Jurnal Ilmiah
VISI
Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PPTK PAUDNI) Vol. 10 No.1 Juni 2015
ISSN 1907-9176
Hal 1 - 66
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian kepustakaan mengenai pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal. Jurnal VISI diterbitkan pertama kali pada bulan Juni 2006. Susunan Redaksi: Penasehat
:
Prof. Dr. Djaali, M.Pd
Penanggung Jawab
:
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Ketua Penyunting
:
Prof. Dr. B. P. Sitepu, M.A.
Wakil Ketua Penyunting
:
Dr. Gantina Komala Sari, M.Psi.
Penyunting Pelaksana
:
Retno Widyaningrum, S.Kom., M.M. Ika Lestari, S.Pd., M.Si
Mitra Bestari
:
Dr. Mubiar Agustin (Pendidikan Anak Usia Dini - UPI) Dr. Asep Saepudin, M.Pd. (Pendidikan Luar Sekolah - UPI)
Pelaksana Tata Usaha
:
Supraptiningsih, S.IP.
Pelaksana Teknis
:
Mita Septiani, M.Pd Ade Dwi Utami, M.Pd
Alamat Redaksi: Gedung Daksinapati Lt.3, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220 Telp. (021) 47860970; Faks: (021) 4897535; HP: 081210663761 e-mail:
[email protected] http://journal.unj.ac.id/jurnalfip/index/visi
ISSN 1907-9176
VISI PEMBINAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, NONFORMAL, DAN INFORMAL (PPTK PAUDNI) Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Sosial Anak Autis di TK B (Model Development of Social Learning Skill for Autism Children at Kindergarten) Suharsiwi
1-8
Profil Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Usia TK (Profile of Parents Involvement in The Education of The Children of Kindergarten Age) Mukti Amini
9 - 20
Penerapan Latihan Kehidupan Praktis Anak Usia 3-4 Tahun (Implementation of Practical Life Exercise for The Age of 3 – 4 Years) Ayu Fajarwati
21 - 28
Pengembangan Bakat Seni Anak Pada Taman Kanak-Kanak (Development of Children’s Artistic Talent at Kindergarten) Putu Aditya Antara
29 - 34
Pemberdayaan Masyarakat Pasca Keaksaraan Fungsional Melalui Kelompok Belajar Usaha Untuk Meningkatkan Taraf Hidup (Community Empowerment Post Functional Literacy Through Business Learning Group to Improve Life Quality) Agus Winarni
35 - 42
Dampak Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKuM) Dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat (Impact of Community Entrepreneurship Education (PKuM) in The Context of Community Empowerement) Entoh Tohani
43 - 54
Analisis Fungsionalisasi Hasil Belajar Warga Belajar Keaksaraan (Analysis of Functioning Learning Achiement of Literacy Learning Community Members) Elais Retnowati
55 - 66
PENGHARGAAN Atas kesediaan menjadi Mitra Bestari dalam penerbitan Jurnal Ilmiah Visi PPTK-PAUDNI Volume 10 No 1 Juni 2015 ini, Dewan Redaksi Jurnal Ilmiah Visi PPTK-PAUDNI menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: NAMA
INSTANSI
KEAHLIAN
Dr. Mubiar Agustin, M.Pd
Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Asep Saepudin, M.Pd
Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Luar Sekolah
Dr. Sofia Hartati, M.Si
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Karnadi, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Luar Sekolah
Dr. Hapidin, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Pendidikan Anak Usia Dini
Dr. Lambas
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Teknologi Pendidikan
Dr. Maria Paristyowati, M.Pd
Universitas Negeri Jakarta
Teknologi Pendidikan
Dr. Gantina Komalasari, M.Psi
Universitas Negeri Jakarta
Bimbingan dan Konseling
Jurnal Ilmiah VISI PPTK-PAUDNI Terakreditasi oleh LIPI Nomor 621/AU2/P2MI-LIPI/03/2015 Masa Berlaku Akreditasi 2015 - 2018
PENGANTAR REDAKSI
Sejarah peradaban manusia menunjukkan berbagai upaya yang dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat mengatasi berbagai masalah yang juga semakin lama semakin rumit. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) menjadi tumpuan harapan manusia untuk meningkatkan kemampuan mengatasi berbagai masalah serta sekaligus mengembangkan diri dan lingkungannya. Oleh karena itu, secara mandiri atau melalui lembaga pendidikan, berbagai upaya dilakukan manusia untuk meningkatkan kemampuan mengembangkan dan menguasai IPTEKS. Kemajuan dan penguasaan atas IPTEKS suatu bangsa dijadikan ukuran kemajuan dan peradabannya. Belajar merupakan salah satu kegiatan dalam proses pendidikan. Melalui belajar, seseorang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, motorik, dan afektifnya. Apabila setiap orang dalam masyarakat melakukan kegiatan belajar, maka dapat diharapkan akan terwujud masyarakat belajar dan selanjutnya apabila semua masyarakat dalam suatu bangsa belajar, maka dapat disimpulkan bahwa bangsa itu adalah bangsa yang belajar untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara menyeluruh. Selanjutnya, keberhasilan belajar terlihat pada perubahan perilaku yang produktif dan inovatif menjadi salah satu ciri mayarakat atau bangsa yang gemar belajar. Dengan demikian, persaingan antarbangsa dalam menguasai pasar dunia di era globalisasi dewasa ini, pada hakikatnya adalah persaingan kecepatan dan kemajuan belajar untuk menghasilkan produk unggul yang memenangkan persaingan. Begitu strategis dan pentingnya peranan pendidikan dalam meningkatkan kualitas individu, masyarakat, dan bangsa secara keseluruhan sehingga semakin banyak pemerintah yang memberikan prioritas dalam mengembangkan sektor pendidikan nasionalnya. Indonesia misalnya, menaruh perhatian yang begitu besar terhadap penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut dapat terlihat dari langkahlangkah yang telah, sedang dan akan ditempuh Pemerintah, seperti adanya Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional; ditingkatkannya anggaran penyelenggaran pendidikan hingga 20% dari APBN; menyelenggarakan program wajib belajar hingga 12 tahun; penyaluran berbagai bantuan pendidikan seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana bantuan siswa miskin (BSM), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Pembangunan dan pengembangan pendidikan itu tidak terlepas dari salah satu tujuan pendirian Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia melalui jalur pendidilkan sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945. Masih dalam upaya meratakan dan meningkatkan mutu pendidikan, Pemerintah menyelenggarakan pendidikan melalui suatu Sistem Pendidikan Nasional dan memberikan kesempatan kepada setiap warga negara Indonesia memperoleh pendidikan sesuai dengan kemampuan mental dan fisiknya. Di dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan terdiri atas tiga jalur, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dari ketiga jalur pendidikan tersebut, pendidikan informal atau yang akrab disebut dengan pendidikan dalam keluarga atau lingkungan,
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
merupakan jalur pendidikan pertama yang diterima oleh setiap individu. Dengan demikian, peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sangat dibutuhkan untuk membangun pendidikan berkualitas sejak anak berusia dini. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berkepribadian karena pada usia dini (0-6 tahun) otak anak berkembang sangat cepat hingga 80% (golden age). Pada usia tersebut, otak bekerja sangat optimal dalam menyerap berbagai macam informasi, tanpa filterisasi. Di saat itulah perkembangan fisik, mental, maupun spiritual anak mulai terbentuk. Ini merupakan periode kritis bagi anak karena sangat mempengaruhi perkembangan periode berikutnya hingga dewasa. Kesalahan dalam menyikapi masa keemasan tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak tidak berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini tidak hanya perlu mendapat perhatian khusus dari orangtua, anggota keluarga, masyarakat, dan pemerintah, tetapi juga perlu dilakukan secara tepat sesuai dengan perkembangan fisik dan mental anak. Kesesuaian dan ketepatan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan informal, nonformal, dan formal dapat dilihat dari perlakuan, lingkungan, serta sumber belajar yang disediakan. Belakangan ini tidak jarang terdengar kekerasan yang dilakukan terhadap anak, penelantaran anak, dan penyediaan sumber belajar (buku, permainan, tontonan) yang dapat merusak perkembangan mental atau fisik anak. Gejala-gejala negatif tersebut memberikan indikasi, belum semua orang, baik orang tua, guru, maupun lingkungan menyadari pentingnya pendidikan yang baik untuk anak usia dini. Tanpa atau dengan kesadaran, lingkungan dapat mencemari masa keemasan anak sehingga juga merusak masa depan anak tersebut. Ungkapan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup kadangkadang memberikan makna dan tafsiran yang berlebihan, sehingga anak dipaksa belajar secara formal sedini mungkin sehingga merampas kebebasan dan kesenangan mereka bermain dalam usia keemasannya. Tidak jarang terlihat praktek pembelajaran yang tidak wajar bagi anak usia dini, seperti melakukan kegiatan di luar kemampuan dan perkembangan mental dan fisiknya. Upaya-upaya yang demikian mungkin didasari anggapan, anak perlu dibelajarkan sedini mungkin agar kelak dapat menguasai IPTEKS dengan baik. Kemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan tersedia dan melimpahnya berbagai informasi yang dapat diperoleh dengan cepat serta dapat dipergunakan untuk keperluan belajar. Dengan demikian, belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan tentang apa saja. Hal yang menjadi penting adalah kemampuan mengakses, mendapat, memilah, dan menggunakan informasi itu untuk meningkatkan berbagai jenis kemampuan. Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi itu juga membuat kemampuan dasar untuk belajar dan hidup tidak hanya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), tetapi juga kemampuan menggunakan teknologi. Perkembangan tersebut menuntut semua orang, termasuk para tenaga pendidik dan kependidikan untuk melek terhadap teknologi. Penguasaan Ipteks sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 1, No.1, Juni 2015
masalah yang semakin besar dan pelik serta dihadapai manusia secara individu, kelompok, atau keseluruhan. Sampai sekarang ini masih banyak orang mengandalkan jalur pendidikan untuk belajar, menguasai, dan mengembangkan ipteks. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa belum semua orang dapat memperoleh kesempatan mendapat pendidikan formal walaupun pemerintah telah memberlakukan program wajib belajar pendidikan dasar. Masih ada saja yang putus sekolah atau tidak memanfaatkan kesempatan belajar itu karena berbagai alasan. Kesenjangan kemampuan di kalangan anggota masyarakat akibat tidak meratanya kesempatan memperoleh pendidikan dapat mengakibatkan kecemburuan sosial serta berbagai jenis keresahan masyarakat dalam bentuk kejahatan atau pengangguran. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 2003, setiap orang dapat memperoleh pendidikan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Akan tetapi masih terdapat kecenderungan masyarakat hanya mengandalkan pendidikan formal dengan anggapan lebih bermutu serta lebih bergengsi. Pada hal sebenarnya mutu pendidikan nonformal dapat disetarakan dengan pendidikan formal berbasis pada kompetensi yang diperoleh. Demikian juga perhatian peneliti dan pengamat pendidikan pada umumnya masih terfokus pada masalah pendidikan formal dan kajian tentang pendidikan nonforma relative masih kurang. Di samping pendidikan dasar seperti Paket A dan B, serta penedidikan menengah Paket C, berbagai jenis pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan pelatihan diselenggarakan untuk memberikan keterampilan hidup (life skills) tanpa batas usia serta jadwal yang fleksibel. Kemampuan baca, tulis, dan hitung untuk masyarakat yang masih buta aksara juga diberikan melalui pendidikan nonformal. Untuk memperkaya dan mengembangkan kemampuan masyarakat, berbagai sumber belajar disediakan melalui pendidikan nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Belajar (SB), dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM). Lembaga-lembaga pendidikan nonformal dikelola oleh pihak swasta dan pemerintah sebagai perwujudan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan. Walupun penelitian tentang pendidikan nonformal tidak sebanyak pendidikan nonformal, terdapat sejumlah penelitian yang dapat dijadikan contoh serta dimuat dalam edisi ini seperti Pengembangan Masyarakat Pasca Keaksaraan Fungsional melalui Kelompok Belajar Usaha untuk Meningkatkan Taraf Hidup oleh Agus Winarni serta Analisis Fungsionalisasi Hasil Belajar Warga Belajar Keaksaraan oleh Elais Retnowati. Pendidikan nonformal lainnya yang telah dilakukan seperti penelitian yang dilakukan oleh Entoh Tohani berjudul Dampak Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKuM) dalam Konteks Pemberdayaan Masyarakat membuktikan bahwa pendidikan kewirausahaan membekali masyarakat untuk menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin ketat. Ketiga penelitian tersebut membuktikan usaha-usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok, maupun instansi pemerintah telah mengupayakan agar masyarakat yang belum maupun tidak mengenyam pendidikan formal dapat dilayani dengan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
pendidikan nonformal. Mudah-mudahan contoh tulisan yang bersumber dari hasil penelitian pendidikan nonformal ini dapat menggugah dan mendorong peneliti lainnya untuk mengembangkannya lebih lanjut Pendidikan nonformal tidak hanya bagi orang dewasa tetapi juga menjangkau hingga anak usia dini. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Suharsiwi tentang Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Sosial Anak Autis di TK B, Profil Keterlibatan Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia TK oleh Mukti Amini, Penerapan Latihan Kehidupan Praktis Anak Usia 3-4 Tahun oleh Ayu Fajarwati, serta Pengembangan Bakat Seni Anak pada Taman Kanak-kanak oleh Putu Aditya Antara. Kempat penelitian ini berusaha mengetahui dan mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki anak usia dini dengan harapan sebelum masuk jenjang ke sekolah dasar anak telah dibekali kompetensi kecakapan sosial yang ia perlukan. Laporan penelitian tentang pendidikan nonformal yang beraneka ragam itu menunjukkan sebenarnya banyak masalah pendidikan nonformal yang dapat diteliti secara ilmiah dan hasilnya dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan nonformal serta juga mungkin dapat memperkaya teori yang ada. Dengan perkataan lain, kajian tentang pendidikan nonformal tidak kalah penting dan menarik dibandingkan dengan pendidikan formal. Jurnal Ilmiah VISI mulai terbit tahun 2006 dengan memuat berbagai tulisan bersumber dari penelitian tentang pendidik dan tenaga pendidikan pendidikan anak usia dini, nonformal, dan informal. Jurnal ini telah diakreditasi oleh LIPI pada tahun 2010, 2012, dan 2015. Selaras dengan ketentuan penerbitan jurnal, mulai tahun 2015, Jurnal VISI terbit berdasarkan jumlah tulisan bukan jumlah halaman. Jurnal VISI akan menerbitkan setidak-tidaknya 7 (tujuh) judul tulisan dengan jumlah sekitar 60 halaman secara keseluruhan. Mulai tahun 2015 ini juga, Jurnal VISI akan terbit secara on-line dengan website http://journal.unj.ac.id/jurnalfip/ index/visi. Semoga dengan penerbitan on-line tersebut, tulisan dalam jurnal ini semakin dapat tersebar dan dimanfaatkan oleh pembacanya.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 1, No.1, Juni 2015
Penelitian
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK AUTIS DI TK B Suharsiwi e-mail:
[email protected] Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Universitas Muhammadiyah Jakarta Jalan KH Ahmad Dahlan, Ciputat, Jakarta 15419
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan keterampilan sosial anak-anak autis dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi dan kemandiriannya melalui model pembelajaran keterampilan sosial ACT-Me (Autism Children Teaching Model). Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development yang mengacu pada Borg & Gall. Pengembangan model dilakukan 2012-2014 di beberapa sekolah di Jakarta, Tangerang, dan Depok. Tahap pengembangan produk dilakukan di sekolah khusus Mutiara Hati BSD dan tahap pengujian terbatas di sekolah inklusif Semut-Semut. Penelitian menemukan ada kebutuhan guru akan model ini dan saran para ahli untuk menyempurnakannya. Efektivitas uji model menunjukkan, model pembelajaran keterampilan sosial ini memiliki kelayakan di atas 80% dari produk yang dihasilkan berupa silabus, perencanaan harian, asesmen, buku kerja siswa, dan sejumlah media yang dapat diterapkan di sekolah inklusif dan khusus. Saran penelitian ini adalah memerluas uji coba dengan diseminasi agar model ini dapat diterapkan oleh anak-anak autis di seluruh Indonesia. Kata-kata kunci: keterampilan sosial, pengembangan model pembelajaran, ACT-Me
MODEL DEVELOPMENT OF SOCIAL LEARNING SKILL FOR AUTISM CHILDREN AT KINDERGARTEN Abstract: This research aimed at developing the social skills of the children with autism in social interaction, communication and independence through social skills learning model, ACT-Me (Autism Children Teaching Model). The method used was the Research and Development (R and D), developed by Borg & Gall. The Model was developed in 2012-2014 at a number of schools in Jakarta, Tangerang and Depok. Stages of product development were done at a special school “Mutiara Hati BSD”, limited testing phase was also conducted inclusively in “Sekolah Semut-Semut”. The study founded that there is a great need of training teachers using this model as the results show that this model has been found effective in the field of testing. Besides, some suggestions were received from the experts to improve this model. Testing done on the effectiveness of the model showed, this model of learning social skills have eligibility of above 80%. The material used covers in the area of syllabus, daily planning, assessment, student workbook, and a number of media that can be applied in an inclusive and special schools. The research recommends to expand the areas of similar research so that the model can be applied all over Indonesia. Keywords: social skills, learning development model, ACT-Me
PENDAHULUAN
Bagi kebanyakan anak-anak autis, keberhasilan akademis mereka di sekolah merupakan prestasi yang diperoleh dari hasil kerja keras dan diperoleh dalam waktu yang relatif lama. Secara umum, anak-anak autis memiliki ketidakmampuan meniru lingkungan, sehingga sulit berinteraksi sosial di lingkungannya. Kesulitannya ini menyebabkan mereka tidak terampil beradaptasi, sehingga membuatnya mudah frustasi dan terkadang bersifat destruktif. Meski demikian, penyandang autisme sebagai manusia, ia adalah makhluk individu dan sosial yang membutuhkan orang lain, walau terkadang interaksi yang ditunjukkan
terasa tidak terlalu mendalam dan hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Membantu anak-anak autis mengembangkan sejumlah keterampilan sosial akan menumbuhkan kepercayaan diri mereka. Mereka akan memiliki banyak teman, tumbuhnya emosi yang sehat dan peduli pada sesama yang akhirnya membuat anak memiliki kepercayaan diri yang positif. Semakin cepat anak mengatasi persoalan sosialnya, akan memudahkan mereka dalam menghadapi persoalan akademisnya di sekolah sesuai jenjang pendidikannya. Pembelajaran keterampilan untuk anak-anak
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
1
Pengembangan Model Pembelajaran ...
kebanyakan secara umum diperoleh melalui apa yang dilihat dan ditiru dalam lingkungan sosialnya. Namun untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan sebuah model pembelajaran yang dapat memvisualisasikan sebuah keterampilan yang dapat dipahaminya. Anak-anak dengan gangguan autis secara pribadi membutuhkan bantuan orang sekelilingnya untuk mengatasi hambatan-hambatan sosialnya. Guru dan orangtua juga di pusat-pusat terapi akan membantu memberikan penguatan bagi anak untuk memiliki perilaku-perilaku yang diharapkan dapat dimiliki anak. Pengertian keterampilan sosial adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosialnya (Milburn, 2002). Pendapat lain menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan pengetahuan tentang perilaku manusia dan proses antarpribadi, kemampuan memahami perasaan, sikap, motivasi orang lain tentang apa yang dikatakan dan dilakukannya, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif serta kemampuan membangun hubungan yang efektif dan kooperatif (Joice S. Oslond dkk, 2000). Konsep model yang dikembangkan mengacu pada model pembelajaran sosial. Model pembelajaran sosial merupakan pengembangan dari teori belajar perilaku behavioristik, di mana sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Gabriel Tarde dalam Soekanto, berpendapat bahwa seluruh kehidupan sosial didasarkan pada faktor imitasi (Soekanto,1990) Social modelling diyakini efektif digunakan untuk membantu anak yang terisolasi dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial, keterampilan membantu orang lain, meningkatkan keterampilan meminta dan memberikan informasi (Milburn, 2002). Menurut Gabriel Tarde beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi artinya perilaku seseorang didapat dari pengamatan. Walau pendapat ini terkesan berat sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi itu tidaklah kecil. Seperti contoh adalah anak kecil yang belajar berbicara adalah karena ia berimitasi kepada orang lain. Bahkan tidak hanya itu tetapi perilaku yang lain seperti bersalaman, memberi hormat, berterima kasih dan lain-lain dipelajari karena berimitasi (Ahmadi, 1990). Dalam kegiatan imitasi, seseorang berusaha untuk menyesuaikan pola reaksinya terhadap model (Somantri, 2007). Sedang identifikasi adalah 2
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain (Soekanto, 1990). Tahapan belajar sosial dilakukan dengan instruksi kinerja keterampilan baik verbal dan pemodelan sosial, keterampilan kinerja - umpan balik pelatih, dan penguatan pelatih, dan latihan, menghasilkan perilaku yang diperlukan dan dalam kondisi yang bervariasi. Langkah pembelajaran Social modelling dilakukan dengan menunjukkan film pada subjek penelitian, lalu memberikan coaching, dan kemudian melakukan role playing (Cartledge, 1995). Menurut Bandura, bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah melalui pengamatan atau pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran. Meski demikian Bandura percaya bahwa pengamatan tidaklah sesederhana imitasi. Belajar melalui pengamatan diatur oleh empat proses yang saling terkait: proses pemerhatian, proses retensi, proses reproduksi motorik, dan proses motivasional (Hidayat, 2011). Pembelajaran melalui pengamatan atau observasi, proses imitasi dari apa yang diamati oleh seseorang tergantung seberapa menarik model itu sehingga berpengaruh pada perilaku seseorang. Eksperimen yang dilakukan Bandura menggunakan media Film berdurasi 5 menit yang menampilkan perilaku agresif, dengan menggunakan model nyata (manusia) bukan kartun. Model nyata (manusia) dan bukan kartun ternyata lebih berdampak mempengaruhi perilaku anak. Meski demikian manusia juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, belajar melalui pengalaman, mengatur diri dan melakukan refleksi diri (Hidayat, 2011). Keterampilan sosial didefinisikan sebagai seperangkat perilaku kompleks yang memungkinkan seorang individu terlibat dalam hubungan interaksi sosial positif timbal balik yang saling menguntungkan (Cotugno, 2009). Sementara pendapat lain menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berpikir dan berperilaku secara efektif dengan orang lain dalam situasi-situasi sosial (Ormrod, 2002). Adapun contoh dari keterlibatan fungsi kognitif ini adalah pada saat individu melakukan interaksi dan membaca perasaan atau pikiran individu lainnya dan membuat kesimpulan dari petunjuk-
Pengembangan Model Pembelajaran ...
petunjuk sosial yang berada di sekitarnya. Combs dan Slaby dalam Cartledge and Milburn mendefinisikan bahwa keterampilan so-sial sebagai suatu kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial yang ada dalam berbagai cara tertentu yang dapat dihargai dan diterima secara sosial, dan juga memberikan keuntungan bagi diri sendiri, orang lain, maupun keduanya. Pendapat lain menyatakan bahwa keterampilan sosial merupakan pengetahuan tentang perilaku manusia dan proses antarpribadi, kemampuan memahami perasaan, sikap, motivasi orang lain tentang apa yang dikatakan dan dilakukannya, dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif serta kemampuan membangun hubungan yang efektif dan koperatif (Joyce, 2002). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial sebagai perilaku-perilaku yang ditunjukkan untuk merespon terhadap situasi yang ada, bertujuan menjalin hubungan dengan orang lain secara tepat, dan diharapkan dalam hubungan/ interaksi tersebut bermanfaat bagi masing-masing individu. Keterampilan sosial juga melibatkan
kemampuan seseorang dalam berpikir sehingga ia mampu melihat petunjuk-petunjuk sosial yang berada di sekitarnya atau memahami perasaan individu lainnya. Keterampilan sosial sendiri memiliki cakupan yang luas dan berkaitan dengan cara-cara praktis yang harus dilakukan individu dalam bersosialisasi dengan orang-orang di sekelilingnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini mengkaji pengembangan model pembelajaran keterampilan sosial anak autis, yang meliputi keterampilan anak autis melakukan kontak sosial, berkomunikasi, dan kemandirian. Penelitian ini difokuskan pada menemukan model pembelajaranya, dengan pertanyaan penelitian: (a) apakah model pembelajaran keterampilan sosial ACT-Me dapat efektif dan mudah digunakan oleh guru di sekolah untuk mengajarkan keterampilan sosial anak autis? (b) bagaimana model pembelajaran keterampilan sosial anak autis, (c) bagaimana desain rancangan model pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini? dan (d) bagaimana profil anak autis yang dapat dikembangkan dalam model pembelajaran ACT-Me.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Research & Development karena memiliki proses yang lebih kompleks dalam tahapan-tahapan yang dapat mengakomodasi beragam kepentingan penelitian ini (Borg, 1989). Pembelajaran yang dikembangkan merupakan produk pengajaran yang membutuhkan justifikasi dalam proses pembelajaran. Konsekuensinya peneliti membutuhkan waktu yang panjang untuk membaca banyak buku dan teori, melakukan analisis kebutuhan atau studi lapangan, melakukan focus group discussion ke berbagai pihak dan masuk ke dalam kelas untuk melihat bagaimana keterampilan sosial anak autis usia dini di sekolah dan melihat bagaimana upaya yang sudah dilakukan guru di sekolah. Research & Development membutuhkan proses dan menuntut semangat yang kuat untuk melakukan pemikiran yang dalam dan kritis, serta kesabaran panjang untuk akhirnya melakukan finalisasi pada produk pembelajaran yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam mengembangkan model pembelajaran adalah merupakan modifikasi antara model Borg and Gall dan desain instruksional Dick and Carey, dengan langkahlangkah pengembangan untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu: (a)
tahap pertama adalah studi pendahuluan yang berupa analisis kebutuhan; (b) tahap kedua adalah perencanaan pengembangan model pembelajaran; (c) tahap ketiga adalah uji coba, evaluasi ahli, dan revisi produk; serta (d) tahap ke empat adalah tahap implementasi model. Penelitian dilakukan pada bulan April 2012 hingga Juli 2014. Studi pendahuluan dilakukan melalui observasi dan wawancara 6 sekolah di wilayah Tangerang, dan beberapa sekolah wilayah Jakarta dan Depok. Tahap pengembangan produk dilakukan di Sekolah Khusus Mutiara Hati, tahap ketiga uji coba di Mutiara hati, dan analisis kualitatif yaitu dengan reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification). Produk model dilakukan expert judgement oleh ahli pendidikan khusus, ahli PAUD, ahli bahasa dan ahli media. Tahap implementasi model dilakukan di Sekolah Semut-semut yang selanjutnya dilakukan uji coba model pembelajaran dengan melihat hasil pre dan post. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, berupa analisis data hasil observasi, wawancara dan dokumen. Hasil pre dan post model dilakukan dengan melihat persentase keberhasilan perolehan keterampilan sosial anak per indikator.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
3
Pengembangan Model Pembelajaran ...
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelayakan model dilihat secara teoretik dan empiris. Hal tersebut sejalan menurut pendapat Neiven sebagaimana dikutip oleh Trianto model pembelajaran dikatakan baik adalah jika model memenuhi kriteria (a) memiliki kesahihan artinya didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi konsistensi internal; (b) dimana para ahli dan praktisi menyatakan bahwa model yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (c) efektif, bahwa model tersebut oleh para ahli dan praktisi dinyatakan efektif dan memberikan hasil yang diharapkan (Trianto, 2010). Pada bagian ini yang menjadi sasarannya adalah pada point pertama dan kedua, yaitu model pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini yang dikembangkan memiliki kesahihan artinya didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi konsistensi internal. Kedua secara empiris memiliki kepraktisan, dimana para ahli dan praktisi menyatakan bahwa model pembelajaran keterampilan sosial anak autis yang dikembangkan dapat diterapkan di sekolah pada level pendidikan anak usia dini yaitu usia pada anak autis 5 – 8 tahun.
Secara teoretis model yang dikembangkan memiliki kesahihan artinya didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi konsistensi internal. Untuk itu sebelum peneliti mengembangkan sebuah model pembelajaran, terlebih dahulu dilakukan studi pendahuluan berupa studi literatur sebagai dasar rasional teoretis yang merupakan konstruk dari model pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Adapun studi literatur tentang model pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini disusun dari beberapa kajian berupa karakteristik anak autis atau gaya belajarnya, model pembelajaran sosial dari Bandura, dan tahap-tahap pembelajaran sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan anak autis, juga dukungan perangkat pembelajaran. Keterampilan Sosial Anak Autis Usia Dini Setelah dilakukan kajian teoretis dari berbagai kepustakaan berkaitan dengan karakteristik siswa, keterampilan sosial, gaya belajar anak autis, dan pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Adapun desain model tersebut yang dikonstruk dari beberapa teori dapat dilihat pada gambar 1.
GAYA BELAJAR ANAK AUTIS: 1) Role learning, 2) Gestalt learning, 3) Auditory learning, 4) Visual learning, 5) Hands-on learning
Albert Bandura: SOCIAL LEARNING
Pembelajaran Melalui Pengamatan
Perangkat Pembelajaran Keterampilan Sosial Anak Autis - Silabus - Asesmen - Rencana kegiatan harian
Atensi:
Proses Retensi:
Menentukan apa yang menjadi perhatiannya
Menentukan bagaimana pengalaman dikodekan di dalam memori
Menonton Film
Coaching:
Role Playing:
internalisasi pengalaman melalui bantuan gambar dan resume film keterampilan sosial
Guru Siswa autis Tutor Teman sebaya
Film ACT - Me
Proses reproduksi motorik: Menentukan perilaku apa yang bisa dikerjakan
Proses motivasi: Menentukan di situasi apa pembelajaran menjadi suatu performa tindakan Assesmen Keterampilan Sosial
Gambar 1. Kerangka teori konsep pembelajaran keterampilan sosial anak autis Autism Children Teaching Model (ACT-Me) Model pembelajaran keterampilan sosial anak autis meliputi perangkat sebagai berikut. Pertama, penyusunan assesmen keterampilan sosial anak autis. Assesmen disusun untuk melihat kemampuan sosial anak autis sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Assesmen awal sebagai masukan bagi pengembang atau guru untuk menyusun rencana pembelajaran dengan melihat indikator apa saja yang belum dikuasai
4
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
anak. Sementara assesmen yang dilakukan setelah kegiatan pembelajaran merupakan evaluasi dari proses kegiatan pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Aspek keterampilan sosial anak autis usia usia dini dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu aspek kontak sosial, komunikasi, dan kemandirian. Setiap aspek dijabarkan dalam bentuk indikator dan dilengkapi oleh keterangan rubrik penilaian agar
Pengembangan Model Pembelajaran ...
memudahkan guru melakukan penilaian. Skala penilaian menggunakan rentang 1 sampai dengan 3. Kedua, program pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Program pembelajaran disusun dalam bentuk silabus untuk 1 tahun, yang berisi lingkup perkembangan, capaian perkembangan, indikator dan materi yang berkaitan dengan pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini di TK B. Lingkup perkembangan berkaitan dengan kemampuan keterampilan sosial yang akan dicapai dalam keterampilan sosial anak autis. Lingkup perkembangan dijabarkan dalam tiga capaian perkembangan yaitu kontak sosial, komunikasi dan kemandirian. Masing-masing capaian perkembangan dijabarkan dalam butir-butir indikator. Dari indikator yang ada diperoleh beberapa acuan materi pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini. Ketiga, rancangan kegiatan harian. Rancangan kegiatan harian memudahkan guru dalam melaksanakan kegiatan harian pembelajaran keterampilan sosial anak autis. RKH merupakan turunan dari silabus yang masih dalam bentuk program umum. Setiap guru yang mengajar keterampilan sosial anak autis ini memegang RKH agar dapat memudahkan guru dalam mengajar. Rencana kegiatan harian menjelaskan tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media yang digunakan dan evaluasi. Urutan RKH tidak harus runtut, guru dapat melihat kebutuhan anak pada materi atau kemampuan yang belum dikuasai anak. Penilaian guru pada keterampilan sosial yang dikuasai anak autis, dapat melihat pada asesmen. Keempat, media pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Media yang tersedia dalam bentuk film DVD, kartu gambar dan Poster. Poster dibuat dalam ukuran A3 untuk membantu guru mengenalkan berbagai keterampilan sosial pada anak autis. Kartu gambar disediakan sebagai latihan bagi anakanak autis dan memperkuat ingatan siswa pada keterampilan sosial yang sedang dilatih. Setiap materi yang disusun dilengkapi oleh poster, film, dan kartu gambar. Desain dan gambar disajikan dengan bahan yang tebal, dan warna dibuat menarik sehingga dapat memotivasi anak untuk bersemangat belajar keterampilan sosial bersama guru. Adapun hasil hasil analisis kebutuhan terhadap model pembelajaran ACT-Me dari 6 sekolah yang diobservasi dan beberapa guru didapat hasil seperti tertera pada gambar 2.
Gambar 2. Grafik analisis kebutuhan Model pembelajaran keterampilan sosial anak autis selanjutnya dilakukan uji pakar (expert judgement) yang dilakukan dengan meminta bantuan penilaian dari lima orang pakar yang terdiri dari pendidikan khusus, bahasa, dan anak usia dini, juga ditunjang oleh dua orang pakar media untuk melihat kualitas dan estetika produk. Adapun masukan dari para pakar meliputi komponen (a) silabus, (b) asesmen, (c) RKH, dan (d) media pembelajaran. Dalam komponen silabus, penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan tujuan dan sistematika penulisan. Adapun pertanyaan yang diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai. Hasil yang diperoleh adalah 96 % yang merupakan hasil keseluruhan penilaian para ahli. Secara umum tanggapan yang diberikan berkaitan dengan silabus adalah bahwa silabus yang disusun sudah sesuai. Adapun hasil penghitungan datanya disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Penilaian Komponen Silabus Keterangan
Hasil
Tujuan
94% Sudah sesuai
Sistematika Penulisan
97% Sudah sesuai
Kesimpulan
96% Sudah sesuai
Dalam komponen asesmen, penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan tujuan, sistematika penulisan, dan isi materi. Adapun pertanyaan yang diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai. Hasil yang diperoleh adalah 91 % yang merupakan hasil keseluruhan penilaian yang dilakukan para ahli. Kesimpulan yang diperoleh bahwa para ahli memberi tanggapan mengenai assesmen yang disusun sudah sesuai dan dapat digunakan. Adapun hasil penghitungan datanya disajikan dalam tabel 2.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
5
Pengembangan Model Pembelajaran ...
