Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner Balai Veteriner Kementerian Buletin Kementerian Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
ISSN No. 1412 - 7091 Balai Veteriner
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Pertanian
Balai Veteriner
Bukittinggi
Buletin
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Informasi Kesehatan Hewan Volume 16 Nomor 89 Tahun 2014
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Balai Veteriner Bukittinggi 2014 Balai Veteriner Bukittinggi 2014
http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Susunan Dewan Redaksi
: Kepala B-VET Bukittinggi
Penanggung Jawab
Drh. Azfirman Redaktur Anggota
: Drh. Rina Hartini : Drh. Rudi Harso Nugroho, M. BioMed Drh. Yuli Miswati, M.Si Drh. Eliyus Putra Drh. Yulfitria Drh. Ibenu Rahmadhani, M.Si Drh. Cut Irzamiati Drh. I Gde Eka, MP Drh. Budi Santosa Drh. Dwi Inarsih Drh. Katamtama A Drh. Lylian Devanita Drh. Martdeliza, M.Sc
Penyunting/Editor
: Daniel Faizal
Desain Grafis
: Erdi
Sekretariat
: Erizal
Alamat Redaksi
:
Balai Veteriner Bukittinggi Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km. 14 PO. Box 35 Bukittinggi Telp. (0752) 28300 Fax (0752) 28290 Email :
[email protected] Website :
http://bvetbukittinggi.ditjennak.pertanian.go.id
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Kata Pengantar
Para Pembaca yang Berbahagia Puji dan syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya Buletin Informasi Kesehatan Hewan Volume. 16 No. 89 tahun 2014 ini dapat diterbitkan. Buletin ini memberikan informasi tentang hasil kegiatan investigasi dan monitoring penyakit Balai Veteriner Bukittinggi di Kabupaten Pelelawan dan Kabupaten Kuantan Sengingi Provinsi Riau. Dalam buletin edisi ini dipaparkan juga penyakit Penyakit Avian Influenza di Regional II dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 serta Kejadian Penyakit Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome atau penyakit telinga biru pada babi di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi tahun 2009-2013. Semoga tulisan yang ditampilkan pada buletin ini dapat menjadi sumber informasi dan sebagai bahan acuan bagi dinas ataupun instansi terkait dalam menjalankan tugas dan lebih mengefektifkan tugas dan fungsinya. Masukan dan saran dalam rangka peningkatan kualitas bulletin ini masih sangat kami harapkan. Redaksi memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan masih terjadi kekurangan dan diharapkan para pembaca dapat memaklumi. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
i
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Daftar Isi
Hal Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Investigasi Penyakit Jemrbrana di Kabupaten Pelelawan Propinsi Riau Tahun 2014
1
Gambaran perkembangan kasus dan distribusi daerah tertular Penyakit Avian Influenza di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2005-2013
8
Serosurveilans Porcine Reproductive and Respiratory (PRRS) di Beberapa Daerah di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2008-2013
16
Studi Kasus Kematian Sapi Kelompok Ternak Monggo Mulyo di Kabupaten Kuantan Singingi
21
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
ii
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Investigasi Penyakit Jembrana di Kabupaten Pelelawan Propinsi Riau Tahun 2014 Yuli Miswati, Sri Winari, Kiki S., Yade EP
Abstrak Pada bulan April - September 2014 terjadi kematian sebanyak 127 ekor
ternak sapi Bali di Kabupaten
Pelalawan yang meliputi 3 kecamatan dan 7 desa dengan gejala klinis demam tinggi, anaroksia, defikasi hingga diare berdarah, hipersalivasi, pembengkakan limfoglandula prefemoralis dan keringat berdarah. Investigasi dan monitoring oleh Tim Balai Veteriner Bukittingi telah dilakukan pada bulan September 2014. Pengamatan klinis dan epidemiologis dilakukan di lokasi wabah. Gambaran pemeriksaan hematologi menunjukkan adanya leukopenia. Pengujian laboratorium dengan metode PCR dan pemeriksaan hematologi terhadap sampel darah dan organ limpa dilakukan untuk meneguhkan diagnosa klinis dan epidemiologis kemungkinan adanya virus Penyakit Jembrana (Jembrana Disease Virus/JDV). Hasil uji PCR menggunakan primer JDV-1 dan JDV-3 menunjukkan bahwa 10 dari 18 sampel darah (55,56%) proviral DNA khas JD dan 1 organ limpa menunjukkan positif virus JD. Kata Kunci : Investigasi, Virus Penyakit Jembrana, PCR Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi Korespondensi :
[email protected] ,
[email protected] Telp: 0885363028168
Pendahuluan Penyakit Jembrana atau Jembrana Disesase (JD) adalah penyakit viral pada sapi, terutama pada sapi Bali. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Retrovirus, sub famili Lentivirinae dan bersifat fatal pada sapi Bali, ditandai demam tinggi yang berlangsung selama 5 – 12 hari (rata-rata 7 hari) dengan suhu badan berkisar antara 40ºC - 42ºC, pembesaran kelenjar limfe (Limnode, limfoglandula) yang menonjol terlihat pada daerah bahu (lgl. Preskapularis), daerah perut lutut (lgl. Prefemoralis) dan daerah bawah telinga (lgl. Parotis) dan diare yang kadang-kadang bercampur darah dan menyebabkan kematian secara mendadak. Gejala lain yang terlihat pada sapi Bali yang terserang penyakit Jembrana ini berupa : adanya bercak-bercak darah pada kulit (keringat berdarah) dan
