ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik 2016 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel-cerpen percintaan atau romance.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca.. karya kami, anda, kita semua. Peringatan: Selazimnya romance-percintaan, karya ini bukan untuk anak/remaja di bawah umur. Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Tokoh & alur cerita adalah fiksi belaka. Terima kasih & salam. ***
Perang Laut Jawa (1) Prelude Menuju Perang Laut Besar Dalam sejarah perang permukaan laut, Perang Laut Jawa mengandung banyak pelajaran klasik. Agak dilupakan sejarah karena terjadinya Indonesia, negeri yang sekarang ini bukan mainstream-nya kehidupan global. Selain itu, dalam Perang Pasifik
selanjutnya, ada lagi pertempuran-pertempuran kombinasi laut-udara yang mungkin lebih spektakuler, tetapi pada jamannya, termasuk pertempuran dramatis yang besar. Saat pertempuran terjadinya, pertempuran itu merupakan pertempuran permukaan terbesar setelah Battle of Jutland 1916 antara Inggris dan Jerman di laut utara dekat Skandinavia sana. Jadi, bagi sekutu, detik-detik saat berlangsungnya.. terasa lebih dramatis dari saat Laksamana Tom Phillips tenggelam di Laut Cina Selatan. Bagaimana pertempuran itu terjadi? Berikut ini ringkasan kisahnya.... Itu hari-hari yang kelam... Awan hitam menggantung di langit saat Laksamana bintang dua Karel Doorman mengumpulkan semua kapten kapal perang sekutu yang ada untuk rapat di Surabaya. Waktu itu 26 Februari 1942, armada gabungan ABDACOM alias ABDA-Float, komandan tertingginya adalah Doorman. Sebelum Doorman, saat Jepang belum merangsek, yang memimpin ABDA-Float Admiral Thomas C. Hart dari Amerika. Untuk angkatan laut Belanda, di atas Doorman cuma ada satu saja yang lebih senior, yaitu Luitenant-Admiraal Conrad Helfrich, saat itu masih bintang tiga. Amerika sendiri, sejak kehilangan Filipina, Guam, dan sekitarnya, berusaha menset perimeter baru jauh di belakang Asia Tenggara, yaitu di Australia, Selandia Baru ke utara Hawaii, dan Midway. Sejak Filipina tergencet, sebetulnya Amerika sudah usul segenap kekuatan angkatan laut (dan udara) diselamatkan jauh-jauh ke tempat aman, susun kekuatan lagi, lalu saat momentum didapat lagi, baru mulailah ofensif balasan, membalik gelombang tsunaminya ke arah Jepang. Ini bertentangan dengan niat Belanda, yang inginnya, kalau bisa segenap kekuatan ditumpuk di Hindia Belanda saja, sehingga Hindia Belanda selamat. Dan karena itulah maka komandan Amerika digusur oleh Helfrich dan digantikan oleh Doorman yang siap mempertahankan Hindia sampai mati. Dengan semangat seperti itulah, Doorman mengadakan rapat... Rapat itu adalah rapat terakhir, saat sebelum armada sekutu melaut dari Surabaya menemui akhir nasibnya…. Mungkin para peserta rapat sudah ada firasat juga, bahwa setelah itu, mereka akan berlaga di satu operasi yang menentukan nasib banyak orang, dan hidup-mati mereka sendiri. Jawa Timur masih sepenuhnya di tangan sekutu... Sebelumnya, berturut-turut ABDA-float mengalami kekalahan demi kekalahan. Pertama, saat HMS Prince of Wales dan Repulse ditenggelamkan oleh serangan udara Jepang di Laut China Selatan. Lalu, saat Balikpapan diserbu 23 Januari 1942, bertempur empat destroyer Amerika dengan rombongan Jepang, ada sedikit keunggulan taktis, namun penghamburan torpedo itu cuma menghasilkan kerusakan yang tidak strategis bagi rombongan Jepang yang lantas menuntaskan pendaratan Balikpapan saat kapal-kapal Amerika itu menarik diri. Tanggal 13 Februari, sekutu sempat coba menempur Jepang yang akan mendarat ke Palembang juga, tetapi baru setengah jalan langsung balik arah lagi karena tidak bisa mengimbangi pesawat-pesawat dari kapal induk. Kemudian, 19-20 Februari, sekutu
mencegat invasi ke Bali di pertempuran selat Badung, tetapi hasilnya tidak memuaskan juga. Malah kemudian, tanggal 19 Februari, kota Darwin di Australia Utara diserang udara dua gelombang, sehingga mengalami banyak kerusakan. Yang menyerang, kombinasi dari pesawat eks kapal induk, dan pesawat dari pangkalan darat yang baru direbut. Darwin pun sempat lumpuh sebagai pemasok angkatan laut di Hindia Belanda. Setelah itu ya.. sudah. Suasana menjadi genting karena Sumatra, Malaya, Singapura di sisi barat sudah jatuh ke tangan Jepang, dan demikian pula sisi timur pulau Jawa sudah 'bocor'. Bali dan Timor sudah direbut Jepang, memutus jalur udara ke Australia. Darwinnya juga sedang berantakan. Di utara, titik-titik kunci di Kalimantan dan Sulawesi semuanya juga sudah di tangan Jepang. Di jalur-jalur Indonesia Timur, sampai sekitar Laut Maluku, kekuatan laut Jepang juga tak tertandingi karena sejak sebelum perang mereka punya basis kuat di Kepulauan Palau.. daerah kekuasaan mereka sendiri, dan apalagi kemudian menguasai Filipina. *** Persiapan Pertempuran Bagi orang-orang Belanda tersisa, itu masa-masa yang pahit. Pulau Jawa adalah home-land karena negeri leluhur sudah jatuh ke tangan Jerman sejak Mei 1940. Dan saat itu.. home-land padat penduduk itu sudah terputus dari bala bantuan Sekutu dari manapun juga. Benteng terakhir pertahanan Jawa sebelum musuh bisa mendarat.. adalah armada gabungan yang dikomandani Doorman itu! Namanya sebetulnya cukup gagah: Combined Striking Force. Tetapi, kapalnya tidak banyak. Bagi mereka, akhir Februari 1942,.. adalah saatnya untuk beraksi atau mati! Mereka tinggal punya: 2 penjelajah berat (HMS Exeter dan USS Houston); 3 penjelajah ringan (De Ruyter, Java, dan HMAS Perth); serta 9 kapal perusak destroyer yang lebih ringan lagi (HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter, Kortenaer, Witte de With, USS John D. Edwards, USS Alden, USS John D. Ford, USS Paul Jones). 14 kapal totalnya. Ada beberapa kapal lain, kecilan, tapi lokasinya tersebar tidak bersama armada induk itu. Sementara itu, Jepang punya dua armada besar, dari arah barat dan timur. Yang dari barat ini bahkan dilengkapi dengan kapal induk segala. Begitu kroditnya situasi sekutu, sehingga Doorman akhirnya menyampaikan perintah khusus: “Kapal perang yang lumpuh atau tenggelam dalam beberapa hari ke depan.. maka nasibnya diserahkan pada belas kasihan musuh!” dan bersepakat tidak akan meluncurkan misi penyelamatan apapun.
Bagi para pelaut, itu perintah yang mengerikan. Andai mereka sampai kecemplung di laut, bugar ataupun cedera,.. kalau tidak bisa ngambang atau berenang ke daratan.. maka nasibnya terserah pada keganasan Jepang, keganasan alam, atau mungkin keganasan ikan hiu dan ikan teri! Widih... Iya kalo ikan hiu nyaplok sekali caplok terus tuntas,.. kalo ikan teri menyantap secuil-secuil gimana? Geli, kan pastinya. Jumlah kapal sekutu terlalu terbatas untuk disisakan sebagai kapal cadangan untuk tugas SAR. Dan kapal sipil tidak ada lagi yang keluyuran kecuali kapal hantu. Lalu perkembangan terjadi…. Tanggal 26 Februari itu, diketahui ada dua konvoi laut membawa pasukan pendarat, sedang mengarah ke Jawa. Satunya bersiap mendarat di sisi barat Pulau Jawa dengan 56 kapal transport yang dikawal oleh armada kapal perang yang kuat, dan satu lagi bersiap mendarat di sisi timur, dengan 41 kapal transport, dan juga dikawal armada kapal perang. Mestinya, untuk menghemat tenaga, sekutu segera mengerahkan pesawat pengintai, yaitu pada masa itu berupa pesawat yang bisa mendarat di air, atau pesawat air, dan mengumpulkan informasi intelijen yang cukup tentang konvoi musuh. Dari lama, Doorman sudah punya visi, bahwa angkatan laut akan efektif kalau dia punya mata, telinga, dan senjata di udara. Dan karena itu, dia terus jadi perwira laut Belanda pertama yang mendapat wing penerbang. Tapi apa daya, saat pertempuran menjelang, tidak cukup pesawat sekutu yang bisa dikerahkan untuk memantau laut. Memantau lalu lintas di jalur pantura juga tidak dilakukan. Yang bisa cuma memantau harga cabe keriting saja, dilakukan oleh ibu-ibu di pasar. Iseng bener.... Toh, dengan informasi intelijen terbatas,.. armada gabungan, The Combined Striking Force, tetap diberangkatkan di bawah komando Laksamana Doorman, yang mengemban perintah dari atasannya lagi, yaitu Laksamana Helfrich untuk "Terus menyerang sampai musuh hancur!" Harapan mereka, konvoi Jepang yang arah timur bisa dihancurkan cepat, lalu armada gabungan bisa rehat di Tanjoeng Priok sejenak, sebelum membentuk gugus tempur lagi untuk menghadang konvoi Jepang yang dari arah barat. Gampang diomongin susah dilakuin! Begitu kata orang Betawi. Itu harapan berlebihan, dengan kemungkinan sukses yang kecil, tetapi sekutu sudah melampaui batas putus asanya. Emangnya ini seperti ngambilin jemuran saat mau hujan? Ambilin dulu jemuran di samping rumah.. habis itu selesai, ambilin jemuran yang di belakang rumah! Enteng bener. Kenyataannya, ketemu konvoi timur pun kans menang udah kecil. Terpipis-pipis sih mungkin! Eh, tapi.. andai pun dengan konvoi timur kalah, kalau bisa bikin kerusakan hebat, sehingga rombongan Jepang yang bablas ke Jawa jauh berkurang.. dan jauh terlambat, itu pun bisa menolong pasukan yang berada di darat, bukan? Siapa tahu.. dengan diulur begitu, terus Jepang kehilangan momentum ofensif.. lalu rombongan
