0
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
:
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 7 ayat (3), Pasal 11 ayat (2), Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 28 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 Nomor 2 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 14, perlu membentuk Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Himpunan PeraturanPeraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang
-25. Undang-Undang
Nomor
15
Tahun
2004
tentang
Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
66,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4400); 6. Undang-Undang Pemerintahan
Nomor Daerah
32
Tahun
(Lembaran
2004
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
2004 tentang
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 9. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
2011
Nomor
82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145); 11. Peraturan
-311. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 1993
tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 4655); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen
Dan
Rekayasa,
Analisis
Dampak,
Serta
Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221); 19. Peraturan
-419. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5229); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5317); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346); 22. Keputusan
Menteri
58/KPTS/M/2012
Pekerjaan
tentang
Umum
Penetapan
Kelas
Nomor Jalan
Berdasarkan Daya Dukung Untuk Menerima Muatan Sumbu Terberat dan Dimensi Kendaraan Bermotor Di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera; 23. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1986 tentang
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1986 Nomor 3 Seri D); 24. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 18 Tahun 1998 tentang
Pengamanan dan
Pemanfaatan Prasarana Jalan dan Jembatan Dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1998 Nomor 2 Seri C); 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah
Provinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2008 Nomor 2 Seri D); 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2011 Nomor 2 Seri D); 27. Peraturan
-527. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur 2012 Nomor 2 Seri
Tahun
D, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Timur Nomor 14). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN
GUBERNUR
PELAKSANAAN
PERATURAN
TENTANG DAERAH
PETUNJUK
PROVINSI
JAWA
TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JAWA TIMUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur. 2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. 3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. 4. Dinas
adalah
Dinas
Perhubungan
dan
Lalu
Lintas
Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur. 6. Pengawasan muatan angkutan barang adalah pengawasan terhadap
pemenuhan
ketentuan
mengenai
tata
cara
pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan. 7. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. 8. Kendaraan
Bermotor
adalah
setiap
kendaraan
yang
digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. 9. Mobil
-6-
9. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat
ke
tempat
lain
dengan
menggunakan
kendaraan di ruang lalu lintas jalan. 10. Alat
penimbangan
adalah
seperangkat
alat
untuk
menimbang kendaraan bermotor yang dapat dipasang secara tetap atau alat yang dapat dipindah-pindahkan yang
digunakan
untuk
mengetahui
berat
kendaraan
bermotor beserta muatannya. 11. Kelebihan muatan adalah jumlah berat muatan mobil barang yang diangkut melebihi daya angkut yang diizinkan dalam Buku Uji Berkala atau pelat samping. 12. Buku Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berkala berbentuk buku yang berisi data dan legitimasi hasil pengujian setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, atau kendaraan khusus. 13. Muatan Sumbu adalah jumlah tekanan roda pada suatu sumbu yang menekan jalan. 14. Muatan
Sumbu
Terberat
adalah
jumlah
tekanan
maksimum roda terhadap jalan. 15. Perusahaan angkutan umum adalah badan hukum yang menyediakan
jasa
angkutan
orang
dan/atau
barang
dengan kendaraan bermotor umum. 16. Jumlah disingkat
berat
yang
JBB
diperbolehkan
adalah
berat
yang
maksimum
selanjutnya kendaraan
bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya. 17. Jumlah berat yang diizinkan yang selanjutnya disingkat JBI adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang dilalui. 18. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
di
jalan
yang
telah
memiliki
Surat
Izin
Mengemudi. 19. Sanksi
-719. Sanksi denda adalah sanksi yang diberikan kepada pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum barang dan/atau
pemilik
barang
yang
mengangkut
barang
dengan kelebihan muatan lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari JBI berupa denda dengan besaran sesuai dengan kategori yang ditetapkan. 20. Penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan
dilakukan
oleh
adalah
serangkaian
Penyidik
untuk
tindakan
yang
mencari
serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. 21. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. 22. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Dinas
Perhubungan dan
Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi
Jawa Timur. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi: a. Penyelenggaraan alat penimbangan; b. Tata cara pembayaran denda; c. Petugas alat penimbangan; d. Pemberian tambahan penghasilan; dan e. Pelaporan. BAB III PENYELENGGARAAN ALAT PENIMBANGAN Pasal 3 (1) Dalam
rangka
pelaksanaan
pengendalian
kelebihan
muatan angkutan barang digunakan alat penimbangan yang terdiri dari: a. Alat
-8– a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap (jembatan timbang); dan b. alat penimbangan yang dapat dipindahkan (portable). (2) Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dioperasikan pada 20 (dua puluh) lokasi sebagai berikut: a. Jembatan Timbang Singosari di Kabupaten Malang; b. Jembatan Timbang Rejoso di Kabupaten Pasuruan; c. Jembatan Timbang Sedarum di Kabupaten Pasuruan; d. Jembatan Timbang Klakah di Kabupaten Lumajang; e. Jembatan Timbang Trosobo di Kabupaten Sidoarjo; f. Jembatan Timbang Trowulan di Kabupaten Mojokerto; g. Jembatan Timbang Mojoagung di Kabupaten Jombang; h. Jembatan Timbang Guyangan di Kabupaten Nganjuk; i. Jembatan Timbang Pojok di Kabupaten Tulungagung; j. Jembatan Timbang Besuki di Kabupaten Situbondo; k. Jembatan Timbang Rambigundam di Kabupaten Jember; l. Jembatan Timbang Watudodol di Kabupaten Banyuwangi; m. Jembatan Timbang Kalibarumanis di Kabupaten Banyuwangi; n. Jembatan Timbang Widodaren di Kabupaten Ngawi; o. Jembatan Timbang Lamongan di Kabupaten Lamongan; p. Jembatan Timbang Baureno di Kabupaten Bojonegoro; q. Jembatan Timbang Socah di Kabupaten Bangkalan; r. Jembatan Timbang Talun di Kabupaten Blitar; s. Jembatan Timbang Widang di Kabupaten Tuban; dan t. Jembatan Timbang Jrengik di Kabupaten Sampang. (3) Alat penimbangan Portable sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dioperasikan di ruas jalan Nasional dan/atau Provinsi yang belum terawasi dan/atau belum terdapat Jembatan Timbang. Pasal 4 (1) Jembatan timbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala Jembatan Timbang yang ex officio dijabat oleh Kepala Seksi yang menangani operasional jembatan timbang pada Unit Pelaksana Teknis Dinas. (2) Kepala
-9– (2) Kepala Jembatan Timbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas untuk mengawasi operasional alat penimbangan, mengkoordinasikan tugas antar Ketua Regu
dan
bertanggung
jawab
atas
keefektifan
pengoperasian Jembatan Timbang selama 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 5 (1) Pengoperasian jembatan timbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilaksanakan oleh petugas jembatan timbang dalam jabatan kerja. (2) Guna kelancaran pelaksanaan tugas, petugas jembatan timbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh tenaga pembantu umum sesuai kebutuhan. (3) Tenaga pembantu umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. operator komputer; dan b. cleaning sevice. (4) Dalam pengoperasian jembatan timbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas dapat melibatkan petugas Kepolisian Daerah Jawa Timur. Pasal 6 (1) Pengoperasian jembatan timbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diselenggarakan selama 24 (dua puluh empat) jam per hari secara berkesinambungan. (2) Pengoperasian jembatan timbang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan 12 (dua belas) jam per shift per regu dan dilakukan pergantian petugas. (3) Masing-masing shift per regu dipimpin oleh seorang Ketua Regu. (4) Ketua
Regu
