PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: MUHAMMAD FADHLAN NIM. 061233310038
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem ekologi yang terdiri dari komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi atau rusak yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Tirtakusumah, 1994). Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove tersebut. Ekosistem hutan mangrove yang sudah dieksploitasi oleh aktivitas ekonomi penduduk biasanya tidak dilakukan upaya pelestariannya sehingga ekosistem hutan mangrove akan terus-menerus mengalami kerusakan dan akhirnya menjadi punah. Untuk ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas ekonomi penduduk perlu dilakukan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove oleh pemerintah dan masyarakat dengan konservasi, reboisasi, dan rehabilitasi hutan mangrove. Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah biasanya dilakukan oleh Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah daerah setempat kemudian dibantu oleh masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan alam.
B. Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang terkait dengan pengaruh aktivitas penduduk terhadap ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, yaitu: (1). Kondisi fisik ekosistem hutan mangrove; (2). Fungsi dan manfaat ekosistem hutan mangrove; (3). Kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove; (4). Pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove; dan (5). Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan akibat aktivitas ekonomi penduduk.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove, pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove, dan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi fisik kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan? 2. Bagaimana pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan? 3. Bagaimana upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan?
E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kondisi fisik ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 2. Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. 3. Untuk mengetahui upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan akibat aktivitas ekonomi penduduk di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1. Sebagai bahan masukan bagi instansi pemerintah dan swasta di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan khususnya di Kelurahan Bagan Deli dalam mengambil kebijakan tentang pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan. 2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan. 3. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam menulis karya ilmiah berbentuk skripsi. 4. Sebagai bahan pembanding bagi penulis lain untuk meneliti masalah yang sama pada waktu dan daerah yang berbeda.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Hutan Mangrove Menurut etimologi (asal kata), kata “mangrove” berasal berasal dari kata “Mangue” (Bahasa Prancis) dan kata “at Grove” (Bahasa Inggris) yang artinya komunitas tanaman yang tumbuh di daerah berlumpur dan pada umumnya ditumbuhi oleh sejenis pohon bakau (Rhizophera sp) (Davis, 1940). Hutan mangrove merupakan hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Menurut Chapman (1984) bahwa flora yang terdapat dalam ekosistem hutan mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu; (1). Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam formasi hutan mangrove, contoh: Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Derris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone; dan (2). Flora mangrove peripheral (pinggiran), yaitu flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan mangrove, tetapi juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, contoh: Excoecaria agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littorelis, Hibiscus tiliaceus, dan lain-lain.
2. Kondisi Fisik Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Khomsin (2005: 190) menyatakan bahwa Kerusakan alamiah ekosistem hutan mangrove timbul karena peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim angin timur dan musim kemarau yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan akumulasi garam dalam tanaman. Selain itu, Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah tempat bakau tumbuh. Menurut Irwanto (2008) bahwa banyak kegiatan manusia di sekitar kawasan ekosistem hutan mangrove yang berakibat perubahan karakteristik fisik dan kimiawi di sekitar habitat hutan mangrove sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di dalam ekosistem hutan mangrove. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, maka ekosistem hutan mangrove dibagi menjadi tiga kriteria yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1: Kriteria Ekosistem Hutan Mangrove
No
Kriteria
Penutupan
Kerapatan Pohon/Ha
1
Baik
≥ 75%
≥ 1500 Pohon/Ha
2
Sedang
≥ 50% - < 75%
≥ 1000 - < 1500 Pohon/Ha
3
Rusak
< 50%
< 1000 Pohon/Ha
Sumber : Dahuri,1996 dalam Sunarto, 2008, hal. 26
Selain itu, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 bahwa ekosistem menyatakan bahwa hutan mangrove yang mengalami kerusakan dapat dibedakan menjadi tiga bagian (Dahuri,1996), yaitu: 1. Kerusakan Kecil Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong kecil apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 50% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 1000 pohon/Ha. Untuk kerusakan kecil ekosistem hutan mangrove hanya berpengaruh kecil terhadap kelangsungan hidup fauna yang berhabitat disana maupun aktivitas ekonomi penduduk yang tinggal di daerah tersebut. 2. Kerusakan Sedang Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong sedang apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 30% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 600 pohon/Ha. Untuk kerusakan sedang ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan sebagian besar fauna kehilangan sumber makanan dan tempat tinggal, serta sebagian besar aktivitas ekonomi penduduk dalam memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan berkurang. 3. Kerusakan Besar Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang tergolong besar apabila jumlah populasi pohon mangrove yang menutupi ekosistem hutan mangrove kurang dari 10% dan jumlah kerapatan pohon mangrove kurang dari 200 pohon/Ha. Untuk kerusakan besar ekosistem hutan mangrove dapat mengakibatkan kehidupan fauna yang berhabitat disana terancam bahaya bahkan kepunahan dan aktivitas ekonomi penduduk yang memanfaatkan sumberdaya alam hutan mangrove akan terhenti, selain itu daerah tersebut akan terancam dari bencana alam tsunami, gelombang laut besar dan abrasi yang membahayakan kehidupan manusia.
