II.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Cabai Tanamana cabai (Capsicum sp.) diduga berasal dari Amerika Selatan, Amerika Tengah, termasuk Meksiko, sejak 2,500 tahun sebelum Masehi. Taksonomi tanaman ini dalam dunia tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subklas : Sympetalae Ordo : Tubiflorae (Solanales) Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Cabai merupakan tumbuhan yang berasal dari genus Capsicum dan merupakan tanaman dari famili Solonaceae. Genus Capsicum terdiri atas 25 spesies, dan lima diantaranya sudah dibudidayakan, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum pubescences, Capsicum baccatum, Capsicum chinense. Tiga spesies yang paling banyak dibudidayakan di dunia adalah Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense (Supena, 2004; Rachmawati, 2008). Di pasaran, dikenal cabai merah keriting, cabai merah besar, cabai hijau, dan cabai rawit. Sesuai dengan namanya, cabai merah keriting berbentuk panjang mengeriting atau bergelombang, ramping, kulit buah tipis, lebih tahan simpan, dan rasanya relatif pedas dibandingkan cabai merah besar dan cabai hijau. Cabai merah besar adalah cabai besar yang buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, kurang tahan simpan, dan tidak begitu pedas, sedangkan cabai hijau adalah cabai merah besar atau cabai keriting yang dipetik ketika masih muda dan belum berubah warnanya menjadi merah. Cabai rawit adalah cabai berwarna hijau, ukurannya kecil dengan bentuk sedikit keriting dan rasanya lebih pedas dibandingkan cabai merah keriting, cabai merah besar, dan cabai hijau (Sembiring, 2009). Menurut Hewindati (2006), batang utama cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm, diameter 1.5-2.5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0.5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan. Daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3.5-5 cm. Daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai dengan panjang 0.5-2.5 cm, letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujungnya runcing, pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 1.5-12 cm, lebar 1-5 cm, dan berwarna hijau (Hewindati, 2009). Bunga cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. Cabai memiliki posisi bunga yang menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1-1.5 cm, lebar 0.5 cm, warna kepala putik kuning. Bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi
3
ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut bunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga (Hewindati, 2006). Buah cabai merupakan buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Buah cabai biasanya muncul dari percabangan atau ketiak daun dengan posisi menggantung (Rachmawati, 2008). Rachmawati (2008) menyebutkan bahwa tanaman cabai membutuhkan kondisi tertentu untuk pertumbuhan optimalnya. Sebenarnya tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian, tetapi pertumbuhan optimal akan diperoleh pada ketinggian anatara 0.5-1.25 meter di atas permukaan laut. Tanah yang baik bagi tanaman cabai adalah tanah yang memiliki drainase cukup baik, mengandung unsur-unsur yang lengkap, terutama unsur P, dan memiliki pH antara 5.5-6.5. Curah hujan yang cocok bagi tanaman ini adalah 600-1,200 mm/tahun. Pada saat perkecambahan benih, cabai membutuhkan suhu antara 16-35 °C, sedangkan suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan pembungaan adalah 25-27 °C.
B.
Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai Manfaat utama cabai merah adalah sebagai bahan makanan, khususnya bumbu atau pelengkap masakan. Rasa pedas yang terkandung pada cabai sangat digemari masyarakat timur termasuk Indonesia, selain itu cabai memiliki kandungan gizi yang penting. Menurut Taychasinpitak dan Taywiya (2003), kandungan kimia cabai merupakan bagian penting dalam obat-obatan, pewarna makanan, dan kosmetika. Cabai dipasarkan dalam berbagai bentuk, seperti buah segar atau bahan industri (cabai giling, cabai kering, tepung cabai), olahan (sambal, variasi bumbu), dan hasil industri (oleoresin, pewarna, dan rempah). Penggunaan cabai tidak hanya sebagai bumbu masakan melainkan sebagai penggugah selera makan dan banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Khasiat sebagai penggugah makan dirangsang oleh minyak atsiri yang ditimbukan pada saat mengunyah cabai atau menghirup aroma cabai. Senyawa capsaicin yang terkandung pada cabai merangsang keluarnya air liur di mulut dan merangsang kerja lambung, sehingga pencernaan makanan menjadi lancar. Pada bidang kesehatan, cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi (Sembiring, 2009). Berbagai macam khasiat yang dimiliki cabai disebabkan oleh senyawa capsaicin (C18H27NO3) yang memiliki berat molekul 305.41 g/mol. Capsaicin merupakan unsur aktif dan unsur pokok yang berkhasiat yang terdapat pada plasenta buah. Senyawa ini terdapat pada biji cabai dan berguna untuk memperlancar sekresi asam lambung serta mencegah infeksi sistem pencernaan. Capsaicin merupakan komponen terbanyak dari capsaicinoid yang diikuti oleh dihidrocapsaicin, nordihidrocapsaicin, homodihidrocapsaicin, dan homocapsaicin (Govindarajan dan Sathyanarayana, 1991; European Commission Health and Consumer Protection Direstorate-General, 2002).