Tabel 2. Penilaian Komponen Asesmen Keterangan
Hasil
Tujuan
87 % sudah sesuai
Sistematika Penulisan
93 % sudah sesuai
Isi materi
93 % sudah sesuai
Kesimpulan
91 % sudah sesuai
Dalam komponen RKH, penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan tujuan, sistematika penulisan, dan isi materi. Adapun pertanyaan yang diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai. Hasil yang diperoleh adalah 91 % yang merupakan hasil keseluruhan penilaian yang dilakukan para ahli, menyimpulkan bahwa RKH yang disusun sudah sesuai dan dapat digunakan, dengan penghitungan datanya tertera dalam tabel 3. Tabel 3. Penilaian Komponen RKH Keterangan
Hasil
Tujuan
87 % sudah sesuai
Sistematika Penulisan
93 % sudah sesuai
Isi materi
93 % sudah sesuai
Kesimpulan
91 % sudah sesuai
Dalam komponen media pembelajaran, penilaian yang dilakukan adalah berkaitan dengan daya tarik, kualitas media, dan isi materi. Adapun pertanyaan yang diungkapkan berjumlah 10, dengan pilihan jawaban sudah sesuai, perlu perbaikan, dan tidak sesuai. Pada penilaian media, ahli yang digunakan ditambah dari praktisi desain grafis untuk melihat kualitas, dan daya tarik media yang digunakan. Hasil yang diperoleh adalah 95 % yang merupakan hasil keseluruhan penilaian yang dilakukan para ahli. Kesimpulan yang diperoleh bahwa para ahli memberi tanggapan mengenai media pembelajaran yang dibuat sudah sesuai dan dapat digunakan. Adapun hasil penghitungan datanya disajikan dalam tabel 4. Tabel 4. Penilaian Komponen Media Pembelajaran Keterangan
Hasil
Daya tarik
88 % sudah sesuai
Kualitas
100 % sudah sesuai
Isi materi
100 % sudah sesuai
Kesimpulan
95 % sudah sesuai
Kualitas media pembelajaran kemudian dinilai oleh dua orang ahli desain grafis yang secara praktisi 6
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
menggeluti dunia advertising puluhan tahun. Adapun penilaiannya adalah pada buku panduan, yang berkaitan dengan desain cover, kualitas gambar, kualitas kertas, dan tata letak. Memberi penilaian sebagai berikut pada desain cover, kualitas kertas dan tata letak sudah tepat, namun untuk kualitas gambar masih harus diperbaiki karena warna gambar masih menggunakan kualitas cetak yang rendah. Berkaitan dengan kualitas film, pertanyaan yang diajukan adalah: berkaitan dengan ketepatan dalam kualitas gambar, alur cerita, kualitas suara, dan durasi waktu. Penilaian pada kualitas gambar, alur cerita, kualitas suara dan durasi waktu sudah tepat, namun ahli memberi masukan agar film dapat dilakukan untuk editing ulang dengan konsep baru, seperti pengulangan film tidak dilakukan dengan melambatkan film, dan juga assesoris pada setting film dibuat lebih sederhana agar anak dapat lebih fokus, penjelasan narator dapat dilakukan sepanjang film agar menjadi penguat penjelasan pada anak. Kartu gambar yang digunakan dinilai dari ketepatan informasi, kualitas gambar, dan ukuran. Adapun penilaiannya sudah tepat dalam ukuran dan ketepatan informasi, namun kualitas gambar masih kurang pada kualitas cetak. Ahli juga memberi masukan untuk mengedit tata letak dan desainnya agar secara estetika dapat menarik untuk dilihat. Penilaian ahli pada kualitas poster adalah pada ketepatan informasi, kualitas gambar, dan ukuran. Adapun penilaiannya sudah tepat dalam ukuran dan ketepatan informasi, namun kualitas gambar masih kurang pada kualitas cetak. Ahli juga memberi masukan untuk menggunakan kertas yang lebih tipis agar mudah dilipat untuk kebutuhan penyimpanan dan mengedit desainnya agar secara estetika dapat menarik untuk dilihat. Kelayakan model secara empiris adalah dengan melakukan uji coba pertama dimana hasil yang diperoleh adalah ada peningkatan keterampilan sosial pada masing-masing anak sebelum dan sesudah pembelajaran. Kemudian uji coba kedua hasil yang diperoleh hasil dengan perhitungan sebagai berikut ada peningkatan keterampilan sosial pada masingmasing anak sebelum dan sesudah pembelajaran. Efektivitas Model Efektivitas model adalah melihat apakah model pembelajaran keterampilan sosial anak autis memenuhi kelayakan untuk digunakan sebagai model pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Kelayakan itu dilihat dari, apakah model pembelajaran
Pengembangan Model Pembelajaran ...
mudah digunakan oleh guru dan apakah model pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka. Model Pembelajaran Mudah dan Praktis Digunakan Pada uji coba awal model pembelajaran terlihat bahwa model ini dapat dilakukan guru. Guru dapat mengajarkan keterampilan sosial pada anak autis di PAUD. Meski memang masih belum sempurna pada pembuatan model pertama, namun kemudian setelah berjalannya waktu penelitian ini dilakukan, model pembelajaran keterampilan sosial anak autis sudah sampai pada finishing, yaitu penyempurnaan dari desain-disan model sebelumnya. Model pembelajaran sudah cukup praktis digunakan guru, karena guru sudah disiapkan mulai dari perangkat assesmen, petunjuk pelaksanaan pembelajaran yang berisi susunan materi, indikator, dan langkah-laru juga disiapkan media pembelajaran berupa kartu gambar, poster, DVD pembelajaran dan buku kerja siswa. Wawancara yang dilakukan pada beberapa guru di Sekolah Semut-semut yang terlibat dalam kegiatan ujicoba dan saat menggunakan model pembelajaran keterampilan sosial ini diberikan beberapa pertanyaan tentang kepraktisan dalam menggunakan model pembelajaran keterampilan sosial anak autis. Hasil wawancara menunjukkan (a) model pembelajaran keterampilan sosial mudah digunakan guru karena sudah disiapkan perangkat yang lengkap, (b) petunjuk pelaksanaan yang sudah tersedia dan mudah dilaksanakan guru, (c) media pembelajaran menarik dan mudah digunakan, (d) buku latihan membantu siswa berlatih keterampilan sosial dengan bimbingan guru baik secara kelompok maupun secara individual, (e) dilengkapi dengan silabus yang dapat membantu guru merencanakan pembelajaran, dan (f) asesmen keterampilan sosial disertai kriteria penilaian yang memudahkan guru melakukan penilaian baik sebelum dan setelah proses pembelajaran. Guru yang melakukan uji coba adalah 2 (dua) orang, yang merupakan guru kelas dan pendamping di kelas. Hasil angket yang diberikan pada dua orang guru setelah melakukan uji coba menunjukkan empat hal. Pertama, penilaian guru terhadap isi assesmen 100 % menyatakan bahwa assesmen keterampilan sosial sudah tepat, sehingga dapat digunakan untuk melakukan penilaian keterampilan sosial anak autis usia dini. Kedua, penilaian guru terhadap silabus yang digunakan adalah 100% menyatakan bahwa silabus
yang digunakan sudah tepat, sehingga dapat menjadi acuan guru membuat perencanaan pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini di sekolah. Ketiga, penilaian guru terhadap RKH yang digunakan adalah 100% menyatakan bahwa RKH yang digunakan sudah tepat, sehingga dapat menjadi acuan guru dalam melakukan kegiatan harian pembelajaran di sekolah. Keempat, penilaian guru terhadap media yang digunakan adalah 90% menyatakan media sudah tepat, item yang masih kurang adalah berkaitan dengan kualitas film saja, namun secara umum media yang disajikan sudah tepat, sehingga dapat digunakan untuk membantu kegiatan pembelajaran keterampilan sosial anak autis usia dini. Model Pembelajaran Meningkatkan keterampilan Sosial Anak Autis. Efektivitas model diukur dengan melakukan uji empiris melalui eksperimen yang dilakukan melalui pre dan post test. Eksperimen dilakukan selama dua kali uji coba. Uji coba pertama dilakukan pada anak lima orang anak autis yang ada di kelas persiapan (TK B) di sekolah Mutiara Hati BSD Tangerang. Hasil evaluasi keterampilan sosial anak autis di sekolah Mutiara Hati, memang beragam meningat juga bahwa kondisi anaknya memang beragam. Anak autis secara umum memiliki ciri khas yang sama, namun kemampuan sosial mereka beragam, ada anak yang sudah mau berinteraksi dan yang masih minim, demikian juga dalam berkomunikasi dan kemandirian. Anak-anak autis yang menjadi subjek penelitian ada yang telah dapat berbicara meski kemampuan sosialnya masih terbatas, ada juga yang memang sama sekali belum memperoleh kemampuan berbicara. Anak-anak yang sudah dapat berbicara cenderung mudah untuk menirukan perintah dan belajar berbagai keterampilan sosial. Sementara anak-anak yang masih nonverbal, bukan tidak bisa dikembangkan, namun dia dapat dikembangkan perilaku so-sialnya seperti bersalaman, tersenyum, dan isyarat sosial lainnya. Pada indikator keterampilan sosial anak autis yang dilatih dalam uji coba awal ini yaitu : tersenyum, bersalaman, menyapa, menatap mata, menyebutkan namanya, mengucapkan salam, dan mengajak teman bermain. Hasil uji coba I adalah ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post test baik secara individu maupun secara kelompok. Kemudian dalam uji coba ke dua dilakukan pada enam anak autis di kelas persiapan (kelas khusus di Learning Support Center) di Sekolah Semut-
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
7
Pengembangan Model Pembelajaran ...
Semut, Cimanggis, Depok. Hasil uji coba ke dua ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post test baik secara individu maupun secara kelompok. Hasil dari ke dua uji coba ini menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan pada keterampilan sosial anak autis setelah guru menggunakan model pembelajaran yang dirancang oleh peneliti. Model
pembelajaran keterampilan sosial anak autis memiliki kesahihan, artinya (a) didasari pada rasional teoretis yang kuat dan terjadi konsistensi internal; (b) praktis, di mana para ahli dan praktisi menyatakan bahwa model yang dikembangkan dapat diterapkan; serta (c) efektif, bahwa model tersebut memberikan hasil yang diharapkan.
PENUTUP
Kesimpulan Model pembelajaran keterampilan sosial dapat dijadikan model alternatif bagi pembelajaran keterampilan sosial untuk anak autis yang sebagian besar mengalami kesulitan berkomunikasi dan memerlukan bantuan untuk hidup mandiri. Dengan kata lain, mereka mengalami kesulitan dalam pemahaman, komunikasi/interaksi, dan kemandirian. Mereka membutuhkan bantuan dalam pendidikan, rekreasi, dan pekerjaan. Mereka tergantung pada orang lain dan harus diberi suatu kerangka eksternal di mana struktur dan organisasi membuat hidup mereka sedikit lebih jelas dan mudah. Model pembelajaran keterampilan sosial yang tepat, terstruktur, serta memperhatikan karakteristik anak autis dapat memberi perubahan dari perilaku sosial mereka. Model pembelajaran keterampilan sosial ACT-Me dirancang dengan memfasilitasi beragam gaya belajar yang dimiliki anak autis, seperti penggunaan media audio visual melalui film yang ditayangkan, poster gambar dan permainan kartu gambar. Strategi yang digunakan juga cukup bervariasi memfasilitasi gaya belajar anak, seperti bercakapcakap, bernyanyi, bersajak, dan bermain peran.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, model pembelajaran keterampilan sosial dapat dilaksanakan di sekolah, baik di sekolah inklusif maupun sekolah khusus anak autis. Guru harus memiliki ekstra kesabaran dan keuletan agar apa yang diharapkan dapat terwujud. Pemerintah diharapkan dapat menjadi motor bagi kebijakan pengembangan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan keunikannya melalui kegiatan, pelatihan dan pemberian insentif bagi sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kemampuannya. Selain itu, pemerintah diharapkan mendukung program penelitian untuk mengembangkan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah. Sekolah sebagai institusi formal penyelenggara pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini dan pendidikan lanjutan hendaknya memiliki visi dan misi yang memasukkan pelayanan anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari perhatian sekolah untuk membantu mengembangkan mereka mulai dari penyediaan SDM yang berkualitas dan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. (2007). “Pendidikan inklusi ramah untuk semua”, Makalah Seminar Nasional People Power : Jakarta. Ahmadi, A. (1990). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Borg, W., et all. (1989). Educational research. New York : Longman. Cartledge, G. & Milburn, J. F. (1995). Teaching social skills to children and youth. Massachusetts: Allyn and Bacon. Cotugno, A. (2009). Group interventions for children with autism spectrum disorder. London: Jessica Kingsley Publisher. Elizabeth, B. H. (1978). Child development. Sixth
8
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
edition., Tokyo : Mc Grow Hill Inc. International Student Ed. Ormrod, J. E. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: Erlangga. Soekanto. (1990). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT Rajawali Pers. Spencer & Kass, (1970). Perspectivesm child psychology. New York : Mc Graw Hill Book Company. Somantri, S. (2007). Psikologi anak luar biasa. Bandung : Refika Aditama. Trianto. (2010). Mendesain model pembelajaran inovatif – progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Penelitian
PROFIL KETERLIBATAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA TK Mukti Amini email:
[email protected] Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Terbuka
Jl. Cabe Raya, Pondok Cabe Pamulang, Tangerang Selatan 15418 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran data demografis (pendidikan dan pekerjaan) orangtua anak usia TK, keterlibatan orangtua dalam kegiatan di TK, dan keterlibatan orangtua dalam mendidik anak di rumah, di Tangerang Selatan. Penelitian ini bersifat eksploratif dengan analisis deskriptif. Penelitian dilakukan pada tahun ajaran 2013/2014 di TK yang berada di Tangerang Selatan. Subjek penelitian berjumlah 238 orang. Hasil penelitian menunjukkan, dari sisi pendidikan dan pekerjaan, orangtua cukup berpotensi untuk banyak terlibat dalam pengasuhan anak. Keterlibatan orangtua baik di TK maupun di rumah sudah cukup baik, namun perlu ditingkatkan khususnya dalam melatih kemandirian keseharian anak di rumah dan kesediaan menjadi relawan di TK. Oleh karena itu perlu dipikirkan strategi yang sesuai agar orangtua lebih terlibat dalam pendidikan anaknya. Kata-kata kunci: keterlibatan orang tua, pendidikan anak, taman kanak-kanak
PROFILE OF PARENTS INVOLVEMENT IN THE EDUCATION OF THE CHILDREN OF KINDERGARTEN AGE Abstract: This study aimed at obtaining an overview of demographic data (education and employment) of the parents of kindergarten children, the parental involvement in the kindergarten activities and in educating their children at home. As an exploratory research with descriptive analysis, the study was conducted in the school year of 2013/2014 in Pamulang and Serpong, Sub District of South Tangerang, Banten, where 238 parents were participaed as the subjects of the research. The finding of the research showed, in terms of education and employment many parents are potential enough to take part in child care. The involvement of both parents both in the kindergarten and at home is pretty good, but needs to be improved, especially in educating their children at home everyday to be independent. The parents are also needed to persuade to be volunteers in the kindergarten. Therefore, further research is recommended to identify appropriate strategies to make the parents more involved in their children’s education. Keywords : parental involvement, child education, kindergarten
PENDAHULUAN Pendidikan anak secara formal memang berlangsung di lembaga-lembaga PAUD seperti Pos PAUD, Kelompok Bermain (KB) Taman Penitipan Anak (TPA) dan Taman kanak-kanak (TK). Namun di samping pendidikan secara formal, pendidikan anak usia dini juga dapat dilangsungkan secara informal, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Semestinya, pendidikan informal dengan pendidikan formal yang dialami anak akan berjalan seiring sejalan. Orangtua bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan anaknya, karena (1) anak adalah anugerah Tuhan kepada orangtua, (2) anak
mendapat pendidikan pertama dari orang tua (3) orangtua lah yang mengetahui karakter anaknya (Graha, 2007). Pentingnya keterlibatan orangtua antara lain dikemukakan oleh Bronfenbrenner (1976) dalam Morrison (2008) yang menyatakan bahwa tanpa keterlibatan keluarga, intervensi program pendidikan anak usia dini akan melemah. Penelitian lain menyatakan bahwa orangtua yang terlibat dalam pengasuhan anak yang bersekolah TK akan mempererat hubungan dengan anak, mendapatkan tambahan pengetahuan dari TK ketika mengikuti kegiatan rutin, dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan baru yang dimiliki tersebut pada
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
9
Profil Keterlibatan Orang ...
anak (Retnaningtyas, 2015). Namun kadang hambatan dalam pendidikan di TK justru datang dari pihak orangtua, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak. Penelitian Fardana & Tairas (2012) di PAUD pedesaan wilayah Kab. Gresik menyimpulkan bahwa relasi orang tuaanak di rumah kurang berorientasi pada konsep belajar melalui bermain. Sementara itu, relasi orang tua-anak masih bersandar pada pengalaman individual orang tua dan tata cara pengasuhan yang diwariskan keluarga. Berdasarkan pengamatan pendahuluan di TK Al-Hikmah, Tangerang Selatan, ternyata berapa orangtua menuntut agar anaknya dapat membaca menulis dan berhitung (calistung) selama belajar di TK, dan tuntutan ini dibebankan kepada guru TK, sementara stimulasi calistung dari orangtua justru sangat kurang. Berdasarkan wawancara dengan para guru di TK tersebut, terdapat 2 orang tua di kelompok B (dari 30 orang tua) yang sering meminta pekerjaan rumah membaca-menulis-berhitung (ca-listung), sedang di kelompok A ada 1 dari 23 orang tua anak yang sering meminta hal serupa. Selain itu, kadang orang tua tidak melanjutkan pembiasaan-pembiasaan baik yang sudah diawali di TK. Mi-salnya, di TK anak diajarkan untuk selalu berdoa sebelum dan sesudah makan atau mencuci tangan, tetapi di rumah kebiasaan ini tak diajarkan lagi. Juga dalam hal menunggu antrian, mencontohkan berbicara santun, dan sebagainya, kadang tidak menjadi perhatian orang tua saat anak berada di rumah. Guru dapat mengetahui keterlibatan orangtua berdasarkan cerita anak dan perilaku anak di TK. Berdasarkan wawancara dengan guru di TK Al-Hikmah, mereka mengeluhkan tentang kurangnya ke-terlibatan orangtua dalam melanjutkan pembiasaan baik ini, yaitu: di kelompok A ada 3 (dari 23 orang tua), dan di kelompok B ada 7 orang tua (dari 30 orang), dan di Play Grup ada 2 (dari 14 orang tua). Berdasarkan wawancara dengan para guru TK di Tangerang Selatan, masalah-masalah serupa juga mereka alami. Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilihat tentang keterlibatan orang tua dalam mendidik anak di rumah dan di TK, serta data demografis orangtua berupa pendidikan dan pekerjaan mereka. Jadi tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang: 10
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
(1) data demografis (pendidikan dan pekerjaan) orangtua anak usia TK, (2) keterlibatan orangtua dalam kegiatan di TK, dan (3) keterlibatan orangtua dalam mendidik anak di rumah maupun di TK di wilayah Tangerang Selatan. Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi: para orang tua di TK, sebagai masukan terhadap cara mengasuh dan mendidik anak sesuai tugas perkembangannya dan guru-guru TK, sebagai upaya penambahan wawasan tentang bentuk kegiatan kerja sama dengan orang tua yang aplikatif dan langsung dapat dirasakan manfaatnya. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pendidikan anak. Peran orang tua bagi pendidikan anak, antara lain adalah: (1) guru pertama dan utama bagi anak, (2) anak belajar kehidupan dan belajar mengembangkan seluruh aspek pri-badinya, (3) pelindung utama bagi anak, (4) sumber kehidupan bagi anak, (5) tempat bergantung anak, dan (6) sumber kebahagiaan anak (http://paudust.blogspot.com). Berdasarkan pendapat tersebut, terlihat jelas bahwa orang tua terutama ibu, yang lebih banyak bersama anak sejak bayi, menjadi tokoh sentral dalam upaya pengembangan minat dan bakat anak. Lebih jauh, Arya (2008) menjelaskan bahwa peran orang tua dalam memotivasi bakat dan minat anak dapat dilakukan dengan cara: (1) me-ngajarkan anak untuk mengharapkan keberhasilan, (2) menyesuaikan pendidikan anak dengan minat dan gaya belajarnya, (3) anak harus belajar bahwa diperlukan keuletan untuk mencapai keberhasilan, dan (4) anak harus belajar bertanggung jawab dan belajar menghadapi kegagalan. Selain itu, menurut Iskaradah (2009), orang tua juga berperan dalam pengembangan anak yang meliputi: (1) memelihara kesehatan fisik dan mental anak, (2) meletakkan dasar kepribadian yang baik, (3) membimbing dan memotivasi anak untuk mengembangkan diri, (4) memberikan fasilitas yang memadai bagi pengembangan diri anak, dan (5) menciptakan suasana yang aman, nyaman dan kondusif bagi pengembangan anak. Berdasarkan pendapat Iskaradah tersebut terlihat bahwa peran orang tua sangat fundamental, tidak hanya dalam pendidikan tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara teknis, Hayati (2011) membagi sikap orang tua yang menunjang pengembangan potensi anak dengan yang menghambat potensinya. Sikap orang tua yang menunjang potensi anak
Profil Keterllibatan Orang ...
dapat dilihat dari: (1) menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya, (2) memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal, (3) membolehkan anak untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mendorong anak untuk ba-nyak bertanya, (5) meyakinkan anak bahwa orangtua menghargai apa yang ingin dicoba, dilakukan dan dihasilkan (6) menunjang dan mendorong kegiatan anak, (7) menikmati keberadaannya bersama anak, (8) memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak, (9) mendorong kemandirian anak dalam bekerja dan (10) menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak. Sedang sikap orang tua yang menghambat potensi anak antara lain adalah: (1) mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah, (2) tidak membolehkan anak marah kepada orangtua (3) tidak boleh menanyakan keputusan orangtua, (4) tidak membolehkan anak bermain dengan anak lain yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda dari keluarga anak, (5) anak tidak boleh berisik, (6) orang tua ketat mengawasi kegiatan anak, (7) orang tua tidak memberi saransaran yang spesifik tentang penyelesaian tugas, (8) orang tua kritis terhadap anak dan menolak gagasan anak, (9) orang tua tidak sabar dengan anak (10) orangtua dengan anak adu kekuasaan, serta (11) orangtua menekan dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas. Batasan keterlibatan orangtua antara lain partisipasi orang tua dalam proses pendidikan dan pengalaman bagi anak mereka, meliputi keterlibatan orang tua berbasis di rumah, misalnya menyimak anak-anak membaca atau memeriksa PR-nya. Juga termasuk keterlibatan orangtua di sekolah, seperti kesertaan orang tua dalam seminar pendidikan dan pertemuan antara orang tua-guru (Jeynes, 2005 dalam Hornby, 2011). Keterlibatan orang tua dapat meliputi: memelihara arah kemajuan anak, sering berkomunikasi dengan guru, memastikan bahwa anak-anak menikmati tantangan, kelas pembelajaran yang baik, mengarahkan anak untuk memiliki motivasi berprestasi tinggi di sekolah (Hill & Taylor, 2004 dalam Berk, 2006). Berkaitan dengan dampak keterlibatan orangtua, penelitian dari Henderson dan Mapp (2002), menyatakan bahwa terkait keterlibatan orang tua dengan kualitas sekolah, ada dua butir simpulan penelitian sebagai berikut: (1)
sekolah yang bekerja sama baik dengan orangtua menunjukkan semangat guru yang meningkat, dan mendapat penilaian yang lebih tinggi dari para orang tua, (2) sekolah yang para orang tuanya terlibat memiliki dukungan yang lebih banyak dan memiliki reputasi yang lebih baik di masyarakat. Mereka juga menyatakan bahwa keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak berhubungan dengan prestasi anak, perilaku anak, budaya, usia, dan kualitas sekolah. Dalam hal prestasi untuk anak usia dini, pengaruh keterlibatan orang tua bisa dilihat dari beberapa hasil penelitian berikut: (1) ketika orang tua terlibat – tanpa melihat status sosial ekonomi, latar belakang etnis/ras atau tingkat pendidikan orangtua –, anak-anak akan menunjukkan prestasi yang lebih tinggi, (2) ketika orang tua terlibat dalam pendidikan anaknya, anak akan lebih sering membantu pekerjaan rumah, dan lebih tinggi dalam kehadiran di sekolah, (3) dalam program yang dirancang untuk melibatkan orang tua dalam kemitraan yang penuh, prestasi anak dari keluarga yang tidak beruntung tidak hanya meningkat tetapi juga mampu mencapai level standar seperti yang dipersyaratkan bagi anak dari keluarga status sosial ekonomi menengah, serta (4) anak kemungkinan besar akan mengalami kemunduran prestasi jika orang tua tidak berpartisipasi dalam kegiatankegiatan sekolah, tidak mengembangkan hubungan yang menguntungkan dengan guru, dan tidak memantau apa yang terjadi di sekolah anaknya. Dalam hal perilaku untuk anak usia dini, pengaruh keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak bisa dilihat dari hasil penelitian berikut: (1) ketika anak bercerita bahwa dia merasa mendapat dukungan dari sekolah dan rumah, anak akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi, menganggap sekolah lebih penting, dan cenderung melakukan sesuatu dengan lebih baik, (2) perilaku kekerasan dan antisosial dari anak menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya keterlibatan orangtua, dan (3) anakanak memperlihatkan sikap dan perilaku yang lebih positif saat orang tua terlibat aktif. Sementara itu, Epstein (1995) mengidentifikasi enam tipe keterlibatan orangtua dan strategi yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kerjasama dengan orang tua. Enam tipe tersebut adalah tugas keorangtuaan (parenting), komunikasi (communicating), relawan (volunteering), belajar di rumah (learning at home), pengambil keputusan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
11
Profil Keterlibatan Orang ...
(decision making), dan kerja sama dengan masyarakat (collaborating with community). Penelitian dari Irsyadi (2012) menyimpulkan bahwa semakin baik pola asuh orang tua, maka semakin tinggi pula tingkat kemandirian anak. Sementara itu, penelitian Fardana dan Tairas (2012) menyatakan bahwa relasi orang tua-anak di rumah kurang berorientasi pada konsep belajar melalui bermain, dan relasi antara orang tua-guru TK terkendala oleh keyakinan bahwa guru adalah pemegang otoritas pendidikan PAUD sehingga orangtua tidak perlu melibatkan diri mengkomunikasikan berbagai hal yang terkait dengan pendidikan anak.. Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa melalui keterlibatan orang tua yang intensif terhadap tumbuh kembang anak, banyak pengaruh positif yang diperoleh anak. Sebaliknya, kurangnya keterlibatan orang tua akan mengakibatkan berbagai pengaruh buruk seperti menurunnya prestasi, meningkatnya perilaku antisosial, dan hubungan yang kurang baik dengan guru dan orang tua. Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anaknya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pendidikan dan pekerjaan orangtua dan. Davis-Kean (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan keterlibatan orangtua dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Menurutnya, pendidikan orangtua secara tidak langsung dapat memengaruhi pencapaian akademis anak karena adanya dukungan kepercayaan orangtua dan perilaku yang merangsang pendidikan di rumah. Pendidikan orangtua dapat berperan penting karena selama waktu-waktu tersebut, selain anak menempuh pendidikan di sekolah, orangtua juga dapat berperan sebagai ‘guru’ di rumah. Orangtua dapat menjadi guru yang efektif karena mereka banyak mengetahui tentang apa yang diperkirakan sedang diajarkan oleh sekolah, serta apa yang perlu mereka lakukan sebagai lanjutannya di rumah. Orangtua juga dapat membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah dan menyediakan dukungan stimulasi kognitif di rumah. Pendapat Davis-Kean dikuatkan oleh Hoffman dan Lipit (dalam Mussen, 1970) yang menjelaskan bahwa pola asuh orangtua antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendiddikan orangtua. Apakah orangtua memiliki tingkat pendidikan yang tinggi atau tingkat pendidikan yang rendah akan memengaruhi mereka dalam mengasuh anakanaknya. Wong (2009) juga menguatkan pendapat 12
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
sebelumnya. Dia menyatakan salah satu faktor yang memengaruhi pengasuhan adalah pendidikan dan pengalaman orangtua. Pendidikan dan pengalaman orangtua dalam merawat anak akan memengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan tugas keorangtuaan. Davis-Kean juga melihat pekerjaan orangtua sebagai salah satu faktor yang memengaruhi keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak. Ia menyatakan bahwa orangtua dengan pemasukan ekonomi menengah ke atas dan dengan berlatar belakang pendidikan memiliki keyakinan dan harapan yang lebih realistis dengan performa anak-anak mereka di sekolah dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pemasukan ekonomi rendah. Keluarga dengan pemasukan ekonomi rendah juga memiliki keyakinan dan harapan yang tinggi, tetapi tidak berkorelasi baik dengan performa anak-anak mereka di sekolah. Kemampuan orangtua dalam membentuk keyakinan dan harapan yang sesuai berdasarkan performa anak-anak mereka sangat penting untuk mendukung lingkungan rumah dan pendidikan yang kondusif, sehingga mereka dapat berusaha lebih baik di luar lingkungan sekolahnya. Hubungan tidak langsung ini memberikan pengaruh melalui ekspektasi pendidikan, perilaku membaca, bermain, serta afektif orangtua. Sementara itu, hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa pada keluarga dengan pemasukan dari pekerjaan yang rendah, keluargakeluarga tersebut mengalami ketidakstabilan kondisi dan status seperti stress, perpindahan, perubahan status kerja, dan sekolah anak yang berpindahpindah), yang pada gilirannya akan memengaruhi keterlibatan orangtua pada sekolah anak-anak mereka (Englund dkk., 2004). Sementara itu Sanderson & Thompson (2002) menyatakan bahwa salah satu yang memengaruhi pola asuh orangtua adalah status pekerjaan orangtua. Status pekerjaan menentukan cara orangtua dalam mengasuh anaknya. Lingkungan pekerjaan dimana individu-individu yang telah berkeluarga dan memilki anak, biasanya saling bertukar pengalaman mengenai kondisi keluarga. Individu yang sukses menata keluarganya termasuk bagaimana mengasuh anak, biasanya individu lain ingin mengikuti cara tersebut dangan maksud salah satunya adalah supaya dianggap sebagai orangtua yang berhasil.
Profil Keterllibatan Orang ...
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode exploratory research. Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran (deskripsi) dari kondisi subjek penelitian. Populasi penelitian ini adalah para orangtua dari anak 4-6 tahun yang menyekolahkan anaknya di TK yang berada di wilayah Selatan Kota Tangerang Selatan, yaitu Kecamatan Pamulang dan Serpong. Wilayah ini dipilih dengan pertimbangan di kawasan ini terdapat banyak TK baru menyesuaikan dengan pertumbuhan perumahan-perumahan baru di daerah pinggiran Jakarta yang umumnya dihuni keluarga muda. Sampel penelitian dilakukan dengan purposive random sampling yang representatif terhadap populasi penellitian. Waktu penelitian adalah tahun ajaran 2013/2014. Karakteristik subjek penelitian adalah: (1) orangtua yang memiliki anak usia 4-6 tahun, (2) mempercayakan anaknya di salah satu TK di Tangerang Selatan, (3) pendidikan minimal lulus SD, (4) mampu berkomunikasi dengan baik secara lisan dan tulisan.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner tentang keterlibatan orangtua yang dilihat dari tiga hal: data demografis (pendidikan dan pekerjaan orangtua), keterlibatan orangtua di TK, dan keterlibatan orangtua di rumah. Kisi-kisi instrumen disusun dengan mengacu pada dua bentuk keterlibatan menurut Jeynes (di rumah dan di sekolah), yang dipadukan dengan empat tipe dari model Epstein yaitu: tipe komunikasi dan tipe relawan untuk keterlibatan di TK, serta tipe tugas keorangtuaan dan tipe komunikasi untuk keterlibatan orangtua di rumah. Instrumen telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan dengan Pearson (Product Moment) dengan r tabel 0,361. Sedang uji reliabilitas dilakukan dengan alpha Cronbach, yang menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,926. Artinya, reliabilitas instrumen sudah sangat tinggi untuk digunakan. Data yang diperoleh di lapangan disajikan secara deskkriptif dalam bentuk tabel, grafik dan analisis kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasilkan data tentang data demografis orangtua (pekerjaan dan pendidikan) orangtua, keterlibatan orang tua di TK, dan keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak di rumah.
a. Pekerjaan dan Pendidikan Orang Tua. Melalui pekerjaan dan pendidikan orang tua anak biasanya akan dapat terlihat kaitannya dalam mengasuh anak. Jika dilihat dari status pekerjaan orang tua, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Status dan Jenis Pekerjaan Ayah Ibu No
Orangtua
Bekerja (%)
Jenis Pekerjaan (%) PS
PNS
GD
TNI
W
BN
IRT
LL
1
Ayah
96,64
51,7
8,4
0,8
3,4
24,4
2,1
0
8
2
Ibu
44,54
20,2
5,5
7,1
0,8
12,2
0,4
51,7
2,1
Ket: PS= pegawai swasta
GD= guru/dosen
PNS= pegawai negeri sipil
TNI= tentara/polri BN= buruh/nelayan
Terlihat bahwa hampir semua ayah bekerja dengan persentase di atas 95%, sedangkan ibu yang bekerja hampir 45%. Artinya jumlah ibu yang tidak bekerja penuh waktu cukup banyak sehingga dapat diasumsikan bahwa ibu yang tidak bekerja ini memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengantar jemput anaknya ke TK daripada ibu yang bekerja. Berdasarkan tabel itu juga terlihat bahwa pekerjaan ayah dan ibu didominasi sebagai pegawai swasta. Ada hal yang menarik tentang pekerjaan ibu yang sebesar 2,1 %, karena 1 orang diantaranya menyatakan bekerja sebagai pembantu
W=wiraswasta
IRT= ibu rumah tangga LL=lain-lain.
rumah tangga (PRT), dan 2 orang adalah dokter. Sedang jika dilihat dari tingkat pendidikan, diperoleh hasil seperti yang tersaji pada tabel 2. Tabel 2. Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu No
Tingkat
Persentase (%) Ayah
Ibu
1.
SD
4,622
4,622
2.
SMP
7,983
12,61
3.
SMA
31,09
31,51
4.
Sarjana
51,26
48,32
5.
Magister
4,622
2,521
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
13
Profil Keterlibatan Orang ...
Data pada tabel 2 terlihat bahwa sekitar separuh responden sudah menempuh pendidikan sarjana. Jika ditambah dengan lulusan SMA, maka persentasenya sudah di atas 80%. Artinya, secara pendidikan ayah dan ibu dari anak-anak yang berada di TK wilayah Tangerang Selatan ini sudah cukup memadai. b. Keterlibatan orang tua dalam kegiatan di TK. Pertemuan orang tua di TK biasanya banyak melibatkan ibu. Oleh karena itu perlu diketahui tentang siapa yang mengantar jemput anak setiap harinya. Aspek keterlibatan orangtua antara lain dilihat dari pihak yang mengantar jemput anak ke TK, hasilnya dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Pihak yang mengantar jemput anak Grafik pada gambar 1 memperlihatkan bahwa sebagian besar anak di antar jemput oleh ibunya sendiri. Dominasi ibu sebagai pengantar jemput anaknya ke TK diasumsikan akan memudahkan pola komunikasi antara orang tua dengan guru, sehingga perlu pula dilihat pola komunikasi orangtua di TK, yang dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Komunikasi Orang Tua di TK Rerata (%)
No
Aspek
1
Berkomunikasi tentang anaknya dengan guru kelas atau kepala TK
3,32
2
Akrab dengan para orang tua anak lain di TK
3,30
3
Terlibat dalam berbagai kegiatan di TK
2,55
4
Ikut perkumpulan kegiatan orang tua di kelas anak
2,18
Tabel 3 memperlihatkan bahwa rerata kegiatan tertinggi adalah berkomunikasi langsung dengan guru kelas anak. Sedangkan komunikasi melalui keterlibatan orang tua dalam pertemuan orang tua justru menduduki peringkat terendah, hanya 2,18.
