II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Indonesia. Tanaman ini menyebar dari Asia Tenggara ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malaysia, Karibia, Hawai dan Australia Utara. Buah manggis memiliki sebutan yang berbeda–beda diberbagai Negara, antara lain mangosteen sebutan manggis di Inggris, mangostin di Spanyol, mangostan di Prancis, mangkhut di Thailand, mongkhut di Kamboja, dan cai mang cut di Vietnam, sementara itu, di Malaysia dan Filipina mempunyai sebutan yang sama dengan orang Indonesia, yaitu manggis (Paramawatti, 2010). Buah manggis dalam perdagangan dikenal dengan ratu buah, sebagai pasangan durian, si raja buah dengan klasifikasi botani pohon manggis sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Family : Guttiferae Genus : Garcinia Species : Garcinia mangostana Di Indonesia, buah yang dijuluki “si hitam manis” ini, keberadaannya tergolong langka. Di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pohon manggis didapati tumbuh di hutan dan belum dimanfaatkan secara ekonomis. Padahal, masyarakat banyak menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa manis, asam, dan agak sepat. Rasa buahnya inilah yang menjerat lidah warga asing sehingga menggemari buah tropis ini. Pohon manggis berdaun rapat (rimbun), tinggi dapat mencapai 6-25 m, batang lurus, cabang simetris, dan membentuk piramid ke arah ujung tanaman, duduk daun berlawanan dengan tangkai daun pendek. Daunnya tebal, lebar, berwarna hijau kekuning-kuningan pada bagian sisi bawah sedangkan pada bagian dekat tulang daun utama berwarna pucat. Buah yang masak memiliki kelopak bunga yang tetap menempel pada bagian pangkal buah dan bekas kepala putik masih melekat sehingga tampak seperti bintang pada ujung buah (Verheij, 1997). Buah manggis tumbuh baik di daerah yang suhunya tinggi, lembab, curah hujan tinggi merata sepanjang tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 22 - 23 . Tanaman muda membutuhkan naungan yang rimbun baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dengan curah hujan 1,500-2,500 mm/tahun. Manggissangat baik tumbuhnya pada tanah yang kaya bahan organik dengan aerasi yang cukup baik. Umumnya tumbuh di dataran rendah terutama di pulau Jawa terdapat di selatan Jawa Barat, bagian utara Jawa Barat sekitar Serang, Tangerang, Cibinong, Purwakarta dan Subang, bagian selatan DKI Jakarta, Jawa Tengah sekitar Bumiayu, Kebumen, sebelah selatan Batang. Di Indonesia, musim buah manggis dimulai pada bulan November sampai pada bulan April tahun berikutnya. Produksi rata-rata pada panen pertama hanya sejumlah 5-10 buah/pohon, pada panen kedua rata-rata sejumlah 30 buah/pohon, dan selanjutnya rata-rata dapat mencapai sejumlah 600-1000 buah/pohon sesuai dengan bertambahnya umur pohon. Produksi per ha (100 pohon) dapat mencapai sekitar 200.000 buah atau 20 ton buah. Panen raya terjadi seiring dengan datangnya musim kemarau panjang. Buah manggis terletak pada ranting pohon dan dapat berkembang sekalipun tersembunyi dari cahaya matahari. Secara normal, satu ranting hanya mengeluarkan 1 buah manggis namun pada secara berkala dapat ditemukan ranting yang mengeluarkan 3 hingga 7 buah manggis sekaligus. Buah manggis berbentuk bulat, sewaktu muda berwarna hijau muda dan setelah tua berwarna ungu merah kehitaman. Buah ini umumnya dipanen setelah matang dipohon, namun karena termasuk buah klimakterik walaupun dipanen masih belum tua (matang fisiologis), maka buah ini dapat menjadi matang. Buah berwarna hijau dengan bercak ungu sudah dapat dipanen, dimana buah tersebut berubah warnanya menjadi ungu kemerahan setelah sehari penyimpanan (Satuhu, 1999). Manggis merupakan buah buni yang mempunyai kulit buah tebal namun mudah pecah, dengan biji berlapis daging yang mempunyai rasa manis masam. Sebagian besar kandungan kulit manggis adalah tannin dan xanthones. Kulit manggis berwarna coklat, merah dan sewaktu matang berubah menjadi berwarna ungu dengan daun kelopak yang tetap menempel dan tetap dihiasi oleh cuping kepala putik atau dikenal dengan sepal. Buah ini juga bergetah namun semakin tua getah akan semakin berkurang. Bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4-7 daging buah dengan
3
ukuran yang berbeda, adapun komposisi buah manggis dan visualisasi eksternal dan internal buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1 danGambar 1. Tabel 1. Kandungan nilai gizi per 100 g buah manggis (Deptan,2007) Kandungan Gizi Nilai 63 kkal Energi 0.6 g Protein 0.6 g Lemak 15.6 g Karbohidrat 8 mg Kalsium 12 mg Fosfor 0.8 mg Besi 0.03 mg Vitamin B1 2 mg Vitamin C 83 g Air
Gambar 1. Visualisasi eksternal dan internal buah manggis. Cara pemanenan buah manggis yang ada di Indonesia umumnya masih menggunakan alatalat tradisional yaitu, buah dipetik secara langsung dengan cara memanjat pohon dengan sebuah golok yang digunakan untuk memotong buah manggis dari tangkainya(Gambar 2).Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkai putik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman dan secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. Pemanenan buah manggis biasanya dilakukan pada pagi hari hingga siang hari.
