PENGARUH IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI PADA BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH (BPKAD) KABUPATEN KEDIRI) IKA DIAN ANUGERAHANI, SENTOT IMAM WAHJONO ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris apakah Implementasi Anggaran Berbasis kinerja berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. Penelitian ini dilakukan di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri yang terletak di Jalan Soekarno – Hatta No. 1 Kediri. Dengan mengambil seluruh pegawai yang berjumlah 57 orang sebagai responden. Dengan menggunakan analisis regresi sederhana, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : (1) Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kediri dan hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian yang dibuktikan dengan hasil analisis regresi linier dengan probabilitas 0,000 berada di bawah tingkat signifikansi (α) 5% / 0,05; (2) Koefisien regresi variabel penerapan anggaran berbasis kinerja menunjukkan angka positif (0,845). Berarti bahwa hubungan antara variabel penerapan anggaran berbasis kinerja dengan kinerja pegawai adalah positif yaitu semakin tinggi variabel penerapan anggaran berbasis kinerja maka semakin tinggi kinerja pegawai; (3) Nilai koefisien determinasi (R2) = 0,777 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 77,7 %. Dengan kata lain 77,7 % perubahan dalam kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri mampu dijelaskan variabel penerapan anggaran berbasis kinerja, sisanya sebesar 22,3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
PENDAHULUAN Latar Belakang Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk melakukan perubahan terakumulasi dan menjadi suatu kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan pemerintahan orde baru yang dianggap telah menyimpang dari semangat konstitusi, tertutup, otoriter dan sentralistik. Reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 hingga sekarang telah merubah sistem penyelenggaran pemerintahan
dan ketatanegaraan secara fundamental. Hal tersebut terlihat dari amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat kali sejak reformasi. Fenomena reformasi juga terlihat dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan terakhir diubah dengan Undangundang Nomor 32 tahun 2004 (telah diubah dengan UU Nomor 12 tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor : 33 Tahun 2004 147
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang membawa nuansa baru dalam sistem tata pemerintahan Indonesia. Undang-undang tersebut meruntuhkan sistem pemerintahan sentralistik dan tertutup menjadi sistem pemerintahan desentralisasi transparan dan akuntabel. Desentralisasi melahirkan otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayananan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan daya saing daerah. Kebijakan otonomi daerah yang dicanangkan pemerintah pusat tanggal 1 Januari 2001 menciptakan terbentuknya pemerintah daerah otonom di Indonesia yang diharapkan mampu meningkatkan akselerasi pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur. Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Untuk itu sangat dibutuhkan regulasi dalam menajemen keuangan pemerintah yang profesional. Sebelum berlakunya Sistem Anggaran Berbsis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan adalah metode tradisional atau item line budget. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolak 148
ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut deficit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Hal ini berimplikasi pada pengendalian penyusunan anggaran daerah menjadi lebih penting dibandingkan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran daerah tersebut. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengelolaan anggaran masih menyimpan sejumlah kerawanan sehingga mendorong terjadinya kebocoran atau korupsi dalam pelaksanaannya. Sistem penganggaran model tradisional memiliki beberapa kelemahan (Mardiasmo, 2002), antara lain : 1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang. 2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah dievaluasi secara menyeluruh efektivitasnya. 3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan telah tercapai. 4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen. 5. Adanya fragmentasi antara anggaran rutin dan anggaraan modal/investasi. 6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenar-
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
nya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi). 7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack. 8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan “manipulasi anggaran.” 9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan. Dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang- undang Nomor 33 tahun 2004 nuansa akuntansi mulai diperkenalkan dalam sistem manajemen keuangan
daerah. Secara beruntun, pemerintah dalam rangka reformasi manajemen keuangan daerah mengeluarkan Peraturan Pemerintah diantaranya PP Nomor 105 Tahun 2000 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sekaligus memberlakukan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pendekatan kinerja. Sebagai petunjuk teknis dan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, pemerintah menerbitkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 kemudian diubah dengan Permendagri Nomor 59 tahun 2009 yang kemudian diubah lagi dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengganti model line-item. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006, pemerintah melakukan perubahan-perubahan besar secara evolusioner. Perubahan tersebut sebagaimana digambarkan dalam tabel 1.
