perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : PANDE MADE RISTYA YUNITYA NIM. E.1107194
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun Oleh : Pande Made Ristya Yunitya NIM : E.1107194
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing
Bambang Santoso, S.H., M.Hum. NIP.196202091989031
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum ( Skripsi ) ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) Disusun Oleh : Pande Made Ristya Yunitya NIM : E. 1107194
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Selasa : 29 Maret 2011
Hari Tanggal
DEWAN PENGUJI 1. Kristiyadi,S.H,M.Hum Ketua
( ...............................)
2. Muhammad Rustamaji,S.H,M.H Sekretaris
( ..................................)
3. Bambang Santoso,S.H,M.Hum Anggota
( ................................. ) Mengetahui Dekan,
(Mohammad Jamin, S.H., M.Hum) NIP. 19610930198601100
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
:Pande Made Ristya Yunitya
NIM
:E1107194
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi)berjudul: ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum(skripsi)ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 21 Maret 2011 Yang membuat pernyataan
Pande Made Ristya Yunitya NIM.E1107194
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Pande Made Ristya Yunitya,E1107194, ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2011. Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar pengajuan Peninjauan Kembali. Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan preskriptif.. Jenis data yang dipergunakan ialah data sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara kasus mengenai Peninjauan Kembali sesuai dengan permasalahan yang diteliti Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa salah satu alasan pengajuan peninjauan kembali menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat beru[a novum.Dan dalam hal kasus ini novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan salah satu dasar pengajuan peninjauan kembali.Serta upaya yang dapar ditempuh oleh terpidana untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi adalah dengan mengajukan gugatan perdata kepengadilan mengajukan Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan baru bahwa dasar pengajuan PK tidak hanya dapat berupa novum dalam bentuk error persona saja melainkan juga dapat berupa error in persona korban. Kata kunci :novum dalam bentuk error in persona,ganti rugi,rehabilitasi.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Pande Made Ristya Yunitya, E1107194, ANAYLIS ON JURIDICAL NEW EVIDENCES IN THE FORM OF THE VICTIM OF ERROR IN PERSONA AS A BASIS OF PROPOSING A JUDICIAL REVIEW OF A MURDER CASE WITH IMAM CHAMBALI A.K.A. KEMAT AS THE CONVICTED PERSON AND THE LEGAL EFFORT OF THE CONVICTED PERSON IN GETTING REHABILITATION AND COMPENSATION (A CASE STUDY ON VERDICT NUMBER 89 PK/PID/2008). Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2011. This research aims at identifying whether the new evidence of the victim of error in persona can be made the basis of proposing a judicial review. According to the type, this research is a doctrinal legal research. The research applied the perspective approach and used secondary data, which are library materials including books, literatures, laws and regulations, legal documents, research results in the form of reports, and some other sources related to this research. The collected data were analyzed by a case study on judicial reviews in accordance with the problem researched. Based on the research result and discussion, one of the reasons of proposing a judicial review, according to Article 263 Section (2) Code of Criminal Justice (KUHAP), can be new evidences. In this case, new evidences in the form of the victim of error in persona can be made a basis in proposing a judicial review. An effort which can be taken by the convicted person to get compensation and rehabilitation is proposing a civil complaint to court. This research is useful in providing new knowledge that a judicial review is not only new evidences in the form of error persona but also can be the victim of error in persona. Keywords: new evidences of error in persona, compensation, rehabilitation, proposing a civil complaint to court.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Bersyukur adalah hal yang mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dilakukan,Think and thanks pikirkan sesuatu dari sisi positif dan menguca[ syukurlah.
Ketekunan mahal harganya.Tak banyak orang yang bisa menjalaninya.begitupun dengan kemuliaan dan harga diri.tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari pa yang kita sandang hari ini.Ketekunan adalah titian jalan panjang yang licin berliku.
Cintailah dirimu,walaupun seberat apapun masalah yang menimpamu,karena bagaimanapun keadaannya,anda tetaplah berharga dimata Tuhan dan anda dapat menjadi alat-nya untukn memberikan manfaat bagi sesama.
Mari kita belajar menghargai dan mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara Tuhan mengemasnya untuk umatnya.Yang penting sikapi anugrah kehidupan dengan baik serta mengisinya dengan hal yang benar dan positif
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya; 2. Alm.Ayahanda Pande Putu Cemara.,S.H dan Ibunda Christina Sri Purwaningsing yang telah memberikan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis. 3. Kakakku serta adik adikku yang selalu menyemangati penulis 4. My bittersweet memories terimakasih atas dukungan selama 4(empat tahun ini) serta semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini; 5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk kekompakan selama ini (siska,mita,hana,Dimaz ageng,nabila,nora,astri,paulina,); 6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007; 7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini; 8. Almamaterku, Fakultas Hukum UNS, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penulisan hukum ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)” , penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat
sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Moh Yamin, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Edi Herdyanto, S.H,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Bambang Santoso, S.H,M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini. 4. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H,M.H selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS. 5. Bapak Harjono,S.H,M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas Hukum UNS. 6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum dan anggota PPH Bapak yang banyak membantu penulis dalam konsultasi judul skripsi. 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
8. Ayah
digilib.uns.ac.id
disurga yang menjadi penyemangat utama bagi penulis untuk selalu semangat
menjalani kehidupan dan Ibu di rumah yang selalu menyayangi dan membimbing penulis dalam menjalani hidup. 9. Bapak Sutoto,S.H,motivator dan penyemangat penulis yang selalu memberikan kritik,saran yang membangun dan energi positif bagi penulis untuk selalu mensyukuri hidup ini. 10. Bapak YB.Irpan,SH.MH dan staff kantor advokat YB.Irpan,SH.MH. yang telah memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis saat menjalani proses magang. 11. Semua cobaan hidup yang selalu datang silih berganti terimakasih engkau membuat penulis menjadi semakin kuat dan bertambah dewasa dalam berpola fikir dan dalam menyelesaikan suatu masalah. 12. K.A.S cinta dan benciku terima kasih untuk manis pahitnya selama 4(empat) tahun ini yang selalu menyemangati. 13. Sahabat-sahabatku
Siska,Mita,Hana
yang
selalu
membuat
hari
hari
kuliahku
bewarna,terimakasih atas semangatnya dan solidaritasnya selama ini. 14. Sahabat-sahabatku Dimaz ageng,Abil,Dedi yang selalu ada disaat aku senang dan susah sekalipun yang masih tetap setia menemani dan menyemangati ku. 15. Sahabat-sahabatku Nora,Astrek,Oneng terimakasi atas waktu yang sudah diluangkan untuk menghibur penulis disaat jenuh. 16. Teman-teman satu lokasi magang,ninik,Sri,Yuko,Gita,Dewi,Reno terimakasih atas semangat dan kerjasamanya selama ini. 17. Anak-anak FH angkatan’07 senang bisa mengenal kalian semuanya. 18. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,terima kasih atas bantuannya. Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum. Surakarta,21 Maret 2011 Penulis
PANDE MADE RISTYA YUNITYA
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................................
iv
ABSTRAK .........................................................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
viii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................
xiii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................
8
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................
9
E. Metode Penelitian........................................................................................
10
F. Sistematika Penulisan Hukum.....................................................................
13
TINJAUAN PUSTAKA A.
Kerangka Teori .....................................................................................
15
1. Tinjauan Tentang Peninjauan kembali .................................................
15
a). Pengertian Peninjauan kembali ......................................................
15
b). Dasar Peninjauan Kembali .............................................................
15
c). Pihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali ...................
16
d). Asas asas yang ditentukan dalam upaya hukum peninjauan Kembali ..........................................................................................
17
e). Tata Cara Peninjauan Kembali .......................................................
19
f). Tata Cara Pemeriksaan Peninjauan Kembali .................................
20
g). Putusan Pradilan Peninjauan Kembali ...........................................
21
h). Proses Penyelesaian Perkara ..........................................................
22
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
B.
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan Tentang Novum ......................................................................
23
a). Pengertian Novum............................................................................
23
b). Jenis-jenis Novum ............................................................................
24
3. Tinjauan Tentang Error In Persona.....................................................
25
4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum .........................................................
26
a) Pengertian Upaya Hukum ...............................................................
26
b) Macam-Macam Upaya Hukum .......................................................
27
5. Tinjauan Tentang Rehabilitasi .............................................................
37
a) Pengertian Rehabilitasi ...................................................................
37
b) Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Rehabilitasi........................
40
6. Tinjauan Tentang Ganti Rugi ...............................................................
41
Kerangka Pemikiran ...................................................................................
44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum Novum Dalam Bentuk Errror In Persona Korban Dapat Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan Terpidana Imam Chambali Alias Kemat. ...................................................
46
B. Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Oleh Terpidana Untuk Memperoleh Rehabilitasi Dan Ganti Rugi Jika Permohonan Peninjauan Kembalinya Dikabulkan ..................................................................................................
66
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................
70
B. Saran-Saran .................................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ..............................................................................