3. Pengaruh Yang Signifikan Aktivitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Menurut Ibrahim (2006) bahwa penyebab ancaman dan kerusakan ekosistem hutan mangrove antara lain: (1). Meningkatnya jumlah penduduk yang bermukim di lingkungan sekitar ekosistem hutan mangrove, sehingga pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove semakin meningkat; (2). Pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove yang semula dilakukan secara tradisional berubah menjadi secara komersial; (3). Ekosistem hutan mangrove peka terhadap perubahan dan tekanan dari luar yang melampaui kemampuan dan daya dukungnya, misalnya pencemaran lingkungan berupa limbah industri dan sampah di dalam ekosistem hutan mangrove; (4). Semakin meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan kawasan ekosistem hutan mangrove diubah menjadi perumahan, permukiman, perkantoran, industri, pelabuhan, tempat rekreasi (objek wisata), dan lain-lain; serta (5). Kawasan ekosistem hutan mangrove menjadi berkurang karena adanya perubahan pemanfaatan lahan hutan mangrove menjadi lahan pertambakan, baik tambak ikan maupun tambak udang. Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan, antara lain: (1). Keinginan untuk membuat pertambakan dengan lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan murah; (2). Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga, karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang; dan (3). Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove, adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional (Perum Perhutani 1994).
4. Upaya Pelestarian Ekosistem Hutan Mangrove Yang Mengalami Kerusakan Akibat Aktivitas Ekonomi Penduduk Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, maupun Papua telah dilakukan berkali-kali (Rimbawan, 1995; Sumarhani, 1995; Fauziah, 1999). Upaya ini biasanya dilakukan oleh pemerintah berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan maupun dari Pemerintah daerah setempat, namun hasil yang dipeorleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah (Saparinto, 2007). Upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga dilakukan oleh masyarakat yang ikut berpertisipasi membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya ekosistem hutan mangrove dengan metode, yaitu konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Rahmawaty, 2006). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 43 tentang kehutanan bahwa dalam kaitan kondisi hutan mangrove yang rusak pada setiap orang yang memiliki, mengelola atau memanfaatkan hutan mangrove wajib melaksanakan rehabilitas untuk tujuan perlindungan konservasi. Menurut Anita (2002) bahwa usaha-usaha yang harus dikembangkan dalam upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan, antara lain; (1). Perlindungan kawasan hutan mangrove yang bernilai konservasi tinggi; (2). Peremajaan perlu dilakukan pada hutan mangrove yang telah rusak untuk memulihkan fungsi ekosistem dan untuk meningkatkan nilai manfaat langsungnya; dan (3). Pencagaran ekosistem hutan mangrove hendaknya berdasarkan kriteria yang jelas dan pertimbangan yang rasional.
B. Kerangka Berpikir Kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dapat disebabkan oleh dua faktor penyebab, yaitu penyebab alami dan penyebab manusia. Kerusakan ekosistem hutan mangrove yang berasal dari faktor penyebab alami pada umumnya disebabkan oleh gempa bumi, badai angin, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor penyebab yang relatif kecil, sedangkan, kerusakan ekosistem hutan mangrove yang berasal dari faktor penyebab manusia merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove, seperti penebangan pohon mangrove (sebagai bahan bakar dan bahan baku industri kimia), membuat areal pertambakan (tambak ikan atau udang), dan pembangunan (permukiman, industri, pelabuhan dan tempat rekreasi) (Tirtakusumah, 1994). Faktor kerusakan ekosistem hutan mangrove yang disebabkan oleh manusia pada umumnya terjadi karena manusia memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat di dalam ekosistem hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari, seperti sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan ataupun sebagai sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan pada para nelayan yang tinggal di daerah sekitar tersebut (Melly, 1989). Oleh sebab itu, diperlukan upaya pelestarian ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yang ikut berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan metode konservasi, reboisasi dan rehabilitasi (Rahmawaty, 2006).