149
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
Tabel 1. Perubahan Setelah PP Nomor 58 tahun 2005
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan mendasar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 terutama dalam sistem penganggaran dari sistem tradisional menjadi sistem anggaran berbasis kinerja (performance based budget) yang diikuti perubahan dalam bentuk dan struktur APBD. Selain itu, laporan pertanggungjawaban kepala daerah yang dahulunya menggunakan instrumen tunggal yaitu nota perhitungan APBD diubah menjadi laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan daerah yang sebelum diajukan kepada DPRD terlebih dahulu di audit oleh BPK-RI. Laporan Keuangan ini terdiri dari empat instrumen, yaitu laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 mengamanatkan perubahan-peru150
bahan kunci tentang penganggaran, sebagai berikut : 1. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah. 2. Penerapan panganggaran secara terpadu (unified budget). 3. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance based budget). Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah harus dilaksanakan sesuai dengan prinsipprinsip pengelolaan keuangan daerah. Menurut Mardiasmo (2002) “prinsipprinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah adalah transparansi, akuntabilitas dan value for money (diterapkannya tiga prinsip dalam prinsip penganggaran yaitu ekonomi, efisien dan efektivitas)”
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah telah beberapa kali mengalami perubahan struktur organisasi mulai dari Bagian Keuangan,Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan Dana Aset Daerah pada tahun 2009 sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 17 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah yang kemudian berubah lagi menjadi Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah pada bulan Agustus tahun 2011 yang mana sesuai dengan Peraturan Darah Kabupaten Kediri Nomor 8 tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah. Penyusunan APBD pada tahun 2007 telah menyesuaikan secara keseluruhan dengan anggaran berbasis kinerja, baik kode dan nama rekening maupun rincian setiap program, kegiatan dan obyek kegiatan. Kemampuan yang terbatas dari pengelola keuangan satuan kerja dalam mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja dapat berimplikasi pada terlambatnya pengesahan APBD menjadi peraturan daerah. Tetapi penyesuaian struktur APBD tersebut tidak menjadi jaminan terhadap pencapaian kinerja karena struktur tersebut hanya merupakan aturan main (rule of game) dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan yang diemban oleh pemerintah daerah. Pimpian satuan kerja sebagai pengguna anggaran terfokus pada penyesuaian format dan struktur penyusunan anggaran sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini bias mengakibatkan penyusunan anggaran membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan data dalam Penjabaran Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah (LRA) penyerapan dana anggaran untuk tahun 2009 mencapai 78,05 % dari total anggaran sebesar Rp. 151.590.798.324,00 yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 104.0520.615.624,00 dan Belanja Langsung sebesar Rp. 47.538.182.700,00. Untuk tahun 2010 mencapai 86,52 % dari total anggaran sebesar Rp. 158.609.100.289,09 yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 139.177.593.199,09 dan Belanja Langsung sebesar Rp. 19.431.507.090,00. Sedangkan tahun 2011 mencapai 75,62 % dari total anggaran sebesar Rp. 76.202.175.754,90 yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp. 60.305.568.838,90 dan Belanja Langsung sebesar Rp. 15.896.606.916,00. Berdasarkan data tahun 2009 sampai dengan 2011 tujuan penyusunan anggaran berbasis kinerja yang diharapkan dapat memaksimalkan penggunaan anggaran yang telah ditetapkan serta digunakan sesuai dengan program dan kegiatan untuk pencapai visi dan misi. Rumusan Masalah Dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri ?