commit to user xiii
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Negara hukum atau “Rule of Law” dalam arti menurut konsepsi dewasa ini mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti : Pengakuan dan Perlindungan
terhadap
hak-hak
asasi,
legalitas
dari
tindakan
Negara/pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas. Adapun mengenai hak-hak asasi itu sendiri, dalam pemberian interprestasi atau maknanya selalu diletakkan dalam kerangka pandangan hidup dan budaya serta cita-cita hukum dari bangsa dan Negara yang bersangkutan. Bagi bangsa Indonesia hak asasi manusia atau yang disebut hak dan kewajiban warga Negara telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersumber pada Pancasila. Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dalam tindak pidana dibuktikan dengan adanya proses peyelidikan, penyidikan, penahanan, penuntutan, pra peradilan, pemeriksaan sidang, pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili. Semua proses tersebut dilakukan dengan menjunjung tinggi keadilan demi tetap tegaknya hukum. Terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau commit to user penuntut umum, maka dapat diajukan upaya hukum. Upaya hukum adalah hak
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena hakim adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan juga kekhilafan. Jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan dan pembagian kekuasaan dalam Negara, serta pemerintahan berdasarkan hukum tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu, konstitusi tersebut harus pula menjamin kemerdekaan warga Negara untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, dan sebagainya, dengan kata lain harus menjamin kehidupan berdemokrasi. Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan konstitusi,
demokrasi
dan
hukum,
yaitu
:lembaga
kekuasaan
kehakiman.Menurut Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-Undang. Upaya hukum dapat dilakukan terdakwa maupun penuntut umum terhadap putusan hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding, kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa maupun penuntut umum tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka dapat mengajukan kasasi. Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, yang diatur dalam KUHAP Bab XVII. Upaya hukum yang dapat ditempuh terpidana terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap adalah peninjauan kembali. Upaya hukum Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa, karena sebenarnya lembaga ini bertentangan dengan asas kepastian hukum. Prinsip asastokepastian hukum menentukan bahwa commit user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (gezag van gewijsde) tidak bisa diubah lagi. Asas kepastian hukum itu disebut neb is in idem, artinya tidak boleh terjadi dua kali putusan terhadap satu kasus yang sama antara 2 pihak yang sama. Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) disebut sebagai upaya hukum luar biasa karena UU memberi kesempatan untuk mengajukan Peninjauan Kembali dengan segala persyaratan yang ketat untuk itu. Ketatnya persyaratan untuk itu adalah untuk menerapkan asas keadilan terhadap pemberlakuan asas kepastian hukum, karena itu Peninjauan Kembali berorientasi pada tuntutan keadilan. Putusan Hakim adalah karya manusia yang tidak luput dari kekhilafan hakim secara manusiawi. Namun terhadap seorang terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya setelah diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika tertutup jalan keadilan baginya. Keadilan dalam konteks apapun merupakan suatu hak bagi siapapun juga yang ingin mendapatkannya sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Tidak hanya bagi mereka yang merasa dirugikan sebagai korban atas suatu kejahatan tetapi juga bagi mereka yang diputuskan bersalah oleh pengadilan atas suatu kejahatan. Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah novum.Pengertian novum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dilihat dalam pasal 263 ayat (2) huruf (a) : Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum commit to user itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu putusan dari pengadilan telah
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam vonis tersebut. Tujuan dibukanya lembaga Peninjauan Kembali adalah untuk menemukan kebenaran hukum dan keadilan yang sesungguhnya. Namun demikian, demi kepastian hukum maka Peninjauan Kembali ini hanya dapat dilakukan satu kali saja.Permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar : 1. Terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. 2. Dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain. 3. Putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Dari ketiga alasan tersebut diatas, keadaan baru (Novum) mempunyai peranan yang sangat menentukan, yaitu apabila novum tersebut dapat diterima oleh Mahkamah Agung, maka dapat menghasilkan putusan diantaranya :putusan bebas; 1. putusan lepas dari segala tuntutan hukum; 2. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum; 3. putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
Dari putusan yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah Agung seperti yang telah diuraikan diatas, karena ditemukannya Novum. Maka Novum mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeriksaan Peninjauan kembali (PK). Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila terjadi kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban kejahatan . Kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban kejahatan ( Error In Persona korban) akibatnya akan menyebabkan terjadinya salah menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum orangnya. Permasalahan kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini terkait dengan novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar pengajuan peninjauan kembali dan upaya hukum bagi terpidana untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi. Dalam kasus ini kesalahan yang dilakukan oleh penyidik Polri bermula dari proses penyidikan dan penangkapannya. Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap Imam Chambali meskipun yang bersangkutan telah menjelaskan bahwa orang yang hendak ditangkap bukanlah dia namun penyidik tetap menangkapnya. Penyidik menduga bahwa Imam Chambali yang telah membunuh korban bernama Moch. Asrori yang dilakukan bersama dua orang rekannya. Namun setelah proses perkara dilimpahkan ke pengadilan dan telah diputus oleh hakim, belakangan diketahui bahwa korban pembunuhan atau mayat yang dinyatakan oleh polisi bernama Moch. Asrori itu ternyata bukan mayat Asrori melainkan mayat orang lain telah teridentifikasi bernama Fauzin Suyanto alias Antonius (Fauzin mayat di commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
KebunTebu,”
,9 September 2008). Dengan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap mayat korban kemudian berakibat fatal pada kesalahan penangkapannya pula. Bagi terpidana dengan ditemukanya fakta baru ini dimana bahwa polisi telah melakukan kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini dapat digunakan sebagai bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan alasan kuat bagi terpidana ini untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru tersebut diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan mengubah isi dari putusan tersebut secara signifikan. Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an yang menimpa Sengkon dan Karta (Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu Perkara Pidana,” 13 September 2008).Kedua orang ini terpaksa harus menjalani pidana penjara bertahun-tahun atas suatu kejahatan pembunuhan yang tidak pernah mereka kerjakan. Secara kebetulan didalam sel penjara tempat kedua orang ini dihukum mereka bertemu dengan pembunuh yang asli. Singkat cerita Saat itu sewaktu Sengkon sedang sekarat hampir meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, salah seorang narapidana bernama Gunel merasa kasihan kepada Sengkon. Kemudian dengan jujur karena merasa berdosa Gunel meminta maaf kepada Sengkon yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya. Gunel kemudian mengakui bahwa dirinya bersama teman-temannyalah yang telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta. Pengakuan terpidana Gunel yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu akhirnya diketahui media massa. Waktu itu para petinggi hukum dan para pelaksana di lapangan sigap menyikapi kasus tersebut. DPR juga ikut campur tangan, Media masa berpartisipasi aktif,dan akhirnya Kejaksaan Agung lalu mengajukan penangguhan pelaksanaan menjalani kukuman bagi Sengkon dan Karta(Hakikat
Peninjauan
Kembali atas commit 2008) to user 13 September
Suatu
Perkara
Pidana,”
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kisah dari Sengkon dan Karta ini ternyata berdampak besar terhadap pembangunan Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia karena telah menghidupkan kembali lembaga peninjauan kembali (Herziening). Dimana timbul masalah pada waktu itu saat Gunel akhirnya dihukum sebagai pembunuh yang sebenarnya sedangkan nasib Sengkon dan Karta tidak jelas, meskipun sudah cukup jelas bahwa mereka tidak bersalah namum ironis mereka masih tetap harus menjalani pidana penjara. Saat itu dirasakan perlu ada peraturan tentang lembaga Herziening atau peninjauan pembali yang sekaligus melengkapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang waktu itu juga sedang masih dibahas(Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”13 September 2008). Kasus yang menimpa terpidana Imam Chambali tersebut menimbulkan konsekuensi hukum bagi para terpidana, selain dia dapat mengajukan Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para terpidana ini juga dapat melakukan upaya hukum untuk memperoleh Ganti kerugian dan Rehabilitasi jika PK nya dikabulkan. Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA
PEMBUNUHAN
DENGAN
TERPIDANA
IMAM
CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut: 1. Apakah novum dapat bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali ? 2. Upaya hukum apakah yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan PKnya dikabulkan ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari tujuan Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari tujuan penelitian terbagi menjadi tujuan secara umum dan secara khusus. 1. Tujuan secara umum (obyektif) yaitu : a. Untuk memperoleh data tentang novum dalam bentuk error in persona dapat di jadikan dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dalam perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali b. Untuk memperoleh data tentang upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi atas pengajuan PK nya. 2. Tujuan secara khusus (subyektif) antara lain : a. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum Fakultas Sebelas Maret Surakarta. commit Universitas to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya Hukum Acara c. Untuk memperkaya pemahaman dan wasasan hukum acara pidana dalam prakteknya di Indonesia terutama bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis a. Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum terutama hukum acara pidana di Indonesia, khususnya terkait permasalahan dapat tidaknya novum dijadikan dasar dalam permohonan peninjauan kembali dan upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan oleh para pencari keadilan untuk memperoleh ganti rugi serta reabilitasi atas penhajuan PK yang telah dikabulka. b. Lebih khusus lagi adalah bagi mereka yang telah dilanggar haknya oleh aparat penegak hukum yang lalai menjalankan tugasnya seperti korban salah tangkap oleh Polri, salah tuntut oleh jaksa maupun korban salah vonis oleh hakim di pengadilan padahal mereka tidak sekalipun melakukan satu kesalahan atau kejahatan. 2. Secara praktis a. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diteliti b. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan ataupun rujukan yang bisa diterapkan dalam hukum acara atau hukum formil di Indonesia. c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu penampilan yang sistematis menyangkut aturan yang mengatur kategori sah tentang undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan, serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32). Dalam hal ini adalah putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No.89 PK/POD/2008 bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian diatarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22) 3. Jenis Bahan Hukum Jenis Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan,bahan hukum internet ,dokumen resmi, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum normatif, maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder sedangkan data primer lebih bersifat sebagai penunjang. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),
pendekatan
komparatif
(comparative
approach),
dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus (case approach) 5. Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian normatif adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Bahan hukum primer Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2) Kitab Undang- Undang Pidana (KUHP) 3) Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP, Nomor 27 Tahun 1983. LN No.36 Thaun 1983. TLN No. 3258.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan internet. 6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitu pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan hukum
sekunder
dari
peraturan
perundang-undangan,
buku-buku,
dokumen resmi, serta pengumpulan bahan hukum melalui media internet. 7. Teknik Analisis Bahan Hukum Dalam penelitian ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian
studi
kepustakaan,
aturan
perundang-undangan
beserta
dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Setelah bahan hukum terkumpul maka tahap selanjutnya yang digunakan adalah tahap analisis bahan hukum. Tahap ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian yaitu untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang diteliti. Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47). Di dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta, commit user untuk menarik kesimpulan dari logika deduktif merupakan suatutoteknik
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim, 2008: 249). F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan tinjauan mengenai dasar permohonan peninjauan kembali,novum dalam bentuk error in persona korban,upaya hukum,rehabilitasi,dan ganti rugi.Sedangkan dalam kerangka pemikiran
penulis
akan
menampilkan
bagan
kerangka
pemikiran. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam hal ini penulis membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya: mengenai apakah novum dapat dijadikan dasar pemeriksaan peninjauan kembali dan upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memperoleh rehabilitasi dan ganti kerugian jika PK nya dikabulkan. BAB IV
: PENUTUP Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori 1. Tinjauan tentang peninjauan kembali a. Pengertian peninjauan kembali Kata Peninjauan Kembali diterjemahkan dari kata herziening. Mr.M.H.Tirtaamidjaja menjelaskan herziening, antara lain sebagai berikut. Itu adalah suatu jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan Hakim, yang merugikan si terhukum….Kalau perbaikan itu hendak dilakukan, maka ia harus memenuhi beberapa syarat, yakni bahwa ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, tidak diketahui oleh hakim itu……jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan keputusan lain b. Dasar pengajuan peninjauan kembali Peninjauan
kembali dapat diajukan atas dasar alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu : 1)
2)
3)
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat novum, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263
commitUndang to user Hukum Acara Pidana (KUHAP) ayat (2) Kitab Undang
15
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut : 1)
2)
Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan bahwa permintaan Peninjauan Kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya. Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa: a) Putusan bebas; b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum; c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum; d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
c. Pihak yang dapat mengajukan peninjuan kembali Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai orang yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali, maka dibuka kemungkinan bagi terdakwa atau ahli warisnya untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, terhadap suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum tetap, dengan pengecualian putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Berdasarkan bunyi Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh penasehat hukum tanpa ada kuasa dari terpidana sendiri harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena diajukan oleh orang yang tidak berhak. Demikian juga permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh istri terpidana harus pula dinyatakan tidak dapat diterima, karena sebagai istri belum menjadi ahli waris berhubung terpidana masih hidup dan tidak mendapat surat kuasa dari terpidana sehingga belum berhak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:298 ). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak memuat putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, jadi hak ini tidak diberikan kepada Jaksa Agung. d. Asas-asas yang ditentukan dalam upaya hukum Peninjauan Kembali. Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan Kembali ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu peningkatan dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam proses dan pelaksanaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap, 2002:639 ). 1)
Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula. Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah commit to user dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( M.Yahya Harahap, 2002:639). Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka kesempatan kepada terpidana untuk membela kepentingannya agar terlepas dari ketidakbenaran penegakan hukum
2)
Permintaan
Peninjauan
Kembali
tidak
menangguhkan
pelaksanaan putusan. Asas tersebut tidak mutlak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali tidak merupakan alasan yang menghambat apalagi menghapus pelaksanaan
pelaksanaan
putusan
sehingga
proses
permohonan Peninjauan Kembali dapat berjalan namun pelaksanaan putusan juga tetap berjalan Kembali ( M.Yahya Harahap, 2002: 640 ) . Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak secara mutlak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan. Anjuran Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut banyak yang menyalahgunakan sehingga sikap yang seperti itu dapat menimbulkan bahaya dan keguncangan dalam pelaksanaan penegakan hukum, yang dikehendaki dalam pasal tersebut ialah sikap dan kebijaksanaan yang matang dan beralasan serta mengkaitkan dengan jenis pidana maupun sifat dan kualitas yang menjadi landasan permintaan Peninjauan. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3)
Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali. Pasal 283 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membenarkan atau memperkenankan Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja. Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang dikemukakan dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sedang dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 1918 BW( M.Yahya Harahap, 2002:640 ). Asas ini juga berlaku terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani mengorbankan keadilan dan kebenaran demi tegaknya kepastian hukum.