besar dari Amerika, atau Australia, atau India, terus datang! Nehi-nehi! Begitulah kira-kira sekutu bertekad bulat, agak lonjong sedikit. *** Cegatan Pertama Salah Arah Dengan mengucap syukur pada Allah subhanahu wataala, banyak istigfar dan berzikir.. armada pun melaut... Bismillah. Begitulah kurang lebihnya bila yang berangkat itu lulusan pondok pesantren dari Tebu Ireng, Jombang. Eh, tapi kalau tidak salah, peraturan waktu itu angkatan laut sekutu nyaris semua bule dan indo saja, ding. Itu mungkin kesalahan strategis yang mendasar, yang pertama. Andaikan ABDA-Com sudah mempekerjakan Kangmas Kinjeng Minggat Pribadak, kekurangan kapal itu mungkin bisa diatasi dengan penggandaan kapal! Wallahualam. Nah, berhubung kapal tidak bisa digandakan, ya sudah.. armada pun berangkat dengan kapal yang ada saja.... Malam tanggal 26 Februari itu gelap seperti biasa.. Ya iyalah! Kalo terang benderang, mungkin saatnya pesta kembang api. Gong xi fa cai! Saat Doorman melayarkan armadanya ke arah utaranya Madura, semua awak hampir sepanjang waktu.. disiagakan di battle station. Suasana tegang meliputi mereka berjam-jam, dan mengingat Jepang bisa muncul sewaktu-waktu, terus saja semua dalam posisi siaga tempur nyaris tanpa istirahat. Laut segitu luas.. Kalo sempit empang namanya... Ngubek-ubek sampai sepanjang siang 27 Februari, Doorman tidak menemukan apapun kecuali ikan teri dan ubur-ubur. Malah sempat mengalami serangan udara sedikit. Tapi tidak masif. Tadinya, mereka menduga, Jepang akan datang dari arah itu, karena belum lama sebelumnya, mereka mendaratkan pasukan di Bali, dan ada pertempuran laut juga di selat Badung. Toh ternyata perkiraan mereka keliru. Tanda-tanda konvoi Jepang sama sekali tidak ada di utara Madura! Tanda-tanda tukang sate dan soto Madura juga tidak ada. Tanda akan terjadinya carok antara tukang besi yang istrinya diserobot sama juara karapan sapi juga tidak ada. Akhirnya, untuk sejenak Doorman pun memberi rehat para anggota. Mereka boleh meninggalkan battle stationnya, dan dia pun kirim berita radio ke atasannya Helfrich, mengabarkan keputusan 'returning to base' agar para anggota tidak kelewat letih karena selama berlayar itu terus menerus pada posisi siaga tempur di battle-stations. Helfrich ngomel, tidak terima. “Selama ini elu udah balik melulu tanpa hasil substansial ye, masak sih elu kali ini mau balik kucing juga?” “Ini bukan balik kucing, Boss. Balik kebo!” Terjadilah berbalas radio dan berbalas pantun yang intensif antara Helfrich dan Doorman. Persisnya gimana kita tidak tahu. Menurut Helfrich, Doorman itu gak becus
dan lembek! "Mestinya elu jangan balik arah dong, Man! Elu mestinya lebih membabi-buta dalam menghajar konvoi Jepang itu!" “Lha? Mau membabi buta gimana?” Doorman pun gemes, tapi mau ngajak berantem nggak berani. Kalah senior. Ujungnya, secara agak menyindir dan diplomatis, Doorman bilang. "Udahlah Meneer, kalau memang armadaku mesti menyerang konvoi Jepang, tulunglah.. tunjukin konvoi itu ada dimana persisnya!" Yang kenyataannya, intelijen yang ada, tidak memadai untuk mengetahui lokasi musuh secara persis. Bokis bener. Toh ujungnya, Doorman meneruskan pencarian sesuai arahan panglimanya. Semua awak diperintahkan siaga tempur lagi. Capek bener! Walau begitu, jam 12:40, tanggal 27 itu, dia melapor lagi, "Siang ini para anggota capeknya bukan capek aja. Tapi sudah capek bingits!" disebabkan bahaya yang terus menerus, kemungkinan diserang dari udara dan permukaan laut sewaktu-waktu. Semua anggota sudah kurang istirahat sejak berangkat tanggal 26 malam. Doorman pun lalu memutuskan untuk rehat ke Soerabaja, biar para anggota fresh lagi sampai dia diberi informasi lebih lengkap. Nah, saat armada menjelang masuk ke perairan Surabaya,.. meliuk-liuk di antara ranjau yang mereka tebar sendiri di selat Madura arah utara itu, seperti penari ular saat diputerin lagu dangdut.. tahu-tahu masuk informasi persis tentang posisi konvoi Jepang. “Jepang di arah Pulau Bawean!” Yaitu arah barat laut dari posisi mereka di lepas pantai surabaya. Ya sudah,.. mau istirahat nggak jadi! Kalau ditinggal istirahat dulu, takutnya kapal-kapal kejebak di pelabuhan, diserang udara atau apa, atau Jepang keburu ngebut mendaratkan pasukan tempurnya. Masya Allah. Ini kekonyolan yang sering kita semua alami. Entah dalam keseharian, atau pekerjaan. Kurang persiapan, dan kurang informasi. Energi banyak terbuang percuma, capek nggak puguh. Eh,saatnya mau istirahat, jeder! Malah mesti jungkir balik! Suami siaga yang culun.. udah bela-belain begadang sampai teler, istrinya nggak melahirkan juga. Eh, giliran dia fly dan setengah sakaw.. owek! Tahu-tahu malah kucing dia yang melahirkan! Ta'uk deh, sejak kapan kucing lahir suaranya owek! Mending kita balik saja ke armada sekutu daripada ngurusin kucing... Di tengah-tengah ladang ranjau itu, Doorman pun memutar balik arah lagi. Bahkan dia sempat nekat keluar dari koridor amannya ladang ranjau laut itu, demi mempercepat putar baliknya. Tentu para awaknya cekot-cekot juga. Sluman-slumun-selamet.. sluman-slumun-selamet, begitu mungkin kalo ada awak yang mantan dukun. Dukun santet. Dari Jember... Untung kapalnya tidak ada yang njebluk karena ranjau. Entah karena ranjaunya bulukan, atau memang nasib awak lagi mujur. Kepethuk sing dhodhol rujak cingur.... Tapi jelas, itu bukan karena mantera dukun pijet itu tadi! Semua itu Allah yang menentukan. Subhanallah... Ironisnya lagi, kejadian putar arah itu, disaksikan dari udara melalui siaran langsung oleh sebuah pesawat air Jepang, yang kebetulan ditugaskan untuk mengintai. Yang sebetulnya, pilot pesawat air itu lebih suka menonton live show gulat sumo daripada manuvernya kapal Kang Doorman.
*** Jepang Dari Arah Pulau Bawean Habis putar arah, Doorman pun gagah berani menyongsong konvoi timur. Dia pimpin kolom jejeran kapal perangnya ke arah barat laut! Sayang di sayang,.. konvoi Jepang itu tidak mudah dicegat karena dikawal oleh armada yang perkasa. Yang dikawal: 41 kapal transport. Atau ada juga yang bilang 30 transporters penuh pasukan. Pasukan pendarat Jepang untuk menyerbu Jawa itu dibagi menjadi dua grup, yaitu grup invasi barat dikendalikan dari Cam Ranh Bay, Indocina, dengan inti pasukan dari Divisi Angkatan Darat ke-2 dan Resimen ke-3, datasemen campuran yang diperbantukan dari Divisi Angkatan Darat ke-38. Sedangkan grup invasi timur, dikendalikan dari pulau Jolo, di kepulauan Sulu, kekuatan intinya Divisi Angkatan Darat ke-48, dan Grup Resimen Angkatan Darat ke-56. Yang coba dicegat Doorman invasi timur ini. Mereka yang mengawal totalnya 22 kapal, meliputi: 4 kapal penjelajah berat (heavy cruiser) 4 kapal penjelajah ringan (cruiser) 14 kapal perusak (destroyer) Di situ ada dua grup armada destroyer. Yaitu grup ke-4 dan grup ke-2. Grup ke-4 punya 6 perusak dan penjelajah ringan Naka di bawah Rear Admiral Nishimura Shoji. Grup ke-2 punya 8 perusak di bawah Rear Admiral Tanaka Raizo. Di angkatan laut Jepang, Nihhon Kaigun, rear-admiral bintang dua itu disebut kaigun-shōshō. Kalo shogun, itu terus jadi merek sepeda motor. Bodo amat. Dua grup perusak itu tadi.. mengapit dua-per-tiga dari kekuatan Divisi Penjelajah ke-5 di bawah Rear Admiral Takagi, yang walaupun sama-sama bintang dua, tapi paling senior, merupakan pemegang komando taktis untuk operasi mereka. Divisi Penjelajah ke-5 atau "Sentai-5" ini bawa 3 penjelajah berat di dalam rombongan, plus 1 yang diposisikan sebagai 'distant support', yaitu Myoko, Nachi, dan Haguro. Tiga-tiganya kelas Myoko. Lalu, Myoko-nya disuruh memisah, bergabung memberi distant support untuk invasi bersama penjelajah berat keempat yaitu Ashigara. Dalam pertempuran nanti, ujungnya peran Ashigara dan Myoko cuma bagian nguber kapal Exeter yang sudah teler, dan pengikutnya, pada pertempuran laut Jawa yang kedua, membersihkan sisa-sisa kekuatan sekutu. Rada aneh juga, musuh datang, malah dua penjelajah paling jagoan dijauhin. Mestinya bisa ikut mengeroyok! Entah ini indikasi kepedean atau apa,.. tapi kelak, kebodohan seperti ini menimbulkan kerugian besar bagi Jepang di pertempuran Midway sekitar empat bulan setelah pertempuran laut Jawa. Yaitu saat Jepang mestinya bisa mengkonsentrasikan enam kapal induk, tapi ujungnya cuma empat saja karena dua di antaranya keputer-puter di pertempuran Laut Coral.
Jadinya,... di pertempuran Jawa itu, Takagi mengandalkan Nachi dan Haguro saja, dua penjelajah moderen, yang masing-masingnya punya 10 meriam 8-inci, dan 16 tabung torpedo (8 di tiap sisi) yang mampu meluncurkan torpedo type-93 "Long Lance" yang legendaris. Di tiap sisi itu tadi maksudnya kiri dan kanan ya. Kalo torpedo di sisi bawah, nembaknya ke dasar laut, ke sarang ubur-ubur paling, atau cumi-cumi. Takagi juga punya sekandang pesawat air di penjelajahnya untuk memonitor gerakan Doorman. Sekandang embe, nggak tahu di kampungnya sono dia punya apa enggak. Doorman-nya nggak nyiapin sebiji pun pesawat intai! Dia berharap, pertempuran akan terjadi malam hari, sehingga pesawat airnya dia tinggalkan di darat, di Surabaya. Berdasar doktrin sekutu, pesawat air itu dianggap cuma sumber bahaya kebakaran di kapal saat tempur malam. Sebaliknya... dalam doktrin Jepang, pesawat pengintai yang bisa mendarat di air itu seagresif dan sekreatif mungkin dimanfaatkan selama perang. Mirip dengan doktrin orde baru, sishankamrata, yang ingin mencapai masyarakat adil makmur, gemah ripah loh jinawi, berdasar pancasila dan UUD 45 yang dilaksanakan secara murni dan konsekuen! Eh, ini miripnya dimana yak? Ta'uk. Di pertempuran ini pun, khususnya pada gelombang pertama, ujungnya pesawat air itu jadi 'pembeda' bagi Takagi, yang bikin dia lebih jago dari lawannya. Yang mestinya… itu bisa diimbangi oleh sekutu, karena di area itu, ada juga 3 PBY Catalina flying boats, dari US Patrol Wing 10. Cuma ini ada kendalanya. Catalina tidak bisa diakses langsung oleh Doorman. Diakses lewat facebook juga nggak bisa. Berdasarkan konsensus sekutu, semua laporan US Patrol Wing 10.. mesti dilewatkan dulu ke communication center di “Naval Commander Soerabaja”, tidak boleh langsung ke Doorman, sehingga.. kalaupun diaktifkan.. mungkin tidak seefektif punya Takagi. Doorman bisa keburu njebluk, laporan belum masuk. Ini seperti dagelan... Alkisah, seorang kiai ceramah di LA. Biasa dong, dia pakai bahasa Indonesia, campur Sunda. Bagi para jamaah asing, ada headset diisi suara oleh penerjemah... Saat yang disampaikan nasehat standar, penerjemah profesional near-real-time bisa langsung terjemahkan saat itu juga. Nah, pas waktunya kiai bikin lelucon, kesusahan kan kalau mesti diterjemahin real-time. Maka penerjemah pun janji, nanti saat jeda, akan dia ceritakan. Lalu ceramah pun selesai, ditutup dengan doa. Lha, pada saat doa itulah penerjemah menerangkan, tadi itu leluconnya tentang apa. Gerrr... para pemirsa asing pun ketawa ketelatan di tengah doa. Kiai dan pemirsa orang Indonesia pun jadi kebingungan. Ini doa lagi khusyuk kenapa bule pada ngakak, yak? Dan itu masih rada mending, si Munce, seorang indo, yang bapaknya Pance, dan ibunya Mukiyem.. ketawanya baru dua hari kemudian! Yem, yem.. anak elu kesambet apaan, tuh?!! Orang-orang jadi ngibrit. Lha, kalo cuma ketawa telat resikonya masih ringan. Paling pol rumah sakit jiwa. Lha, ini perang! Bisa ke alam baka.. Nggak tahu tuh gimana pemandangannya di sono.