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan, bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012. Hal ini dilakukan untuk menggali data yang ada sebagai analisis data. Tempat Penelitian untuk penulisan tesis ini dilakukan di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten
151
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
Kediri yang terletak di Jalan Soekarno – Hatta No. 1 Kediri. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai unit analisis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri yang jumlahnya 58 orang. Adapun teknik sampling yang digunakan adalah sample total atau sensus. Husaini Usman (1995) mengatakan pengambilan sampel total atau sensus ini berlaku jika anggota populasi relative kecil. Jadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri yang berjumlah 57 orang, dimana subyek dari populasi mempunyai kesempatan yang sama. Metode Analisis Data Model dan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan regresi linier sederhana. Pengolahan data
menggunakan software statistic. Model analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Y = b0 + b1 X1 Keterangan : Y = Kinerja pegawai b0 = Konstansta b1 = Koefisien regresi X1 = Penerapan anggaran berbasis kinerja
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, maka diperoleh data tentang demografi responden penelitian yang terdiri dari: (1) Jenis Kelamin, (2) Tingkat pendidikan, (3) pangkat dan golongan, dan (3) lama bekerja. Tabel 1. sampai 4. menyajikan ringkasan demografi responden.
Tabel 1. Jenis Kelamin Responden
Dari tabel 1. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 38 orang atau
152
66,67%. Sedangkan sisanya 19 orang atau 33,33% berjenis kelamin perempuan.
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden relatif tinggi, hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berpendidikan S1 sebanyak 25 orang atau 43,86 %, sedangkan
24 orang atau 42,11 % berpendidikan SLTA, 7 orang atau 12,28 % dari responden memiliki jenjang pendidikan S2 dan hanya 1 responden atau 1,75% berpendidikan diploma (D3).
Tabel 3. Pangkat dan Golongan Responden
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden
memiliki pangkat/golongan Penata (III), yaitu sebanyak 38 responden atau 66,67%.
Tabel 4. Lama Bekerja Responden
Lama kerja menunjukkan pengalaman seseorang dalam bekerja. Sesuai dengan tabel di atas, sebagian besar responden memiliki pengalaman yang
cukup lama dalam bekerja. Hal ini terlihat bahwa 40 responden atau 70,18% telah bekerja lebih dari 17 tahun
153
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
B. Analisis Data B.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data Sebelum dilakukan pengujian data baik untuk deskripsi data penelitian maupun untuk pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis, maka perlu dilakukan uji validitas dan Reliabilitas data. Uji ini perlu dilakukan karena jenis data penelitian adalah data primer. a. Uji Validitas Pengujian validitas instrumen dengan menggunakan software statistik, Table 5. Hasil Uji Validitas
b. Uji Reliabilitas Table 6. Hasil Uji Reliabilitas
154
nilai validitas dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Jika angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari 0,3 maka instrumen tersebut dikatakan valid. Berdasarkan hasil uji validitas dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan untuk mengukur masing-masing variabel penelitian dinyatakan valid. Hal ini dapat dilihat bahwa r-hitung lebih besar dari 0,3, sebagaimana dapat digambarkan pada tabel 5.
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
Dari data di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan uji reliabilitas menunjukkan alpha cronbach’s lebih besar dari 0,6 maka dapat dinyatakan instrumen tersebut reliabel. Setelah dilakukan uji validitas, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas data yaitu dengan melihat nilai cronb xcach’s alpha. Uji reliabilitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya. Secara umum suatu instrumen dikatakan bagus jika memiliki koefisien Cronbach’s alpha > 0,6 maka kuesioner penelitian tersebut dinyatakan reliabel. Hasil pengujian data menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa data penelitian dinyatakan reliabel.
C. Pengujian Asumsi Klasik Dalam pengujian asumsi klasik pada penelitian ini diharapkan datanya harus normal, tidak terjadi multikolieritas, tidak terjadi heteroskedastistas, tidak terjadi auto korelasi. Adapun masing-masing tersebut akan penulis bahas sebagai berikut. C.1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Model regresi yang baik bila memiliki distribusi data normal atau mendekati normal jika distribusi data, normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Hasil pengolahan SPSS yang menunjukkan gragis dari Normal Probability Plot adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Normal Probability Plot
Dengan melihat tampilan grafik normal probability plot dapat diketahui bahwa grafik tersebut terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis di-
agonal. Jadi grafik ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian ini layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
155
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
C.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi pada penelitian ini ditemukan adanya korelasi diantara variabel bebasnya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika antar variabel bebas memiliki korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,9), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Matrika korelasi yang terbentuk dari hasil pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 7. Hasil Uji Multikolinieritas
kian tidak terdapat adanya gejala multikolinearitas pada model penelitian ini.