e. Tata Cara Peninjauan Kembali. Tata cara pengajuan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal 264 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Permintaan Peninjauan Kembali diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama. 2) Permintaan Peninjauan Kembali disertai alasan-alasannya. Alasan-alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan yang dicatat oleh panitera yang menerima Peninjauan Kembali tersebut. 3) Permintaan Peninjauan Kembali oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yang ditandatangani panitera serta pemohon, dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara. 4) Ketua Pengadilan Negari menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan Peninjauan commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali itu memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP. 5) Dalam pemeriksaan itu pemohon dan penuntut umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya. 6) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera. 7) Ketua pengadilan
melanjutkan permintaan Peninjauan
Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan kata pengantarnya sampai kepada pemohon dan penuntut umum.
f. Tata cara pemeriksaan peninjauan kembali 1) Setelah perkara PK diterima Direktorat Perdata MA, maka berkas PK tersebut diteliti dan ditelaah oleh Hakim Tinggi Raportir pada MA untuk mengetahui kelengkapan formalnya. 2) Apabila kelengkapan formal ini tidak terpenuhi, seperti terlambat mengajukan, atau tanpa surat kuasa/surat kuasa tidak khusus, maka akan menyebabkan permohonan PK tersebut tidak dapat diterima. 3) Kemudian setelah Hakim Tinggi Raportir menerima berkas perkara perdata PK lalu dikembalikan kepada Direktorat Perdata dengan model B.B. kemudian dicatat dalam buku penerima berkas Hakim Tinggi Raportir. Setelah itu dibuat resume perkara, usul pendapat Hakim Tinggi Raportir dan Net konsep putusan. 4) Kemudian berkas perkara PK tersebut diteruskan oleh commit to user Direktur Perdata kepada Ketua MA atau Ketua Muda MA
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mendapat wewenang, untuk ditetapkan team yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan dalam waktu 1 bulan Direktur Perdata sudah mengirim kembali berkas perkara PK kepada Hakim Tinggi Raportoir. 5) Kemudian Hakim Tinggi Raportoir segera menyerahkan berkas perkara PK kepada Ketua Tim, yang dilengkapi dengan resume dan Pendapat Hakim Tinggi Raportir serta penetapan Majelis Hakim untuk mengadili perkara itu, dan setelah ketua Tim menunjuk Majelis Hakim maka Hakim Tinggi Raportir menghubungi ketua Majelis untuk menetapkan hari sidang perkara tersebut. 6) Apabila diperlukan, maka MA berwenang memerintahkan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding mengadakan pemeriksaan tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan tersebut dan kemudian setelah melaksanakan perintah MA maka PN/PT segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan kepada MA. g. Putusan peradilan peninjauan kembali 1) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK tidak dapat diterima. 2) Dapat Terjadi karena Pengajuan PK tidak memenuhi syarat formal seperti: a) Pemohon terlambat mengajukan PK; b) permohonan PK tanpa adanya surat kuasa/surat kuasa tidak khusus dibuat untuk PK; c) Dikarenakan PK diajukan untuk kedua kalinya; serta d) PK dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan kekuatan hukum tetap. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK ditolak. Terjadi apabila MA berpendapat bahwa permohonan PK yang diajukan tidak beralasan. Alasan ini dapat dikarenakan permohonan PK tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang merupakan alasan dan menjadi dasar permohonan PK, atau dapat pula dikarenakan alasan-alasan permohonan PK tidak sesuai dengan alasan-alasan yang ditetapkan secara limitatif oleh UU. 4) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK dikabulkan. Terjadi apabila Mahkamah Agung membenarkan alasanalasan permohonan PK karena sesuai dengan ketentuan Pasal 67 UU MA. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK maka MA akan membatalkan putusan yang dimohonkan PK tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri perkaranya. h. Proses penyelesaian perkara. 1) Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan di beri nomor register PK 2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah di registerasi 3) Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya Ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan memeriksa perkara PK 4) Menyerahkan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada Penitera Pengganti yang membantu menangani perkara tersebut 5) Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masingmasing (Pembaca 1,2 dan 3) untuk di beri pendapat. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Majelis Hakim Agung memutus perkara 7) Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui Pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.
2. Tinjauan tentang novum a. Pengertian Novum
Menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Novum didefinisikan sebagai berikut : keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Menurut Yusril Ihza Mahendra novum menurut hukum acara pidana adalah fakta baru yang tidak terungkap di persidangan, tapi hakim telah memutuskan lain. Kalau hukum berubah sebenarnya bukan novum. Pengajar hukum acara pidana dari Fakultas Hukum UI, T. Nasrullah, berpendapat bahwa apapun yang terkait dengan keadaan baru itu bisa diajukan sebagai novum. Karena itu, menurut Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan novum. Sebagai contoh adalah orang dulu dipidana karena perbuatan kriminal, kemudian berubah menjadi dekriminalisasi, perbuatan pidana itu bukan lagi perbuatan pidana. Ia bisa ajukan PK dengan alasan
dekriminalisasi
perbuatannya.
Hukum
harus
selalu
memberikan yang menguntungkan bagi seorang pelaku kejahatan, commit to usersulit keadaannya (Nasrullah). tidak boleh membuat ia semakin
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Luhut MP Pangaribuan (pengamat dan praktisi hukum pidana) membenarkan bahwa putusan MK dapat dijadikan sebagai novum untuk mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b. Jenis-Jenis Novum
Mengenai jenis-jenis novum ada 3 macam, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Saksi fakta, Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama. 1) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan sebagai novum karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2) Saksi fakta
Suatu keadaan baru, yang berupa keterangan saksi yang belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat pertama, banding dan kasasi. 3) Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama
Hal ini berdasarkan pada teori Von Buri yaitu Teori CONDITIO SINE QUANON, yang menyatakan bahwa semua syarat, semua factor yang turut serta atau bersama-sama menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dihilangkan dari rangkaian factor-faktor yang bersangkutan, adalah cause commit to user (sebab), akibat itu. Tiap faktor yang dapat dihilangkan dari
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rangkaian factor-faktor yang adanya tidak perlu untuk terjadinya akibat, tidak diberi nilai. Sebaliknya tiap-tiap factor yang umpamanya tidak dapat dihilangkan dari rangkaian factor-faktor
tersebut
yaitu
yang
adanya
perlu
untuk
terwujudnya akibat, harus diberi nilai yang sama. Semua faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada atau lain dari apa yang terjadi. Menurut Van Hamel, salah seorang penganut teori Van Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya teori yang secara logis dapat dipertahankan (.Andi Abidin, 301-302). 3. Tinjauan tentang error in persona
Pengertian mengenai istilah error in persona tidak terdapat dalam KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Namun secara teori pengertian error in persona ini bisa ditemukan dalam doktrin pendapat ahli-ahli hukum. Secara harfiah arti dari error in persona adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan mengenai orangnya. Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan penangkapan, atau penahanan, atau penuntutan, atau pada saat pemeriksaan oleh hakim di pengadilan sampai perkaranya diputus serta kesalahan dalam mengidentifikasikan korbannya. Pengertian ini tersirat dalam pasal 95 KUHAP yang membahas tentang ganti rugi terhadap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
orangnya. Selain dalam KUHAP pengertian tersebut juga tersirat dalam pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hal yang sama. Menurut M.Yahya Harahap kekeliruan dalam penangkapan mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap/ditahan (Yahya Harahap : 45).Sedangkan menurut yurisprudensi dari Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah lain tentang menangkap orang dan salah mendakwa orang yang disebut sebagai error in subjectif (Putusan MA No. 89 PK/PID/2008, tanggal 3 Desember tahun 2008) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai macam istilah atau penyebutan terhadap kondisi atau keadaan dimana penegak hukum melakukan kesalahan atau kekeliruan pada saat melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. 4. Tinjauan tentang upaya hukum a. Pengertian Upaya Hukum. Menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta commit to user menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Macam-macam Upaya Hukum. Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
(KUHAP)
membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab XVIII.
1) Upaya Hukum Biasa. Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan yamg belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum ini dapat menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding dan pemeriksaan Kasasi.
a) Pemeriksaan Tingkat Banding. Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67 jo 233 KUHAP ). Jika Pasal 233 ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditelaah dan dihubungkan dengan Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama ( Pengadilan Negeri ) dapat dimintakan Banding ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa perkecualiaan. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang nomor 4 Tahun
2004
pengadilan
mengatakan
tingkat
pertama,
bahwa yang
terhadap tidak
putusan
merupakan
pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala commit todapat user dimintakan Banding kepada tuntutan hukum
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.
Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut Pasal
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adalah : (1) Putusan bebas. (2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum. (3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam hal perampasan kemerdekaan ( pasal 205 ayat (3) KUHAP ).
Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)terlihat sangat memperhatikan hak asasi terdakwa karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu apabila putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum. Tujuan Banding ada dua yaitu untuk menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya dan pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu, oleh sebab itu maka Banding sering disebut juga Revisi. Pemeriksaan tingkat Banding merupakan suatu penilaian baru (judicial novum), jadi dapat diajukan saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang hal demikian, khususnya jika melihat dalam Pasal 238 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( Andi Hamzah, 1996:301 ). Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sampai Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana commitBanding to user ini awalnya diatur dalam Pasal 7 (KUHAP). Acara
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-354 ), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada beberapa hal yang sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951, misalnya : (1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada terdakwa ( Pasal 233 KUHAP ). (2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan dalam
hal
demikian
tidak
boleh
mengajukan
permohonan lagi ( Pasal 235 KUHAP ). (3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara yang diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan penyidik, berita acara pemeriksaan disidang Pengadilan Negeri, beserta surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan Pengadilan Negeri ( Pasal 238 KUHAP ). (4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memperbaiki. Jika perlu Pengadilan dapat membatalkan
penetapan
dari
Pengadilan
Negeri
sebelum putusan pengadilan dijatuhkan ( Pasal 240 KUHAP ). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian Kasasi adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan undangundang, hak Kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung( Leden Marpaung, 2000:3 ). Pada kenyataaannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung ( dalam perkara pidana ) yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak sah kata ”pembatalan” telah tepat, tetapi yang dibatalkan bukan putusan hakim tetapi putusan pengadilan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Dengan demikian, yang mungkin dibatalkan bukan putusan saja tetapi dapat juga terhadap penetapan. Selain itu, pemuatan hak Kasasi yang dicantumkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merupakan kekeliruan karena Kasasi bukan hak melainkan kewenangan Mahkamah Agung Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa, Kasasi dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut umum untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan, misalnya : (1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. (2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan
kelalaian
itu
dengan
yang
batalnya
mengancam
putusan
yang
bersangkutan. Peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai Kasasi, antara lain diatur dalam : (1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHAP). commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)berbunyi bahwa terhadap putusan bebas pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. (2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan Kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berkepentingan kecuali undang-undang menentukan lain.
Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus memiliki alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki alasan yang kuat maka dapat dipastikan akan kalah dipersidangan. Alasan untuk permohonan Kasasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 253. Adapun alasan Kasasi adalah sebagai berikut : (1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. (2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. (3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan wewenangnya.
Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
putusan
pengadilan
yang
dimintakan
Kasasi
dapat
dibatalkan karena : (1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya,
maka
Mahkamah
Agung
mengadili sendiri perkara tersebut. (2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain. (3) Pengadilan
atau
hakim
yang besangkutan
tidak
berwenang mengadili perkara tersebut. Mahkamah Agung menetapkan pengadilan
atau hakim lain
mengadili perkara tersebut.
2) Upaya Hukum Luar Biasa. Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi Demi Kepentingan Hukum maupun Peninjauan Kembali, kedua-duanya
tidak
boleh
merugikan
pihak
yang
berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. Dengan demikian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. a) Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kasasi Demi Kepentingan Hukum pada umumnya sama saja dengan Kasasi biasa, kecuali dalam Kasasi Demi Kepentingan Hukum ini penasehat hukum tidak lagi dilibatkan ( Andi Hamzah, 2001:297 ). Kasasi Demi Kepentingan Hukum diatur dalam Pasal 259-262 Kitab Undang-Undang Hukum Aacra Pidana (KUHAP), yang antara lain berisi sebagai berikut : 1) Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ayat : (1) Demi kepentingan hukum tehadap semua putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan Kasasi oleh Jaksa Agung. (2) Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. Berdasarkan Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita ( 2003:294-295 ), maka dapat diperoleh perbedaan antara pemeriksaan tingkat Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, yaitu : (a) Yang Mengajukan. (i.)
Untuk Kasasi adalah para pihak baik terdakwa atau penuntut umum atau dapat juga kedua-duanya dalam waktu yang sama.
(ii.)
Untuk Kasasi Demi Kepentingan Hukum adalah Jaksa Agung.
(b) Waktunya. (i.)
Kasasi
waktunya
sebelum
mempunyai kekuatan hukum tetap. commit to user
putusan
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(ii.)
Kasasi Demi Kepentingan Hukum setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(c) Akibat. (i.)
Kasasi bisa meringankan atau memberatkan atau
membebaskan
atau
melepaskan
terdakwa dari segala tuntutan hukum. (ii.)
Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak boleh
merugikan
pihak
yang
berkepentingan. 2) Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ayat : (1) Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada
Mahkamah
Agung
melalui
panitera
pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu. (2) Selain risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan. (3) Ketua
pengadilan
yang
bersangkutan
segera
meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung. 3) Pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ayat : (1) Salinan putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Pasal 262 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berbunyi : ”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260 dan Pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berlaku bagi cara Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum terhadap
putusan
pengadilan
dalam
lingkup
Peradilan Militer”. Demi tegaknya hukum dan kepastian hukum, maka pengajuan Kasasi Demi Kepentingan Hukum hanya boleh diajukan satu kali saja. Seandainya boleh diajukan tanpa batas, jaksa dapat mengajukan berulang kali, hal ini merupakan anarki sekaligus merobek prinsip kepastian hukum dan dapat menyebabkan siksaan bagi terdakwa. Jadi dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja ( M.Yahya Harahap, 2002:611 ). b) Peninjauan Kembali Putusan. Disamping pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga diatur tentang Peninjauan Kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Peninjauan Kembali pertama kali diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1969 tanggal 19 Juli 1969 baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana tetapi belum dapat dijalankan karena masih diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai beberapa persoalan. Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa untuk memperbaiki putusan yang berkekuatan hukum tetap. Tujuannya agar pengadilan benar-benar menjalankan keadilan, agar sendi-sendi hukum yang asasi di masyarakat commit to user http://www.hukumonline.com). terlindungi (Usman Hamid,
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu : (1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. (2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain. (3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan. Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum commit to user Acara Pidana (KUHAP).
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut : 1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan bahwa
permintaan
menetapkan
Peninjauan
bahwa
putusan
Kembali yang
dengan
dimintakan
Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya. 2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang
dinyatakan
Peninjuauan
Kembali
itu
dan
menyatakan putusan yang dapat berupa : a) Putusan bebas. b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum. c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum. d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. 5. Tinjauan tentang rehabilitasi a. Pengertian rehabilitasi Definisi tentang Rehabilitasi yang diatur dalam KUHAP Pasal 1 butir 23 disebutkan sebagai berikut: Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undangundang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan pengertian rehabilitasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pemulihan kepada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula. Pasal 9 UU No.14 tahun 1970 itu tentang kekuasaan kehakiman mengatakan bahwa seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi dalam UU ini adalah pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan. Kemudian menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini. Rehabilitasi mengikuti ganti kerugian. Artinya praperadilan dilakukan karena permohonan ganti kerugian, karena aparat salah melakukan penangkapan, atau tidak sesuai dengan hukum dan sebagainya dan setelah itu (setelah praperadilannya dikabulkan oleh hakim) maka yang bersangkutan bisa meminta rehabilitasi agar nama baiknya dipulihkan kembali. Berdasarkan pada pengertian rehabilitasi diatas dapat disimpulkan bahwa alasan bagi seseorang untuk mengajukan permohonan Rehabilitasi ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan alasan atau dasar untuk pengajuan ganti kerugian sebagaimana yang terdapat dalam pasal 95 KUHAP. Persamaan lain adalah rehabilitasi sebagaimana halnya dengan ganti kerugian dibedakan menjadi dua yaitu antara perkara yang diajukan ke pengadilan dan yang diajukan melalui praperadilan. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbedaannya adalah pada tujuan dari permintaan yang dimaksud. Dari pengertian ganti kerugian pada pasal 1 butir 22 KUHAP tujuan dari ganti kerugian tuntutannya adalah sesuatu yang bersifat materi yaitu uang, sedangkan tujuan pada rehabilitasi menurut pasal 1 butir 23 KUHAP tuntutannya adalah bersifat immateri yaitu kedudukan, harkat dan martabatnya kembali. Berbeda dengan ganti kerugian yang sifatnya fakultatif yang artinya putusan ganti kerugian tidak dicantumkan bersamaan dengan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum sedangkan pada rehabilitasi ini khususnya yang diajukan ke pengadilan bersifat imperatif yang artinya dicantumkan bersamaan dengan putusan pengadilan tersebut (Pasal 97 ayat (2) Kitab Undang-Undang HUkum Acara Pidana (KUHAP).Akan tetapi rehabilitasi yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan diputus oleh hakim praperadilan maka harus diajukan permohonan rehabilitasi dalam jangka waktu 14 (Empat Belas) hari semenjak putusan mengenai sah tidaknya penangkapan dan penahanan tersebut diberitahukan kepada pemohon rehabilitasi. Ketentuan mengenai Rehabilitasi di dalam KUHAP hanya terdapat dalam satu pasal saja yaitu pasal 97 yang disebutkan bahwa: Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Selanjutnya
pengaturan
tentang
rehabilitasi
dapat
ditemukan dalam PP No.27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP di dalam pasal 12 sampai dengan pasal 15. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa rehabilitasi ini dibedakan commit user perkaranya ke pengadilan dan menjadi 2 (dua) yaitu yangtodiajukan
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tidak diajukan perkaranya ke pengadilan tetapi melalui praperadilan. Pembedaan ini juga menimbulkan perbedaan dalam beberapa hal misalnya terkait dengan bunyi amar putusannya putusannya. Amar putusan pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi
“Memulihkan
hak
terdakwa
dalam
kemampuan,
kedudukan, dan harkat serta martabatnya”, sedangkan amar putusan dalam praperadilan mengenai rehabilitasi bunyinya mirip dengan sebelumnya namun kata terdakwa diubah dengan kata pemohon. b. Pihak-pihak yang berhak mengajukan rehabilitasi Itu adalah pihak yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Misalnya seseorang diadili, kemudian diputuskan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, maka dia itu berhak memperoleh rehabilitasi atas pemulihan nama baiknya.Perbedaan antara rehabilitasi dengan pencemaran nama baik adalah bahwa rehabilitasi dilakukan karena perbuatan aparat penegak hukum. Artinya si pemohon rehabilitasi adalah tersangka, terdakwa, terpidana yang permohonan praperadilannya dikabulkan (ada campur tangan aparat) karena rehablitasi itu adalah hak yang diberikan oleh KUHAP kepada tersangka atau terdakwa. Rehabilitasi lebih kepada hal yang tidak berhubungan dengan materi melainkan hanya menyangkut nama baik saja karena rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang hak atau kemampuan seseorang dalam posisi semula. Sementara pencemaran nama baik diatur dalam KUHP (mengenai pencemaran nama baik) adalah gugatan dari seseorang kepada orang lain yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya. Jadi tidak ada campur tangan aparat dalam hal upaya paksa. Permintaan rehabilitasi bisa diajukan oleh commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersangka, keluarga atau kuasanya. Jadi ahli waris juga bisa mengajukan rehabilitasi. Begitu juga halnya dengan ganti kerugian.
6. Tinjauan tentang ganti rugi a. Pengertian Ganti Rugi Pada saat sebelum Undang-Undang Nomor 81 Tahun 1981 Tentang KUHAP diundangkan, hukum acara pidana di Indonesia pada waktu itu telah mengatur perihal tentang ganti kerugian didalam pasal 9 Undang-Undang Nomor.14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, dimana disebutkan: Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Sedangkan dalam berbagai literatur dan perundangundangan di berbagai Negara terdapat 3 (tiga) macam ganti kerugian, ketiga macam ganti kerugian tersebut (Andi Hamzah : 203) adalah : a.