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3)
diutamakan yang telah mempunyai kualifikasi PPNS dan/atau berdasarkan jenjang kepangkatan. (5) Ketua
- 10 (5) Ketua
Regu
mempunyai
sebagaimana tugas
dimaksud
mengelola
pada
keefektifan
ayat
(4)
pendataan,
pelaporan dan pengoperasian jembatan timbang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur selama shift dalam tanggung jawabnya. Pasal 7 (1) Alat penimbangan portable sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b digunakan dalam pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran muatan. (2) Pelaksanaan penimbangan dengan alat penimbangan portable sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian. Pasal 8 (1) Pengoperasian
alat
penimbangan
dilakukan
dengan
menggunakan Sistem Informasi Manajemen Terpadu yang berbasis pada pengolahan data elektronik. (2) Sistem Informasi Manajemen Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit merekam dan memuat data tentang : a. nomor kendaraan; b. JBI; c. golongan Kendaraan; d. berat kendaraan beserta muatan; e. tingkat pelanggaran; f. besaran sanksi denda; g. asal tujuan perjalanan; h. jenis muatan; dan i. petugas penginput data. (3) Sistem Informasi Manajemen Terpadu dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: a. keperluan pendataan, penimbangan; dan
sebagaimana
dilaksanakan diseluruh alat
b. keperluan pengawasan operasional alat penimbangan dilaksanakan di Pusat Pengendalian Sistem Informasi Manajemen Terpadu di Dinas selama 24 (dua puluh empat) jam per hari secara berkesinambungan. (5) Pengembangan
-11 (4) Pengembangan dan Manajemen Terpadu berkesinambungan.
pemeliharaan Sistem Informasi dilaksanakan secara rutin dan
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Terpadu diatur dengan Keputusan Kepala Dinas. Pasal 9 (1) Penimbangan kendaraan bermotor dilakukan untuk mengetahui berat muatan dan kelebihan berat muatan dengan tata cara sebagai berikut : a. penimbangan kendaraan bermotor beserta muatannya dan/atau penimbangan terhadap masing-masing sumbu; b. perhitungan berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan beserta muatannya dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dalam buku uji; c. kelebihan berat muatan dapat diketahui dengan cara membandingkan berat muatan yang ditimbang dengan JBI dalam buku uji atau plat samping kendaraan bermotor; d. kelebihan muatan pada tiap-tiap sumbu dapat diketahui dengan cara membandingkan hasil penimbangan setiap sumbu dengan muatan sumbu terberat pada kelas jalan yang dilalui; (2) Kelebihan berat muatan pada tiap-tiap sumbu sampai sebesar 5 % (lima persen) dari yang ditetapkan dalam buku uji tidak dinyatakan sebagai pelanggaran. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Kepala Dinas. BAB IV TATA CARA PEMBAYARAN DENDA Pasal 10 (1) Setiap angkutan barang yang mengangkut barang wajib ditimbang pada alat penimbangan yang dipasang secara tetap atau yang dapat dipindah-pindahkan. (2) Angkutan
- 12 (2) Angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kelebihan muatan lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 25% (dua puluh lima persen) dari JBI dikenakan sanksi denda. (3) Angkutan barang dengan kelebihan muatan diatas 25 % (dua puluh lima persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi berupa pengembalian kendaraan bermotor ketempat asal atau penurunan kelebihan muatan. Pasal 11 (1) Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dikenakan 1 (satu) kali pada penimbangan pertama untuk 1 (satu) kali perjalanan dalam wilayah Daerah, kecuali ditemukan penambahan muatan saat penimbangan kendaraan bermotor pada alat penimbangan berikutnya. (2) Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara tunai/lunas dan diberikan tanda bukti pembayaran. (3) Apabila dalam penimbangan berikutnya terdapat selisih berat muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi sesuai dengan jenis pelanggaran. (4) Dalam hal pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum yang melakukan pelanggaran tidak bisa memenuhi sanksi denda, maka Surat Tanda Uji Kendaraan Bermotor, dan/atau Surat Tanda Nomor Kendaraan dan/atau Surat Izin Mengemudi dapat dijadikan jaminan. (5) Apabila pengemudi dan/atau perusahaan angkutan umum yang melakukan pelanggaran tidak dapat menunjukkan surat-surat kendaraan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai jaminan dapat dilakukan penyitaan terhadap kendaraan yang digunakan untuk mengangkut barang. (6) Pelaksanaan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan bersama dengan petugas Kepolisian. (7) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dikembalikan tanpa syarat apabila kewajiban memenuhi sanksi denda telah dipenuhi. Pasal 12