14
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Artinya, partisipasi orang tua dalam pertemuan ini masih sangat perlu ditingkatkan lagi melalui kegiatan yang membuat orang tua tertarik untuk datang. Perlu pula dilihat keterbiatan orangtua dalam berbagai acara di TK yang mengundang orangtua, yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Keterlibatan Orang Tua dalam Kegiatan di TK Persentase (%)
No
Aspek
1
Acara anak dan orang tua di TK (puncak tema)
60,1
2
Forum pertemuan orang tua
35,7
3
Seminar pendidikan
12,2
4
Simulasi pengasuhan anak
5,0
5
Guru sukarela
0,4
6
Lainnya
0,4
Ternyata kegiatan pada saat puncak tema yang biasanya dihadiri oleh orang tua. Peringkat kehadiran selanjutnya adalah pada pertemuan orang tua, namun dengan persentase hampir separuhnya. Artinya, kegiatan pertemuan orang tua perlu dikemas ulang agar kehadiran orang tua dalam kegiatan tersebut cukup tinggi. Kegiatan menjadi mitra guru (guru sukarela) termasuk kegiatan yang kurang diminati dengan persentase kurang dari 1%. Hal ini berhubungan dengan status dan jenis pekerjaan orangtua, karena biasanya orangtua dengan profesi tertentu lah yang memiliki kepercayaan diri cukup tinggi untuk menjadi guru sukarela atau narasumber secara insidental di kelas anaknya. Dalam hal ini, profesi orangtua seperti dokter, koki (chef), petugas pemadam kebakaran, pengelola waralaba, pemilik bengkel sepeda, dan sebagainya dapat dimanfaatkan oleh pihak TK sebagai narasumber. c. Keterlibatan Orangtua dalam Pengasuhan Anak di Rumah. Selain keterlibatan di sekolah anak, perlu dilihat juga keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak selama di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar orang tua memperbolehkan anak memilih mainannya sendiri, menuntun anak dalam membaca doa sehari-hari, melatih anak membereskan mainannya, melatih membereskan peralatan makan dan menemani anak saat menonton tivi. Sebagian
Profil Keterllibatan Orang ...
besar anak sudah tidur sendiri tidak lagi bersama orang tua, namun masih banyak dibantu memakai dan melepas sepatu. Kaitannya dengan PR untuk anak, separuh orang tua masih berharap guru di TK memberikan PR untuk anaknya. Tabel 5 berikut adalah data tentang kegiatan yang dilakukan anak dan orang tua selama di rumah.
Tabel 6. Kegiatan Anak Sehari-hari di Rumah No
Tabel 5. Kegiatan Anak dan Orang Tua di Rumah Rerata (%)
No
Aspek
1
Anda mencari pengetahuan tentang cara mengasuh anak
3,95
2
Anak menonton tivi di rumah
3,66
3
Anda menemani saat anak-anak menonton tivi
3,83
4
Anda sempat mendongeng saat anak akan tidur
2,59
5
Anak masih dimandikan setiap harinya
2,13
6
Anak masih tidur bersama orang tua
1,71
7
Anak masih disuapi jika makan setiap harinya
2,58
8
Anak dilatih membereskan peralatan makannya di rumah
3,76
9
Anak dituntun dalam membaca doa seharihari di rumah
4,13
10
Anak masih dibantu dalam memakai dan melepaskan baju
2,51
11
Anak masih dibantu dalam memakai melepas sepatu
3,35
12
Anak dilatih membereskan mainannnya sendiri di rumah
4,11
13
Anak diperbolehkan memilih mainan sendiri saat membeli
4,15
14
Anak minta dibacakan buku oleh orang tua
3,22
15
Orang tua menghendaki anaknya diberikan PR dari sekolah
2,52
Persentase (%)
Kegiatan
1
Menonton televisi
85.29
2
Tidur siang
77.73
3
Bermain dengan teman
67.23
4
Bermain alat-alat mainnya
66.81
5
Mengaji
57.98
6
Bermain game elektronik dari komputer/hand phone
52.94
7
Mendengarkan cerita dari buku/VCD
36.13
8
Les privat membaca
16.81
9
Lainnya
0,4
Kaitannya dengan durasi anak menonton tv dan bermain game, diperoleh data seperti pada tabel 7. Tabel 7. Durasi Anak Menonton Televisi dan Bermain Game Persentase (%)
Selanjutnya, hasil penelitian tentang kegiatan anak sehari-hari di rumah dan intensitasnya menunjukkan bahwa menonton televisi masih menjadi kegiatan favorit anak di rumah, diikuti tidur siang, bermain, mengaji, mendengarkan cerita, dan les privat membaca. Keberadaan les privat membaca meskipun presentasinya kecil menunjukkan bahwa orang tua belum sepenuhnya memahami tentang usia bermain pada anak-anak. Demikian juga dengan les bahasa Inggris dan mengerjakan PR. Data mengenail kegiatan anak sehari-hari di rumah dapat dilihat pada tabel 6.
No
Aspek
1 2
<1 jam
1-2 jam
2-3 jam
3-4 jam
4-5 jam
>5 jam
Menonton televisi
13.87
42.02
25.21
11.34
3.36
1.26
Bermain game
41.18
22.27
8.403
2.101
2.10
0
Tabel 7 memperlihatkan bahwa sebagian besar anak menonton tv setiap hari selama 1 hingga 2 jam, dan seperempat anak menonton tivi hingga 2-3 jam. Temuan ini juga menunjukkan bahwa masih ada orang tua yang membiarkan anaknya menonton tv lebih dari 4 jam meskipun persentasinya tidak banyak. Sedangkan untuk bermain game, lebih sedikit waktu yang digunakan yaitu sekitar 1 jam. Namun juga masih ada orang tua yang membiarkan anaknya bermain game hingga 4-5 jam setiap harinya. Pembiaran menonton tv atau bermain game lebih dari 4 jam setiap hari merupakan hal yang perlu menjadi perhatian untuk melihat keterlibatan orangtua dalam mengawasi kegiatan anak di rumah. Adapun hasil penelitian sumber yang biasa diakses orang tua untuk mendapatkan pengetahuan pengasuhan anak menunjukkan bahwa 5 besar sumber informasi favorit yang banyak diakses oleh orang tua tentang pengasuhan anak berturutturut adalah dari acara tv, nasihat orang tua, buku
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
15
Profil Keterlibatan Orang ...
pendidikan anak, majalah parenting, dan pertemuan orang tua di TK. Untuk lebih lengkapnya, data mengenai akses informai tentang pengasuhan anak dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Akses Informasi Tentang Pengasuhan Anak No
Sumber
Persentase (%)
1
Acara TV
47.90
2
Nasehat orang tua
41.18
3
Buku pendidikan anak
34.45
4
Majalah parenting
34.45
5
Pertemuan orang tua di TK
31.51
6
Seminar/pelatihan pendidikan anak
21.85
7
Kursus baby sitter
4.622
8
PKK di lingkungan
3.361
9
Lainnya
17.30
Selanjutnya, gambaran tentang harapan orang tua pada anak dapat dijelaskan seperti pada tabel 9. Tabel 9. Harapan Orang Tua pada Anak No
Aspek
Persentase (%)
1
Anak dapat mencapai cita-cita
73.11
2
Anak patuh pada orang tua
73.11
3
Anak rajin beribadah
68.07
4
Anak sayang pada sesama
60.92
5
Anak bahagia hidupnya
59.24
6
Anak minimal menjadi sarjana
30.25
7
Lainnya
13.45
Menurut Davis-Kean (2005), tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan keterlibatan orangtua dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Pada hasil penelitian ini, sebagian besar orang tua adalah sarjana dan lulusan SMA. Artinya, diasumsikan orangtua memiliki minat yang tinggi dalam keterlibatan mengasuh dan mendidik anak. Penelitian Grolnic dkk (1997) dan Hornby & Lafaele (2011) menyatakan bahwa tingkat pendapatan memiliki pengaruh terhadap keterlibatan orangtua mendidik anak. Namun pada penelitian ini memang tidak ditanyakan tentang jumlah pendapatan, hanya secara umum dapat dilihat bahwa ibu dan ayah memiliki cukup waktu dan cukup daya untuk bersama anak melakukan tugas keorangtuaan.
16
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa sebagian besar ibu statusnya tidak bekerja, sehingga diasumsikan para ibu yang tidak bekerja ini memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan tugas keorangtuaan (parenting) sebagaimana tipe keterlibatan pertama yang dikemukakan Epstein (2002). Hal ini diperkuat dengan data bahwa ternyata sebagian besar anak memang di antar jemput oleh ibunya sendiri ke TK, sehingga dapat diasumsikan ibu memiliki kesempatan yang besar untuk terlibat dalam pendidikan anak di TK, yaitu dengan membangun komunikasi secara intensif dengan pihak TK. Hal ini sesuai dengan tipe keterlibatan orangtua yang kedua menurut Epstein (2002), yaitu komunikasi. Secara umum, komunikasi yang dilakukan para ibu tersebut adalah dengan menanyakan kondisi atau permasalahan anaknya kepada guru kelas, atau kepala TK. Selain itu, orang tua juga menjalin hubungan yang baik dengan sesama orangtua lain di TK, sambil menunggu anak mereka pulang. Sebagian besar ibu memang memilih untuk menunggui anaknya di TK karena jadwal belajar yang tidak terlalu lama (pukul 07.30-10.00), terutama bagi para ibu yang tidak memiliki agenda atau kewajiban lain. Kadang saat menunggu ini diisi dengan saling berjualan atau arisan. Namun, komunikasi oleh para orangtua dalam kegiatan resmi atau pertemuan orangtua secara berkala yang diundang dari TK, justru tidak terlalu tinggi. Hal ini berarti kehadiran orangtua dalam berbagai kegiatan atau pertemuan orangtua di TK belum seperti yang diharapkan. Ragam profesi orangtua yang bekerja yaitu sebagai guru atau dosen, tentara, wiraswasta, buruh, dan dokter; semestinya dapat menyumbangkan keterlibatan yang lebih intensif pada pendidikan anak di TK, yaitu sebagai narasumber berkala di kelas anak, atau sebagai guru sukarela. Hal ini sesuai dengan tipe keterlibatan orangtua menurut Epstein (2002) yang ketiga, yaitu relawan (volunteering). Sayangnya, kegiatan semacam ini belum dilaksanakan di TK-TK tersebut. Namun, keterlibatan orangtua melalui kehadirannya pada berbagai acara di TK (selain sebagai relawan), cukup menggembirakan. Sebagian besar orangtua justru menyempatkan untuk hadir pada puncak tema di TK. Alasan yang disampaikan adalah karena orangtua ingin melihat penampilan anaknya dalam puncak tema tersebut, dan bangga bila anaknya tampil. Sedang keterlibatan orangtua dalam seminar
Profil Keterllibatan Orang ...
pendidikan atau simulasi pengasuhan anak yang diselenggarakan oleh TK belum terlalu tinggi. Kemungkinan kurangnya keterlibatan orangtua dalam hal ini adalah pilihan hari pelaksanaan seminar atau simulasi yang jatuh pada hari kerja sehingga orangtua yang bekerja tidak dapat ikut hadir. Demikian pula dengan guru sukarela, tentunya harus dilaksanakan di hari belajar/hari kerja sehingga jika orangtua bekerja pada instansi tertentu akan sulit hadir kecuali mendapat ijin keluar kantor atau cuti sehari dari pekerjaannya. Menurut Hornby & Lafaele (2011), minat orangtua untuk terlibat dalam stimulasi anak juga merupakan salah satu prediktor yang positif terhadap proses dan prestasi belajar anak. Berkaitan dengan pendapat tersebut, salah satu fakta lain yang perlu dilihat adalah tentang keterlibatan orangtua dalam memantau kegiatan anak di rumah. Hal ini juga sesuai dengan tipe keterlibatan orangtua menurut Epstein yang keempat, yaitu belajar di rumah (learning at home). Namun hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa sebagian orangtua masih bersikap over protektif dalam mengasuh anak, misalnya: masih memandikan anak setiap pagi dan sore, masih menemani anak tidur malam dan anak tidur bersama orangtua sepanjang malam, masih menyuapi anak saat makan, dan masih membantu anak melepaskan dan membuka sepatu. Jika dirujuk pada model Eipstein khususnya tipe keterlibatan pertama, maka cukup banyak orangtua di Tangerang Selatan yang belum sepenuhnya mampu melakukan tugas keorangtuaan dengan baik, karena masih banyak membantu kegiatan anak sehari-hari di rumah sebagaimana telah dijelaskan di atas. Padahal menurut Montessori, anak usia 4-6 tahun sudah dapat dilatih beberapa hal kecakapan hidup yaitu: (1) toiletris, yaitu kemandirian anak untuk membersihkan diri sendiri yang mencakup: mandi, sikat gigi, berkumur, mengeringkan diri dengan handuk dan meletakkan pakaian kotor ke bak cuci, (2) home service, yaitu kemandirian anak terhadap kebersihan lingkungan tempat tinggal, seperti: menyapu kamar, merapikan mejanya sendiri, mengelap meja, mengelap kaca jendela sendiri, membereskan mainannya, meletakkan sepatu/sandal di rak sepatu, menata alas makannya sendiri, menjamu tamu secara sederhana (misalnya membuatkan teh manis), dan menggunakan telepon; (3) Self service, yaitu pandai
bersepeda, memasak snack/makanan ringan, berayun, memakai baju, berenang, memasukkan kancing ke dalam lubang/memakai baju kemeja, meronce sederhana, menjahit sederhana, memakai sepatu dan menalikan sepatu. Cukup banyak orangtua yang menghendaki anaknya mendapatkan PR dari guru TK-nya. Alasan yang disampaikan orangtua adalah supaya anaknya tidak ‘main melulu’ tetapi juga belajar dengan cara mengerjakan PR. Pemikiran seperti ini menunjukkan bahwa beberapa orangtua belum memahami tahap-tahap perkembangan anak usia 4-6 tahun, yang masih didominasi bermain. Oleh karena itu cara belajar bagi anak juga bersifat stimulasi dan dilakukan sambil bermain, tidak skolastik dengan memberikan PR. Pada pendidikan TK prinsip ini disebut dengan ‘belajar sambil bermain’. Temuan tentang belum pahamnya orangtua ini sesuai dengan data tentang kegiatan anak sehari-hari di rumah (Tabel 6). Beberapa orangtua yang memutuskan memanggil guru les privat bagi anaknya untuk belajar calistung, belajar bahasa asing ataupun mengerjakan PR di rumah menunjukkan bahwa orangtua belum sepenuhnya memahami tentang usia bermain pada anak-anak, dan belum mampu menjadi fasilitator dan motivator yang baik agar anak dapat belajar di rumah. Oleh karena itu, Epstein (2002) menyatakan bahwa berkaitan dengan tugas keorangtuaan (parenting) dan belajar di rumah (learning at home), maka pihak TK semestinya membantu keluarga dengan berbagai keterampilan yang diperlukan orangtua, karena orang tua di rumah harus mengerti perkembangan anaknya, mengatur suasana rumah agar nyaman bagi anak untuk berkegiatan dan belajar sesuai tingkat usia, sehingga pada gilirannya orangtua akan membantu sekolah dalam memahami berbagai latar belakang budaya orangtua yang berbeda, dan keunikan dari tiap anak yang menjadi teman-teman anaknya. Selain itu didapatkan data bahwa untuk kegiatan anak sehari-hari di rumah, ternyata kegiatan menonton televisi masih menjadi kegiatan anak yang dominan di rumah, selain kegiatan tidur siang. Baru diikuti kegiatan lainnya yaitu mendengarkan cerita dari buku atau DVD. Khusus untuk kegiatan menonton televisi yang ternyata masih menjadi kegiatan favorit anak-anak di rumah sesuai hasil penelitian di atas, American Academy
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
17
Profil Keterlibatan Orang ...
of Pediatrics (AAP) menyarankan agar anak usia 2 tahun ke atas tidak menonton TV lebih dari dua jam sehari. Anak usia di bawah 2 tahun justru tidak direkomendasikan menonton televisi, meskipun acaranya bersifat edukasi. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa memang sebagian besar anak menonton televisi dari 1 hingga 2 jam saja. Namun ternyata masih ada orangtua yang membiarkan saja anaknya menonton televisi hingga 2-3 jam hingga 3-4 jam, bahkan ada juga yang membiarkan anaknya menonton televisi lebih dari 5 jam, yang artinya keterlibatan orangtua sebagai pengawas anak dalam kegiatan belajar di rumah sangat minim. Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa anak di negara tersebut menghabiskan waktu 6.5 jam/hari menggunakan media (AAP, 2007). Kebiasaaan menonton televisi ini sangat perlu dicermati karena pada tahun 2001, The Committee on Public Education of the American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan pernyataan bahwa kekerasan di media berdampak pada perilaku kekerasan pada anak setelah menelaah lebih dari 3.500 penelitian. Berkaitan dengan harapan orangtua pada anak, penelitian yang dilakukan Hoff, Laursen & Tardiff (2002) menyatakan bahwa orangtua yang pekerjaannya memerlukan keterampilan tidak terlalu khusus dan khusus (semi skilled dan skilled) misalnya: supir, satpam, masinis memiliki harapan pada anak yang berbeda dengan kelompok
orangtua dari white-collar dan para profesional (dokter, psikolog, dosen, notaris, pengacara, dan lain-lain). Kelompok pertama dikategorikan pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, biasanya cenderung menekankan kualitas pribadi pada anak berupa kepatuhan, kesopanan, kerapian, kebersihan. Sedang kelompok profesional dikategorikan pada kelompok dengan status sosial ekonomi tinggi, biasanya lebih menekankan pada ciri-ciri (trait) psikologis pada anak seperti: rasa ingin tahu, kebahagiaan, kemampuan mengarahkan diri sendiri, dan kematangan kognitif serta kematangan sosial. Pada hasil penelitian ini, tampak bahwa harapan terbesar pada anak memang ada pada pencapaian cita-cita, kepatuhan, kerajinan beribadah dan sebagainya yang merupakan ciri khas harapan pada anak dari kelompok orangtua dengan status sosial ekonomi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Hoff, Laursen & Tardiff (2002) di atas. Responden pada penelitian ini adalah orang tua di TK menengah ke bawah, dan ternyata sebagian besar harapan orangtua berorientasi pada pencapaian cita-cita serta kepatuhan. Orangtua yang mengisi dengan jawaban tersebut sebagian besar adalah bukan dari kaum profesional. Hanya sedikit orangtua yang bekerja di bidang profesional. Namun demikian, harapan tentang kebahagiaan anak juga mendapat porsi yang cukup besar.
PENUTUP
Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, dilihat dari sisi demografis, yaitu tingkat pendidikan dan status pekerjaan orangtua dari anak usia 4-6 tahun yang berada di TK, orangtua dipandang cukup memiliki potensi untuk banyak terlibat dalam pengasuhan anaknya. Kedua, keterlibatan orangtua dalam pengasuhan anak di rumah sudah cukup baik karena sebagian besar orangtua telah memperbolehkan anak memilih mainannya sendiri, menuntun anak dalam membaca doa sehari-hari, melatih anak membereskan mainannya, melatih membereskan peralatan makan dan menemani anak saat menonton tv. Namun, orangtua masih perlu diberikan wawasan yang cukup tentang tahap-tahap perkembangan
18
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
anak agar dapat menjalankan tugas keorangtuaan dengan baik, dan mampu menjadi fasilitator kegiatan belajar anak di rumah dengan baik. Ketiga, keterlibatan orangtua dalam pendidikan anaknya di TK juga sudah cukup baik, terutama dalam hal menjalin komunikasi dengan pihak TK melalui berbagai cara. Sedangkan keterlibatan orang tua sebagai relawan di TK masih perlu ditingkatkan. Saran. Saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, pihak TK perlu memikirkan strategi yang sesuai dengan kondisi para orangtua agar keterlibatan orangtua di TK dapat lebih baik, terutama dalam meningkatkan kesukarelawanan. Kedua, keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak perlu dipertahankan. Namun,
Profil Keterllibatan Orang ...
kemampuan orang tua mengenai tahap-tahap perkembangan anak perlu ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperbanyak membaca buku tentang parenting. Selain itu, pihak TK juga dapat memberikan wawasan kepada orang tua dengan mengadakan seminar mengenai parenting. Ketiga, eterlibatan orangtua dalam pendidikan anaknya di TK perlu dipertahankan. Orang tua perlu menjalin komunikasi ke berbagai pihak, baik ke anak, antarsesama orang tua, maupun ke pihak TK. Sedangkan keterlibatan orang tua sebagai
relawan di TK masih perlu ditingkatkan. Pihak TK perlu memberikan pengarahan lebih lanjut kepada orang tua agar lebih terlibat dalam kesukarelawanan, seperti pertemuan rutin sebagai ajang berdialog atau berdiskusi Keempat, perlu dilanjutkan penelitian tentang pengembangan model untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, yang akan mampu meningkatkan keterlibatan orang tua baik di rumah maupun di TK.
DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. (2001). Media Violence. PEDIATRICS Vol. 108 No. 5 November, pp. 1222-1226). http://pediatrics. aappublications.org/content/108/5/1222.full Arya, P. K. (2008). Rahasia mengasah talenta anak. Yogyakarta: Think Anonym. (2008). Peran orang tua dalam PAUD. Diunduh dari laman http://paudust.blogspot. com/2008/11/peran-orang-tua-dalam-paud. html Anonim. Media and children. http://www.aap.org/enus/advocacy-and-policy/aap-health-initiatives/ Pages/Media-and-Children.aspx, Berk, L. E. (2006). Child development. Boston, Pearson Edu. Davis-Kean, P. E. (2005). The influence of parent education and family income on child achievement: The indirect role of parental excpectations and the home environment. Journal of Family Psychology, Vol 19, No. 2, 294-304 Englund, M. M., dkk. (2004). Children’s achievement in early elementary school: Longitudinal effects of parental involvement, expectations, and quality of assistance. Journal of Educational Psychology, 9(4), 723-730 Epstein, J. L., Sanders, M.G., & Voorhis F.L. (2002) school, family, and community partnerships: your handbook for action (2nd edition). Corwin, Thousand Oaks, CA. Fardana, N. A., & Tairas, M.M.W. (2012). Pengembangan model parental involvement sebagai strategi stimulasi kemampuan literasi pada anak usia 4-6 tahun di wilayah pedesaan Kabupaten Gresik. Jurnal INSAN Unair, Vol. 14 No. 03, Desember 2012
Iskaradah. (2009). Peran orang tua bagi pengembangan anak usia dini. diunduh dari laman http://iskaradah.blogspot.com/2009/05/ peran-orang-tua-bagi-pengembangan-anak. html Graha, C. (2007). Keberhasilan anak di tangan orangtua. Jakarta: Elex Media Komputindo Grolnick, W., Benjet, C., Kurowsky, C.O., & Aostoleris, N.H. (1997). Predictor of parent involvement inchildren’s schooling. Journal of Educational Psychology, 89 : 538-548 Henderson & Mapp. (2002). National Standards for Parent/Family Involvement Programs. Hayati, N. (2011). Peran orang tua dalam pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: UNY. diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ PPM%20di%20TK%20Pedagogia.pdf Hoff, Laursen & Tardiff. (2002). Socioeconomic status & parenting. Handbook of parenting vol 2. London: Lawrence Erlbaum. Hornby, G. (2011). Parental involvement in childhood education. London: Springer Hornby, G. & Lafaele, R. (2011). Barriers to Parental Involvement in Education: An Explanatory Model. Educational Review. Vol. 63, No.1, February, 37-52 Montessori. Five ways to promote self growth at home, Guelp Montessori School. http:// guelphmontessorischool.ca/2013/08/13/wayspromote-growth-home/ Morrison, G. S. (2008). Fundamentals of early childhood education, 5th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Mussen, P. H. (ed), (1970). Handbook of research methods in child development. New Delhi: Wikey Easter Private Ltd
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
19
Profil Keterlibatan Orang ...
Retnaningtyas, M. S. (2015) keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak di TK Anak Ceria. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Volume. 4, No. 1, April. Surabaya: Univ Airlangga. h.9-17
20
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Sanderson, S. & Thompson, V. L. (2002). Factors associated with perceived paternal involvement in childrearing. Sex Roles 46, (3/4), 99-111. Wong, Dona L, et.al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta, EGC
Penelitian
PENERAPAN LATIHAN KEHIDUPAN PRAKTIS ANAK USIA 3- 4 TAHUN Ayu Fajarwati Email:
[email protected] PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: (1) proses kegiatan latihan kehidupan praktis, (2) macam-macam kegiatan latihan kehidupan praktis, (3) manfaat serta tujuan diadakannya kegiatan latihan kehidupan praktis, (4) kegiatan latihan kehidupan praktis dalam kaitannya dengan perkembangan motorik halus anak, dan (5) kegiatan latihan kehidupan praktis dalam kaitannya dengan kemandirian anak. Penelitian dilakukan pada Januari hingga Mei 2015 di di Right Steps Pancoran. Subjek penelitian merupakan anak dengan rentang usia 3-4 tahun di kelas Annie Apple yang berjumlah 5 orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi fenomenologi. Analisis data yang digunakan yaitu model Mills dan Huberman. Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan. Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) dalam proses kegiatan latihan kehidupan praktis di Right Steps Pancoran terdapat hal yang dinamakan dengan work cycle dan three period lessons dalam setiap kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan; (2) terdapat berbagai macam kegiatan yang dilakukan di antaranya memindahkan, menuangkan, dan memotong; (3) kegiatan yang dilakukan memiliki manfaat serta tujuan dalam mengembangkan dan menstimulasi aspek perkembangan setiap anak, (4) kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan dapat menstimulasi perkembangan motorik halus anak dengan berbagai kegiatan yang menekankan pada otot halus anak; serta (5) kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan juga dapat menstimulasi kemandirian pada anak dengan diperkenalkannya kegiatan yang membuat anak untuk lebih mandiri. Kata-kata kunci : latihan kehidupan praktis, kemandirian, motorik halus
IMPLEMENTATION OF PRACTICAL LIFE EXERCISE FOR THE AGE OF 3 – 4 YEARS Abstract: The purposes of this research are to find out and describe: (1) the process of practical life activities in Right Steps Pancoran, (2) kinds of practical life activities that have been done, (3) the purpose and the advantages of studying the practical life activities, (4) the relation between practical life activities on children and the development of their fine motor skill, and (5) the relation of practical life activities on children and their independency. The subjects of this research are 5 children by the age of three to four years old in Annie Apple class of Right Steps Pancoran. This research employed qualitative method and phenomenology study. The researcher used Mills and Huberman model to analyze the data. Observation, interview, photo/video documentations, and field records were used as the collecting data techniques. The result of the analyses showed, (1) there are two methods that have been used in Right Step Pancoran in applying practical life activities i.e. work cycle and three period lessons, (2) there are some activities that can be done in practical life activity such as transferring, pouring, and cutting, (3) there are purposes and advantages that can develop and stimulate each of the student’s growth aspects, (4) the practical life activities that have been done and focusing on the child’s fine muscle can stimulate the development of the children’s fine motor skill, and (5) the practical life activities that have been done can also stimulate the children’s independency by introducing to the activity that can make the children to be more independent. Keywords: practical life, independent, fine motor skill
PENDAHULUAN
Setiap anak memiliki potensi yang unik. Anak merupakan individu yang suatu hari nanti akan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya. Untuk itu, dalam membekali anak menjadi individu yang bertanggung jawab diperlukan
stimulus-stimulus yang dapat merespon anak untuk menjadi lebih bertanggung jawab. Stimulus yang penting dan akan menentukan perkembangan anak selanjutnya ialah berupa stimulus pendidikan. Pendidikan hendaknya dimulai pada masa
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
21
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
anak usia dini. Anak usia dini adalah anak dengan rentang usia antara 0-8 tahun yaitu merupakan masamasa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi. Adapun informasi yang diberikan akan berdampak bagi si anak di kemudian hari. Anak usia dini juga mengalami masa keemasan atau yang biasa disebut golden age yang merupakan masa dimana anak mulai sensitif dan peka dalam menerima rangsangan. Pada dasarnya setiap anak senang untuk mencoba hal yang baru baginya, dan pada aktivitas ini anak banyak menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Dalam melakukan suatu aktivitas, terdapat tiga cara yang dapat dilakukan anak, di antaranya: coba-coba, meniru, dan pelatihan (Damayanti, 2009). Dalam kegiatan coba-coba, anak biasanya melakukan kegiatan atau aktivitas dengan mencoba-coba sendiri tanpa adanya bimbingan sehingga anak melakukannya secara acak. Selanjutnya meniru, seperti yang diketahui bahwa anak sangat senang meniru apa yang orang dewasa lakukan, biasanya anak mula-mula mengamati kegiatan yang ia anggap menarik kemudian anak mencobanya sendiri. Kemudian pelatihan, biasanya anak melakukan aktivitas tertentu dibawah pengawasan atau bimbingan orang tua atau orang dewasa sehingga anak dapat meniru dengan tepat. Salah satu aktivitas yang sering anak lihat kemudian tiru seringkali adalah aktivitas seharihari yang biasa dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya. Dalam hal ini biasanya anak melihat kegiatan kehidupan praktis sehari-hari atau exercise of practical life, seperti mencuci piring, membuka tutup botol, mencuci tangan, mengancingkan baju, menyemir sepatu, menuangkan air dan kegiatankegiatan lain sebagainya yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari. Biasanya kegiatan-kegiatan seperti ini sangat menarik perhatian anak, sehingga anak akan mencoba dan meniru melakukannya. Ketika melakukan observasi dan wawancara singkat dengan pihak sekolah, peneliti mendapat informasi bahwa sekolah tersebut menggunakan pendekatan Montessori dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, terdapat kegiatan latihan kehidupan praktis dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan, dimana dalam kegiatan latihan kehidupan praktis ini dapat melatih berbagai aspek perkembangan pada anak. Sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran merupakan salah satu sekolah yang dalam kegiatan 22
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
pembelajarannya terdapat latihan kehidupan praktis (practical life). Maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai bagaimana penerapan latihan kehidupan praktis pada anak usia 3-4 tahun di Right Steps Kindergarten Pancoran, Jakarta Selatan. Aktivitas pembelajaran kehidupan praktis pada anak harus dilatih setiap hari sehingga anak akan terlatih dengan baik (Morison, 2007). Practical life atau kehidupan praktis merupakan lingkungan yang siap menekankan aktivitas motorik dasar sehari-hari (Santrock, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengungkapkan bahwa practical life merupakan kegiatan latihan koordinasi antara tangan dan mata guna melatih gerakan fisik yang dilakukan sehari-hari (Hainstock, 2008). Pendapat lain mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas anak dalam hal latihan kehidupan praktis sama pentingnya dengan pembelajaran pengetahuan matematika atau membaca pada anak (Feez, 2010). Oleh karena itu, kegiatan latihan kehidupan praktis perlu untuk dibelajarkan pada anak usia dini. Latihan kehidupan praktis yang dilakukan oleh anak dapat melatih konsentrasi pada anak, dan biasanya anak-anak melakukan kegiatan tersebut atas dasar kemauannya sendiri (Feez, 2010). Latihan kehidupan praktis bertujuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan oleh anak untuk kebebasan anak secara pribadi (Schmidt & Schmidt, 2009). Anak dapat bebas melakukan aktivitas yang disenangi, karena kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengembangkan keterampilannya. Hal tersebut juga perlu adanya pengawasan dari guru. Latihan kehidupan praktis juga dapat membantu anak mengembangkan perkembangan motoriknya. Selain itu, latihan kehidupan praktis dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan kontrol dan koordinasi gerakan anak, baik seluruh tubuh atau motorik kasarnya, dan juga tangan atau motorik halus anak (Feez, 2010). Pendapat lain menyatakan bahwa latihan kehidupan praktis dapat meningkatkan kemandirian pada anak (Pickering, 2004). Terdapat banyak macam-macam latihan kehidupan praktis yang dapat dilakukan oleh anak. Dalam latihan kehidupan praktis, anak-anak meniru aktivitas orang dewasa seperti menuangkan dan menyiapkan makanan, tetapi dengan gelas asli serta peralatan yang tersedia untuk anak-anak (Gordon & Browne, 2014). Anak-anak melakukan aktivitas dengan peralatan-peralatan yang nyata seperti yang
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
dilakukan oleh orang dewasa. Sebagian besar kegiatan latihan kehidupan praktis termasuk dalam tiga kategori besar pembelajaran yaitu keterampilan manipulatif, menjaga lingkungan, dan menjaga diri sendiri (Isaacs, 2012). Pendapat lain mengungkapkan bahwa aktifitas atau kegiatan yang terdapat di area practical life dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu: (a) preliminary applications; (b) exercises for the care of self; (c) exercises for the care of the environtment; dan (d) exercises for the development of social skills, grace and courtesy (Wolf, 2001). Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan yang dapat dilatih atau dilakukan untuk membantu memperkenalkan anak pada kegiatan latihan kehidupan praktis diantaranya hal-hal keseharian seperti aturan dasar di kelas, menuang, memindahkan, membuka dan menutup, meronce, memotong, aktivitas untuk menjaga diri sendiri, aktivitas untuk menjaga lingkungan serta aktivitas untuk perkembangan keterampilan untuk sosial sopan santun. Dalam kegiatan latihan kehidupan praktis, anak meniru dan mengulangi apa yang dilakukan oleh orang dewasa, dalam hal ini guru. Anak-anak meniru atau mengaplikasikan apa yang anak lihat, anak-anak juga menerapkan prinsip bahwa ‘setiap bantuan berguna merupakan penghalang bagi perkembangan’ jadi anak-anak akan berusaha untuk melakukannya sendiri tanpa bantuan siapapun (Feez, 2010). Guru tidak boleh berupaya untuk mengarahkan, menginstrusikan, mendikte, atau memaksa anakanak; sebaliknya, guru harus memberi kesempatan untuk menguasai kemampuan tertentu secara independen (Crain, 2007) . Anak dalam hal ini mencoba berbagai hal yang ia lakukan sendiri untuk melatih kemampuannya secara mandiri guru tidak boleh memaksakan anak melakukan hal yang tidak ingin anak lakukan. Selain dapat mengembangkan motorik halus, penerapan latihan kehidupan praktis dalam kehidupan anak adalah untuk membelajarkan anak mengenai kemandirian. Anak belajar bagaimana bertanggung
jawab atas dirinya sendiri karena kegiatan sehari-hari berguna untuk kehidupan anak selanjutnya (Morison, 2007). Ketika anak sudah tumbuh dewasa, anak akan bisa memasang dan melepaskan baju sendiri dan melakukan aktivitas-aktivitas sederhana lainnya. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa latihan kehidupan praktis merupakan kegiatan sehari-hari yang dapat dilakukan oleh anak untuk melatih keterampilannya dalam memenuhi kebutuhan untuk menolong dirinya sendiri seperti misalnya mencuci tangan, mengancingkan baju, menuangkan air, dan kegiatan-kegiatan lain yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan latihan kehidupan praktis pada anak adalah untuk melatih anak dalam hal keterampilan yang harus dimilikinya dalam menjalani kehidupan yang akan datang. Latihan kehidupan praktis juga dapat melatih anak dalam mengembangkan keterampilan motorik halus, koordinasi antara mata dan tangan, kemandirian, konsentrasi anak, disiplin, serta self help pada anak. Penerapan latihan kehidupan praktis untuk anak usia 3-4 tahun perlu untuk diajarkan pada anak, karena dapat berguna dalam keterampilan motorik halus anak, kemandirian anak, kesabaran ketika melakukan suatu aktivitas, dan kerapihannya. Anak-anak pada usia 3 tahun memiliki imajinasi yang sangat tinggi yang terkadang tidak masuk akal orang dewasa (Hughes, 2010). Anak-anak juga tertarik dengan apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan membayangkan diri mereka melakukan hal yang sama (Hughes, 2010). Anak memiliki tahapan tertentu dalam perkembangannya, baik dalam aspek perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa dan sosial emosional. Tahapan perkembangan yang dilalui anak ketika anak mengalami kemajuan merupakan hal yang sangat menarik. Semua aspek perkembangan anak meliputi fisik motorik, bahasa, kognitif, sosial emosional serta moral perlu untuk distimulasi dengan berbagai macam aktivitas yang dapat dilakukan sebagai wujud pencapaian tujuan pendidikan anak usia dini.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi, yaitu Penelitian ini mengacu pada paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologi. Putra dan Lestari (2012:193) mengungkapkan fenomenologi adalah penelitian kualitatif yang mencoba mengungkapkan
makna yang dihayati subjek yang diteliti. Dengan demikian penelitian ini mengacu pada gejala-gejala yang menempatkan diri dimana peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya dalam situasi tertentu yang berhubungan dengan kondisi atau keadaan sebuah lingkungan belajar yang dapat memberikan makna mengenai kegiatan latihan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
23
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
kehidupan praktis yang terdapat di Right Steps Kindergarten Pancoran Jakarta Selatan. Dalam mendapatkan data penerapan latihan kehidupan pada anak usia 3-4 tahun di Right Steps Kindergarten Pancoran, Jakarta Selatan, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan pengamatan, wawancara serta dokumentasi. Sumber-sumber data dari penelitian ini antara lain: guru dan anak di Right Steps Kindergarten Pancoran. Subjek penelitiannya adalah anak usia 3-4 tahun. Lokasi sosial dalam penelitian ini adalah guru-guru dan anak-anak di Right Steps Kindergarten Pancoran
yang beralamatkan di Gedung Sentra Pancoran lantai 2, Jalan MT. Haryono Kav. I Jakarta Selatan. Prosedur penelitian ini secara garis besar dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu tahap pra-lapangan, pelaksanaan, analisis data, dan diakhiri dengan penulisan laporan, seperti yang diungkapkan Moleong (2010:127) bahwa penelitian kualitatif terdiri dari dari tahap pra-penelitian dan tahap pekerjaan lapangan. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan analisis data model Miles and Huberman, yaitu reduksi data, display data, verifikasi data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah Right Steps Kindergarten di daerah Pancoran, Jakarta Selatan adalah salah satu sekolah yang dalam kegiatannya mengenalkan anak pada kegiatan latihan kehidupan praktis (practical life). Dari hasil wawancara dengan pemilik sekolah diketahui bahwa Right Steps Kindergarten Pancoran menggunakan kurikulum nasional dan dipadu dengan konsep Montessori. Oleh karena itu salah satu kegiatan yang dilakukan di sekolah salah satunya terdapat kegiatan practical life. Aspek perkembangan yang dikembangkan di sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran ini diantaranya terdapat kegiatan practical life exercise, sensorial education, mathematics, cultural studies, communication, language & literacy with letterland, physical education, dan Bahasa Indonesia. Dari hasil wawancara juga didapatkan bahwa dalam melakukan kegiatan practical life terdapat three period lesson, sehingga anak akan mengenal material apa yang akan dipergunakan. Selain three period lesson, guru juga menyebutkan bahwa terdapat work cycle dalam melakukan kegiatan practical life. Dimana guru menjelaskan bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan dalam three period lesson ketika melakukan kegiatan practical life, yaitu naming, remembering, dan recognizing. Dalam kegiatan practical life juga terdapat urutan cara melakukan kegiatan dari awal sampai akhir yang dinamakan dengan work cycle. Selain hasil wawancara dengan guru, peneliti juga melihat ketika melakukan penelitian bahwa tahapan-tahapan tersebut selalu terjadi setiap guru mencontohkan terlebih dahulu kegiatan practical life sebelum anak akan mencoba melakukan kegiatan practical life tersebut secara mandiri. Latihan kehidupan praktis secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan sehari-hari. Seperti 24
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yang diungkapkan oleh Morrison (2007:143) bahwa practical life Montessori is an activities that teach skills related to everyday living. Anak-anak perlu untuk dilatih setiap hari dalam kegiatan latihan kehidupan praktis (practical life) sehingga anak akan terlatih dengan baik. Runtunuwu (2009:1) mengungkapkan bahwa after distinguishing through the senses, the child will discover by the language the names of attributes of the material. Montessori advised that the three period lesson of Seguin should be used. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setelah anak membedakan melalui indera, anak akan menemukan dengan sebuah bahasa nama dari suatu material. Montessori menyarankan bahwa three period lesson dari Seguin harus digunakan, dan di sekolah Right Steps kindergarten Pancoran three period lesson tersebut dikenalkan pada anak. Dilapangan selain proses dari kegiatan latihan kehidupan praktis. Terdapat berbagai macam kegiatan latihan kehidupan praktis yang dapat dilakukan di sekolah. Ketika melakukan penelitian ditemukan macam-macam kegiatan yang dilakukan, kegiatan-kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan di sekolah pada term 3 diantaranya terdapat kegiatan pouring water from jug to 2 equal containers, pouring water through funnel, transferring rice with spoon, transferring water with sponge, transferring water with turkey baster, transferring beads with tongs, transferring beads with chopsticks, opening and closing bottle, introduction how to handle scissors, cutting diagonal line, cutting vertical line, cutting card with different length, cutting outlines templates of animals, cutting weaving line with strips of paper, sewing car with shoelace, dressing frame with zip, dressing frame with Velcro, dan dressing frame with hook and eye.
