JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT ISSN 1693-2889 Volume 13 Nomor 2 April 2014 PERAN PENTING PROGRAM LEGISLASI DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DI DAERAH DI PROVINSI PAPUA Oleh: Supriyanto Hadi Abstrak Kebijakan pemerintah untuk memberikan Otonomisasi yang luas kepada pemerintah daerah Provinsi Kabupaten Kota di Papua, memberikan pengaruh yang cukup besar kepada pemerintah daerah, karena dengan kebijakan yang demikian itu, daerah diberi hak dan wewenang yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri, melalui produk hukum berupa peraturan daerah-peraturan daerah yang dibuat. Namun demikian dalam kenyataannya masih banyak terjadi peraturan daerah bermasalah, tidak effektif, tumpang tindih, mati suri dan lain-lain, walaupun untuk menghindari hal itu pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan berupa Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah. Pendekatan dalam Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yang berusaha mendeskripsikan hasil penelitian melalui analisis terhadap informasi yang diperoleh baik dari aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik penelitian, maupun melalui pengamatan terfokus yang dilakukan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah mengeluarkan Program Legislasi Nasional dan Daerah belum tentu dapat menjamin terbitnya peraturan daerah yang berkualitas, ketergantungan kepada sumberdaya manusia merupakan suatu keniscayaan terhadap kualitas perda yang dihasilkan.
Kata Kunci: Pemerintah, Daerah, Peraturan, Otonomi
A. Pendahuluan Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa dengan berlakunya otonomi daerah (desentralisasi) maka secara umum daerah diberikan hak,kewajiban dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai perundang-undangan. Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah itulah maka pemerintah daerah membentuk peraturan daerah (Perda) dengan persetujuan DPRD dimulai dari penyusunan rancangan
Hukum dan Masyarakat 2014 peraturan daerah.Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut desentralisasi(otonomi khusus)memberikan kewenangan yang seluas-luasnya bagi pemerintah daerah Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepadanya. Untuk menyelenggarakan kewenangan tersebut, pemerintah daerah Provinsi Papua dengan otonomi khususnya diberihak dan kewenangan untuk membuat peraturan daerah provinsi bahkan peraturan daerah khusus yang tersistem dalam program legislasi daerah, sebagaimana dikatakan Sukowiyono peraturan daerah berfungsi sebagai pedoman Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan-urusan daerah. Selain itu, Peraturan Daerah merupakan instrument perlindungan hukum bagi rakyat di daerah.Peraturan Daerah juga berfungsi sebagai instrument pengendali pelaksanaan, karena esensiotonomi daerah, yang juga ditegaskan oleh Sukowiyono, bahwa kemandirian atau keleluasaan (zelfstandingheids) tersebut adalah, hanya sebagai daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus urusan rumahtangganya sendiri, bukan suatu bentuk kebebasan suatu satuan pemerintah yang merdeka (onafhankelijkheid). 1 Namun dalam prakteknya, di Provinsi Papua banyak perda (perdasi dan perdasus) yang bermasalah, bahkan dibatalkan oleh pihak KementerianDalam Negeri, dan pada kesempatan yang lain yaitu pada kegiatan atau program dari Biro Hukum Provinsi Papua berupa evaluasi terhadap efektivitas peraturan daerah yang sudah dibuat dan di implementasikan, ternyata banyak peraturan daerah yang tidak effektif berlaku bahkan dikatakan mati suri alias tidak berlaku, walaupun sudah diundangkan. Hal lain yang juga merupakan permasalahan ialah masih banyak kabuaten kota di Provinsi Papua yang belum mempunyai political wil dari setiap stakeholder prolegda tentang perlunya sinergi pada setiap penerbitan atau pembuatan sebuah perda, seperti perencanaan secara terpola, sistematik dan terpadu, seringkali penerbitan dan pembahasan sebuah perda di Provinsi Papua karena adanya order maupun desakan dari pihak-piha tertentu, serta adanya kesan untuk menghabiskan anggaran, dari pada kembali ke kas negara,sehingga timbul pertanyaan, mengapa hal itu bisa terjadi? faktor-faktor kendala apa yang timbul sehingga menimbulkan fenomena yang demikian itu? serta bagaimana prospek pelaksanaan prolegda di Provinsi Papua Kedepan?
