencana saat ini masih ditemukan masalah atau hambatan yang terjadi pada relawan tersebut dengan dilatarbelakangi adanya perbedaan pendapat atau konflik sesama relawan saat melakukan tanggap darurat dalam menanggulangi masalah bencana, dan ini merupakan salah satu aspek hambatan bagi relawan di mana yang seharusnya untuk mengatasi masalah bencana diperlukan komitmen dan saling percaya sesama relawan yang selanjutnya untuk mengatasi gejala bencana yang membuat masyarakat ketakutan pemerintah BPBD Provinsi Gorontalo diharuskan memberikan atau diharuskan informasi yang jelas dengan menggunakan atau memfungsikan chanel atau saluran media informasi yang ada di Provinsi Gorontalo, baik media cetak, radio, dan televisi. Dari data BPBD Provinsi Gorontalo bencana dari tahun 2011 sampai dengan 2013 lebih didominasi oleh bencana alam seperti banjir atau banjir bandang, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran, angin topan, angin puting beliung. Tercatat pada tahun 2011 korban terdampak bencana mencapai 42220 jiwa dan 8606 kerusakan sarana dan prasarana. Di tahun 2012 korban terdampak bencana berjumlah 46295 dan kerusakan sarana dan prasarana mencapai 7666. Sedangkan pada tahun 2013 sebanyak 86197 jiwa mengalami dampak bencana dan kerusakan sarana dan prasarana mencapai 8275. Data tersebut menunjukkan peningkatan jumlah korban dan kerusakan sarana dan prasarana.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 33
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa dalam penanggulangan bencana dibutuhkan perencanaan penanggulangannya termasuk kemampuan relawan berkomunikasi dan berhubungan dengan pihak lain saat penanganan bencana. Kemampuan relawan berkomunikasi dan hubungan dengan orang lain merupakan bentuk dari manajemen komunikasi. Manajemen komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengatasi masalah dalam penangangan bencana yang dilakukan oleh para relawan dan itu merupakan upaya yang komprehensif untuk mencegah sekaligus mengurangi dampak bencana. Secara spesifik manajemen komunikasi yang dimaksud, yakni pengaturan penanggulangan masalah bencana yang melibatkan proses komunikasi, koordinasi antara masyarakat dan pemerintah. Komunikasi dan koordinasi penanggulangan bencana sangat diperlukan untuk memperoleh tujuan yaitu agar penanganan korban bencana berjalan secara efektif dan efisien. Ekeftif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Fakta di atas memunculkan beberapa pertanyaan yang layak untuk dikaji dan dibahas. Penelitian ini membahas permasalahan yang terkait dengan (1) bagaimana relasi interpersonal relawan BPBD Provinsi Gorontalo saat penanggunalangan bencana; dan (2) bagaiamana kompetensi komunikasi relawan saat penanggulangan bencana. Sehingga tujuan dilaksakannya penelitian ini untuk mengetahui dan memahami manajemen komunikasi relawan BPBD Provinsi Gorontalo dalam penanggulangan bencana yang dilihat dari relasi interpesonal dan kompetensi komunikasi mereka. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dan dalam
mendeskripsikan atau menggambarkan masalah peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menggambarkan relasi interpersonal relawan pada saat penanggulangan bencana dan kompetensi relawan pada saat penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Dalam manajemen komunikasi pada saat penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo, peneliti berperan sebagai instrumen utama yang harus beradaptasi dengan kondisi yang di lapangan, dalam hal ini di kantor BPBD Provinsi Gorontalo demi kepentingan penelitian itu sendiri. Sedangkan berkaitan dengan sumber data dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Adapun mengenai data tersebut diuraikan sebagai berikut: (1) Sumber Primer: diperoleh dari data-data yang dikumpulkan peneliti dari sumber data di lokasi penelitian. Peneliti ingin meneliti relasi sekaligus kopetensi relawan pada saat pnanggulangan bencana, oleh karena itu; yang menjadi informan sebagai