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
Dari hasil pengamatan selama term 3 ini, dalam melakukan kegiatan latihan kehidupan praktis di sekolah, anak-anak menggunakan benda aslinya dalam melakukan kegiatan latihan kehidupan praktis tersebut seperti gelas yang memang terbuat dari kaca, sendok, dan benda-benda lainnya yang merupakan benda aslinya. Gordon dan Browne (2014:332) mengungkapkan bahwa In the practical life area, children imitate adults activities, such as pouring and food preparation, but with real glasses, pitchers, and utensils readily available to them. Definisi tersebut menyebutkan bahwa dalam kegiatan latihan kehidupan sehari-hari, anak-anak meniru aktivitas orang dewasa seperti menuangkan dan menyiapkan makanan, tetapi dengan gelas asli serta peralatan yang tersedia untuk anak-anak. Anak-anak melakukan aktivitas dewasa. Kegiatan-kegiatan latihan kehidupan praktis yang diperkenalkan oleh guru di Sekolah pada term ini merupakan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kemampuan manipulatif dan care of person. Kegiatan latihan kehidupan praktis ketika diperkenalkan pada anak usia dini memiliki beberapa manfaat yang dapat dirasakan, selain untuk kehidupan anak pada saat ini maupun untuk kehidupan anak dimasa mendatang. Ketika melakukan penelitian, saat wawancara dengan guru ketika peneliti bertanya terkait dengan manfaat dan tujuan dari diadakannya kegiatan latihan kehidupan praktis guru menjawab bahwa kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan di sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran sebagian besar mempunyai manfaat agar anak menjadi lebih mandiri. Dengan demikian setelah diberikan kegiatan tersebut, diharapkan anak-anak sudah dapat mengenal apa yang harus anak lakukan ketika melakukan kegiatan-kegiatan sederhana yang sering dan dapat anak temui dalam kehidupan sehari-hari. Selain tentunya kegiatan latihan kehidupan praktis ini dapat juga membantu menstimulasi kemampuan motorik halus pada masing-masing anak serta dijelaskan juga bahwa dalam melakukan latihan kehidupan praktis membutuhkan koordinasi antara mata dan tangan. Selain dapat mengembangkan keterampilan pada anak, ketika peneliti melakukan penelitian, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah sebagian besar adalah untuk melatih anak agar mandiri seperti menutup dan membuka botol, mengancingkan baju dan celana, serta kegiatan latihan kehidupan praktis lainnya.
Hainstock (2008) mengungkapkan bahwa latihan kehidupan praktis merupakan kegiatan latihan koordinasi antara tangan dan mata guna melatih gerakan fisik yang dilakukan sehari-hari. Latihan-latihan berupa kegiatan yang dilakukan oleh anak dalam aktifitas sehari-hari akan melatih gerakan fisik pada anak. Sejalan dengan itu Feez (2010) juga mengungkapkan bahwa bahwa the exercises of practical life also help children develop control and coordination of their movements, both whole-body (gross motor) and hand (fine motor) movements. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa latihan practical life juga dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan kontrol dan koordinasi gerakan anak, baik seluruh tubuh atau motorik kasarnya, dan juga tangan atau motorik halus anak. Practical life exercises to allow the child to do activities of daily life and therefore adapt and orientate himself in his society (Hainstock, 2008). Dapat diartikan bahwa latihan keterampilan hidup mengijinkan anak-anak untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga anak dapat beradaptasi dan menunjukkan dirinya dalam kehidupan sosial. Selain untuk mengembangkan keterampilan motorik pada anak, Pickering (2004) mengungkapkan bahwa practical life activities provide skills that can increase a child’s independence. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa latihan kehidupan praktis dapat meningkatkan kemandirian pada anak. Anak-anak dilatih untuk dapat melakukan tugas-tugas sederhana dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri. Salah satu penerapan dari latihan kehidupan praktis yang dilakukan di sekolah adalah salah satunya untuk membiasakan anak memegang pinsil. Ketika melakukan wawancara dengan guru, guru juga menjelaskan bahwa salah satu penerapannya adalah untuk membiasakan anak memegang pinsil, namun hal tersebut melalui proses dan kemampuan pada masing-masing anak juga berbeda tidak dapat disamakan. Untuk mulai menulis biasanya, anak diberikan kesempatan mengembangkan motorik halus secara bertahap dimulai dari memegang pinset, meronce, berlatih membuat garis/bentuk dari pasir, cat, memegang crayon hingga akhirnya pada tahap memegang pensil dan menulis. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah selain transferring, seperti misalnya pouring, opening and closing bottle, dan dressing frame juga merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
25
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
dapat menstimulasi keterampilan motorik halus pada anak, sehingga motorik halus anak dapat berkembang dengan baik. Selain untuk kemandirian pada anak, kegiatan menutup dan membuka tutup botol misalnya sangat menstimulasi anak untuk menggerakan otot-otot halusnya. Kegiatan dressing frame juga dapat menstimulasi anak, karena dalam kegiatan ini anak akan berusaha menggerakan tangannya untuk membuka kancing dan menutupnya kembali. Anak pada usia 3-4 tahun merupakan anak yang berada pada tahap operasional konkret menurut piaget. Anak pada usia ini memerlukan benda nyata ketika hendak melakukan sesuatu. Dalam latihan kehidupan praktis, anak-anak menggunakan benda asli dalam melakukan kegiatannya seperti sendok, sumpit, dan benda lainnya yang memang asli, sehingga anak dapat merasakan dan menggerakan benda tersebut dengan nyata. Papalia, Olds, and Feldman (2008:233) mengatakan bahwa fine motor skills is physical skills that involve the small muscles and eye-hand co-ordination. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan motorik halus merupakan kemampuan fisik yang melibatkan otot-otot halus dan koordinasi antara tangan dan mata. Latihan kehidupan praktis yang dilakukan oleh anak di sekolah merupakan kegiatan yang melibatkan otot-otot halus anak. Berdasarkan pengamatan, penerapan latihan kehidupan praktis selain terkait dengan motorik anak juga terkait dengan kemandirian anak. Peneliti melihat bahwa anak-anak berusaha untuk mandiri selain juga anak memang dilatih dan dibiasakan untuk dapat melakukan kegiatan sederhana secara mandiri. Terlihat dari kegiatan mencuci tangan yang dilakukan oleh anak setiap sebelum dan sesudah makan ketika kegiatan snack time, dimana sebelumnya ketika anak memasuki term pertama di sekolah anak-anak diajarkan terlebih dahulu bagaimana cara mencuci tangan yang benar pada kegiatan latihan kehidupan praktis. Anak juga berusaha mandiri ketika membuka tasnya untuk mengeluarkan makanan dan menyiapkan makanan tersebut di meja saat akan makan. Anak berusaha makan sendiri, berusaha memotong makanannya
sendiri sampai pada akhirnya ketika anak memang tidak dapat melakukannya anak akan minta bantuan pada gurunya. Selain itu juga bagaimana cara anak membereskan makanan saat selesai makan, membersihkan sisa remah-remah nasi atau lauk yang jatuh saat anak makan. Anak-anak memiliki imajinasi yang sangat tinggi, seperti yang diungkapkan oleh Hughes (2010:95) bahwa the average child of 3 years is highly imagination. Selain itu Hughes (2010:95) juga mengungkapkan bahwa child become increasingly interested in what adults do and to imagine themselves doing the same things. Dapat diartikan bahwa anak-anak tertarik dengan apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan membayangkan diri mereka melakukan hal yang sama. Untuk itu, anak perlu diberikan kesempatan dalam melakukan kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa, dalam hal ini misalnya memberikan kesempatan pada anak untuk dapat mengancingkan baju sendiri, membuka dan menutup tutup botol, memotong makanan, menyiram tanaman dan kegiatan lain yang biasanya dilakukan oleh orang dewasa dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan latihan kegiatan praktis sebagian besar adalah untuk membelajarkan anak mengenai kemandirian. Seperti yang diungkapkan oleh Morrison (2007:144) yaitu to make children independent. Anak belajar bagaimana bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Hal tersebut dikarenakan latihan kehidupan praktis berguna untuk kehidupan anak selanjutnya. Ketika anak sudah tumbuh dewasa, anak akan bisa memasang dan melepaskan baju sendiri dan melakukan aktivitas-aktivitas sederhana lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Schmidt and Schmidt (2009:92) bahwa practical life work develops a wide variety of skills necessary for personal independence. Mencermati hal tersebut maka dapat diartikan bahwa latihan kehidupan praktis atau practical life bertujuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan oleh anak secara pribadi. Anak-anak melakukan aktivitas yang dapat mengembangkan keterampilannya. Hal tersebut juga perlu adanya pengawasan dari guru, dan kegiatan-kegiatan yang anak lakukan dikelas tentu diawasi oleh guru.
PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah Sekolah Right Steps Kindergarten 26
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pancoran merupakan salah satu sekolah yang dalam kegiatannya mengenalkan anak pada kegiatan latihan kehidupan praktis (practical life). Dalam melakukan dan memperkenalkan kegiatan latihan kehidupan
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
praktis pada anak terdapat proses atau langkahlangkah yang dilakukan oleh guru. Guru di sekolah Right Steps Kindergarten Pancoran melakukan hal yang dinamakan work cycle yaitu berupa urutan kegiatan yang dilakukan oleh anak dari awal hingga akhir, selain itu terdapat juga yang dinamakan dengan three period lesson yaitu tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan latihan kehidupan praktis diantaranya naming, remembering, dan recognizing. Tahapan-tahapan tersebut selalu terjadi setiap guru akan melakukan kegiatan latihan kehidupan praktis. Macam-macam kegiatan practical life untuk diperkenalkan pada anak yang dapat dilakukan di Sekolah cukup beragam. Macam-macam kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah kegiatan transferring, pouring, cutting, dan dressing frame. Kegiatan latihan kehidupan praktis sangat baik untuk diperkenalkan pada anak sedini mungkin. Kegiatankegiatan sederhana yang sangat berguna bagi kehidupan anak dimasa yang akan datang. Adanya kegiatan practical life di sekolah Right Steps one Kindergarten Pancoran salah satunya adalah untuk menstimulasi aspek perkembangan motorik halus pada anak. Dalam kegiatan practical life yang dilakukan sebagian besar menggunakan three finger sehingga anak sudah terbiasa memegang pinsil saat menulis nantinya. Adanya kegiatan practical life selain untuk keterampilan motorik halus pada anak juga berguna untuk menstimulasi kemandirian pada anak. Seperti diketahui biasanya rata-rata orang tua melarang anak untuk melakukan kegiatan practical life di rumah, namun dengan adanya kegiatan latihan kehidupan praktis disekolah menjadi sesuatu yang baru untuk orangtua. Saran Dari temuan dan informasi hasil penelitian, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi diantaranya: latihan kehidupan praktis selain dapat
dilakukan di sekolah juga dapat dilakukan oleh orangtua di rumah, karena seperti diketahui bahwa anak lebih banyak berada di rumah dibandingkan di sekolah. Latihan kehidupan praktis ini sangat baik jika dilakukan sedini mungkin, karena dari kegiatankegiatan latihan kehidupan praktis anak belajar untuk menjadi lebih mandiri. Selain itu juga latihan kehidupan praktis dapat berpengaruh pada aspek perkembangan anak sehingga aspek tersebut dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Motorik halus anak salah satunya sangat distimulasi dengan adanya kegiatan-kegiatan latihan kehidupan praktis yang dilakukan oleh anak, selain untuk kemandirian pada anak tentunya. Kegiatan-kegiatan yang orang dewasa anggap sangat mudah dilakukan, ternyata sangat rumit ketika anak harus melakukannya sendiri. Untuk itu perlu distimulasi sejak dini. Guru dapat lebih mengeksplore lagi mengenai kegiatan-kegiatan sederhana yang dapat berguna untuk anak di kehidupan mendatang. Selain itu guru juga dapat mengomunikasikan kegiatankegiatan yang dilakukan anak disekolah dengan orangtua. Dengan demikian anak tidak hanya belajar mempelajari macam-macam kegiatan yang berguna untuknya di sekolah namun juga di rumah. Orangtua juga dapat lebih memperhatikan anak dan memberikan ruang pada anak untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Orangtua dapat mendampingi anak saat anak hendak melakukan latihan kehidupan praktis. Orangtua juga dapat lebih sabar menunggu anak ketika anak sedang berusaha melakukan kegiatan sehari-hari yang menurut orangtua sederhana tetapi menurut anak hal tersebut sangat rumit. Selain itu untuk penelitian lanjutan tentang penerapan kegiatan practical life dengan rentang usia yang berbeda. Diharapkan pula, agar peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai aspek-aspek lainnya terhadap penerapan dari diadakannya kegiatan latihan keterampilan hidup (practical life) pada anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Crain, W. (2007). Teori perkembangan konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Damayanti, A. D. (2009). Toys for kids – Kiat memilih mainan untuk anak. Yogyakarta: Curva Aksara. Feez, S. (2010). Montessori and early childhood. London: SAGE Publications Inc. Gordon, A., & Browne, K. (2014). Beginnings & beyond: Foundations in early childhood
education nineth edition. USA: Wadsworth. Hughes, F. P. (2010). Children, play, and development – fourth edition. Los Angles: Sage. Isaacs, B. (2012). Understanding the montessori approach: Early years education in practice. New York: Routledge. Moleong, L. J. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Morrison, G. S. (2008). Dasar-dasar pendidikan anak
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
27
Penerapan Pelatihan Kehidupan ...
usia dini. Jakarta: Indeks. Morrison, G. S. (2007). Early childhood education today. Pearson: Merrill Prentice Hall. Schmidt, M., & Schmidt, D. (2009). Understanding montessori: A guide for parents. USA: Random House. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development – edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.
28
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pickering, J. S. (2004). “Helping Students with Learning Differences through the Practical Life Curriculum”. Article of Montessori LIFE. Putra, N., & Dwilestari, N. (2012). Penelitian kualitatif PAUD. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wolf, A D. (2001). A parents’ guide to the montessori classroom. Holidaysburg: Parents Child Press.
Penelitian
PENGEMBANGAN BAKAT SENI ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK Putu Aditya Antara email:
[email protected] Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Pendidikan Ganesha Jl. Udayana No. 11, Singaraja, Kec. Buleleng, Bali
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran dalam mengembangkan bakat seni pada anak di TK dan faktor yang berkaitan dengan pengembangan bakat seni yang dikembangkan pada anak di TK. Penelitian ini dilakukan di TK Ratna Kumara di Desa Medahan, Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali dengan melibatkan 40 anak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Data dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen. Data dianalisis menggunakan teknik analisis data kualitatif Spradley. Hasil penelitian menunjukkan (a) bakat seni anak dikembangkan melalui stimulasi secara individu seperti yoga, meditasi, permainan tradisional, bernyanyi, bermain musik, dan mendongeng selain itu bisa dilakukan menggunakan stimulasi secara sosial seperti creative movement, bermain peran, bekerja gotong royong; dan (b) beberapa faktor yang mendukung keberhasilan anak mengembangkan bakat seni, yaitu guru memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan anak, dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, memperlihatkan hubungan yang akrab dan tim kerja yang baik sesama guru, serta menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dengan orang tua, didukung dengan fasilitas belajar yang memadai dan lingkungan yang nyaman serta sehat. Kata-kata kunci: pengembangan, bakat seni anak, taman kanak kanak
DEVELOPMENT OF CHILDREN’S ARTISTIC TALENT AT KINDERGARTEN Abstract: This study aimed at finding out how learning develop the kindergarten children’s artistic talent and the factors related to the development of the artistic talents. This research was conducted in Ratna Kumara Kindergarten at the Medahan village, Blahbatuh, Gianyar, Bali involving 40 children. As a qualitative case study, this research collected data by observation, interviews, and document analysis. Data analysis used Spradley techniques. The results found out: (a) the artistic talent is developed through a child’s individual stimulation such as yoga, meditation, traditional games, singing, playing music and storytelling and in addition it can be done using social stimulation such as creative movement, role play, cooperative works; and (b) some factors supporting the success of children to develop their artistic talent that teachers should know such as the knowledge and understanding of children’s education, ability to create joyful learning, to show a close relationship and a good working team of fellow teachers, establish good communication and cooperation with parents, and the support of adequate learning facilities and comfortable healthy environment. Keywords: development, children art talent, kindergarten.
PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini lebih mengutamakan proses pembelajaran yang terintegrasi karena anak memiliki berbagai potensi yang harus dikembangkan secara maksimal untuk berbagai kemampuan dalam memecahkan masalah kehidupannya di masa depan. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, serta sosial-emosional (Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2009). Melihat berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran anak, maka seorang guru harus bisa memahami setiap potensi yang akan dikembangkan sekaligus membuat kegiatan belajar yang semenarik
mungkin untuk dilakukan anak dalam proses pembelajaran. Kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa tanpa disadari semua perilaku serta kepribadian orang tua yang baik ataupun tidak ditiru oleh anak. Anak tidak mengetahui apakah yang telah dilakukanya baik atau tidak karena anak usia prasekolah belajar dari apa yang telah dia lihat. Pembelajaran tentang sikap, perilaku, dan bahasa yang baik akan membentuk kepribadian anak yang baik pula. Hal ini perlu diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, sedangkan guru serta teman sebaya merupakan lingkungan kedua bagi anak.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
29
Pengembangan Bakat Seni ...
Dengan demikian, orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya karena dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik (Hurlock, 1978). Berbagai hal yang anak pelajari dari lingkungannya merupakan potensi besar yang akan menjadi gambaran berbagai perilaku yang anak miliki dalam fase perkembangan selanjutnya. Realitas sosial yang ada di sekitar masyarakat memperlihatkan tidak semua anak dapat melewati tahap perkembangannya dengan baik dan selalu bisa tumbuh menjadi anak yang menyenangkan. Permasalahan yang dapat muncul pada perilaku anakanak seperti perilaku yang tidak adaptif, merusak, serta mengganggu diri sendiri dan lingkungan. Sebuah stimulasi untuk menanggulangi berbagai permasalahan anak yang terkait dengan perilaku bisa dilakukan dengan mengembangkan bakat seni yang dimiliki anak. Bakat seni merupakan bakat khusus yang dimiliki seseorang. Terdapat tiga dimensi yang terkandung dalam bakat, yaitu sebagai berikut: (a) dimensi perseptual, yaitu kemampuan di dalam melakukan persepsi yang mencakup kepekaan indra, perhatian, orientasi ruang dan waktu serta kecepatan persepsi, (b) dimensi psikomotor, mencakup kekuatan, impuls, kecepatan gerak, kecermatan dan kordinasi, dan (b) dimensi intelektual, mencakup ingatan, pengenalan, berpikir dan evaluatif (Guildford dalam Muba, 2010) . Bakat pada umumnya diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud (Munandar, 1999). Berbeda dengan bakat , kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan menunjukan tindakan dapat dilakukan sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan dimasa yang akan datang. Pengembangan bakat seni tentu diwariskan melalui pendidikan yang diberlangsungkan baik pendidikan formal maupun informal, sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan seni merupakan usaha sadar untuk mewariskan atau menularkan kemampuan berkesenian sebagai perwujudan transformasi kebudayaan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh para seniman atau pelaku seni kepada siapa pun yang terpanggil untuk menjadi bakal calon seniman (Jazuli, 2008). Anak adalah pribadi yang unik memiliki 30
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dengan orang dewasa, dan salah satu kebutuhan anak yang khas adalah kebutuhan mengekspresikan diri atau menyatakan diri. Pendidikan seni dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan pribadi anak (siswa). Kontribusi yang dimaksud berkaitan dengan pemberian ruang berekspresi, pengembangan potensi kreatif dan imajinatif, peningkatan kepekaan rasa, menumbuhkan rasa percaya diri, dan pengembangan wawasan budaya. Hal yang paling utama dari sebuah seni adalah ditemukannya ruang bagi ekspresi diri, artinya seni menjadi wahana untuk mengungkapkan keinginan, perasaan, pikiran melalui berbagai bentuk aktivitas seni sehingga menimbulkan kesenangan dan kepuasaan. Berekspresi seni rupa melalui elemen visual berupa garis, warna, bidang, tekstur, volume, dan ruang. Berekspresi seni musik melalui nada, irama, melodi, dan harmoni. Berekspresi seni tari melalui elemen gerak, ruang (bentuk dan volume), waktu (irama), energi (dinamika). Berekspresi teater melalui pemeranan/pelakonan, bahasa, dan dialog. Secara implisit ekspresi diri mengandung makna komunikasi karena siapa pun mengeskpresikan sesuatu mempunyai tujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Sejumlah penelitian telah meyakinkan bahwa 90% komunikasi emosi disampaikan tanpa katakata, keterampilan ini dapat sangat meningkatkan kemampuan anak memahami perasaan orang lain sehingga mampu bertindak cepat (Shapiro dalam M. Jazuli, 2008). Ekspresi diri juga bermakna aktualisasi diri karena apa yang diungkapkan melibatkan sosok subjek yang menampilkan/mengungkapkan kepada orang lain. Berekspresi juga dapat dimaknai bermain karena bermain adalah pekerjaan anak yang bisa memberikan kebebasan, kesenangan, dan tantangan sebagaimana ketika mereka bermain. Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh kesempatan belajar dan mempraktikkan cara-cara baru dalam berpikir, merasakan, dan bertindak. Dengan demikian, berekspresi berarti pembelajaran emosi yang selalu melibatkan daya kreasi sering muncul secara spontan ketika anak mengungkapkan sesuatu, berkomunikasi, dan bermain. Selain itu, seni bisa digunakan sebagai pengembangan potensi kreatif. Potensi kreatif ditandai oleh kemampuan berpikir kritis, rasa ingin tahu menonjol, percaya diri, sering melontarkan gagasan baru orisinil, berani mengambil resiko dan tampil beda,
Pengembangan Bakat Seni ...
terbuka terhadap pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain (Jazuli, 2008). Dengan demikian, anak kreatif selalu memunculkan gagasan baru, orisinil, cemerlang, dan unik. Seni sangat mampu memberikan peluang yang amat luas bagi berkembang dan potensi kreatif anak secara bebas (nyaman) serta menyenangkan karena tidak ada indoktrinasi, tidak mengenal benar dan salah, tetapi selalu dalam situasi harmoni. Keadaan semacam ini memungkinkan anak memiliki keberanian untuk mengungkapkan ide dan meningkatkan rasa empati, menyadari kemampuan sendiri, serta siap menerima tanggapan lingkungan terhadap apa yang diungkapkan. Dengan adanya keberanian tersebut, pendidik cukup sebagai fasilitator yang berperan memberikan arahan dan pelayanan secara proporsional dan konstruktif. Misalnya, menciptakan suasana yang mampu memotivasi kepada siswa untuk berani mencetuskan idenya, menyediakan sarana yang mendorong eksplorasi dan eksperimen, bersikap komunikatif, serta cerdas dalam menciptakan lingkungan sekolah yang bebas sekaligus tertib. Eisner dan Ecker menginformasikan pendapat tokoh pendidikan seni di Amerika Margaret Mathias, Bella Boas, Florence Cane, dan Victor D’Amico bahwa pendidikan seni potensial untuk mencetak manusia kreatif. Hasil penelitian Mohanty dan Hejmadi tahun 1992 menginformasikan bahwa setelah 20 hari anak belajar menari dan bermusik kemudian diberi tes berpikir kreatif, ternyata hasil skornya lebih tinggi dari anak yang tidak belajar menari dan bermusik. Hal ini menunjukkan bahwa menari dan bermusik dapat meningkatkan daya kreatif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai gerakan pendidikan seni yang mempromosikan kekreatifan (Jazuli, 2008: 105). Bakat seni merupakan cara berpikir seseorang tentang seni dan secara struktur bakat seni terdiri dari tiga bagian yaitu persepsi, produksi, dan refleksi (Gardner dalam Stinson, 1991). Persepsi dapat diartikan sebagai kemampuan melihat secara jelas perbedaan elemen atau kualitas sebuah objek; produksi yang dimaksud, yaitu kemampuan seseorang untuk menciptakan produk seni, sedangkan refleksi adalah kemampuan melihat diri sendiri dengan memahami karya orang lain dan mampu memilih objek sesuai dengan ketertarikan diri sendiri dan bukan karena orang lain. Berbagai pemaparan teori di atas merujuk pada sebuah kesimpulan bahwa bakat seni adalah
ungkapan perasaan yang dinyatakan dengan tampilan visual dan gerakan tubuh manusia dengan mempertimbangkan struktur seni seperti persepsi, produksi, dan refleksi yang diimplementasikan dengan perasaan senang serta gembira. Setiap anak memiliki keanekaragaman baik secara fisik, psikis, intelektual, sikap, minat, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan segala upaya dan ketabahan serta kesabaran yang maksimal. Sering terdapat siswa yang kurang antusias atau kurang serius dalam melakukan gerakan-gerakan, hal semacam ini sesungguhnya amat menjengkelkan dan membosankan. Namun demikian masalah seperti itu perlu dihadapi penuh kesabaran dan ketenangan, sambil diupayakan mencari berbagai solusi untuk mengatasi masalah dan hambatan yang ada. Pengembangan bakat seni yang dimiliki anak memang merupakan tugas guru dalam lingkungan persekolahan. Guru yang bertugas mengembangkan seni anak harus berupaya semaksimal mungkin untuk memotivasi dan mengajak anak dalam keikutsertaannya pada kegiatan pembelajaran seni baik musik, gambar maupun tari. Hal tersebut dimaksudkan supaya seni tidak menjadi momok bagi siswa. Sebaliknya, pengembangan bakat seni justru harus menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan dan sekaligus sebagai ajang kreasi dan rekreasi bagi siswa. Oleh karena itu, kegiatan apresiasi ini merupakan stimulus bagi anak untuk mencintai kekayaan khasanah seni budaya Indonesia. Propinsi Bali yang terdiri dari 7 kabupaten dan 1 kotamadya jika ditelusuri lebih mendalam memiliki budaya yang relatif berbeda namun secara umum memiliki kesamaan. Dari pilot project yang dilakukan pada beberapa Taman Kanak-kanak (TK) peneliti menemukan ada kekhasan yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengembangan bakat seni anak. Kemenarikan itu peneliti temui berada pada TK Ratna Kumara yang berada di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali. Selama melakukan observasi awal pada TK tersebut peneliti melihat anak-anak yang baru beberapa bulan disana telah menunjukkan kemajuan pada beberapa hal yaitu anak melakukan kegiatan seni dengan penuh semangat dan antusias serta memiliki ketenangan dalam berperilaku. Hal ini diperkuat lagi dari informasi yang diberikan beberapa guru dan orang tua anak yang peneliti temui selama observasi awal dilakukan. Ketika itu beberapa orang tua menyatakan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
31
Pengembangan Bakat Seni ...
kebahagiaan mereka melihat ada perkembangan positif yang relatif cepat pada bakat seni putra putrinya. Fokus penelitian ini adalah pembelajaran yang dilakukan guru dalam pengembangan bakat seni anak pada Taman Kanak-kanak Ratna Kumara dengan rumusan masalah: (a) pembelajaran yang bagaimanakah dilakukan guru di Taman Kanakkanak Ratna Kumara di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali dalam pengembangan bakat seni anak? dan (b) faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan
pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan pada anak di Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran yang dilakukan guru di Taman Kanak-kanak Ratna Kumara di Desa Medahan, Blahbatuh, Gianyar, Bali dalam pengembangan bakat seni anak; serta mengetahui faktor-faktor terkait dengan pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan pada anak
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, di mana peneliti memfokuskan dengan beberapa pembatasan pada penelusuran untuk menemukan interaksi yang mendalam penuh makna pada upaya terapi agresifitas anak. Dalam pengumpulan data penelitian, proses penelitian menggunakan model alur penelitian maju bertahap (the developmental research sequence): (1) menentukan situasi sosial penelitian, (2) melaksanakan pengamatan berperan serta, (3) membuat catatan lapangan, (4) melaksanakan pengamatan deskriptif, (5) melakukan analisis domain, (6) mengadakan pengamatan terfokus, (7) melakukan analisis taksonomi, (8) melaksanakan pengamatan terpilih, (9) melakukan analisis komponen, (10) analisis tema, (11) menulis tema budaya, serta (12) menulis etnografi (Spradley, 1980). Jumlah anak yang menjadi subjek penelitian berjumlah 25 orang yang berada pada kelompok B TK Ratna Kumara. Selain anak,
yang dilibatkan dalam penelitian ini pihak guru juga dilibatkan sejumlah 2 orang guru dan 1 kepala sekolah serta 5 orang tua anak yang juga menjadi informan guna mendukung seluruh data penelitian. Analisis data dilakukan secara maju dan bertahap sesuai dengan fokus penelitian setelah mengorganisasikan data. Analisis data penelitian ini mengikuti model Spradley (1980), yaitu dimulai dari langkah kelima. Adapun jenis analisis yang dilakukan adalah (a) domain analysis, (b) taxonomi analysis, (c) componential analysis dan (d) theme analysis. Teknik pemeriksaan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, dan (4) auditing. Teknik pemeriksaan keabsahan data tersebut dipilih karena penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan latar penelitian kelas/kelompok. Tujuan penafsiran data dalam penelitian ini meliputi deskripsi data, deskripsi analitik dan penyusunan teori substantif.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Bentuk pengembangan bakat seni anak pada TK Ratna Kumara Berdasarkan hasil analisis domain, analisis dokumen, dan hasil wawancara dengan informan ditemukan bahwa guru menggunakan berbagai strategi dalam pengembangan bakat seni anak-anak di TK. Penggunaan pembelajaran yang bervariasi bertujuan agar anak secara individu selalu senang dan menikmati kegiatan belajar yang dilakukan seperti yoga, memahami emosi, meditasi, permainan tradisional, bernyanyi, bermain musik, menari dan mendongeng. Salah satu contoh kutipan wawancara yang dilakukan dengan guru dan analisis domain dalam kegiatan pengembangan bakat seni anak sebagai berikut. Kepala Sekolah : “Sebetulnya banyak strategi 32
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yang kita lakukan dalam pengembangan bakat seni anak, seperti dengan mengadakan permainan tradisional untuk beberapa kegiatan belajar, selain itu kami melibatkan anak dalam kegiatan bernyanyi, mendongeng, disini kekhasan kami dari TK lain yaitu selalu melaksanakan meditasi dalam memulai dan mengakhiri kegiatan belajar serta melakukan kegiatan yoga setiap dua hari sekali.” Secara khusus, kegiatan meditasi dan yoga ini dilakukan dengan maksud bisa mengharmonisasikan antara pikiran dan perbuatan sehingga anak akan selalu tenang dan lebih bisa fokus dalam mengikuti pembelajaran dan menjadi terapi agresivitas anak secara tidak langsung. Salah satu cara yang dilakukan dalam meditasi yaitu mengatur nafas dan memperhatikan nafas yang keluar masuk hidung sambil mendengarkan musik instrumental.