Ganti kerugian karena seorang ditangkap, ditahan. Dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau salah dalam menerapkan hukum. Hal ini sama dengan yang dimaksud dalam definisi dalam pasal 1 butir 22 KUHAP yang pengaturannya dijelaskan dalam pasal 95 dan pasal 96 KUHAP. b. Ganti kerugian kepada pihak ketiga atau korban tindak pidana. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam KUHAP bab VIII tentang penggabungan perkara gugatan ganti kerugian. c. Ganti kerugian kepada bekas terpidana sesudah peninjauan kembali (herziening). Dalam KUHAP bab XVIII tentang peninjauan kembali ini tidak menyebutkan tentang ganti kerugian commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari ketiga macam jenis ganti kerugian yang telah diuraikan sebelumnya hanya ganti kerugian yang disebut terakhir yang masih belum jelas pembahasannya dalam KUHAP di Indonesia. Ganti kerugian itu adalah ganti kerugian yang dimohonkan oleh mantan atau bekas terpidana yang diputus bebas melalui putusan Peninjauan Kembali (herzeining). KUHAP dalam bab XVIII yang mengatur tentang peninjauan kembali tidak menyebutkan atau menjelaskan tentang ganti kerugian dan tata cara bagaimana menuntut ganti kerugian. Oleh karena itu dalam pandangan banyak ahli hukum acara pidana seperti pendapat Andi Hamzah hal ini merupakan salah satu kelemahan dari KUHAP Indonesia. Ia berpendapat bahwa sistem ganti kerugian yang dianut oleh KUHAP Indonesia seperti yang terdapat dalam pasal 81 dan pasal 95 adalah bersifat fakultatif. Berbeda dengan sistem ganti kerugian yang dianut Negara lain seperti di Belanda yang bersifat imperatif
dimana
ganti
kerugian
mengikuti
putusan
dari
Mahkamah Agung dalam suatu putusan peninjauan kembali yang membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu (Andi Hamzah : 301).Di Indonesia tidak demikan sebab tidak serta merta seorang mantan terpidana yang diputus bebas oleh Mahkamah Agung melalui putusan Penijauan Kembali akan mendapatkan ganti kerugian. Untuk mendapatkan ganti kerugian tersebut mantan terpidana tersebut harus mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui pengadilan. Ganti kerugian pada dasarnya sudah menjadi hak dari tersangka, terdakwa, maupun terpidana dikarenakan berbagai hal atau alasan misalnya karena terjadi kekeliruan dalam menangkap, menahan atau mengadili tersangka, terdakwa maupun terpidana tersebut. Kekeliruan yang dimaksud tersebut bisa kekeliruan mengenai orangnya atau keliru dalam menerapkan hukumnya. commit to userdalam pandangan doktrin hukum Kekeliruan mengenai orangnya
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
acara pidana lazim diistilahkan sebagai error in persona. Berdasarkan pada macam dari ganti kerugian yang telah diuraikan sebelumnya berikut ini akan dikemukakan beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar tuntutan ganti kerugian yang pengaturannya terdapat dalam pasal 81 dan 95 antara lain (Yahya Harahap : 45) yaitu : a. b. c.
d.
Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum Penangkapan atau penahanan dilakukan tidak berdasarkan undang-undang. Penangkapan atau penahanan dilakukan untuk tujuan kepentingan yang tidak dapat dipertanggung j awabkan meneurut hukum. Penangkapan atau penahanan dilakukan tidak mengenai orangnnya (disqualification in person)
Permohonan ganti kerugian tersebut diajukan ke sidang praperadilan apabila perkaranya belum diajukan atau tidak diajukan ke pengadilan. Namun jika perkaranya telah sampai ke pengadilan
maka
tuntutan
ganti
kerugian
tersebut
dapat
dimohonkan ke pengadilan negeri seperti biasa bukan dengan sidang praperadilan (Yahya Harahap : 45) .Hal penting lain yang harus diperhatikan oleh pemohon ganti kerugian adalah tentang j angka waktu pengajuan permohonan ganti rugi tersebut yaitu 3 (tiga) bulan semenjak putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP, Nomor 27 Tahun 1983, psl. 3).Jika melewati tenggang waktu permohonan ganti kerugian tersebut maka pemohon ganti rugi sudah
tidak
mendapatkan
kesempatan
untuk
mengajukan
permohonan ganti rugi. Kondisi semacam ini pada dasarnya kurang adil dan tidak menguntungkan bagi korban yang dirugikan dalam error in persona yang mungkin saja tidak semuanya memahami hukum. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Pelanggaran Hukum Pidana
Putusan Pengadilan Negeri (Tingkat Pertama)
Upaya hukum yang dilakukan
Upaya hukum biasa Banding
Upaya hukum luar biasa
Kasasi
Peninjauan Kembali
Salah satu dasar pengajuan PK terdapat keadaan baru (Novum)
novum dalam bentuk error in persona
Upaya hukum yang diperoleh untuk mendapatkan rehabilitasi dan ganti rugi
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PENJELASAN KERANGKA PEMIKIRAN Penegakan hukum dilakukan untuk mamperoleh kebenaran materiil dari suatu perkara yang sedang dihadapi. Proses penegakan hukum dimulai dari penyelidikan dan penyidikan oleh pihak yang berwenang dengan mengumpulkan data-data dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan mengolahnya sehingga dapat mengungkap terjadinya suatu peristiwa. Penuntutan yang merupakan kewenangan dari penuntut umum dilakukan setelah semua bukti-bukti terkumpul dengan membuat surat dakwaan yang dilanjutkan dengan proses persidangan di pengadilan yang berakhir dengan putusan halim. Pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk mengajukan upaya hukum apabila tidak puas dengan putusan hakim di tingkat Pengadilan Negeri mulai dari banding, kasasi sampai peninjauan kembali yang merupakan hak terpidana atau ahli waris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Dasar
Hukum Novum Dalam Bentuk Error In Persona Korban Dapat
Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan Terpidana Imam Chambali Alias Kemat 1. Kasus Posisi a. Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Negri Jombang yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Nomor : 48/Pid.B/2008PN.JMB tanggal 8 mei 2008 atas nama Imam Chambali als Kemat b. Bahwa Imam Chambali als Kemat didakwakan sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan itu bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain / displitz) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama pada hari Sabtu tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007 atau setidaktidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong (yang belum selesai dibangun) di Dsn. Kalangan, Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak, Kab. Jombang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang, dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain yaitu korban Moch. Asrori,dengan cara membunuh dan meninggalkan mayat korban di kebun tebu. c. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang, pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto mendengar
jasad
korban
ditemukan
warga
setempat,
untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds. Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57 commit to user
46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh “ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh). 2. Dakwaan
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jombang mendakwa terdakwa dengan dakwaan sebagai berikut : PRIMER Bahwa ia Terdakwa Imam Chambali alias Kemat sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan itu bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain / displitz) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama pada hari Sabtu tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong (yang
belum
selesai
dibangun)
di
Dsn.
Kalangan,
Ds.
Kalangsemanding, Kec. Perak, Kab. Jombang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang, dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulumenghilangkan jiwa orang lain yaitu korban Moch. Asrori, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Mula-mula Terdakwa mengetahui saksi korban Moch. Asrori mempunyai pacar seorang laki-laki yang menurut Terdakwa lebih tampan dari pada pacar / cowok Terdakwa dan Terdakwa juga menyukai laki-laki pacar saksi korban tersebut, sehingga Terdakwa merasa sakit hati dan cemburu terhadap saksi korban, selanjutnya pada hari dan tanggal yang tidak diingat lagi dengan pasti kira-kira 3 hari sebelum kejadian ketika Devid Eko Priyanto berada di Salon Ayu Terdakwa menyampaikan niatnya untuk menghabisi korban Moch. Asrori karena Terdakwa merasa sakit hati / cemburu dengan korban yang mempunyai cowok lebih ganteng, commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
niat Terdakwa tersebut disetujui oleh Devid Eko Priyanto kemudian mereka berdua menentukan hari pelaksanaannya yaitu hari Sabtu malam Minggu tanggal 22 September 2007 ; b. Pada hari dan tanggal yang telah ditentukan sekitar pukul 21.30 WIB Terdakwa bersama-sama dengan Devid Eko Priyanto mencari korban dengan mengendarai mobil Carry warna biru No. Pol. LP 1057 KD milik Terdakwa, Devid duduk dibangku depan kiri sedangkan Terdakwa yang mengemudikan kendaraan, akhirnya mereka bertemu dengan korban di depan Mitra Swalayan Jalan Wachid Hasyim depan Kebonrojo Jombang setelah bertemu korban diajak Terdakwa pulang kemudian korban pulang dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Yupiter No. Pol S 4088 WJ yang diikuti Terdakwa dan Devid Eko Priyanto dari belakang dengan mengendarai mobil Carry menuju Salon Ayu ; c. Sesampai di Salon Ayu Devid Eko Priyanto memasukkan sepeda motor milik korban ke dalam Salon Ayu setelah itu korban masuk ke dalam mobil Carry duduk dibangku tengah, Devid Eko Priyanto duduk dibangku depan dan Terdakwa yang mengemudikan kendaraan Carry menuju rumah kosong yang telah ditentukan yaitu di Dusun Kalangan, Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak, Jombang, sesampai di tempat tujuan sekitar pukul 22.30 WIB Terdakwa menghentikan mobilnya lalu memaksa korban untuk turun mobil lalu disuruh masuk ke rumah kosong kemudian Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto juga masuk ke dalam rumah kosong, setelah berada di dalam dengan menggunakan penerangan sinar bulan yang masuk melalu jendela Devid Eko Priyanto mendekap tubuh dan menyumbat mulut saksi korban dengan menggunakan tangan supaya korban tidak berteriak kemudian Terdakwa dari samping kiri memukul korban dengan menggunakan kayu balok bekas bangunan kebagian belakang leher korban dengan keras sebanyak satu kali mengakibatkan korban jatuh ke tanah dan tidak berdaya / tidak sadarkan diri setelah itu Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto mengangkat tubuh korban ke luar rumah lalu dimasukkan ke dalam mobil Carry dibangku tengah lalu dibawa menuju ke Desa Bandar Kedungmulyo, sesampai di Dusun Braan Terdakwa menemukan tempat yang dianggap aman yaitu di
commit to user
tengah sawah bekas tanaman tebu yang telah ditebang, kemudian
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menurunkan korban yang dalam keadaan tidak berdaya ke tempat bekas tebangan tebu lalu Terdakwa melepas celana dan celana dalam yang dipakai korban setelah itu Terdakwa mengambil pisau yang ada di dalam mobil lalu Terdakwa menusuk dan merobek perut korban hingga ususnya ke luar dan untuk memastikan korban sudah meninggar dunia Devid mengambil oli bekas yang ada di dalam mobil kemudian oli tersebut oleh Terdakwa disiramkan ke muka korban dengan tujuan untuk menghilangkan identitas korban, setelah itu Terdakwa melepas jaket switer yang dipakainya dan Devid Eko Priyanto melepas jaket parasit warna biru yang dipakainya kemudian diletakkan disamping korban sedangkan celana dalam, 2 HP, dompet yang berisi uang dibawa Terdakwa untuk disimpan setelah itu Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menutupi tubuh korban dengan daun tebu kering hingga tidak kelihatan. Akibat perbuatan Terdakwa korban Moch. Asrori meninggal dunia sebagaimana Visum Et Repertum Jenazah No. 371/04/415.39/X/2007 tanggal 25 Oktober 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rudy Prayudiya Ariyanto dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang, dengan hasil pemeriksaan : 1) Pemeriksaan Luar : a) Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ; b) Tinggi badan : 160 Cm ; c) Kepala : Rambut hitam, gigi tongos ; d)
Leher : Tak ada kelainan ;
e) Perut : Ada robekan 5 Cm di atas pusar, 1 Cm dari garis tengah tubuh berbentuk elips dengan sudut tajam dikedua sudutnya dengan ukuran 2 Cm x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan jaringan, didapatkan usus yang terburai dari lubang robekan ; f) Lain-lain : Terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ; 2) Pemeriksaan dalam :
Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat luban (robekan) yang terdapat pada dinding perut dan sebagian besar organ dalammengalami ; commit topembusukan user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Kesimpulan :
Tidak dapat disangkal, bahwa korban meninggal dunia karena pendarahan rongga perut karena robekan diding perut sebagai akibat persentuhan dengan benda tajam ; d. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang, pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto mendengar
jasad
korban
ditemukan
warga
setempat,
untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds. Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57 WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh “ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh) ;
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP jo. 55 (1) ke-1e KUHP ; SUBSIDAIR : Bahwa ia Terdakwa Imam Chambali alias Kemat sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh lakukan atau turut melakukan perbuatan itu bersama dengan Devid Eko Priyanto (dalam perkara lain / displitz) baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama pada hari Sabtu tanggal 22 September 2007 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2007 atau setidak-tidaknya dalam tahun 2007 bertempat di rumah kosong (yang
belum
selesai
dibangun)
di
Dsn.