sumber data primer adalah Relawan BPBD Provinsi Gorontalo. Dan dalam penelitian kualitatif, sampel sumber data dipilih secara purposive sampling, yang artinya pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiono 2013:54). dan menjadi purposive sampling pada penelitian ini yaitu relawan BPBD Provinsi Gorontao; (2) Sumber Sekunder: Berupa data tambahan yang dapat berfungsi untuk mengumpulkan sebanyak-banyak data dan informasi tentang manajemen komunikasi penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Data-data tersebut didapat peneliti selain dari sumber utama, misalnya referensi buku, Koran, dokumen, internet dan hasil publikasi baik berupa gambar maupun video. Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiono 2013:62) Sesuai dengan penelitian kualitatif dan sumber data yang dimanfaatkan, maka pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti dalam
34 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
penelitian ini yaitu obeservasi, wawancara, dokumentasi. 1). Obeservasi, observasi dalam penelitian ini peneliti terlebih dahulu mengamati fenomena relawan di BPBD Provinsi Gorontalo, yang terjadi di lapangan maupun aktivitas-aktivas sehari-hari di kantor BPBD Provinsi Gorontalo. Dalam Observasi ini, peneliti mengamati relasi dan kompetensi relawan menanggulangi bencana. 2). Wawancara, wawancara yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Dalam penelitan ini sasaran utama adalah Relawan di BPBD Provinsi Gorontalo. Tipe wawancara itu dilakukan secara langsung/tatap muka pada relawan dan ketika mereka tidak ada kesibukan. alat yang digunakan untuk wawancara yakni sebuah buku catatan dan handphone. 3). Dokumentasi, Dokumentasi adalah catatan penting sebagai pendukung dari observasi dan wawancara yakni berupa gambar dan lain sebagainya mengenai relawan BPBD Provinsi Gorontalo. Dan dokumentasi ini juga sebagai bahan tambah untuk kelangkapan hasil berkas untuk karya ilmiah.
Menurut Bodgan Dalam penelitian kualitatif, “analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat dinformasikan kepada orang lain.” (Sugiono 2013:88). Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan antara lain: (1) Reduksi data, Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan dalam reduksi data peneliti melakukan observasi awal di BPBD Provinsi Gorontalo; (2) Penyajian data, Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Karena melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam
pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penyajian data ini peneliti informasi mengenai manajemen komunikasi penanggulangan bencana, sekaligus metode yang digunakan untuk pengumpulan data; (3) Penarikan kesimpulan, Setelah Reduksi data dan penyajian data dialakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah yang ditetapkan sebelumnya. Analisis data ini digunakan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Dalam penarikan kesimpulan peneliti melakukan wawancara, dan peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai yakni, dengan cara bisa memahami jawaban dari informan para “relawan” dan jawaban tersebut sudah benar-benar bisa menjawab masalah yang diteliti, dan peneliti mencari bagaimana relasi interpersonal relawan BPBD Provinsi Gorontalo saat penanggulangan bencana yakni, relasi antara relawan dengan relawan, relawan dengan pimpinan, dan relawan dengan masyarakat, sekaligus kompetensi relawan saat penanggulangan bencana Kajian Pustaka Manajemen Komunikasi
Manajemen Komunikasi Michael Kaye (1994:10) menjelaskan model manajemen komunikasi sejalan dengan boneka motouschka Russia yang terbungkus dalam lingkup yang lebih besar secara progresif. Dalam model ini terdapat empat perbedaan ukuran boneka seperti tampak pada gambar 1.
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 35
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
Gambar 1. Model Manajemen Komunikasi Sumber: Kaye, M. 1994. Communication Management. Australia: Prentice Hall. Hal. 10.