Sumber : Lampiran Hasil Olahan SPSS
Adapun hasil nilai Durbin-Watson pada hasil olahan SPSS dapat dilihat pada label sebagai berikut:
Berdasarkan matriks korelasi di atas, dapat diketahui bahwa tidak terdapat nilai korelasi yang melebihi 0,9 dengan demi-
C.3. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi timer ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Untuk mendeteksinya dilihat dari hasil nilai Durbin Watson. Kriteria nilai Durbin Watson (Uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Algifarl, 1997;79). 1. Nilai DW < 1,10; ada autokorelasi 2. Nilai DW antara 1,10 s.d 1,54, tanpa kesimpulan 3. Nilai DW antara 1,55 s.d 2,46; tidak ada autokorelasi 4. Nilai DW antara 2,46 s.d 2,90; tanpa kesimpulan 5. Nilai DW > 2,91, ada autokorelasi
Tabel 8. Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Waston
Sumber : Lampiran Hasil Olahan SPSS
Pada tabel di atas menunjukkan nilai DW sebesar 2,191. Nilai ini berada pada kriteria Nilai DW antara 1,55 s.d 2,46 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model persamaan regresi pada penelitian ini. D. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa model telah dapat digunakan untuk 156
dilakukan pengujian analisa regresi sederhana, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut :
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
Tabel 9. Model Summary
Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0,881, hal ini menunjukkan bahwa variabel penerapan anggaran berbasis kinerja mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. Sedangkan nilai R square (R2) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel dependen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masingmasing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. R2 sebesar 0,777 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 77,7 %. Dengan kata lain 77,7 % perubahan dalam kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri mampu dijelaskan variabel penerapan anggaran berbasis kinerja sisanya sebesar 22,3 % dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
Tabel 10. Analysis of Varian (ANOVA)
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari
0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
157
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
Tabel 11. Koefisien Regresi
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model penelitian adalah sebagai berikut: Kinerja = 0.582 + 0.845 ABK Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel penerapan anggaran berbasis kinerja menunjukkan angka positif. Berarti bahwa hubungan antara variabel penerapan anggaran berbasis kinerja dengan kinerja pegawai adalah positif yaitu semakin tinggi variabel penerapan anggaran berbasis kinerja maka semakin tinggi kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. E.
Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yusriati (2008). Hal ini juga sejalan dengan tujuan diberlakukannya anggaran berbasis kinerja. Studi mengenai pengukuran kinerja juga dilakukan Amaratunga & Baldry (2002). Mereka mengaitkan pengukuran kinerja dengan manajemen fasilitas (FM) dalam hubungannnya dengan teori manajemen dan motivasi. Amaratunga & Baldry (2002) menyadari bahwa penerapan prosedur pengukuran kinerja dapat 158
menyediakan banyak keuntungan bagi organisasi. Pengukuran kinerja yang menyeluruh dibutuhkan manajemen untuk menerapkan manajemen fasilitas dalam konteks dimana FM merupakan bagian dari manajemen secara umum. Penelitian ini menemukan adanya keuntungan bagi Pemerintah Kabupaten Kediri yang menerapkan sistem pengukuran kinerja dalam lingkungannya. Selain itu juga variabel lain juga patut dipertimbangkan karena hal ini mempunyai keterkaitan dengan pengukuran kinerja dalam lingkungan manajemen fasilitas. Di lingkungan pemerintahan, sejak tahun 2008 telah mulai dilaksanakan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD) terhadap Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) tahun anggaran 2007. EKPPD dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang direncanakan. Sedangkan tujuan utamanya adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik (Good Governance).