1
Sukowiyono, 2006:123 26
Hukum dan Masyarakat 2014 B. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, mengkaji program legislasi daerah dengan berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang mengaturnya, kaitannya dengan topik penelitian ini ialah Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pebentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai bahan hukum primernya, dengan didukung oleh bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Analisis data diakukan secara deskriptif analitis, maksudnya tujuan penelitian ini mendeskriptifkan secara sistematis, faktual dan akurat, berkaitan dengan peranan penting Proram Legislasi Daerah dalam pembentukan peraturan daerah yang lebih baik, sehingga keadaan aturan hukum di Provinsi Papua pada masa yang akan datang akan leih baik lagi C. Tinjauan Pustaka 1. Negara Hukum Negara Hukum merupakan esensi yang menitikberatkan pada tunduknya pemegang kekuasaan negara pada aturan hukum.Hal ini berarti alat-alat negara mempergunakan kekuasaannya hanya sejauh berdasarkan hukum yang berlaku dan dengan cara yang ditentukan dalam hukum itu. (B.J. Nasution, 2013:8)
Konsep negara hukum ini
sebenarnya merupakan protes terhadap pemerintahan tirani yang melakukan penindasan terhadap rakyat, sebab tidak ada batasan bagi diktator dalam melakukan kekuasaannya. Konsep ini sejalan dengan pengertian Negara Hukum menurut Bothling bahwa “de staat, waarin de wilsvriheid van gezagsdragers is beperket door grezen vanrecht.” (negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasan dibatasi oleh ketentuan hukum) Pembatasan kekuasaan sebagaimana konsep Negara Hukum juga ada pada UUD Tahun 1945 sebelum amandemen yang dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (1),“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurutUndang-Undang Dasar.” Kejelasan terhadap Indonesia sebagai negara hukum terjadi Pasca Perubahan UUD Tahun 1945.Selain memberikan implikasi terhadap posisi dan kedudukan MPR, yang menurut UUD Tahun 1945 tidak ada lagi lembaga tertinggi. Juga kepastian terhadap Indonesia sebagai negara hukum tertuang pada pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang merupakan hasil perubahan ketiga yakni, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini menjelasakan bahwa Indonesia bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat) 27
Hukum dan Masyarakat 2014 Ketentuan di atas berasal dari Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ”diangkat” ke dalam Undang-Undang’Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.2 Negara hukum yangdimaksud ialah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan
kebenaran
dan
keadilan dan
tidak
ada
kekuasaan
yang
tidak
dipertanggungjawabkan (akuntabel). Paham negara hukum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) berkaitan erat dengan paham negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukummateriil sesuai dengan bunyi alinea keempat Pembukaan dan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 2. Prinsip-prinsip Negara Hukum Menurut Bahder Johan Indonesia sebagai negara hukum “rechtsstaat” memiliki ciri-ciriyakni sebagai berikut : a. Adanya Undang-Undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat. b. Adanya pemisahan kekuasaan negara, yang meliputi kekuasaan pembuatan undangundang yang berada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, dan pemerintah mendasarkan tindakannya atasundang-undang (wetmatig bestuur). c. Diakui dan dilindunginya hak-hak rakyat yang seringdisebut“vrijhedsrechten van burger”3 Dalam kaitannya penjelasan diatas, menunjukan dengan jelas ide sentral konsepnegara hukum / rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hakasasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan.dengan ungkapan Thomas Hobbes yang menyatakan Hak Asasi Manusiamerupakan jalan keluar untuk megatasi keadaan yang disebut hommo homini. 3. Konsep Program Legislasi Daerah Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kab/kota yang disusun secara terpadu,terencana dan sistematis (pasal 1
2 3
Jimly Asshidiqqie, 2005:16 Bahder Johan, 2013:6 28
