Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PEMILU DAN PILKADA MELALUI PENERAPAN MODELKOOPERATIF TIPETEAMS GAMES TOURNAMENT BERBANTUAN MULTIMEDIA DI KELAS VI SDN MANTUYUP H. Baseran Sekolah Dasar Negeri Mantuyup Bintang Ara Tabalong Kalimantan Selatan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan meningkatkan aktivitas guru dan siswa serta untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN Mantuyup yang beralamat Desa mantuyup Kecamatan Bintang Ara. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalahperencanaan, pelaksanaantindakan, observasi, dan refleksi yang dilaksanakan dalam dua siklus.Data dari hasil belajar siswa diambil dengan memberikan evaluasi kepada siswa setiap pertemuan dan tes evaluasi pada setiap akhir siklus. Data mengenai aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian tindakan mengungkapkan bahwa Pembelajaran dengan model pembelajaran TGT dapat meningkatkanaktivitas guru siklus I, memperoleh Skor 88,5% pada pertemuan ke 2 memperoleh skor 92,3%, Pada siklus II, memperoleh sekor 97,10% dan pada perte,uan 2 siklus II memperoleh 100%.pertemuan 1 memperoleh rata-rata 60% dalam kreteria Cukup pada pertemuan ke dua aktivitaas siswa memperoleh rata-rata 71% dalam kreteria Aktif dan pada siklus II pertemuan 1 memperoleh skor 80% dalam kreteria sangat baik dan pada pertemuan terakhir memperoleh skor 89%. Pada siklus I pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 62,78 meningkat menjadi 70,00. Pada siklus II, pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 75,56 meningkat menjadi 79,44 begitu pula dengan tingkat ketuntasan klasikal yang juga mengalami peningkatan dari siklus I pertemuan 1 ketuntasan memcapai 44% meningkat menjadi 56%. Pada siklus II, pertemuan 1 ketuntasan klasikal sebesar 72% meningkat menjadi 89%. Kata Kunci: Hasil belajar, pembelajaran TGT PENDAHULUAN Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah supaya mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No. 19 Tahun 2005). Salah satu perwujudannya melalui pendidikan bermutu pada setiap satuan pendidikan di Indonesia. Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 dikatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, menggambarkan bahwa yang harus dikembangkan dalam diri siswa adalah potensi-potensi yang dimilikinya, bukan berarti menjejali dengan ilmu pengetahuan semata tanpa mempertimbangkan potensi-potensinya dalam hidup. Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan
dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan seharihari baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Depdiknas, 2005:1). Fenomena pelaksanaan pembelajaran PKn tersebut juga terjadi pada Kelas VI SDN Mantuyup dengan sarana,tenaga pengajar yang memadai dan siswanya yang pandai. Berdasarkan hasil observasi dan refleksi awal dengan tim kolaborasi yang dilakukan pada pembelajaran PKn ditemukan bahwa keaktifan dan antusias siswa masih belum optimal, karena guru belum memaksimalkan penggunaan media dalam pembelajaran PKn, sehingga siswa kurang aktif, dalam diskusi misalnya siswa yang berkemampuan akademik tinggi saja yang berpatisipasi aktif. Siswa yang lain hanya sekedar menanggapi. Siswa cepat merasa bosan dan penggunaan alat peraga masih kurang. Faktor lain yang menyebabkan pembelajaran kurang op-timal adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher centered), siswa masih ragu untuk mengutarakan pendapat dikarenakan guru kurang
47
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
memo-tivasi siswa dan membentuk karakter siswa untuk berperan aktif dalam pembe-lajaran sehingga menyebabkan hasil belajar siswa menjadi kurang maksimal. Rata-rata hasil belajar siswa masih dibawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Terbukti dengan melihat evaluasi pembelajaran PKn siswa Kelas VI semester I tahun pelajaran 2014/2015 masih dibawah Kriteria Ketuntasan Mi-nimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Berdasarkan hasil Hasil Belajar Kelas VI ditunjukkan dengan nilai terendah 65 dan nilai tertinggi 90, dengan rerata kelas 63,5. Melihat data hasil belajar, pelaksanaan mata pelajaran PKn diperlukan proses pembelajaran untuk ditingkatkan kualitas-nya, agar siswa lebih antusias dan aktif dalam pembelajaran sehingga berdampak terhadap peningkatan kualitas pembelajaran. Berdasarkan diskusi tim peneliti dengan guru Kelas VI, untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut, tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Adapun model pembelajaran yang dipilih adalah model Teams Games Tournament. TGT merupakan teknik pembelajaran yang menggunakan turnamen pembelajaran akademik. Pembelajaran model TGT akan memanfaatkan game atau permainan akademik yang dimainkan dalam suatu turnamen. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur permainan dan reinforcement (Hamdani, 2010 : 92). Keberhasilan model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournamen didukung oleh teori dari Suprijono (2011:54), tentang pembelajaran kooperatif sebagai dasar pemikiran mengenai tanggungjawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Siswa bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka ketika pembelajaran. Untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan model TGT peneliti juga menggunakan Multimedia. Multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar, dan teks Mc.Cormic (Suyanto, 2005:20-21). Multimedia yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah gambar, video, dan ular tangga yang tentunya akan menarik perhatian siswa. Menurut Arsyad (2013:89) Media gambar merupakan media berbasis visual (image atau perumpamaan)