Boneka yang paling kecil, merupakan bagian terdalam dari model manajemen komunikasi orang dewasa, merepresentasikan “diri”. Mengetahui dan memahami diri seseorang merupakan bagian yang dibutuhkan dari keefektifan manajemen diri. Pada gilirannya, kesadaran diri disajikan sebagai dasar yang kuat untuk menganalisa dan menguji diri, khususnya ketika manusia menyadari bagaimana mereka memengaruhi orang lain melalui perkataan dan tindakan mereka. Oleh karena itu, boneka “diri” merupakan komponen intrapersonal dari model manajemen komunikasi. Hal yang melingkupi boneka diri adalah boneka antar pribadi. Hal yang menjadi perhatian pada poin ini adalah bagaimana “diri pribadi” berhubungan dengan “orang lain.” Elemen interpersonal ini dijelaskan dengan sangat baik pada teori konstruktivisme yang menyatakan bahwa komunikasi adalah sebuah proses di mana interaksi individual menciptakan makna satu sama lain dan tentang di mana mereka membangun hubungan. Boneka interpersonal menarik perhatian kita tentang bagaimana komunikasi orang dewasa dapat mempengaruhi satu sama lain dan menghasilkan perubahan pada diri mereka sendiri atau terhadap orang-orang yang berinteraksi dengan mereka. Boneka ketiga adalah “Manusia dalam sistem.” Pada bagian ini, hal yang
menjadi perhatian adalah bagaimana sistem manusia atau organisasi bekerja dan berfungsi sehingga berpengaruh terhadap cara orang-orang tersebut berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan sistem-sistem tersebut. Boneka ini juga beranggapan bahwa manusia dapat memengaruhi perkembangan sistem dan organisasi atau sebaliknya memperburuk kondisi sistem dan organisasi. Pada model manajemen komunikasi ini, perhatian yang paling besar diberikan untuk memahami dan mengatur budaya dari sistem manusia atau organisasi itu sendiri. Dalam hubungannya, ‘budaya’ mengacu pada aturan, norma, nilai, dan kebiasaan secara terbuka dan rahasia yang memberikan perbandingan karakter terhadap sistemsistem manuisa tersebut. Terakhir, boneka keempat adalah boneka yang mencakup keseluruhan boneka dan selanjutnya dinamakan ‘kompetensi’. Sangat penting untuk diketahui bahwa model “kompetensi” ini bukan merupakan lapisan luar atau pembungkus. Kompetensi manajemen komunikasi pada model tersebut dapat terjadi pada setiap level. Oleh karena itu, manusia secara interpersonal akan memiliki kemampuan ketika mereka menerima suatu pemahaman mengenai ‘diri’ mereka dan mengembangkan beberapa tindakan ‘pengontrolan-diri’ atau ‘pengaturan-diri’. Manusia juga dapat terlihat mampu ketika
36 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
mereka membangun, mengkordinasi, dan mengklarifikasi makna dari hasil interaksi yang mereka lakukan dengan orang lain. Akhirnya, manusia dapat dikatakan ‘mampu’ ketika mereka menunjukkan kemampuan untuk mengubah sistem yang mereka atau orang lain jalankan. 1. Penanggulangan Bencana Menurut Sugeng Tri Utomo dkk. (2011:6) mengemukakan tahap penanggulangan bencana merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam manajemen bencana dikenal tahapan/bidang kerja penanggulangan bencana. Adapun tahapan atau bidang kerja penganggulangan bencana terdiri dari empat tahapan, yaitu pencegahan dan mitigasi bencana, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan pasca bencana (lihat Gambar 2). a. Sebelum Terjadi Bencana 1) Pencegahan. Pencegahan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah menghadapi, atau mengatasi suatu keadaan. 2) Mitigasi. Mitigasi dapat juga diartikan sebagai penjinak bencana alam, dan pada prinsipnya mitigasi adalah usaha-usaha baik
bersifat persiapan fisik, maupun non-fisik dalam menghadapi bencana alam. Persiapan fisik dapat berupa penataan ruang kawasan bencana dan kode bangunan, sedangkan persiapan non-fisik dapat berupa pendidikan tentang bencana alam. 3) Kesiapsiagaan menurut Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna dan Kesiapsiagaan juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Setelah Terjadi Bencana
Situasi Tidak Terjadi Bencana
Pada Saat Terjadi Bencana
Situasi Terdapat Potensi Bencana