Ini pelajaran bagi kita. Untuk yang sifatnya 'taruhan-besar',.. komunikasi handal, yang cepat-akurat itu menentukan hidup mati. Waspadalah. Waspadalah. Eling lan waspodo. Lanjut lagi... Sedikit tentang torpedo Jepang, type-93, namanya merujuk ke angka tahun terbitnya, yaitu tahun Jepang 2593 alias 1933 Masehi. Panjangnya 9 meter, lurus, nggak melengkung, diameternya 61 senti. Dipasangnya di kapal permukaan. Varian untuk kapal selamnya dinamai Type-95. Oleh ahli US Navy dijuluki ‘Long Lance’, si tombak panjang. Oleh Jepang disebut ‘torpedo oksigen’, sesuai sistem propulsinya dan oleh orang Batak, disebut si Ucok mungkin. Di awal perang, dia torpedo terbaik di dunia. Yaitu type-93 itu, bukan si Ucok. Kalo si Ucok torpedo suka kejepit. Daya tembak efektifnya bisa sampai 22km (di kecepatan 48-50 knot) atau jarak maksimum 40km (di kecepatan 38 knot). Bobot total 2.7 ton, hulu ledaknya 490kg. Nyaris semua penjelajah Jepang diperlengkapi torpedo Type-93. Kebanyakan bahkan punya dua paket amunisi. Type-93 itu dirancang agar kapal perang yang meriamnya kecilan, seperti destroyer, bisa menenggelamkan atau melumpuhkan battleship Amerika yang banyak dan besar meriamnya. Dalam pertempuran, yang banyak makan korban type-93 yang diluncurkan dari jarak 20km-an. Ini di luar dugaan sekutu, yang mengira torpedo Jepang efektifnya kurang dari 10km! Sebagai kontras, lawannya, torpedo US Navy tipikalnya Mark 15, diameter 53cm, dengan hulu ledak 375kg, dan jangkauan maksimum 14km (di kecepatan 26.5 knot) atau 5.5km (di kecepatan 45 knot). Dan kapal Amerika tertentu saja yang bertorpedo. Kalah sama kuda pejantan. Eh, kuda apaan? Sorry. *** Kapal Sekutu Yang Berlaga Orang awam mungkin bertanya ya, Nachi dan Haguro itu keitung moderen, emang kapal-kapal punya sekutu kayak apa sih keadaannya? Kita ulas saja satu-satu. (1) HMS Exeter (Inggris)... Penjelajah berat. Punya 6 meriam 8-inci terpasang di tiga turet kembar, dan tabung-tabung torpedo.. di atas kertas ini kapal terkuat di armada gabungan. Toh penjelajah berat Jepang meriam 8 incinya ada 10 masing-masing! Exeter pernah sukses menekuk battleship Jerman "Admiral Graf Spee" di dekat Rio de la Plata di Amerika Latin, membuktikan bahwa awaknya kawakan. Tapi,.. penjelajah ini agak 'berumur', estewe, lagi butuh perawatan, dan senjatanya tidak setokcer saat muda. Di antara yang bertempur, Exeter ini satu-satunya yang dilengkapi radar. Tapi pada waktu itu, radar masih agak primitif dan baru muncul. Ayu Ting-ting pada waktu itu malah belum muncul. Sudah muncul pun dia mau apa? Bingung, kan? (2) USS Houston (Amerika).. Ini penjelajah berat juga, tapi tanpa torpedo, berkat keputusan aneh US Navy tahun 1930 yang menghapuskan tabung torpedo dari semua penjelajahnya. Di permukaan sih pura-puranya paling gagah dengan 9 meriam 8-inci di tiga turet isi-tiga. Toh saat itu turet set ketiganya sedang lumpuh kena serangan udara
tiga minggu sebelumnya di pertempuran Selat Makassar, dan tidak bisa direparasi di jalan. Jadi, meriam 8 incinya yang berfungsi cuma 6, sementara Jepang masing-masing penjelajahnya punya 10! (3) Penjelajah Java (Belanda).. HNLMS Java menurut Inggris-Amerika atau kalau menurut bahasa Belandanya Hr. Ms Java (Hr. Ms itu singkatan dari Harer Majesteits, Her Majesty's, karena kebetulan yang bertahta seorang ratu, atau, kalau yang berkuasa raja, maka namanya diganti menjadi: Zr. Ms. Alias Zijner Majesteits, His Majesty's). Kembali ke HNLMS Java.. Penjelajah bikinan 1916 itu, saat barunya bisa menandingi semua penjelajah Jepang yang seumur dengannya. Tapi masa jayanya lewat pada sekitar 1925-an. Dan tahun 1942, bisa dibilang out-of-date, bahkan kurang laik tempur. Cuma orang Belanda tak punya pilihan lain? Delman nggak bisa bisa difungsikan di air, kan? Walau coba dimodernisir dengan kendali persenjataan baru, dan paket anti air-craft, dan cat baru,.. Java ini yah.. nenek-nenek gimana sih? Mau dipakaiin legging macan tutul.. tetaplah nenek-nenek. Mudanya sih dulu cantik! Bodo amat. Watertight-compartment-nya belum modern. Kalo bocor, jadi gampang kelelep. Tambahan lagi, walau punya 10 meriam 6-inci, meriamnya tidak dilindung kubah lapis baja. Demikian pula, akses ke magazines atau gudang amunisi juga tidak lewat koridor lapis baja. Meriamnya berjejer nyebar saja di dek utama. Tabung torpedo tidak punya. (4) Penjelajah De Ruyter (Belanda)… flagship-nya Karel Doorman... Penampilan di permukaan kereng. Punya pilar menjulang dan garis bodi cantik. Tapi kecantikannya tidak menutupi kenyataan bahwa sebenernya dia penjelajah murahan. Persenjataannya cemen, dan begitu pula lapis bajanya. Sudah coba di-upgrade: Fire-controlnya jadi state-of-the-art, dan dia punya sepaket heavy anti-aircraft kelas wahid, 5 twin-barrel Bofors 40mm. Tapi tetap tidak punya torpedo. Dan cuma punya 7 meriam 6-inci, empat di antaranya berada di sisi belakang. Why? Hanya orang Belanda yang tahu mengapa dibikin begitu. Masih untung tidak menghadap ke bawah! Sekali lagi: penjelajah Jepang meriamnya 10 biji, 8-inci. Kira-kira.. 8 inci itu seukuran diagonal Galaxy tablet. Sedang 6 inci itu, ya kecilan dikit dari Galaxy Note 7 yang suka meleduk. Signifikan bedanya. (5) Perusak Kortenaer (Belanda)... Dua minggu sebelumnya, dia dijadwalkan ikut rombongan sekutu mencegah jatuhnya pulau Bali. Tapi malah kandas saat lewat jalur sempit di lepas pantai Tjilatjap atau dimana, dan jadinya ditinggal. Gara-gara kandas, boilers-nya rusak dan belum benar-benar bisa diperbaiki, sehingga ini membatasi kecepatannya maksimum 26 knot. Padahal, di armada Takagi, kapalnya yang paling boyot pun.. masih sanggup melaju sampai 31 knot. (6) Perusak Witte de With (Belanda)... perusak ini mulai bertugas sejak 1930. Yaitu tugas militer, bukan nangkep penyu, dan kecepatan maksimalnya bisa 36 knot atau kira-kira 67 km/jam. Mestinya dia punya 6 tabung torpedo, dan bisa membawa satu seaplane. Meriam terbesarnya 4.7-inci, punya 4 biji. (7-10) USS John D. Edwards, USS Alden, USS John D. Ford, dan USS Paul Jones (Amerika). Empat perusak ini di-grouping jadi "Destroyer Squadron 58" atau DesRon 58, dari kelas Clemson dari masa selepas perang dunia pertama, kurang berlapis baja,
dan juga kurang bersenjata, tapi punya masing-masing 12 baterei torpedo (6 di tiap sisi) yang amat dibutuhkan dalam pertempuran ini! Tapi torpedonya tidak menjangkau sejauh tipe-93 milik Jepang. Dijuluki “four pipers” atau “four stackers” karena punya empat cerobong, kondisinya setengah rongsok. Kecepatannya juga terbatas 26 knots atau 37 km/jam dan selayaknya kapal Amerika lain, DesRon 58 ini agak bebas merdeka, dan tidak sepenuhnya tunduk patuh pada Doorman. Saat invasi Balikpapan, DesRon 58 ini sempat berlaga mencegat para pendarat dengan torpedo-torpedo.. tapi kebanyakan torpedonya melenceng atau tenggelam sebelum mengena sasaran, dan cuma menghasilkan kerugian taktis kecil saja bagi Jepang. (11) HMAS Perth (Australia).. Penjelajah ini diluncurkan 1934, modified Leander-class light cruiser, dulunya HMS Amphion milik Inggris sampai 1939. Akhir 1940 sempat ditugaskan ke Laut Tengah, dan terlibat di "Battle of Greece", "Battle of Crete", dan "Syria-Lebanon Campaign", terus pulang ke Australia di akhir 1941. Awaknya kawakan. Kecepatan maksimal si kapal uap ini 31.7 knot atau 59 km/jam. Senjatanya 8 meriam 6 inci (jauh di bawah penjelajah Jepang yang punya 10 meriam 8 inci), dan punya 8 torpedo (4 di tiap sisi, yang jangkauannya jauh di bawah tipe-93 Jepang). Perth bisa membawa satu seaplane juga, tetapi saat pertempuran dia tidak membawanya. (12-14) Di luar 5 penjelajah dan 6 perusak itu, ada 3 perusak lainnya (HMS Electra, HMS Encounter, HMS Jupiter) milik Inggris. Nanti diulas belakangan. Begitulah... mereka menyongsong pertempuran, dengan 14 kapal dari empat negara (Belanda, Inggris, Amerika, Australia), dua bahasanya (Inggris & Belanda), tidak sempat latihan bersama, kelelahan karena di battle station terus sejak malam 26 Februari. Battle plan dan informasi intelijen pun minim. Kawalan udara juga tidak ada. Sementara itu, semua penjelajah dan perusak Jepang, total 22 kapal, punya torpedo tipe-93 berlimpah, kebanyakannya punya dua set amunisi untuk sekali reload. *** Kortenaer Korban Pertama Waktu terus berlalu sore itu.. Doorman dan armadanya meluncur ke tkp van Java. Rencana Doorman sepertinya ingin membariskan armadanya, agar membentengi pulau Jawa dari konvoi Jepang. Jadi, dia senantiasa tempatkan kapalnya di antara pulau Jawa dan armada Jepang. Kalo ada kesempatan.. dia mau nembus ke utara menghajar konvoi kapal transport di belakang kapal-kapal tempur. Kalau konvoi transport buyar, tentara-tentara di dalamnya ambles ke laut.. tentu serbuan ke Jawa batal, bukan? Rencana gugus tempur Jepang di pihak lain, adalah melindungi rombongan transport, yaitu dengan memposisikan gugus tempur itu sebagai tabir, dan juga ingin menetralisir kapal-kapal sekutu agar supremasi mereka di laut semakin bulat bundar. Begitu diberitahu oleh seaplane pengintai bahwa Doorman memutar ke arahnya, Takagi memimpin gugus tempur secepatnya memotong jalur Doorman. Ada yang bilang,
Takagi ini aslinya awak kapal selam, sehingga cara-caranya tidak seelegan komandan kapal permukaan. Dia gugup dan kagetan saat kapal-kapal sekutu menembakinya. Mohon maklum, saat di kapal selam, kalau ditembaki biasanya terus bisa nyilem. Habis nyilem, pas sepi-sepi baru nimbul lagi. Mirip buaya gitu deh…. Beberapa juniornya bilang, Takagi ini komandan arogan, angkuh, dan petentengan. Takagi katanya juga menggerutu saat dipaksa mencegat Doorman. "Gue udah ngawal 200 miles capek-capek, sekarang suruh nyegat musuh duluan lagi ke depan..." kayak begitulah kira-kira ngedumelnya dia. Toh sambil ngedumel dia ngebut juga ke depan konvoi itu dan tiba di tempat pertempuran pas barengan kurang lebihnya dengan rombongan Doorman, yaitu masih di tanggal 27 Februari 1942, kira-kira jam 4 sore. Andai suasana damai, mestinya sore hari jam 4 begitu bisa diisi dengan duduk santai kipas-kipas sambil ngopi. Tapi sore itu waktunya bertempur. Sirine segera dibunyikan, di kedua pihak yang berhadapan, dan semua orang diinstruksikan “to man the battle stations…” lagi, padahal dari tadinya juga sudah di battle stations! Sirine meraung. Anak kecil yang mainannya diambil juga sering meraung. Kosel-kosel. Via radio Jepang langsung berkoordinasi, dan Doorman pun berkoordinasi lewat radio walaupun dia mesti pakai bahasa Belanda dan Inggris. Dua bahasa! Untung bahasa Jawa dan Madura tidak mesti dipakai juga. Kalau mesti dipakai… duk rema, Dik! Manuver Takagi berhasil menghadang usaha Doorman pertama untuk mendekati konvoi kapal transport. Komunikasi yang tidak mulus di sisi sekutu bikin senewen Doorman. Lalu dia coba menusuk ke barat laut terus, yang ajaibnya.. pas mengarah ke konvoi. Lha, tapi.. yang bisa tembak-tembakan duluan, ujungnya cuma Houston dan Exeter yang meriamnya 8-inci. Yang lain? Meriamnya belum menjangkau. Duel meriam jarak jauh ini luput semua. Itupun jlegurnya tidak imbang. Jepang punya 2x10 meriam 8 inci. Exeter dan Houston cuma 2x6, atau 60 persennya! Doorman lalu mencoba memangkas jarak, supaya meriam 6-inci-nya bisa ikut main. Nggak enak kan kalau nggak diajak main? Tetapi Takagi bermanuver mengancam membelah di muka kolom sekutu, ‘crossing the T’, yang memungkinkan semua meriam Jepang mengguyur sekutu, sementara sekutu cuma bisa membalas dengan meriam terdepan tok. Jadi, Dorman terpaksa membelok dan melambatkan kecepatan sambil coba mendekatkan jarak tembak untuk meriam 6-inci-nya. Dengan komunikasi yang masih belum betul-betul lancar, Doorman tidak punya banyak pilihan kecuali memberikan perintah yang terkenal itu: "Saya menyerang! Ikuti saya!" (Ik val aan, volg mij! I am attacking, follow me!) yang dianggap gagah berani. Walau konon, bunyi perintah sebenarnya simpang siur. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun ada yang beda. Bisa saja dia bilang: "Semua kapal, ikuti saya!" Dan juga ada yang bilang: perintah ini bukannya diberikan di awal pertempuran. Sejam saling tembak, sekitar jam 5 sore, jdar! Exeter kena hantam pelor 8-inci Haguro. Satu boiler uapnya njebluk. Sebelah-sebelahnya terus dimatikan. Terpaksalah, dari 6 boilers, yang masih bisa dihidupkan tinggal satu. Kecepatannya jadi cuma 5-10 knot.