48
memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Sedangkan video merupakan media berbasis audio-visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting dalam media audio-visual adalah penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan dan penelitian (Arsyad, 2013:91). Tujuan Penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif model Kooperatif TipeTeams Games Tournament Berbantuan Multimedia pada materi pemilu dan pilkada kelas VI SDN Mantuyup; (2) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif model Kooperatif TipeTeams Games Tournament Berbantuan Multimedia pada materi pemilu dan pilkada kelas VI SDN Mantuyup; dan (3) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar materi pemilu dan pilkada menggunakan pembelajaran kooperatif model Kooperatif TipeTeams Games Tournament Berbantuan Multimediapada materi pemilu dan pilkada kelas VI SDN Mantuyup. TINJAUAN PUSTAKA Hakikat Belajar Piaget (Slavin, 2008:46) berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan, dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelektual semakin berkembang. Jean Piaget (Sumiati, 2007:48) yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (Amri, 2010:145) mengajukan karakteristik yaitu (1) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan; (2) Belajar memprtimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa; (3) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal; (4)
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas; (5) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber. Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak menurut Poedjiadi (Amri, 2010:147) adalah (1) Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi; (2) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksikan oleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari; (3) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukakan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri pesrta didik. Hasil Belajar Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita, yang masingmasing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah (Nana Sudjana, 2010:22). Gagne (Aunurrahman, 2008:142) menegaskan lima kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar sehingga memerlukan berbagai model dan strategi pembelajaran untuk mencapainya, yaitu (1) Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari kemampuan membaca, tulis, hitung sampai kepada pemikiran yang rumit. Kemampuan ini sangat tergantung pada kapasitas intelektual, kecerdasan sosial sesorang dan kesempatan belajar yang tersedia; (2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti seluasnya-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah; (3) Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; (4) Keterampilan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan dalam bentuk keterampilan menggunakan sesuatu, keterampilan gerak; (5) Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap, intensitas emosional (Depdiknas, 2005:16). Aktivitas Siswa Menurut Sardiman (2011:95-96), belajar memerlukan aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas. Setiap siswa harus berbuat sesuatu jika dikatakan melakukan aktivitas. Sejalan dengan per-nyataan di atas, Hamalik (2010:171) mengemukakan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Ketika melakukan aktivitas, berarti anak telah berbu-at sesuatu dalam bentuk tingkah laku yang bisa dilihat secara nyata dan dapat diamati. Aktivitas anak ketika sedang belajar atau segala bentuk aktivitas anak yang bisa menyebabkan perubahan tingkah laku. Aktivitas yang dimaksud meru-pakan aktivitas yang tampak atau nyata. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2010:101) menggolongkan kegiatan siswa yaitu (1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, mem-baca, memerhatikan gambar demonstrasi percobaan, pekerjaan orang lain; (2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi; (3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian,percakapan, diskusi, musik, pidato; (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan,laporan, angket, menyalin; (5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik,peta, diagram; (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antaralain:melakukan percobaan,membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak; (7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi,mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan; (8) Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup; (9) Melihat konsep aktivitas siswa di atas, terlihat bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran cukup banyak. Oleh karena itu, peningkatan aktivitas siswa perlu dilakukan agar tercipta pembelajaran yang berkualitas, pembelajaran yang semula teacher centered dapat berubah menjadi student centered. Dengan adanya peningkatan aktivitas siswa akan mengakibatkan pada hasil belajar siswa. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Winataputra (dalam Sugiyanto, 2010:3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
49