Pengembangan Bakat Seni ...
Sedangkan yoga yang dilakukan anak untuk pengembangan bakat seni anak bukanlah yoga yang memiliki gerakan rumit namun yoga dasar dan sederhana seperti Surya Namaskar. Surya namaskar merupakan teknik penting dalam melakukan yoga. Kelenturan dan penerapannya merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk memperoleh hidup yang sehat, kuat dan merupakan persiapan untuk pembangkitan spiritual, terapi dan meningfkatkan kesadaran. Adapun tahapan gerakan surya namaskar seperti Pranamasana (Berdiri Tegak), Hasta Uttanasana (Tangan Diangkat), Padahastasana (Membungkuk Hingga Tangan Di Kaki), Asva Sancalanasana (Menunggang Kuda), Parvatasana (Posisi Gunung), Astanga Namaskara (Sujud Dengan Delapan Bagian Tubuh Di Lantai), Bhujangasana (Posisi Ular), Parvatasana (Posisi Gunung), Asva Sancalana (Posisi Menunggang Kuda), Padahastanasana (Tangan Menyentuh Kaki), Hasta Uttanasana (Posisi Mengangkat Tangan), Pranamasana (Posisi Berdoa). Maka dari itu dengan membiasakan anak meditasi dan yoga akan bisa memberikan ketenangan dan peningkatan perhatian yang tinggi sehingga agresivitas anak akan berkurang. Selain itu, berdasarkan analisis data ditemukan bahwa pengembangan bakat seni anak bisa dikembangkan dalam secara sosial seperti creative movement yang merupakan gerak yang dikombinasikan untuk mengekspresikan pengalaman batin dan mengungkapkan perasaan seseorang serta dilakukan dengan memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak sesuai imajinasinya dengan memperhatikan waktu, ruang dan penekanan. Gerak kreatif yang dilakukan dengan tepat oleh anak memberikan peningkatan dan perkembangan yang berkualitas pada fisik, kemampuan keseimbangan dan koordinasi, pemahamanan akan ritme dan tempo, dan memiliki kemampuan prediksi kejadian yang akan terjadi selanjutnya serta memiliki kesadaran tubuh yang tinggi dan yang lebih penting gerak kreatif bisa dipakai sebagai terapi psikologis pada gangguan perilaku anak. Selain itu kegiatan bermain peran juga mampu memberikan efek terapi agresivitas anak karena kegiatan bermain ini mampu memecahkan masalah (diri dan sosial), melalui serangkaian tindakan pemeranan yang efeknya bisa mengeksplorasi perasaan-perasaan, memperoleh wawasan (insight) tentang sikap-sikap, nilai-nilai dan persepsinya, mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Selain creative
movement dan bermain peran secara sosial terapi agresivitas bisa dilakukan dengan mengajak anak melakukan gotong royong yang terdiri dari kegiatan bekerja sama dalam melakukan permainan, bekerja sama dalam menyelesaikan tugas, dan membagi tugas di kelas. b. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan pada anak Taman Kanak-kanak Bali Q-Ta. Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang pengembangan bakat seni anak. Guru merupakan orang yang bertanggung jawab penuh dalam kegiatan pembelajaran selama anak-anak berada di TK. Kemampuan guru dalam menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan anak sangat menentukan kesuksesan/keberhasilan guru dalam memberikan terapi. Selain guru para orang tua mendukung upaya yang dilakukan guru. Walaupun ketika anak-anak berada di TK guru merupakan orang yang bertanggung jawab penuh atas anak, namun peranan orang tua sangat besar pengaruhnya dalam upaya terapi agresivitas anak. Keberadaan orang tua untuk turut mematuhi berbagai macam peraturan yang ditetapkan sekolah dan melanjutkan aturan untuk diberikan di rumah sangat membantu terapi yang diberikan di sekolah. Selain guru dan orang tua, faktor sarana dan prasarana juga mendukung pengembangan bakat seni anak. Fasilitas dan sarana prasarana pembelajaran yang tersedia di TK Ratna Kumara memadai. Hal ini bisa dilihat baik dari fasililtas dan sarana yang terdapat dalarn ruang kelas yang dikhususkan untuk pembelajaran anak TK sendiri maupun di ruangan-ruangan lain yang di pakai secara bersama. Ketersediaan sarana prasarana ini sangat membantu upaya pengernbangan budi pekerti manak, karena guru bisa menggunakannya untuk memberikan program stimulasi yang lebih bervariatif, sehingga upaya pengembangan budi pekerti anak bisa dicapai lebih optimal. Begitu pula lingkungan TK Ratna Kumara juga cukup nyaman dan sehat untuk pelaksanaan kegiatan pembelajairan. Kondisi ruangan yang bersih dan pencahayaan yang cukup membuat anak betah berada dalam lokal dan dapat bermain dan bereksplorasi mengembangkan kemampuan yang mereka miliki. Selain itu wilayah pedesaan yang sejuk dan suasana persawahan membuat suasana belajar menjadi tenang. Begitu juga kondisi dan situasi di halaman sekolah yang selalu bersih dan dibatasi membuat anak terjauh dari bahaya yang mengancam.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
33
Pengembangan Bakat Seni ...
PENUTUP
Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut. Pertama, pengembangan bakat seni anak dilakukan pada proses pembelajarannya setiap hari. Konsep pengembangan bakat seni anak yang dikembangkan pada TK Ratna Kumara meliputi pengembangan bakat seni anak secara individu dan pengembangan bakat seni anak secara sosial. Secara individu meliputi yoga, memahami emosi, meditasi, permainan tradisional, bernyanyi, bermain musik, dan mendongeng. Sedangkan secara sosial seperti creative movement, bermain peran dan bekerja gotong royong. Kedua, faktor-faktor yang berkaitan dengan pengembangan bakat seni anak seperti kualitas guru, kerjasama dengan orang tua dan fasilitas sarana prasarana pembelajaran yang tersedia di TK Ratna Kumara memadai. Saran Kepada para guru diharapkan meningkatkan kompetensi diri dalam mengembangan terapi agresifitas anak agar mampu menangani berbagai
karakteristik anak. Selain itu guru harus selalu berkomunikasi dengan orang tua anak agar pengembangan bakat seni anak lebih holistik dan berkelanjutan. Para pengelola taman kanak-kanak memberi dukungan pada guru untuk pengembangan bakat seni anak-anak, terlebih memberikan kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan khusus tentang pengembangan bakat seni anak. Sedangkan orang tua hendaknya dapat menunjukkan kerjasama yang baik dengan guru diantaranya dengan turut mematuhi tata tertib dan sekaligus memotivasi anak untuk mematuhi tata tertib yang diterapkan di TK. Di samping itu juga orang tua juga hendaknya memberikan contoh yang baik dalam berkomunikasi dengan anak di rumah sehingga anak akan mudah mencari figur orang yang baik dan menjadi tauladan. Dalam penelitian ini disarankan juga pada peneliti lain agar melanjutkan penelitian ini pada model pengembangan bakat seni anak yang bisa digunakan di tempat penelitian yang lain sehingga ditemukan formulasi yang tepat untuk pengembangan bakat seni anak di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Breakwell, G. M. (1998). Coping aggressive behaviour: Mengatasi perilaku agresif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Dodge, D. T.,& Colker, L. J. (2000). The creative curriculum for early childhood. Washington: Teaching Strategic inc. Eliason, C.,& Jenkins, L. (2008). A practical guide to early childhood curriculum. New Jersey: Pearson Prentice Hall Hawkins, A. M. (2003). Bergerak menurut kata hati. Metode baru dalam menciptakan tari, diterjemahkan oleh I Wayan Dibia, Jakarta: Ford Foaundation dan Masyarakat Seni Indonesia. Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak, Jilid 2. Alih bahasa Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga. Jazuli, M. (2008). Paradigma kontekstual pendidikan seni. Surabaya: Unesa University Press. Kauffman, J. M. (1985). Characteristics of childrens behavior disorder. Colombus: Charles C. Merillil. Laban, R. (1976). Modern educational dance. New York: McDonald and Evans Ltd. McBrayer, K.F.P.,& Lian, M.G.J. (2002). Special needs
34
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
education: Children with exceptionalities. Hongkong: The Chinese University Press. Munandar, U. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Nurliana, R. (2010). Teknik deprivasi sebagai upaya menangani agresivitas. http://etd.eprint.ums. ac.12/7985/1/F 1000 500 23. diakses tanggal 2 Mei 2014 Semiawan. C.R. (2002). Belajar dan pembelajaran dalam taraf usia dini. Jakarta: Prenhallindo. Shaffer, R . D. (1994). Social and personality development. University of georgia edisi 3. New York: Brooks/Cole Publising Company.Pacific Grove, California. Sheridan, M.D. (2011). Play in early childhood: from birth to six years. New York: Routledge, 2011. Smith, J. (1976). Dance composition. A practical guide for teacher. Surrey: Unwin Brothers Ltd. Stinson, S.W. (1991). Promising practice in arts educations assesment. Los angeles: proceding of the international early childhood creative arts conference-american alliance for health, phscal educations, recreation and dance.
Penelitian
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PASCA KEAKSARAAN FUNGSIONAL MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA UNTUK MENINGKATKAN TARAF HIDUP Agus Winarti e-mail:
[email protected] Pendidikan Luar Sekolah Universitas Bandung Raya Jalan Banten No. 11 Bandung, 40272
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk memberdayakan masyarakat pasca keaksaraan fungsional (KF) melalui kelompok belajar usaha di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Mei 2015 dengan mewawancarai 20 orang perempuan dengan latar belakang pekerjaan bervariasi (buruh tani, buruh serabutan dan ibu rumah tangga). Narasumber adalah masyarakat pasca keaksaraan fungsional yang tergabung dalam Kelompok Belajar Usaha. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dan disimpulkan. Hasil penelitian menunjukkan, dengan dibentuknya Kelompok Belajar Berusaha (KBU) masyarakat memiliki keberdayaan dengan usaha kelompok (satu kelompok 5 orang) serta pendapatan dan taraf hidup meningkat. Kata-kata kunci: Kelompok Belajar Usaha (KBU), Keaksaraan Fungsional (KF), pemberdayaan masyarakat, taraf hidup.
COMMUNITY EMPOWERMENT POST FUNCTIONAL LITERACY THROUGH BUSINESS LEARNING GROUP TO IMPROVE LIFE QUALITY Abstract: The purpose of this study was to empower the community of post functional literacy through business study groups in Cimenyan village , Cimenyan Subdistrict, Bandung District. The research was conducted as from March through May 2015, and the data were collected by interviewing 20 resource persons with various professional backgrounds. The data were analyzed qualitatively to draw conclusion. The result of the study indicates, the formation of Business Study Groups (KBU) empowers the community to develop their business and improves their incomes and raises their living standards. Keywords: Business Study Groups, functional literacy, community empowerment, living standards.
PENDAHULUAN Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, dan pengaturan masyarakat. Tujuan utama dalam pemberdayaan masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah perilaku masyarakat, dan mengatur masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sebuah konsep pembangunan ekonomi termasuk nilai-nilai sosial dan dimungkinkan pula penanaman nilai-nilai budaya maju; seperti kerja keras, hemat, keterbukaan dan kebertanggung jawaban. Proses pemberdayaan seperti ini merupakan paradigma baru dalam pembangunan manusia seutuhnya dan berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat pascakeaksaraan
fungsional adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bidang pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga masyarakat mampu menunjukkan eksistensinya dan dapat berpartisipasi serta memperbaiki kedudukannya dalam masyarakat. Proses partisipatif yang berkelanjutan di mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok belajar berusaha, berbagi pengetahuan dan pengalaman serta adanya perubahan sikap berusaha untuk mencapai tujuan bersama. Program pemberantasan buta aksara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi jumlah anggaran yang diluncurkan, maupun dari segi jumlah capaian warga belajar yang dilibatkan dalam
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
35
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
program pembelajaran. Penduduk buta aksara di Indonesia pada tahun 2012 usia 15 – 59 tahun berjumlah 6.401.522 orang. Dari jumlah tersebut sebagian besar tinggal di daerah pedesaan seperti buruh tani, buruh serabutan, nela-yan dan kelompok masyarakat miskin perkotaan yaitu buruh berpenghasilan rendah atau penganggur yang pada umumnya adalah kaum urban. Mereka tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap mental inovatif dan pembangunan. Akibatnya, akses terhadap informasi dan komunikasi yang mendukung untuk memperoleh gambaran kehidupan yang lebih luas sangat terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan keaksaraan yang memadai. Penuntasan keaksaraan fungsional merupakan kewajiban semua pihak dalam peningkatan Indek Pembangunan Masyarakat (IPM), masyarakat buta aksara sangat membutuhkan sentuhan pendidikan. Program pemberantasan buta aksara dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi jumlah anggaran yang diluncurkan, maupun dari segi jumlah capaian warga belajar yang dilibatkan dalam program pembelajaran. Seperti diketahui, bahwa data BPS Provinsi Jawa Barat angka buta huruf menunjukan berkisar 3.82%-4.04% untuk usia di atas 10 tahun ke atas sekitar 3,38% pada tahun 2010, 3,62 % pada tahun 2011 terjadi penurunan, hanya saja pada tahun 2012 terjadi kenaikan lagi justru melebihi pada tahun 2010 yaitu 3,39%. Sedangkan pada tahun 2013 ada penurunan yaitu 2,95 %, persentase tersebut menurun walaupun hanya sedikit tiap tahunnya. (Sumber: BPS-RI, Susenas 2012). Keberhasilan yang dicapai dalam perluasan akses pendidikan keaksaraan sesungguhnya merupakan bentuk usaha yang seharusnya dihargai. Keberhasilan penyelenggaraan keaksaraan fungsional memang menunjukkan hasil, dengan semakin menurunnya persentase jumlah buta aksara setiap tahunnya. Akan tetapi dari segi keberlanjutan keaksaraan fungsional ini belum ada tindak lanjut, kemanfaatan bagi masyarakat dirasakan kurang. Akibatnya ada sebagian masyarakat yang telah memperoleh SUKMA (surat keterangan melek aksara) kembali mejadi buta huruf. Kelompok Belajar Usaha (KBU) diharapkan
36
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
dapat memberikan manfaat yang positif dan memberikan pengaruh yang signifikan bagi peningkatan keterampilan kerja yang dapat memperluas peluang bagi masyarakat pasca KF di Desa Cimenyan. Pemberdayaan masyarakat pasca KF melalui KBU diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup. Mengacu dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui kelompok belajar usaha untuk meningkatkan taraf hidup. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui kelompok belajar usaha untuk meningkatkan taraf hidup di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, secara khusus dirinci ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: (a) untuk memperoleh gambaran pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup, (b) mendeskripsikan ketercapaian pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup, (c) menganalisis dan mendeskripsikan dampak pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan pendidikan masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam langkah konkret dan strategi untuk pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional, (2) Pengambil kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten, penelitian ini memberikan rekomendasi melalui data empirik terhadap perbaikan sistem memberdayakan masyarakat, ikut meningkatkan kemandirian masyarakat dan peningkatan taraf hidup masyarakat, (3) sebagai bahan pertimbangan bagi birokrat setingkat pemerintah Desa, Kecamatam maupun Kabupaten dan penelitian ini diharapkan dapat memicu pembentukan kelompok-kelompok belajar usaha untuk pemberdayaan masyarakat dalam rangka peran serta mereka di bidang pembangunan desanya. Secara konseptual, pemberdayaan (empo-
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
werment) memiliki pengertian menunjuk kepada kemampuan seseorang, khususnya kelompok rentan atau lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (1) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan hanya bebas mengemukakan pendapat,melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan, (2) menjangkau sumbersumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya, (3) mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2010). Strategi pemberdayaan menurut (Ife; 2008) ada tiga strategi dasar pemberdayaan yaitu: (1) Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan, dilakukan dengan mengubah struktur dan lembaga-lembaga yang ada agar terjadi akses yang sesuai dengan sumbersumber dan layanan-layanan, serta munculnya partisipasi dalam kehidupan masyarakat, (2) pemberdayaan melalui aksi sosial dan politik, menekankan kepada pentingnya perjuangan dan perubahan politik untuk meningkatkan keberdayaan yang lebih efektif, dimana masyarakat dapat dilibatkan untuk melakukan aksi-aksi langsung. (3) pemberdayaan melalui pendidikan dan penyadaran, menekankan pada pentingnya proses pendidikan, sehingga pihak yang diberdayakan memperoleh kemampuan-kemampuan. Cara ini dilakukan dengan memberikan pengetahuan akan berbagai hal yang menjadi kendala baik struktural maupun kendala-kendala kemasyarakatan, juga memberikan keterampilan untuk berkarya secara efektif untuk menuju perubahan. Dengan prinsip-prinsip yang telah dikemukakan tadi jika dapat diterapkan dalam upaya pemberdayaan masyarakat akan dapat berjalan dengan baik karena prinsip pemberdayaan adala merupakan proses kolaborasi antara pekerja sosial dan masyarakat sebagai yang diberdayakan, pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai subjek yang kompeten. Masyarakat harus mampu melihat dirinya sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan dalam kelompok masyarakatnya. Program Keaksaraan Fungsional (KF), mengatasi permasalahan yang terkait dengan pemberantasan buta aksara dan pemberian keterampilan bagi warga belajar atau peserta didiknya. Keaksaraan fungsional terdiri dari dua unsur, yaitu keaksaraan secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, dan menghitung. Seseorang yang buta aksara adalah orang yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melek huruf adalah orang yang dapat membaca maupun menulis kalimat sederhana dan berhitung. Sedangkan fungsional berkaitan erat dengan fungsi dan tujuan dilakukannya pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajarnya benar-benar bermakna dan bermanfaat untuk meningkatkan mutu kehidupan. Fungsional juga bermakna warga belajar dapat memanfaatkan hasil belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan keaksaraan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. (Napitupulu,1998:4) UNESCO mendefinisikan keberaksaraan sebagai “a continuum of learning that enables individuals to develop their knowledge and potential, pursue and achieve their goals, and participate fully in society” (Keberaksaraan merupakan kontinum pembelajaran sehingga individu-individu mampu mengembangkan pengetahuan dan potensi dirinya, mengejar dan mencapai tujuan yang ingin diraihnya, dan turut serta sepenuhnya dalam kegiatan masyarakat). Kelompok belajar usaha adalah menumbuhkembangkan semangat berwirausaha bagi warga masyarakat yang tidak memiliki keterampilan tetapi mempunyai semangat untuk mengubah nasibnya dengan memanfaatkan peluang-peluang yang difasilitasi oleh pemerintah secara maksimal. Dengan semakin berkembangnya KBU diharapkan akan muncul para usahawan-usahawan kecil yang mampu meningkatkan taraf hidup di tingkat lokal dan bahkan nasional.
METODE PENELITIAN Metode penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini lebih pada usaha untuk mengungkapkan fenomena dalam situasi sosial secara luas dan
mendalam, meneliti pada kondisi objek yang alamiah dan peneliti sebagai instrumen kunci. Metode penelitian kualitatif (qualitative approach)
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
37
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
ini, untuk mengkaji permasalahan dan memperoleh makna yang lebih mendalam di lokasi penelitian yang berkaitan dengan tingkah laku dan katakata responden khususnya dalam pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Subyek dalam penelitian ini adalah warga masyarakat Desa Cimenyan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung yang telah mengikuti program keaksaraan dasar. Warga belajar yang dijadikan subjek penelitian ini adalah ibu-ibu pasca Keaksaraan Fungsional (KF) yang baru membentuk kelompok belajar usaha. Jumlah populasi warga pasca keaksaraan fungsional 24 orang, subjek penelitian sebanyak 20 orang yang tergabung dalam KBU. Masyarakat pasca KF memiliki latar belakang pekerjaan buruh (tani musiman 8 orang, buruh serabutan 6 orang), pedagang asong 2 orang dan ibu rumah tangga 4 orang, waktu penelitian sejak bulan Maret hingga bulan Mei 2015.
Pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi yang dipandu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilaksanakan dengan mendatangi ketua kelompok dan anggota masyarakat yang sedang dalam kelompok usahanya. Selain dengan warga belajar usaha, peneliti mewawancarai ketua PKBM sebagai penyelenggara KBU. Untuk teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi partisipasif, wawancara mendalam, dokumentasi maupun diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) untuk sumber data yang sama secara serempak. Desain penelitian dengan urutan sebagai berikut: (1) mengumpulkan informasi, (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaaan, (3) membangun kategorikategori, (4) mencari pola-pola (teori), dan (5) membangun sebuah teori atau membandingkan pola dengan teori-teori yang akhirnya memperoleh pemahaman baru. Desain penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat berikut pada gambar 1.
Gambar 1. Desain penelitian Analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk pengkajian atas data-data tertulis dengan teknik sampel bola salju (snowball sampling technique). Melalui teknik ini semua informasi dijaring sehingga bertambah dan berkembang terus sampai pada titik jenuh.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data kualitatif pada tahap penelitian pendahuluan ini adalah: (a) reduksi data (data reduction), (b) penyajian data (data display), dan (b) penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification).
HASIL DAN PEMBAHASAN Observasi di lapangan, diperoleh kesan sejak masyarakat pasca KF membentuk KBU, belum juga menampakkan tanda-tanda perubahan sikap, maupun motivasi untuk mencoba melakukan aksi. Output terwujudnya keberdayaan masyarakat
38
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
masih jauh dari harapan. Tingkat percaya diri masyarakat pasca KF rendah, nampak hanya berdiam diri atau malah ngobrol yang tidak ada manfaatnya. Berdasarkan wawancara, sebagian
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
kecil belum mengetahui manfaat program KF diikuti, setelah memperoleh selembar kertas yang bertulisan SUKMA, mereka merasakan kurang bermanfaat dalam kehidupan seharihari. Masyarakat yang mengetahui, kebanyakan menyadari bahwa keaksaraan fungsional merupakan kebutuhan, apalagi sekarang dibentuk kelompok belajar usaha (KBU). Usahanya dalam bidang masakan kuliner berbahan baku lokal. Responden mengatakan sangat bermanfaat, saya dapat membaca resep-resep masakan kuliner baru. Untuk memperkaya variasi resep-resep masakan kuliner. Dapat membaca macam-macam resep yang baru baik dari majalah maupun koran yang tersedia di taman bacaan masyarakat. Manfaat mengikuti KF, hasil identifikasi sebagian besar menyatakan bahwa setelah mengikuti KF dan membentuk KBU sangat bermanfaat dapat mengembangkan atau membuat resep masakan baru, semakin lancar pula dalam membaca, semakin mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dari 20 orang yang diwawancarai menyatakan memiliki kemauan dan kemampuan/ keberdayaannya dalam mengikuti KBU, dengan beberapa alternatif jawaban kebermanfaatanya telah memiliki ijasah SUKMA sebagaimana yang tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Pernyataan Masyarakat tentang Manfaat KF Latar Belakang Pekerjaan Buruh tani musiman
Pernyataan 1
2
3
4
-
1
4
3
Jml 8
buruh serabutan
-
-
3
3
6
Pedagang asong
-
-
1
1
2
Ibu rumah tangga
-
1
1
2
4
Jumlah
-
2
9
9
20
Keterangan: 1 = tidak bermanfaat 2 = kurang manfaat
3 = manfaat 4 = sangat manfaat
Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat bahwa dari 20 orang yang berhasil diwawancarai, hanya ada 2 orang yang menyatakan bahwa pasca KF kurang bermanfaat dalam KBU, sedangkan 9 orang menyatakan pasca KF bermanfaat dalam KBU, dan 9 orang lagi menyatakan pasca KF sangat bermanfaat dalam KBU. Berdasarkan hasil analisis tersebut nampak sebagian besar menyatakan bahwa pasca keaksaraan fungsional
besar manfaatnya dalam kelompok belajar usaha. Kegiatan kelompok belajar usaha fasilitator lebih banyak menggunakan pendekatan orang dewasa, responden merasa pendapat, ide dan lainnya dihargai. Fasilitator memotivasi bahwa masyarakat memiliki potensi, dengan demikian masyarakat memiliki kekuatan/berdaya untuk berusaha, dan percaya diri. Penuturan reponden dengan metode diskusi, tanya jawab suasana kekeluargaan menjadikan KBU nyaman dan harmonis. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat setidaknya terdapat tiga aspek penting yang akan dilihat, yaitu gambaran pemberdayaan, ketercapaian, dan dampak pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Pertama, gambaran pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional di Desa Cimenyan pada awalnya memang mengalami kendala seperti kesadaran pada dirinya atau percaya dirinya kurang sehingga masyarakat tidak mampu melakukan kegiatan. Ketika masyarakat dibina untuk membuat KBU, masyarakat tidak memiliki keyakinan akan kemampuan pada diri sendiri. Proses pemberdayaan yang sangat diutamakan adalah untuk mengembangkan kesadaran dan potensi yang dimi-liki oleh manusia, sehingga manusia tersebut dapat dan siap untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Untuk selanjutnya perlu menumbuhkan rasa percaya diri dan dikembangkannya kemampuan yang telah ada pada dirinya. Langkah berikutnya adalah menumbuhkan keyakinan dalam diri (manusia itu sendiri) untuk melakukan kegiatan atau tindakan, belajar dan melatih keterampilan yang dibutuhkannya untuk keperluan hidupnya. Jumlah masyarakat pasca KF 20 orang yang tergabung dalam KBU, selebihnya kembali pada kehidupan sehari-hari, mereka beranggapan bahwa KF tidak ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, hanya membuang-buang waktu saja. Sasaran pemberdayaan masyarakat KF memang orang dewasa, dimana orang dewasa termotivasi untuk belajar karena mereka mengalami kebutuhan dan kepentingan bahwa belajar akan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
39
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
memuaskan, hal ini merupakan titik awal yang tepat untuk mengatur kegiatan pembelajaran orang dewasa. Orientasi orang dewasa untuk belajar adalah hidup yang berpusat; oleh karena itu, unit yang sesuai untuk mengorganisir pembelajaran orang dewasa adalah situasi hidup, bukan mata pelajarannya; pe-ngalaman orang dewasa merupakan sumber daya terkaya untuk belajar bagi orang dewasa, karena itu, metodologi inti dari pendidikan orang dewasa adalah analisis pengalaman. Orang dewasa memiliki kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri, mengendalihan emosi dirinya, maka keterlibatan tutor diperlukan dalam proses pembelajaran orang dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Knowles (2005:40), bahwa (a) adults are motivated to learn as they experience needs and interests that learning will satisfy, (b) adults’ orientation to learning is life-centered, (c) experience is the richest source for adult’s learning, (d) adults have a deep need to be self-directing, dan (e) individual differences among people increase with age. Kedua, ketercapaian pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Berjalannya waktu masyarakat telah memiliki kelompok belajar usaha, dengan membentuk kelompok kecil sebanyak empat kelompok dengan anggota 5 orang/kelompoknya. Kelompok belajar usaha ini berupa masakan kuliner berbahan baku lokal yaitu singkong. Kerja keras untuk dapat mencapai kemandirian usaha. Masyarakat proaktif, yaitu selalu ada inisiatif, kerja keras dan tegas dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Suryana (2006:66) menyatakan: Untuk mencapai keberhasilan dan kemandirian usaha yang dimiliki sendiri, sangatlah tergantung pada: (1) individual skill and attitudes, (2) knowledge of business, (3) establishment of goal, (4) take advantage of the opportunities, (5) adapt to change, and, (6) minimize the threats to business. Kelompok belajar. Masyarakat pasca KF berangsur-angsur memiliki keterampilan, pengetahuan bisnis, dapat meminimalir hambatan berbisnis. Pada setiap proses pemberdayaan dituntut penguatan masyarakat dalam peningkatan kapasitas, kemandirian dan kreatifitas mengelola berbagai kegiatan produktif (Santosa.I, dkk.,2012).
40
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Pelaksanaan proses pemberdayaan masyarakat desa tidak dapat dilakukan secara temporal namun perlu berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat berbasis muatan lokal, pada dasarnya pemberdayaan masyarakat dapat berdaya dengan dukungan muatan lokal atau sumber daya alam seperti: lingkungan yang subur, tanaman singkong, ternak kambing dan sebagainya. Hasil tani dapat di olah menjadi barang setengah jadi atau bahkan menjadi barang siap konsumsi. Barang yang semula tidak bernilai menjadi bernilai, dari yang tidak memerlukan sumber daya manusia menjadi membutuhkan. Sependapat, (Wahyudin.U; 2012: 64): keberdayaan masyarakat miskin di pedesaan akan bertambah kuat dengan cara menciptakan perubahan kreatif yang berarti dari tidak bernilai menjadi bernilai, menghasilkan sebuah produk akhir yang memiliki nilai pasar, mampu memulai dari nol dan yang dianggap tidak berharga. Ketiga, dampak pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup; menghadapi permasalah usahanya, mampu berembug/ diskusi dengan bekal pengalamannya selama mengikuti KF, masyarakat merasakan manfaat dari KF; menyadari akan pentingnya informasi, pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam dalam kehidupan; serta menyadari sebagai kebutuhan untuk tetap belajar. Dampak KF pada individu memperoleh penghasilan tambahan, bahkan ada yang semula tidak punya pendapatan, kini punya pendapatan. Ketercapaian pemberdayaan masyarakat bukan saja berdampak pada individu, tetapi pada kelompok bahkan pada masyarakat secara umum. Secara internal keberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh individu, seperti; melek huruf/ berpendidikan, toleransi, nilai-nilai, pendidikan maupun pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu seperti model peran, aktivitas dan peluang. Oleh karena itu, inovasi dapat berkembang menjadi usaha mandiri melalui proses yang panjang, dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, organisasi dan keluarga. Dampak perubahan sosial yang menyangkut kedekatan atau hubungan antara lapisan sosial yang dicirikan dengan adanya gerakan/perubahan ekonomi, maka kemampuan individu ”senasib” untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Hal tersebut dicapai melalui proses dialog dan diskusi di dalam kelompoknya, yaitu individu dalam kelompok belajar usaha untuk mendiskripsikan suatu situasi, kondisi kelompoknya, mendiskripsikan permasalahan yang terjadi dalam kelompok untuk selanjutnya mencari solusi. Dampak lain dari pemberdayaan masyarakat KF melalui KBU (a) meningkatnya kemampuan anggota KBU di dalam memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan meningkatnya pendapatan, meningkatkan kualitas pangan, sandang, kesehatan dan tingkat pendidikan; (b) meningkatnya kemampuan anggota KBU dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dalam lingkungan sosial; (c) meningkatnya kemampuan anggota kelompok KBU dalam menampilkan peranan-peranan sosialnya. Keberdayaan ini tampak dalam sikap mental kewirausahaan dan kemandirian.
PENUTUP Kesimpulan Kelompok belajar usaha telah dibentuk masyarakat pasca keaksaraan fungsional di Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung. Hasil kelompok belajar usaha memberikan keberdayaan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup. Pembentukan kelompok belajar usaha, masyarakat memiliki keberdayaan berusaha, memiliki keberanian, dan kemampuan berusaha. Kelompok belajar usaha selain memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup, kemampuan membaca, menulis dan berhitung semakin baik. Masyarakat yang belum atau tidak memiliki kelompok belajar usaha pasca keaksaraan fungsional, sebagian kembali tidak dapat membaca dan menulis. Secara rinci sebagai berikut. Pertama, gambaran pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Dengan pendekatan orang dewasa, masyarakat diakui keberadaanya sebagai orang yang memiliki potensi. Adanya perubahan sikap pada masyarakat KF setelah bergabung dengan KBU.
Kedua, ketercapaian pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Masyarakat proaktif, yaitu selalu ada inisiatif, kerja keras dan tegas dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Ketiga, dampak pemberdayaan masyarakat pasca keaksaraan fungsional melalui KBU untuk meningkatkan taraf hidup. Adanya perubahan sikap, perubahan sosial, meningkatnya pendapatan, meningkatkan kualitas pangan, sandang, kesehatan dan tingkat pendidikan. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, berikut ini merupakan saran dari penelitian ini. Pertama, praktisi Pendidikan Non Formal, untuk memotivasi dan memberdayakan masyarakat yang memiliki SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara) dan belum memiliki pekerjaan agar tidak kembali buta aksara dengan membentuk kelompok belajar usaha. Kedua, pemerintah daerah dan Instansi yang terkait mencarikan mitra usaha, memberi dukungan nyata berupa modal usaha, untuk keberlangsungan usahanya.
DAFTAR PUSTAKA BPS. (2012). Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang buta huruf menurut Provinsi dan jenis kelamin 2009-2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Ife, J.,&Tesoriero, F. (2008). Community development. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Knowles, M. S. (2005). The adult learnner, the definitive classic in adult education and human resource development. Tokyo: Elsevier Inc. Butterworth-Heinemann.
Napitupulu, W. P. (1999). Pendidikan dasar untuk pemberdayaan orang miskin. Diterjemahkan oleh Prem L. Kasaju dan C. Seshadri. Jakarta: UNESCO dan Ditjen Diklusepora Depdiknas. Santosa, I.& Rawuh E. (2012). Diseminasi model pemberdayaan masyarakat desa melalui pengelolaan agrowisata. Jurnal Mimbar, 28, (2), hlm 181-190. Suharto, E. (2010). Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung: refika
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
41
Pemberdayaan Masyarakat Pasca ...