- 13 Pasal 12 (1) Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilakukan di lokasi alat penimbangan. (2) Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengadministrasi sanksi denda yang
ditunjuk
dan
disetorkan
kepada
Bendahara
Penerimaan Pembantu paling lama 1 (satu) kali 24 jam. (3) Bendahara Penerimaan Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu 1 (satu) hari kerja wajib menyetorkan hasil penerimaan denda ke Rekening Kas Umum Daerah pada PT. Bank Jatim. (4) Penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Formulir Surat Tanda Setoran yang dibuat rangkap 6 (enam), dengan ketentuan : a. lembar kesatu dan lembar kedua, dikirim ke Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah; b. lembar ketiga, dikirim ke Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur setempat; c. lembar keempat, dikirim ke Bendahara Penerimaan; d. lembar kelima, diarsip oleh Bendahara Penerimaan Pembantu; dan e. lembar keenam diarsip oleh Bank Jatim. (5) Penerimaan denda pada Kas Umum Daerah masuk pada komponen lain-lain pendapatan asli daerah yang sah pada ayat penerimaan lain-lain. BAB V PETUGAS ALAT PENIMBANGAN Pasal 13 (1) Petugas alat penimbangan dalam jabatan kerja disetiap regu terdiri dari: a. PPNS; b. Penguji Kendaraan Bermotor; c. Pengatur Lalu Lintas; d. Operator penimbangan; e. Pengadministrasi
- 14 e. Pengadministrasi sanksi denda; f. Pengadministrasi penindakan; dan g. Operator Komputer. (2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertanggung jawab atas pelaksanaan proses penyidikan pelanggaran, pengadministrasian dan pengiriman berkas perkara hasil penyidikan. (3) Penguji kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mempunyai tugas untuk memeriksa dokumen pengangkutan, buku uji, dimensi kendaraan beserta muatannya, tata cara muat, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan angkutan barang. (4) Pengatur lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mempunyai tugas untuk mengatur lalu lintas angkutan barang pada saat proses penimbangan. (5) Operator ayat
(1)
penimbangan huruf
d
sebagaimana
bertugas
dimaksud
melakukan
pada
penimbangan
terhadap kendaraan angkutan barang. (6) Pengadministrasi sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e mempunyai tugas menerima, mengadministrasikan dan mengirim pembayaran denda kepada Bendahara Penerimaan Pembantu. (7) Pengadministrasi pada
ayat
penindakan (1)
huruf
sebagaimana f
dimaksud
mempunyai
tugas
mengadministrasikan penerapan sanksi penindakan. (8) Operator Komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g mempunyai tugas mengoperasikan dan menginput data penimbangan ke komputer. Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan dan tata kerja petugas alat penimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas. BAB VI
- 15 BAB VI INSENTIF DAN DISINSENTIF Pasal 15 (1) Dalam
rangka
peningkatan
kinerja
operasional
pelaksanaan pengendalian muatan angkutan barang di jalan, Gubernur memberikan insentif kepada petugas alat penimbangan berupa tambahan penghasilan. (2) Selain memberikan insentif sebagaimaana dimaksud pada ayat (1), Gubernur dapat memberikan disinsentif kepada petugas alat penimbangan yang melakukan: a. tindakan indisipliner; dan/atau b. pengoperasian alat penimbangan yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang–undangan. (3) Tindakan
indisipliner
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) huruf a antara lain meliputi : a. pelanggaran jam
masuk dan pulang kerja yang telah
ditentukan; b. melakukan
pengenaan
denda
tidak
sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; c. melakukan
pelanggaran
ketentuan
penggunaan
pakaian dinas; dan d. melakukan tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Pemberian
insentif
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 15 ayat (1) meliputi : a. uang transport; b. uang lembur; dan c. uang makan. (2) Selain pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
kepada
petugas
alat
penimbangan
dapat
diberikan jaminan keselamatan dan keamanan kerja. (3) Pemberian