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Uno (2007:2) memperjelas bahwa model atau strategi pembelajaran meru-pakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh para pengajar untuk me-nyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik mene-rima dan memahami materi pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajar-an dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar. Sedangkan pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai sebuah falsafah yang berisi tentang tanggung jwab pribadi dan sikap menghormati sesama. Pem-belajaran kooperatif dianggap memiliki konsep yang lebih luas serta kompleks meliputi semua jenis kerja kelompok yang termasuk bentuk-bentuk belajar yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2012:54). Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruksitivis (Hamdani, 2011:30). Dalam pembelajaran ko-operatif diterapkan strategi pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan tidak optimal apabila salah satu siswa dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Dari beberapa pendapat diatas, peneliti mengambil simpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pembelajaran yang berlangsung di dalam kelompok-kelompok belajar baik kelompok kecil dan besar dimana siswa dalam kelompok tersebut saling bekerja sama untuk memperoleh hasil atau kesepakatan yang sama. Model Pembelajaran Teams Games Tournament Teams Games Tournament merupakan salah satu strategi pembelajarankooperatif yang dikembangkan oleh Slavin (1995) untuk membantu siswa mereview dan manguasai materi pelajaran. Slavin menemukan bahwa TGT berhasilmeningkatkan skill-skill dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, harga diri dan sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda (Huda, 2014:197). Isjoni (2011:83-84) menjelaskan bahwa Teams Games Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa kedalam lompokkelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Menurut Hamdani (2012,92-93) komponenkomponen Teams GamesTournament terdiri dari presentasi di kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Adapun komponen-komponen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
50
Presentasi di kelas. Guru menyampaikan pokok materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini dapat divariasikan dengantanya jawab dengan siswa atau penayangan gambar/video tentang materi yang bersangkutan. Tim. Tim terdiri dari 3-4 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Siswa kelas VI SDN Mantuyup berjumlah18 orang sehingga akan dibentuk 3 tim dengan tiap tim terdiri dari 6 orang. Setiap tim terdiri dari siswa yang heterogen dari tingkatan kemampuan akademik dan jenis kelamin. Setelah guru menyampaikan materi, timberkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi yang telah diberikan. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benarbenar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggota-nya untuk bisa mengerjakan pertanyaan-pertanyaan game di meja turnamen dengan baik. Tim adalah factor yang paling penting dalam TGT. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Game. Siswa diberikan kartu-kartu yang berisi soal yang harus dikerjakan agar lebih optimal dalam pemahaman materi, sebelum nanti bertanding di dalam turnamen. Turnamen. Guru menyiapkan ular tangga yang akan diberikan untuk masing-masing kelompok. Kotak-kotak tersebut berisi petunjuk/soal yang harus dilaksanakan atau dijawab oleh siswa nyang terkait dengan materi pembelajaran. Akan dipilih satu tim yang terbaik. Rekognisi tim (team recognition). Pada tahapan ini terpilih satu kelompok yang terbaik. Kelompok terbaik akan mendapatkan penghargaan dari guru berupa pujian dan hadiah dari guru. Hal ini dilakukan untuk memacu kelompok yang lain agar lebih giat dalam belajar. Berikut adalah contoh gambar penempatan pada meja turnamen.
Gambar 1. Contoh penempatan tim pada meja turnamen.
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Bagan Penempatan pada meja turnamen Keterangan : A-1, B-1, C-1 A-2, A-3, B-2, B-3, C-2, C-3 A-4, B-4, C-4
:
siswa berkemampuan akademik tinggi
:
siswa berkemampuan akademik sedang siswa berkemampuan akademik rendah
:
Menurutu Shoimin (2014:203) terdapat Kelebihan dan kekurangan model Teams Games Tournament. Kelebihan model Teams Games Tournament adalah (1) Model TGT tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan akademik tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan akademik lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam kelompoknya; (2) Menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompok; (3) Membuat peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran, karena dalam pembelajaran ini guru menjajikan sebuahpenghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik; (4) Membuat peserta didik lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen dalam model TGT. Sedangkan kelemahan model Teams Games Tournament adalah (1) Membutuhkan waktu yang lama; (2) Guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk model Teams Games Tournament; (3) Guru harus mempersiapkan model Teams Games Tournament dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya membuat soal untuk setiap meja turnamen atau lomba dan guru harus tau urutan akademik peserta didik dari yang tertinggi sampai yang ke rendah. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas dengan empat tahapantahapan, yaitu menyusun rancangan tindakan (Planning); pelaksanaan tindakan (Action); pengamatan (Observing); refleksi (Reflecting). Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di SDN Mantuyup Kecamatan Bintang Ara dengan Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VI dengan jumlah siswa 35 orang yang terdiri dari siswa laki-laki sebanyak 15 orang dan siswa perempuan sebanyak 20 orang. Terdapat tiga faktor yang diteliti dalam penelitian ini yaitu faktor aktivitas guru, faktor hasil belajar siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SDN Mantuyup yang berjumlah 35 orang pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016. Data yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Penelitian tindakan ini dinyatakan berhasil apabila (1) Adanya peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran PKn matei pemilu dan pilakada kelas VI SDN Mantuyup dimana secara keseluruhan aktivitas guru berada dalam kategori baik dan sangat baik; (2) Adanya peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran PKn matei pemilu dan pilakada kelas VI SDN Mantuyup dimana secara keseluruhan keaktifan siswa berada dalam kategori baik dan sangat baik; dan (3) Adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn, dimana secara individual seorang siswa dianggap tuntas belajar apabila telah mencapai nilai 70, rata-rata kelas mencapai 70 dan ketuntasan belajar secara klasikal yaitu apabila 85% atau lebih dari jumlah seluruh siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Pada pelaksanaan siklus I, memperoleh Skor 88,5% guru kurang motivasi belajar siswa baik, pada pertemuan ke 2 memperoleh skor 92,3% guru sudah memotivasu siswa sehingga bias siswa dapat menyesuaikan diri dengan model Pembelajaran TGT. Apersepsi yang dilaksanakan guru dengan mengaitkan kondisi yang ada disekitar siswa dan menghubungkan materi yang terdahulu membuat siswa berpikir untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diberikan. Selanjutnya pada siklus II, guru meningkatkan pengelolaan terhadap proses pembelajaran baik dalam hal memotivasi siswa dan pengelolaan waktu sehingga memperoleh sekor 97,10% dan pada perte,uan 2 siklus II aktivitas guru memperoleh 100%. Suasana pembelajaran pada siklus II ini lebih terkendali jika dibandingkan suasana pembelajaran pada siklus I. Secara umum tujuan pembelajaran yang direncanakan bisa tercapai dan pembelajaran tidak mengalami hambatan yang berarti. Siswa yang kurang mau telibat aktif dan bekerjasama sudah mau bekerjasama ikut bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya. Aktivitas siswa dari siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan. Pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata 60% dalam kreteria Cukup pada pertemuan ke dua aktivitaas siswa memperoleh rata-rata 71% dalam kreteria Aktif dan pada siklus II pertemuan 1 memperoleh skor 80% dalam kreteria sangat baik dan pada pertemuan terakhir memperoleh skor 89% dalam kreteria sangat baik, itu artinya secara afektif siswa siswa sudah sangat baik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.Hal ini sangat dipengaruhi oleh keaktifan dan keantusiasan siswa dalam
51
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
berdiskusi memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dalam kelompoknya masing-masing. Selain daripada itu guru juga mulai memperbanyak memberikan motivasi dan penguatan kepada siswa, baik secara verbal (lisan) maupun non verbal. Peningkatan ini juga dikarenakan setiap siswa menyenangi akan model Pembelajaran TGT yang dilaksanakan oleh peneliti dan setiap siswa sudah terbiasa belajar secara kelompok dengan model Pembelajaran TGT . Setelah dilakukan pembelajaran yaitu dari hasil tes siklus I dan tes siklus II, terjadi peningkatan persentase penguasaan materi siswa. Pada siklus I pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 62,78 meningkat menjadi 70,00. Pada siklus II, pertemuan 1 nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 75,56 meningkat menjadi 79,44 begitu pula dengan tingkat ketuntasan klasikal yang juga mengalami peningkatan dari siklus I pertemuan 1 ketuntasan memcapai 44% meningkat menjadi 56%. Pada siklus II, pertemuan 1 ketuntasan klasikal sebesar 72% meningkat menjadi 89%. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas terhadap siswa kelas VI SDN Mantuyup, dapat disimpulkan (1) Proses pembelajaran berjalan dengan sangat baik, hal ini didasarkan pada hasil penilaian aktivitas guru yang selalu meningkat pada setiap pertemuan; (2) Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran secara klasikal maupuna berada dalam kategori sangat baik; dan (3) Pembelajaran dengan model Pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah (1) Peneliti hendaknya memanfaatkan hasil penelitiannya dan menerapkan model Pembelajaran TGT dengan baik ketika mengajar di sekolah nantinya; (2) Perlu adanya pengelolaan waktu yang baik agar dapat mencapai sasaran yang diinginkan; (3) Pembelajaran TGT perlu disosialisasikan agar dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajarn PKn matei Pemilu dan Pilkada maupun matei yang lain agar siswa lebih memahami konsep; (4) Bagi guru yang akan mencobakan menggunakan model pembelajaran ini, antara lain perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1) bahan ajar yang digunakan harus dirancang dalam bentuk masalah sehingga dapat menjadi motivasi awal untuk terjadinya proses belajar, (2) pada saat siswa sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah yang ada, guru jangan terlalu cepat memberikan bantuan sampai siswa benar-benar membutuhkannya, (3) bantuan yang diberikan guru harus seminimal mungkin dan
