JURNAL
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sisoal Universitas Negeri Gorontalo 2014
Bandar Kema di Minahasa Abad ke-16 Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo 2014
ABSTRAK Arianti Sengko. Nim : 231408012 “Bandar Kema di Minahasa Abad ke-16”, pembimbing I Dra. Hj. Trisnowaty Tuahunse, pembimbing II Sutrisno Mohamad, S.Pd, M.Pd1. Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui Sejarah Bandar Kema di Minahasa, Penelitian yang dilakukan merupakan suatu kajian sejarah Mianahasa abad ke-16.Guna mendapatkan data mengenai masalah diatas , maka di lakukan pengumpulan data sumber (Heuristik) melalui wawancara dengan Tokoh masyarakat Kema yang ada di kecamatan Kema, Data yang berhasil di Kumpulkan kemudian di periksa melalui (Kritik) sumber baik eksternal maupun internal agar data yang dikumpulkan dapat di pertanggungjawabkan. Selanjutnya penelitian melakukan (Interpertasi) guna memperkaya analisis dan membuat kesimpulan sehingga data yang telah ada dapat ditulis menjadi karya sejarah (Historiografi).Setelah melalui tahapan tersebut di temukan beberapa bukti yaitu peninggalan sejarah oleh Kolonial Belanda. ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea. Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea, Kota Kema merupakan pemukiman orang Spanyol, dimulai dari kalangan "pendayung" yang menetap dan tidak ingin kembali ke negeri leluhur mereka. Mereka menikahi perempuan-perempuan penduduk setempat dan hidup turuntemurun. Kema kemudian juga dikenal para musafir Jerman, Belanda dan Inggris. Mereka ini pun berbaur dan berasimilasi dengan penduduk setempat, sehingga di Kema terbentuk masyarakat pluralistik dan memperkaya Minahasa dengan budaya majemuk dan hidup berdampingan harmonis. Itulah sebabnya hingga masyarakat Minahasa tidak canggung dan mudah bergaul menghadapi orang-orang Barat. Pergerakan Mengusir Penjajahan lawan Spanyol Minahasa juga pernah berperang dengan Spanyol yang dimulai tahun 1617 dan berakhir tahun 1645. Perang ini dipicu oleh ketidakadilan Spanyol terhadap orang-orang Minahasa, terutama dalam hal perdagangan beras, sebagai komoditi utama waktu itu. Perang terbuka terjadi nanti pada tahun 1644-1646. Akhir dari perang itu adalah kekalahan total Spanyol, sehingga berhasil diusir oleh para waranei (ksatria-ksatria Minahasa)
Kata Kunci : Bandar kema di Minahasa Abad ke-16
1
Arianti Sengko, 231408012, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Dra. Hj. Trisnowaty Tuahunse, Sutrisno Mohamad, S.Pd, M.Pd
Sejarah di Indonesia pada abad ke-16 di tandai dengan semakin intensifnya penetrasi kekuasaan Kolonial kedalam kehidupan masyarakat. Diantara kebijakan Kolonial yang ada, kebijakan ekonomi Kolonial memiliki pengaruh yang besar sampai dengan masa pendudukan Jepang pada waktu itu. Diwilayah yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi kemudian berkembang menjadi tiga wilayah otonom yang disebut Tountemboan berpusat di Toumpaso, Tounsea dan Niaranan. Latar Belakang Sejarah sosial politik Indonesia abad ke XVII sampai XIX diwarnai dengan adanya masa-masa Kolonialisasi bangsabangsa Eropa yang bergantian menduduki wilayah Nusantara. Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis dan Spanyol yang datang hampir bersamaan
dari
wilayah
barat
dan
timur
Nusantara,
kemudian