4
Gambar 1. Rumus Bangun Capsaicin (Sari, 2009)
Menurut Chuah (2008), cabai merupakan tanaman yang memiliki komponen antioksidan yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid. Kandungan lain pada cabai yaitu protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh. Vitamin C adalah salah satu asam organik beratom karbon 6 yang memiliki dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat). Apabila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut maka akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat di dalam tubuhnya karena tidak memiliki enzim glunolaktone oksidase yang mampu mensintesis glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat, sehingga harus disuplai dari makanan (Padayatty, 2003). Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak akibat pemanasan. Vitamin C cukup stabil dalam kedaan kering dan dalam larutan asam, namun tidak stabil dalam larutan alkali. Faktor yang menyebabkan kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air, pemanasan dalam waktu lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat dari besi atau tembaga (Almatsier, 2001). Burdulu, Koca, dan Karadeniz (2006) mengatakan bahwa asam askorbat menurun dengan meningkatnya pemanasan. Sekitar setengah dari kandungan vitamin C akan rusak akibat pemanasan. Jumlah kandungan vitamin C yang hilang tergantung dari cara pemanasan yang dilakukan. Sumber vitamin C terdapat di dalam makanan terutama buahbuahan segar seperti jeruk, tomat, cabai, nanas, stroberi, dan sebagainya. Kadar vitamin C pada sayuran segar lebih rendah. Konsentrasi vitamin C yang paling tinggi pada buah-buahan segar terdapat pada kulitnya, sedangkan pada daging buah dan biji memiliki konsentrasi vitamin C yang rendah.
Gambar 2. Rumus Bangun Vitamin C (Widariza, 2009)
5
Warna merah pada cabai merah berasal dari kandungan pigmen karotenoid, yaitu capsanthin, capsorubin, lutein, zeaxanthin, carotene, dan cryptoxantin. Karotenoid merupakan suatu pigmen berwarna oranye, merah, atau kuning. Senyawa karotenoid biasanya terdapat pada buah-buahan berwarna merah yang merupakan suatu zat yang larut dalam lemak atau pelarut organik, namun tidak larut di dalam air, gliserol, dan propilen glikol. Senyawa ini sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi. Istilah karoten digunakan untuk zat yang memiliki atom C40 atau dengan rumus molekul C40H56 (Dutta, Chaudhuri, dan Chakraborty, 2005). Karotenoid sangat sensitif terhadap terhadap panas, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan akibat pemanasan. Kecerahan pada bahan pangan disebabkan karena pigmen yang terdapat pada kulit bahan pangan tersebut. Menurut Dutta, Chaudhuri, dan Chakraborty (2005), penurunan kandungan karotenoid tergantung dari suhu dan lama pengolahan, pemotongan atau penghancuran bahan. Hal yang dapat dilakukan dalam mengurangi kemungkinan kerusakan kandungan karotenoid adalah dengan mengurangi suhu dan lama pengolahan, serta mengurangi jeda waktu antara mengupas, memotong, dan menghancurkan bahan. Pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat merupakan alternatif yang baik dalam mengurangi penurunan kandungan karotenoid. Kandungan gizi cabai merah segar per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai Tiap 100 Gram Jenis Cabai Komposisi Gizi Merah Besar Segar Merah Besar Kering Kalori (kal)
31.0
311.0
Protein (g)
1.0
15.9
Lemak (g)
0.3
6.2
Karbohidrat (g)
7.3
61.8
Kalsium (g)
29.0
160.0
Fosfor (mg)
24.0
370.0
Zat besi (mg)
0.5
2.3
470.0
576.0
Vitamin B1 (mg)
0.1
0.4
Vitamin C (mg)
18.0
50.0
Air (g)
90.9
10.0
Vitamin A (S.I.)