Uap putih membubung. Exeter memisah keluar kolom, supaya tidak ketubruk Houston dari belakangnya. Tapi adanya uap itu, bikin pandangan De Ruyter di depan terhalang kriyip-kriyip. Wah, kapal laksamana kok pake kriyip segala yak? Doorman jadi ragu. Apa semua yang lain sempat ikut belok sesuai perintah atau tidak? Kolomnya bubar dalam kebingungan. Exeter-nya sendiri, lalu diperintahkan pulang kandang ke Surabaya. Kandang embe. Eh, bukan ketang. Kandang kapal maksudnya. Dalam kebingungan itu, meluncur torpedo-torpedo Jepang. Torpedo kambing tidak ikut diluncurkan. Ini torpedo beneran. Konon, yang diluncurkan Jepang 92 biji. Juss! Takagi terburu-buru. Banyak torpedo meledak sendiri sebelum waktunya, tapi satu torpedo dari Haguro.. Kena Kortenaer pas tengah. Dari 92 torpedo, yang membuahkan hasil ya cuma satu itu. Boros peluru, tapi ya.. Takagi perintahnya begitu! Jdar! Kena torpedo, ngerii.. sontak Kortenaer belah dua. Entah belah pinggir atau belah tengah, lalu dia terbalik, dan tenggelam dalam beberapa menit. Yang masih fit.. segera berhamburan melompat ke laut sesuai perintah ‘abandon ship’. Sekoci-sekoci pun disiapkan. Begitupun, para perwira sekutu mengira Kortenaer itu dihajar diam-diam oleh kapal selam yang menyusup, karena tidak menyangka torpedo Jepang type-93 itu.. bisa meluncur begitu jauhnya dari Haguro. Ya sudah. Innalillahi. Jadilah Kortenaer itu korban pertama pertempuran laut Jawa… Tamat riwayatnya. Sekutu langsung bela sungkawa. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. Sedikit tentang kiprah Kortenaer ini… Kapal ini mulai bertugas di angkatan laut Belanda September 1928. Catatan kiprah pentingnya, pertama Juni 1929 saat mengirimkan marinir ke Curacao, setelah Fort Amsterdam di Willemstad diserbu pemberontak Venezuela. Lalu di tahun 1940, bersama saudaranya kapal Van Ghent sempat tugas menjaga lima kapal kargo Jerman sampai kemudian digantikan oleh Penjelajah Java April 1940. Saat Belanda jatuh ke tangan Jerman Mei 1940, Kortenaer sudah keburu berada di Hindia Belanda, atau dalam perjalanan ke situ. Nah, saat Jepang mulai ngamuk, 1941, Kortenaer berpangkal di Surabaya. Dalam misi tempur Selat Badung 18-20 Februari 1942, sempat kandas seperti di ceritakan di atas, tapi ngambang kembali saat air pasang dan bablas ke Surabaya untuk reparasi. Apesnya, pas tempur beneran di pertempuran laut Jawa, jam 17.14 waktu Surabaya, belah dua kena torpedo itu tadi. Jadilah, belum genap 14 tahun umurnya, dia ambles ke dasar laut. Komandan USS John D. Edwards, di kapal yang terdekat mencatat: Kortenaer kena di lambung kanan, meleduk, terjungkir, dan tenggelam, menyisakan moncong depan yang terpangkas dan ujung buritan beberapa meter saja di permukaan. Di gelombang kedua nanti, awak Kortenaer yang terapung-apung di laut, 113 orang, dari semula total 153, diselamatkan HMS Encounter, kapal Inggris, termasuk Letnan Komander A Kroese. Lieutenant Commander itu setara Mayor kalau di angkatan darat, atau Squadron Leader di air-force. Di angkatan laut, itu setingkat di atas letnan (setara kapten angkatan darat), dan setingkat di bawah komander (letkol angkatan darat). Sebutan ala Inggris ini agak tumpang tindih. Di atasnya lagi, di angkatan laut itu:
kapten, setingkat kolonel angkatan darat. Di Royal Navy, kalau setara brigjen itu terus namanya Commodore. Habis itu baru admiral. Nah, kalau ke bawah, yang setara lettu beneran disebut Sub-Lieutenant, setera letda, Midshipman. Kelak, bangkai Kortenaer itu ditemukan lokas persisnya pada tahun 2004. *** Electra Korban Kedua Untuk melindungi Exeter si kapal besar, Doorman segera kirim sinyal menyuruh Electra (British Destroyer) untuk bertindak menyerang balik. Walau tidak begitu terkoordinasi untuk mengantisipasi torpedo, ujungnya Electra, Encounter, dan Jupiter bergerak bersama melindungi Exeter, didukung Witte de With. Electra melempar bom asap, smoke screen, demi Exeter, lalu habis itu menyerang menembus asap bikinan dia sendiri. Eh, pas muncul di balik asap, dia pas di muka armada destroyer ke-2 dan sebagian armada ke-4! “Hello, Jepang! Konichiwa, Konbanwa, apa kabar?!” Ya sudah. Walau sempat menghantam Destroyer Asagumo dan bikin destroyer itu kopyor hengkang dari pertempuran dalam keadaan rusak, Electra ujungnya mati mesin kehantam oleh meriam Jintsu. Dia balas menembak Jintsu. Lalu, hantaman berikutnya bikin meriamnya mati satu demi satu. Dan akhirnya.. Electra pun menyerah tak berdaya. Jinstu-nya sendiri walau kena tembak beberapa kali, sepertinya masih laik tempur terus, dan rusaknya tidak seberapa. Berbeda dengan Kortenaer yang riwayat tempurnya minim, HMS Electra yang mulai bertugas 1934 itu terlibat berbagai pertempuran terkenal. Mulai sepanjang krisis Abyssinian, di Laut Tengah tahun 1935-36. Lalu membayangi perang saudara Spanyol 1936-38. Saat perang Eropa meletus, tugas signifikan pertamanya, ikut menolong kapal barang Athenia, korban kapal selam Jerman U-30. Ada 980 penumpang terselamatkan, 112 hilang, dan Athenia tenggelam esok paginya. Berikutnya Electra sempat nyaris celaka karena bungker peluru meriamnya berantakan, diterjang badai. Terus saja dia bertugas melakukan pengawalan dan berburu kapal selam sampai April 1940. Di Norway sempat kena serangan udara, dan sempat menembak jatuh bomber Jerman juga. Lalu dia ke Norwegia mendukung operasi pendaratan Narvik, dan serangan udara ke Trondheim. Di situ Electra menubruk temannya HMS Antelope yang salah menerima perintah. Electra rusak berat moncong depan. Antelope rusak samping belakang. Keduanya lalu susah payah pulang ke Skotlandia empat hari dalam kecepatan rendah. Setelah fit lagi, dia ikut operasi di laut Irlandia, lalu mengekor HMS Repulse untuk beberapa misi. Tahun baru 1941, Electra ganti kapten, yaitu Letnan Komander Cecil Wakeford May, yang terus jadi kapten sampai Electra tenggelam kelak. Februarinya sempat ketemu battleship HMS Prince of Wales saat kapal canggih itu diuji. Lalu dia ikut berburu battleship Bismarck milik Jerman, dan di selat Denmark, Electra yang mestinya mengawal Battleship Prince of Wales dan Hood di bawah komando Laksamana Lancelot Holland, mendapat kabar Hood dihajar tenggelam oleh Bismarck.