Gambar 2.Tahapan Penanggulangan Bencana Sumber : Tri Utomo, dkk. 2011:6. Panduan Perencanaan Kontijensi Menghadapi Bencana. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 37
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
b. Setelah Terjadi Bencana 1) Tahap Tanggap Darurat, Pada tahap tanggap darurat, hal yang paling pokok yang sebaiknya dilakukan adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap darurat. Selain itu, tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan makanan yang cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana. 2) Tahapan Pemulihan Dalam tahapan pemulihan terbagi atas dua antara lain sebagai berikut : a. Tahap Rehabilitasi. Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai; b. Tahap Rekonstruksi.Tahap ini bertujuan membangun kembali daerah bencana dengan melibatkan semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat Provinsi maupun kabupaten terutama di wilayah rawan bencana. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Untuk mengetahui manajemen komuikasi penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo, peneliti mengamati relasi interpersonal relawan sekaligus kompetensi komunikasi relawan BPBD Provinsi Gorontalo saat
penanggulangan bencana. Selama terjun kelapangan, penulis melakukan wawancara mendalam mengenai manajemen komunikasi penanggulangan bencana dengan pegawai sekaligus berstatus relawan di BPBD Provinsi Gorontalo. Kantor BPBD Provinsi Gorontalo memang pada dasarnya tugas mereka adalah menanggulangi bencana tapi perlu kita ketahui kantor BPBD Provinsi Gorontalo, tidak terbentuk dengan namanya tim relawan namun hanya staf sekaligus berperan sebagai relawan. BPBD Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan undang-undang No 24 tahun 2007 tentang badan penanggulangan bencana, adapun pembentukan badan penanggulangan bencana itu, disamping melihat ataupun mengacu pada uu no 24 tahun 2007, maka BPBD Provinsi Gorontalo juga dibentuk berdasarkan rekomendasi dari badan informasi melalui peta rawan bencana. Bahwa Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi yang rawan bencana, sehingganya sangat diperlukan salah satu lembaga ataupun SKPD yang menangani dan mengkoordinir langsung penanggulangan bencana, termasuk relawan maupun pemangku kepentingan penyelenggara penanggulangan bencana yang ada di Provinsi Gorontalo, sehingga ini yang menjadi dasar utama ataupun yang melatarbelakangi pembentukan badan penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Pada penelitian manajemen komunikasi penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo ini peneliti hanya meneliti relasi interpersonal relawan pada saat penanggulangan bencana dan kompetensi komunikasi relawan saat penanggulangan bencana. Di mana relasi interpersonal relawan pada saat penanggulangan bencana prosesnya dengan cara melihat dan menjelaskan relasi antara relawan dengan relawan, relawan dengan pimpinan, dan relawan dengan masyarakat. Sedangkan kompetensi komunikasi relawan yakni, melihat relawan menjadi kompeten dalam memahami tata cara saat
38 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
penanggulangan bencana. Dan kompetensi relawan akan terlihat ketika pimpinan memberikan arahan sekaligus pelatihan yang berfungsi membangun semangatnya kerja relawan saat penanggulangan bencana. Relasi interpersonal Provinsi Gorontalo
relawan
BPBD
Relasi Interpersonal Relawan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pada saat penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo. Dan untuk penyelesaiannya ada beberapa relasi interpersonal relawan yakni; relawan dengan relawan, relawan dengan pimpinan, relawan dengan masyarakat. Relawan dengan Relawan Relasi relawan dengan relawan merupakan salah satu aspek penting untuk mengatasi masalah Pada saat penanggulangan bencana khususnya di Provinsi Gorontalo. Karena dengan adanya kerja sama antara sesama relawan bisa membangun semangat yang tangguh untuk menanggulangi bencana di Provinsi Gorontalo. Sesuai interview peneliti dengan relawan di kantor BPBD Provinsi Gorontalo dalam tindakan penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo sudah sesuai dengan prosedur peraturan yang berlaku dengan prinsip-prinsip utama dalam menanggulangi bencana, namun mengenai relasi relawan dengan relawan pada saat penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo, masih sering terjadinya konflik atau perbedaan pendapat untuk mengatasi masalah bencana. Tapi itu bukan menjadi alasan beban sebagai seorang relawan karena prinsip utamanaya yakni koordinasi dan keterpaduan saling mendukung yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan benar sekaligus akuntabilitas relawan yang berkewajiban menyelamatkan nyawanyawa manusia sekaligus harta benda dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
Meskipun demikian terjadinya konflik itu wajar-wajar saja namun mereka harus lebih berhati-hati dalam masalah bencana yang terjadi, karena ini menyangkut kerugian yang amat penting bagi masyarakat khususnya di Provinsi gorontalo. Untuk itu diperlukan adanya suatu pembelajaran kepada para relawan mengenai perspektif dan implementasi relasi dari para relawan di BPBD Provinsi Gorontalo. Hal ini sangat penting karena ibarat peribahasa “tak kenal maka tak sayang," jadi kita harus bekerja sama. Relawan dengan Pimpinan Pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo selalu menerima saran dari relawan tersebut selama itu dia baik dan saran itu merupakan salah satu bentuk motivasi dari pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo kepada bawahan atau relawan. Selama kepentingan bersama bagaimana untuk memperbaiki sistem mekanisme yang ada di penanggulangan bencana. Karena tidak mungkin semua tugas sistem mekanisme itu kita kuasai dan kita anggap baik yang pasti ada saran dari satu atau dua orang yang tentunya ini dianggap terbaik untuk daerah maka itu harus terima. Sesuai pengamatan peneliti melalui wawancara, pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo selalu memberikan motivasi pada relawan pada saat penanggulangan bencana, di mana pimpinan selalu menerima dan mendukung saran dari relawan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo Jadi pada dasarnya motivasi salah satu aspek yang penting untuk membangun relasi yang baik antara relawan dengan pimpinan dan bentuk motivasi ini akan membangun kepercayaan yang penuh bagi relawan untuk mengatasi masalah pada saat penanggulangan bencana. apalagi ini pekerjaan yang bisa dikatakan susah dan menyangkut kerugian masyarakat yang ada di Provinsi Gorontalo, jadi motivasi dari seorang pimpinan sangatlah penting untuk membangun semangat relawan pada saat penanggulangan bencana. Sesuai interview di mana pimpinan selalu memberikan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 39
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
motivasi kepada relawan di BPBD Provinsi Gorontalo untuk mengatasi masalah bencana. Koordinasi dan keterpaduan pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo adalah aspek penting dalam penanggulangan bencana, karena didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. di mana dengan prinsip keterpaduan penanggulangan bencana dilakukan dan didasarkan pada kerja sama yang baik dan benar. Relawan Dengan Masyarakat Selanjutnya relawan di BPBD Provinsi Gorontalo itu sudah menerapkan relasi melalui salah bentuk komunikasi yakni, memberikan informasi mengenai bencana yang akan terjadi melalui saluran media yang ada di Provinsi Gorontalo. Dan itu menjadi tugas relawan BPBD Provinsi Gorontalo maupun instansi terkait dalam hal bencana yang pada intinya peringatan dini, artinya tiba sewaktu-waktu ada gejalagejala tiba bencana misalnya: banjir, sebagai relawan wajib memberi peringatan pada masyarakat di daerah-daerah pinggiran untuk segera mengantisipasi. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai relasi relawan dengan masyarakat itu tergantung keberhasilan para relawan dalam menanggulangi pada saat bencana terjadi. Dan untuk membutikan relasi yang baik dengan masyarakat Provinsi Gorontalo, relawan berusaha semaksimal mungkin untuk menanggulangi bencana dengan memfungsikan personil maupun peralatan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo.