Gambar 2.Pemanenan manggis dengan memanjat dan alat pemamen manggis Pada Gambar 2, terlihat pemanenan manggis masih sangat sederhana dengan mengandalkan tenaga manusia. Selain itu, alat panen yang digunakan para pekerja untuk memanen buah manggis yaitu sebuah jaring yang diikatkan dengan bambu yang digunakan untuk menjangkau buah manggis yang terlalu tinggi.
4
Buah manggis dipanen berdasarkan kebutuhan konsumen. Buah manggis yang dipanen pada indeks warna 1 biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan 3 untuk ekspor, indeks 4 dan 5 bisa langsung dikonsumsi. Setelah dipetik buah manggis akan diletakkan pada sebuah gudang, kemudian setelah manggis terkumpul cukup banyak, manggis tersebut akan diangkut untuk pindahkan ke tempat pengumpul manggis selanjutnya. Disana akan dilakukan sortasi manggis untuk dipisahkan sesuai dengan tingkat kematangan dan kualitasnya.Proses pemanenan buah manggis sampai sortasi buah dapat dilihat pada Gambar 3. Kader(2005)menyatakansetelahpanendanselamapenyimpanan,buah manggisakanmengalamiperubahanwarnakulitbuahyangmerupakansalahsatu parameter kematangan buah manggis.
(a)
Gambar 3.
(b)
(c) (d) Proses pemanenan buah manggis hingga sortasi buah: a) buah manggis indeks kematangan 2 siap petik, b)hasil panen setelah petik dimasukkan ke dalam keranjang, c)pengumpulan buah manggis di gudang, d)sortasi buah manggis
Direktorat Tanaman Buah (2003) menambahkan,standar warnadariberbagaitingkatkematanganbuahmanggis dinyatakandenganindekskematangan, denganwarnakulitbuahpadaindeks0 kuningkehijauan,indeks1hijaukekuningan,indeks2kuningkemerahandengan bercakmerah,indeks3merahkecoklatan,indeks4merahkeunguan, indeks5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman.Pada Tabel 2 menggambarkan dan menjelaskan mengenai indeks kematangan buah manggis berdasarkan warna. Kemunduran kualitas produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan resistansi produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk. Hal ini menyebabkan mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Mutu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, yang dapat dilakukan adalah usaha untuk mencegah laju kemundurannya. Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran dari buah. Sedangkan kelembaban (relative humidity) mempengaruhi kehilangan air, peningkatan kerusakan, beberapa insiden kerusakan fisiologi, dan ketidakseragaman buah pada saat masak (ripening). Pengaturan kelembaban yang optimal pada penyimpanan buah antara 85% sampai dengan 90%. Kemudian komposisi atmosfer dalam hal ini terdiri atas oksigen, karbondioksida, dan gas etilen dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap respirasi dan umur simpan buah.
5
Tabel 2. Indeks kematangan buah manggis (Deptan, 2007) Indeks Keterangan Tahap 0
Ciri : Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik.