Kolonialisasi Belanda yang begitu lama terasa menyelimuti bangsa ini diselingi Inggris yang lebih singkat. Pada awalnya kedatangan bangsabangsa Eropa ini ke Nusantara bertujuan untuk berdagang dan mencari rempah-rempah, yang mana Indonesia menjadi jalur perdagangan dunia serta menjadi surganya rempah-rempah, yang merupakan komoditas paling dicari bangsa Eropa saat itu. Semenjak jalur darat yang sebelumnya dijadikan jalur utama perdagangan dirasa tidak lagi aman, maka mereka bangsa Eropa berbondong-bondong menggunakan jalur laut untuk misi perdagangan, yang sebelumnya telah didahului oleh para pedagang dari Jazirah Arab dan India. Sebenarnya bukan hanya misi berdagang yang
menjadi tujuan mereka, namun misi untuk berdakwah ajaran agama mereka serta memperluas kekuasaan melalui penjajahan suatu wilayah di luar wilayah pemerintahannya,juga ikut mereka bawa dalam misinya. Hal ini menyebabkan wilayah yang sekarang ini disebut Indonesia yang saat itu masih didominasi oleh kerajaan-kerajaan yang menyebar di seluruh wilayahnya menjadi tertekan dengan kedatangan bangsa Kolonial ini. Terlebih lagi dengan tidak adanya suatu kerajaan yang mendominasi kekuasaan pasca runtuhnya Sriwijaya dan Majapahit. penguasa di Nusantara yaitu Inggris. Meskipun tidak lama kedudukannya di Nusantara, tetap saja memberikan dampak sosial politik bagi bangsa ini. Minahasa berasal dari kata Minaesa yang berarti persatuan, yang mana zaman dahulu Minahasa dikenal dengan nama Malesung.Menurut penyelidikan dari Wilken dan Graafland bahwa pemukiman nenek moyang orang Minahasa dahulunya di sekitar pegununggan Wulur Mahatus, kemudian berkembang dan berpindah ke Mieutakan (daerah sekitar Tompaso baru saat ini). Di daerah Minahasa terdapata Bandar kema, yang pada saat ini di jadikan sebaga Bandar Kema. Menurut sejarahnya ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori serah terima pada 31 Agustus 1682 menyebutkan tempat ini dengan sebutan "Kemas Of Grote Oesterbergen, " artinya adalah gunung-gunung besar
menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea. Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Berdasarkan uraian di atas dan melihat betapa pentingnya kawasan Bandar Kema di Minahasa maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “ Bandar Kema di Minahasa Abad ke-XVI” Adapun penelitian ini akan mengungkapkan tentang kajian sejarah Bandar Kema di Minahasa, Seperti yang kita baca dalam sejarah, Bandar Kema merupakan bukti sejarah yang berada di Minahasa sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Bandar Kema di Minahasa merupakan kajian sejarah yang sangat menarik untuk di kaji, penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis tidak hanya sekedar menjadi bahan diskusi namun dapat teraplikasi dalam keseharian.
Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara, jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis.2 Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci, cara ilmiah berarti kegiatan penelitin itu didasarkan pada cirri-ciri keilmua, Rasional berarti kegiatan penelitian dilakukan dengan masuk akal, Empiris berarti cara yang dilakukan dapat dia amati oleh indra, dan sistematis artinya proses yang di gunakan dalam penelitian ini mengguanakan langkah yang logis.3 Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Yaitu menggambarkan peristiwa masa lampau secara sistematis, factual dan akurat berdasarkan data sejarah. Metode itu sendiri berarti suatu cara prosedur atau teknik untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien.4 Sebagaimana halnya prosedur dalam penulisan sejarah pada umumnya, maka penelitian ini menggunakanm metode penelitian sejarah dengan langkah-langkah sebagai berikut: Kajian Sumber M.C Riclefs. Sejarah Indonesia Modern, (Terjemahan Darmono Hardjowidjono).
2
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora. Yogyakarta: Paradigma, 2012., hlm 7 3
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta. 4
A. Daliman, 2012. Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak.
Pertama Kali Buku ini diterbitkan dalam Bahasa Inggris pada tahun 1981 sebagai sebuah buku pelajaran yang diperuntukkan bagi mahasiswa. Buku ini dimaksud untuk memberikan dasar sejarah Indonesia sejak sekitar tahun 1300. Yang bersifat naratif dan terinci, suatu pengenalan terhadap masalah-masalah yang penting dari kurun waktu itu, dan suatu panduan bagi sumber-sumber sekunder yang telah diterbitkan. Sekitar tahun 1630 Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam melakukan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perdagangan atas perniagaan laut di Indonesia (M.C Riclefs, 2005:93) Gotschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Penerjemah Nugroho Notoussanto Buku Mengerti Sejarah REVIEW Nama buku: Mengerti Sejarah Judul asli; Understanding History: A Primer of historical Method Pengarang; Louis Gottschalk Penerjemah: Nugroho Notosusanto Penerbit: Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta Tahun terbit: 1995 Tebal halaman: 261 hal Buku. Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah edisi ke dua Sejarawan, sama seperti ilmuwan lain, punya hak penuh berbicara masalah-masalah kontemporer. Bahkan, mereka yang bekerja di pengalengan ikan, pertukangan sepatu, perusahaan batik, pabrik biskuit, dan dunia usaha lain tetap dapat menjadi sejarawan. Sejarawan adalah penulis sejarah. Titik. (“Cerpenis adalah penulis cerpen, apa pun pekerjaannya”). Tanggalkan anggapan bahwa hanya mereka yang bekerja
sebagai dosen universitas dan institusi-institusi ilmiah berhak disebut sejarawan! Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, hal. xiii. Bulan lalu, dalam lokakarya
Museum
Sejarah
Komunitas
di
Yogyakarta,
kami
mendengarkan banyak perdebatan mengenai (“keabsahan”) metode sejarah lisan. Hampir semua peserta—yang dengan cara masing-masing menggali dan mengarsipkan sejarah lokal—mengeluhkan bagaimana metode yang mereka gunakan, terutama metode sejarah lisan, seringkali tidak diindahkan oleh sejarawan akademis. Banyak keluhan yang bermunculan saat itu terhadap kelembagaan sejarah akademis, yang dinilai bersikap terlalu kaku, kurang memperhatikan isu-isu saat ini, kurang kontekstual ataupun relevan dengan kondisi masyarakat sekarang. Cakupan pembahasannya meliputi sejarah lisan, sejarah sosial, sejarah kota, sejarah pedesaan, sejarah ekonomi pedesaan, sejarah wanita, sejarah kebudayaan, sejarah agama, sejarah politik, sejarah pemikiran, biografi, sejarah kuantitatif, dan sejarah mentalitas. Di awal buku, Kuntowijoyo memberi kita sedikit latar belakang yang cukup menjelaskan, mengenai historiografi, atau penulisan sejarah, modern di Indonesia. Dengan gaya bertutur yang enak dibaca, kita diberi penjabaran mengenai Seminar Sejarah Nasional Indonesia, dan bagaimana pelembagaan sejarah berkembang. Beliau juga mempertanyakan banyak hal yang sering menghambat perkembangan sejarah akademis, seperti kurangnya usaha menerbitkan karya tulis sarjana sejarah, ketergantungan pada dana pemerintah, terkonsentrasinya penelitian pada daerah Jawa, dan minimnya
sejarawan yang menulis sejarah ekonomi (terutama karena kekurangan peralatan teori dan metodologi). Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium Perspektif Relevan Penulisan Sejarah Indonesia (Telaah Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I Sartono Kartodirjo dan Sejarah Indonesia Modern M.C Rieklefs Haris Zaky Mubarak Pada saat Tentara Pusat mengadakan operasi merebut semua daerah Permesta serta menjatuhkan beberapa selebaran, maka Permesta membalasnya dengan mengumumkan semboyan penggugah “Hanya kalau kering Danau Tondano, rata Gunung Lokon, Klabat dan Soputan, baru Tentara Djuanda dapat menginjakkan kakinya di Minahasa. HASIL DAN PEMBAHASAN Kema adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kota Bitung, sebelah Timur dengan Laut Maluku, sebelah selatan dengan Kecamatan Kombi, Kabupaten Minahasa dan sebelah barat dengan Kecamatan Kauditan. Kema merupakan Ibukota Kecamatan Kema dan Kota Pelabuhan Ikan di belahan Minahasa Timur, dan memasok ikan laut untuk kawasan kecamatan-kecamatan yang ada di pesisir pantai timur Minahasa seperti Kema, Kombi dan Lembean Timur. Di samping itu, sebagai daerah wisata dengan objek wisata pantai Batu Nona dan Pantai Pasir Putih
Lilang. Portugis Penjara Tua Kema, Peninggalan Portugis Papan petunjuk menuju Penjara Tua Kema. Asal nama Kema merupakan Misionaris Belanda, Domine Jacobus Montanus dalam surat laporan perjalanannya pada 17 November 1675, menyebutkan bahwa nama Kema, yang mengacu pada istilah Spanyol, adalah nama pegunungan yang membentang dari Utara ke Selatan. Ia menulis bahwa kata ‘Kima’ berasal dari bahasa Minahasa yang artinya Keong. Sedangkan pengertian ‘Kema’ yang berasal dari kata Spanyol, ‘Quema’ yaitu, nyala, atau juga menyalakan. Pengertian itu dikaitkan dengan perbuatan pelaut Spanyol sering membuat onar membakar daerah itu. Bandar kema banyak di pergunakan oleh asisten Resident pada tahun 1829, jenis-jenis kapal yang melakukan aktifitas dipelabuhan tersebut antara lain kapal paduakang, Schoener (kapal layar cepat), panlarij, bolotto djulong-djulong, korra-korra,tjambereo, rohere dan galai.5 "Kemas of grote Oesterbergen," artinya adalah gunung-gunung besar menyerupai Kerang besar. Sedangkan dalam kata Tonsea disebut ‘Tonseka,’ karena berada di wilayah Pakasaan Tonsea. Hendrik Berton dalam memori 3 Agustus 1767, melukiskan Kema selain sebagai pelabuhan untuk musim angin Barat, juga menjadi ibu negeri Tonsea. Hal ini terjadi akibat pertentangan antara Manado dengan Kema oleh sengketa sarang burung di pulau Lembeh. Pihak ukung-ukung di Manado menuntut hak sama dalam bagi hasil dengan ukung-ukung Kema. Waktu itu Ukung 5
Arsip Nasioanal republic Indonesia, inventaris Arsip Gorontalo 1810-1865 dalam bukunya Hasanudin dan Basri Amin, Gorontalo dalam dinamika sejarah Kolonial., hlm 153
Tua Kema adalah Xaverius Dotulong. Sebelum mengungkapkan bagaimana deskripsi tentang Bandar Kema di Minahasa maka penulis mendeskripsikan dulu awal masuknya bangsa Eropa ke Minahasa. Pelayaran niaga sebenarnya menjadi perhatian pemerintah Kolonial Belanda, sejak dikeluarkannya surat keputusan 15 juli 1888 tentang pembentukan sebuah perusahaan angkutan Negara.6 Jalur baru di buka oleh pelayaran KPM, yakni jalur GorontaloManado-Kema-Ternate.7 Dalam konteks jalur pelayaran, yang paling menarik perhatian pengurus KPM adalah pesatnya pelayaran singapura, Maluku, Makasar dan Surabaya. Kondisi ini mendorong KPM untuk dapat mengambil alih jalur pelayaran tersebut. Setelah mempelajari kondisi ekonomi Hindia-Belanda. Selanjutnya menyusun jalur pelayaran subsidi. 8 Minahasa menjadi penting bagi Hindia-Belanda, karena kesuburan tanahnya dan digunakan untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kopi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kopi sebagai komoditi ekspor masyarakat
6
pedalaman
Minahasa.
Para
pedagang
Cina
merintis
Hasanudin dan Basri Amin. 2012. Gorontalo Dalam dinamika Sejarah Masa Kolonial. Yogyakarta. : Ombak., Hlm 154 7 Edward L. Poelinggomang, hlm 121 dalam bukunya Hasanudin dan Basri Amin. 2012. Gorontalo Dalam dinamika Sejarah Masa Kolonial. Yogyakarta. : Ombak., Hlm 154 8 Hasanudin dan Basri Amin, op.cit.,
pengembangan gudang kopi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda. Sebenarnya kedatangan Portugis ke Minahasa adalah kehendak kesultanan Ternate yang waktu itu berada dibawah kepemimpinan Sultan Hairun yang mengklaim bahwa Sulawesi-Utara sebagai fazal ekonomi kesultanan yang diganggu Spanyol. Sultan Hairun juga menggunakan kekuatan Portugis untuk "menjinakkan" masyarakat "Alifuru" yang tidak ingin tunduk kepada kepemimpinan kesultanan Ternate. Kedatangan para musafir Portugis diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk setempat, tetapi tidak disenangi Spanyol, karena menjadi saingan. Dilain pihak penduduk setempat tidak menyenangi Spanyol karena sering membuat onar, apalagi merusak sentra-sentra budaya masyarakat pedalaman. Persaingan Spanyol dengan Portugis memuncak hingga Minahasa menjadi ajang konflik. Pertikaian berakhir dan Spanyol memperoleh konsesi di Sulawesi Utara ketika Spanyol dan Portugis menjadi kesatuan dibawah kepemimpinan raja Spanyol pada 1580. Kebijakan politik ekonomi pemerintah kolonila dalam pelayaran dimaksudkan untuk melindungi kapal-kapal pengusaha Belanda dalam persaingannya dengan kapal-kapal Eropa lainnya. Kebijakan ini memberi hasil pada kapal-kapal milik pengusaha Belanda (KPM) karena telah
mendominasi pelayaran diseluruh Nusantara. Demikian pula peranan KPM di fungsikan juga sebagai alat pemerintah Kolonial untuk kepentingan politiknya, seperti mengangkut pegawai dan keperluan peralatan-peralatan di berbagai daerah. Dalam faktanya kapal-kapal pribumi kurang di pakai dalam sistem pengangkutan pemerintah Kolonial, karena ukuran kapal yang kecil serta kecepatan kapal yang terbatas. 9 Lokasi penjara tua peninggalan Portugis bisa dimasukkan sebagai salah satu daftar kunjungan. Apalagi lokasinya tak jauh dari jalan raya utama, serta dekat dengan beberapa lokasi wisata dan pusat pelelangan ikan. Penjara Tua Kema ini diperkirakan sudah ada pada abad ke-16 , dibangun pada masa Portugis. Letaknya di tengah perkampungan di Desa Kema III, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara. Untuk sampai ke desa ini, butuh sekira dua jam dari Manado (ibukota Sulawesi Utara) atau satu jam dari Airmadidi (ibukota Minahasa Utara). Saat ini, penjara tersebut diapit oleh rumah-rumah penduduk yang padat. Di antara rumahrumah itu ada gang kecil dengan pintu gerbang menuju ke lokasi penjara. Bentuk bangunan berdinding tinggi dengan atas pendek. Ukuran panjang bangunan sekira 10 meter, lebar 7,5 meter, dan tinggi dinding 4 meter atau ditambah 2 meter lagi sampai ke ujung atap. Penjara tua ini terdapat tiga bilik, dengan ukuran berbeda-beda. Setiap bilik terdapat pintu kayu kokoh yang semuanya menghadap lobi penjara. Dindingnya terbuat dari susunan batu yang direkatkan campuran pasir dan kapur, dan kemudian diplester dengan campuran kapur dan pasir. Ketebalan dinding penjara ini pun 9
Ibid., 155-156
lumayan tebal. Di setiap bilik terdapat lubang angin yang berada di bagian pintu dengan terali dan di bagian dinding luar bangunan. Menurut Sekdes Kema III Sudiro Simons, penjara tua ini memang sudah mengalami renovasi. Beberapa bagian dinding sudah diperbaiki, begitu juga dengan seng, dan sebagian penyangga atapnya. ‘’Kalau pintu kayu ini yang masih asli,’’ kata Sudiro Simons, yang kebetulan mengantar ke lokasi penjara tua ini. ‘’Dan masyarakat di sini sangat menjaga objek wisata bersejarah ini,’’ tambah Sudiro yang pernah menjadi penjabat Hukum Tua Kema III ini. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Kema Merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kota Bitung, sebelah Timur dengan Laut Maluku, sebelah selatan dengan Kecamatan Kombi (Kabupaten Minahasa) dan sebelah barat dengan Kecamatan Kauditan (Kab. Minahasa Utara). Kecamatan Kema sendiri terbagi atas 8 (delapan) Desa yang terdiri atas : Kema Dua, Kema Satu, Kema Tiga, Lansot, Lilang, Makalisung, Tontalete dan Waleo. Kema merupakan Ibukota Kecamatan Kema dan Kota Pelabuhan Ikan di belahan Minahasa Timur, disamping sebagai Kota Pelabuhan Ikan, Kema juga terkenal sebagai tempat kelahiran salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yakni Maria Walanda Maramis. Dalam penelusuran penelitian dan dengan perkembangan benda cagar budaya Kema, maka konteks pelestariannya memiliki masalah yang terkait dengan cara-cara penggelolahannya. Masalah-masalah yang menyertainya berhubungan dengan tingkat perawatannya sebagai warisan peninggalan budaya atau peninggaan arkeologi, dan langkah dilakukan
adalah melestarikan Bandar Kema dan peninggalan sejarah lainnya agar dapat menjadi perhatian dan perawatan dari pemerintah. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis merekomendasikan beberapa hal yakni: 1. Bagi pemerintah Minahasa agar dapat memberikan perlindungan terhadap bangunan-bangunan tua yang ada di Minahasa. Serta memberikan sangsi atas pelanggaran aturan yang sudah di tetapkan dalam perlindungan benda cagar budaya. 2. Perlu di lakukan, perawatan dan pemnfaatan bagi Bandar Kema. Hal ini
bertujuan
agar
Bandar
Kema
tidak
mengalami
perubahan/pemusnahan terutama pada Fungsinya. DAFTAR RUJUKAN A. Daliman, 2012. Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ombak. Gotschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Penerjemah Nugroho Notoussanto, Jakasrta : PT UI Press Hasanudin dan Basri Amin. 2012. Gorontalo Dalam dinamika Sejarah Masa Kolonial. Yogyakarta. : Ombak Helius Sjamsudin, 2007.Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Interdisipliner Bidang Sosial, Budaya, Filsafat, Seni, Agama dan Humaniora. Yogyakarta: Paradigma, 2012 Kuntowijoyo, 2003.Metodologi Sejarah edisi ke dua.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Kusen, Albert W.S. 2007. Makna Minawanua: Refleksi Atas Perjuangan Orang Minahasa-Tondano. Dipresentasi dalam Forum Seminar ’Kembalikan Minawanua’ ku, di Tondano, 23 Desember.
Mambu, Edy, 1986. Jalannya Perang Tondano. Jakarta: Yayasan Kebudayaan Minahasa. M.C Riclefs, 1995. Sejarah Indonesia Modern, (Terjemahan Darmono Hardjowidjono). Yogyakarta; Gadjah Mada University Press Nasrullah, Rulli, Komunikasi Antarbudaya Di era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012 Ritzer George dan Douglas J. Goodman, Dialihbahasakan Alimandan, Teori Sosiologi Modern, Jakarta; Kencana, 2011 Sartono Kartodirjo, 2001. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama Sendoh, Joutje, 1985. Perang Minahasa di Tondano. Dipresentasi daslam Lokakarya ’Perang Tondano’, di Tondano, 22 Desember 1986. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Supit, Bert, 1991. Sejarah Perang Tondano (Perang Minahasa di Tondano). Jakarta: Yayasan Lembaga Penelitian Sejarah dan Masyarakat. Wenas, Jessy, 2007.Sejarah & Kebudayaan Minahasa. Jakarta: Institut Seni Budaya Sulawesi Utara. Sumber Internet http//www.theMinahasa.net › Home › Sejarah Minahasa http//www. Sekilas Sejarah MINAHASA RAYA ஜ۩۞۩ஜ Tentang Minahasa Selatan MINSEL.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_indonesia http://berita.balihitindonesia.htma.com/masa-Kolonialisme-danimperialisme-inggris-di- l diakses tanggal 23 april 2014
Sekilas