- 16 (3) Pemberian jaminan keselamatan dan keamanan kerja sebagaimaana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Asuransi; b. Uang kesehatan; dan/atau c. Pakaian keselamatan kerja. (4) Jumlah
insentif
serta
jaminan
keselamatan
dan
keamanan kerja sebagaimaana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan sesuai kemampuan keuangan daerah. Pasal 17 (1) Pemberian
disinsentif
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 13 ayat (2) meliputi : a. Pemberian
hukuman
sesuai
Peraturan
Pemerintah
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; dan b. Pengurangan insentif; (2) Pengurangan
insentif
dilakukan
bersamaan
dengan
pemberian hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Pengurangan
insentif
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal pemberian hukuman berupa hukuman disiplin ringan meliputi teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis, dikenakan pemotongan insentif sebesar 15 % (lima belas persen); b. dalam hal pemberian hukuman berupa hukuman disiplin sedang, dikenakan pemotongan insentif sebesar 30 % (tiga puluh persen); c. dalam hal pemberian hukuman berupa hukuman disiplin berat, dikenakan pemotongan insentif sebesar 50 % (lima puluh persen); dan d. dalam hal pemberian hukuman berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS hak penerimaan insentif ditiadakan. BAB VII
- 17 BAB VII PELAPORAN Pasal 18 (1) Petugas
alat
penimbangan
wajib
menyusun
laporan
operasional alat penimbangan (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal menggambarkan
kegiatan
pelaksanaan
operasional
penimbangan yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugas. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. Laporan Harian Denda; b. Laporan Harian Operasional Penimbangan; c. Laporan Mingguan Operasional Penimbangan; dan d. Laporan Bulanan Operasional Penimbangan. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat data: a. kendaraan yang ditimbang; b. pelanggaran kendaraan bermotor; c. sanksi pelanggaran kendaraan bermotor; d. muatan angkutan barang; dan e. data pengenaan sanksi denda. (5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai bahan untuk melakukan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan operasional penimbangan di jembatan timbang. Pasal 19 (1) Laporan Harian Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a, merupakan data rekapitulasi mengenai jumlah dan golongan kendaraan angkutan barang yang ditimbang, jumlah dan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan angkutan barang, serta jumlah denda yang dikenakan. (2) Laporan Harian Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Jembatan Timbang. (3) Laporan Harian Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Dinas. Pasal 20
- 18 Pasal 20 (1) Laporan Harian Operasional Penimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b merupakan data rekapitulasi operasional penimbangan setiap 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari. (2) Laporan Mingguan Operasional Penimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf c merupakan data rekapitulasi operasional penimbangan setiap 7 (tujuh) hari dalam 1 (satu) bulan. (3) Laporan operasional penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Kepala Jembatan Timbang sebagai bahan penyusunan Laporan Bulanan Operasional Penimbangan. (4) Laporan Bulanan Operasional Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan data rekapitulasi operasional penimbangan setiap 30 (tiga puluh) hari dalam 1 (satu) tahun. (5) Laporan Bulanan Operasional Penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d disampaikan kepada Dinas pada minggu pertama bulan berikutnya secara berkesinambungan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun
2002
tentang
Pengendalian
Kelebihan
Muatan
Angkutan Barang Di Jawa Timur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 41 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang di Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 Nomor 41 Seri E1),
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. Pasal 21
- 19 Pasal 22 Peraturan
Gubernur
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
orang
pengundangan
mengetahuinya,
Peraturan
Gubernur
memerintahkan ini
dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 14 Januari 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
ttd
TGL. 14-1-2013 No 3 Th 2013/ D
Dr. H. SOEKARWO