Kompetensi komunikasi relawan dalam penanggulangan bencana Pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo sudah menjadi seorang komunikator yang baik dan selalu membangun kompeten komunikasi yang baik atau komunikasi secara langsung atau tatap muka yang diimplementasikan melalui dengan cara menjelaskan dan mengkoordinasi tugas-
tugas yang relawan kerjakan pada saat penanggulangan bencana, bahkan setiap hari senin pimpinan BPDB Provinsi Gorontalo sudah mengambil tugas untuk menerima apel kerja, setiap hari senin itu bulan berjalan pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo melihat kemampuan relawan pada saat penanggulangan bencana yang sudah laksanakan minggu yang lalu dan melihat kembali apa yang kurang dan apa menjadi tugas diminggu akan datang termasuk tugas-tugas para relawan itu secara keseluruhan setiap minggu bahkan pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo sudah tetapkan minimal setiap bulan itu harus ada evaluasi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Berdasarkan interview relawan di BPBD Provinsi Gorontalo sudah mampu memahami komunikasi mengenai arti dari relawan sekaligus tata cara saat penanggulangan bencana. Karena pada dasarnya dalam keberhasilan suatu pekerjaan diharuskan sungguh-sungguh dalam menyelesaikannya, apalagi dalam hal yang menyangkut bencana yang akan merugikan masyarakat provinsi gorontalo dan sekitarnya. Maka dari itu harus mengadakan pelatihan untuk mengatasi terjadinya suatu bencana. Berdasarkan penjelasan di atas kompetensi komunikasi di BPBD Provinsi Gorontalo pada saat penanggulangan bencana, itu sudah berjalan dengan secara optimal. Di mana pimpinan sudah mampu berusaha melakukan pelatihan tentang saat penanggulangan bencana maupun pembinaan secara langsung dengan relawan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo, dan relawan juga sudah mampu memahami arti dari penanggulangan bencana dan berusaha juga membentuk komunikasi yang baik sesama relawan sebelum melakukan tanggap darurat pada saat penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Manajemen Komunikasi Penanggulangan Bencana Manajemen komunikasi sangat identik dengan interaksi sosial. Ada kalanya dibutuhkan dan mampu untuk
40 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo
ARTIKEL ILMIAH Vol. 1, No. 1, Januari 2015 www.kimkomunikasi.ung.ac.id
memposisikan diri dengan tepat dalam situasi tertentu, sekaligus juga harus mampu menghadapi dan menjalin kerjasama tanpa mencampurnya dengan urusan pribadi. Ini merupakan sebagian alasan diperlukannya sikap professional dalam diri khususnya relawan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo. Badan penanggulangan bencana Provinsi Gorontalo, untuk keberhasilannya bagi relawan dalam menanggulangi bencana itu diperlukan manajemen komunikasi yang baik dan benar. Dalam deskripsi tersebut peneliti, menggunakan Boneka Motouscha sebagai landasan sebagai gambaran manajemen komunikasi pada penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Manajemen komunikasi dalam Boneka Motouschka bisa menggambarkan peneliti untuk melihat bagaimana keefektifan penanggulangan bencana di BPBD Provinsi Gorontalo, yang diantaranya bisa mengetahui dan memahami kerja para relawan dan ini merupakan bagian yang dibutuhkan dari keefektifan manajemen diri, artinya dalam menanggulangi bencana urusan pribadi bagi para relawan tidak bisa dibawah pada saat penanggulangan bencana. Selanjunya Boneka Motouschka ini mempunyai empat model komunikasi yakni: self, interperonal, system, dan competence. Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan dua model komunikasi yaitu: interpersonal dan competence dengan alasan bahwa dua model tersebut sangat penting untuk keberhasilan dalam menanggapi bencana di Provinsi Gorontalo. Di mana dua model tersebut bisa menggambarkan relasi interpersonal relawan di BPBD Provinsi Gorontalo dan sekaligus kemampuan komunikasi pimpinan dengan relawan dalam bentuk pengarahan, pembinaan dan pelatihan untuk penanggulangan bencana. Dan yang paling penting kemampuan pimpinan maupun relawan dalam mendayagunakan sekaligus penggunaan teknik-teknik pertukaran informasi, artinya pimpinan mampu menerima saran dari