Kalangan,
Ds.
Kalangsemanding, Kec. Perak, Kab. Jombang atau setidak-tidaknya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang, dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain yaitu saksi korban Moch. Asrori. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut : a. Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto menjemput saksi korban Moch. Asrori selanjutnya mereka bertiga naik mobil Carry saksi korban duduk dibangku tengah, Devid Eko Priyanto duduk dibangku depan dan Terdakwa yang mengemudikan kendaraan Carry menuju rumah kosong yang terletak di Dusun kalangan, Ds. Kalangsemanding, Kec. Perak Jombang, sesampai di tempat tujuan sekitar pukul 22.30 WIB Terdakwa menghentikan mobilnya lalu memaksa korban untuk turun mobil lalu disuruh masuk ke rumah kosong kemudian Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto juga masuk ke dalam rumah kosong, setelah berada di dalam dengan menggunakan penerangan sinar bulan yang masuk melalu jendela Devid Eko Priyanto mendekap tubuh dan menyumbat mulut saksi korban dengan menggunakan tangan supaya korban tidak berteriak kemudian Terdakwa dari samping kiri memukul korban dengan menggunakan kayu balok bekas bangunan kebagian belakang leher korban dengan keras sebanyak satu kali mengakibatkan korban jatuh ke tanah dan tidak berdaya / tidak sadarkan diri setelah itu Terdakwa bersama Devid Eko Priyanto mengangkat tubuh korban ke luar rumah lalu dimasukkan ke dalam mobil Carry dibangku tengah lalu dibawa menuju ke Desa. Bandar Kedungmulyo sesampai di Dusun Braan Terdakwa menemukan tempat yang dianggap aman yaitu di tengah sawah bekas tanaman tebu yang telah ditebang, kemudian Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menurunkan korban yang dalam keadaan tidak berdaya ke tempat bekas tebangan tebu lalu Terdakwa melepas celana dan celana dalam yang dipakai korban setelah itu Terdakwa mengambil pisau yang ada di dalam mobil lalu Terdakwa menusuk dan merobek perut korban hingga ususnya ke luar dan untuk memastikan korban sudah meninggal dunia Devid mengambil oli bekas yang ada di dalam mobil kemudian oli tersebut oleh Terdakwa disiramkan kemuka korban dengan tujuan untuk menghilangkan korban, setelah itu Terdakwa commit to identitas user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melepas jaket switer yang dipakainya dan Devid Eko Priyanto melepas jaket parasit warna biru yang dipakainya kemudian diletakkan disamping korban sedangkan celana dalam, 2 HP, dompet yang berisi uang dibawa Terdakwa untuk disimpan setelah itu Terdakwa dan Devid Eko Priyanto menutupi tubuh korban dengan daun tebu kering hingga tidak kelihatan. Akibat perbuatan Terdakwa korban Moch. Asrori meninggal dunia sebagaimana Visum Et Repertum Jenazah No. 371/04/415.39/X/2007 tanggal 25 Oktober 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Rudy Prayudiya Ariyanto dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang, dengan hasil pemeriksaan : 1) Pemeriksaan Luar : a) Pakaian : Tanpa menggunakan pakaian ; b) Tinggi badan : 160 Cm ; c) Kepala : Rambut hitam, gigi tongos ; d) Leher : Tak ada kelainan ; e) Perut : Ada robekan 5 Cm di atas pusar, 1 Cm dari garis tengah tubuh berbentuk elips dengan sudut tajam dikedua sudutnya dengan ukuran 2 Cm x 4 Cm, tidak didapatkan jembatan jaringan, didapatkan usus yang terburai dari lubang robekan ; f) Lain-lain : Terjadi pembusukan pada seluruh tubuh ; 2) Pemeriksaan dalam : Sebagian usus besar ke luar dari rongga perut lewat lubang (robekan) yang terdapat pada dinding perut dan sebagian besar organ dalam mengalami pembusukan ; 3) Kesimpulan : Tidak dapat disangkal, bahwa korban meninggal dunia karena pendarahan rongga perut karena robekan diding perut sebagai akibat persentuhan dengan benda tajam ; b. 1 (satu) hari setelah perbuatan pembunuhan Terdakwa membawa sepeda motor Yamaha Yupiter No. Pol. S 4088 WJ milik korban dan dititipkan di tempat penitipan sepeda motor Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang, pada tanggal 29 September 2007 Terdakwa dan Devid Eko Priyanto mendengar
jasad
korban
ditemukan
commit to user
warga
setempat,
untuk
menghilangkan jejak barangbarang yang masih disimpan oleh Terdakwa
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibuang ke sungai yang airnya mengalir di Dusun Barong, Ds. Barongsawahan, Kec. Bandarkedungmulyo namun sebelumnya HP milik korban sempat digunakan oleh Terdakwa untuk membalas SMS kepada keluarga korban pada hari Sabtu tanggal 29 September 2007 jam 04.57 WIB dengan menggunakan bahasa Jawa yang isinya “ Aku nok Magetan aku gak onok sing nekan nek aku ora iso goleh duet minggu iki sepedahe tak dol aku gak mulih sepeda tak gawe sangu lungo golek kerjo sing adoh “ (saya berada di Magetan saya tidak ada yang menekan kalau saya tidak bisa mencari uang minggu ini sepedanya saya jual saya tidak pulang sepedanya saya pakai biaya mencari pekerjaan yang jauh) ;
3. Tuntutan Pidana
Tuntutan Jaksa / Penuntut Umum tanggal 17 April 2008 isinya adalah sebagai berikut : a. Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat bersalah telah melakukan tindak pidana “ Pembunuhan direncanakan yang dilakukan bersama-sama “ sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dalam surat dakwaan Primair ; b. 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Imam Chambali als. Kemat dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan: c. Barang bukti : 1) (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ, 1 (satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm, 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben, untuk pembuktian perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ;
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) ;
Membaca
putusan
48/Pid.B/2008/-PN.JMB.
Pengadilan tanggal 8
Negeri
Jombang
Mei 2008
No.
yang amar
lengkapnya sebagai berikut : 1) Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat, tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Pembunuhan berencana “ ; 2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun ; 3) Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 4) Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ; 5)
Menetapkan barang bukti berupa :
6) 1 (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1 (satu unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ, 1(satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm, 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben, ; Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ; 7) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
4. Amar Putusan Pengadilan Negeri
MENGADILI: a. Menyatakan Terdakwa Imam Chambali als. Kemat, tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana“ Pembunuhan berencana “ ;
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun ; c. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ; e. Menetapkan barang bukti berupa : 1) 1 (satu) unit mobil Suzuki Cery warna biru No. Pol. L 1057 KD, 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z warna merah No. Pol. S 4088 WJ, 1 Hal. 8 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 (satu) buah jaket parasit warna biru, 1 (satu) buah switer hitam bergaris putih, 1 (satu) buah celana jean warna hitam, 1 (satu) buah ikat pinggang warna hitam, 1 (satu) buah pisau dapur gagang kayu panjang 32 Cm, 1 (satu) pasang sandal jepit warna biru, 1 (satu) buah sandal jepit sebelah kanan warna hitam, 1 (satu) buah batang kayu bekas bangunan, 1 (satu) buah helm warna hitam kaca riben, ; Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Terdakwa Devid Eko Priyanto ; f.
Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
5. Bentuk Novum a. Novum I Pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah membunuh Moh. Asrori :
1) Bahwa keadaan baru yang pertama yang dijadikan dasar permohonan peninjauan kembali ini adalah pengakuan Very ldham Heryansyah alias Ryan pada tanggal 17 Agustus 2008 yang menyatakan bahwa mayat / korban ke 11(sebelas) (yang saat itu belum diketahui identitasnya (disebut Mr. X) yang dikubur di pekarangan belakang rumah orang tuanya di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembeleng, Kabupaten Jombang adalah bernama Asrori dan dibunuh sekitar bulan Oktober 2007 atau setidaktidaknya dalam tahun 2007. Jadi Novum I yang dimaksud adalah Pengakuan dari Very ldham
commit to user
Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah membunuh Asrori ;
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahwa Novum tersebut sangat bertentangan dengan kesimpulan Penyidik dan Penuntut Umum yang menyatakan pada tanggal 29 September 2007 telah ditemukan sesosok mayat / korban pembunuhan di kebun tebu di Desa Braan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo,
Kabupaten
Jombang,
yang
berdasarkan
hasil
penyelidikan aparat Kepolisian Polsek Bandar Kedungmulyo terhadap mayat tersebut diidentifikasi sebagai Moh. Asrori warga Desa Kalangsemanding, Kecamatan Perak Kabupaten Jombang, kesimpulan aparat kepolisian ini diambil karena adanya laporan orang
hilang
dengan
Laporan
Polisi
No.
Pol.
:
K/LP/26/IX/2007/Reskrim tanggal 27 September 2007 atas nama Moh.