Hukum dan Masyarakat 2014 angka 10 UU No. 12 Tahun 2011). Pembentukan Perda harus secara terencana dimulai dari Prolegda dimana materi muatan dalam suatu prolegda dituangkan dalam naskah akademik setelah melalui proses harmonisasi yaitu untuk mengetahui sejak awal keterkaitan materi yang akan diatur dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik secara vertikal atau horozontal agar tidak terjadi tumpang tindih pengaturan atau kewenangan sesuai dengan salah satu asas hukum di Indonesia Lex Superiori Derogat Lege Priori (peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah). Adapun hierarki peraturan perundang-undangan dapat dilihat pada pasal 7 ayat 1 UU NO. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: Undang-undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-undang/Perpu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda Provinsi, Perda Kabupaten Pembentukan naskah akademik tersebut harus melalui tahap penelitian atau pengkajian terlebih
dahulu
agar
peraturan
perundangan-
undangan
yang
dihasilkan
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.Artinya harus ada penjelasan lebih lanjut apabila suatu
peraturan
perundang-undangan
dibentuk
tanpa
dilengkapi
dengan
naskah
akademik.Naskah akademik tersebut tidak harus dibuat oleh perguruan tinggi asalkan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Naskah akademik dapat dibuat oleh pihak lain seperti BPHN atau tenaga perancang perundang-undangan dalam kementerian Hukum dan Ham. Naskah akademik inilah yang merupakan bahan baku untuk membentuk suatu peraturan perundangan-undangan termasuk Perda, tujuannya adalah agar dapat menciptakan produk hukum daerah yang baik kita harus memiliki pengetahuan tentang kebutuhan masyarakat agar peraturan perundang-undangan yang dibentuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat, oleh sebab itupengetahuan tentang asas hukum, politik hukum, materi muatan dan proses pembentukan peraturan perundang-undangan itu sendiri merupakan suatu keniscayaan.
29
Hukum dan Masyarakat 2014 Sebagai akibat dari Perda yang tidak tertib regulasi pada tahun 2013 ini dari target 2500 perda, terdapat 1110 perda yang diklarifikasi dan terdapat 91 perda yang bermasalah yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri 4 Penyusunan dan penetapan Prolegda sebagai perencanaan dari pembentukan peraturan daerah disusun dan ditetapkan setiap tahun sebelum penetapan rancangan perda tentang APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota.Prolegda ditetapkan oleh DPRD.Namun demikian DPRD provinsi atau gubernur dapat mengajukan rancangan peraturan daerah diluar prolegda dalam keadaan tertentu sesuai dengan pasal 38 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pembentukan Prolegda itu penting agar Perda tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional, dapat memberikan gambaran objektif tentang permasalahan dan pembentukan perda di daerah,mempercepat proses pembentukan peraturan daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan rancangan peraturan daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan dan mengendalikan kegiatan pembentukan peraturan daerah. Hal ini bertujuan pada lahirnya sebuah peraturan daerah yang baik, effektiv dan tepat guna, sehingga eksistensinya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat baik pada tingkatan Provinsi atau Kabupaten Kota. D. Pembahasan Kebijakan pemerintah untuk memberikan otonomisasi yang lebih luas kepada pemeritah daerah terbukti membawa suatu perubahan yang signifikan terhadap pemerintahan di daerah di Indonesia pada umumnya,secara khusus pelimpahan kewenangan yang luas kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus daerahnya sendiri, sebagai rumah tangganya. Pada pokoknya desentralisasi dalam teori dan praktiknya lebih memberikan kebebasan dan kemandirian kepada masyarakat di daerah untuk terlibat langsung didalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, terutama dalam hal penetapan kebijakan pemerintahterhadap kepentingan dan kebutuhan masyarakat di daerah, sehingga dengan demikian percepatan pembangunan dapat lebih ditingkatkan, rentang kendali dapat lebih diperpendek, sehingga akhirnya dapat memacu pembangunan. 4
Kemenkum dan HAM, 2013: 13 Juni 30