relawan mengenai penanggulangan bencana demi keberhasilan tersebut. Simpulan dan Saran Simpulan Manajemen komunikasi penanggulangan bencana yang dilakukan di kantor BPBD Provinsi Gorontalo dapat terlihat pada relasi interpersonal relawan dan kompetensi komunikasi relawan pada saat penanggulangan bencana yakni, relasi antara relawan dengan relawan, relawan dengan pimpinan, relawan dengan masyarakat, dan kemampuan komunikasi relawan dalam menangani tentang masalah penanggulangan bencana. Relasi relawan antara Relawan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo dalam tindakan saat melakukan penanggulangan bencana masih terdapat kendala yang perlu di atasi yakni konflik atau perbedaan pendapat sesama relawan, dan itu bisa membuat pekerjaan tersebut tidak bekerja secara maksimal. Yang kemudian dalam menanggapi gejala bencana yang akan terjadi di Provinsi Gorontalo itu diharuskan atau diwajibkan untuk menyampaikan informasi dengan menggunakan media informasi yang ada di Provinsi Gorontalo kepada masyarakat dan sekitarnya. Namun dengan kenyataannya masih terlihat minim media informasi yang digunakan tersebut, dikarenakan belum semua media informasi yang ada di Provinsi Gorontalo itu difungsikan. Selanjutnya dalam kemampuan komunikasi relawan di Provinsi Gorontalo sudah terlihat cukup baik di mana, pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo sangatlah harmonis dengan staf maupun relawan yang ada di kantor BPBD Provinsi Gorontalo, tidak ada geep atau pembatas ia selalu terbuka dan mendukung saran-saran dari relawan tersebut dan selalu memberikan kepercayaan penuh pada relawan yang ada di BPBD Provinsi Gorontalo untuk mengatasi masalah bencana, dan selain itu pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo selalu memberikan motivasi demi keberhasilan kinerja relawan. Komunikasi relawan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo | 41
Manajemen Komunikasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana Sandi Pakaya, Zulaeha Laisa, dan Noval Sufriyanto Talani
BPBD Provinsi Gorontalo sudah diterapkan koordinasinya dan berjalan cukup baik dan sudah berjalan dengan secara optimal. Di mana pimpinan sudah mampu berusaha mengarahkan sekaligus melakukan pelatihan tentang saat penanggulangan bencana maupun pembinaan tentang bagaimana mengatasi pada saat penanggulangan bencana, dan relawan juga sudah berusaha memahami arti dari penanggulangan bencana dan berusaha juga membentuk komunikasi yang baik sesama relawan sebelum melakukan tanggap darurat pada saat penanggulangan bencana di Provinsi Gorontalo. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan seperti di atas, berikut disampaikan saran-saran yang diharapkan
dapat memperbaiki manajemen komunikasi penanggulangan bencana di kantor BPBD Provinsi Gorontalo. Saran peneliti yaitu: (1) Relasi antara relawan dengan relawan harus diperbaiki dengan baik agar pada saat penanggulangan bencana tidak terjadi konflik sesama relawan; (2) Pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo harus mampu mengatasi perbedaan pendapat yang terjadi antar sesama relawan; (3) Keterbukaan pimpinan pada staf maupun relawan harus dipertahankan. Begitu pula kepercayaan yang diberikan pimpinan BPBD Provinsi Gorontalo pada relawan harus tetap terjaga; (4) Pembekalan teknis khususnya pembekalan mengenai manajemen komunikasi saat penggulangan bencana perlu dilakukan agar dapat meminimalisir potensi konflik yang terjadi antar sesama relawan
Daftar Pustaka Kaye,
Michael. 1994. Managament Communication. Australia: Prentice hall. Maarif, Syamsul. 2012. Pikiran dan gagasan penanggulangan bencana di Indonesia Penerbit Badan Nasional Penanggulangan Bencana Jakarta.
Sugeng Triutomo, B. Wisnu Widjaja, R. Sugiharto, Siswanto BP, Yohannes Kristanto. 2011. Panduan perencanaan kontijensi menghadapi bencana edisi ke II Penerbit Badan Nasional Penanggulangan Bencana jakarta Sugiono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung Alfabeta.
42 | Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo