Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA PADA MATERI AJAR GERAK LURUS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) SISWA KELAS X-2SMA NEGERI 2 TANJUNG Surasa Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan (1) meningkatkan aktivitas siswa, (2) meningkatkan aktivitas guru, dan (3) meningkatkan hasil belajar siswa pada materi gerak lurus dengan menerapkan model NHT di kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung. Dalam pembelajaran sering kita temui dimana siswa melakukan aktivitas diluar pembelajaran diantaranya yaitu ada yang berbicara dengan teman dan tertidur pada saat pembelajaran sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai. Melihat hal tersebut maka peneliti menggunakan model kooperatif tipe NHT yang melibatkan semua siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran sehingga hasil belajar yang diharapkan tercapai. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Tanjung Tabalong dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X-2 dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan guru serta tes hasil belajar siswa. Data dianalisis secara kualitatif dengan teknik persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model NHT pada materi gerak lurus di kelas X2 SMA Negeri 2 Tanjung, maka terjadi peningkatan terhadap; (1) aktivitas siswa, keaktifan guru pada pertemuan 1 sebesar 58% dan terus mengalami peningkatan sampai pada pertemuan 4 yakni sebesar 92%. dengan predikat Sangat baik, (2) aktivitas guru, pada pertemuan 1 sebesar 58% dan terus mengalami peningkatan sampai pada pertemuan 4 yakni sebesar 92%. dengan predikat Sangat baik, dan (3) hasil belajar siswa, pada siklus 1 persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 73%, sedangkan pada siklus 2 meningkat menjadi 91%. Demikian pula dengan tingkat penghargaan kelompok siswa, pada siklus 1 terdapat 4 kelompok tanpa penghargaan dan tidak ada satu kelompokpun yang berada pada kualifikasi super, sedangkan pada siklus 2 kelompok tanpa penghargaan berkurang menjadi 2 kelompok saja dan terdapat 1 kelompok berada pada kualifikasi super. Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif, tipe NHT, aktivitas, gerak lurus PENDAHULUAN Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan anak didik. Guru yang mengajar dan anak didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya (Djamarah, 2002:43). Sebagian guru sudah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat menghantarkan anak didik dapat berhasil. Disini tentu saja tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi semua anak didik. Suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi anak didik biasanya lebih mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Anak didik gelisah duduk berlama-lama di kursi mereka
masing-masing. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pengajaran. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menuntut dunia pendidikan untuk mampu meningkatkan lulusannya menjadi tenaga siap pakai di masyarakat. Lulusan sekolah diharapkan dapat menjadi tenaga kerja produktif yang memiliki kemampuan akademik dan keterampilan yang dibutuhkan, baik untuk kepentingan masyarakat lokal maupun global. Melihat hasil belajar mata pelajaran IPA terutama fisika pada tingkat SMA, baik di tingkat sekolah, kabupaten maupun propinsi secara rata-rata masih menunjukkan hasil yang rendah. Kebanyakan siswa menganggap fisika pelajaran yang sulit, sehingga banyak siswa yang kurang menyukai. Dimana berdasarkan dari angket yang disebarkan pada siswa SMA Negeri 2 Tanjung pada siswa kelas X-2 sebanyak 59,09% tidak tertarik untuk mempelajari semua materi fisika secara lebih
23
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
mendalam dan sebanyak 68,18% menganggap fisika lebih menarik diajarkan dengan cara praktikum atau kerja kelompok. Berdasarkan observasi pada guru mata pelajaran IPA (fisika), diperoleh nilai rata-rata kelas pada ulangan harian pada materi ajar besaran dan satuan dengan nilai rata-rata 48,15% dan ketuntasan belajar 51,85%, dimana angka tersebut belum memenuhi indikator keberhasilan dalam belajar. Dalam proses belajar megajar minimal ketuntasan belajar siswa adalah 65%. Oleh karena itu, sangatlah perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi IPA yang diajarkan di sekolah, baik melalui pembaharuan kurikulum, model pembelajaran, pendekatan maupun metode pembelajaran yang akan digunakan di kelas. Sejalan dengan kenyataan tersebut, maka pemerintah dewasa ini telah mempersiapkan kurikulum pendidikan yang benar-benar sesuai dan mampu menjawab tantangan dari perkembangan zaman. Kurikulum baru yang dibutuhkan tersebut dinamakan Kurikulum 2013. Kurikulum ini ditunjukan untuk menciptakan lulusan sekolah yang kompoten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Adanya kurukulum yang demikian dapat mempersiapkan peserta didik yang memiliki berbagai kompetensi yakni memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi yang mampu menghadapi dan mengatasi segala macam akibat dari adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan yang terdekat sampai yang terjauh. Untuk mencapai hasil pembelajaran, dalam kurikulum 2013 ini diberikan beberapa pilihan model pembelajaran, yakni Pembelajaran Langsung, Pembelajaran Kooperatif, dan Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Pembelajaran Kooperatifmerupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah pembaharuan pembelajaran didalam kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama proses pembelajaran, sekarang kita tahu bahwa pembelajaran terbaik tercapai ditengah- tengah percakapan diantara siswa. Menyinggung mengenai model pembelajaran kooperatif, diberikan empat jenis pendekatan, yakni: STAD (Student Teams Achievement Divisions), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural. Untuk pendekatan struktural ada dua tipe struktural yang dikembangkan untuk menciptakan perolehan isi akademis dan salah satu tipe yang biasa digunakan adalah tipe Numbered-Heads-Together atau
28
dikenal dengan istilah NHT. Model tipe ini pertama kali dikembangkan oleh Speacer Kagan dalamIbrahim (2000:5) dengan istilah NumberHeads atau kepala bernomor. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengembangkan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka dan adanya keterlibatan total semua siswa. Berdasarkan pengamatan pada tahun sebelumnyaterutama bidang studi pendidikan fisika di SMA Negeri 2 Tanjung,yang mana dapat dilihat bahwa banyak aktivitas siswa yang kurang perhatian terhadap pembelajaran pada saat pelajaran berlangsung diantaranya yaitu ada yang berbicara dengan teman dan tertidur pada saat pembelajaran. Oleh sebab itu untuk lebih mengoptimalkan dan melibatkan keaktifan siswa bisa digunakan model pembelajaran kooperatif, dalam hal ini yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT. Dengan model pembelajaran tersebut diharapkan siswa dapat dikondisikan untuk aktif secara fisik dan mental serta diharapkan terciptanya kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap proses pembelajaran melalui proses tukar pendapat maupun adu argumentasi yang berlangsung dalam pembelajaran kooperatif. Sesuai dengan latar belakang penelitian diatas, maka penelitian ini bertujuan (1) Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi ajar gerak lurus; (2) Mendeskripsikan hasil belajar siswa sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi ajar gerak lurus; dan (3) Mendeskripsikan aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar denganmenerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi ajar gerak lurus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada (1) Siswa. Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa; (2) Guru. Menambah motivasi guru untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola pembelajaran, sehingga lebih menyenangkan dan mencerdaskan siswa; (3) Sekolah. Untuk perbaikan pembelajaran dan peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Materi Ajar Gerak Lurus Menurut Depdiknas dalam suriasa (2003:8) bahwa ilmu fisika merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen dan mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan kehidupan. Konsep gerak lurus diajarkan di kelas X pada semester 1. Kompetensi dasar yang ingin dicapai dalam pembelajaran konsep gerak lurus adalah siswa mampu menjelaskan besaran fisika pada gerak lurus dengan kecepatan dan percepatan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran ini yaitu (1) Menjelaskan pengertian gerak, perpindahan dan panjang lintasan yang ditempuh. Suatu benda dikatakan bergerak apabila kedudukannya senantiasa berubah terhadap suatu titik acuan tertentu. Perpindahan adalah perubahan kedudukan suatu benda karena adanya perubahan waktu; (2) Menjelaskan pengertian kecepatan sesaat dan kecepatan rata-rata. Kelajuan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi jarak total yang ditempuh dengan waktu tempuhnya.Kecepatan sesaat adalah kecepatan benda pada saat tertentu selama selang waktu yang sangat pendek, hal itu dapat terjadi jika kecepatan rata-rata tidak konstan, tergantung pada selang waktu. Untuk menentukan kecepatan sesaat harus diukur jarak tempuh dalam selang waktu yang sangat singkat; (3) Memformulasikan besaran-besaran fisika dalam GLB dan GLBB. Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak benda dengan kecepatan tetap pada lintasan lurus. Untuk kecepatan rata-rata v perpindahan Δx, dan selang waktu Δt telah kita nyatakan hubungannya sebagai v = Δx Δt Dengan demikian, Δx = vt atau X = X0 + V t Keterangan : v = kecepatan (m/s) t = waktu (s) Δx = perpindahan (cm) X0 = kedudukan awal (cm) Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) adalah gerak benda dengan kecepatannya berubah secara teratur dengan percepatan konstan. Dirumuskan : V = Vo + at Keterangan : Vo = kecepatan awal (m/s) a = percepatan (m/s2) t = selang waktu (s) (4) Menjelaskan pengertian percepatan sesaat dan percepatan rata-rata. Percepatan sesaat adalah perubahan kecepatan yang berlangsung dalam waktu singkat. Percepatan rata-rata adalah perubahan kecepatan total yang ditempuh benda di bagi dengan waktu yang dibutuhkan; (5) Menjelaskan tentang gerak jatuh bebas. Gerak jatuh bebas adalah gerak lurus berubah aturan yang memiliki kecepatan awal Vo = 0 dan mengalami percepatan a = g. Jika gesekan udara
dapat diabaikan maka setiap benda yang jatuh akan mendapatkan percepatan tetap yang sama tanpa bergantung pada bentuk dan massa benda. Percepatan yang tetap ini disebabkan oleh medan gravitasi bumi dan disebut percepatan gravitasi. Dibumi percepatan gravitasi (g) bernilai kira-kira 9,8 m/s2 tapi untuk mempermudah dalam menyelesaikan soal sering dibulatkan g = 10 m/s2 (Diadaptasi dari kanginan 2004:135). Karakteristik Siswa Kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti siswa di kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung mempunyai karakteristik sebagai berikut :Terdiri dari 33 orang yaitu 20 orang prempuan dan 13 orang laki-laki. Rata-rata setiap siswa berumur kurang lebih 16 sampai 17 tahun, dan pada masa seperti ini merupakan masa awal remaja, dimana siswa cenderung lebih banyak memerlukan bimbingan dalam pembelajaran sehingga diperlukan adanya strategi pembelajaran yang efesien dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa kelas X-2 SMA Negeri2 Tanjung cenderung pasif dalam mengeluarkan pertanyaan atau ide dalam pembelajaran hanya sebagian siswa yang tergolongmempunyai prestasi akademik yang lebih bagus yang sering bertanya atau mengeluarkan pendapat, tetapi siswa-siswa yang lain akan muncul ide kreativitasnya apabila dibimbing oleh teman yang mempunyai prestasi akademik yang lebih bagus, pada intinya mereka lebih senang mengeluarkan pendapat pada saat berdiskusi dengan teman-temannya. Hakekat Belajar Mengajar Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan didalam dirinya. Padahal belajar pada hakekatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar (Djamarah, 2002:44). Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya akan dialami oleh siswa sendiri.
29
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi apabila siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar (Mudjiono dan Dimyati, 1999:18). Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan, dimana pesan, sumber pesan, saluran media dan penerima pesan adalah komponen proses komunikasi (Sadiman dkk, 2003:20) Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan seorang sebagai objek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar bukan menghafal bukan pula mengingat, melainkan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang baik dari segi pengetahuan, pemahaman, sikap tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerima dan aspek-aspek lain yang ada pada individu (Sudjana, 2002:26). Sedangkan menurut Hisyam dan Suyanto dalam Sudjana (2002:27) proses belajar mengajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi, berhubungan dan bergantung satu sama lain, dimana komponen proses belajar mengajar tersebut harus diintegrasikan dan mampu membentuk sistem yang saling berhubungan, sehingga mampu menciptakan proses belajar mengajar yang berkualitas. Tujuan belajar dapatlah diartikan sebagai kondisi yang diinginkan setelah individu yang belajar selesai melakukan kegiatan belajar. Kondisi tertentu ini akan menjadi acuan untuk menentukan apakah suatu kegiatan belajar yang dilakukan berhasil ataukah tidak. Dari pengertian belajar yang telah dikemukakan diatas, memberikan implikasi bahwa tujuan belajar adalah untuk memperoleh perubahan tingkah laku dari siswa. Dalam pengertian bahwa setelah belajar diharapkan akan terjadi perubahan dalam diri siswa, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memahami menjadi memahami, dari tidak terampil jadi terampil, dan sebagainya. Demikian pula dalam hal bersikap, belajar bertujuan untuk membangun sikap yang positif terhadap sesama (Ratumanan, 2002:5). Landasan Teoritik Pembelajaran Kooperatif Menurut piaget setiap individu pada saat tumbuh mulai bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa akan mengalami empat tingkat perkembangan kognitif yaitu sensori motor
30
(usia 0-2 tahun), pra-operasional (usia 2-7 tahun), operasional konkrit (usia 7-12 tahun), operasional formal (usia 11-dewasa) (Sudibyo, 2003:9). Menurut Piaget, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Berikut ini implikasi penting dalam pembelajaran fisika dari piaget tersebut adalah (1) Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai jawaban tersebut; (2) Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktifdalam kegiatan pembelajaran; (3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan intelektual (Sudibyo, 2003:10). Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vigotsky yakin bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya. Ada dua implikasi utama teori Vigotsky dalam pembelajaran fisika. Pertama adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategistrategi pemecahan masalah yang efektif. Kedua, pendekatan vigotsky dalam pengajaran menekankan kepada kegiatan guru dalam membimbing kegiatan belajar siswa, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri (Sudijono, 2003:12). Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk pembelajaran yang didirikan oleh struktur tugas, tujuan dan penghargaan (reward). Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu penghargaan bersama (Ibrahim dkk, 2000:3). Menurut Slavin (1994) dalam Nur (2005:24) pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
bekerja dalam kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Menurut Nur dan Kardi (2003:24) model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajar materi yang agak komplek yang dapat membantu guru untuk meencapai tujuan pembelajaran berdimensikan sosial dan hubungan antar manusia, yang mana belajar kognitifkonstruktivitas dan teori belajar sosial. Model pembelajaran kooperatif ini memiliki ciri-ciri (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya; (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; (3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin berbedabeda; (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu (Ibrahim dkk, 2000:6). Beberapa variabel pokok yang mempengaruhi hasil kerja kelompok adalah (1) Kecerdasan individual yang terutama terbentuk kesanggupan mengerti, kemampuan melihat kedepan, dan membuat rencana; (2) Hubungan emosional antara individu dengan individu; (3) Familiaritas dalam masalah yang menjadi perhatian kelompok; (4) Familiaritas akan metodemetode kerja kelompok; (5) Struktur kerja kelompok mengadakan pembagian kerja secara efisien, memotivasi kelompok, menentukan besar kecilnya kelompok, keseimbagan antara tugas di luar kelompok dan didalam kelompok (sunarti, 2003:28). Menurut Slavin dalam kardi (2003:30) dalam model pembelajaran kooperatif diberikan beberapa jenis pendekatan yaitu: STAD, JIGSAW, kelompok penyelidik dan pendekatan struktur. Sedangkan menurut Ibrahim, dkk (2000) ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yakni Student Teams Achievemenst Divisions ( STAD ) yang dikembangkan oleh Robert Slavin, dkk JIGSAW yang dikembangkan oleh Elliot Aronson dkk, Investigasi kelompok yang dikembangkan oleh Thelan, dan pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Specer kegan dkk. Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif adalah (1) Fase 1. Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar; (2) Fase 2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan; (3) Fase 3. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompokkelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien; (4) Fase 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka; (5) Fase 5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil bekerjanya; (6) Fase 6. Memberikan penghargaan. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok (Muhammad, 2005:13). Pembelajaran kooperatif tipe NHT Dari berbagai macam pendekatan, ada satu pendekatan struktural. Dalam pendekatan struktural itu menghendaki siswa saling membantu dan bekerjasama dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, dan penghargaan individual. Sehubungan dengan itu, maka ada pendekatan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan isi akademik dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau kelompok. Dua macam struktur yang telah dikenal yakni Think-Pair-Share (TPS) dan Numbered-Heads-Together (NHT). TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara ekpilisif untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir menjawab dan saling membantu satu sama lain, sedangkan NHT merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam satu pelajaran (Ibrahim dkk, 2000:78). Menurut Slavin (1994) dalam Nur (2005:34) NHT pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang merwakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Dengan cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan cara ini juga merupakn upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Untuk mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan srtuktur empat langkah yaitu (1) Langkah 1: penomoran. Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3-6 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 6; (2) Langkah 2: mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat Tanya; (3) Langkah 3: berpikir bersama Siswa menyatukan pendapatnaya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu; (4) Langkah 4: menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
31
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas (Ibrahim dkk, 2000:28). Adapun langkah-langkah secara rinci pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan model NHT adalah (1) Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar dan mendengarkan dengan baik; (2) Guru melaksanakan pra test; (3) Guru menjelaskan mengenai cara pembelajaran yang akan dilaksanakan; (4) Guru membagi siswa kedalam 5 kelompok beranggotakan 5-6 orang dan kepada setiap kelompok diberi nomor 1-6; (5) Guru mengajar (menyajikan materi) membahas tentang gerak lurus dengan metode ceramah; (6) Guru membagi LKS tentang gerak lurus pada tiap kelompok sebagai panduan dalam menuntaskan materi dan menganjurkan siswa untuk bekerja sama; (7) Setelah selesai mengerjakan LKS, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa berhubungan dengan materi pelajaran; (8) Siswa berdiskusi untuk menyatukan pendapatnya terhadap jawaban itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya; (9) Guru memanggil suatu nomor tertentu kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertannyaan itu sebagai wakil kelompok; (10) Guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan materi pelajaran; (11) Guru mengevaluasi tetntang apa yang telah dipelajari dengan memberikan post tes dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa saling bekerja sama saat mengerjakan soal itu; (12) Guru melakukan pensekoran kelompok (hasil evaluasi NHT) dan pensekoran individu hasil post tes dengan menggunakan lembar rangkuman skor tes; (13) Pengukuran terhadap upaya dan hasil belajar siswa dengan pengumuman dan penghargaan; (14) Selama pembelajaran berlangsung ada pengamat yang mengobservasi proses pembelajaran dengan mengisi lembar observasi.
belajar sosial oleh Piaget, Vygotsky, Dewey dan Slavin. Hasil temuan empiris yang dilakukan oleh Triani widaya astuti dengan judul penelitian meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran konsep persamaan reaksi dikelas 1 SMU Negeri Banjarmasin dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, menunjukan bahwa dengan model ini. meningkatkan hasil belajar siswa.
Kerangka Berpikir Dalam pembelajaran fisika khususnya materi ajar gerak lurus yang merupakan salah satu dari konsep fisika, dimana guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab dalam pembelajaran. Suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi anak didik biasannya lebih banyak mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Anak didik gelisah duduk belama-lama dikursi mereka masing-masing. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pengajaran. Landasan dari teori pembelajaran kooperatif antara lain teori belajar konstruktivis dan teori
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Tingkat aktivitas siswa dianalisis dengan teknik persentase. Tingkat aktifitas guru yang semula berupa skor atau nilai hanya merupakan langkah awal, data kuantitatif tersebut harus diubah menjadi data kualitatif dengan memberikan predikat yang menunjukkan pernyataan ukuran kualitas (Arikunto, 2000). Oleh karena itu, data hasil penelitian yang berupa bilangan harus diubah menjadi sebuah predikat yaitu amat baik (90-100), baik (75-89), cukup (6074), dan kurang (0-59), Tingkat hasil belajar siswa secara individu dianalisis dengan melihat hasil kuis siswa, yang
32
METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan (action research) yang merupakan suatu proses diamana melalui proses ini diinginkan terjadinya perbaikan, peningkatan, dan perubahan pembelajaran yang lebih baik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat alami dan ditampilakan sebagaimana adanya tanpa ada manipulasi perlakuan khusus terhadap objek penelitian. Subjek guru yang mengajar dan siswa kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 33 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 4 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai Desember 2014, bertempat di SMA Negeri 2 Tanjung. Penelitian direncanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, sehingga untuk 2 siklus terdapat 4 kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Selanjutnya sumber data, jenis dan teknik pengumpulannya diberikan pada Tabel berikut. Tabel 1. Sumber, Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Sumber Data Siswa dan Guru Tes Hasil Belajar
Data Aktivitas Siswa dan Guru Hasil Belajar
Instrumen
Jenis Data
Lembar Observasi
Kualitatif
Tes Tertulis
Kuantitatif
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada materi gerak lurus yaitu sebesar 67. Sedangkan tingkat hasil belajar siswa secara klasikal dianalisis dengan teknik persentase dari Sudijono (2010). Penelitian ini dikatakan berhasil jika (1) Terjadi peningkatan aktivitas siswa dari siklus 1 ke siklus berikutnya atau sekurangkurangnya 85% siswa telah melaksanakan aktivitas yang dihubungkan dengan model pembelajaran NHT; (2) Terjadi peningkatan aktivitas guru dari siklus 1 ke siklus berikutnya atau minimal mendapatkan predikat baik; dan (3) Ketuntasan belajar siswa secara individu mencapai nilai KKM atau dengan nilai ≥67 dan ketuntasan secara klasikal mencapai ≥85%. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Diagram 3, diketahui bahwa tiap pertemuan hasil observasi siswa mengalami peningkatan dari pertemuan 1 sampai pertemuan 4, di mana nilai yang diperoleh dari rata-rata 49% meningkat terus ke pertemuan 4 menjadi 81%.
teman dalam kelompoknya mengenai soal yang telah diselesaikannya. Selama diskusi kelompok, dilakukan pengaturan waktu, agar setiap siswa secara bergiliran mendapat peran memimpin diskusi di dalam kelompoknya. Kerjasama ini sangat penting dilakukan oleh setiap anggota kelompok, agar saat guru memberikan soal secara acak, setiap anggota kelompoknya dapat menjawab dengan benar, sehingga dapat memperoleh bintang untuk kelompoknya. Bagi kelompok yang memperoleh bintang paling banyak akan diberikan hadiah. Peningkatan aktivitas siswa ini nampaknya terjadi karena faktor penghargaan berupa bintang yang diberikan oleh guru selama pembelajaran siklus 2. Hal ini sejalan dengan ide utama NHT bahwa pemberian penghargaan dapat mendorong siswa untuk saling membantu satu sama lain, sehingga aktivitas belajar siswa meningkat (Ibrahim, 2000). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh observer, aktivitas pembelajaran dapat dilihat dalam bentuk Diagram 2.
Tingkat aktivitas 100%
58%
75%
87%
92%
50% 0%
Diagram 1. Aktivitas Siswa Peningkatan aktivitas siswa terjadi karena pada pembelajaran setiap siklus, guru melakukan beberapa tindakan perbaikan, yaitu; (1) guru menekankan informasi tentang cara belajar kelompok dalam model NHT, agar siswa dapat melaksanakan peran memimpin anggota kelompoknya secara bergiliran, (2) guru menginformasikan penghargaan berupa bintang kepada kelompok yang anggotanya paling cepat membentuk/mengatur tempat duduk kelompoknya atau dapat menjawab dengan benar setiap soal yang diajukan oleh guru secara acak, (3) untuk mendorong partisipasi siswa dalam diskusi, serta memotivasi siswa dalam memberi pendapat dan menghargai pendapat orang lain, masing-masing siswa dalam kelompoknya diberikan soal yang berbeda. Jika ada teman dalam kelompoknya yang kesulitan menyelesaikan soal, maka temannya yang lain harus membantu, agar soal yang diberikan dapat diselesaikan dengan benar. Setelah semua soal berhasil diselesaikan, maka setiap anggota kelompok harus mengajarkan kepada
Diagram 2. Tingkat Aktivitas Guru Dari diagram aktivitas guru dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru yang dilihat dari nilai rata-rata keaktifan guru. Pada tiap pertemuanya, nilai rata-rata keaktifan guru pada pertemuan 1 sebesar 58% dan terus mengalami peningkatan sampai pada pertemuan 4 yakni sebesar 92%. dengan predikat Sangat baik. Dari tabel hasil belajar siswa juga dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada akhir siklus 1, hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan, karena persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal kurang dari 85%, yaitu sebesar 73%. Sedangkan pada akhir siklus 2, hasil belajar siswa sudah mencapai indikator keberhasilan, karena persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal lebih dari 85%, yaitu sebesar 91%. Peningkatan hasil belajar ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas siswa dan guru, setelah adanya tindakan perbaikan selama pembelajaran siklus 2. Dalam hal penghargaan kelompok siswa, terjadi peningkatan seperti pada diagram berikut.
33
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Diagram 3. Penghargaan kelompok siklus 1 dan siklus 2
Pada akhir siklus 1 terdapat 4 kelompok tanpa penghargaan dan tidak ada satu kelompokpun yang berada pada kualifikasi super, sedangkan pada akhir siklus 2, kelompok tanpa penghargaan berkurang menjadi 2 kelompok saja dan terdapat 1 kelompok berada pada kualifikasi super. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi gerak lurus menggunakan model NHT dapat meningkatkan aktivitas siswa, kualitas aktivitas guru dan hasil belajar siswa. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan (1) Terjadi peningkatan aktivitas siswa kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung melalui penerapan model NHT pada materi gerak lurus,; (2) Terjadi peningkatan aktivitas guru melalui penerapan model NHT pada materi gerak lurus; (3) Terjadi pula peningkatan hasil belajar siswa kelas X-2 SMA Negeri 2 Tanjung melalui penerapan model NHT pada materi gerak lurus. Berdsarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan (1) Guru mata pelajaran fisika hendaknya menerapkan model pembelajaran NHT untuk materi gerak lurus, karena dapat meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru serta hasil belajar siswa; (2) Dalam pembelajaran menggunakan model NHT, guru hendaknya mengelola waktu dengan sebaik-baiknya, agar upaya perbaikan tindakan yang dilakukan akan mampu meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru serta hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Asrori, M. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Wacana Prima.
34
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Dimyanti & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pmbelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, S.B & Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ibrahim dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Universitas Press, Surabaya. Kardi, S & Nur, M. (2003). Pengantar Pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas. Surayaba: Universitas Press. Kanginan, M. (2004). Fisika untuk SMA Kelas X Semester 1. Erlangga, Jakarta. Muhamad. H, (2005). Ilmu Pengetahuan Alam.Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Nur, M. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains dan Matematika sekolah. Surabaya: Surabaya. Muslich, M. (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara. Muslich, M. (2005). Strategi-strategi Belajar. Pusat Sains dan Matematika sekolah. Surabaya: Unesa. Ratumanan, T. G. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Unesa University Press, Surabaya. Rochiati, W. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Wacana Prima Suharsimi, A dkk. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Sadiman, A. (2003). Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudibyo, E. (2003). Beberapa Teori yang Melandasi Pengembangan Model-model Pengajaran. Jakarta: Depdiknas. Sudijono, A. (2010). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Sudjana, N. (2002). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sunarti, T. (2003). Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas. Suriasa. (2003). Penerapan Metode AnalisisSintesis Berdasarkan Masalah Fisika di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Tesis Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri Surabaya. Tidak Dipublikasika. Wibawa, B. (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.