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
adanya kepucatan selaput lendir mulut, mata dan alat kelamin, serta terjadi kepincangan pada satu atau kedua kakinya. Sapi Bali yang terserang penyakit Jembrana sering kali abortus (Dharma dan Putra, 1997; Subronto, 1995, Wilcox dkk., 1992). Sampai saat ini penyakit Jembrana sudah merupakan penyakit endemik pada sapi Bali, di Bali sejak tahun 1964 (Pranoto dan Pujiastono, 1967), di Lampung tahun 1976 (Soeharsono dan Darmadi, 1976), di Banyuwangi tahun 1978 (Tranggono, 1988), di Sumatra Barat tahun 1992 (Tembok, 1992), di Kalimantan Selatan tahun 1993 di Bengkulu Tahun 1995 (Soeharsono, S dan Temadja, 1995), di Riau Tahun 2013 (Miswati, 2013). Penularan JD dapat melalui rute intranasal, konjungtival atau oral dan vektor serangga penghisap darah (Soeharsonso et al., 1995). Pada kejadian yang
1
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
bersifat akut, terutama pada wabah pertama, kematian
mendapat laporan dari Dinas Peternakan Kabupaten
dapat terjadi tiba-tiba. Kematian biasanya terjadi
Pelalawan bahwan kematian ternak sapi Bali masih
dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan
berlanjut di Kecamatan Krumutan,
dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Kematian
Pangkalan Lesung, dan Kecamatan Ukui. Pada tanggal
biasanya disebabkan karena infeksi sekunder sepaerti
22-26 September 2014 Tim Balai Veteriner Bukittinggi
pneumonia (Dharma et al., 1994) dan uremia yang
datang ke lokasi tersebut untuk melakukan investigasi
memperburuk kondisi sapi (Soesanto et al., 1990). Sapi
dengan tujuan untuk mengetahui penyebab kematian
yang sembuh dari infeksi JDV akan tetap terinfeksi
ternak sapi Bali Kabupaten Pelelawan Propinsi Riau
secara persisten selama sedikitnya 25 bulan dengan
dan memantau perkembangan penyakit yang sedang
tidak menunjukkan gejala sakit (Soeharsono et al.
mewabah.
Kecamatan
1990). Mekanisme kesembuhan pada JD belum diketahui secara pasti, dan terjadi secara seluler meskipun antibodi terhadap virus baru terdeteksi 11 minggu pascainfeksi, namun sebagian besar hewan yang terserang sudah menunjukkan kesembuhan secara klinis 5 minggu setelah infeksi (Hartaningsih et al., 1994) Antibodi anti JDV mampu bertahan selam 4-6 bulan dan melindungi terhadap infeksi ulang JDV (Hartaningsih et al., 1994). Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi di daerah wabah dua kali dengan interval watu satu bulan (Hartaningsih et al., 2001). Pe n ye b a r a n J D ke d a e r a h b e b a s p e r l u diwaspadai, mengingat saat ini penyebaran sapi Bali sangat luas terutama di daerah yang memiliki kebun kelapa sawit. Dengan adanya program integrasi kelapa sawit dan ternak sapi dinilai sangat menguntungkan dan jenis sapi yang paling cocok adalah sapi Bali. Penyebaran sapi Bali di Propinsi Riau dalam rangka meningkatkan populasi sapi Bali di Indonesia perlu diikuti dengan peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit Jembrana, mengingat daerah ini baru dinyatakan sebagai tertular penyakit Jembrana (Kab. Rokan Hilir, Pelalawan, Kampar, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Bengkalis, Siak dan Kota Dumai)
Materi Dan Metoda 1. Pengumpulan Informasi / Wawancara Tim investigasi melakukan pengamatan ternak sapi di lokasi peternakan sapi Bali di Kecamatan Ukui (Desa Silikuan Hulu, Desa Lubuk Kembang Sari dan Desa Bukit Gajah), Kecamatan Pangkalan Kuras (Desa Sorek) dan
Kecamatan Pangkalan Lesung
(Desa Mayang Sari). Wawancara dilakukan terhadap Kasie Keswan, petugas Puskeswan dan terhadap peternak untuk mengetahui kronologis kejadian wabah penyakit hewan yang sedang berjangkit. Pengambilan spesimen dilakukan untuk dilakukan pengujian laboratorium.
2. Pengambilan Spesimen Spesimen organ limpa pada hewan mati dan darah pada hewan hidup diambil oleh Tim Investigasi, Spesimen preparat ulas darah juga diambil untuk pemeriksaan parasit darah dan spesimen serum darah untuk pemeriksaan serologis (Tabel 1).
secara resmi
berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 180/Kpts/PD.650/2/2014 tanggal 7 Februari 2014. Pada awal bulan September Balai Veteriner
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
2
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
1. Uji PCR Uji PCR dilakukan dengan menggunakan Kit SuperScriptTM III One-Step RT-PCR System with Platinum Taq DNA Polymerase (Invitrogen, Cat 12574-026). Pembuatan komposisi 1 reaksi master mix dengan volume 25 µl sebagai berikut :
Gambar 1. Sapi Mengalami pembesaran kelenjar limfe
RNase-free water
:
4,5 µl
2X Reaction Mix
:
12,5 µl
Primer JDV-1 20 pmol :
1 µl
Primer JDV-3 20 pmol :
1 µl
Kit SS III RT/Taq Mix :
1 µl
DNA/RNA template Jumlah
:
5 µl :
25 µl
2. Program PCR Program PCR dilakukan dengan themocycler (Verity). Sampel organ (RNA template) dilakukan RT-PCR terlebih dulu pada suhu 480C 30 menit. Reaksi PCR dilakukan dengan rincian pre denaturasi 94oC (15 detik), denaturasi 94oC (5 menit), annealing Gambar 2. Sapi Mengalami pembesaran Limpa
66oC (1 menit) dan ekstensi final 72oC (10 menit).