Dia buru-buru menolong penyintas-nya, sudah menyiapkan tali-tali, pakaian kering, minuman hangat, dan sebagainya.. tetapi tiba di lokasi, ngubek lama, yang sempat ketolong cuma tiga orang dari 1415 personal Hood. Habis urusan Bismarck, terus Electra ikut mengawal konvoi Arktik mensuplai ke Uni Sovyet dengan selamat. Oktober 1941, Electra disuruh mengawal Prince of Wales yang dipimpin oleh Vice-Admiral Sir Tom Phillip menuju Singapura membentuk Z Force untuk menghadapi Jepang. Di laut ketemu lagi dengan HMS Repulse, Encounter, dan Jupiter, dan tiba di Singapura 2 Desember 1941, seminggu sebelum bom Pearl Harbour. Ini nyaris bersamaan dengan naik pangkatnya Tom Phillip jadi full admiral, bintang empat, Sesaat sebelum Pearl Harbour, Electra mengarah ke Australia. Tapi terus dipanggil pulang, dan bersama HMS Express, Vampire, dan Tenedos, dia mengawal Prince of Wales dan Repulse melaut ke utara Laut Cina Selatan. Tenedosnya tapi kemudian pulang duluan karena kapasitas bbm-nya tidak bisa mengimbangi yang lain. Tanggal 9 Desember, jam 11 malam, Admiral Phillips yang tidak menemukan musuh membatalkan pelayaran ke utara, dan memutar balik armadanya ke Singapura. Di jalan, dikuntit kapal selam Jepang I-58. Pagi tanggal 10 Desember, tersiar kabar pendaratan di Kuantan, dan HMS Express dikirim untuk mendatanginya tapi tidak menemukan apa-pa. Sorenya, Prince of Wales dan Repulse ditenggelamkan oleh serangan udara 85 pesawat Jepang asal Saigon. Repulse kehajar lima torpedo dalam 20 menit, dan penyintasnya ditolongi Electra dan Vampire, sementara Prince of Wales yang tenggelam perlahan ditolong oleh Express. Laksamana Phillips ikut tenggelam bersama kapalnya. Para penyintas pun di atas Electra tidak sempat rehat ikut sibuk meneruskan pertempuran dan pertolongan. Totalnya 1000 orang masih selamat, 571 di antaranya dijemput Electra. Toh kelak yang 1000 ini dan para awak Electra nasibnya macem-macem. Ada yang jadi tawanan perang saat Malaya dan Hindia Belanda takluk, dan ada yang nahas saat pertempuran laut Jawa, dan saat Inggris disapu di Lautan Hindia. Selepas tragedi Laut Cina Selatan, Electra ke sana-sini mengawal konvoi. Seringnya ketemu penjelajah ringan HMAS Hobart. Sampai.. sesaat sebelum Singapura jatuh, Electra pas mengawal sisa-sisa kapal dagang ke Tanjung Priuk. Lalu Electra ke Surabaya bergabung dengan combined force. Sampai tenggelam di pertempuran itu. Dini hari setelah tenggelam, sekitar setengah tiga pagi, 28 Februari 1942, awak Electra tersisa, 54 orang dari 173 totalnya, dijemput oleh kapal selam Amerika S-38 dan dibawa ke Surabaya. Lalu dicatatlah kesaksian dari para penyintas itu. Konon, di gelombang pertama itu, HMS Electra sempat berhasil menghindari hantaman meriam dan torpedo. Nyaris kena oleh penjelajah ringan Jintsu, dan bisa menembak balik, mengenai Jintsu dan destroyer Asagumo. Terus Electra kena tembak, rusak beberapa bagian dan putus segenap jalur komunikasinya. Lalu terhenti, grek. Dia tembakkan semua torpedonya, luput, lalu bersiap balik ke Surabaya. Tapi terus kebakaran. Dan semua awak disuruh 'abandon ship'. Satu sekoci besar berhasil pergi
membawa para awak cedera, tapi tak lama terus ambyar dihantam meriam. Electra pun tenggelam lunas duluan dengan bendera white ensign-nya masih berkibar-kibar. Saat penjemputan itu pun terasa dramatis bagi para penyintas.. Malam itu, mereka tidak berharap lagi ada yang menolong. Kalo diciduk Jepang, paling mereka cuma bisa pasrah. Nah, pas kapal selam penjemput itu muncul, para penyintas Electra bingung. Ini kapal musuh atau teman? Lalu seorang penyintas melihat jangkar model admiralty yang tinggal orang Amerika yang pakai, dan yakin bahwa itu teman! Subhanallah,.. kesetiakawanan masih ada di masa yang sesulit itu. Ini menjadi contoh bagi kita semua. Siapapun yang ingin berbuat kebajikan, mesti rela mengambil resiko demi saudaranya! Kita jangan sampai kalah semangatnya oleh pelaut-pelaut jadul ini. Saat di kapal selam, satu penyintas yang luka meninggal. Yang lain didrop di rumah sakit Belanda. Lalu, 42 penyintas dibawa ke Australia oleh kapal uap Verspeck dan tiba di sana 10 Maret 1942. Lalu, satu penyintas lagi meninggal di rumah sakit Australia, 10 lainnya kritis. Yang siap tempur lagi, kemudian dijadikan awak kapal Nankin, berlayar ke Ceylon. Terus ke Inggris, ke kampung halaman. Di jalan, Nankin ini ditenggelamkan raider Jerman Thor. Yang selamat dari peneneggelaman itu, diciduk kapal suplai Jerman Regensburg, lalu diserahkan pada Jepang, ditawan sampai akhir perang. Maret 1947, satu jendela di Kapel St. George di barak angkatan laut Inggris, di Chatham didedikasikan untuk para awak Electra ini. Perjuangan gigih seperti Electra ini, dan para awaknya yang sambung menyambung, dan tradisi tolong menolong di laut, beneran yang seperti itulah yang bikin bangsa-bangsa anglo jaya di tujuh samudra lama sekali. Dan di balik semangat kejuangan mereka, kesisteman, dan gotong royongnya yang bener-bener sehidup semati,.. terkandung pelajaran bagi siapapun yang ingin menjadi orang besar dan mulia. Agustus 2003, bangkai Electra ditemukan di kedalaman 49 meter, tertutupi oleh jaring ikan. Uniknya, posisi tenggelamnya tidak sesuai catatan peta perang sekutu, tapi malah dekat dengan perkiraan peta perang Jepang. Dengan kata lain, orang Jepang malah lebih tahu nasib dia daripada orang sekutu sendiri! *** Dua Tenggelam, Dua Pulang Kandang Kortenaer dan Electra sudah tenggelam, pertempuran terus berjalan…. Mengira ada kapal selam keliaran, Witte de With melepas depth charges sambil melindungi destroyer-destroyer Inggris. Nah, tapi.. saat menikung ngepot, satu depth charges yang siap meledak tersapu ke laut dan njebluk di bawah buritan kapal itu sendiri, merusak sebagian baling-balingnya dan mematikan generator listriknya. Setelah itu apakah dia masih laik tempur atau tidak, tidak jelas. Tapi jelas tidak
tenggelam. Witte de With lalu diperintahkan mengawal Exeter yang pincang berat, balik ke Surabaya. Di sana, dia naik dok untuk perbaikan. Tapi tidak sempat tuntas diperbaiki… Tanggal 1 Maret 1942 saat ada serangan udara, rusaknya malah makin parah! Mau diperbaiki lagi, ujungnya malah terus ditenggelamkan sendiri oleh Belanda supaya tidak dirampas utuh oleh musuh, menjelang kejatuhan Surabaya di awal Maret itu juga. Bagaimana kiprah Witte de With itu sepanjang hidupnya? Ya ini seperti umumnya kapal Belanda lain, tidaklah sebanyak jagoan-jagoan Inggris. Nama Belanda aslinya Hr Ms Witte de With, dia destroyer kelas admiralen, yang dinamai dengan nama laksamana Belanda terkenal di abad ke-17. Mulai bertugas Februari 1930, dan tidak pernah beneran tempur bertahun-tahun. Tugas 1935 mengunjungi Saigon. Lalu 1936 ikut hadir di hari armada di Surabaya. Lalu ke Singapura. Dan ikut latihan perang di Laut Cina Selatan. Saat perang pecah, di laut Jawa itu dia ikut bertempur seperti kita kisahkan di atas.. Kita lanjutkan saja kisah pertempurannya…. Dengan dua kapal tenggelam, Electra dan Kortenaer; dan dua kapal pulang kandang, Exeter dan Witte de With, maka kapal Doorman tersisa sepuluh. Penjelajah ada empat, De Ruyter, Java, Perth, dan Houston. Lalu enam destroyer. Empat punya Amerika, dari DesRon 58 itu, plus Jupiter dan Encounter, punya Inggris. Menjelang gelap, Doorman bertekad bulat ingin menggoyang gugus tempur Jepang dan menemukan konvoi transport-nya. Sudah lama dia tidak goyang karawang. Dia tidak nyadar bahwa kalau dia bisa merusak cukup banyak unsur gugus tempurnya, tidak mungkin juga konvoi itu lanjut ke Jawa tanpa kawalan. Pasti balik kucing. Sepertinya, pengalaman Doorman tempur di laut pun agak pas-pasan. Komunikasi terus simpang siur. Terakhir Doorman bilang, "Cover My Retirement", lindungi gerakan mundurku, kepada US Destroyer Squadron 58, atau DesRon 58, tetapi komandan DesRon Thomas Binford tidak paham maksudnya. Di sisi lain, DesRon 58 bbm-nya menipis semua, dan merasa napsu juga, tidak mau pulang sebelum meluncurkan torpedo-torpedonya. Thomas Binford pun lalu meluncurkan serangan torpedo jarak jauh yang memaksa Jepang berbelok menjauh. Torpedo luput semua. Bisa karena kejauhan. Atau Jepang membelok cukup lincah. Atau torpedonya Amerika memang masih pada bulukan. Tidak jelas juga. Toh, apa yang dilakukan Binford itu (secara tidak sengaja?) beneran berkenan di hati Doorman. "Maksud gue juga begitu, Thomas!" Doorman puas banget. Dia pikir, Binford itu bertindak bukan karena napsunya sendiri, tapi karena mengikuti perintah dia. Doorman pun jadi lolos dari medan pertempuran sementara waktu, lalu menusuk ke utara saat hari mulai gelap.. sampai jaraknya ke convoy transport tinggal 20 mil saja. Arahnya sudah pas sebenernya! Nyaris dia bisa melihat konvoi itu di ufuk arah barat laut. Eh, tapi terus dia malah balik ke selatan, karena tidak punya info intelijen dan di
langit tidak punya pesawat pengintai-pengarah! Dia tidak nyadar bahwa konvoi transport segitu dekatnya. Ironis bener. *** Gelombang Pertama Selesai… Rombongan DesRon 58 pun lalu ikut mengarah ke selatan sampai melihat pesisir pulau Jawa, kemudian dengan bbm nyaris tandas mengarah kembali ke Surabaya atas inisiatif sendiri. Bukan atas perintah Doorman. Sampai sini catatan sejarah terang benderang, tetapi yang setelahnya, saat malamnya bersambung, semua agak kabur. Apa sih yang ingin dilakukan Doorman di jam-jam terakhir hidupnya itu dengan sisa enam kapal? Mungkin banyak yang penasaran.... Saat berbalik ke selatan, Doorman mungkin sudah judek dan capek menguber membabi buta, secara acak, di kegelapan laut Jawa. "Gue capek-capek ngubek di sini, kalo ternyata konvoi Jepang udah sukses menggocek kita-kita,.. kecele deh. Mereka bisa tahu-tahu sudah mendarat di Jawa!" Eh, tapi, bukankah sekutu sudah menerka juga, di titik mana musuh akan mendarat? Jadi, sepertinya Doorman mencoba telusuri dari arah itu. Berdasarkan kajian intelijen sekutu, titik pendaratan diperkirakan akan di teluk Tuban. Sejarak 50 mil dari selat Madura. Bagaimanapun, pesisir Jawa itu macem-macem bentuknya bukan? Dan cuma beberapa tempat saja yang ideal untuk pendaratan tentara bersenjata berat. Jadi tebakan sekutu itu diyakini cukup jitu. Dan memang jitu. Untuk persiapan menghadang pendarat, satu kontingen infanteri Belanda sudah ditempatkan di Tuban, dan Laksamana Helfrich boss angkatan laut Belanda tersisa telah memerintahkan penebar ranjau Gouden Leeuw untuk membentang ladang ranjau di sisi selatan teluk Tuban. Doorman tahu perkembangan ini. Ujungnya nanti, ranjau itu tidak banyak manfaatnya, malah merugikan, tapi penempatan infanteri itu besar gunanya, walau gunanya bukan seperti perkiraan Belanda semula! Begitu rombongan kapal perang tiba dekat pesisir Jawa, oleh Doorman disuruh ke barat, ke Tuban, melipir pantai, berharap tidak ketahuan Jepang sambil tetap mempertahankan posisi di antara Jepang dan pantai. Toh mencoba ngumpet begitu sia-sia. Di udara pesawat air Jepang terus mengintai di keremangan cahaya bulan. Cuma ya, dengan mendekat ke pantai, menjauh dari armada Takagi, info dari pesawat itu tidak terlalu bisa juga dimanfaatkan oleh Jepang untuk manuver menyerang. Rentang jarak terlalu jauh. Orang-orang Belanda sementara itu jengkel abis dibayangi pesawat Jepang. Di titik itu, Combined Striking Force tinggal penjelajah ringan De Ruyter yang diikuti penjelajah Perth, Houston, dan destryoer Java, Jupiter. Lima kapal bergerak sebaris.