Aditama Suryana. (2006). Kewirausahaan pedoman praktis, kiat dan proses menuju sukses. Jakarta: Salemba Empat
42
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Wahyudin, U. (2012). Pelatihan kewirausahaan berlatar ekokultural untuk pemberdayaan masyarakat miskin pedesaan. Jurnal Mimbar XXVIII, (1), hlm 55-64.
Penelitian
DAMPAK PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN MASYARAKAT (PKuM) DALAM KONTEKS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Entoh Tohani e-mail:
[email protected] Pendidikan Luar Sekolah, FIP Universitas Negeri Yogyakarta Jl. Colombo No.1, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Abstrak: Pendidikan kewirausahaan masyarakat (PKuM) diselenggarakan untuk membekali warga masyarakat terutama yang kurang beruntung dengan kemampuan berwirausaha yang dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya. Penelitian studi kasus ini dilakukan untuk mengkaji dampak ekonomi dan sosial dari penyelenggaraan PKuM yang telah dilaksanakan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2014 ini merupakan penelitian kualitatif dengan kasus PKuM sebagai unit analisis penelitian yaitu program pendidikan Desa Vokasi yang dikembangkan oleh Kemendikbud yang telah dilaksanakan. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Untuk mencapai keabsahan data dilakukan triangulasi, dan perpanjangan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat dampak positif terhadap kelompok sasaran walau masih dalam level individual. Oleh karenanya, PKuM yang akan dikembangkan perlu menekankan keberlanjutan dan akuntabilitasnya dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Kata-kata kunci: dampak, kewirausahaan, pendidikan nonformal, pemberdayaan.
IMPACT OF COMMUNITY ENTREPRENEURSHIP EDUCATION (PKuM) IN THE CONTEXT OF COMMUNITY EMPOWEREMENT Abstract. Community Entrepreneurship Education (PKuM) aims at providing the community members to improve the quality of their life. This case study was conducted to identify the economic and social impacts of the PKuM. The research conducted as from April through September 2014 was a qualitative research with the case of PKuM as unit of analysis particularly education programs of Vocational Village developed by Ministry of Education and Culture. In collecting data, the researcher acted as the instrument using interview guides, observation sheets, and document study guide. The data were analyzed qualitatively. The reliability of the data was proved by triangulation and prolonging the observation. The research findings show the positive impacts to the target population though still at individual level. Therefore, the research suggests the PKuM to develop should emphasize its continuity and accountability in empowering the community. Keywords: impact, entrepreneurship, non-formal education, empowerment
PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi suatu masyarakat pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan warga masyarakat melalui peningkatan pendapatan guna memenuhi kebutuhan ekonominya. Setiap masyarakat memiliki kebijakan pembangunan ekonomi yang berbeda-beda. Porter, et al. (2002) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dibedakan dalam tiga tahapan spesifik yaitu: (1) factor-driven stage, (2) effeciency-driven stage, dan (3) innovationdriven stage (Acs, et. al., 2008). Factor-driven stage merupakan perkembangan ekonomi yang didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya
alam dan manusia, dimana masih menghasilkan pendapatan yang rendah. Effeciency-driven stage ditandai dengan produksi jasa dan barang yang standar, dan lebih cenderung kegiatan ekonomi dalam tahap ini merupakan manufaktur dan kegiatan eksport. Sedangkan innovation-driven stage ditandai dengan kemampuan memproduksi barang dan jasa yang lebih inovatif dengan menggunakan teknologi mutakhir. Pada tahapan yang terakhir ini, kewirausahaan menjadi faktor penyebabnya dan memungkinkan lebih berkembang karena adanya perubahan teknologi selama periode perang dunia, dan terjaidnya penurunan di sektor manufaktur.
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
43
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
Setiap masyarakat memiliki aktivitas kewirausahaan yang tidak sama. Survey yang dilakukan oleh General Entrepreneurship Monitor (GEM) pada tahun 2014 memposisikan Indonesia sebagai negara yang masih menekankan pada pengembangan ekonomi yang lebih didasarkan pada efesiensi dari proses pembangunan ekonomi (Singer, et al., 2015) yaitu negara yang pembangunan ekonominya menggunakan ketersediaan teknologi, pendidikan dan pelatihan di perguruan tinggi, efesiensi pasar produk, efesiensi pasar tenaga kerja, dan ukuran pasar. Artinya, Indonesia masih minim dalam menumbuhkembangkan aktivitas kewirausahaan dalam masyarakat baik terkait dengan pengembangan sikap berwirausaha, aktivitas wirausaha, dan kultur sosial untuk kewirausahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kewirausahaan di Indonesia perlu dikembangkan dengan mengedepankan pada pengembangan program kewirausahaan, transfer pengetahuan, kebijakan keuangan untuk kewirausahaan, norma dan sosial budaya yang kondusif, pengembangan inovasi, dan sebagainya. Untuk mengembangkan kewirausahaan, dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan untuk kewirausahaan. Terkait dengan hal tersebut dan dalam upaya mengembangkan kualitas masyarakat Indonesia dalam aspek ekonomi, berbagai bentuk pendidikan kewirausahaan masyarakat banyak diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah, lembaga pemberdayaan masyarakat, maupun masyarakat sendiri yang diwujudkan dalam bentuk Kelompok Belajar Usaha (KBU), Kelompok Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya), Kelompok Usaha Bersama (KUBe), program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (KUM), program PMPM-Md, program Desa Produktif dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Secara khusus, Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan menyelenggarakan program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM) yang digalakkan sejak tahun 2009. Adapun jumlah penyelenggara program pendidikan kewirausahaan masyarakat yang mendapatkan blockgrant tahun 2012 sekitar 40 lembaga/penyelenggara. Jumlah tersebut menurun apabila dibandingkan dengan penerima program pendidikan kewirausahaan tahun 2011
44
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
yaitu sebanyak 360 lembaga. Selain program PKM, digalakkan juga program Desa Vokasi yang berjumlah relatif banyak dan telah dirintis sejak tahun 2009. Program ini pada tahun 2012 berjumlah sebanyak 127 program, menurun dibandingkan dengan program yang didanai pada tahun 2011 yang mencapai 234 program (www.infokursus.net). Pendidikan dimaknai sebagai upaya sadar untuk mengembangkan individu, kelompok, dan masyarakat agar memiliki nilai-nilai, keterampilan, dan pengetahuan yang berguna untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu tujuan pendidikan adalah menjadikan manusia memiliki kapasitas untuk melakukan kegiatan kreatif, menciptakan usaha sendiri, atau bekerja sama perusahaan dalam konteks memenuhi kebutuhan hidupnya yang meliputi kebutuhan primer, sosial, dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa pendidikan harus menjadikan individu-individu memiliki kapasitas atau kompetensi kewirausahaan. Sebagaimana Drucker (1985) menyatakan bahwa kapasitas kewirausahaan dapat dibangun dengan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan kewirausahaan akan menjadi sarana atau alat untuk menciptakan sumber daya manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Secara teoretis, PKuM merupakan bentuk pendidikan kewirausahaan yang secara khusus diperuntukkan bagi warga masyarakat yang umumnya orang dewasa dan/atau marginal. Fayolle & Gailly (2008) mengusulkan sebuah model pendidikan kewirausahaan yang dibagi menjadi dua tingkat, yaitu tingkat ontologis dan proses pendidikan. Tingkat ontologis menjelaskan tiga aspek pendidikan kewirausahaan: apa makna pendidikan kewirausahaan, apa makna pendidikan dalam konteks kewirausahaan, dan peranan pendidik dan peserta didik. Pendidikan kewirausahaan dipahami sebagai sebuah proses untuk mengembangkan kelompok sasaran (individu atau kelompok) menjadi orang yang kreatif, inovatif dan produktif yang mampu menemukan solusi dari masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumber daya di lingkungan mereka baik sumber daya sosial dan sumberdaya alam. Pendidikan kewirausahaan muncul karena perubahan sosial yang tidak menentu dan menuntut kompetensi kewirausahaan dimiliki oleh individu, organisasi dan masyarakat (Kirby, 2004:514).
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
Peningkatan pendidikan kewirausahaan dapat disebabkan oleh: a) adanya permintaan dari perkembangan ekonomi, penciptaan pekerjaan, perluasan jejaring ekonomi, perubahan teknologi dan perubahan iklim politik, juga kemunculan inovasi; b) peserta didik memiliki peluang untuk bekerja mandiri atau self-employement dan mendapatkan karier profesional di setiap perusahaan ukuran apapun; dan c) perusahaan besar atau menengah menuntut staf mereka untuk mampu memiliki keterampilan manajerial baru dan perilaku (Fayolle, 2007:54). Pada tingkat pendidikan, PKuM menyangkut aspek-aspek yang saling berkaitan, yaitu (a) tujuan pendidikan kewirausahaan, (b) kelompok sasaran, (c) kurikulum, (d) metode pendidikan, (e) pelaksanaan proses pendidikan, dan (f) evaluasi. Tujuan menjelaskan situasi yang direncanakan dan diharapkan untuk dapat dicapai, yaitu terwujudnya kompetensi kewirausahaan yang mencakup: kompetensi kognitif, kompetensi sosial, dan kompetensi yang berorientasi pada aksi/tindakan (Boyless, 2012:47). Senada dengan ini, Fayolle (2008) berpendapat bahwa pendidikan kewirausahaan memiliki tiga kategori yaitu tujuan meningkatkan kesadaran siswa, mengajarkan teknik, prosedur dan pemecahan masalah, dan mendukung proyek sebagai perusahaan mutual. Pikiran lain diperdebatkan oleh Mwasalwiba (2010:26) yang menunjukkan bahwa tujuan spesifik pendidikan kewirausahaan dapat dikelompokkan dalam belajar “tentang”, belajar “untuk”, belajar “melalui”, dan belajar “dalam”, juga programprogram pelayanan kepada masyarakat. Penyelenggaraan PKuM diharapkan terlaksana secara efektif yaitu terjadinya peningkatan kesejahteraaan kepada individu, kelompok maupun masyarakat. Dalam hal ini, kelompok sasaran harus mampu menjadikan hasil pembelajaran yang telah dicapainya menjadi bermakna bagi kehidupannnya. Hasil pembelajaran yang dicapai bukan hanya sebagai sesuatu yang tidak berguna atau innerts idea, namun diaplikasikan dalam bentuk kegiatan
wirausaha yang produktif dalam kehidupan seharihari baik secara individu maupun secara kelompok. Kegiatan produktif harus mampu memberikan keuntungan materi dan ekonomi bagi mereka. Lebih jauh, hasil penerapan hasil belajar perlu diarahkan pada pengembangan peran sosial yang positif kelompok sasaran dalam kehidupan masyarakatnya seperti bertindak sebagai pengembang masyarakat dan pendidik masyarakat, dan peningkatan kontribusi yang positif pada kehidupan politik khususnya ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pengambilan keputusan dalam menghadapi masalah yang dihadapi bersama. Pendidikan kewirausahaan masyarakat perlu menghasilkan produktivitas, adaptabilitas, dan kontinuitasnya. Dilihat dari aspek lain, PKuM yang berhasil atau efektif adalah memberikan umpan balik dan masukan, tentunya dicapai dengan melihat hasil evaluasi pendidikan ini, guna pengambilan keputusan untuk perbaikan kepada pihak terkait penyelenggaraan PKuM seperti para pengelola dalam rangka mengetahui kendala-kendala, perbaikan, dan/atau penghentian program pendidikan kewirausahaan; terhadap pendidik atau narasumber dalam rangka mengembangkan kemampuan melatih dan refleksi diri, dan bagi para donator atau pihak lain dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas partisipasi dalam menyukseskan proses pendidikan kewirausahaan (Linton & Pareek, 1984). Mendasarkan pada pemikiran di atas, maka dipandang perlu melakukan penelitian mengenai kebermanfaatan PKuM yang diselenggarakan terhadap kemajuan kelompok sasaran baik individu maupun masyarakat guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk menjadi masukan pengembangan PKuM yang memiliki kontribusi positif pada keberhasilan pendidikan di masa yang akan datang dan guna menghasilkan efektivitas program pendidikan kewirausahaan masyarakat yang lebih besar terhadap kemajuan masyarakat.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan studi kasus yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah mengenai “bagaimana” dan “mengapa” suatu aktivitas atau phenomena terjadi atau berlangsung (Yin, 2014:4). Dalam hal
ini, penelitian dimaksudkan untuk mengkaji dampak pendidikan kewirausahaan masyarakat (PKuM) yang telah dilaksanakan terhadap peningkatan kualitas kelompok sasaran dan/atau masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
45
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
sampai dengan September 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap unit analisis yang merupakan kegiatan pendidikan kewirausahaan masyarakat yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Unit analisis yang dikaji ini adalah desa Vokasi Gemawang sebagai rintisan yang dilaksanakan di Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, dan dua program Desa Vokasi yang merupakan imbas yang dilaksanakan masing-masing di Desa Sukoharjo, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati, dan Desa Karangrandu, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Ketiga unit analisis ini ditentukan secara bertujuan (purposive).
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian adalah mereka yang terlibat dan/atau mengetahui banyak mengenai penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan masyarakat yaitu inisiator pendidikan kewirausahaan (P2PNFI, SKB), para pengelola, kelompok sasaran, narasumber, aparat pemerintahan desa, dan tokoh masyarakat. Analisis data dilakukan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Sedangkan, untuk mencapai keabsahan data dilakukan triangulasi, dan perpanjangan pengamatan.
Penelitian yang dilakukan ini mengkaji pendidikan kewirausahaan masyarakat dalam hal ini program pendidikan Desa Vokasi yang telah dilaksanakan. Melalui program pendidikan Desa Vokasi ini diharapkan dapat membentuk kawasan desa yang menjadi sentra beragam vokasi, dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya dan kearifan lokal. Dengan demikian, warga masyarakat dapat belajar dan berlatih menguasai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan sumber daya yang ada di wilayahnya, sehingga taraf hidup masyarakat semakin meningkat (Ditbinsuslat, 2013:2). Adapun program PKuM yang dikaji meliputi: (a) Desa Vokasi Gemawang yang ada di Kab. Semarang, (b) Desa Vokasi Sukoharjo, yang berada di Kabupaten Pati, dan (c) Desa Vokasi Karangrandu, di Kabupaten Jepara. Desa Vokasi Gemawang merupakan rintisan program PKuM yang dikembangkan pemerintah melalui P2PAUDNI Regional 2, dan kedua Desa Vokasi lainnya merupakan pengembangannya yang dilakukan oleh SKB setempat. Di Gemawang, terdapat aktivitas wirausaha yang sampai saat ini berjalan yaitu: usaha pembuatan baik, yang dikelola seorang pelaku usaha dengan 9 orang pekerja yang mana mayoritas pekerjanya adalah warga belajar yang pernah mengikuti PKuM, usaha kuliner/produksi makanan ringan yang dilakukan oleh 12 orang lulusan PKuM, dan pembuatan alat permainan edukatif yang dikembangkan oleh seorang lulusan PKuM dengan 5 orang pekerjanya. Di Karangrandu, terdapat kelompok kuliner “Sri Mulya” yang memiliki
anggota sekitar 25 orang berusaha memproduksi makanan/kue basah. Di Sukoharjo, terdapat kelompok wirausaha budidaya pembibitan ikan lele dengan anggota sekitar 30 orang anggota. PKuM yang dilaksanakan idealnya memberikan dampak yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan baik bagi kelompok sasaran, organisasi penyelenggara, maupun masyarakat. Hasil penelitian berikut ini berusaha memaparkan mengenai dampak PKuM terhadap kemajuan dalam aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik yang terjadi setelah pelaksanaan PKuM. Penyajian dampak PKuM dilakukan dalam paparan per PKuM maupun lintas PKuM. 1. Dampak PKuM Desa Vokasi Gemawang Keberadaan PKuM desa vokasi Gemawang dipandang penting oleh warga masyarakat. Mereka memandang bahwa program desa vokasi sangat dibutuhkan karena dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Bs, Kepala Desa Gemawang menyatakan bahwa kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat merupakan dasar kebutuhan yang keberadaannya harus menjadi prioritas. Dari ketercapaian kebutuhan pendidikan tersebut, seterusnya akan membentuk pola pikir masyarakat yang berkualitas, yang nantinya akan berpengaruh terhadap sektor-sektor lain dalam kehidupan, termasuk perilaku produktifnya masyarakat dalam melakukan usaha di bidang ekonomi “...melalui program desa vokasi ini pendidikan masuk dalam bentuk pelatihan-pelatihan keterampilan, mengawali proses pemberdayaan terhadap masyarakat desa...” (Wawancara,15/9/2013). PKuM ini dipandang sebagai upaya mengatasi minimnya pengetahuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
46
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
dan keterampilan yang dibutuhkan guna mengelola dan memanfaatan potensi yang ada di masyarakat. Berbagai potensi wirausaha yang ada di masyarakat sebelum PKuM desa vokasi masih belum optimal dimanfaatkan. Hal ini diindikasikan dengan produktivitas hasil usaha yang diperoleh warga masyarakat masih minim sebagaimana terjadi pada kelompok Tataboga yang mana sebelum dilaksanakan PKuM, para anggota mengalami kesulitan dalam memperoleh pendanaan untuk membeli peralatan produksi dan tidak memiliki pengetahuan yang baik dalam menghasilkan produknya. PKuM desa vokasi yang telah dilaksanakan memberikan manfaat positif berupa peningkatan pendapatan bagi para anggota kelompok usaha produktif. Sut, sebagai ketua kelompok wirausaha tataboga, menjelaskan mengenai manfaat yang diperoleh melalui kelompok wirausaha yaitu dengan didapat bantuan berupa modal untuk pendanaan guna menjadikan usaha kelompok menjadi lebih maju (Wawancara, 20/10/2014). Pendapat senada disampaikan Fz, ketua kelompok wirausaha batik yang menyatakan bahwa sekarang para anggota atau karyawan yang bekerjasama dengannya sudah mengalami peningkatan secara ekonomi misalnya dalam hal kemampuan menggunakan daya listrik dimana sebelum terlibat dalam kelompok banyak anggota kelompok hanya mampu memasang daya listrik 450 watt, dan setelah terlibat kelompok dirinya mampu memasah daya yang rata-rata sudah 2200 watt (Wawancara, 20/10.2014). Begitu pula perubahan pendapatan warga masyarakat terjadi pada kelompok APE yang memandang bahwa, sebagaimana dikemukakan oleh Mhn bahwa PKuM telah mampu meningkatkan pendapatan dari para pekerjanya dimana mereka mendapatkan ratarata Rp 50.000,- per hari yang mana lebih besar dibanding dengan penghasilan sebelum tergabung dalam kegiatan pembuatan alat permainan edukatif (Wawancara, 22/10/2014). Pendapat lain dikemukakan oleh Zrf, sebagai anggota usaha produktif madu, yang menyatakan bahwa pembentukan pra-koperasi idealnya dapat diwujudkan agar lebih dapat memberikan kekuatan atau kemampuan berusaha bagi para anggota kelompok. Pra-koperasi dapat menjadi suatu wahana yang berfungsi untuk penetapan keseragaman harga penjualan, memudahkan memperoleh
bantuan dari pihak luar, dan memungkinkan menjadi sarana simpan-pinjam yang dapat menguntungkan para anggota kelompok. Namun disayangkan karena muncul ketidakharmonisan dalam kelompok menyebabkan kelompok tidak dapat berjalan sesuai harapan, ”...sekarang ini setiap anggota kelompok masih melakukan pekerjaannya sendiri-sendiri, adapun mereka saling membantu hanya pada waktu panen madu, mereka hanya membantu tenaga pengambilan madu...” (Wawancara, 20/10/2014). Mendasarkan pada temuan di atas, disimpulkan bahwa PKuM desa vokasi Gemawang dipandang sangat penting untuk kemajuan ekonomi masyarakat. Ini dipandang menjadi upaya yang dapat membekali warga masyarakat dengan keterampilan dan pengetahuan berusaha guna melakukan usaha produktif. Terjadi perubahan kualitas kehidupan ekonomi anggota dan keluarganya sebagai hasil dari pemanfaatan keterampilan fungsional yang dimilikinya. Walaupun demikian, keberhasilan pemanfaatan keterampilan fungsional nampaknya tidak selalu sesuai harapan apabila sumberdaya yang mendukung untuk pengembangannya tidak dapat terakses baik karena ketidakmampuan mencapainya, keberadaan akses dan mekanisme yang sulit, atau karena perilaku individu-individu negatif. Keberadaan PKuM desa vokasi pun memungkinkan tercipta kehidupan sosial masyarakat menjadi kondusif. Kelompok wirausaha berfungsi pula sebagai wahana untuk saling membelajarkan dan membina hubungan positif dengan orang lain. Hal ini terlihat dengan adanya pertemuan rutin antar anggota kelompok yang menjadi sarana untuk saling berbagi pengalaman dan saling membantu seperti pada kelompok wirausaha tataboga yang mana memungkinkan setiap anggota yang mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan baku dapat memperoleh bahan baku berupa ubi singkong dengan meminjam bahan baku kepada anggota yang lain. Pertemuan rutin pun menjadi sarana untuk saling mengingatkan agar kelompok dan usaha masing-masing tidak mengalami kemunduran dana harus tetap terjaga keberlangsungannya. Selain itu, menurut Sut “...seringnya desa ini (Gemawang) dijadikan lokasi kunjungan dari orang-orang luar, produk keripik saya dapat terjual, mereka membeli kripik kami sebagai oleh-oleh...” (Wawancara, 20/10/2014). Pendapat senada dari pelaku usaha
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
47
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
APE, yang memandang bahwa adanya program desa vokasi ini (APE) telah menjadikan dirinya mampu memberikan lebih dalam hal memberikan bantuan sosial kepada masyarakat selain telah memberikan masukan pendapatan yang cukup bagi para pekerjanya, “...malah apabila ada kegiatan kampung/desa, saya sering diminta sumbangan yang lebih besar dibanding warga masyarakat lainnya, mungkin karena dipandang berhasil dalam usaha...” (Wawancara, 22/10/20014). Adanya hubungan yang baik dengan pengelola lokal dan para pelaku wirausaha menjadi suatu hal yang menguntungkan. Hubungan ini diwujudkan dalam bentuk pertemuan rutin dan melalui hubungan informal dalam kehidupan sehari-hari. Pertemuan antara kelompok yang diwakili oleh ketua masingmasing kelompok berjalan sebagaimana diharapkan berfungsi sebagai wadah dimana kelompok dapat berkoordinasi dengan pengelola lokal, saling berdiskusi mengenai permasalahan yang ditemukan, dan saling memberikan informasi terkait dengan kemajukan kelompok. Namun disayangkan, bahwa menurut Amn bahwa pertemuan ini sudah tidak terjadi secara rutin karena kesibukan pengelola lokal dan banyaknya anggota atau kelompok yang sudah tidak menekuni kegiatan usahanya (Wawancara, 21/10/2014). Fungsi kelompok usaha nampaknya bukan semata-mata sebagai sarana untuk mencari keuntungan, namun juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, saling mengenal, dan berbagi informasi diantara para anggotanya. Dalam kelompok dibentuk sikap dan perilaku untuk mementingkan kepentingan bersama dalam hal mencapai tujuan kelompok yang telah disepakati. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kehidupan kelompok diwarnai oleh komitmen yang erat dari semua anggotanya. Kehadiran kelompok tidak sebatas menjadi wadah yang tidak memberikan manfaat besar kepada anggotanya. Di bidang politik, keberadaan kelompokkelompok usaha produktif wirausaha yang ada di Desa Gemawang walau tidak besar mampu memberikan pengaruh pada dinamika partisipasi politik. Salah satunya adalah produk wirausaha batik yang mana batik yang berdesain “kembang kopi” telah menjadi icon kabupaten Semarang. Pemerintah Kabupaten Semarang sudah mengakui keberadaan motif tersebut dan sudah meminta
48
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
memproduksi kain batik yang akan digunakan untuk para staf atau pegawai di lingkungan pemerintahan setempat. Hal lain adalah aktivitas–aktivitas wirausaha yang ada - beserta kegiatan pendidikan masyarakat yang lainnya - telah menyebabkan pengakuan positif baik di tingkat desa maupun di tingkat kabupaten. Aktivitas dimaksud dipandang menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk dapat menarik kunjungan dari individu atau lembaga lain yang dapat menghasilkan manfaat ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat melalui penyelenggaraan berbagai pameran produk-produk wirausaha yang ada secara runtin. Mendasarkan pada uraian di atas, diperoleh gambaran bahwa kegiatan-kegiatan wirausaha produktif sebagai hasil dari PKuM mampu memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan/penghasilan bagi anggota kelompok; dan memberikan manfaat sosial seperti rasa kebersamaan, saling mengenal, dan memberikan informasi selain dapat meningkatkan status sosial dalam masyarakat. Namun, manfaat yang dihasilkan belum dapat berimbas lebih besar terhadap kehidupan masyarakat setempat. Apa yang disebut dengan nurture effect dari PKuM masih belum optimal terjadi. Hal ini terlihat dari aktivitas wirausaha atau ekonomi yang ditimbulkan cenderung masih dalam satu aktivitas yang sama, masih minim menumbuhkan aktivitas-aktivitas ekonomi atau usaha yang lain. 2. Dampak PKuM Desa Vokasi Karangrandu Keberadaan kelompok wirausaha kuliner Karangrandu dipandang memberikan perubahan berarti kepada para warga kelompok. Mereka memandang bahwa kegiatan kelompok telah memberikan peningkatan pendapatan bagi semua anggota, walaupun disadari berbeda-beda tingkat pendapatan yang didapat oleh masing-masing anggotanya. Menurut seorang dukuh setempat, berinisial Abd, keberadaan kelompok kuliner telah merubah pekerjaan beberapa anggota kelompok yang semula sebagai buruh tani atau buruh meubel menjadi pelaku usaha bisnis kuliner (Wawancara, 5/2014). Hal ini didukung oleh penyataan MuSy, yang merupakan single parent, bahwa penghasilan yang didapat dari hasil berjualan dan menjadi “juru masak” pada suatu waktu atau kesempatan di tempat hajatan atau kegiatan pesta lainnya yang diselenggarakan oleh anggota atau
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
warga masyarakat dapat membantu membiaya berbagai kebutuhan ekonomi keluarga (Wawancara, 5/2014). Kedua pendapat dimaksud memberikan pemahaman bahwa pendidikan kewirausahaan yang diselenggaraan di wilayah Karangrandu memberikan manfaat berupa peningkatan pendapatan bagi para anggotanya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana keberadaan kelompok sasaran mampu meningkatkan kualitas ekonomi dari warga masyarakat sekitar. Artinya, peningkatan pendapatan atau penghasilan yang dirasakan oleh individu anggota kelompok juga dialami oleh warga masyarakat lain. Dalam upaya memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi, sebagaimana fungsi pendidikan yaitu menjadikan individu menjadi lebih produktif (Noeng Muhadhjir, 2001), PKuM yang telah dilaksanakan ini belum mampu memberikan manfaat ekonomi kepada warga masyarakat di luar para anggota kelompok dan keluarganya. Hal ini diindikasikan dengan anggota kelompok yang mana sejak awal masih belum menjadikan warga masyarakat lainnya yang ingin bergabung dengan anggota. Manfaat ekonomi yang masih dalam skala kecil yang terjadi dalam kelompok wirausaha ini dapat disebabkan keterbatasan modal yang dibutuhkan anggota kelompok. Walaupun ada kesadaran bahwa para anggota kelompok wirausaha membutuhan modal, keberanian dalam mencari sumber pendanaan atau modal masih belum muncul. Mereka memandang bahwa kelompok belum berani mengambil resiko untuk meminjam pendanaan dari luar, dan tidak terbiasa dalam mengelola pendanaan yang besar sebagaimana Nt menyatakan ‘...kami belum berani mengajukan pinjaman yang besar ke pihak lain...” (Wawancara, 17/7/2014). Hal berbeda disampaikan oleh kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BKK Kecamatan berinisial Hdy bahwa keberadaan kelompok wirausaha ini sedikit banyak telah menjadikan para anggota memiliki kesibukan berusaha secara perorangan, namun disadari untuk menjadikan mereka pelaku usaha yang profesional, “...mereka kurang menginternalisasi atau memiliki jiwa wirausaha yang sungguh-sungguh, sulit membentuk jiwa wirausaha dari kelompok masyarakat yang marginal, namun kami selalui memotivasi mereka...” (Wawancara,17/7/2014).
Dalam aspek sosial, keberadaan kelompok memberikan manfaat bagi para anggotanya. Adanya kegiatan arisan yang dilakukan setiap sebulan sekali memberikan nuansa kebersamaan antara para anggota, bahkan dengan para petugas dari BKK. Mereka merasakan nuansa kekeluargaan yang lebih baik, rasa persaudaraan yang lebih baik, dan tumbuhnya perasaan senang. Kegiatan arisan pun dapat menjadikan mereka menjadi lebih peduli pada sesama yang diwujudkan dalam bentuk saling mengunjungi apabila ada salah satu anggota yang mengalami musibah dan atau kepentingan lain. Hal lain adalah tumbuhnya sikap saling membantu di antara mereka, yang mana diwujudkan dalam perilaku saling pinjam alat produksi dalam pembuatan kuliner apabila salah seorang anggota memerlukan alat produksi tertentu. Anggota kelompok dapat meminjam alat produksi yang dimiliki kelompok atau alat produksi yang dimiliki masing-masing anggota. Dalam peminjaman, tidak ada kewajiban untuk membayar sewa alat, namun hanya diharapkan alat yang dipinjam tetap dalam keadaan baik. Selain itu, kehadiran petugas BP2KB setempat dipandang positif para anggota lebih mengenai memahamai mengenai kesehahatan reproduksi dan keluarga yang bahagia. Hal di atas menunjukkan bahwa kelompok nampaknya memiliki interaksi antar anggota yang erat dan perilaku saling membantu cukup menggembirakan. Hal ini menunjukkan fungsi sosial dari kelompok sudah terjadi, namun masih terjadi dalam hubungan internal kelompok. Dalam konteks pengembangan kegiatan usaha, terlihat bahwa hubungan saling membantu dalam memajukan usaha masih sebatas pada semua anggotanya. Dalam hal ini, bantuan kepada warga masyarakat lain di luar kelompok terkait dengan kegiatan memajukan usaha yang ditekuni masih belum banyak dilakukan, padahal fungsi kelompok dalam memberdayakan masyarakat lain harusnya terjadi. Keberadaan kelompok memberikan pengaruh pada pengambilan keputusan di tingkat lokal atau desa. Dalam konteks pengambilan keputusan di pemerintahan desa, kelompok yang diwakili oleh para pengurusnya sering dilibatkan. Kelompok diminta saran atau pemikiran mengenai rencana kegiatan yang akan diselenggarakan di wilayah pedesaan misalnya pameran kuliner yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali, dan kegiatan menyamput
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
49
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
perayaan hari besar baik wilayah maupun nasional. Hal lain adalah keberadaan kelompok telah menarik perhatian dari instansi terkait misal BKKBN yang selalu melakukan pendampingan kepada kelompok sekaligus menjadikan kelompok menjadi wadah atau sarana untuk menyebarkan informasi terkait dengan kesehatan repoduksi dan kesejahteraan keluarga. Mendasarkan pada temuan di atas, dapat dikemukakan bahwa keberadaan kelompok dapat memberikan manfaat yang bermakna bagi para anggotanya berupa peningkatan pendapatan walau peningkatan pendapatan dimaksud masih relatif kecil terjadi pada warga masyarakat di luar kelompok. Kelompok pun menjadi tempat bagi para anggotanya untuk saling membantu dan bekerja sama sekaligus saling berbagai pengetahuan mengenai kegiatan usaha dan kesehatan reproduksi dan keluarga. Hal lain adalah sumbangsih kelompok sudah dapat dirasakan dalam proses pengambilan keputusan di masyarakat setempat. Namun demikian, keberadaan kelompok idealnya menjadi suatu wahana dalam memberdayakan warga masyarakat secara keseluruhan. 3. Dampak PKuM Desa Vokasi Sukoharjo Kelompok budidaya bibit ikan lele “Tirtorejo” saat ini memiliki anggota sejumlah 20 orang dengan masing-masing anggota memiliki tempat budidaya ikan lele yang berbeda-beda luas dan jumlahnya dan dikelola oleh mereka sendiri. Mereka menghasilkan bibit ikan lele yang beragam sesuai dengan kebutuhan para konsumen bibit ikan lele. Dalam hal ini, tidak ada keharusan dari kelompok kepada setiap anggota untuk menentukan jenis bibit ikan lele apa yang akan dibudidayakan. Dengan kata lain bibit ikan lele yang dihasilkan akan berbeda sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota kelompok. Mekanisme pemasaran bibit ikan lele ke konsumen tidak diatur dalam kelompok. Artinya, setiap anggota kelompok memiliki kebebasan dalam menjual hasil budidayanya. Penjualan bibit ikan lele dilakukan melalui mekanisme yaitu: para anggota langsung menjual ke petani ikan lele (pembesaran lele), para anggota langsung menjual ke para bakul atau pengepul bibit ikan lele, dan para anggota melalui anggota lain menjual ke bakul atau para peternak pembesaran ikan. Yang terakhir dilakukan apabila bibit ikan lele yang dipesan oleh bakul atau peternak pembesaran ikan lele kepada
50
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
salah seorang anggota tidak tersedia dan anggota bersangkuatan memberikan informasi mengenai ketersediaan bibit ikan lele yang dimiliki anggota lain. Hal yang ditekankan dalam proses penjualan adalah khusus untuk penjualan ke bakul, para anggota hanya menjual kepada bakul yang sudah sering dan dikenal oleh para anggota. Hal ini dilakukan karena khawatir perilaku negatif dari para bakul misalnya mempromosikan kejelekan bibit yang dihasilkan. Namun demikian, walaupun ada kebebasan dalam menjual baik menjual ke konsumen langsung maupun ke bakul, anggota menggunakan harga penjualan bibit yang seragam atau ukuran standar sesuai dengan ukuran bibit lele yang akan dijual sehingga terhindar dari persaingan yang tidak sehat antar anggota yang akhirnya menghancurkan usaha yang ditekuni. Sudah dipahami bahwa harga jual bibit ikan lele kepada para bakul relatif lebih rendah dibanding menjual langsung kepada para petani pembesaran ikan lele. Keberadaan kelompok budidaya bibit ikan lele telah memberikan manfaat finansial yang baik terhadap kehidupan keluarga para anggotanya. Para anggota memandang mereka memiliki pendapatan yang relatif mencukupi di samping kegiatan lain sehingga meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan adanya salah seorang anggota menyatakan bahwa penghasilan sebesar Rp 3.000.000,- per bulan dari usaha pembibitan. Hal senada dinyatakan oleh Trm bahwa karena memiliki kolam pembibitan yang cukup banyak yang mana memerlukan modal awal sebanyak kurang lebih Rp 30 juta dalam sebulan, keuntungan bersih yang diperoleh adalah sekitar Rp 10 juta. Jaj sebagai salah satu anggota kelompok yang berasal dari Cirebon menyatakan “...pekerjaan ini sudah menjadi pekerjaan pokok yang sampai ini saya geluti, kebutuhan keluarga, sekolah anak didanai dari usaha ini...” (Wawancara, 29/03/2014). Bahkan beberapa orang diantara anggota kelompok telah mampu mempekerjaan warga masyarakat dalam melakukan kegiatan usahanya. Artinya, anggota kelompok membayar tenaga kerja yang dipekerjakannya. Melihat pernyataan kedua informan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kewirausahaan yang dilakukan telah memberikan manfaat ekonomi yang relatif baik bagi para anggota kelompok. Perilaku saling membantu dan anjang sana
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
nampaknya memberikan kepuasan kepada semua anggota. Mereka menganggap bahwa dalam kehidupan berkelompok terjadi rasa persaudaraan yang lebih kuat antar anggota kelompok, selain dengan sesama warga masyarakat lainya. Kehidupan usaha secara berkelompok dipandang mampu membangun rasa kebersamaan dalam berusaha dimana apabila usaha secara mandiri. Mereka memandang bahwa berkelompok memberikan kemudahan dalam kegiatan pembudidayaan bibit ikan lele, Dn (Wawancara, 29/03/2014) menyatakan dengan berkelompok dirinya mudah untuk bertanya kepada teman dan berbagi pengalaman baik berhasil maupun gagal dalam berusaha; serta mengindari perilaku negatif yang dapat merugikan orang lain. Keberadaan kelompok mendatangkan perhatian yang besar dari pemerintah desa setempat. Pemerintah desa menganggap kelompok budidaya bibit ikan lele menjadi suatu wadah untuk memajukan kualitas hidup masyarakat di lingkungannya, sebagai media untuk mengatasi masalah kemiskinan yang ada di masyarakat. Pemerintah menyambut baik setiap kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mengembangkan kelompok dimaksud. Pada saat ada kegiatan penilaian mengenai kelompok budidaya ikan yang berprestasi, pemerintah desa memfasilitas penyelenggaraan kegiatan tersebut. Selain itu, aparat desa selalu memberikan motivasi pada kesempatan-kesempatan tertentu kepada semua anggota kelompok. Walau disadari bahwa pemerintah desa setempat belum mampu memberikan bantuan pendanaan karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki desa.