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
Menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri nomor 120.04/2393/OTDA tanggal 5 September 2008 pada bagian lampiran dinyatakan bahwa metode EKPPD dilakukan dengan menilai 2 (dua) variabel yaitu variabel indeks capaian kinerja dan indeks kesesuaian materi. Penilaian indeks capaian kinerja terdiri dari penilaian pada tataran pengambil kebijakan dan pada tataran pelaksana kebijakan. Penilaian pada tataran pengambil kebijakan yaitu penilaian yang dilakukan terhadap kinerja Kepala Daerah dan DPRD. Sedangkan penilaian pada tataran pelaksana kebijakan yaitu penilaian yang dilakukan terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dimana salah satu aspek umum yang dievaluasi dan diukur kinerjanya adalah aspek pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya evaluasi terhadap SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kediri setiap tahun dilaksanakan oleh Inspektorat Pemerintah Kabupaten Kediri. Evaluasi dilaksanakan berdasarkan Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah terhadap LAKIP yang disusun dan dilaporkan oleh masing-masing Kepala SKPD kepada Bupati Kediri. Simpulan yang diberikan oleh Inspektorat atas LAKIP yang disampaikan seluruhnya masuk dalam kriteria Baik. Kriteria Baik diperoleh oleh masingmasing SKPD didasarkan antara lain bahwa pengelolaan anggaran secara umum telah memenuhi ketentuan dan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Anggaran berbasisi kinerja merupakan pendekatan dan kebijakan nasional untuk menyempurnakan pendekatan tradisional yang diterapkan di masa orde baru dan pendekatan kinerja yang semula diharapkan menjadi solusi atas kelemahan
yang ada pada pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional dirasakan menitikberatkan pada kontrol belanja namun terlalu sedikit perhatian pada kinerja, sedangkan pendekatan kinerja berhasil melakukan pengukuran kinerja yang efektif pada aspek- aspek kualitatif namun masih terisolasi pada program atau kegiatan tahunan pemerintah yang dibuat pada saat itu. Oleh karena itu meskipun ada perhatian pada hasil, anggaran kinerja dikatakan belum berhasil menghubungkan antara hasil dengan proses perencanaan (tujuan dan sasaran) yang telah ditetapkan sebelumnya, dan biasanya dibuat secara multi tahun. Maka anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan baru sebagai penyempurna atas kelemahan yang terdapat pada dua pendekatan itu. Pendekatan anggaran berbasis kinerja merupakan konsep luas yang memandang bahwa penyusunan anggaran bukanlah proses terpisah yang berdiri sendiri, melainkan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dari proses perencanaan dan perumusan kegiatan suatu organisasi. Pendekatan anggaran berbasis kinerja juga merupakan upaya sistematik yang memperhatikan integrasi dari perencanaan, pembuatan program dan penganggaran. Anggaran berbasisi kinerja sejak penyusunan program atau kegiatan telah memperhatikan sasaran, tujuan dan manfaat yang harus diterjemahkan secara prinsip yang disertai dengan indikator yang jelas, sehingga program strategis yang telah ditetapkan dalam rencana strategis (Renstra) dan rencana kerja dan anggaran (RKA) diorientasikan pada hasil dapat teridentifikasi, serta alokasi sumber daya keuangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan dan pengukuran kinerja dapat dilakukan secara komprehensif.
159
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
Dengan anggaran berbasisi kinerja ini, maka penilaian terhadap kinerja suatu organisasi dapat dilakukan secara lebih objektif, transparan dan akuntabel. Berdasarkan hasil penelitian ini anggaran berbasis kinerja telah diterapkan secara penuh pada seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kediri. Hal ini ditandai dengan proses penyusunan APBD telah melalui tahapan-tahapan yang ditentukan dalam Permendagri nomor 13 Tahun 2006, yaitu : 1. Tahapan pertama dimulai dari pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) Kabupaten Kediri. Pada tahap ini seluruh SKPD mengajukan usulannya, termasuk usulan dari masyarakat yang disampaikan melalui musyawarah kerja pembangunan disetiap tingkatan pemerintahan (kecamatan, kelurahan/ desa). 2. Selanjutnya, dilakukan seleksi terhadap program/kegiatan yang diusulkan dalam musrenbang karena harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Hasil seleksi itulah ditetapkan sebagai rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun anggaran berikutnya. 3. Penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) dan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) untuk kemudian diajukan kepada DPRD guna mendapat pembahasan dan persetujuan. Setelah disetujui dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman KUA dan PPAS antara Bupati dan Pimpinan DPRD. 4. Berdasarkan nota kesepahaman tersebut disusun RAPBD. Dalam penyusunan ini Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyampaikan petunjuk penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh kepala SKPD yang berpedoman 160