3. Analisa Produk PCR 3. Metode
Analisa produk PCR dilakukan dengan
a. Isolasi DNA dari sampel darah dan Isolasi RNA
elektroforesis dalam gel agarose 1,5%
dari sampel organ Darah dalam EDTA dilakukan sentrifugasi dan pencucian untuk memperoleh pheripheral blood mononuclear cell (PBMC) atau buffycoat dengan metode NH4Cl. Isolasi DNA dengan menggunakan metode QIAm DNA Mini Kit (Qiagen Cat. No 51304)
mengandung syber safe dengan arus listrik 125 Volt selama 45 menit. Produk PCR dalam gel kemudian dibaca dalam UV transiluminator dan didokumentasikan dengan Gel Doc untuk melihat adanya band DNA.
4. Pengujian Lainnya :
sesuai manual.
a. Hematologi
Isolasi RNA dari sampel organ dengan
b. Parasit Darah
menggunakan RNeasy Mini Kit (Qiagen Cat. No
c. Parasit Cacing
74104) sesuai manual.
d. Kandungan mineral darah e. Brucellosis
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
3
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Hasil Dan Pembahasan
Namun dari pengujian di laboratorium didapat hasil 2 dari 19 sampel (10,53%) positif adanya pro viral DNA
Kronologis Kejadian Penyakit
Virus Penyakit Jembrana, yaitu pada ternak sapi Bali di
Pada bulan April 2014 terjadi kematian ternak
Desa Simpang Beringin Kecamatan Bandar Sei Kijang.
sapi Bali di Kecamatan Krumutan, desa Krumutan milik
Sapi tersebut tidak menunjukkan gejala klinis dalam
H Zakir dengan gejala klinis mulut berbusa, ada lesi
arti bahwa sapi tersebut sebagai hewan carier.
kehitaman pada kulit sebagian badan, feses berbau
Selama bulan April - Mei 2014 kematian ternak
busuk. Sebanyak 4 ekor sapi mati bangkai dalam waktu
sapi terjadi di Kecamatan Krumutan, yaitu di Desa
48 jam dan 8 ekor potong paksa. Spesimen organ telah
Krumutan dan Desa Banjar Panjang dengan jumlah
dikirim ke Balai Veteriner pada akhir bulan April.
kematian sekitar 30 ekor dari populasi sekitar 170 ekor.
Pengujian dilakukan terhadap kemungkinan adanya
Pada bulan Juni – Agustus 2014 kasus merebak
keracunan insektisida dan adanya virus penyakit
di Kecamatan Pangkalan Lesung di Desa Mayang Sari
Jembrana. Hasil pengujian menunjukkan adanya
dengan jumlah kematian 15 ekor dari populasi sekitar
senyawa organochlor, dengan metode PCR didapat
80 ekor. Pada bulan Agustus – September 2014 kasus
hasil positif Virus Penyakit Jembrana.
kematian terjadi di Kecamatan Ukui, yakni di Desa
Pada tanggal 21-24 April 2014 Tim Balai
Lubuk Kembang Sari, Desa Bukit Gajah, Desa Silikuan
Veteriner Bukittinggi melaksanakan kegiatan
Hulu dan Desa Bukit Jaya dengan jumlah kematian 82
Monitoring dan Diagnosa Penyakit Jembrana di
ekor dari populasi 1195 ekor . Spesimen darah sudah
Kabupaten Pelalawan. Kegiatan monitoring tersebut
dikirim ke Balai Veteriner Bukittinggi (sampel pasif)
dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan
pada tanggal 20 September 2014 dan telah dilakukan
Pangkalan Lesung, Kec. Kerumutan, Kec. Pangkalan
pengujian dengan metode PCR, hasilnya positif Virus
Kerinci dan Kec. Bandar Sei Kijang. Pada saat
Penyakit Jembrana. Kronologis kejadian penyakit
monitoring kematian ternak sudah tidak terjadi lagi.
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kronologis kejadian penyakit pada ternak sapi Bali di Kab. Pelalawan NO.
WAKTU KEJADIAN
KECAMATAN
1 Apr - Mei 2014
Kerumutan
2 Juni - Agt 2014
Pangkalan Lesung
3 Agt - Sept 2014
Ukui
JUMLAH
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
MATI
POPULASI TERANCAM
% KEMATIAN
Banjar Panjang Kerumutan
12 18
70 100
17,14 18,00
Klinis dan uji Lab Positif JD
Mayang Sari
15
80
18,75
Klinis Positif JD
DESA
SAKIT
KETERANGAN
Klinis Positif JD
Lubuk Kmbg Sari
300
50
400
7,14
Klinis Positif JD
Bukit Gajah
35
8
350
2,08
Klinis Positif JD
Silikuan Hulu
200
15
400
2,50
Klinis dan Uji Lab Positif JD Kematian terakhir 23 Sept 2014
Bukit Jaya
30
9
45
12,00
565
127
1445
6,32
Klinis Positif JD
4
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Pengambilan Spesimen Pengambilan spesimen dilakukan di lokasi tertular. Lokasi dan jenis spesimen yang diambil untuk pengujian di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Lokasi dan sampel yang diambil untuk pengujian laboratorium NO.