4. Analisis Dampak Lintas PKuM PKuM yang telah diselenggarakan mampu memberikan manfaat positif terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dalam aspek ekonomi, penyelenggaran PKuM yang dilaksanakan mampu memberikan manfaat berupa peningkatan keterampilan berwirausaha masing-masing anggota yang digunakan untuk bekerja dan akhirnya mampu meningkatan pendapatannya. Ketiga PKuM yang dikaji mampu menyebabkan terjadinya peningkatkan pendapatan anggota walaupun peningkatan pendapatan yang dicapai masih relatif kecil untuk meningkatkan pendapatkan di lingkungan masyarakatnya. Hanya pada kelompok PKuM pembibitan lele yang sudah mulai merintis usaha pembuatan kerupuk berbahan baku ikan lele bagi para ibu rumah tangga yang ada di dusun Gambiran. Dalam aspek kehidupan sosial, nampak dalam ketiga kelompok wirausaha yang diteliti dapat dipahami bahwa kegiatan bersama mampu meningkatkan rasa saling membantu, kerja sama, dan tolong menolong dalam mengembangkan usaha masing-masing. Walau disadari, hal positif dimaksud masih berfokus pada kelompok dan masih kurang terjadi atau dirasakan oleh warga masyarakat di luar kelompok usaha. Sedangkan pada aspek politik, keberadaan usaha wirausaha yang ada telah memberikan hal positif bagi kemajuan masyarakat. Terdapat pengakuan dari pemerintah lokal mengenai urgensi kelompok dalam memberdayakan warga masyarakat, peran anggota kelompok dalam proses pengambilan kebijakan lokal, dan peningkatan partisipasi anggota kelompok dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. Dampak PKuM yang dikaji secara lintas PKuM tersaji dalam tabel 1 .
Tabel 1. Agregat Dampak PKuM Desa Vokasi Kasus PKuM
Dampak PKuM Aspek Ekonomi
Aspek Sosial
Gemawang
• Peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat
• Peningkatan kohesi antar anggota • Saling membantu • Peningkatan status social
• Pengakuan pemerintah lokal • Partisipasi material meningkat • Keterlibatan aktif di masyarakat
Karangrandu
• Peningakan pendapatan keluarga
• Peningkatan kesehatan reproduksi • Saling membantu antar anggota
• Partisipasi dalam pengambilan kebijakan pemerintahan lokal
Sukoharjo
• Peningakan pendapatan keluarga • Percontohan ekonomi dari luar • Merintis kuliner lele (krupuk) bagi IRT
• Anjang sana • Saling membantu • Saling memberikan informasi
• Pengakuan pemerintah lokal
Pendidikan nonformal memberikan manfaat terhadap masyarakat baik pada dimensi individu
Aspek Politik
maupun pertumbuhan kolektif (Preece, 2010) sebagaimana dalam gambar 1. Pada outcome level
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
51
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
individu, pendidikan nonformal memberikan manfaat (1) sosialisasi ke dalam tata kehidupan yang ada (status quo) walaupun dapat pula berkontribusi pada pertumbuhan masyarakat sebagai suatu faktor skunder, serta (2) mengembangkan pertumbuhan individu dan rasa percaya diri (self esteem) dan para level masyarakat yang mana pendidikan lebih bersifat kolektif ditujukan untuk perubahan kolektif dan transformasi sosial, yang mana ini pun berkontribusi pada pertumbuhan individu dan partisipasi masyarakat. Misalnya, Kuenzi (2005) menyatakan manfaat pendidikan nonformal yang mencakup: menggerakkan orang untuk mengatasi masalah masyarakat, memiliki organisasi masyarakat, membangun kepemimpinan dalam organisasi, melaksanakan pertemuan tentang pekerjaan, dan membahas masalah/isu bersama, dan muncul organisasi masyarakat yang dimiliki warga masyarakat (Preece, 2010). tat 1. S an os an ial ya isa ng si ad ke d a ( al sta am tus qu o)
Individual
Formal
Fleksibel
2
ip
rtis
a .P
i as
sy
ma
t
ka
a ar
l, m na ee so est r pe lf n se ha an u k b m ng rtu mba e P e 3. eng m
Kolektif
4 pe . Tr ru an ba sf ha orm n m asi as s ya os ra ial, ka t
Gambar 1. Dampak pendidikan (Preece, 2010) Hasil kajian menunjukkan bahwa penyelenggaraan PKuM yang dilakukan pada masing-masing kelompok sasaran dapat tercapai walaupun dalam tingkat capaian yang berbeda. Secara umum, dalam aspek ekonomi, penyelenggaraan PKuM dapat memberikan keterampilan yang digunakan untuk berkarya dan akhirnya dapat mendatangkan pendapatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan kualitas diri dan keluarganya. Sedangkan dalam aspek sosial, penyelenggaraan PKuM pun mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku sehat, menimbulkan rasa senang, menimbulkan rasa solidaritas, dan kepedulian di antara para anggota atau kelompok sasaran. Namun demikian, penyelenggaraan PKuM yang
52
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
dikembangkan masih kurang dapat memberikan manfaat pada perubahan atau transformasi sosial yang positif, artinya manfaat PKuM yang dicapai sebatas pada keberfungsian individual. Memang disadari bahwa penyelenggaraan PKuM sebagai kegiatan investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia tidak dengan sendirinya secara linear mendatangkan manfaat kepada pihak terkait. Hal ini menunjukkan bahwa dampak yang dihasilkan dari aktivitas pendidikan (PKuM) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya misalnya kesulitan mengubah pola pikir kelompok sasaran, perilaku kurang berani mengambil resiko, perubahan iklim, kepemimpinan dan pengelolaan yang tidak sehat. Sebagaimana Cross (1991) dalam Mutayanjulwa (2010) memberikan gambaran bahwa hambatan dalam pelaksanaan aktivitas pendidikan mencakup: a) hambatan situasional seperti kekurangan dana/uang, kekurangan waktu karena pekerjaan atau tanggungjawab domestik, dan kesulitan transportasi; b) hambatan institusional mencakup praktek atau prosedur yang membatasi kelompok sasaran berpartisipasi dalam proses penentuan program, kurang relevan dengan kebutuhan kelompok sasaran, dan waktu belajar yang terlalu penuh atau rigid; dan c) hambatan disposional yang terkait dengan sikap dan persepsi mengenai diri mereka misal terlalu tua untuk belajar, kurang percaya diri karena minim pendidikan yang dicapai sebelumnya, sikap bosan bersekolah dan aspek budaya/tradisional. Dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan dampak yang besar baik bagi individu maupun masyarakat, PKuM yang akan diselenggarakan perlu mempertimbangkan bahwa bukan hanya semata-mata mempertimbangkan terwujudnya program PKuM yang dipandang tepat bagi kelompok sasaran, namun pula mempertimbangkan keberadaan dan keberfungsian energi sosial yang dapat menjadi penentu keberhasilan PKuM baik pada level kelompok sasaran dan masyarakat. Hasil kajian Biau & Alpama (2009) menunjukkan bahwa ketidakadaan energi sosial yang terbangun dalam wujud kekurangotpimalkan pelaksanaan kegiatan pendidikan nonformal karena kurang optimal partisipasi kelompok sasaran (Preece, 2009). Hal ini dapat memberikan pengertian bahwa PKuM dipengaruhi oleh aspek sosial dan kultur
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
suatu masyarakat, sebagaimana dipahami bahwa energi sosial muncul dari perilaku berinteraksi dalam masyarakat. Pemanfaatan energi sosial dalam PKuM menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat yang dilakukan baik oleh pemerintah, masyarakat atau organisasi, perlu menekankan pada kearifan lokal, sebagaimana harapan dalam
pengembangan masyarakat yang akhir-akhir ini mengurangi adanya penggunaan kebijakan desentralisasi pembangunan, dan menuju pada kebijakan pembangunan yang memperhatikan potensi dan masalah lokal atau endegenous developement.
PENUTUP Kesimpulan PKuM yang telah diselenggarakan meliputi PKuM rintisan yaitu PKuM yang dilaksanakan di Dea Gemawang, Kab. Semarang, dan dua PKuM pengembangan yang dilaksanakan di Desa Karangrandu, Kab. Jepara dan di Desa Sukoharjo, Kab. Pati. Ketiga PKuM yang telah diselenggarakan mampu memberikan manfaat kepada kelompok sasaran yang memiliki keinginan kuat untuk maju dan berusaha menerapkan kemampuan berwirausaha yang telah dimilikinya walaupun dalam tingkat pencapaian yang berbeda. Pada level individu, manfaat dimaksud mencakup: 1) aspek ekonomi yaitu terjadinya peningkatan pendapatan bagi individu pelaku wirausaha, keluarga, dan para pekerjanya; dan masih sedikit pelaku usaha yang mengembangkan usaha produktif untuk warga masyarakat sekitar, 2) aspek sosial berupa peningkatan kepedulian terhadap lingkungan dan terbangunnya rasa kohesivitas sosial diantara pelaku wirausaha pada masing-masing kelompok sasaran; dan 3) dalam aspek politik, walau tidak semua pelaku usaha, keberadaan pelaku usaha telah mampu membangun citra positif lingkungan masyarakatnya dan ikut berpartisipasi dalam penentuan kebijakan pemerintahan lokal. Pada level masyarakat, keberadaan PKuM belum dapat
menyebabkan transformasi sosial yang positif dalam kehidupan masyarakat misalnya bermunculan aktivitas pemberdayaan masyarakat yang lain. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan sebagaimana telah dikemukan, maka beberapa saran dapat dikemukakan berikut: pertama, bagi pengelola desa vokasi gemawang, perlu membangun kembali jejaring kerja sama dengan para pengelola agar keberfungsiannya muncul kembali dan lebih menjadi penggerak masyarakat secara umum; kedua, kelompok wirausaha sebaiknya memiliki aktivitasi ekonomi bersama yang beragam untuk lebih memberda-yakan masyarakat dengan memunculkan aktivitas ekonomi yang memiliki keunggulan yang baik, lebih proaktif dalam mengembangkan kerja sama dalam rangka memperoleh sumberdaya dari pihak luar; dan selalu mengembangkan kebersamaan dalam kelompok; ketiga, pemerintah baik lokal maupun regional sebagai pendamping atau fasilitiator perlu memberikan kegiatan fasilitasi yang lebih bermanfaat dan berkelanjutan bagi kemajuan kelompok usaha; dan keempat, bagi masyarakat yang termotivasi berusaha mandiri dapat mengambil pelajaran dari keberhasilan pelaku usaha.
PENUTUP
Acs, Z. J., et al. (2008). “Entrepreneurship, economic development and institutions”. Small Business Economics, Vol. 31. No. 3. Special Issue: Entrepreneurship, economic development and institutions (October 2008). pp. 219-234. Boyless, T. (2012). “21`st century knowledge, skills, and abilities and entrepreneurial competenies: A model for undergraduate entrepreneurship education”. Journal of Entrepreneurship Education, 15, 41-55. ProQuest Research Library. Drucker, P. F. (1984). Innovation and entrepreneurship. California: Perfect Bound.
Kirby, D. A. 2004). “Entrepreneurship education: can business schools meet the challenge?”. Journal of education training, 46, 510-519. Lynton P., & Pareek, U. (1984). Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja. Terjemahan. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Muntayanjulwa, E. (2011). Nonformal education in development countries: Participation and activities of women groups in Uganda-East Africa. Saarbrucken: LAPLAMBERT Academic Publishing. Mwasalwiba, E. S. (2010). Entrepreneurship edu-
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
53
Dampak Pendidikan Kewirausahaan ...
cation: A review of its objectives, teaching methods, and impact indicators. Education + Training, 52, 20-47. Preece. (2009). Nonformal education, proverty reduction, and life enhancement: A comperative study. Gabarone; Lentswe La Lesedi, Ltd.
54
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Singer, S., Amoros, J.E., & Arreola, D.M. (2015). Global entrepreneurship monitor 2014 global report. London: Global Entrepreneurshiop Research Association. Yin, R. (2014). Case study research: Design and methods. Los Angeles: Sage Publication, Inc.
Penelitian
ANALISIS FUNGSIONALISASI HASIL BELAJAR WARGA BELAJAR KEAKSARAAN DI KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN BOGOR Elais Retnowati e-mail:
[email protected] Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Jakarta Jalan Rawamangun Muka, Jakarta Timur 13220
Abtrak: penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi fungsionalisasi hasil belajar para warga belajar keaksaraan di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini dilaksanakan pada bulan April hingga September 2013 di Desa Sukaresmi.dan Sukadamai.. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengamatan, wawancara dan membuat catatan lapangan. Teknik analisis data adalah dengan menyusun, mengklarifikasi, mereduksi, menganalisis, dan menginterpretasikannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan warga belajar program KF di Desa Sukaresmi dan Sukadamai baru pada tahap keterampilan dan kemampuan dasar. Oleh karena itu, perlu ditingatkan lagi menjadi tingkat keaksaraan mandiri sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Kata-kata kunci: fungsionalisasi hasil belajar, warga belajar, keaksaraan fungsional.
ANALYSIS OF FUNCTIONING LEARNING ACHIEMENT OF LITERACY LEARNING COMMUNITY MEMBERS Abstract. The purpose of this research was to describe the real condition of functioning learning achievement of the literacy of the learning community members in Sukamakmur Sub-district, Bogor District. The research based on qualitative approach was conducted as from April through September 2013 in Sukaresmi village and Sukadamai village. The data were collected by observation, interview, and field note taking. The data were analyzed by structuring, clarifying. The findings show, the ability of learning community members in Functional Literacy program in Sukaresmi and Sukadamai just reach at the level of skills and basic competence. The research recommends to accelerate to independent literacy as the important basic to improve the quality of their life. Keywords: functioning learning achievement, learning community members, functional litearcy
PENDAHULUAN Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini menuntut semua warga masyarakat untuk memiliki kemampuan yang sangat mendasar yaitu kemampuan keaksaraan (membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia). Tujuan pembangunan nasional Indonesia dalam melakukan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas merujuk kepada United Nation Development Program (UNDP). UNDP menetapkan kemajuan suatu negara dapat ditentukan oleh tiga indikator indeks pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan, dan indeks perekonomian (UNDP, 2013). Indikator indeks pendidikan merupakan hal yang sangat penting sekali dalam mewujudkan pembangunan manusia yang berkualitas, ketika masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,
maka indeks kesehatan dan indeks perekonomiannya juga akan meningkat. Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia belum merata dan masih setingkat pendidikan dasar (wajib belajar sembilan tahun). Masyarakat yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi masih sedikit; angka putus sekolah pada level pendidikan sekolah menengah atas, pertama, dan dasar masih tinggi; serta banyaknya masyarakat yang tidak mampu mengenyam dunia pendidikan sama sekali. Hal tersebut kemudian yang mengakibatkan banyak sekali masyarakat yang buta aksara. Berbagai upaya untuk menurunkan angka jumlah buta aksara perempuan telah dilakukan, salah satunya dengan dibuatnya peraturan bersama antara Menteri Departemen Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, dan Menteri Dalam
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
55
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
Negeri pada tahun 2005 mengenai percepatan pemberantasan buta aksara perempuan Nomor 17:/Men.PP/Dep.II/VII/2005. Selain itu dikeluarkan pula Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar/Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA). Salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki angka penyandang buta aksara terbesar adalah Kecamatan Sukamakmur. Data dari Laporan Kinerja Camat Sukamakmur tahun 2012 menunjukkan di Kecamatan Sukamakmur yang lulus SD sebanyak 33.389 (43,89%), lulus SLTP sebanyak 8.842 (11,62%), lulus SLTA sebanyak 2.596 (3,41%) dan lulusan perguruan tinggi masih sangat rendah sebanyak 399 (0,52%), tidak lulus SD cukup tinggi sebanyak 15.276 (20,08%), dan warga masyarakat yang belum melek huruf masih tinggi yaitu sekitar 7.327 (10,85%). Melihat kondisi tersebut, yakni masih banyaknya kondisi warga masyarakat di Kecamatan Sukamakmur yang buta aksara/ belum melek huruf, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta pada tahun 2002 melaksanakan program pemberantasan buta huruf/ keaksaraan fungsional di kecamatan ini. Kegiatan keaksaraan fungsional tersebut dilakukan dari tahun 2002-2007, di mana dalam kegiatannya melibatkan mahasiswa dan masyarakat sebagai tutor lokal. Masyarakat yang menjadi warga belajar pada saat diselenggarakan program keaksaraan fungsional oleh Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yaitu sejumlah 435 orang warga belajar keaksaraan lanjutan dengan tutor pendamping sebanyak 42 orang, yang merupakan warga masyarakat dari Kecamatan Sukamakmur sendiri. Pada saat itu tidak semua masyarakat Kecamatan Sukamakmur yang buta aksara dapat mengikuti program keaksaraan fungsional sebab jumlah dana yang dapat diakses hanya dari pemerintah pusat sedang pemerintah daerah melalui dinas pendidikan Kabupaten Bogor hanya mengalokasikan bagi 4 kelompok belajar saja. Fungsional dalam keaksaraan berkaitan erat dengan fungsi dan atau tujuan dilakukanya pembelajaran di dalam pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil belajar benarbenar bermakna atau bermanfaat (Kusnadi, 2005). Pernyataan tersebut merujuk kepada pendapat Coombs (1973) yang mengatakan bahwa pendidikan keaksaraan merupakan kebutuhan dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan 56
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
masyarakat pedesaan di negara-negara berkembang. Pendapat Coombs ini didasarkan atas penelitian dan pengembangan kegiatan pembelajaran yang dilakukannya di Negara-negara berkembang di Amerika Selatan, Afrika dan Asia. Tujuan dilakukannya pengembangan pendidikan nonformal bagi masyarakat di negara-negara tersebut adalah untuk mendukung pembangunan yang dilakukan. Berhasilnya suatu pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, sebab manusialah yang berperan sebagai obyek dan subyek pembangunan. Manusia sebagai obyek pembangunan adalah kualitas manusia dari aspek pengetahuan dan keterampilan dikembangkan melalui pendidikan. Sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan untuk mengisi dan menjalankan pembangunan yang dilakukan. Hal ini yang dimaksud dengan manusia sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Masyarakat di pedesaan pada umumnya kurang dalam aspek mutu pendidikan. Program pendidikan yang dirancang bagi mereka harus bermanfaat bermakna bahwa pengetahuan dan keterampilan keaksaraan yang mereka miliki sebagai hasil belajar dapat mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari misalnya mendukung aspek pekerjaan mereka sehingga pengetahuan dan kecakapan yang mereka miliki itu berperan dalam merubah kondisi sosial ekonominya. Oleh karenanya kemampuan keaksaraan memiliki keterkaitan dengan kemampuan dasar yang sangat bermanfaat untuk berbagai macam aktivitas kehidupan sehari-hari (Hunter, 1985). Selanjutnya pendapat lain mengartikan pendidikan keaksaraan sebagai satu cara untuk mengingat, mencatat, mengungkapkan kenyataan serta berkomunikasi lintas ruang dan waktu (Archer & Cottingham, 1996). Hal tersebut dapat diartikan bahwa belajar keaksaraan bukan sekedar belajar membaca saja, namun juga belajar menulis. Kegiatan mencatat merupakan salah satu implementasi dari kegiatan menulis. Hal-hal apa yang dicatat oleh peserta didik adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Terdapat tiga kategori dasar tentang definisi keaksaraan, di mana setiap kategori itu memiliki makna yang berbeda sesuai dengan perannya dalam kehidupan di masyarakat, yaitu: (a) literacy as a set on basic skills, abilities or competences (keaksaraan merupakan seperangkat keterampilan dan kompetensi dasar), (b) literacy as the necessity
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
foundation for higher quality of life (keaksaraan sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik), dan (c) literacy as a reflection of political and structural realities (keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan kenyataan struktural) (John Hunter, 1997., dalam Kusnadi, 2003). UNESCO mendefinisikan kemampuan keaksaraan atau melek aksara sebagai kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis kalimat sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari, dan seseorang dikatakan mempunyai kemampuan keaksaraan fungsional jika seseorang tersebut dapat terlibat dalam aktivitas dimana kemampuan keaksaraan merupakan prasyarat sebagai effective function kelompok dan sebagai dasar bagi dirinya untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Program Keaksaraan Fungsional dalam mempertemukan kebutuhan belajar warga belajar yang multi level (beragam kemampuan), dikelompokkan dalam tiga tahap keaksaraan yaitu pemberantasan (basic literacy), pembinaan (midle literacy) dan pelestarian (self-learning) (Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2004). Tahap pemberantasan merupakan tahap keaksaraan dasar. Tahap keaksaraan dasar ialah, warga belajar belum memiliki pengetahuan dasar tentang calistung (baca tulis hitung) tetapi telah memiliki pengalaman yang dapat dijadikan kegiatan pembelajaran. Aspek membaca, warga belajar mulai belajar dari huruf abjad (baik vokal maupun konsonan). Aspek menulis, warga belajar mulai menulis nama sendiri, dan alamat. Aspek berhitung, warga belajar menghitung (termasuk mengurutkan dan membacakan) angka 1 sampai dengan 20. Ta h a p p e m b i n a a n m e r u p a k a n t a h a p keaksaraan lanjutan. Tahap keaksaraan lanjutan ialah; warga belajar telah dapat membaca dan menulis dengan agak lancar serta memiliki pengalaman, tetapi perlu meningkatkan kemampuan fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aspek menulis, warga belajar sudah mampu menulis daftar isian di RT, RW atau balai desa. Aspek berhitung, warga belajar melakukan operasi hitung penjumlahan atau pengurangan dan perkalian atau pembagian bilangan hingga dua digit (20 sampai dengan 99). Tahap terakhir, yaitu tahap pelestarian. Tahap pelestarian merupakan tahap keaksaraan mandiri. Tahap keaksaraan mandiri ialah; warga belajar
telah memiliki pengetahuan dan pengalaman. Pada hasil belajarnya, warga belajar diharapkan dapat menganalisa dan memecahkan masalah untuk meningkatkan mutu taraf hidupnya. Contoh, aspek membaca, warga belajar dapat membaca hasil tulisan yang dibuatnya sendiri. Dalam aspek menulis, warga belajar dapat menulis tentang kegiatan sehari-hari dari pikiran, pengalaman, informasi, dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. Aspek berhitung, warga belajar dapat menulis dan mengoperasikan simbol-simbol hitung seperti menambah, mengurangi, mengali, dan membagi untuk hitungan harga yang terkait dengan kegiatan seharihari seperti berbelanja, mengukur, dan menimbang. Aspek aksi, warga belajar dapat melakukan beberapa kegiatan keterampilan fungsional seperti, keberanian mengunjungi instansi yang ada di desa, mengikuti kegiatan di masyarakat atau menjadi pengurus salah satu organisasi seperti Posyandu, Majlis Ta’lim, dan warga belajar dapat menganalisa pengalaman serta membuat bahan belajar atau bahan bacaan di kelompok belajar. Keaksaraan fungsional berfungsi mengembangkan kemampuan dasar manusia yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional dalam meningkatkan mutu dan taraf kehidupan dan masyarakatnya (Direktorat Pendidikan Masyarakat, 2004). Keaksaraan fungsional dapat terlaksana dengan baik dan memotivasi warga belajar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masingmasing daerah, maka pembelajaran keaksaraan fungsional hendaknya mengacu pada prinsip yaitu; konteks lokal; disain lokal; proses partisipatif; dan fungsionalisasi hasil belajar (Kusnadi, 2005). Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu (Tirtonegoro, 2001). Pendapat lain mengemukakan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 1996). Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hasil belajar pada warga belajar keaksaraan fungsional. Dimana hasil belajar dari keaksaraan fungsional yaitu tercapainya hasil belajar yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang penerapannya diterapkan secara
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
57
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria utama dalam menentukan keberhasilan program keaksaraan fungsional, adalah dengan cara mengukur kemampuan dan keterampilan setiap warga belajar dalam memanfaatkan dan memfungsikan keaksaraan atau basil belajarnya dalam kegiatan sehari-hari, yang meliputi membaca, menulis dan keterampilan berhitung praktis yang berguna bagi peningkatan mutu dan taraf hidupnya. Dari hasil proses belajarnya, mereka diharapkan dapat menganalisa dan memecahkan masalah keaksaraan yang dihadapi dalam kehidupan seharihari. Berikut ini adalah beberapa contoh perkiraan hasil program keaksaraan fungsional, di antaranya warga belajar dapat: (a) memanfaatkan kemampuan bacanya untuk memperoleh informasi dan ide-ide baru; (b) memanfaatkan keterampilan menulisnya untuk menggambarkan pengalaman, peristiwa-peristiwa, kegiatan yang dilakukan, membuat rencana, dan menulis proposal; (c) memanfaatkan keterampilan berhitungnya untuk mengatur keuangan, menentukan batas, dan melakukan penghitungan-penghitungan yang berkaitan dengan tugasnya sehari-hari, dan menghitung banyaknya sumber-sumber atau masalah; (d) berdiskusi dan menganalisis masalah dan sumber-sumber, atau potensi yang ada di lingkungannya; dan (e) mencoba ide-ide baru yang dipelajari dari bahan bacaan, dapat menulis dengan benar, menganalisis dan berdiskusi, dan dapat melaksanakan kegiatan belajarnya secara mandiri. Warga belajar keaksaraan mulai belajar dari tingkat aksara dasar ke tingkat lanjut. Adapun empat kompetensi yang dicapai pada tahap keaksaraan tingkat lanjut. Pertama, kompetensi membaca yang meliputi: (a) membaca kalimat dalam 1 paragraf dengan menggunakan bahasa Indonesia; (b) membaca dan memahami berita/tulisan sederhana/pendek dalam koran, majalah, atau selebaran yang menggunakan bahasa Indonesia; serta (c) membaca petunjuk, resep masakan, dan label, aturan pemakaian obat. Kedua, kompetensi menulis yang meliputi: (a) menulis kalimat dalam 1 paragraf dengan menggunakan bahasa Indonesia, (b) mengisi daftar isian/formulir sederhana, (c) menulis surat pemberitahuan, (d) menulis cerita dalam satu alinea/paragraf yang terdiri atas 3 – 5 kalimat, dan (e) menulis angka 101-1000. Ketiga, kompetensi berhitung, yaitu: (a) melakukan perhitungan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian angka 101 – 1000; (b) 58
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
mengenal satuan waktu dan menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari; serta (c) mengenal jenis-jenis ukuran berat dan panjang, melakukan pengukuran panjang dan berat. Keempat, kompetensi berkomunikasi, yaitu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia secara tertulis (Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional) Melihat standar kompetensi tersebut dapat diasumsikan warga belajar telah dapat membaca bahan bacaan yang singkat untuk kemudian dapat melakukan apa yang diperintahkan dalam bacaan tersebut, misalnya membaca resep masakan dan membuat masakan berdasarkan petunjuk resep, aturan penggunaan / meminum obat, yang dalam kehidupan sehari-hari kedua hal tersebut merupakan bagian dari aktivitas keseharian warga belajar. Begitu juga dengan kompetensi menulis, berhitung dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia sehingga fungsionalisasi hasil belajar yang diharapkan dapat tercapai. Untuk mengetahui bagaimana kondisi fungsionalisasi hasil belajar para warga belajar keaksaraan Di Kecamatan Sukamakmur khususnya di Desa Sukaresmi, dan Suka Damai perlu dilakukan suatu penelitian di lapangan, dengan cara mengunjungi warga belajar langsung di tempat kediaman mereka. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan suatu kebijakan mengenai keaksaraan fungsional yang dapat mengembangkan pelaksanaan atau program keaksaraan fungsional di lapangan. Adapun jenis kebijakan dalam penelitian ini yaitu substantive policy, kebijakan yang berkaitan dengan materi, isi atau subject matter kebijakan. Misalnya kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan, perdagangan, dan hukum (Anderson dalam Nawawi, 2008). Kebijakan terhadap penyelenggaraan program keaksaraan fungsional merupakan kebijakan di bidang pendidikan yaitu kebijakan yang meratifikasi deklarasi Dakkar bahwa dunia harus menyelenggarakan pendidikan untuk semua. Dalam meratifikasi kebijakan ini bagaimana pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyikapinya dengan pengalokasian dana penyelenggaraan pendidikan keaksaraan sebagai salah satu upaya memberikan kesempatan mengenyam bagi semua penduduk serta kebijakan lainnya yang berkaitan dengan daya dukung kegiatan ini.