Hukum dan Masyarakat 2014 Salah satu bentuk nyata perubahan itu misalnya, dapat ditemukan dalam Pasal 136 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah disebutkan bahwa
Peraturan Daerah
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Program pembangunan produk hukum didaerah perlu menjadi prioritas karena perubahan terhadap berbagai kemasyarakatan dan pembangunan daerah, menuntut pula adanya penataan sistem hukum dan kerangka hukum yang mendasarinya melalui program legislasi produk hukum daerah dengan harapan, sekiranya program penataan regulasi dapat dilaksanakan dengan baik, diyakini akan memberi trend positip terhadap pembangunan di daerah dapat berjalan dengan cara yang teratur, antisipasi akibat pembangunan sudah dapat diprediksi secara lebih awal (predictability), akhirnya
memiliki
serta berorientasi pada kepastian hukum (rechtszekerheid), pada manfaat
bagi
masyarakat
dan
terwujudnya
rasa
keadilan
masyarakat (gerechtigheid).(H. Sufyan Sagena, 2011:2) Pentingnya Penyusunan program legislasi daerah (Prolegda) dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa: “Perencanaan penyusunan peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah”. Dasar hukum ini telah menyebutkan bahwa daerah dalam penyusunan rancangan peraturan daerah harus berpedoman pada Program legislasi daerah, karena tahap perencanaan ini lebih mengarah pada penyusunan rencana dan prioritas pembentukan peraturan daerah sehingga penyusunan prolegda dapat menghindarkan terjadinya ketidaksinkronan dan ketidakharmonisan peraturan baik dengan peraturan daerah yang sudah ada maupun dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kendati demikian, program pembetukan Perda di daerah Provinsi Papua sepanjang pengamatan kita selama ini masih jarang sekali didasarkan pada Prolegda. Akibatnya, tentu saja kita dengan mudah mendapatkan berbagai produk hukum daerah yang dihasilkan kurang terintegrasi dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Bahkan, tidak jarang terjadi beberapa perda tumpang tindih dan tidak sesuai dengan norma maupun azas- azas pembentukannya, perda yang tidak dapat dilaksanakan secara maksimal, perda yang tidak memiliki kepekaan
sosial
yang
kesemuanya
biasa
disebut
sebagai Perda
bermasalah atau perda mati suri. 31
Hukum dan Masyarakat 2014 Bila diamati secara seksama maka faktor penyebab utama dari terjadinya fenomena banyaknya perda bermasalah di Provinsi Papua ialah lemahnya sumberdaya manusia, sehingga timbul hal-hal kurang begitu memperhatikan urgensi program legislasi daerah dalam terbitnya setiap perda, diabaikannya ketentuan Pasal 90 Undang-undang No.12 tahun 2011, yaitu berkenaan dengan partisipasi masyarakat, jarang sekali penerbitan perda Provinsi, Kabupaten Kota di Provinsi Papua yang melibatkan rakyat atau masyarakat,selain itu sikap egosentris dari setiap stakehoders juga ikut mempengaruhi situasi, banyaknya daerah pemekaran yang baru juga merupakan faktor penyumbang timbulnya perda bermasalah di Provinsi, Kabupaten Kota. Berkenaan dengan persoalan tersebut Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang PembentukanPeraturan Perundang-undangan, sebenarnya sudah meng-amanatkan bagaimana pentingnya Prolegda dalam program pembentukan produk hukum daerah, akan tetapi di Indonesia termasuk di Provinsi Papua masih jamak ditemui adanya kecenderungan permasalahan yang sejatinya lebih berorientasi pada alasanklasik yaitu belum dimilikinya kesadaran dari beberapa aparat pengelolah di lapangan akan pentingnya mengusung sinergitas dalam setiap pembentukan Perda. Hal inilahyang terjadi, dan mungkin telah menjadi
fenomena
di
setiap
daerah,
bahwa sangat
jarang bahkan mungkin
tidak
pernah terjadi rancangan peraturan daerah dibahas secara tuntas melalui tim Prolegda atau belum dimilikinya kesadaran konstitusional aparat birokrasi pemerintah daerah untuk merencanakannya secara terpola, sistematik dan terpadu akan kebutuhan perda untuk masa tertentu,
sehingga
yang
ada
adalah
pembahasan
rancangan
perda
ketika