(Sumber: Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004)
C.
Pascapanen Cabai Ketersediaan dan kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat tidak stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cuaca, bencana, hama, dan sebagainya. Keadaan demikian merupakan permasalahan pertanian yang sering dihadapi di Indonesia. Pada saat produksi meningkat, harga cabai merah relatif rendah. Pada saat itu petani akan mengeluarkan atau menjual seluruh cabai merah yang diproduksi karena tidak mungkin dilakukan penyimpanan terhadap komoditas tersebut yang memiliki sifat mudah rusak. Umur simpan
6
cabai merah segar adalah 5 hari jika disimpan di dalam lemari pendingin. Pada saat produksi cabai merah menurun, harga cabai merah akan meningkat karena terjadi kelangkaan komoditas. Ketidakstabilan produksi cabai merah diperkuat oleh data ketersediaan dan kebutuhan cabai merah segar 2010 yang diperoleh dari Direktorat Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Merah Tahun 2010 (ton) KetersediaanRencana Realisasi Produksi Kebutuhan Bulan Kebutuhan Produksi (Ketersediaan) Jun-10
111,720
105,833
97,999
7,834
Jul-10
102,637
97,228
97,999
(771)
Aug-10
114,291
108,268
117,599
(9,331)
Sep-10
105,504
99,944
107,799
(7,855)
1,287,953
1,220,078
1,220,088
(10)
Th 2010
(Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, 2010)
Menurut Kumoro, Rahayu, dan Mashur (2005), merosotnya hasil panen cabai merah petani disebabkan kurang baiknya pengelolaan hasil panen yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, sehingga pengelolaan pascapanen dilakukan seadanya dan dikategorikan kurang baik. Hasil pascapanen cabai merah umumnya dikemas menggunakan karung plastik, selain itu para pedagang pengumpul sering menekan buah cabai merah untuk menghemat tempat disaat mengangkut hasil panen. Pengangkutan ke pasar masih banyak dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak terbuka, sehingga suhu panas akan mempengaruhi kondisi cabai merah dalam karung. Pada bidang pertanian dikenal istilah pascapanen yang diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Secara keilmuan disebut pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pascapanen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pascapanen disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) yang merupakan semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kondisi suatu komoditas tetap baik dan sesuai untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan. Penanganan pascapanen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah rusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dan lainlain. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan (Mutiarawati, 2007). Keuntungan penanganan pascapanen yang baik yaitu jumlah pangan yang dapat dikonsumsi lebih banyak, lebih murah jika dibandingkan dengan peningkatan produksi yang membutuhkan input tambahan, resiko kegagalan lebih kecil, hemat energi, waktu yang diperlukan lebih singkat, meningkatkan nutrisi, dan mengurangi sampah (Effendi, 2010).
7
Teknologi penanganan pascapanen primer maupun sekunder merupakan alternatif teknologi yang dapat dipilih utnuk meningkatkan nilai tambah cabai merah. Optimasi penanganan cabai segar sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pengolahan lebih lanjut. Penanganan segar yang baik akan memenuhi standar mutu produk cabai merah segar dan memberikan nilai tambah yang kebih baik (BPTP Jawa Tengah, 2010).
D.