Asrori
alias
Aldo,
berusia
21
tahun,
alamat
Desa
Kalangsemanding, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang ; Dengan adanya laporan orang hilang tersebut maka pada tanggal 29 September 2008 petugas dari Polsek Bandar Kedungmulyo bersamasama dengan kakak kandung Moh. Asrori yang bernama Agung Wibowo berangkat ke RSU Hal. 10 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 Jombang untuk melihat korban dan kakak korban meyakini bahwa mayat tersebut adalah Moh. Asrori hanya berdasarkan ciri-ciri fisik antara lain : kaki kanan dibagian betisnya ada luka bekas kena knalpot, kukunya panjang terawat, gigi tulang sebelah kiri agak ke luar, potongan rambut bagian samping kiri dan kanan tipis dan bagian belakang tebal, sedangkan disekujur badan ada bekas oli, hidung ada luka bengkak, rahang gigi sudah lepas, tengkuk mengalami luka memar, perut luka terbuka dan usus terburai ke luar dan wajah korban sudah mengalami kerusakan dan sulit dikenali ; Setelah adanya pernyataan dari keluarga atas mayat tersebut Penyidik tanpa melakukan Tes DNA guna dicocokkan dengan DNA keluarga Moh. Asrori dalam hal ini M. Jalal dan Dewi Muntari Penyidik mengambil kesimpulan bahwa mayat di kebun tebu tersebut adalah Moh. Asrori ; Bahwa Penyidik dari Kepolisian Resort Jombang menetapkan 3 (tiga) orang tersangka dalam perkara pembunuhan atas mayat di kebun tebu yang di yakini Kepolisian
commit to user
sebagai mayat Moh. Asrori antara lain :
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) . Pemohon PK yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh Penyidik pada Polres Jombang, selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007 ; b)
Devid Eko Priyanto yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh Penyidik pada Polres Jombang, selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007 ;
c) Maman Sugianto alias Sugik yang ditangkap pada tanggal 20 Oktober 2007 oleh Penyidik pada Polres Jombang selanjutnya dilakukan penahanan pada tanggal 21 Oktober 2007, Maman Sugianto alias Sugik sempat dibebaskan dan dipulangkan sesuai dengan Berita Acara Pemulangan tanggal 23 Oktober 2007 dan kemudian kembali ditangkap pada tanggal 7 Mei 2008 dan ditahan pada 8 Mei 2008 ; Hal. 11 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 Ketiga orang tersebut diduga telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana yang terjadi pada bulan September 2007 di Dusun Braan Desa / Kec. Bandar Kedungmulyo dengan korban Moh. Asrori alias Aldo, ketiga orang tersebut disangka dengan Pasal 340 KUHP Sub. Pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ; Bahwa berdasarkan pernyataan yang dibuat Pemohon Peninjauan Kembali tertanggal 10 Juni 2008, Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan bahwa dirinya dan Maman Sugianto tidak pernah membunuh Asrori, pengakuan yang dibuat dalam BAP dihadapan Penyidik POLRI bahwa dirinya dan Maman Sugianto telah membunuh Asrori dibuat semata-mata karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak tahan disiksa dan dipukuli oleh oknum anggota Polsek Bandar Kedungmulyo di pinggir sungai (foto copy bukti PK-1) demikian juga dengan Devid Eko Priyanto dalam pernyataannya yang dibuat pada tanggal 10 Juni 2008 menyatakan tidak tahu tentang pembunuhan
Asrori
dan
benar-benar
tidak
melakukan
pembunuhan tetapi karena dipukuli oleh oknum aparat Polsek Bandar Kedungmulyo akhirnya mengakui turut serta membunuh Asrori (foto copy Bukti PK-2) ; Bahwa dalam proses persidangan
commit to user
di Pengadilan Negeri Jombang, Pemohon Peninjauan Kembali
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Devid Eko Priyanto menerangkan Maman Sugianto alias Sugik terlibat dalam perbuatan pembunuhan berencana atas Moh. Asrori yang mayatnya ditemukan di kebun tebu Desa Braan, keterangan tersebut diberikan oleh kedua orang Terdakwa dalam kondisi tertekan baik fisik maupun psikis. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Devid Eko Priyanto maka pada tanggal 7 Mei 2008 dilakukan penangkapan atas diri Maman Sugianto alias Sugik oleh Penyidik dari Kepolisian Resor Jombang dan pada tanggal 8 Mei 2008 dilakukan penahanan dan saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jombang ; Hal. 12 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 Bahwa pada saat perkara dengan tersangka Maman Sugianto
Alias
Sugik
dinyatakan
lengkap
dan
segera
dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jombang, pada tanggal 17 Agustus 2008 muncul pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang mengaku membunuh Moh. Asrori alias Aldo pengakuan mana bertentangan dengan fakta dan putusan Pengadilan atas nama Pemohon Peninjauan Kembali yang telah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jombang atas tuduhan
pembunuhan berencana terhadap korban Moh. Asrori dengan vonis pidana penjara selama 17 tahun, Devid Eko Priyanto yang telah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jombang atas tuduhan turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap korban Moh. Asrori dengan vonis pidana penjara selama 12 Tahun ; Bahwa terhadap pengakuan Very ldham Heryansyah alias Ryan yang merupakan Novum yang pertama, karena Pemohon Peninjauan Kembali belum mendapatkan BAP tersangka Very ldham Heryansyah alias Ryan, maka Pemohon Peninjauan Kembali ajukan bukti surat berupa berita dan pernyataan yang termuat di media massa antara commit to user lain : Koran Harian SURYA, Rabu tanggal 20 Agustus
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2008 dengan Judul " Ryan Pelaku, Orang lain Dibui " (foto copy Kliping koran terlampir bukti PK-3) dan Koran Harian SURYA, Kamis tanggal 21 Agustus 2008 dengan Judul " Ryan : Polisi Salah Tangkap " (foto copy Kliping Koran terlampir, bukti PK- 4) b. Novum II DNA Mr..X yang dikubur di belakang rumah orang tua Very ldham Heryansyah alias Ryan identik dengan dengan DNA M. Jalal (ayah kandung Moh. Asrori) dan Dewi Muntari (ibu kandung Moh. Asrori): Bahwa setelah munculnya pengakuan Very ldham Heryansyah, pada tanggal 21 Agustus 2008 pihak Kepolisian langsung bertindak mengambilnya sample / contoh darah dari orang tua Asrori (M. Jalal dan Dewi Muntari) yang dilakukan oleh Kedokteran dan Kesehatan Polda Jatim yang kemudian dikirim tanggal 22 Agustus Hal. 13 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 2008 ke Mabes Polri untuk digunakan dalam Uji DNA atau tes atas asal-usul seseorang secara genetika dan hasilnya dicocokkan dengan DNA Mr..X yang diketemukan di halaman belakang rumah Ryan ; Berdasarkan surat hasil test Laboratorium DNA No. Pol. : R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol tanggal 27 Agustus 2008 oleh tim yang diketuai Drs. Putut T. Wibowo, DFM, Msi., perihal hasil pemeriksaan DNA salah satu korban pembunuhan yang dilakukan oleh Very Idham Heryansyah alias Ryan yang dikenal dengan Mr. X, disimpulkan bahwa dengan nilai kebenaran pemeriksaan DNA lebih dari 99,999 % bahwa Mr. X yang dibunuh oleh Ryan teridentifikasi sebagai Moh. Asrori alias Aldo ; Bahwa dengan demikian terbukti mayat yang ditemukan di kebun tebu di Desa Braan, Desa / Kec. Bandar Kedungmulyo, Kab. Jombang pada tanggal 29 September 2007 bukanlah Moh. Asrori alias Aldo, dan oleh pihak Kepolisian mayat ini diberi nama Mr. XX (belakangan baru diketahui bahwa mayat yang ditemukan di kebun tebu Desa Braan adalah Fauzin Suyanto alias Antonius) ; Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan surat permohonan untuk mendapatkan copy hasilpemeriksaan DNA dari pihak Mabes POLRI atas nama jenazah Moh.commit Asrori todan Mr. XX (yang belakangan diketahui user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bernama Fauzin Suyanto alias Antonius) dan telah ditindak lanjuti oleh pihak Mabes POLRI melalui surat kepada Pusdokkes POLRI (Bukti PK5), akan tetapi karena sampai dengan memori Peninjauan Kembali ini Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan copy hasil DNA tersebut belum Pemohon Peninjauan Kembali dapatkan, maka Pemohon Peninjauan Kembali mengacu pada keterangan Kasatpidum Polda Jatim AKBP Susanto yang dimuat dalam media massa yaitu Koran Harian Pagi JAWA POS terbit tanggal 28 Agustus 2008 dengan judul "Asrori Korban ke-11 Ryan " (foto copy Kliping Koran Bukti PK-6) dan Koran Harian Pagi SURYA terbit Kamis tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " Tragedi Sengkon Karta Terulang “ (foto Hal. 14 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 copy Kliping Koran Bukti PK-7) dan Koran Harian Pagi SURYA terbit Kamis tanggal 28 Agustus 2008 dengan Judul " 3 Orang Tak Bersalah Dibui" (foto copy Kliping Koran Bukti PK-8), yang pada intinya menegaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan DNA terhadap Mr. X menunjukkan bahwa Mr. X adalah Moh. Asrori ; Dengan demikian, jelas bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah dibebani pertanggungjawaban
hukum
atas
perbuatan
yang
tidak
pernah
dilakukannya, oleh karena itu sudah sepantasnya apabila Pemohon Peninjauan Kembali dibebaskan dari segala bentuk pemidanaan terhadap dirinya c. Novum 3 : DNA Mr. XX yang ditemukan di Kebun tebu Desa Braan, Kabupaten Jombang identik dengan Ny. Suyati selaku ibu kandung Fauzin Suyanto alias Antonius : Bahwa
setelah
hasil
test
Laboratorium DNA
R/08012.D/DNA/VIII/2008/Biddokpol
tanggal
27
No.
Agustus
Pol.