Tahap 1
Ciri : Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen
Tahap 2
Ciri : Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Tahap 3
Ciri : Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Tahap 4
Ciri : Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Tahap 5
Ciri : Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik
Tahap 6
Ciri : Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
6
Mutu simpan buah lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif dan menurunkan suhu udara.Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun komuditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organisme perusak. Berbagai penelitian dilakukan untuk memperpanjang umur simpan buah manggis sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Umur simpan optimum buah manggis pada perlakuan yang berbeda No Umur Perlakuan Simpan Pre-Cooling Pelilinan Pengemasan Suhu (hari) penyimpanan ( ℃) 1 35 Stretch film 5
Lainnya
Kematangan indeks 4
2
44.3
-
-
LDPE
10
Kematangan indeks 2
3
15
-
Car nauba 3%
-
-
Kematangan indeks 3
4
30
Hydrocooling
-
-
5
5
37
-
Lebah 6%
-
5
Giberelin 60 ppm 5 menit Kematangan indeks 4 Kematangan indeks 4
6
44
-
-
-
4 dan 8
-
7
47
Hydrocooling
-
-
5
-
8
30
-
Lebah 6%
PE
10
Kematangan indeks 2
9
39
-
-
Stretch film
15
Kematangan indeks 3
Sumber : Mahmudah (2008) Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Satuhu (1999) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM, sedangkan untuk ekspor buah dipetik kisaran umur 104-108 SBM. Buah manggis di Indonesia dipanen pada bulan November sampai Maret tahun berikutnya. Sifat fisik buah manggis pada beberapa kondisi kematangan dapat dilihat pada Tabel4. Tabel 4. Sifak fisik buah manggis pada beberapa kondisi kematangan Umur Panen Warna Kulit UkuranDiameter (hari) Buah (mm)
7
104 106 108 110 114
Hijaubintikungu Ungukemerahan (10-25%) Ungu kemerahan (25-50%) Ungu kemerahan (75%) Ungu kemerahan (100%)
58.70± 4.20 58.30± 5.23 58.98± 4.78 59.47± 4.95 60.53± 5.35
Sumber : Suyanti dan Setyadjit (2007)
B. Fisiologi Pascapanen Buah Manggis Buah-buahan yang berada di pohon melangsungkan hidupnyadengan melakukan pernafasan (respirasi), namun setelah dipetik (panen) buah masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada pembakaran yang menghasilkan energidan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air. Produk hortikultura jika dipanen dari tanaman masih melakukan reaksi metabolisme dan mempertahankan proses fisiologi dalam periode pascapanen. Buah dan sayur berespirasi dengan mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dan menghasilkan panas. Proses respirasi yang masih berlangsung setelah buah dipanen menyebabkan terjadinya beberapa perubahan kandungan kimia dalam buah. Menurut Pantastico (1989) terdapat tiga tingkatan perubahan kimiawi yang berlangsung selama proses respirasi yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat, serta oksidasi asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Selamaprosespematangan,buahmengalamibeberapaperubahannyata secarafisikmaupunkimiayangumumnyaterdiridariperubahanwarna,tekstur, bau,tekananturgorsel,zatpati,protein,senyawaturunanfenoldanasam-asam organik(Winarno,2002).Setiapselhidup bernafas terus menerus selama kehidupannya yang digunakan untuk mempertahankanorganisasiseluler, transportasimetabolitkeseluruhjaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukanbuahsegardisuplaidarihasilrespirasiaerob.Kehilangansubstratdan airtersebuttidakdapatdigantikansehinggakerusakanmulaiterjadi.Substratyang digunakan pada respirasi ini adalah glukosa (heksosa) dengan reaksi kimia sebagaiberikut : C 6H 12O 6 +6O 2 →6CO 2 +6H 2O+energi Berdasarkan pola respirasi, buah dapat digolongkan menjadi buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang memperlihatkan kenaikan laju respirasi atau kenaikan produksi CO2 dan etilen yang besar dan cepat selama pemasakan, sedangkan buah non klimakterik tidak menunjukkan adanya perubahan laju respirasi atau produksi CO2 dan etilen. Manggis termasuk ke dalam buah non klimaterik, yaitu buah yang laju respirasinya tidak mencapai puncak (Lily, 1997). Non klimaterik ditandai dengan kenaikan laju respirasi pada saat fase penuaan, selanjutnya laju respirasi menurun terus sampai fase pematangan, pembusukan dan mati. Laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan pangan ditunjukkan oleh laju respirasi yang tinggi dan umur simpan yang pendek. Penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan laju respirasi transpirasi sehingga kedua proses ini berjalan lambat, akibatnya ketahanan simpan dari buah manggis cukup panjang dan susut bobot minimal. Laju respirasi tersebut dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal tersebut antara lain tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran buah, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, etilen, O2 yang tersedia, CO2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah. Adapun yang akan berubah pada buah manggis setelah masa penyimpanan pada waktu tertentu : 1. Perubahan Kekerasan Kulit dan Daging Buah Salah satu masalah yang dihadapi dalam penanganan masa umur simpan dari buah manggis yaitu terjadinya pengerasan kulit buah yang terjadi ketika disimpan dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu tertentu. Azhar (2004) mengemukakan bahwa pengerasan kulit buah manggis sehingga sulit untuk dibuka kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi pada permukaan kulit buah dan kerusakan kulit manggis yang dipengaruhi oleh rongga jaringan kulit buah. Pantastico (1989) menambahkan, tekstur kulit buah bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas sitoplasma, dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus
8
menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Peningkatan kekerasan kulit menjadi semakin cepat jika manggis mengalami kerusakan mekanis yang dapat disebabkan oleh tekanan atau benturan selama proses panen atau selama tranportasi. Total phenolic pada kulit yang rusak jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kulit yang tidak rusak. Sebaliknya, total lignin kulit yang rusak lebih banyak dibandingkan kulit yang tidak rusak. Hasil pengamatan Qanytah (2004) terhadap penampang melintang irisan kulit buah manggis menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan ruang-ruang antar sel jaringan parenkim kulit luar dan tengah manggis terisi oleh cairan, namun pada akhir penyimpanan ruang-ruang antar sel tersebut rusak karena kehilangan cairan dan terjadi penebalan dinding sel yang mengakibatkan kulit menjadi keras. Transpirasi cairan di ruang–ruang antar sel menyebabkan sel menciut sehinggga ruang antar sel menyatu dan zat pektin saling berikatan. Tekstur buah dipengaruhi oleh ketegangan, ukuran, bentuk, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan konsentrasi zat-zat osmotik aktif. Difusi yang terus-menerus dapat meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang (Pantastico, 1989) dapat dilihat pada Gambar 4.
(a) (b) (c) Gambar4. Penampang melintang kulit buah manggis (a) pada awal dan (b dan c) pada akhirpenyimpanan (Qanytah, 2004). Penguapan air pada ruang antar sel menyebabkan sel menjadi kecil sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan, selain penguapan air dan bahan, terjadinya pengerasan tersebut akibat dari tingginya laju proses desikasi sehingga kulit buah menjadi kering dan keras yang menjadi sulit dibelah. Selain pengerasan kulit, perubahan kekerasan pada daging buah juga dapat menyebabkan penurunan mutu dan umur simpan buah manggis. Hal ini dipengaruhi oleh turgor sel yang masih hidup. Perubahan turgor disebabkan oleh adanya komponen dinding sel yang berubah. Perubahan ini juga berpengaruh terhadap kekerasan yang biasanya menyebabkan buah menjadi lunak setelah masak (Winarno, 2002). 2. Susut Bobot Susut bobot yaitu massa buah yang berkurang sejalan dengan waktu selama proses penyimpanan. Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang, hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini dapat dihambat dengan menyimpan buah-buahan pada suhu rendah dengan kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak antara buah dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buahbuahan yang mudah dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut antara lain respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat pengurangan pada massanya. Qantiyah (2004) mengemukakan bahwa jika produk segar kehilangan air sebesar 10% dari bobot buah, maka buah tersebut tidak dapat dipasarkan lagi. Pelapisan lilin sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah karena proses transpirasi dan rspirasi pada buah dapat dihambat dengan penutupan stomata. 3. Total Padatan Terlarut
9
Produk hortikultura menyimpan karbohidrat untuk persediaan energi yang digunakan untuk melangsungkan keaktifan dari sisa hidupnya. Proses pematangan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Ketika buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gula asam akan mengalami perubahan yang drastis. Fase pematangan akan menunjukkan dimulainya proses degradasi gula pada fase pelayuan. Menurut Riza (2004), pelilinan yang dilakukan pada buah manggis diharapkan dapat menjaga nilai total padatan terlarut agar tetap tinggi. Pada hari penyimpanan ke 37, buah manggis yang mendapatkan perlakuan pelilinan lebah 6% dan disimpan pada suhu 5 dapat mempertahankan nilai total padatan terlarut tertinggi yaitu 16.2 oBrix, sedangkan untuk kontrol pada suhu penyimpanan 5 nilai 14.95oBrix.