kepada Renstra dan prestasi kerja yang akan dicapai. 5. Para kepala SKPD menyusun RKA dengan mengacu kepada surat edaran yang disampaikan oleh Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah. 6. Selanjutnya RKA-SKPD dikompilasi dan diseleksi untuk kemudian ditetapkan sebagai RAPBD Pemerintah Kabupaten Kediri untuk kemudian diajukan kepada DPRD guna mendapat pembahasan dan persetujuan. 7. Setelah mendapat persetujuan/pengesahan dari DPRD, APBD dan Peraturan Bupati tentang penjabarannya di sampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. Evaluasi menghasilkan kemungkinan disetujui seluruhnya atau perlu ada perubahan/perbaikan. 8. Selanjutnya APBD dan Peraturan Bupati disampaikan kepada Kepala SKPD sesuai dengan urusan pemerintahan masing-masing dan tugas pokok dan fungsi SKPD dan kemudian ditetapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) masing- masing SKPD. 9. Pelaksanaan anggaran sesuai dengan Perda Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Sisdur Pengelolaan Keuangan dan Kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan. 10. Pada awal tahun anggaran berikutnya menyusun laporan keuangan Pemerintah Daerah. Menurut penelitian atas DPA-SKPD, terlihat bahwa seluruh program/kegiatan yang ditetapkan telah memuat indikator kinerja yang meliputi : input, output, outcome dan sasaran kegiatan. Dengan adanya indikator kinerja setiap program/kegiatan yang ditetapkan masing-masing SKPD hal ini sejalan dengan pendapat Mardiasmo (2002 ; 105) yang menyatakan bahwa anggaran berbasis kinerja adalah suatu
Ika D. A., Sentot I. W., Pengaruh Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Badan...
sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.
KESIMPULAN Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kediri dan hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian yang dibuktikan dengan hasil analisis regresi linier dengan probabilitas 0,000 berada di bawah tingkat signifikansi (á) 5% / 0,05. 2. Koefisien regresi variabel penerapan anggaran berbasis kinerja menunjukkan angka positif (0,845). Berarti bahwa hubungan antara variabel penerapan anggaran berbasis kinerja dengan kinerja pegawai adalah positif yaitu semakin tinggi variabel penerapan anggaran berbasis kinerja maka semakin tinggi kinerja pegawai. 3. Nilai koefisien determinasi (R2) = 0,777 mempunyai arti bahwa variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 77,7 %. Dengan kata lain 77,7 % perubahan dalam kinerja pegawai Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Kediri mampu dijelaskan variabel penerapan anggaran berbasis kinerja, sisanya sebesar 22,3% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pemeriksa Keuangan & Univ. Ahmad Dahlan, 2003, Perumusan Indikator Kinerja dan Pengukuran Kinerja Pemeritnah Daerah, Yogyakarta. Bastian, Indra, 2006, Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi : 2, Salemba Empat, Jakarta. Ikhsan, Arfan dan Ghozali, Imam, 2006, Metodologi Penelitian Untuk Akuntansi Dan Manajemen, PT. Madju Medan Cipta, Medan. Lembaga Administrasi Negara, 2003, Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003, Jakarta Lubis, Ade Fatma, et.al, 2007, Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk Penyusunan Skripsi dan Tesis. Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yokyakarta, Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit ANDI Yokyakarta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58, 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59, 2007, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Smoke, Paul, Blane D Lewis, 1996, Fiscal Decentralization in Indonesia: A New Approach to an Old Idea, Great Britain: Elsevier Science Ltd.
161
Jurnal Ilmu Manajemen, REVITALISASI, Vol. 2, Nomor 2, Juni 2013
Usoff, Catherine A; Thibodeau, Jay C; Burnaby, Priscilla, 2002, The importance of intellectual capital and its effect on performance measurement systems, Managerial Auditing Journal, Vol: 17 Iss: 1/2, hal: 9.
162
Wardan, Muhammad, 2003, Implementasi Model Pengukuran Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kebumen, Prosiding Seminar Nasional Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah, UAD Press, Yogyakarta.