52
ketika siswa benar-benar membutuhkannya; (4) Kemungkinan adanya kendala-kendala yang akan dialami oleh siswa dalam pemecahan masalah di awal pembelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat memberi bantuan kepada siswa untuk dapat menyelesaikan masalah. Bantuan yang diberikan berupa tidak langsung, dengan pengajuan petunjuk-petunjuk yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan masalah yang dihadapi sehingga mereka dapat menemukan penyelesaian. DAFTAR RUJUKAN Anitah, S, dkk. (2009). Strategi pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Aqib, Z. dkk. (2009). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD, SLB, TK. Bandung: CV. Yrama Widya. Arikunto, S, Suhardjono, & Supardi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Arni, P. C dkk. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TeamGames Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa KelasV Gugus XV Kecamatan Buleleng TA 2013/2014. journal.undiksha.ac.id. (diunduh tanggal 2 April 2015 pukul 10.00) Arsyad, A. (2013). Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagravindo Persada. Bernstein, E. (2011). Attitudes and Perceptions of Middle School Students Toward Competitive Activities in Physical Education. Journal ofTeaching in Physical Education, 30 (69-83). Queens College, University of Waikato, Columbia University. Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Djamarah, S. B. (2000). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Fitri, A. Z. (2012). Pendidikan Karakter berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Yogyakarta: ArRuzz Media. Hamdani. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia. Herrhyanto, & Hamid. (2008). Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia. http://Depdiknas UU Nomor 20 Tahun 2003/ Sistem Pendidikan Nasional 2003/ diakses 11 Januari 2015 : 15.00 WIB Huda, Ml. (2012). Coorperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Isjoni. (2011). Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
Iyakrus. (2014). Physical Education Learning Model With Game Approach To Increase Physical Freshness Elementary School Students. http-://eprints.unsri.ac.id/4755/ ISBN:978-602-70378-0-9 (diunduh tanggal 01 April 2015 pukul 17.00). Ke, F., & Barbara, G. (2007). Game playing for maths learning: Cooperative or not?. British Journal of Educational Technology, 38(2), 249–259. (diunduh tanggal 12 April 2015). Majid, A. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. E. (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya. Mushafanah, Q., & Novita, R. Y. (2014). Model Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Tema Cita-Citaku Kelas IV SD N 6 Suwawal. journal.upgris.ac.id (diunduh tanggal 2 April 2015 pukul 13.00) Poerwantie, E. (2008). Asesmen pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Rifa’i, A, dkk. (2011). Psikologi Pendidikan. Semarang: LP3 UNNES. Romli, S. L. (2014). Pengaruh Penggunaan Metode Teams GamesTournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah (diunduh tanggal 3 April pukul 09.00) Ruminiati. (2007). Pengambangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Rusman. (2013). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Salinan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Sang, S, & Rasendriya. (2015). Keunggulan dan kelemahan permainan ular tangga http://academia.edu diunduh (10/02/15) pukul 20.00. Sardiman. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo perkasa. Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, N., & Rivai, A. (2013). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuatitatfi-Kualitatif,dan R&D. Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. (2010). Penelitian Tindakan dan R&D. Jakarta: Rineka Cipta. Sukardi. (2013). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Suprijono, A. (2011). Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenadamedia. Sutikno. (2012). Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Siswa PKn melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Kelas VI. Repository.uksw (diunduh 04 April 2015 pukul 22.00 WIB) Suwandi, S. (2009). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan KaryaIlmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS. Suyanto. (2005). Multimedia Alat untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Suyono, & Hariyanto. (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tjalla, A. (2008). Statistika Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Trianto. (2007). Model-model Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Uno, H. B. (2008). Model Pembelajaran Menciptakan Proses BelajarMengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, M. U. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Widya, N. M dkk. (2014). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 1 Sumerta Denpasar. Journal.undiksha-.ac.id. (diunduh tanggal 3 April pukul 07.00) Wilujeng, S. (2013). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Teams Games Tournament (TGT) pada siswa kelas IV SDN Muaraeja 02Tegal. Journal of Elementary Education 45-52. Winataputra, U. S. (2008). Materi dan pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
53
Jurnal Langsat Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2016
54