1
KECAMATAN
DESA
Pangkalan Ukui
Silikuan Hulu
SPESIMEN FECES DARAH EDTA
JENIS HEWAN
SERUM
U. DARAH
ORGAN
Lb. Kembang Sari Bukit Gajah
Sapi Bali Sapi Bali
23 24
23 24
3 0
8 1
Sapi Bali
26
26
1
5
0 0
1
2
Pangkalan Kuras
Sorek
Sapi Bali
11
11
0
0
0
3
Pangkalan Lesung
Mayang Sari
Sapi Bali
28
28
2
0
0
TOTAL
Sapi Bali
112
112
6
14
1
Hasil pengujian laboratorium Tabel 3. Hasil pengujian laboratorium PCR Penyakit Jembrana (JD) dan Brucelloisis HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM PCR JD NO. KECAMATAN
RBPT
DESA
TERNAK
JML
DA
ORGAN
(+)
( -)
SD
(+)
( -)
1
4
5
24
0
24
Silikuan Hulu
Sapi Bali
24
8
Lubuk Kembang Sari
Sapi Bali
24
1
1
0
24
0
24
Bukit Gajah
Sapi Bali
26
5
5
0
26
0
26
II Pangkalan Kuras
Sorek
Sapi Bali
11
0
0
0
11
0
11
III Pangkalan Lesung
Mayang Sari
Sapi Bali
28
4
1
3
28
0
28
Jumlah
113
18
11
8
113
0
113
I Ukui
Keterangan :
1
DA : Darah Antikoagulan (EDTA)
PCR JD : PCR Jembrana Desease
SD : Serum Darah
RBPT : Rose Bengal Plate Test (Brucellosis)
Tabel 4. Hasil pengujian laboratorium parasit darah dan parasit cacing HASIL PENGUJIAN PARASIT DARAH
PARASIT CACING
DESA
TERNAK
JML TRY ANS BAB THE ANE TPR JML PPT COC BUN TCT HMC ASS
Silikuan Hulu
Sapi Bali
23
Lubuk Kembang Sari
Sapi Bali
24
Bukit Gajah
Sapi Bali
26
II Pangkalan Kuras
Sorek
Sapi Bali
11
III Pangkalan Lesung
Mayang Sari
Sapi Bali
28
Jumlah
112
NO.
KECAMATAN
I Ukui
10 2
8
23
2
0
2
0
0
0
2
0
0
4
7
24
6
8
26
3 4
0
0
0
2
0
0
0
0
2
0
0
0 1
0
0
3
3
11 2
0
0
0
0
0
0
0
0
7
5
25
1
2
2
1
1
1
0
0
1
30 31 109 12
2
6
1
3
1
2
1
1
0
Keterangan : TRY : Trypanosoma sp. ; ANS : Anaplasma sp. ; BAB : Babesia sp. ; THE : Theileria sp.; ANE : Anemia PPT : Paramphistomum sp . . ; OPG : Oesophagustomum sp. ; BUN : Bunostomum sp COC : Coccidia sp. ; TCT : Trichostrongylus sp. ; ASS : Ascaris sp; TPR : Tanpa parasit
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
5
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 5. Hasil pengujian laboratorium hematologi HEMATOLOGI JML NO.
I
KEC
Ukui
HB
DESA
TERNAK
JML
DA
<
Silikuan Hulu
Sapi Bali
24
7
Lubuk Kembang Sari
Sapi Bali
24
1
Bukit Gajah
Sapi Bali
26
5
4
1
74
13 12
1
Jumlah
N
HCT <
N
7
4
3
1
1
>
0
3
2
8
5
WBC
MCHC >
0
<
0
RBC
N
>
<
N
1
6
6
1
1
1
5
3
2
4
1
1 12 10
3
0 12
1
>
<
N
>
7 1
0
Tabel 6. Hasil pengujian laboratorium kandungan mineral darah MINERAL P
CA NO.