Cabai Merah Kering Buah cabai tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk segar, namun juga diperdagangkan dalam berbagai produk awetan setelah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, seperti saus cabai, sambal cabai, pasta cabai, cabai kering, tepung cabai, oleoresin cabai, manisan cabai, cabai kalengan, obat anestesi, dan salep. Pengolahan cabai merupakan salah satu langkah pengawetan dan dapat dilakukan apabila produksi melimpah. Ekstraksi buah cabai menghasilkan pigmen karotenoid, sehingga menjadikan buah cabai dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami untuk makanan, minuman, dan kosmetik (Sembiring, 2009). Cabai merah kering merupakan olahan cabai merah segar yang telah dilakukan proses pengeringan sehingga terjadi pengeluaran atau pengurangan kandungan air dari bahan tersebut dengan menggunakan energi panas. Pembuatan cabai merah kering dilakukan untuk menjamin ketersediaan cabai merah ketika terjadi kelangkaan cabai merah segar. Penggunaan cabai kering sebagai pengganti cabai basah semakin meningkat dengan berubahnya selera masyarakat yang semakin menghendaki bentuk makanan yang praktis atau siap hidang. Produksi cabai kering merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kondisi mutu cabai dan menjamin ketersediaan ketika cabai merah segar mengalami kelangkaan, selain itu sesuai dengan tuntutan industri pengolahan pangan seperti industri makanan instan. Cabai kering biasanya digunakan untuk bumbu masak, industri farmasi, dan ekstraksi oleoresin cabai (Deasy, 2003). Cabai kering juga dapat menggantikan penggunaan cabai segar ketika terjadi kelangkaan pada cabai segar. Proses pengeringan cabai diawali dengan pemilihan dan sortasi bahan baku cabai. Sortasi merupakan kegiatan memisahkan buah cabai sehingga diperoleh buah cabai yang sehat dan menyingkirkan buah cabai yang rusak atau cacat. Sortasi juga diperlukan untuk memisahkan buah cabai berdasarkan keseragaman ukuran maupun tingkat kerusakannya karena buah cabai yang dipanen memiliki keseragaman ukuran dan tingkat kerusakan yang berbeda. Proses berikutnya yaitu pembelahan. Kemudian dilakukan proses blanching. Pada proses ini ditambahkan zat pengawet agar tepung cabai menjadi tahan lama. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan yang dapat dilakukan dengan cara pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan diakhiri setelah kadar air cabai mencapai 7-8% atau apabila cabai kering mudah dipatahkan (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, 2009).
E.
Natrium Benzoat Natrium benzoat merupakan bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air (62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada suhu 0°C, 20°C, dan 100°C), higroskopik pada RH di atas 50%, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 gram/liter air, larut dalam etanol, methanol, dan etilen glikol (WHO, 2000; Chipley, 2005).
8
Gambar 3. Bubuk Natrium Benzoat (Rohman, 2010)
Natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 4. Garam natrium (BM 144.1) sudah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan.
Gambar 4. Rumus Bangun Natrium Benzoat (European Commission Health and Consumer Protection Directorate-General, 2002)
Fungsi utama natrium benzoat adalah sebagai antimyotic agents. Umumnya bakteri penghasil racun dan bakteri pembentuk spora dapat dihambat pada konsentrasi 0.01% sampai 0.02% asam tidak terdisosiasi. Kapang dan khamir dihambat pada konsentrasi 0.05% sampai 0.1% asam tidak terdisosiasi. Benzoat menghambat atau membunuh mikroba dengan mengganggu permeabilitas membran sel mikroba dan menyebabkan gangguan pada sistem transpor elektron (Chipley, 2005). Menurut Lopez (1998) seperti dikutip oleh Saragih (2007), mekanisme kerja bahan pengawet yang terdiri dari asam organik adalah berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba memiliki pH yang netral. Apabila sitoplasma memiliki pH yang lebih asam atau lebih basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel mikroba, sehingga metabolisme sel mikroba terhambat. Kelebihan natrium benzoat sebagai bahan pengawet antara lain harganya yang murah, mudah diaplikasikan ke dalam produk, dan tidak berwarna. Natrium benzoat telah digunakan secara luas pada berbagai produk pangan seperti minuman, bakery, dan makanan lain. Penggunaan natrium benzoat pada industri kosmetik yaitu dengan konsentrasi 0.1% - 0.5%, sedangkan pada industri farmasi digunakan natrium benzoat dengan konsentrasi 0.05% - 0.1% (Chipley, 2005).
9
Benzoat hingga konsentrasi 0.1% digolongkan sebagai Generally Recognized As Safe (GRAS) berdasarkan Food and Drug Adminitration (FDA). Natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0.15% dan 0.25% di negara-negara selain Amerika Serikat. Batas European Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0.015% - 0.5%. Penggunaan natrium benzoat di Indonesia telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar 0.06% - 0.1%. Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium Benzoat di Indonesia Jenis atau Bahan Makanan
Acar ketimun dalam botol
Keju
Margarin
Aprikot yang dikeringkan
Marmalad
Batas Maksimum Penggunaan 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan kalium benzoat, atau dengan kalium sorbat. 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya. 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat atau dengan asam sorbat dan garamnya. 500
mg/kg,
tunggal
atau
campuran
dengan
garamnya. 500 mg/kg, tunggal atau campuran denga kalium sorbat. 1 g/kg, tunggal atau campuran denga asam benzoat
Pekatan sari nanas
atau dengan asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg.