Encounter kapal keenam, masih operasional juga, dan berusaha untuk bergabung setelah sempat terpisah karena menabiri Exeter. Cuma jaraknya agak jauh, sehingga secara taktis tidak dihitung di barisan. Terus saja, sederet kapal itu berlayar sepanjang pantai, terlalu dekat malah, kata Kapten Rooks dari Houston. Sebagai kapal terbesar yang tersisa, penjelajah berat Houston punya draf-lambung yang paling dalam di antara rombongan. Dia takut kandas. Jadi akhirnya bergeser keluar jalur, jalan paralel dengan yang lain, tapi agak ke tengah. Dan mungkin berkat itu bikin dia selamet. Jam 9 malam itu, saat deretan kapal melewati utara teluk tuban, ujuk-ujuk sisi kanan Jupiter njebluk. Jlegur! Jupiter ini kapal posisi buncit. Mesin nomer dua-nya rusak dan dia kehilangan tenaga. Segera Jupiter kirim sinyal ke Java yang berada di depannya mengabarkan bahwa Jupiter kena torpedo. Asumsinya dari kapal selam Jepang (yang faktanya tidak pernah ada di situ!) Doorman sempat mencek Jupiter si destroyer Inggris yang besar itu, tetapi berhubung mesinnya mati pet, tidak bisa gerak dan tidak bisa memompa keluar air yang membanjir ke lambungnya,.. Jupiter sekarat. Untungnya posisi lumpuhnya dekat ke pantai, sehingga seluruh awak terhindar dari tenggelam di kedalaman. Mereka dibantu tentara darat yang posnya di dekat situ. Di sinilah unit infanteri tadi itu jadi banyak gunanya! Sudah ada yang nolong.. Jupiter pun ditinggal oleh Doorman. Armada terus ke barat. Ujungnya nanti, besoknya, Jupiter tenggelam jam 1.30 dini hari. Penyelidikan pasca perang, nggak jelas hasilnya, apa yang bikin Jupiter njebluk. Kemungkinannya.. ranjau laut milik Belanda sendiri yang mungkin disebar Gouden Leeuw ada yang agak terlalu ke utara. Atau hanyut. Kalau beneran itu yang terjadi, ini kecelakaan tragis tersendiri bagi armada gabungan. Dan di situlah maka penyebaran ranjau itu dipandang tidak banyak berguna, karena nyatanya Jepang pun mendaratnya di pantai Rembang sana, lebih ke barat lagi, bukan di teluk Tuban! Sejauh mana persisnya Doorman mengetahui keadaan Jupiter? Itu juga masih tanda tanya. Wong komunikasi di antara kapal itu juga kurang lancar. Ah, tapi apapun yang terjadi, ini amat tragis. Wong kapal tinggal enam, satu kepisah,.. eh, sedang menjauh dari pertempuran.. Jupiter malah njebluk sendiri! Di memoarnya Helfrich mengkritik keputusan Doorman menyisir dekat pantai ini. Menurut dia, mestinya Doorman menghajar Jepang sejauh mungkin dari pesisir, tapi ngomong saja sih memang gampang. Kenyataannya, Doorman tidak cukup punya info intelijen terkait posisi Jepang. Lewat teluk Tuban.. nggak menemukan konvoi, Doorman balik arah, menelusuri rute yang sama. De Ruyter dia putar arah kanan ke utara, ngebut, dan agak zig-zag juga. Ini seperti taktik menghindar kapal selam. Bisa juga, Doorman maksudnya ingin mengecoh pesawat pengintai yang ngintil terus. Tapi pengintai lantas beraksi, melepaskan
magnesium flares yang diikat di parasut kecil, menerangi bagian belakang para penjelajah, jalur yang dilewati juga dia tandai dengan cahaya dari calcium float. Bagaimana kisah Jupiter sebelum tenggelamnya? Catatan menyebutkan, Jupiter mulai bertugas 1939, beberapa bulan sebelum perang Eropa meletus. Jadi relatif modern, walau meriamnya cuma 4.7 inci, ada denam biji, dibagi jadi tiga set meriam kembar, dua di depan, satu belakang. Senapan-senapannya cuma bisa naik turun 40 derajat saja, jadi bukan untuk anti-aircraft. Anti air-craftnya ada satu four-barrelled 2 pounder "pom-pom" untuk jarak dekat, dan delapan machine gun 0.5 inci dipasang quadrupel di dua tempat. Tabung torpedonya ada 10, untuk torpedo 21 inci. Pas deklarasi perang dengan Jerman, pas Jupiter siap tempur. Setelah beberapa lama tugas perang di Eropa, November 1941, Jupiter dan Encounter dialih tugas ke Force G di Colombo. Lalu ada lima kapal lagi ditugaskan di situ. Lalu bersama Repulse, alih tugas lagi ke Singapura, dan tiga di sana 2 Desember bergabung dengan Force Z. Selama kampanye Pasifik, Jupiter dikomandani oleh Letnan Komander Norman V. J. T. Thew, setara mayor. Tanggal 17 Januari 1942, Jupiter menenggelamkan kapal selam Jepang I-60. Tapi terus 27 Februari 1942, meleduklah seperti dikisahkan di atas. Kelak saat bangkainya ditinjau lagi, disebutkan, amat rusak, sebagian sudah dipreteli, dan sangan dekat posisinya dengan pantai. Tentang si penebar ranjau sendiri, HNLMS Gouden Leeuw (alias Hr.Ms. Gouden Leeuw, si singa emas, diambil mungkin dari nama suatu tempat di Belanda), adalah kapal kecilan mulai bertugas tahun 1932 di Hindia Belanda, yang ujungnya dihancurkan sendiri oleh awaknya sebelum sempat dirampas Jepang. Dia sempat menebar ranjau di sekitar Balikpapan, Tarakan, Surabaya, selat Madura, Tuban, dan Rembang. Tapi tidak sempat menebar harapan palsu. *** Penyelamatan Korban Kortenaer Kita lanjutkan saja ke cerita kita... Doorman dan sisa armadanya bergerak terus. Gerakannya ke utara membawa armada ke tempat pertempuran sore lalu. Dan mereka melewati para penyintas yang selamat dari destroyer Belanda Kortenaer, yang masih pada ngambang di laut. Salah satu penyintas ada yang menulis pengalaman itu. …Tengah malam, ada gerakan di air. Saat mendongak, tiba-tiba kami melihat jelas bayangannya di remang cahaya bulan, kapal-kapal lurus mengarah pada kami. Apakah kami akan dijemput? Kapal-kapal itu mendekat, kelihatan ngebut. Air menyiprat di kiri-kanannya. Terus lurus ke arah kami. Ini jadi berbahaya! Ini bukan mau menolong, tapi mengancam menghancurkan kami. Kami pun teriak seperti orang gila. Woi, woi! Kita di sini! Hidup Persib! Nggak tahulah bagaimana orang-orang berteriak.
Lalu kami sadari, mereka itu kapal-kapal penjelajah kami sendiri. Mungkin mereka melihat kami juga, karena De Ruyter yang terdepan agak membelok sedikit. Saat mereka melintas, nyaris nubruk, rakit darurat kami terombang-ambing oleh ombaknya. Kami berteriak gembira, melihat teman-teman kami. Kami lihat orang-orang Belanda, Australia, Amerika, dan terakhir, orang-orang Belanda lagi. Ada empat penjelajah, ngebut di bawah rembulan tropis. Itu pemandangan spektakuler. Sambil berlalu, beberapa orang Amerika di Houston menjatuhkan flare cahaya, ngambang menari-nari di air. Kami ikuti kapal-kapal itu dengan pandangan mata, sampai hilang di kejauhan. Mereka tidak terlindung lagi oleh destroyer, dan mengarah ke utara, ke arah musuh. Apakah Laksamana Doorman dari anjungannya sempat melihat ke bawah ke arah kami, sambil tersenyum dan bersimpati? Entahlah. Seorang perwira bilang: “Inilah terakhir kalinya kita melihat mereka. Semoga mereka menghajar tulang-tulang Jepang sebelum mereka sendiri hancur. Bajingan-bajingan itu....” Lalu sunyi kembali. Di dekat kami cahaya flare tetap menari-nari. Mata kami terpaku ke arahnya. Ada asa di cahaya itu. Jam-jam berlalu. Lalu muncul kapal lagi di ufuk. Uh. Pertama kami lihat tiangnya. Lalu mendadak dia membelok ke arah kami. Itu destroyer yang terpisah sendiri rupanya. Mungkin itu kapal Jepang yang rusak dan menjauh dari arena pertempuran. Waduh. Kami belum lama ngambang di air, dan rasanya tidak bisa terima dijemput musuh, terus dijadikan tawanan perang. Kami ketir-ketir, tapi lalu salah satu perwira teriak: “Destroyer Inggris! Itu Encounter!” Kami menatapnya dalam diam, lalu teriakan-teriakan lega membahana. Itu memang Encounter. Serasa, flare yang dilepaskan Houston ikut bergembira bersama kami. Dengan cermat, komandan Encounter menyisir sejajar rakit-rakit, jaring dilepaskan, dan semua yang bisa memanjat langsung penculutan seperti monyet memanjat ke atas. Yang terluka dan terlalu lemah untuk memanjat digotong ke atas. Sampai di atas, kegembiraan dan rasa syukur meluap-luap. Pingin rangkulan sama orang-orang Inggris, tapi ujungnya cuma salaman saja. Salaman yang mengharukan. Betapa kami berterima kasih atas gelas-gelas minuman yang mereka berikan, dan pakaian-pakaian kering dari lemari-lemari pribadi mereka. "Apes ya kalian kehilangan kapal", begitu kata para pelaut Inggris. Mereka sendiri juga apes ternyata. Malam berikutnya, Encounter nyungsep juga, dan tidak ada lagi kapal sekutu yang tersisa untuk menjemput para penyintasnya. Ironis bener. Paginya, 28 Februari 1942, hari sabtu, Encounter menurunkan kami di Soerabaja, memindahkan ke kapal patroli Belanda, yang terus membawa kami ke daratan. Begitulah.... Itulah saat terakhir orang melihat Combined Striking Force sebelum puncak pertempuran. Siapa sebenarnya yang menyuruh Encounter untuk menyelamatkan para penyintas dari Kortenaer? Ini tidak begitu jelas. Orang Inggris bilang, Encounter disuruh oleh Kapten Waller dari Perth. Orang Belanda bilang, yang menyuruh mungkin