KECAMATAN
I Ukui II Pangkalan Kuras
DESA
TERNAK
JML
JML
<
N
>
Silikuan Hulu
24 24 26
8 2
5 1
1
2 1
Bukit Gajah
Sapi Bali Sapi Bali Sapi Bali
Sorek
Sapi Bali
11
Sapi Bali
28
2
Jumlah
113
12
Lubuk Kembang Sari
III Pangkalan Lesung Mayang Sari
<
N
>
5 1
3 1
7
2 6
2 6
1
5
6
TP
MG <
N
<
N
>
1 2
1 1
5 1
1
1
1
1
8
3
3
7
>
1
Ket : Ca : Calsium; P : Phospor; Mg : Magnesium ; TP : Total Protein
Pembahasan Hasil pengamatan dan wawancara dengan peternak dan petugas Puskeswan di lapangan menunjukkan bahwa secara klinis masih banyak ditemukan adanya gejala klini penyakit Jembrana, yaitu hewan tampak lesu, pembengkakan limfoglandula prefemoralis dan adanya lesi kehitaman pada kulit bekas gigitan vektor yang mengakibatkan keringat darah. Bahkan ada kematian pedet umur 3 bulan pada saat tim investigasi datang. Hasil nekropsi terjadi perdarahan pada organ dan pada limpa menunjukkan perubahan splenomeghali (limpa membesar sampai 5 x ukuran normal, rapuh). Hal ini merupakan perubahan patologi anatomis patognomonis hewan yang terinfeksi virus Penyakit Jembrana. Organ limpa tersebut diambil untuk dibawa ke laboratorium guna pengujian lebih lanjut. Hasil pengujian di laboratorium meneguhkan diagnosa klinis dan epidemiologi di lapangan.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Pengujian dengan metode PCR menunjukkan positif virus Penyakit Jembrana pada sampel darah, begitu pula dari organ pedet yang mati. Hal ini diperkuat dengan hasil pengujian hematologi, dari 13 sampel terdapat 10 sampel (76,92%) mengalami leukopenia (jumlah WBC) jauh dibawah standar normal (Tabel 5). Adanya infeksivirus Penyakit Jembrana ini diperparah oleh adany infeksi parasit darah, dari 112 sampel, hanya ada 2 sampel (1,78%) yang negatif parasit darah. Vektor penyakit seperti lalat (Tabanus sp) dan
caplak
(Boophilus sp) banyak terdapat pada hewan dan sekitar kandang. Hal ini makin memperparah kondisi ternak. Berdasarkan keterangan dari petugas dan peternak, dapat disimpulkan bahwa terjadinya penyebaran penyakit karena pergerakan lalu lintas hewan yang sakit tidak dapat dicegah. Peternak dengan kepemilikan sapi Balinya 10-20 ekor, ketika sudah ada ternaknya sakit dan mati merasa cemas, sehingga mereka menjual sisa sapi yang ada di kandang ke toke ternak. Oleh toke ternak sapi tersebut dijual kembali ke
6
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
peternak lainnya baik dalam satu desa maupun ke desa lain dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Petugas tidak kuasa untuk mencegahnya. Mereka hanya memberikan penjelasan akibat yang akan ditimbulkan. Petugas juga sudah memberikan pengobatan supportif (Biosan, Biosalamin) dan pengobatan parasit darah dengan Typonil pada ternak yang sakit. Sistem peternakan semiintensif di daerah ini, dimana ternak digembalakan di kebun kelapa sawit pada siang hari dan dikandangkan pada malam harinya, merupakan faktor pendukung cepatnya penyebaran penyakit Jembrana. Walaupun kondisi ternaknya terlihat
gemuk namun dapat tertular dan
Daftar Pustaka Dharma. D.M.N, Ladds PW, Wilcox G.E and Campbell R.S.F. 1994. Immunopathology of experimental Jembrana disease in Bali cattle. Vet. Imunopathol. 44:31-44 Hartaningsih N., N.L.P Agustini, I.W.M. Tenaya dan E. Supartika, 2004. Validasi Metode Diagnosa Laboratorium Penyakit Jembrana. Bulletin Veteriner BPPV Denpasar XVI. 65 : 39-45 Hartaningsih. N., I.W.M, Tenaya dan N.L.P Agustini, 2000. Bulletin Veteriner BPPH Wil VI Denpasar. Vol. XII/56:2-3 Soeharsono S, Wilcox G.E, Putra A.A, Hartaningsih,
menyebabkan kematian. Hal ini membuat peternak
Sulistyana K. and Tenaya M. 1995.
The
merasa cemas.
transmission of Jembrana disease, a lentivirus disease of Bos javanicus cattle. Epidemio. Infect.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pengamatan gejala klinis, patologi anatomi, epidemiologi di lokasi wabah, wawancara dengan petugas dan peternak, dan hasil laboratorium maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kematian ternak sapi Bali yang terjadi di Kabupaten Pelalawan pada bulan April – September disebabkan oleh Penyakit Jembrana. 2. Sampai saat investigasi dilakukan masih terjadi kematian pada ternak sapi Bali di Kecamatan Ukui. 3. Untuk menanggulangi kasus kematian ternak sapi Bali yang masih terjadi, agar dapat dilakukan isolasi pada dan pengobatan supportif pada ternak sapi yang menunjukkan gejala klinis. 4. Lalu lintas atau pergerakan sapi sakit ke daerah lain agar dapat dicegah semaksimal mungkin. 5. Kebijakan untuk melakukan vaksinasi Penyakit Jembrana perlu dikaji dan dipertimbangkan untuk mengatasi wabah yang ada di propinsi Riau.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