Anggur; Anggur buah dan minuman beralkohol lain
200 mg/kg. 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbet
Jem dan Jeli
dan
garam
kaliumnya,
dari
asam
parahidroksibenzoat. Kecap
600 mg/kg.
Sirop; Saus tomat
1 g/kg.
Minuman Ringan
600 mg/kg.
Saus Tomat
1 g/kg.
Makanan Lain
1 g/kg.
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 1995)
10
F.
Pengeringan Pengeringan adalah proses pemindahan kandungan air dengan bantuan energi panas dari sumber panas yang dipindahkan dari permukaan bahan. Dasar proses pengeringan yaitu terjadinya penguapan air ke udara dari bahan yang dikeringkan. Penguapan dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dalam ruangan dan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan, sehingga kandungan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan menyebabkan terjadinya uap air dari bahan ke udara (Anonim, 2010). Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Hal tersebut menyebabkan bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Aschtanasia, 2010). Menurut Brennan (2006), pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk. Sasaran pengeringan adalah menurunkan kadar air atau aktivitas air (aw), sehingga dapat menghambat kerusakan, pertumbuhan bakteri, menurunkan aktivitas enzim, serta menurunkan laju perubahan kimia yang tidak diinginkan. Asgar (2006) menyebutkan bahwa pengeringan dapat menurunkan biaya dan memudahkan dalam pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Bahan yang dikeringkan menjadi ringan dan volume menjadi lebih kecil. Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan alami, dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran oleh sinar matahari langsung. Pengeringan cara ini sering disebut juga pengeringan tradisional. Pengeringan tradisional memiliki keuntungan tidak memerlukan bahan bakar sehingga biaya yang dibutuhkan lebih murah, namun kerugian yang dimiliki pengeringan cara ini yaitu suhu pengeringan dan kelembaban tidak dapat dikontrol, hanya berlangsung bila sinar matahari ada. Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering buatan atau semi mekanik dengan sumber panas sesuai keingingan. Pengeringan ini membutuhkan waktu dan kualitas yang lebih baik dari pengeringan alami (BBPPTP, 2008). Pengeringan produk pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kadar air bahan, suhu maksimum dalam proses penguapan, waktu pengeringan, sumber pemanas. Peristiwa yang terjadi selama proses pengeringan terdiri dari dua proses, yaitu proses perpindahan panas dan proses perpindahan massa. Proses perpindahan panas yaitu proses penguapan air dari bahan atau proses perubahan bentuk cair menjadi bentuk gas. Proses perpindahan massa yaitu proses perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Anonim, 2010). Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar sebagai sumber panas. Alat pengeringan terdiri dari berbagai macam, yaitu: 1. Pengering berbentuk rak (tray dryer) Pengering tipe rak berbentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bagi bahan yang akan dikeringkan. Pengering jenis ini cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran dan sering digunakan untuk bahan yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan umumnya dibutuhkan selama 10-60 jam. Pengeringan ini dapat digunakan dalam keadaan vakum. 2.
Pengering berputar (rotary dryer) Pengering ini beroperasi secara kontinyu, terdiri atas cangkang silinder yang berpurat perlahan, biasanya dimiringkan beberapa derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan umpan basah yang dimasukkan pada atas ujung drum.
11
Pengeringan berputar cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran dengan waktu pengeringan selama 10-60 menit.
G.
3.
Pengering beku (freeze dryer) Pengering beku cocok digunakan untuk bahan padatan yang sensitive terhadap panas (bahan teknologis tertentu, bahan farmasi, pangan dengan kandungan flavor tinggi). Pengeringan terjadi di bawah titik triple cairan dengan menyublim air beku menjadi uap yang kemudian dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum mekanis. Penggunaan pengering jenis ini akan menghasilkan produk bermutu tinggi dibandingkan dengan teknik pengeringan jenis lain.
4.
Pengering semprot (spray dryer) Pengering semprot cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk larutan yang sangat kental serta berbentuk pasta (susu, zat pewarna, bahan farmasi). Umpan diatomisasi dalam bentuk percikan kemudian disentuhkan dengan udara panas yang dirancang dengan baik.