4. Perubahan Warna Daging Buah Perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan buah dalam susunannya. Perubahan buah secara maksimal baru akan terjadi setelah terselesaikannya perubahan kimia. Umumnya perubahan warna kulit buah terjadi dari warna hijau ke arah warna kuning meski tidak semua buah mengalami demikian. Perubahan aroma setiap buah mempunyai intensitas yang berbeda, ada yang menyengat namun ada pula yang tidak mengeluarkan aroma. Sehingga secara umum tingkat kematangan buah biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit buah dan keluarnya aroma buah. Menurut Kader (2005), setelah panen dan selama penyimpanan buah manggis mengalami perubahan warna pada kulit buah. Perubahan tersebut merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Kulit buah manggis mengandung Xanthonin, gartannin, 8disoxygartannindan normangostin. Berdasarkan hasil penelitian Suyanti(1993), buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan sedikit noda ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah cepat menjadi ungu kemerahan (10-25%) . 5. Perubahan Kadar Air Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses tersebut. Komponen terbesar yang terkandung pada buah manggis adalah air. Sjaifullah et al.(1998) menjelaskan bahwa kadar air kulit buah manggis (pericarp) secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Menurut Qanytah (2004) dalam penelitiannya, selama penyimpanan kadar air kulit buah manggis cenderung menurun. Penurunan kadar air kulit pada suhu ruang terjadi lebih cepat, sehingga kehilangan air lebih cepat. Perlakuan yang dapat mempertahankan kadar air kulit manggis selama penyimpanan adalah perlakuan pre-cooling sampai suhu dalam buah mencapai 10 dengan giberelin, dan disimpan pada suhu 5 dengan kadar air kulit 64.10%.
C. Penyimpanan Dingin Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Kegunaaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan (Poerwanto, 2002). Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi, seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Rosmani, 1975). Buah manggis mempunyai daya simpan yang singkat. Kerusakan buah seperti sepal dan tangkai buah menjadi tidak segar, buah mengeras dan jaringan daging buah yang matang bergetah sehingga sukar dibelah dan sulit untuk memisahkan daging dengan kulitnya. Kerusakan tersebut sering kali dijumpai setelah pengangkutan dan penyimpanan (Sjaifullah et al, 1998). Penyimpanan
10
buah dengan suhu dingin merupakan hal yang paling umum dilakukan untuk memperpanjang umur simpannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses tersebut maka proses pembusukan juga menjadi lambat. Tujuan penyimpanan suhu dingin adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buahbuahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Penanganan dengan cara ini diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Menurut Muchtadi et al. (1992), cara ini dapat mengurangi kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya, kehilangan air, proses penuaan, kerusakan karena aktivitas mikroba, dan pertumbuhan yang tidak dikehendaki. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan suhu dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin. Kerusakan ini dapat dilihat secara visual melalui penampakannya. Tiap jenis buah-buahan mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri. Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipegaruhi oleh varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan dan cara penanganan sebelum disimpan (Muchtadi et al. 1992). Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap bahan yang didinginkan tersebut, seperti kehilangan berat, kerusakan dingin, kegagalan untuk matang, dan kebusukan. Pada penyimpanan dingin, selain pengendalian suhu juga diberikan perlakuan atas sirkulasi dan kelembaban relatif (RH) udara. Penggunaan suhu dingin dengan RH tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis, mikroba, traspirasi, dan evaporasi dengan batas waktu tertentu. Walaupun perubahan mutu buah tetap terjadi selama penyimpanan dingin namun lajunya menjadi lebih lambat dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Pengaturan RH udara pada ruang penyimpanan sangat penting dilakukan, karena RH yang jenuh menyebabkan timbulnya pengembunan air pada permukaan buah yang akan menjadi media bagi pertumuhan mikroba. Sedangkan jika RH rendah akan menyababkan pengeriputan pada kulit buah (Pantastico, 1989). Penyimpanan manggis pada suhu 4-6°C dapat mempertahankan kesegaran buah hingga 40 hari sedangkan pada suhu 9-12°C buah dapat bertahan selama 33 hari (Anonim 2004). Sedangkan menurut Kader (2005), suhu optimum penyimpanan manggis adalah 13°C. Masalah utama penyimpanan manggis pada suhu rendah adalah pengerasan di kulit yang dapat menurunkan mutu secara keseluruhan dalam penerimaan buah. Kekerasan pada kulit (hardening) dan timbulnya bintikbintik coklat pada kulit (darkening) merupakan gejala chilling injury pada manggis yang disimpan pada suhu 5-10°C. Pengerasan kulit buah tidak berkaitan dengan peningkatan sintesis lignin pada awal tahap namun keduanya berkaitan pada tahap yang lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian Dangcham et al. (2008), mengenai chilling injury buah manggis yang disimpan pada suhu dingin, gejala yang dapat diamati yaitu peningkatan kekerasan kulit buah. Penelitian tersebut menggunakan buah manggis dengan indeks kematangan merah kecoklatan dan merah keunguan yang disimpan pada suhu 6°C dengan RH 87% dan suhu 12°C dengan RH 83.5% selama 15 hari. Hasilnya, buah yang disimpan pada suhu 6°C memiliki kulit yang lebih keras dibandingkan dengan suhu 12°C dan indeks kematangan merah keunguan pada kulit buahnya lebih keras dibandingkan dengan merah kecoklatan. Maka buah manggis yang lebih matang lebih sensitif terhadap chilling injury. Salah satu bentuk lain dari penyimpanan pada suhu dingin yaitu perlakuan prapendinginan (pre-cooling). Prapendinginan (pre-cooling) bertujuan untuk menghilangkan panas lapang akibat dari pemanenan. Ramadhan (2003) dalam penelitiannya mengenai pre-cooling mengemukakan bahwa perlakuan terbaik adalah buah manggis dengan perlakuan prapendinginan hingga suhu buah 20°C dan disimpan pada suhu 5°C, memiliki persentase susut bobot terendah, persentase kadar air daging dan kulit tertinggi, mempertahankan TPT (Total Padatan Terlarut) terlama, dan mempunyai umur simpan paling lama yaitu masih dapat dikonsumsi hingga hari ke 47.
D. Pelilinan Buah-buahan dan sayuran mempunyai selaput lilin alami pada permukaan kulitnya yang sebagian hilang karena pencucian. Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat respirasi (Roosmani,1975). Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat
11
berantai panjang atau sterol. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat dengan titik cair 62.80C – 70 dan bobot jenis 0.952-0.975 kg/m3. Muchtadi et al.(1992) mengemukakan bahwa, umumnya buah-buahan mempunyai lapisan lilin alami pada permukaan kulitnya yang dapat hilang karena proses pencucian. Pemakaian lilin buatan pada buah-buahan adalah untuk meningkatkan kilap sehingga kenampakannya menjadi lebih baik. Disamping itu luka atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin. Teknik pelilinan merupakan cara menunda proses pematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan. Pelapisan lilin mampu mengurangi laju respirasi dan transpirasi produk hortikultura (Pantastico et al. 1989). Setiasih (1999) menambahkan mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buah-buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, pori-pori dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernapasan. Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi, tidak beracun, mudah kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap, licin, dan mudah untuk diperoleh (Muchtadi et al. 1992) Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4% - 12% dapat dilihat pada Tabel 5. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buahbuahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2. Tabel 5. Komposisi dasar emulsi lilin 12% Bahan Dasar Komposisi Lilin lebah
120 g
Trietanolamin
40 g
Asam oleat
20 g
Air panas
820 ml
Sumber : Balai Hortikultura (2002) Lilin lebah merupakan lilin alami komersial hasil sekresi lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifuse, sisir madunya dapat digunakan lagi sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin (Winarno, 2002). Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung pada produk segar. Penyemprotan cenderung memboroskan dibanding cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah dan sayuran kedalam bahan pelapis, sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis menggunakan kuas ke buah atau sayuran. Keberhasilan pelapisan lilin atau buah-buahan dan sayuran tergantung pada ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan laju respirasi dan transpirasi, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Rosmani, 1975). Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air sadah dapat merusak emulsi lilin.
12