ada order maupundesakan dari pihak-pihak tertentu. Menurut (H. Sufyan Sagena, 2011:2),dalam konteks kekinian Perda sebagaimana kita ketahui menjadi salah satu alat dalam melakukan transformasi sosial dan demokrasi, sebagai perwujudan masyarakat daerah yang mampu menjawab beragam perubahan dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat ini serta terciptanya good local governance sebagai bagian dari pembangunan yang berkesinambungan di daerah sehingga dibutuhkan dan diperlukannya kemampuan untuk merumuskan Perda yang dapat menciptakanmultiplier effect. Secara normatif, dalam Pasal 1 angka 10 disebutkan bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya merupakan sebuah proses sistemik dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, 32
Hukum dan Masyarakat 2014 pengundangan, dan penyebarluasan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka perencanaan merupakan tahap yang paling krusial dan urgent yang harus diperhatikan dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk juga Perda. Berdasarkan penjelasan tersebut, paling tidak terdapat empat alasan mengapa pembentukan produk hukum daerah perlu didasarkan pada Prolegda: pertama, agar pembentukan Perda berdasar pada skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat; kedua, agar Perda sinkron secara vertikal dan horisontal dengan Peraturan Perundangundangan lainnya; ketiga, agar pembentukan Perda dapat terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah; keempat, agar produk hukum daerah tetap dalam kesatuan sistem hukum nasional.(H. Sufyan Sagena, 2011:2) Selain itu menurut Sufyan, terdapat beberapa alasan mengapa Prolegda diperlukan dalam perencanaan pembentukan produk hukum daerah, yaitu: untuk memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan peraturan daerah untuk menentukan skala prioritas penyusunan rancangan Perda skala jangka panjang, menengah atau jangka pendek untuk menyelenggarakan sinergi antara lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah untuk mempercepat proses pembentukan Perda dengan menfokuskan kegiatan menyusun ranperda menurut sekala prioritas yang ditetapkan menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Perda. Sekiranya, pilar-pilar sinergitas yang dikemukakan di atas dapat diusung pada ranah aplikatif di daerah, maka trend negatif yang muncul sebagai akibat perumusan yang asal jadi yang menjadi titik lemah dalam penyusunan perda yang ditemukan selama ini, sudah dapat dieleminir sedini mungkin, seperti: pertama, Penyusunan Ranperda tanpa perencanaan yang jelas dan sering kali tidak terkait dengan RPJM/Renstra SKPD,kedua, DPRD dan SKPD kesulitan untuk mengusulkan yang sesungguhnya dibutuhkan karena tidak adanya acuan, ketiga- Pengusulan Ranperda oleh SKPD seringkali tanpa melalui kajian yang mendalam karena tidak diagendakan dalam program/ kegiatan SKPD, keempat, Kesulitan dalam proses penyusunan perda, misalnya dalam penganggaran; evaluasi/pengkajian; penyusunan naskah akademik, kelima,
Kurang mampu menjaring partisipasi
dan
mengakomodir kepentingan publik, keenam, Munculnya perda yang tumpang tindih (tidak sinkron), ketujuh, banyak memunculkan perda bermasalah. 33
Hukum dan Masyarakat 2014 Selain itu menurut Mahendra dalam (Agus Ngadinoet al,2005:23), terdapat beberapa alasan mengapa Prolegda diperlukan dalam perencanaan pembentukan peraturan perundangundangan di Provinsi Papua, yaitu: a. untuk memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan peraturan daerah; b. untuk menentukan skala prioritas penyusunan rancangan Perda untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama DPRD dan Pemerintah Daerah dalam pembentukan Perda; c. untuk menyelenggarakan sinergi antara lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah; d. untuk mempercepat proses pembentukan Perda dengan menfokuskan kegiatan menyusun Raperda menurut sekala prioritas yang ditetapkan; e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Perda. Berkaitan dengan prospek pelaksanaan prolegda di Provinsi Papua ke depan, Program Prolegnas yang telah diakomodir pengaturannya dengan memadai (substansi, prosedur penyusunan dan pengelolaannya) yang diatur dalam Undang-undang No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maupun dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional, maka sama halnya dengan Prolegnas. Di dalam Undang-undang No.12 tahun 2011 