Pengeringan Tipe Rak Menurut Taib (1988), pengering rak termasuk alat pengering tipe curah dengan pemanasan langsung. Pengering ini disebut juga dengan “tray dryer’ karena digunakan rak penyangga atau talam sebagai penyangga bahan yang akan dikeringkan dengan udara pemanas dalam ruang tertutup. Mesin pengering ini terdiri dari struktur rangka dimana dinding, atap, dan alas diisolasi untuk mencegah kehilangan panas, serta dilengkapi dengan kipas internal untuk menggerakkan medium pengering melalui sistem pemanas dan mendistribusikannya secara merata melalui satu atau beberapa rak berisi bahan yang akan dikeringkan dalam ruang pengering. Pengering rak terdiri dari dinding isolator, kipas angin, pemanas udara, dan rak sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Ukuran mesin ini bermacam-macam mulai dari skala perusahaan hingga berisi rak kecil. Udara dialirkan melewati perrnukaan rak dan makanan atau melewati lubang rak dan lapisan makanan atau keduanya. Udara jenuh dialirkan ke luar pengering rak dan digantikan melalui pengatur (Brennan, 2006). Menurut Amelia (2007), alat pengering rak dengan tenaga listrik memiliki dua ruang, yaitu ruang pembangkit dan ruang pengering. Ruang pembangkit terdiri dari filamen pemanas, sedangkan ruang pengering terdiri dari ruang persegi panjang yang merupakan tempat meletakkan tray dan kipas. Tray merupakan tempat bahan yang akan dikeringkan, biasanya terbuat dari bahan logam dan berlubang. Lubang tersebut dibuat untuk mengalirkan udara panas dan uap air. Jumlah tray pada rak tergantung dari keperluan. Menurut Maroulis dan Saravacos (2003), pengering rak biasanya digunakan untuk mengeringkan produk curah yang berjumlah sedikit. Pemanas digunakan untuk memanaskan udara yang bersirkulasi dengan membawa energi panas. Produk yang dapat dikeringkan dengan mesin ini dapat berupa potongan, bubuk, atau pasta. Pengering tipe rak digunakan untuk mengeringkan bahan yang tidak dapat diaduk secara termal, sehingga diperoleh bahan padat yang kering. Pengeringan bahan dengan menggunakan pengering rak disebabkan karena dua proses yaitu kontak bahan dengan udara panas yang mengalir secara konveksi dan kontak bahan dengan rak yang telah panas secara konduksi, namun yang paling dominan adalah
12
pindah panas yang mengalir secara konveksi. Proses yang terjadi selama pengeringan adalah udara dari luar masuk kemudian dipanaskan dengan kompor gas dan udara ini di sirkulasikan ke seluruh bagian pengering rak dengan bantuan sebuah kipas yang berada di bagian bawah (Kusningsih, 2008). Amelia (2007) menyebutkan bahwa proses pemanasan dalam pengering tipe rak terjadi melalui udara panas yang mengalir pada setiap rak. Udara pada alat ini selain sebagai pembawa panas juga berfungsi untuk memindahkan uap air. Arah aliran panas disesuaikan dengan kipas yang terdapat pada alat. Menurut Rachmawan (2001), prinsip kerja mesin pengering tipe rak adalah udara pengering bergerak menuju dasar rak dengan bantuan kipas kemudian mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan akan melepaskan panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Semakin ke atas bagian rak, maka suhu akan semakin menurun, sehingga penurunan suhu ini perlu diperhatikan agar pada saat mencapai bagian atas bahan, udara pengering masih memiliki suhu yang memungkinkan untuk penguapan air. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kelembaban udara pengering agar tetap tidak jenuh pada saat mencapai bagian atas bahan sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mesin pengering tipe rak ini agar hasi kering yang diharapkan dapat tercapai.
Udara basah keluar
Udara panas
Dinding luar dryer
Tray dan plat berlubang Unggun dari bahan yang dipanaskan Arah udara
Gambar 5. Skema Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) (Anonim, 2010)
Kelebihan alat pengering ini adalah lebih sederhana dibanding alat pengering lainnya. Selain itu alat pengering ini tidak begitu banyak memerlukan areal yang luas, misalnya jika dibandingkan dengan pengering terowongan yang panjangnya bisa mencapai 27 m (Taib, 1988). Pengeringan rak sangat bermanfaat bila laju produksi kecil. Alat ini dapat digunakan untuk mengeringkan segala macam bahan.
13