115: 367-374 Subronto (1995). Ilmu Penyakit Ternak I, Universitas Gadjah Mada Press. Tenaya I.W.M. and N. Hartaningsih, 2004. Detection of JDV carrier animals by PCR. Bulletin Veteriner BPPV Denpasar XVI. 65 : 46-50 Tenaya I.W.M., Ananda dan N. Hartaningsih, 2003. Detection of JDV carrier animals Deteksi proviral DNA virus Jembrana pada limfosit sapi Bali dengan uji Polymerase Chain raction . Bulletin Veteriner BPPV Denpasar XV. 63 : 44-48 Tenaya I.W.M. and N. Hartaningsih, 2005. Aplikasi Uji PCR untuk mendiagnosa wabah penyakit Jembrana di Kalimantan Timur dan Selatan. Proceeding Pertemuan Ilmiah Nasional. Bogor. Wilcox G.E., G., Kertayadnya, N., Harataningsih, S., Soeharsono, D.M.N, Dharma, T., Robetson, (1992). Evidence for Viral Etiology of Jembrana Disease in Bali Cattle. J. Vet. Microbiology
7
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Gambaran Perkembangan Kasus Dan Distribusi Daerah Tertular Penyakit Avian Influenza Di Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2005-2013 Rina hartini, Yuli M., Yulfitria, Martdeliza, Daniel F., Erdi, Azfirman
Abstrak Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas. Penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A famili Orthomyxoviridae. Materi yang diperiksa terhadap penyakit Avian Influenza berasal dari dari kegiatan aktif surveillans dan monitoring dan kegiatan pasif yang dikirim oleh peternak, Dinas Peternakan, perusahaan maupun anggota PDSR (Partisipatory Disease Surveilans and Respond) berupa sampel swab kloaka, trakea, sarang burung, feses, tanah dan air yang dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Virologi, Bioteknologi dan data menggunakan sumber data sekunder dari Seksi Informasi Veteriner yang didasarkan atas pengumpulan data hasil pemeriksaan selama tahun 2005-2013. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data di Seksi Informasi Veteriner. Sedangkan metode pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Virologi adalah Inokulasi pada Telur Embryo Tertunas (TET), dan di laboratorium Biotek dilaksanakan diagnosa secara molekular. Dari tahun 2005-2013 dapat diketahui bahwa kasus AI di wilayah Kerja Bavalai Veteriner pada tahun 2005 sebanyak 38 kasus yang terdistribusi di 18 desa, tahun 2006 sebanyak 231 kasus di 96 desa, tahun 2007 sebanyak 473 kasus di 175 desa, tahun 2008 sebanyak 130 kasus di 81 desatahun 2009 sebanyak 149 kasus di 159 desa, tahun 2010 sebanyak 66 kasus di 33 desa, tahun 2011 sebanyak 366 kasus di 92 desa, tahun 20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa dan tahun 2013 sebanyak 142 kasus di 30 desa. Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI terbanyak dan penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun 2007. Kata Kunci : : AI, Kasus, Distribusi, Regional II Bukittinggi Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi Korespondensi :
[email protected],
[email protected] Telp: 085274152218
Pendahuluan Avian Influenza (AI) merupakan penyakit viral pada unggas. Penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A famili Orthomyxoviridae. Virus ini pertama kali ditemukan di Italia tahun 1878 oleh Perroncito sebagai penyakit Fowl Plague dan berdasarkan antigen permukaannya dapat dibedakan berdasarkan Haemaglutinin (HA 1-15) dan Neuraminidase (NA 1-9) (Barnes, et all, 1997). Penyakit AI ini bersifat zoonosis. Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat mencapai 100%. Spesies yang rentan adalah hampir apada semua bangsa unggas seperti
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
burung-burung liar, Itik, burung puyuh, babi, kucing, kuda, ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati, burung merak putih, burung perkutut serta manusia. Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara tidak langsung melalui debu, pakan, air minum, petugas, peralatan kandang, sepatu, baju dan kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam hidup yang terinfeksi. Unggas air seperti itik dan entog dapat bertindak sebagai carrier (pembawa virus) tanpa menujukkan gejala klinis. Unggas air biasanya berperan
8
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
sebagai sumber penularan terhadap suatu peternakan
di Indonesia telah melaporkan adanya kasus penyakit
ayam atau kalkun. Penularan secara vertikal atau
Avian Influenza pada unggas. Penyakit ini merupakan
konginetal belum diketahui, karena belum ada bukti
penyakit yang sangat mengkhawatirkan tidak hanya
ilmiah maupun empiris. Masa inkubasi bervariasi dari
karena dampaknya pada kesehatan masyarakat tetapi
beberapa jam sampai 3 (tiga) hari pada individual
juga karena dampak sosio-ekonomisnya yang negatif
unggas terinfeksi atau sampai 14 hari di dalam flok.
bagi peternak rakyat dan skala kecil yang
Burung migrasi, manusia dan peralatan pertanian
menggantungkan pendapatan utama atau
merupakan faktor beresiko masuknya penyakit. Pasar
sampingannya pada unggas mereka (Dirkeswan, 2014).
burung dan pedagang pengumpul juga berperanan
Wabah AI pertama di Regional II terjadi di kota
penting bagi penyebaran penyakit. Media pembawa
Pariaman pada bulan Maret 2004 pada ayam buras.
virus berasal dari ayam sakit, burung, dan hewan
Gejala klinis yang ditimbulkan saat itu masih konsisten
lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi,
seperti kematian mendadak, petekhie pada subkutan
rak telur (egg tray), serta peralatan yang tercemar.
dan perdarahan pada bagian tubuh yang tidak berbulu.