C. Hipotesis Di dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang signifikan aktivitas ekonomi penduduk terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belaawan. Adapun alasan penulis mengambil daerah ini sebagai lokasi penelitian adalah: 1. Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan yang terletak di daerah pesisir dengan tepi pantai yang berlumpur sehingga banyak pohon mangrove yang tumbuh disana membentuk ekosistem hutan mangrove seluas 163 Ha. 2. Sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian yang sama di daerah ini.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berdomisili di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dengan jumlah penduduk 13.618 jiwa atau 3.144 kepala keluarga (KK) (BPS Kota Medan Tahun 2008). 2. Sampel Jumlah sampel yang sebenarnya dalam penelitian ini adalah 93 kepala keluarga (KK) untuk populasi 3.144 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan sebagai lokasi penelitian.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini berupa variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut: 1. Kerusakan ekosistem hutan mangrove (X) 2. Pengaruh aktivitas ekonomi penduduk (Y)
2. Definisi Operasional Untuk memahami variabel penelitian dari penelitian ini, maka perlu penjelasan berupa definisi operasional sebagai berikut: a. Kerusakan ekosistem hutan mangrove adalah perubahan kondisi fisik biotik maupun abiotik di dalam ekosistem hutan mangrove menjadi tidak utuh lagi (rusak) yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. b. Ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan lebih dominan disebabkan oleh faktor manusia berupa aktivitas penduduk. c. Aktivitas penduduk adalah suatu wujud kegiatan atau tindakan yang memiliki pola tertentu dari manusia di dalam penduduk yang dapat menimbulkan wujud kebudayaan yang terdiri dari bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. d. Aktivitas penduduk di bidang ekonomi yang dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan mangrove karena pemanfaatan sumberdaya alam hutan mangrove sebagai sumber pendapatan/penghasilan tambahan atau sebagai sumber pekerjaan/mata pencaharian sampingan. e. Untuk variabel kerusakan ekosistem hutan mangrove diperlukan data kuantitatif berupa luas total lahan ekosistem hutan mangrove yang mengalami kerusakan. f. Untuk variabel aktivitas ekonomi penduduk diperlukan data kuantitatif berupa jumlah pendapatan/penghasilan penduduk dan jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan/mata pencaharian.
D. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer 1.1 Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum aktivitas yang dilakukan oleh penduduk yang berpotensi menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan dengan mengamati secara langsung ke lokasi penelitian menggunakan lembar observasi. 1.2. Angket Angket digunakan untuk menjaring data tentang aktivitas penduduk yang dapat mempengaruhi kerusakan ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan yang dimana penduduk yang berdomisili di lokasi penelitian dijadikan sebagai responden penelitian. Untuk memilih responden yang akan dipilih pada jumlah sampel untuk mengisi angket dilakukan teknik sampel keseluruhan (Total Sampling) yang berjumlah 93 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan. 2. Data Sekunder 2.1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari referensi-referensi dari para ahli yang relevan sesuai dengan msalah yang diteliti. 2.2. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan di kantor Kelurahan Bagan Deli dan kantor Kecamatan Medan Belawan. Selain itu, instansi yang terkait dalam penelitian ini adalah Dinas Kehutanan Kota Medan untuk melihat peta persebaran ekosistem hutan mangrove di Kelurahan Bagan Deli dan di Kecamatan Medan Belawan.
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hipotesis deskriptif satu sampel dengan menggunakan tes Chi Square ( X2 ) satu sampel untuk menguji hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini. Tes Chi Square ( X2 ) satu sampel digunakan untuk mengetes perbedaan frekuensi yang variabelnya berbentuk variabel tunggal atau mandiri yang bersifat asosiatif. Untuk menguji hipotesisi yang dirumuskan pada penelitian ini digunakan rumus tes Chi Square ( X2 ) satu sampel sebagai berikut:
Terima Kasih