materi tentang Prolegda ditemukan dalam pasal-pasal, yaitu Pasal 1 tentang batasan pengertian Prolegda dan Pasal 33 sampai dengan Pasal 40 mengenai keharusan perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah, sebagaimana perintah Pasal 32 Undang-undang No. 12 tahun 2011. Secara teknis pedoman penyusunan Program Legislasi Daerah dan pembuatan produk hukum daerah mengacu padaUndang-undang No,12 tahun 2011 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.53 tahun 2011 tentang Pembentukan Hukum Daerah sebagai pengganti Peratuan Menteri Dalam Negeri No. 169 tahun 2004. Oleh sebab itulah karena sudah ada pedoman teknis yang lengkap baik melalui undang-undangnya maupun peraturan menterinya, seyogyanya perda bermasalah sudah seharusya tidak ada lagi, karena kalau tetap ada maka, persoalan berarti terletak pada sumberdaya manusianya.Dengan demikian dari 34
Hukum dan Masyarakat 2014 aspek aturan perundang-undangan yang sudah lengkap itu, merupakan sarana yang sudah sangat memadai. Tinggal bagaimana para stakeholders memahami, dan mempraktekkannya dalam menyusun prolegda maupun dalam penyusunan produk hukum daerah. Sangat penting untuk membekali para aparat pemerintah daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat di daerah dengan pengetahuan imu perundang-undangan, terutama bagi daerah-daerah yang baru dimekarkan di Provinsi Papua.Hal ini dimaksudkan agar mereka menjadi aparat negara yang handal dalam membuat aturan perundang-undangan di Daerah. Faktor lain yang juga berpegaruh terhadap kualitas perda yang dihasilkan ialah peran serta masyarakat dalam pembuatan peraturan daerah yang dalam kenyataannya sering diabaikan daam pembuatan perda di Provinsi, dan Kabupaten Kota di Papua. Peran serta masyarakat dalam proses penyusunan Peraturan Daerah dapat dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip akses informasi dan partisipasi, sebagaimana berikut ini: 5 1.Akses Informasi Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan rancangan atau peraturan perundangundangan tingkat daerah. Penyebarluasan bagi Perda dan Peraturan Perundang-Undangan dibawahnya dilakukan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Pasal 92 ayat (1) Penyebarluasan Prolegda dilakukan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, hingga Pengundangan Peraturan Daerah.
Pasal 92 ayat (2)
Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan. 2. Akses Partisipatif Partisipasi publik dalamUndang-Undang No. 12 Tahun 2011,telah diatur secara tegas dalam Pasal96 yang menyatakan masyarakatberhak memberikan masukan secaralisan dan/atau tertulis dalamPembentukan Peraturan Perundang-undangan.Masukan secara lisandan/atau tertulis dapat dilakukanmelalui: a. rapat dengar pendapatumum; b. kunjungan 5
Depkum dan HAM, 2009:16 35
Hukum dan Masyarakat 2014 kerja; c.sosialisasi; dan/atau seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Partisipasi masyarakat padasaat pembahasan di DPRD dapatdilakukan sesuai dengan PeraturanTata Tertib DPRD. Dengan aksespartispasi memungkinkan masyarakat untuk menyampaikanaspirasi atau menyumbangkanpemikirannya terhadap suatukebijakan yang akan diambil oleh Pemeritah Daerah. Dengan adanya pengaturantersebut pemerintah, pemerintahdaerah provinsi, kabupaten dan kotadalam pembentukan peraturanperundang-undangan memberikanhak partisipasi terlebih dahulu kepada masyarakat untuk menyampaikan gagasannya melalui mekanisme hukum yang telah ditentukan. Pembentukan Perda diperlukan adanya aspek keterbukaan yaitu pemberian kesempatan kepada masyarakat baik dari unsur akademisi, praktis maupun dari unsur masyarakat terkait lainnya untuk berpartisipasi baik dalam proses perencanaan, persiapan, penyusunan dan/atau dalam pembahasan Raperda dengan cara memberikan masukan atau saran pertimbangan secara lisan atau tertulis dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Keberadaan aspek keterbukaan dapat dilihat pada ruang partisipasi masyarakat seperti : a. Pembentukan peraturan di pusat maupun daerah begitu marak dengan aneka dampaknya. b. Ada ruang kebebasan, muncul kesadaran publik untuk berperan dalam pembuatan kebijakan publik. c. Trend internasional mendoronggood governance dimana partisipasi masyarakat menjadiprasyarat utamanya, dan d. Ada kesadaran pemerintah,DPR/DPRD tentang pentingnya pelibatan masyarakat dalampembuat kebijakan. Adapun mekanisme partisipasi masyarakat dalam pembentukan Prolegda dapat menggunakan pola: a. Mengikutsertakan anggota masyarakat yang ahli, independen dalam tim/ kelompok kerja dalam penyusunan Prolegda;