:
2008
menyimpulkan dengan nilai kebenaran pemeriksaan DNA lebih dari 99,999 % bahwa Mr. X yang dibunuh oleh Ryan teridentifikasi sebagai Moh. Asrori alias Aldo, maka pihak Kepolisian menindaklanjuti dengan melakukan pembongkaran makam Mr. XX yang sebelumnya diyakini sebagai mayat Moh. Asrori di Dusun Kalangan, Desa Kalang Semanding, Kec. Perak, Kab. Jombang yang dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2008 ; Bahwa kemudian terhadap mayat Mr. XX yang semula diyakini sebagai
commit to user
Moh. Asrori tersebut telah dilakukan tes DNA dengan pembanding DNA
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluarga / orang tua Fauzin Suyanto yang mengakui telah kehilangan anak laki-laki yang bernama Fauzin Suyanto sejak tahun 2007. Hasilnya padas tanggal 17 September 2008 Mabes POLRI melalui Kadiv Humas Polda Brigjen Pol. R. Abubakar Nataprawira, Direktur I Keamanan dan Trans Nasional Bareskrim Polda Brigjen Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid Dokpol Pusdokkes Polri Kombes Pol Mussadeq Ishaq di Mabes Polda berdasarkan
Surat
Pemeriksaan
DNA
No.R/08012.E/DNA/IX/2008/Biddokpol, tanggal 16 September Hal. 15 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 2008 menyatakan bahwa hasil tes DNA mayat di kebun tebu (Mr. XX) di Desa Braan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kab. Jombang adalah identik dengan keluarna Fauzin Suyanto alias Antonius artinva Mr. XX adalah anak Biologis Ny. Suyati orang tua Fauzin Suyanto alias Antonius ; Bahwa terhadap hasil tes DNA yang menyatakan DNA Mr. XX (mayat di kebun tebu) identik dengan DNA keluarga / orang tua Fauzin Suyanto yang dilakukan oleh Mabes Polri tersebut di atas Kuasa Hukum Pemohon Peninjauan Kembali sudah melayangkan surat kepada Mabes POLRI pada tanggal 9 September 2008, untuk mendapatkan salinan resmi hasil pemeriksaan DNA Mr. XX / Fauzin Suyanto dari Mabes POLRI dan telah ditindaklanjuti oleh Mabes POLRI (Vide bukti PK-5) akan tetapi sampai dengan memori PK ini Pemohon Peninjauan Kembali daftarkan surat tersebut belum Pemohon Peninjauan Kembali terima ; Bukti lain yang menguatkan fakta bahwa Mr. XX adalah Fauzin Suyanto, adalah bukti baru / Novum berupa : 1) Berita Acara Penyerahan / Pengembalian Mayat (Jenazah) Fauzin Suyanto als. Antonius tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK-9) dengan uraian singkat jalannya penyerahan / pengembalian (mayat) sebagai berikut : " Pada hari Kamis tanggal 28 Agustus 2008 Penyidik Ditreskrim Polda Jatim telah melakukan penggalian di makam Islam Desa Kalang semanding, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang yang sebelumnya ditemukan di TKP Kebun Tebu Dusun Braan, Desa / Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang pada tanggal 29 September 2007 yang diduga merupakan korban pembunuhan. Kemudian setelah dilakukan identifikasi, otopsi
commit to user
atau pemeriksaan forensik guna kepentingan penyidikan oleh
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyidik Polda Jatim, maka diketahui identitas atau jati diri jenazah tersebut dan selanjutnya dimasukkan ke dalam peti dan diserahkan / dikembalikan kepada pihak keluarga " ; Hal. 16 dari 24 hal. Put. No. 89 PK/PID/2008 2) Berita Acara Pemakaman Mayat (Jenazah) a.n. Fauzin Suyanto als. Antonius tertanggal 19 September 2008 (IFRS 08.030) (Bukti PK10) 3)
Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. B) atas nama Jenazah Fauzin Suyanto tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK11)
4) Surat Keterangan Pemeriksaan Kematian (Form. A) atas nama Jenazah Fauzin Suyanto tertanggal 19 September 2008 (Bukti PK12)
Bahwa sehari sebelumnya, Kadiv Humas POLRI R. Abubakar Nataprawira bersama-sama dengan Direktur I Keamanan dan Trans Nasional Bareskrim POLRI Brigjen Pol. Badrodin Haiti, dan Kabid Dokpol Pusdokkes POLRI Kombes Pol. Mussadeq Ishaq di Mabes POLRI melalui media massa juga mengumumkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan forensik terhadap Mr. XX diketahui bahwa Mr. XX adalah Fauzin Suyanto, yang antara lain dikutip oleh Koran Harian Pagi JAWA POS terbit Kamis tanggal 18 September 2008 dengan judul " Tes DNA Pastikan Mr.XX Fauzin " (foto copy Kliping Koran Bukti PK- 13) dan Koran Harian Pagi SURYA, terbit Kamis tanggal 18 September 2008 dengan Judul " Mayat Kebun Tebu 100 % Fauzin " (foto copy Kliping Koran Bukti PK-14) ; Bahwa dengan demikian jelas bahwa mayat yang diketemukan di Desa Braan, Desa / Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang bukanlah mayat Moh. Asrori melainkan mayat Fauzin Suyanto, sehingga dengan adanya Novum ini sudah sewajarnya Pemohon Peninjauan Kembali dapat dibebaskan dari penjara, karena selama commit to user ini Pemohon Peninjauan Kembali telah dizalimi melalui suatu
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perangkap sistem peradilan yang sesat, tidak fair dan tidak berdasarkan huum 6. Pembahasan
Sebelum Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP) diberlakukan di Indonesia belum ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan peninjauan kembali terhadap putusan dalam perkara pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada awal mulanya dikeluarkan suatu peraturan Mahkamah Agung Nomor. 1 Tahun 1969 tertanggal 19 juli 1969, dimana dengan peraturan tersebut memungkinkan diajukan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sayangnya dengan munculnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 18 Tahun 2969 tertanggal 23 juli 1969 maka peraturan MA No. 1 tahun 1969 tersebut menjadi tertunda dengan alasan masih diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai biaya perkara yang memerlukan
persetujuan
menteri
keuangan.
Sampai
akhirnya
dikeluarkan kembali Peraturan MA No. 1 Tahun 1971 yang isinya mencabut Peraturan MA No. 1 Tahun 1969 hal itu akhirnya melenyapkan harapan akan adanya upaya hukum peninjauan kembali itu sendiri. Akibatnya terjadi kekosongan hukum tentang masalah peninjauan kembali terhadap putusan perkara pidana yang sudah in krach Untuk pertama kalinya upaya hukum peninjauan kembali diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah pada UU No. 19 Tahun 1964 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, kemudian pada UU No.14 Tahun 1970 jo UU No.5 Tahun 2005, dan selanjutnya sekarang diatur dalam UU No.81 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana yang lebih sering disingkat dengan KUHAP. commit to user Pidana (KUHAP) memberikan Kitab Undang Undang Acara
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
landasan hukum terhadap upaya hukum peninjauan kembali yang terdapat dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP). Di dalam Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang Undang Pidana KUHAP disebutkan sebagai berikut : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari tututan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Dasar hukum peninjauan kembali juga terdapat dalam Pasal 21 UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 23 UU No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada Pasal 21 UU No. 14 Tahun 1970 disebutkan sebagai berikut : Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan pada Pasal 23 UU No. 4 Tahun 2004 dengan redaksi bunyi Pasal yang berbeda disebutkan: Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Dari uraian mengenai dasar-dasar hukum peninjauan kembali tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat agar seorang terpidana atau pihak-pihak yang berkepentingan yang dibolehkan menurut undang-undang dapat melakukan upaya hukum peninjauan kembali adalah: a. Putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (In krach van gewijsde). b. Bukan putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan commit to user hukum
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Apabila terdapat keadaan-keadaan tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Kemudian dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP) juga telah diatur hal-hal yang dapat menjadi dasar permintaan peninjauan kembali antara lain sebagai berikut: a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan b. Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar atau alasan putusan yang telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama yang lain. c. Apabila putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah novum. Pengertian novum berdasarkan Undang-undang dalam Pasal 263 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP) berbunyi sebagai berikut : Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan commit to user tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam vonis tersebut. Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila
terjadi
kesasalahan
dalam
mengindentifikasikan
korban.Kesalahan dalam mengidentifikasikan korban tersebut ( Error In Persona Korban ) akibatnya akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam melakukan penuntutan orang yang pada akhirnya berujung pada kesalahan dalam penjatuhan hukuman kepada orang yang tidak bersalah. Saat itu dirasakan perlu ada peraturan tentang lembaga Herziening atau peninjauan pembali yang sekaligus melengkapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang waktu itu juga sedang masih dibahas.
B. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan Peninjauan Kembalinya dikabulkan
Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana yang ternyata merupakan korban terjadinya error in persona korban dalam kesalahan mengidentifikaikan korban kejahatan , adalah ia dapat mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Alasannya adalah dengan status sebagai terpidana maka cukup diketahui bahwa perkara yang menimpanya commit to user itu telah mendapatkan putusan dari
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
mengadilan. Dan karena terpidana tersebut tidak menggunakan haknya untuk melakukan upaya hukum banding maupun kasasi namun menerima dan melaksanakan putusan tersebut maka secara otomatis putusan pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde). Walaupun terpidana tersebut telah atau sedang menjalankan hukuman pidana yang dijatuhkan terhadapnya tidak berarti pintu keadilan sudah tertutup rapat untuknya. Upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimungkinkan oleh Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang memenuhi dasar-dasar atau alasan-alasan yang dipersyaratkan oleh Kitab Undang Undang Hukum Aacara Pidana (KUHAP) serta dengan memperhatikan tata cara yang telah ditentukan. Keadaan baru atau fakta baru misalnya baru diketahui terjadi error in persona korban dapat dijadikan alasan yang kuat bagi seorang yang telah diputus bersalah oleh pengadilan untuk mengajukan peninjauan kembali. Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah novum. Pengertian novum berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dalam Pasal 263 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut : Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat commit to userdivonis dalam putusan tersebut mengikat terhadap pihak-pihak yang
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam vonis tersebut. Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam
sepanjang
bukti
atau
keadaan
baru
tersebut
menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila terjadi kesalahan dalam mengidentifikasikan korban yang diduga menjadi korban kejahatan. Kesalahan dalam mengidentifikasikan korban tersebut mengakibatkan terjadinya salah menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum orang yang tidak bersalah atas kejahatan yang tidak dilakukannya seperti selama ini yang di alami oleh terpidana Imam Chambali alias kemat.Dan hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi para terpidana,selain dia dapat mengajukan Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para terpidana ini juga dapat menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Sebab Putusan PK yang diajukan oleh terpidana ini membuktikan secara nyata adanya kekeliruan dalam menghukum seseorang dan dengan adanya temuan baru (novum)berupa error in persona korban. Sehingga upaya hukum berikutnya yang dapat di tempuh oleh terpidana adalah pemulihan nama baik(rehabilitasi) dan ganti kerugian .Hal Itu diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Dalam kasus ini terpidana dapat di mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan rehabilitasi dan ganti kerugian dengan cara mengajukan commit untuk to userpermintaan rehabilitasi diajukan gugatan ke pengadilan namun
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam tahap praperadilan Selanjutnya tentang Rehabilitasi dijelaskan dalan Pasal 97 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP )sebagai berikut : seorang berhak memperoleh Rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sesuai bunyi Pasal 12 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHAP) sebagai berikut: Permintaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang berwenang, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada pemohon. Opsi lain yang bisa dilakukan sebagaimana diatur Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) adalah tuntutan ganti kerugian Pasal 95 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan mengenai ganti kerugian sebagai berikut: Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Dan Pasal 7 ayat (1) PP berbunyi: Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut : 1. Novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali adalah pengakuan Very ldham Heryansyah alias Ryan pada tanggal 17 Agustus 2008 yang menyatakan bahwa mayat / korban ke 11(sebelas) (yang saat itu belum diketahui identitasnya (disebut Mr. X) yang dikubur di pekarangan belakang rumah orang tuanya di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembeleng, Kabupaten Jombang adalah bernama Asrori dan dibunuh sekitar bulan Oktober 2007 atau setidaktidaknya dalam tahun 2007. Jadi Novum I yang dimaksud adalah Pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah membunuh Asrori. 2. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan Peninjauan Kembalinya dikabulkan adalah dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Opsi ini yang bisa dilakukan oleh terpidana mengingat kasusnya sudah diperiksa dan diputusan oleh pengadilan.
B. Saran-Saran Dengan demikian berdasarkan dari uraian simpulan yang disebutkan sebelumnya, maka ada beberapa saran yang hendak penulis kemukakan terkait penelitian ini. 1. Perlu adanya perubahan PP No. 27 Tahun 1983 khususnya yang mengatur tentang jumlah nominalcommit untuk to ganti userkerugian sebagaimana dimaksud
70
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam Pasal 95 KUHAP. Sebab jumlah nominal ganti kerugian tersebut untuk saat ini dirasakan sangat minim dan sangat tidak layak apabila dibandingkan dengan besarnya kerugian sebenarnya yang dialami korban baik secara materiil maupun secara immaterial. 2. Penulis berpandangan seharusnya dilakukan suatu terobosan baru mengenai besarnya atau jumlah nilai ganti kerugian yang berhak diterima korban berdasarkan Pasal 9 PP No.27 Tahun 1983 tersebut. 3. Dalam membuat peraturan perundang-undangan khususnya mengenai Peninjauan Kembali harus dibuat dengan jelas termasuk mengenai pihakpihak yang berhak untuk mengajukan Peninjaun Kembali sehingga tidak menimbulkan penfsiran yang berbeda di berbagai kalangan. 4. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disesuaikan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan sehingga tidak menimbulkan kekhilafan dan kekeliruan dalam menjatuhkan putusan yang merugikan para pihak yang berkepentingan.
commit to user