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti melakukan obeservasi untuk menggambarkan, dan menganalisa prilaku para peserta program keaksaraan fungsional dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan prilaku sebagai hasil belajar keaksaraan yaitu, membaca, menulis dan berhitung (calistung). Jumlah desa yang menjadi sasaran kegiatan program KF ada 7 desa terdiri dari Desa Sukaresmi, Suka Damai, Sukamakmur, Sirna Jaya, Suka Mulya, Pabuaran, Cibadak secara keseluruhan berjumlah 65 kelompok belajar. Pada Tahap awal penelitian dilakukan di dua desa yaitu Sukaresmi dan Suka Damai sebanyak 25 kelompok. Dua desa ini merupakan desa paling timur dan jauh (dari ibukota kecamatan) dari tujuh desa sasaran kegiatan. Penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi warga belajar keaksaraan di Desa Sukaresmi.dan Sukadamai. Kegiatan penelitian berjalan sekitar 5 bulan dimulai dari bulan April 2013 sampai September 2013. Teknik penentuan informan yang dipilih adalah purposive sampling. Langkah-langkah yang ditempuh dalam memperoleh data adalah dengan cara melakukan pengamatan, wawancara dan membuat catatan lapangan. Teknik analisis data adalah dengan menyusun dan mengklarifikasi data, mereduksi dan menganalisis data, kemudian menginterpretasikannya. Adapun data yang akan diteliti meliputi: (a) penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari, (b) penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan informasi dalam kegiatan perkenalan, (c) penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan tegur sapa dan percakapan yang fungsional dalam kehidupan seharihari, (d) penggunaan wacana lisan untuk bercerita,
memberikan saran/ tanggapan yang fungsional, (e) penggunaan wacana tulis berupa pesan/ tulisan dalam bahasa Indonesia, (f) melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan informasi yang terkait dengan kehidupan seharihari dalam bentuk karangan singkat, (g) melakukan penghitungan operasi dasar penjumlahan baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari, (h) melakukan penghitungan operasi dasar pengurangan baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari, (i) melakukan penghitungan operasi dasar perkalian baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari, (j) mendapatkan SUKMA setelah selesai mengikuti program keaksaraan fungsional, (k) mengetahui kendala yang dihadapi warga belajar dalam menggunakan kemampuan keaksaraan dalam kehidupan sehari-hari, dan (l) mengetahui harapan masyarakat terhadap kelanjutan pelaksanaan program keaksaraan. Kegiatan dalam tahap pengumpulan data peneliti melakukan pengamatan dan wawancara sehingga diperoleh prilaku yang menetap. Selanjutnya data direduksi untuk melihat pola yang muncul yaitu berupa prilaku keberaksaraan dalam kehidupan sehari-hari. Data yang telah diklarifikasi ini kemudian di display untuk kemudian diinterpretasikan dalam bentuk narasi. Selanjutnya melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak berwenang yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan keaksaraan fungsional di Kecamatan Sukamakmur yaitu kepada penilik pendidikan masyarakat di UPTD Pendidikan, Camat dan Kasubdit Pendidikan Masyarakat Dirjen Paudni Kemendikbud untuk melakukan uji kelayakan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari Warga belajar keaksaraan fungsional pada 25 kelompok belajar keaksaraan yang menjadi responden dalam penelitian ini pada umumnya sudah mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam kegiatan sehari-hari. Kemampuan ini terbukti ketika kepada mereka ditanyakan tentang apa yang mereka rasakan sebagai manfaat dari mengikuti kegiatan KF. Jika sebelum mengikuti kegiatan KF
pada waktu yang lampau ketika diberikan pertanyaan apakah mereka ingin menjadi seperti ibu-ibu muda lain yang memiliki kemampuan membaca, menulis dan berbicara dalam bahasa Indonesia serta dapat ikut kegiatan PKK di balai desa dan kecamatan mereka akan menjawab dalam bahasa lokal seperti berikut ini. “Duka atuh, da abdi mah jelma bodoh tara sakolah, tiasa kitu ngiring kegiatan anu kararitu, pan kedah tiasa maca...” Sekarang mereka akan menjawab dengan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
59
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
pasti meski masih ada tersisa sedikit keraguan, berikut ini jawaban yang mereka sampaikan. “Kalau saya (ibu) diundang ya pasti akan datang, kan saya juga ingin tau biar tambah pengetahuan, biar tidak ketinggalan informasi, tapi apa akan ikut diundang ya..?” Pendapat atau ungkapan yang disampaikan biasanya tentang dirinya dan umunya berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan perasaan dan pikiran, diungkapkan dalam bahasa yang sederhana berkaitan dengan pekerjaan ataupun sesuatu hal yang dirasakan oleh diri dari warga belajar tersebut. Seperti ungkapan berikut ini. “Saya menyesal dulu tidak mau maksa biar disekolahkan oleh abah, coba kalau sekolah saya pasti sudah pinter sama seperti yang muda-muda. Kan di desa banyak kegiatan, Bu Camat juga suka datang mengadakan kegiatan di desa. Orang-orang muda sekarang kan pada pinter bisa masak-masak seperti orang kota, kan diajarin di PKK..” Jawaban atau ungkapan yang diberikan oleh responden ini menunjukkan bahwa warga belajar memiliki kesadaran untuk membekali dirinya dengan pengetahuan agar memiliki kemampuan untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan bagi masyarakat. b. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan informasi dalam kegiatan perkenalan Warga belajar keaksaraan fungsional yang menjadi responden dalam penelitian ini pada umumnya sudah mampu mengungkapkan informasi dalam bahasa Indonesia yang sederhanaketika ditanya meskipun orang yang bertanya adalah orang yang baru pertama kali ditemui. Hal ini terungkap ketika salah seorang peneliti mendatangi salah seorang warga (ibu Emis) untuk bertanya rumah Ibu Nur Sa’adahsalah satu warga belajar di Dukuh 1 dengan menggunakan bahasa Indonesia. Berikut adalah petunjuk yang diberikan oleh ibu Emis. “Oh. Bu Sa’adah rumahnya di sebelah sana ke utara. Adek ikut jalan ini sampai pertigaan, nanti belok ke kanan rumah ketiga sebelah kanan itu rumahnya..” Sebelum mengikuti kegiatan KF warga di desa Sukaresmi dan Sukadamai akan menjawab dengan bahasa daerah atau malah balik bertanya kepada sipenanya apa maksudnya dengan menggunakan bahasa lokal. Jika komunikasi tidak dapat terhubung dengan baik maka mereka akan minta bantuan orang lain untuk membantu memberi jawaban atau 60
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
menanyakan apa yang dimaksud oleh si penanya. Ketika di konfirmasi bahwa dirinya sudah dapat berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia dan ditanya dari mana kemampuan itu diperoleh, jawaban yang disampaikan adalah sebagai berikut. “Pan ibu udah sakolah, itu belajar KF. Ama tutor diajarin bicara Indonesia. Ibu sudah bisa maca, biar belum terlalu lancar ibu juga bisa nulis, sayang balajarnya udah selesai, padahal mah ibu masih mau biar sampai lancar..” Malah ibu Emis kembali bertanya kepada peneliti, berikut adalah komunikasi antara peneliti dan bu emis. “Adek dari mana, bu Sa’adah tadi lewat sini katanya mau ke rumah ponakannya di jonggol. Tunggu saja di sini. Ponakan bu Sa’adah nyunatin, mungkin sore baru datang..” “Gitu bu..wah kita tidak bisa ketemu sekarang ya..Padahal nanti kita mau ke rumah tutor kelompoknya bu Sa’adah. Mau minta diantar ama bu Sa’adah..” “Adek ini dari mana..? (pertanyaan yang sama dan belum diberi jawaban oleh peneliti ditanyakan kembali). Kalau adek mau ketemu tutor, adek mau tanya kelompok belajar ya.. kan ibu juga kelompok belajar KF di sini ada belajar KF juga, ke sini dulu aja, barangkali bisa membantu..” Dari cuplikan komunikasi ini dapat disimpulkan warga belajar KF sekarang sudah bisa berkomunikasi dan berinisiatif untuk memberikan informasi yang dibutuhkan meskipun belum ada informasi tentang maksud peneliti untuk ketemu dengan bu Sa’adah dan tutornya. Bu Emis dapat menerka kira-kira apa yang diinginkan oleh peneliti yang mencoba menawarkan bantuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa wawasan berfikir bu Emis sudah mulai terbuka sehingga dapat menghubungkan informasi yang sangat sedikit yaitu mau ketemu bu Sa’adah dan mau ketemu tutor dengan pembelajaran KF dan tujuan dari peneliti adalah mencari informasi sebab kata tutor bermakna belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh bu Sa’adah adalah KF sama seperti dirinya belajar di kelompok KF. Artinya materi pembelajaran yang dirancang oleh tutor sudah dapat membuka wawasan warga. Warga juga sudah tidak malu atau takut menghadapi orang asing yang baru dikenal karena rasa percaya dirinya saat ini sudah meningkat terlihat dari bu Emis langsung menceritakan dirinya dan berinisiatif untuk membantu. c. Penggunaan wacana lisan untuk mengungkapkan
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
tegur sapa dan percakapan yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari Warga belajar mengungkapkan bahwa pada umumnya saat ini mereka sudah mampu melakukan percakapan dan tegur sapa dalam kegiatan sehariharinya. Sebelum mengikuti proses pembelajaran pada program keaksaraan fungsional, warga belajar belum mampu melakukan percakapan menggunakan bahasa Indonesia serta malu ketika akan melakukan percakapan dengan lawan bicaranya. Misalnya warga belajar yang datang ke balai desa untuk mengurus surat-surat akan diminta untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai upaya membiasakan warga agar dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa nasional. Dokter di Puskesmas akan menyapa warga dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi pembiasaan ini mendorong warga belajar untuk menggunakan bahasa Indonesia sebisanya jika berkenaan dengan keperluan di balai desa, di kecamatan dan di Puskesmas serta ketika berbelanja ke pasar di Citeureup maupun di Cibinong. Sebelumnya mereka hanya melakukan kegiatan belanja ke pasar Jonggol. Dapat dimaklumi sebab di Jonggol mereka dapat menggunakan bahasa lokal sedang jika ke Citeureup atau Cibinong mereka harus menggunakan bahasa nasional. d. Penggunaan wacana lisan untuk bercerita, memberikan saran/ tanggapan yang fungsional. Kemampuan warga dalam menggunakan bahasa lisan untuk bercerita, memberi tanggapan atau saran sudah tampak dalam bahasa komunikasi sehari-hari. Seorang responden Bapak Epul bercerita tentang keadaannya ketika belum bisa membaca, menulis dan berhitung. Epul adalah seorang sais (kusir) dokar. Berikut cuplikan cerita yang disampaikan oleh beliau. “Saya sebelum bisa waktu masih buta huruf sering dibohongin oleh teman-teman sendiri, karena saya tidak tau berhitung. Kuda saya kan pinjam dari tetangga di sewa, setiap hari saya harus setoran lima puluh rebu (Rp. 50.000,-). Tapi yang naik dokar kan tidak banyak. Cuma orang yang habis belanja dari dusun yang tidak ada angkotnya yang naik dokar. Kalau naik angkot kan banyak yang bisa diangkut tapi dokar terbatas. Jadi kalau ada yang nawar saya tidak bisa memberi harga, da orang-orng bilang dokar saya cuma bisa bawa sedikit jadi harganya juga harus murah. Padahal tempatnya kan jauh, jalannya rusak. Jadi saya terima saja harga yang
ditawar. Tapi sekarang saya sudah bisa berhitung, tau perkiraan jarak. Kalau tempatnya jauh makan waktu lama, saya minta bayar penuh. Saya sudah bisa bilang, kuda nya kan sewa saya harus bayar sewa..” Bisa dipahami betapa pentingnya kemampuan keaksaraan bagi warga masyarakat di pedesaan. Selain taraf hidupnya jauh dibawah garis kemiskinan mereka seringkali dibohongi hingga tidak berdaya. Jika mereka sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan calistung yang baik niscaya tidak ada lagi yang dapat membohongi. e. Memahami wacana tulis berupa pesan/ tulisan dalam bahasa Indonesia. Responden dalam penelitian ini pada umumnya mengungkapkan bahwa mereka sekarang ini sudah mampu memahami tulisan bacaan atau tulisan dalam bahasa Indonesia. Padahal sebelumnya warga belajar sangat sulit sekali untuk memahami tulisan yang berbahasa Indonesia sebab mereka tidak memahami artinya. Misalnya, responden yang mempunyai toko atau warung, kini bisa mengetahui ketika barang jualan yang dijual ditokonya sudah mencapai masa kadaluarsa atau masa makanan itu dinyatakan baik untuk dimakan. Sebelumnya warga belajar tidak melakukan pengecekan masa kadaluarsa dari makanan yang dijual diwarungnya. Sehingga ketika sudah mampu membaca dan melihat masa kadaluarsa dari makanan yang dijualnya, warga belajar mengembalikan makanan tersebut kepada agen yang menjualnya untuk diganti dengan yang baru. Pada umumnya warga belajar perempuan di Desa Sukaresmi dan Sukadamai adalah ibu-ibu yang secara rutin mengikuti acara pengajian di lingkungannya. Sebelum mengikuti pembelajaran keaksaraan, ibu-ibu pengajian tidak bisa membaca huruf latin yang menjadi arti dari ayat-ayat Al-Quran yang dibaca. Sekarang ini, warga belajar dapat dengan lancar membaca huruf latin atau arti dari ayat yang disampaikan atau yang dikaji dalam pengajian. Ustazah/Ustad mewajibkan warga untuk membaca arti dari ayat-ayat Al Qur’an yang dibaca agar memahami makna yang terkandung di dalamnya. Warga belajar yang sudah mampu membaca dengan lancar huruf arab dan huruf latin, kini menjadi guru dari teman-teman mereka yang tidak atau belum mampu membaca huruf arab dan latin dengan lancar. Sehingga warga masyarakat yang belum
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
61
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
terjaring atau belum ikut program keaksaraan yang dilakukan oleh Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta, dapat diajari oleh warga belajar yang sudah mengikuti program keaksaraan. Warga belajar yang bertugas sebagai RT atau RW, kini dapat memahami isi surat atau berkas yang diberikan kepadanya. Sehingga apabila isi surat atau berkas itu merupakan hal yang penting dan harus di sampaikan kepada masyarakat, maka aparat tersebut sekarang ini dengan cepat menyampaikan informasi tersebut ke masyarakat. Berikut adalah cerita yang disampaikan oleh pak Oyim. “Bapak jadi RT sudah sepuluh tahun tapi waktu belum belajar KF tidak bisa membaca. Kalau ada surat dari Pak Kades tidak bisa membaca, Tunggu anak pulang dulu minta dibacakan. Kalau anak tidak pulang ya.. tidak tau isi surat, jadi sering tidak datang rapat di desa. Kadang-kadang bawa surat ke pak guru di sekolahan minta dibacakan. Sekarang sudah bisa baca sendiri, jadi tidak ditegur lagi oleh pak kades karena sering tidak datang rapat atau tidak memberi tau ke warga, padahal isinya penting” Warga belajar memaparkan bahwa aktivitas mereka sekarang ini terasa menjadi lebih mudah ketika mampu membaca dan memahami tulisan Bahasa Indonesia. f. Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan informasi yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dalam bentuk karangan singkat. Kegiatan pembelajaran KF yang diselenggarakan oleh para tutor sudah dilengkapi dengan kegiatan berlatih membuat surat atau cerita singkat. Contohnya ketika peneliti meminta responden untuk menuliskan aktivitas sehari-harinya, responden umumnya dapat menuliskan meski dengan kalimat yang sederhana dan belum rapi. Tidak ada responden yang menolak ketika diminta untuk menulis. Peneliti bertanya bagaimana responden dapat membuat tulisan seperti itu, berikut adalah jawaban yang diberikan oleh mereka. “Pan dulu kita sudah disuruh buat karangan kita nanya aja ama anak atau cucu bagaimana membuat karangan, diajarin terus kita coba nulis. Latihan, sampai bisa. Pas tujuh belasan (perayaan 17 Agutus) kita ada lomba mengarang, lucu..tapi seru. Jadi pengen lagi..waktu itu juara tiga dapat mangkok. Tapi ibu sudah mulai kagok lagi nulis da jarang nulis lagi. Aduh, kapan ya belajar lagi, kapan 62
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
ada KF lagi”. Terungkap keinginan responden untuk bisa belajar kembali, meski mengetahui bahwa program kelompok belajar KF sudah tidak diselenggarakan lagi karena tidak adanya alokasi dana dari Kabupaten Bogor ke Kecamatan Sukamakmur. g. Melakukan penghitungan operasi dasar penjumlahan baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari Responden ketika peneliti wawancarai mengungkapkan bahwa pada umunya mereka sudah mampu melakukan penjumlahan baik secara lisan dan tulisan. Meskipun mereka harus berfikir terlebih dahulu ketika menjumlahkan angka tersebut terutama angka dalam jumlah puluhan atau ratusan. Beberapa warga belajar yang mempunyai warung atau toko merasa sangat terbantu sekali ketika sekarang ini kemampuan berhitung mereka terutama penjumlahan sudah berkembang. Ketika ada pembeli yang membeli beberapa barang, warga belajar tersebut tidak menggunakan kalkulator lagi dalam menjumlahkan harga barang yang dibeli konsumen. Namum ketika jumlah barang yang dibeli oleh konsumen itu banyak barulah warga belajar tersebut menggunakan kalkulator.Warga belajar yang memanen hasil panennya dan menjualnya kepada para tengkulak ataupun pasar, mampu menghitung dengan baik jumlah dari hasil panennya dan juga uang yang didapatkan dari penjualannya tersebut. Warga belajar yang mempunyai anak-anak usia sekolah terutama PAUD, SD (kelas 1 dan 2) mampu membantu anak-anaknya belajar ketika anak tersebut kesulitan dalam memahami tugas rumah. Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan memberikan soal penjumlahan yang sederhana kepada warga belajar tersebut. Warga belajar sudah mampu menjawab soal penjumlahan yang diberikan meskipun masih terdapat beberapa warga belajar yang melakukan kesahalan dalam melakukan penjumlahan. h. Melakukan penghitungan operasi dasar pengurangan baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari Seperti dalam hal operasi hitung penjumlahan, warga belajar keaksaraan sudah mampu melakukan pengurangan dalam hal perhitungan dengan baik. Dari 25 kelompok belajar yang peneliti wawancarai, pada umunya mengungkapkan sudah mampu
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
melakukan perhitungan pengurangan. Warga belajar yang kesehariannya merupakan ibu rumah tangga setelah belajar calistung pada program keaksaraan fungsional, sekarang ini dapat menghitung pengeluaran dan pemasukan keuangan rumah tangga serta dapat menuliskannya ke dalam pembukuan yang memang masih sangat sederhana. Kemudian ketika melakukan transaksi jual beli baik membeli sayuran ataupun kebutuhan pokok lainnya, maka warga belajar dapat menghitung uang yang harus dikeluarkan dari proses jual beli tersebut. Kebiasaan ini diajarkan oleh tutor waktu belajar KF yang tujuannya untuk melatih kecakapan menulis dan berhitung warga belajar. Hingga saat ini masih dilakukan Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan memberikan soal pengurangan yang sederhana kepada warga belajar tersebut. Warga belajar sudah mampu menjawab soal pengurangan yang diberikan meskipun masih terdapat beberapa warga belajar yang melakukan kesahalan dalam melakukan pengurangan. i. Melakukan penghitungan operasi dasar perkalian baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari Dari 25 kelompok belajar, hanya terdapat sebagai kecil warga belajar yang mampu melakukan operasi perhitungan perkalian. Operasi perhitungan perkalian merupakan perhitungan yang cukup sulit menurut para warga belajar. Apabila angka atau digitnya mencapai puluhan maka sudah dapat dipastikan warga belajar tidak mampu menghitungnya. Perkalian yang dapat mereka hitungpun masih dalam angka puluhan. Ketika mencapai angka ratusan, maka mereka akan kesulitan. Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan memberikan soal perkalian yang sederhana kepada warga belajar tersebut. Hanya terdapat beberapa warga belajar mampu menjawab soal perkalian yang diberikan. Pada umunya warga belajar kesulitan dalam menjawab soal yang diberikan oleh peneliti. Warga belajar berharap supaya mereka dapat lebih lancar lagi dalam melakukan proses perhitungan perkalian. j. Melakukan penghitungan operasi dasar pembagian baik secara lisan maupun tulis yang fungsional dalam kehidupan sehari-hari
Hanya sedikit warga belajar yang mampu melakukan operasi perhitungan pembagian. Operasi perhitungan pembagian merupakan perhitungan yang cukup sulit menurut para warga belajar pada umunya. Apalagi ketika angka atau digitnya mencapai puluhan bahkan ratusan maka sudah dapat dipastikan warga belajar tidak mampu menghitungnya. Warga belajar yang mampu melakukan operasi perhitungan perkalian adalah warga belajar yang memang sudah terbiasa dan sering dengan aktivitas menghitung. Seperti warga belajar yang bekerja sebagai pengepul hasil panen. Mereka akan menghitung jumlah pembelian dan keuntungan penjualan setiap hari. Kesulitan warga belajar ketika melakukan operasi hitung pembagian terbukti ketika peneliti melakukan tes kepada warga belajar tersebut dengan memberikan soal pembagian yang sederhana kepada warga belajar tersebut. Hanya terdapat beberapa warga belajar mampu menjawab soal pembagian yang diberikan. k. Tanggapan aparat terkait terhadap kebijakan program pendidikan keaksaraan serta upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Bapak Oco berharap ada kegiatan lanjutan dari kegiatan pembelajaran KF itu. Semoga pihak jurusan PLS UNJ berkenan melanjutkan sebab memang kegiatan belajar di masyarakat minim dana dan sedikitnya pihak yang mau untuk berpartisipasi dalam pembiayaan. Alokasi dana dari Dinas Pendidikan Kabupat Bogor setiap tahunnya hanya mampu menyediakan untuk 50 kelompok belajar di Kab Bogor. Dana itu belum tentu bisa diperoleh oleh Sukamakmur. Seperti sejak tahun 2012 Sukamakmur hanya memperoleh alokasi dana 50 juta dan dana itu digunakan untuk pengembangan PAUD. Kunjungan ke Kecamatan untuk melakukan verifikasi atas kegiatan KF di Kecamatan Sukamakmur kepada Bapak Camat yang membenarkan bahwa kegiatan KF di Sukamakmur saat kepemimpinan beliau sejak tahun 2010 sangat sedikit. Hal ini karena tidak adanya alokasi dana dari Dinas Pendidikan. Sukamakmur memiliki dana untuk 5 kelompok belajar sebab adanya kucuran dari kegiatan PKK Kabupaten Bogor. Sebagai pimpinan beliau merasa berkurangnya jumlah warga buta aksara sangat membanggakan sekaligus merupakan wujud besarnya motivasi warga untu belajar meski usia
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
63
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
mereka tidak lagi muda. Hanya saja kegiatan KF yang diselenggarakan memang masih taraf dasar. Kegiatan ini perlu untuk dilanjutkan. Sukamakmur saat ini sudah tidak lagi bisa mengandalkan pertanian akibat berkurangnya jumlah lahan pertanian sebab sudah dijual oleh masyarakat. Berdirinya beberapa area wisata modern dan di bangunnya jalan baru yang menghubungkan Jakarta dengan Puncak sebagai lokasi wisata melalui 5 desa di Kecamatan Sukamakmur yaitu; Pabuaran, Cibadak, Sirna Jaya, Warga Jaya dan Sukawangi. Akibatnya ke depan masyarakat hanya akan menjadi penonton atas pembangunan yang dilaksanakan, bagaimana kehidupan masyarakat ke depan. Hal ini tidak bisa dibiarkan harus ada terobosan segera agar masyarakat desa tidak tersingkir dan menjadi semakin miskin.Untuk itu perlu diselenggarakan kegiatan KF Usaha Mandiri (KUM). Tim peneliti bertemu dengan Bapak Elih Sudia Permana.Beliau adalah mantan Kasubdit Pendidikan Masyarakat di Direktorat PAUDNI Kemendikbud. Pada pertemuan ini sengaja dilakukan untuk memverifikasi program KF di Indonesia sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh tim.Beliau menyampaikan kegembiraan atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh tim, karena jarang sekali kegiatan yang diselenggarakan kemudian dievaluasi kembali tingkat kelestariannya apalagi untuk kegiatan keaksaraan. Bapak Elih menyampaikan bahwa benar kegiatan keaksaraan yang telah dilakukan di Sukamakmur perlu untuk dilanjutkan dengan kegiatan keaksaraan usaha mandiri.Sebab kemampuan calistung warga harus bermanfaat atau fungsional dengan kegiatan keseharian masyarakat, diantaranya adalah diiringi dengan kegiatan belajar usaha.Tujuannya selain mereka tidak menjadi buta aksara kembali masyarakat juga dengan pengetahuan yang dimiliki dapat meningkatkan taraf ekonominya.Apalagi saat ini masyarakat sudah cenderung tidak dapat mengandalkan pertanian sebagai sumber ekonomi keluarga. Aplikasi kemampuan fungsional warga belajar yang berkaitan dengan keperluan membantu anakanaknya, dibuktikan dengan pengakuan responden yang mengatakan saat ini mereka sudah bisa membantu membelajarkan anak-anaknya meski hanya anak-anak yang belajar di PAUD dan sekolah dasar kelas 1 dan 2. Karena kemampuan responden juga baru pada tahap keterampilan dan kemampuan dasar (literacy as a set on basic skills, abilities or 64
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
competencies). Namun kemampuan ini sangat berarti bagi kualitas kehidupan rumah tangga warga sebab dengan memiliki kemampuan keaksaraan dasar ini mereka dapat ikut berperan dalam hal pendidikan anak-anak mereka. Penyelenggaraan program keaksaraan bagi masyarakat sepenuhnya bergantung kepada kemampuan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Jakarta dalam mengakses dana-dana pusat yang dialokasikan untuk kegiatan keaksaraan fungsional. Peran pemerintah daerah dalam menyediakan dana-dana block grant untuk penyelenggaraan KF sangat minim. Menurut beberapa tutor KF yang aktif dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan di Kecamatan Sukamakmur sejak berhentinya kegiatan KF yang diselenggarakan melalui akses PLS UNJ hanya tersedia dana untuk 2 kelompok belajar setiap tahunnya. Dana ini tentu sangat tidak memadai sebab masih banyak warga yang buta aksara, sedang yang sudah mendapat kesempatan belajar juga masih berada pada level KF tingkat dasar dan lanjut, belum ada yang sampai kepada level tingkat usaha mandiri. Implementasi kemampuan yang dapat dimanfaatkan berkaitan dengan pekerjaan, terlihat dari aktivitas warga yang memanfaatkan kemampuannya untuk mendukung pekerjaan seperti mencatat jumlah dagangan, karena sebagian besar pekerjaan warga adalah berjualan, selain membuka warung mereka yang bertani menjual hasil tanamannya. Warga yang menjadi pengepul pisang atau kayu mencatat jumlah pisang atau kayu yang diperoleh. Warga yang menjadi RT juga dapat melaksanakan tugasnya seperti seharusnya, yaitu membuatkan surat pengantar bagi warga yang mau memperpanjang KTP, membuatkan surat pengantar untuk membuat surat keterangan jika ada warga yang lahir, meninggal atau menikah. Pembahasan Tergambarkan dengan jelas dampak dari kegiatan keaksaraan fungsional bagi aktivitas warga sehari-hari. Urusan-urusan yang berhubungan dengan pekerjaan menjadi lancar. Namun kemampuan yang dimiliki masih sangat sederhana, perlu ditingatkan lagi menjadi tingkat keaksaraan mandiri sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik (as the necessity foundation for higher quality of life). Implementasi kemampuan keaksaraan
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
fungsional yang berkaitan dengan aktifitas sosial kemasyarakatan, terlihat dari kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ang diadakan di balai desa seperti penyuluhan kesehatan, pengumuman pembuatan KTP elekronik, serta kegiatan lainnya. Dengan demikian implementasi keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan kenyataan struktural (literacy as a reflection of political and structural realities) menjadi sangat nyata. Kemampuan keaksaraan masyarakat Sukamakmur yang berada pada level HDI paling rendah, dan Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah dengan angka buta aksara tertinggi di Indonesia, tergambarkan sebagai akibat dari rendahnya kemauan politis para aparat yang menjabat dan memiliki wewenang untuk mau memperhatikan dan menaikkan tingkat indeks pembangunan masyarakat khususnya bagi masyarakat Sukamakmur. Kegiatan penelitian ini perlu dilanjutkan ke desa-desa lainnya untuk melihat kondisi fungsionalisasi hasil belajar kegiatan keaksaraan fungsional di Desa Pabuaran, Cibadak, Sirnajaya,
Wargajaya dan Sukamulya. Di desa Sukaresmi dan Sukadamai kegiatan KF perlu untuk dilanjutkan kembali dengan menyelenggarakan program keaksaraan usaha mandiri dan menemukan model kegiatan usaha apa yang sesuai dengan kondisi yang ada di Sukamakmur. Tujuannya adalah agar kemampuan keberaksaraan warga belajar menjadi fungsional tidak hanya sebatas mempu membaca, menulis dan berhitung tetapi warga dapat meningkatkan kondisi kehidupannya menjadi lebih baik khususnya di bidang ekonomi keluarga. Pemerintah daerah harus memiliki kepedulian yang tinggi merancang kebijakan yang berpihak kepada masyarakat bawah sebagai wujud keikutsertaan membangun indeks pembangunan manusia seperti yang diamanatkan oleh UNDP melalui program pendidikan untuk semua. Alokasi dana untuk penyelenggaraan kegiatan keaksaraan usaha mandiri harus diperbesar dan diutamakan agar masyarakat desa tidak bernasib seperti orangorang di kota-kota besar harus pergi dari daerah kelahirannya.
PENUTUP Kesimpulan Analisis fungsionalisasi hasil belajar warga belajar program KF di Desa Sukaresmi dan Sukadamai menggambarkan bahwa: Kemampuan responden juga baru pada tahap keterampilan dan kemampuan dasar. Terlihat dari kemampuan yang dimiliki masih sangat sederhana, perlu ditingatkan lagi menjadi tingkat keaksaraan mandiri sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Implementasi keaksaraan di Desa Sukaresmi dan Sukadamai Kecamatan Sukamakmur merupakan refleksi dari kebijakan
dan kenyataan struktural di birokrasi pemerintah yang kurang apresiatif terhadap amanat gerakan pendidikan untuk semua. Saran Kegiatan KF perlu untuk dilanjutkan kembali dengan menyelenggarakan program keaksaraan usaha mandiri. Agar informasi tentang kondisi fungsionalisasi hasil belajar KF menjadi lengkap maka penelitian perlu dilanjutkan untuk melihat kondisi fungsionalisasi hasil belajar kegiatan keaksaraan fungsional di Desa Pabuaran, Cibadak, Sirnajaya, Wargajaya dan Sukamulya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, L. (2008). Dasar-dasar kebijakan publik. Bandung: Alfabeta Archer, D.,& Cottingham, S. (1996). Reflect mother manual. A new approach to adult literacy. London: actionaid. Coomb, P.,& Ahmed, M. (1973). New path to learning. New York: International Council for Educational Development. Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Direktorat Pendidikan Masyarakat. (2004). Pedoman sertifikasi pendidikan keaksaraan. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional.
Hunter, M, J., et al. (1985). Program of studies in nonformal education. Michigan State University East Lansing 1985. Instruksi Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan nasional tentang percepatan pemberantasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dan pemberantasan buta aksara (GNP-PWB/PBA). Iskandar. (2009). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Gaung Persada. Jalal, F.,& Sardjunani, N. (2006). Peningkatan keaksaraan demi harapan yang lebih baik untuk Indonesia. Ringkasan laporan pendidikan
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
65
Analisis Fungsionalisasi Hasil ...
untuk semua, keaksaraan bagi kehidupan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014. Jakarta: Kemendiknas. Kusnadi. (2003). Keaksaraan fungsional di Indonesia, konsep, strategi dan implementasi. Jakarta: Mustika Aksara. Kusnadi. (2005). Panduan umum pelatihan program keaksaraan fungsional. Jakarta: Depdiknas, Dirjen PLS, Dir Penmas. Moleong, L. (2000). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. (2012). Laporan Kinerja Kecamatan Sukamakmur Tahun 2012. Bogor Nawawi, I. (2009). Public policy (analisis, strategi, advokasi teori dan praktek). Surabaya: PMN.
66
Jurnal Ilmiah VISI PPTK PAUDNI - Vol. 10, No.1, Juni 2015
Offset YPAPI. Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri pendidikan Nasional Nomor 17: / Men.PP /Dep. II /VII/2005. Nomor 28a Tahun 2005. Nomor : 1/ PB/2005, tentang percepatan pemberantasan buta aksara perempuan. Jakarta. Suharno. (2008). Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2006). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung Alfabeta. Suratinah, T. (2001). Penelitian hasil belajar mengajar. Surabaya: Usaha Nasional. Djamarah, S. B., & Azwar Zain. (1996). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Tangkilisan, H. N. (2003). Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman United Nation Development Program. (2013). Summary Human Development Report. The Rise of the South: Human Progress in a Diverse World. New York-USA: United Nation Development Program.
PETUNJUK PENULISAN 1. Persyaratan Naskah
Naskah yang dikirimkan kepada editor dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang merupakan gagasan/karya tulis asli, belum pernah diterbitkan, tidak sedang dipertimbangkan untuk dimuat di media, jurnal, atau majalah lain baik nasional maupun internasional, dan belum pernah dikirim ke media cetak lain. Penulis menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak mengandung unsur plagiarisme atau pelanggaran etika akademik lainnya. Setiap pelanggaran sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
2. Ragam Naskah
Naskah dapat berupa hasil hasil penelitian, kajian kepustakaan/literatur, kajian empiris, studi kasus, evaluasi, kajian kebijakan, isu-isu mutakhir pendidikan, atau resensi buku. Naskah dapat berupa pengembangan dari skripsi, tesis, disertasi, atau penelitian lain.
3. Stuktur Naskah
a. Judul: Menggambarkan isi naskah yang disajikan secara singkat dan padat, tidak terlalu spesifik/ sempit, tetapi juga tidak terlalu umum, dengan panjang paling banyak 14 kata. b. Identitas Penulis: Nama penulis ditulis secara lengkap, tanpa gelar, alamat e-mail, serta nama dan institusi/ lembaga. Apabila penulis naskah lebih dari satu orang, alamat email yang dicantumkan adalah alamat penulis utama yang disebutkan pada urutan terdepan nama penulis. c. Abstrak: bersifat informatif berisi latar belakang, masalah, tujuan, metode, tempat dan waktu penelitian, hasil dan saran. Abstrak ditulis secara singkat tanpa memuat rumus/ perhitungan statistik, dengan panjang antara 150-250 kata dan disusun dalam satu paragraf, serta dilengkapi dengan paling sedikit tiga kata kunci yang merupakan konsep penting dalam naskah. Judul dan abstrak ditulis dalam versi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. d. Pendahuluan: berisi latar belakang dan rumusan masalah, manfaat penelitian, serta kajian pustaka/ teori tanpa menggunakan subjudul. Isi pendahuluan tidak melebihi 20% dari keseluruhan tulisan. e. Metode Penelitian: berisi jenis, tempat dan waktu, serta prosedur penelitian (sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data). f. Hasil dan Pembahasan: mencakup hasil/ data kualitatif dan/atau kuantitatif yang diikuti dengan pembahasan serta implikasi. g. Penutup: terdiri atas (a) kesimpulan temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, dan (b) saran. Kesimpulan dan saran disajikan dalam bentuk paragraf. i. Perujukan dan Pengutipan: menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun). Contoh: (Sitepu, 2014) h. Daftar Pustaka: hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Jumlah pustaka yang diacu untuk hasil penelitian paling sedikit 10 pustaka dan untuk hasil kajian paling sedikit 25 pustaka. Contoh penulisan daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini, diurutkan secara alfabetis dan kronologis: Buku: Januszewski, A.,& Molenda, M. (2008). Educational technology: A definition with commentary. New York: Routledge. Newby, T. J., et.al. (2010). Educational technology for teaching and learning (4th ed). London: Pearson Buku elektronik: Niemann, S., Greenstein, D., & David, D. (2004). Helping children who are deaf: Family and community support for children who do not hear well. Diakses dari http://www.hesperian.org/ publications_download_deaf.php Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). (2002). Menulis artikel untuk jurnal ilmiah (edisi ke-4, cetakan ke-1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. (1998). An alternative conception: representing representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah: Sadid, A. (2014). Model desa terpadu PAUDNI mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat. Jurnal VISI PPTK-PAUDNI, 9 (1), 56-67.
Artikel dalam koran elektronik: Maruli, A. (November, 2013). Pemerintah alokasikan Rp 2,40 triliun untuk paud nonformal dan informal. Antaranews.com. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/405210/pemerintahalokasikan-rp-240-triliun-untuk-paud-nonformal-dan-informal pada tanggal 10 Desember 2013. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Wanita kelas bawah lebih mandiri. (2010, 22 April). Kompas, p. 3 Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1978). Pedoman penulisan laporan penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: PT Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Zainu, M. (2010). Solusi pendidikan anak masa kini. (Syarif Hade, penterjemah). Jakarta: Mustaqiim Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Septiani, M. (2015). Pengalaman pusat kegiatan belajar masyarakat dalam memfasilitasi masyarakat Jakarta Utara belajar sepanjang hayat: Sebuah studi fenomenologi di Jakarta Utara. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: PPS UNJ. Internet (artikel dalam jurnal online): Johns, E., & Mewhort, D. (2009). Test sequence priming in recognition memory. Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition, 35, 1162-1174. doi: 10.1037/a0016372
4. Fisik Naskah
Naskah diketik dengan format A4, menggunakan jenis huruf Arial ukuran 10 point dengan spasi 1,5. Panjang naskah berkisar antara 4000-10.000 kata yang diserahkan kepada editor dalam bentuk soft copy (CD) dan hard copy/ print out. Tabel diberi nomor secara berurut dan diberikan judul secara singkat, diletakan di atas tabel dan diketik menggunakan huruf kapital pada setiap awal kata. Gambar, termasuk grafik, bagan, diagram, peta, foto, atau sketsa diberikan nomor secara berurut dengan penjelasan dan diletakan di bawah gambar. Berikut ini adalah contoh penulisan tabel dan gambar.
Tabel 1. Persentase Mahasiswa Yang Memiliki Peralatan TIK No
Peralatan TIK
Persen (%)
1
Komputer pribadi (PC)
11.8
2
Laptop
32.2
3
Tablet
7.5
4
iPod touch
1.5
5
Telepon
10.3
6
Handphone
36.7
Gambar 1. Persentase mahasiswa yang memiliki peralatan TIK
5. Penyerahan Naskah.
Naskah dalam bentuk hard copy dan compact disk (CD) dikirim ke Redaksi Jurnal VISI PPTK PAUDNI UNJ, Kampus A UNJ Gd. Daksinapati, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, 13220. Soft copy naskah dapat dikirim ke E-mail:
[email protected]. Editor hanya menerima dan mempertimbangkan naskah yang memenuhi syarat seperti yang tertera di atas. Penulis tidak dikenakan biaya submisi dan Redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan kepada penulis naskah yang tidak dimuat.
6. Telaahan Naskah
Naskah yang dinyatakan lolos dari seleksi pendahuluan dikirimkan kepada satu atau dua orang blind reviewer (penelaah tidak tahu nama penulis dan sebaliknya) untuk ditelaah kemungkinan penerbitannya. Penulis berkewajiban memperbaiki (bila perlu) naskah sesuai dengan saran penelaah sebagai syarat untuk penerbitan sebuah artikel.