36
Hukum dan Masyarakat 2014 b. Melakukan public hearing melalui seminar, diskusi, lokakarya atau mengundang pihakpihak yang berkepentingan dalam rapat penyusunan Perda atau musyawarah rencana Pembangunan; c. Melakukan uji sahih terhadap Prolegda; d. Melalui lembaga pemberdayaan masyarakat, atau membentuk forum warga peduli Prolegda. 6 Jadi sangat jelas, hakmasyarakat partisipasi dalampembentukan Undang-undang atau Perda merupakan amanat konstitusi, hak masyarakat itulah yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah dalam menyusun prolegda maupun perda di Provinsi Kabupaten Kota di Papua yang selama ini masih terabaikan, penghormatan terhadap hak masyarakat ini akan menghasilkan Perdayang transparansi dan partisipatif dalam-rangka penyelenggaraanPemerintahan di Provinsi, Kabupaten Kota di Papua E. Penutup Prolegda sebagai pembaharuan hukum daerah yang memiliki kedudukan yangstrategis, sebagai landasan dan perekatpembangunan di daerah, yang bermaknateraktualisasikannya fungsi
hukumsebagai
engineering),instrumen
alat
rekayasa
penyelesaian
pembangunan masalah
(lawas
a
tool
(disputeresolution)
dan
of
social
instrumen
pengaturperilaku masyarakat (social control). Maksudnya melalui Prolegda,dapat dilakukan penataan sistem hukumsecara terencana, menyeluruh, terpadudan sistematis di daerah, yang senantiasaberdasarkan cita-cita Proklamasi,Pancasila dan konstitusi yangmenyatakan Negara Indonesia adalahnegara hukum (rechstaat) sebagaimanatertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD1945. Sebagai negara hukum, berarti negara harus menjunjung tinggi supremasihukum, persamaan kedudukandihadapan hukum, serta menjadikanhukum sebagai landasan operasionaldalam menjalankan sistempenyelenggaraan pemerintahan dibidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara filosofis Prolegda sebagai bagian daripembangunan hukum yang merupakan instrumen perencanaan program pembentukan Perda yang disusun secaraterencana, terpadu dan sistematis.
6
Yusdiyanto, 2012:11
37
Hukum dan Masyarakat 2014
DAFTAR PUSTAKA Agus Ngadino, et al, Kedudukan Hukum Proegda dan Pelaksanaan Dalam Penyusunan Peraturan Daerah di Kota Palembang, 2013, Palembang Bagir Manan, 1995,Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM-Unisba, Bandung. Blog Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, 2013, Problematika Penyusunan Program Legislasi Daerah Dalam Pembentukan Peraturan Daerah, di akses tanggal 26 Desember 2014 Departemen Hukum dan HAM, 2009, Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah, Jakarta H. Sufyan Sagena, 2011, Urgensi Program Legislasi Daerah Dalam Pembentukan Hukum di Daerah, Majene, Blog Artikel Jimly Asshiddiqie, dan Bagir Manan, 2007Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Penerbit: PT BIP (Kelompok Gramedia, Jakarta _______________, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan Pertama, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta Kantor wilayahkementrerianhukumdan HAM, LaporanKegiatanTahunanBidangHukumBagianTugasPokokdanFungsi Program Legislasi Daerah Tahun 2011. Kantor wilayahkementrerianhukumdan HAM, Jawa Barat, 2013, Urgensi Prolegda Dalam Pembentukan Perda Munir Fuady, 2010, Teori Negara Hukum Moderen, Refika Aditama, Bandung Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Sukowiyono, 2006,Otonomi Daerah dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah Partisipatif, Penerbit Faza Media, Jakarta 38
Hukum dan Masyarakat 2014 Yusdiyanto, 2012, Partsipasi Masyarakat Dalam Pebentukan Program Legislasi Daerah, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 tahun 2012 Aturan Perundang-undangan UU. No. 32 tahun 2004 tentang Pemeritahan Daerah; UU.No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional Peraturan Menteri Dalam Negeri No.53 tahun 2011 tentang Pembentukan Hukum Daerah
39