Doorman. Orang Betawi bilang: Nyok kite ajojing! Orang Amerika cuma menyebutkan, Encounter diperintahkan untuk menjemput mereka tanpa menyebutkan siapa yang memberi perintah. Ini menggambarkan betapa tidak tersistemnya komunikasi saat itu, sampai hal sesederhana itu pun tidak bisa terlacak sampai sekarang. Malam itu,… rusak voice-radio frekuensi tinggi dari De Ruyter, untuk keperluan TBS, "Talk Between Ships". Kalau jaman sekarang, TBS itu tandan buah segar, menurut para petani kelapa sawit. TBS yang persis sama di Houston juga off-line. Di awal perang kerusakan ini lazim. Umumnya karena kopyor, oleh getaran meriam-meriam utama yang terus menerus. Perang di laut Jawa ini pertama kalinya, De Ruyter dan Houston lama sekali menembak bertubi dengan senjata-senjata utama. Dan getarannya bikin kopyor rangkaian-rangkaian radio yang kualitasnya saat itu masih belum mumpuni. Dan itu bukan gangguan komunikasi paling sial. Saat sore, Doorman terpaksa bolak-balik memberi perintah dengan bendera di tiang kapal, termasuk perintahnya yang terkenal "Follow Me". Tapi melihat bendera-bendera itu di malam hari susah minta ampun! Komunikasi dengan kibasan semafore juga sama muskilnya. Itu kerjaan pramuka! Jadinya,.. cara komunikasi favorit di malam hari itu pakai blinker-lights, kedipan lampu. Apesnya, guncangan dari meriam-meriam yang telah bikin radio kopyor, ternyata bikin berantakan blinker-lights juga! De Ruyter punya lampu lagi, lampu sorot besar searchlights, yang bisa difungsikan untuk hal yang sama, ternyata juga setengah kopyor. Ujungnya, lampu yang masih nyala cuma semacam sentolop, lampu senter, Aldis lamp, yang dipegang tangan. Nggak jauh beda dengan ronda siskamling! Astagfirullah. Untuk mempertahankan suatu bangsa, dan negara sebesar Hindia Belanda.. modalnya sentolop siskamling! Masya Allah. Nasib segenap bangsa yang besar, koloni Hindia Belanda, diserahkan pada angkatan laut bermodal sentolop. Sulit dipercaya, tapi itulah yang terjadi! Eh, ini serba salah juga ya. Kalau tidak banyak persiapan alutsista canggih, saat perang terjadi beneran.. merana para tentara. Di pihak lain, pembelanjaan alutsista kalau intensif di jaman perekonomian sedang kurang sip.. itu juga bisa jadi pemborosan tidak perlu dari sisi investasi, operasional, dan pemeliharaan. Yaitu khususnya kalau tidak jadi perang. Yang bener: bangsa besar itu harus jadi kuat digdaya dulu secara ekonomi, sehingga pembelanjaan alutsista canggih yang mahal, bagi bangsa itu terasa jadi pembelanjaan ringan saja. Gampang diucapkan, susah diwujudkan. Balik lagi ke penyelamatan awak Kortenaer,.. bisa saja, Doorman meminta Perth untuk menggunakan radionya.. menyuruh ada yang menyelamatkan para penyintas. Doorman yang punya kewenangan, tapi Perth yang tidak punya kewenangan, dia yang radionya masih nyala. Bisa saja sinyal dari Doorman itu langsung diterima oleh radio-room-nya Perth, tanpa sepengetahuan Kapten Waller komandan Perth. Yang jelas, tak lama kemudian TBS Perth yang masih nyala kemudian mengirim perintah itu. Didengar oleh Encounter, lalu Encounter bertindak. Mungkin juga Houston telah mendengar perintah itu, dan mendrop lampu atau yang banyak disebut sebagai 'flare', calcium floatlight yang
terbakar di permukaan air, sama seperti yang dipakai Jepang untuk menandai jejak barisan sekutu itu. Tanda itu supaya memudahkan yang mencari di kegelapan mungkin. *** Kembali Bertempur, Gelombang Kedua… Waktu berlalu… Kemudian, pesawat-pesawat air Jepang kehabisan bbm, pulang ke induknya. Jadi, Takagi tidak lagi bisa memantau gerakan Doorman. Nggak tahu Doorman sedang ngolet, atau joget-joget. Jepang tidak tahu! Kita juga tidak tahu. Sama berarti kita sama Jepang. Bodo amat, deh. Sama-sama buta sekarang. Bahkan mungkin, sekutu masih rada kriyip karena malam itu sebuah P-5 Catalina dari US Patrol Wing 10, sempat melihat dari ketinggian lokasi konvoi Jepang di keremangan cahaya bulan. Koordinatnya segera dilaporkan ke Komando Angkatan Laut Surabaya, dan terus mereka membayanginya, tetapi apakah Komando Angkatan Laut bisa menyampaikan informasi itu kepada Doorman tepat waktu? Lha ini.... Apa pulak ini urusannya tentara sekutu pake kriyip-kriyip segala? Dengan penasaran, selepas teluk Tuban, Doorman mengarah ke utara, berharap menempur dari sayap baratnya konvoi itu. Dia tetap tidak nyadar, bahwa sebelumnya sempat deket sekali, tinggal kurang 20 mil dari konvoi. Encounter masih terpisah. Jadi, anggotanya cuma empat: De Ruyter, Java, Perth, dan Houston. Dengan empat penjelajah itu,.. capek luar biasa,.. amunisi menipis dan kalah jumlah, ini jadi seperti David versus Goliath walaupun ujungnya bukan kisah sukses. Jam 11.15 malam,… itulah bab terakhir mereka. De Ruyter memberi sinyal pada Perth di belakangnya, “Target at port. Four points.” Target di arah kiri. Empat titik! Petugas pengintai di atas penjelajah itu melihat penampakan Nachi dan Haguro di keremangan rembulan, 45 derajat dari moncongnya di jarak sekitar 8 kilometer. Di titik ini, laporan pertempuran terus jadi makin simpang siur. Namanya juga gegeran, dan para tokoh kuncinya lantas banyak yang tidak bisa memberi kesaksian.... Dan karena itu, kebanyakan ahli sejarah cuma menulis singkat saja tentang pertempuran puncak Combined Striking Force ABDA ini dengan Sentai-5-nya Jepang. Apa persisnya yang terjadi? Wallahualam... Berikutnya ini, kira-kira saja, dari berbagai sumber yang berbeda-beda. Mohon maaf kalau kurang akurat. Yang sama-sama dipahami, pada periode itu, para pengintai di kapal-kapal Jepang, itu lebih kawakan dan lebih akurat dari pengintai dan radar-radar sekutu yang terbaik. Kekerannya juga besar seperti teropong bintang. Nah, sementara,... di pertempuran itu, sekutu tidak punya radar lagi. Semula yang punya radar itu Exeter. Tapi dia sudah balik Surabaya. Jadi,... jam 11.03, pada jarak 15 km, Jepang sudah melihat duluan musuhnya, dan Sentai-5 bergerak satu kolom arah 180 derajat, pas ke selatan. Bahkan ada yang bilang, Jepang sudah mulai menembak sebelum De Ruyter tahu persis posisi mereka.
Tapi andai itu benar terjadi, tembakannya tentu tidak efektif, karena sekutu tidak sedikit pun melaporkan tentang hal itu. Kondisi Jepang bagaimana? Kecuali rusaknya satu destroyer, Asagumo, kekuatan Jepang masih prima. Walau begitu, konon, situasi kontingen Jepang juga tidak sesolid yang selama ini dipahami orang. Tanaka yang membawa armada destroyer ke-2 telah menyisir konvoi ke arah barat laut, memerintahkan armadanya berbalik ke timur laut, agar berada di tengah antara konvoi transport dengan armada sekutu. Takagi sementara itu, tetap ke selatan. Dia perintahkan Sentai-5 mengurangi kecepatan agar bisa dapat sudut tembak torpedo. Meriam kedua Houston lalu menembakkan starshells dari jarak 9 km, untuk menerangi sekeliling musuh. Mestinya menyalanya di sisi belakang musuh sehingga musuh kelihatan siluetnya, tetapi ledakannya kurang jauh. Dua kali salvo, dua-duanya kurang jauh. Lalu gantian Jepang menembakkan starshells. Ternyata cekak juga. Tapi, walau gagal menerangi posisi sekutu, tembakan Jepang bikin silau gunners sekutu, sejenak mereka buta, dan kehilangan arah Nachi dan Haguro yang semula kelihatan remang-remang. Nah, mungkin, saat itu, Takagi sudah niat meluncurkan torpedo, posisinya sudah bagus, tapi entah kenapa, dia belum lakukan juga. Ada yang bilang, dia terlalu menyepelekan armada sekutu, atau juga takut luncuran torpedo itu bikin posisinya bergeser dan memudahkan Doorman menelikung dari belakang. Wallahualam. Doorman sempat menyundul ke utara sedikit, tapi Nachi dan Haguro segera menikung kanan, ngebut, dan dalam 20 menit coba memendekkan jarak ke Combined Striking Force. Setelah itu ya sudah.. adu tembak meriam dari dua tim yang sama-sama kepayahan. Jlegur. Jlegur. Jlegur. Baku tembaknya berjalan lambat. Tapi jaraknya makin lama makin mendekat. Java terus mengarahkan moncong meriamnya ke arah Jepang, tapi meriamnya kecil, out of range, jadi belum menembak. Houston di depannya sudah menipis peluru 8 incinya, tinggal 300 rounds. Per meriam tinggal 50 biji. Suatu fakta,.. yang untuk dilaporkan pada Doorman, perlu direlay lewat Perth dulu karena radio TBS-nya kopyor. Doorman lalu merespons. Agar Houston mengirit amunisi, dan hanya menembak kalau yakin kena. Ujungnya, Houston menembak satu kali saja lagi. Pada akhirnya,.. duel sebenarnya terjadi antara Nachi dan Haguro yang meriamnya 8 inci, melawan Java dan De Ruyter yang meriamnya cuma 6 inci. Pertarungan tidak imbang. Tembakan Jepang lebih gencar, dan lebih akurat. Sempat Houston terjepit di tengah. Lalu satu peluru meriam jatuh dekat De Ruyter, begitu dekatnya sampai kapal-kapal lain menyangka De Ruyter kena di geladaknya. Tapi catatan-catatan Belanda tidak ada yang menyebutkan hal itu. Teruslah terjadi baku tembak, dengan latar belakang rembulan dan bintang-bintang yang mestinya peaceful dan romantic. Lambat, dan sporadik. Amunisi menipis, dan para pelaut sudah kelelahan berat. Pertempuran telah berlangsung 7 jam lebih. Bahkan, bagi para pelaut sekutu.. siaga tempurnya sudah sekitar 24 jam.