Manusia menyebarkan virus ini dengan memindahkan
Wabah AI kemudian menyebar ke kabupaten lainnya
dan menjual unggas sakit atau mati (Ditkeswan,
bahkan ke propinsi tetangga Sumatera Barat yakni
20014).
propinsi Riau, dan tahun 2005 menyebar ke propinsi
Kejadian penyakit Avian di Indonesia mucul
Jambi dan Kepulauan Riau. Kasus AI yang terjadi di
sejak akhir tahun 2003 kejadian ini telah menyebabkan
daerah ini tidak terjadi sepanjang waktu, setelah tidak
kerugian ekonomi yang besar bagi peternak karena
dilaporkan pada bulan-bulan kemarau, kemudian pada
angka kematiannya yang mencapaai 100% serta dapat
musim hujan banyak terjadi kematian ternak unggas
mengancam kesehatan manusia.. Sejak tanggal 29
yang disebabkan oleh virus AI ini (BPPV II Bukittinggi,
Januari 2004 Pemerintah secara resmi menetapkan
2005).
bahwa di Indonesia telah berjangkit wabah penyakit
Adapun tujuan tulisan ini adalah untuk
Avian Influenza dan bersifat zoonosis. Dari bulan
mengetahui perkembangan kasus Penyakit Avian
Agustus 2003 sampai Februari 2004 terjadi wabah
Influenza dan distribusi daerah tertular di wilayah kerja
penyakit unggas yang menyebabkan kematian unggas
Balai Veteriner Bukittinnggi. Mengetahui penyebaran
sebesar 6,4% dari populasi unggas di wilayah seluruh
p e n ya k i t Av i a n I n fl u e n z a d i K a b u p a t e n / Ko t a ,
Propinsi yang ada di Pulau Jawa, Propinsi Kalimantan
Kecamatan dan Desa di wilayah kerja BPPV regional II
Selatan, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan Tengah dan
Bukittinggi
Propinsi Lampung. Spesies unggas tertular yang dilaporkan adalah ayam petelur (layer), ayam pedaging (broiler), ayam buras, itik, entok, angsa, burung unta, burung puyuh, burung merpati, burung merak putih, burung perkutut (Dirkeswan, 2014). Pada saat ini, penyakit Avian Influenza endemik di pulau Jawa, Sumatera dan Bali serta sebagian Sulawesi dan Kalimantan. Sekarang, 31 dari 33 provinsi
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Materi dan Metode Materi Materi yang diperiksa terhadap penyakit Avian Influenza berasal dari dari kegiatan aktif surveillans dan monitoring dan kegiatan pasif yang dikirim oleh peternak, Dinas Peternakan, perusahaan maupun anggota PDSR (Partisipatory Disease Surveilans and
9
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Respond) berupa sampel swab kloaka, trakea, sarang burung, feses, tanah dan air
Metode
yang dilakukan
Metode yang digunakan adalah mengumpulkan
pemeriksaan di Laboratorium Virologi, Bioteknologi
data di Seksi Informasi Veteriner. Sedangkan metode
dan data menggunakan sumber data sekunder dari
pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium Virologi
Seksi Informasi Veteriner yang didasarkan atas
adalah Inokulasi pada Telur Embryo Tertunas (TET),
pengumpulan data hasil pemeriksaan selama tahun
dan di laboratorium Biotek dilaksanakan diagnosa
2005-2013.
secara molekular.
Hasil dan Pembahasan Hasil Gambar 1. Kasus AI di Regional II Bukittinggi per Propinsi
Kasus AI Regional II
Sumbar
Riau
175
Kepri
215
210
200
Jambi
182
150 125
125
101
100 75
60
67
50 25
82
75
23 4 11 0
2005
26
37
44 15
13
2006
39
2007
38
40
1
4
5 18
2008
2009
2010
55 50
30
51 13
11
2011
2012
36 12
2013
Gambar 2. Jumlah total kasus AI di Regional II Bukittinggi per Propinsi
Jumlah Kasus AI Regional II Bukittinggi 473 400
336
350 300
231
250 200
130
150 100 50
149
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
142
66
38
2005
149
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
10
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Gambar 3. Distribusi sebaran daerah tertular Kasus AI di Regional II Bukittinggi
Jumlah Daerah Kasus AI
Kabupaten / Kota
Kecamatan
Desa
175
165
159
150 135 120 105
98
96
92
90
81
75
70
60
57
51
56
45 29
30 15
11 14
28
18
2005
2006
25
2007
29
22
2008
33
30
27
16
2009
11
2010
2011
16
2012
20
16
24
2013
Gambar 4. Jumlah desa tertular Kasus AI di Regional II Bukittinggi
Jumlah Desa Tertular AI 175
180
159
160 140 120
96
100
92
81
80 60 40 20
33 20
18
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
30
2013
Dari tahun 2005-2013 dapat diketahui bahwa
tahun 2011 sebanyak 366 kasus di 92 desa, tahun
kasus AI di wilayah Kerja Bavalai Veteriner pada tahun
20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa dan tahun 2013
2005 sebanyak 38 kasus yang terdistribusi di 18 desa,
sebanyak 142 kasus di 30 desa.