Begitu lambatnya baku tembak itu, sampai tiap kali Jepang rehat, sekutu sempat bikin catatan-catatan rapih di log-book mereka. Terus lama-lama mencurigakan… Kenapa Jepang selambat itu? Doorman lalu paham. Itu tandanya, Jepang bersiap meluncurkan torpedo-torpedo! Doktrin Nihon Kaigun, angkatan laut Jepang, dalam pertempuran malam.. andalannya torpedo. Bukan meriam. Doktrin ini efektif saat di pertempuran kepulauan Savo dan Tassafaronga. Namun, serangan torpedo itu efektifnya kalau ada unsur pendadakan. Musuh mestinya jangan diberi 'hints' bahwa torpedo-torpedo akan segera meluncur. Tapi justru itulah yang dilakukan Takagi, saat dia menghentikan meriamnya. Doorman yang nyadar serangan torpedo segera datang, segera memerintahkan belok patah 90 derajat arah kanan, agar bisa nyelip di antara torpedo-torpedo, bergerak sejajar arah torpedo, meminimalkan kemungkinan kena tembak. Kolomnya jadi buyar. Semua terus berjejer menghadap timur. Waller komandan Perth tidak mencatat adanya perintah itu, tapi sebagai nahkoda kawakan, dia nyadar juga apa yang terjadi dan berinisiatif sendiri menyuruh Perth belok kanan patah, seiring dengan De Ruyter, berada di kanannya, agak ke belakang sedikit. Susah payah hal ini diinformasikan ke Houston, dan Houston pun menikung 90 derajat kanan. Di timur Houston, 800 meter, Java pun lalu paham situasinya, dan ikutan menikung. Tapi Java telat menikungnya. *** Nahasnya Java Jam 11.32 malam, baru setengah jalan Java menikung, di bawah air terjadilah ledakan. Itu satu di antara 8 torpedo yang diluncurkan Nachi 10 menit sebelumnya. Lha, padahal,.. astagfirullah. Desain Java itu kuno. Kompatermenisasinya masih jelek, dan layout senjatanya juga kuno,... sudah gitu, ledakan pertama disusul ledakan kedua. Ini juga dari Nachi, dan Nachi itu penjelajah Jepang kedua, sama besarnya dengan Haguro. Kalo naci uduk, itu beda lagi! Gurih. Bola api besar segera membubung ke langit. Para pengintai Houston bergidik ngeri melihat mayat-mayat beterbangan ke udara, membayang siluetnya di depan api itu. Air nyala terbakar. Bahkan getaran dentumannya terasa juga sampai ke Perth. Lalu dalam amukan api dan asap, buritan Java pun lenyap. Blas! Horor di tengah malam.... Bum! Magazine meriam Java yang kuno dan tidak terlindung... ikut meledak memotong buritannya sekitar 30 meter. Tidak ada harapan lagi. Ekor yang terpotong tidak bisa di-sealed-off, dan jadinya, ruang mesin langsung kebanjiran. Kapten van Straelen pun kasih perintah 'abandon ship'. Tapi proses tenggelamnya begitu cepat, rakit penyelamat
tidak sempat diluncurkan. Rompi pelampung pun banyak yang ikut kebakar. Para awak melemparkan apapun yang bisa mengambang ke air, lalu nyebur untuk menggapainya. Tidak sampai 15 menit setelah ledakan torpedo itu, Java pun ndengklak dan tenggelam ke kedalaman. Oh, my, my.. Masya Allah. Bagi angkatan laut Belanda, ini kerugian yang masif. Java itu bukanlah destroyer kecil. Walau kuno, Java itu kapal penjelajah. Dari 528 awak, kemudian yang selamat cuma 19 orang. Sebelum tenggelam, bagaimana sebetulnya kiprah Java sepanjang hidupnya? Menurut Wikipedia, Java itu mulai bertugas Mei 1925. Berangkat ke Hindia Belanda 14 Oktobernya, berlayar 7 minggu, dan tiba di Tanjung Priok, 7 Desember 1925. Malang melintanglah di Hindia setelah itu. Ke Surabaya, Bangka, Belitung, Riau, kepulauan Lingga, Belawan, Deli, dan seterusnya. Sempat ikut menyambut kunjungan kenegaraan dari Siam segala dan ikut parade dalam beberapa perayaan. Lalu sempat melanglang ke Singapura, dan ikut latihan di laut Cina Selatan. Saat ditugaskan kembali ke Belanda, Java sempat bertugas mengawal konvoi di selat Gibraltar dekat Spanyol. Saat itu, April-Mei 1937, Spanyol sedang perang saudara. Habis refit di Belanda, sambil mengawal konvoi lewat Gibraltar lagi, Java terus kembali ke Hindia Belanda. Juni 1938 tiba di Tanjung Priok. Tahun itu juga, bulan oktobernya, Java tubrukan dengan Piet Hein di Selat Sunda, lalu direparasi di Surabaya. Begitu Jepang mengamuk, tugas Java awalnya adalah mengawal konvoi bersama kapal-kapal Inggris. Saat Palembang diserbu Jepang, Java sempat mengalami serangan udara, dari bomber-bomber 'kate' yang berasal dari kapal induk Ryujo. Tapi tidak mengalami kerusakan berarti karena keburu sukses kabur ke Batavia. Tanggal 19 Februari, saat ABDA berusaha menggagalkan pendaratan Jepang di Bali, Java juga ikut bertempur di selat Badung. Di situ, Java baku tembak melawan kapal Jepang, bersama kapal-kapal lainnya. Java sendiri tidak kena hit. Tapi sekutu gagal mencegat Jepang. Pada ujungnya, Jepang lantas sukses menginvasi Bali. Korban di sisi Belanda: Kapal Piet Hein tenggelam, dan penjelajah Tromp rusak berat. Java terus ikut pertempuran laut Jawa.. dan seperti di atas itu kisah tragisnya. Kelak,.. bangkainya ditemukan oleh para penyelam Desember 2002 di kedalaman 69 meter. Sedikit agak menyimpang, Java ini, sebetulnya punya 'saudara' HNLMS Sumatra. Rasanya menarik juga untuk diulas sekalian. Saat Belanda kelibas Jerman, Mei 1940, Sumatra dilarikan ke Inggris. Lalu sempat mengungsikan Ratu Juliana dan anak perempuannya ke Halifax, Canada segala. Habis itu, ikut operasi menguber kapal-kapal Jerman. Musim gugur 1940, Sumatra bablas ke Hindia Belanda untuk menjalani overhaul besar-besaran. Apesnya, saat Jepang mengamuk 1942, overhaul belum kelar. Langsung Sumatra itu diungsikan ke Ceylon oleh awak yang kebanyakan pangkatnya cuma midshipmen, setara letda. Padahal ini kapal penjelajah masif. Kecepatannya saat
itu cuma bisa 15 knot saja atau 28 km.jam. Kemudian, dibawa ke Portsmouth, Inggris, tapi sistem propulsinya masih nggak bener, sehingga tidak laik tempur. Pada akhirnya, Sumatra dipreteli dan ditenggelamkan sengaja di pantai Normandia pada Juni 1944, untuk difungsikan jadi pemblokir pelabuhan-sementara 'Mulberry Harbour' untuk mendukung operasi pendaratan Normandia (Operation Overlord). Lalu senjata-senjatanya dipakai oleh kapal-kapal lain yang laik tempur. Can you believe it? Kapal penjelajah, mahal-mahal dibikin.. bukannya dipakai untuk menjelajah, malah dipakai ganjel pelabuhan! Ini tragisnya mirip dengan iphone yang dipakai ganjal pintu! Tahun 1951 sisa-sisa bangkainya dilelang. Jadi, sementara Java saudaranya gagah berani, tempur sampai mati, Sumatra matinya jadi ganjal pelabuhan-sementara milik sekutu. Tapi ya lumayanlah dia ada gunanya. Itulah namanya nasib. Dalam kehidupan ini, kita sering melihat yang seperti itu. Ada yang capek-capek kuliah jadi insinyur sipil, kerjanya di bank pasar, bagian meng-approve kredit. Kredit panci! Kita kembali lagi ke pertempuran... Entah bagaimana perasaan Doorman saat itu, tak berdaya melihat nestapa menimpa penjelajah tua itu.. yang telah berjuang di bawah komandonya bertahun-tahun lamanya. Bahkan Doorman sempat jadi komandannya. Konon, Doorman amat care dengan semua pelaut di bawah komandonya. Entah itu Belanda, atau sekutu. Dia coba berbagai cara untuk melindungi mereka, apapun... yang dia bisa lakukan, supaya tidak ada yang jadi korban konyol sia-sia. Begitu seriusnya dia melindungi pasukan, sampai dicap pengecut segala. Bahkan, walau sudah dia set perintah "yang kecemplung laut tidak perlu ditolong, dibiarkan di bawah belas kasihan musuh", ujungnya, dia toh coba menolong agar Exeter bisa dikawal pulang, dan yang kecemplung dari Kortenaer bisa dijemput oleh Encounter yang sebetulnya diperlukan dalam pertempuran. Dia juga memastikan bahwa awak Jupiter yang kandas semua terselamatkan. Begitu sih kurang lebihnya orang-orang Belanda menggambarkan Doorman, walau begitu, Helfrich atasannya tetap mengkriitik dia dan sekutu pada umumnya, yang mestinya mencegat Jepang selagi Jepang masih di Laut Cina Selatan atau nun jauh di utara sana. US Navy bahkan mengkritik tajam pertempuran Laut Jawa itu. Menurut US Navy, itu pertempuran sia-sia. Sudah jelas belum siap menandingi Jepang,.. mestinya segenap kapal dijauhkan dulu, sejauh-jauhnya dari jangkauan Jepang. Kelak kalau Jepang sudah mereda, baru ofensif balik dilaksanakan! Ya sudahlah. Pendapat orang berbeda-beda. Sekarang, kapal sekutu tinggal tiga. Penjelajah semua: De Ruyter, Perth, dan Houston. Untuk para awak Houston yang ciut, kengeriannya bercampur kebingungan. Kapten Rooks komandan Houston mesti nyelip di antara torpedo di kiri kanannya, dalam jarak ke masing-masing torpedo cuma tiga meteran saja. Darimana torpedo itu berasal? Mereka masih tidak menyangka torpedo Jepang bisa meluncur sejauh itu. Sementara
itu, Nachi dan Haguro sudah menghilang ke dalam cipratan-cipratan air. Lagi-lagi, awak Houston mengira ada kapal selam ikut berlaga. Tapi nggak menduga ada kapal keruk! Saat menyaksikan lenyapnya Java, semua awak Houston berdoa: "Ya Tuhan, kami pergi untuk kasih dan karuia-Mu". Turet nomer 3 Houston sudah mati pet terkena bom tiga minggu terakhir, yang saat itu bomnya juga menyambar 50 nyawa. Dan itu diingat terus oleh Doorman, sehingga dia selalu menolak beraksi di bawah ancaman serangan udara. Nyaris saja bom itu menyambar magazine nomer tiga di bawah turet. Andai tersambar,.. mungkin buritan Houston juga bakal njebluk abis, dan nasibnya bakalan sama dengan Java. Masih hoki dia waktu itu cuma rusak satu turet. Jadi.. bisa dimaklumilah, segenap awak Houston sempat terpaku melihat kehancuran di belakang mereka. Saking bengongnya nyaris binasa oleh serangan dari arah depan. *** Setelah Java, De Ruyter... Kehilangan Java bikin armada terpukul, tetapi bisa lebih parah andai tidak menikung cepat. Jadilah, kemudian kapal berjejer hadap timur, tapi tidak lurus. Paling depan De Ruyter, di kanannya, agak ke belakang, Perth, di kanannya lagi, lebih ke belakang, Houston. Doorman lalu coba menata ulang kolomnya dengan melingkar di depan kapal-kapal armadanya seperti yang sudah dia lakukan dua kali sehari itu. Bersiaplah lalu De Ruyter melingkar arah kanan di depan moncong Perth, setelah itu nanti Perth ikut nikung kanan di belakangnya, lalu keduanya memotong di depan Houston, yang juga akan terus nikung kanan, dan jadi beriringan sekolom seperti semula. Perintah pun diberikan oleh Doorman. Tapi, Doorman perlu yakin bahwa ancaman torpedo sudah lewat. Dia pun berhitung. Dan sepertinya sudah cukup meyakinkan. Jadi, De Ruyter pun belok arah tenggara. Meriamnya muter, supaya tetap moncongnya mengarah ke kapal-kapal Jepang, dan sepertinya mereka lega dan merasa ancaman bahaya sudah berlalu. Sehingga, saat di anjungan ada telegrafer yang teriak karena melihat ada yang bergerak dari arah 135 derajat, Laksamana Doorman ikut kaget. "Apa itu?" kata sang laksamana. "Oh? Itu? Itu torpedo..." jawaban dan pertanyaannya sama-sama kalem. Habis gimana lagi? Tidak mungkin mengelak. Sang flagship masih menikung saat torpedo tipe-93 Jepang menghantam lambung, di belakang reduction gearing. Seorang marinir yang di kapal mengenangnya. "Serasa kapal terangkat dari air. Semua lampu mati. Laporan kerusakan bermunculan habis-habisan, dan terjadi kebakaran di dek anti-aircraft". De Ruyter jadi korban tembakan aneh itu, satu dari empat torpedo yang diluncurkan Haguro jam 11.23 malam. Satu menit setelah Nachi. Rupanya, dalam semenit itu, Haguro menyalip posisi awal saat Nachi melepas torpedo, sehingga hasilnya torpedo Haguro overlap dengan jalur torpedo Nachi. Manuver Doorman agak kecepetan, tanpa
sadar, badan kapalnya pas melintang di jalur torpedo. Apakah beda semenit itu karena Takagi cerdik atau tidak sengaja, tidak jelas juga. Tapi hasilnya jelas. Torpedo pertama tidak langsung fatal. De Ruyter masih bisa ngambang. Turbin-turbinnya saja terbungkam. Entah mengapa.. api meluas cepat, serasa neraka. Mungkin satu tong bbm-nya bocor dan ikut terbakar. Di bagian anti-aircraft, api yang meluas itu berbahaya karena dekat senjata dan bungker amunisi Bofors 40mm. Pas kena, ya sudah.. ledakannya dahsyat. Walter Winslow mengenangnya. "Amunisi yang terbakar panas itu meledak, memancarkan fragmen-fragmen putih di langit malam, seperti kembang api setan..." Rocket sinyal, flares, dan starshells juga berhamburan ke langit. Pemandangannya mengerikan. Damage control team coba kerja keras mencegah tenggelam, tapi listrik mati. Pompa air untuk pemadam api dan penguras air nggak bisa dimainkan. Serba salah bagi De Ruyter. Telur sama ayam. Api tidak bisa dipadamkan, kalau tidak ada listrik. Tapi listrik tidak bisa dinyalakan, sebelum apinya padam. Kiamatlah jadinya. Flagship sudah tumbang! Dan itulah puncak kulminasi dari pertempuran laut Jawa.... (Bersambung / ilmuiman.net)