tahun 2006 sebanyak 231 kasus di 96 desa, tahun 2007
Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian
sebanyak 473 kasus di 175 desa, tahun 2008 sebanyak
kasus AI terbanyak dan penyebaran desa tertular
130 kasus di 81 desatahun 2009 sebanyak 149 kasus di
terbanyak terjadi pada tahun 2007
159 desa, tahun 2010 sebanyak 66 kasus di 33 desa,
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
11
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 1. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Sumatera Barat
Tabel 3. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Riau
Tahun
Jumlah Sampel
Kasus Positif AI
Kasus Negatif AI
Tahun
Jumlah Sampel
Kasus Positif AI
Kasus Negatif AI
2005
138
4
134
2005
128
23
105
2006
1601
67
974
2006
1534
125
1409
2007
1846
210
1636
2007
1936
182
1754
2008
1450
75
1375
2008
729
39
690
2009
1069
101
968
2009
491
40
451
2010
567
18
549
2010
562
38
524
2011
1025
215
810
2011
525
50
475
2012
643
55
588
2012
293
51
242
2013
1027
82
945
2013
307
12
295
Tabel 2. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Sumater Barat
Tabel 4. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Riau
Tahun
Jumlah Kab / Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa
Tahun
Jumlah Kab / Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa
2005
2
3
4
2005
5
7
7
2006
11
30
40
2006
8
27
38
2007
15
50
93
2007
7
31
58
2008
12
25
46
2008
9
19
27
2009
13
37
66
2009
6
14
87
2010
7
11
13
2010
7
16
18
2011
14
32
59
2011
6
14
20
2012
5
8
11
2012
4
6
7
2013
9
15
19
2013
4
5
5
Di Propinsi Sumatera Barat dapat diketahui
Di Propinsi Riau dapat diketahui bahwa kasus AI
bahwa kasus AI pada tahun 2005 sebanyak 4 kasus
pada tahun 2005 sebanyak 23 kasus yang terdistribusi
yang terdistribusi di 4 desa, tahun 2006 sebanyak 67
di 7 desa, tahun 2006 sebanyak 125 kasus di 38 desa,
kasus di 40 desa, tahun 2007 sebanyak 210 kasus di 93
tahun 2007 sebanyak 182 kasus di 58 desa, tahun 2008
desa, tahun 2008 sebanyak 75 kasus di 25 desa, tahun
sebanyak 39 kasus di 27 desa, tahun 2009 sebanyak 40
2009 sebanyak 101 kasus di 37 desa, tahun 2010
kasus di 87 desa, tahun 2010 sebanyak 38 kasus di 18
sebanyak 18 kasus di 11 desa, tahun 2011 sebanyak
desa, tahun 2011 sebanyak 50 kasus di 20 desa, tahun
215 kasus di 32 desa, tahun 20012 sebanyak 55 kasus di
2012 sebanyak 51 kasus di 7 desa dan tahun 2013
8 desa dan tahun 2013 sebanyak 82 kasus di 15 desa.
sebanyak 12 kasus di 5 desa. Dari data ini dapat
Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI
diketahui bahwa kejadian kasus AI terbanyak pada
terbanyak dan penyebaran desa tertular terbanyak
tahun 2007 dan penyebaran desa tertular terbanyak
terjadi pada tahun 2007 dan paling sedikit terjadi pada
terjadi pada tahun 2009 dan paling sedikit terjadi pada
tahun 2005
tahun 2013.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
12
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 5. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Jambi
Tabel 7. Kasus penyakit Avian Influenza di Propinsi Kepulauan Riau
Tahun
Jumlah Sampel
Kasus Positif AI
Kasus Negatif AI
Tahun
Jumlah Sampel
Kasus Positif AI
Kasus Negatif AI
2005
71
11
60
2005
22
0
22
2006
966
13
953
2006
881
26
855
2007
594
37
557
2007
1046
44
1002
2008
514
1
513
2008
606
15
591
2009
387
4
383
2009
338
4
334
2010
306
5
301
2010
367
5
362
2011
406
60
346
2011
236
11
225
2012
241
13
228
2012
429
30
339
2013
387
12
375
2013
430
36
394
Tabel 6. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Jambi
Tabel 8. Jumlah daerah tertular penyakit Avian Influenza di Propinsi Kepri
Tahun
Jumlah Kab / Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa
Tahun
Jumlah Kab / Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa
2005
4
4
7
2005
0
0
0
2006
5
5
5
2006
5
8
13
2007
4
10
12
2007
2
7
12
2008
1
1
1
2008
3
6
7
2009
1
4
4
2009
2
2
2
2010
1
1
1
2010
1
1
1
2011
5
8
11
2011
2
2
2
2012
1
1
1
2012
1
1
1
2013
1
2
3
2013
2
2
3
Di Propinsi Jambi dapat diketahui bahwa kasus
Di Propinsi Kepulauan Riau dapat diketahui
AI pada tahun 2005 sebanyak 11 kasus yang
bahwa kasus AI pada tahun 2005 belum ditemukan
terdistribusi di 7 desa, tahun 2006 sebanyak 13 kasus di
kasus AI. Kejadian AI pertama kali ditemukan di
5 desa, tahun 2007 sebanyak 594 kasus di 12 desa,
Propinsi ini sejak tahun 2006 sebanyak 26 kasus di 13
tahun 2008 sebanyak 1 kasus di 1 desa, tahun 2009
desa, tahun 2007 sebanyak 44 kasus di 7 desa, tahun
sebanyak 4 kasus di 4 desa, tahun 2010 sebanyak 5
2008 sebanyak 15 kasus di 6 desa, tahun 2009
kasus di 1 desa, tahun 2011 sebanyak 60 kasus di 11
sebanyak 4 kasus di 2 desa, tahun 2010 sebanyak 5
desa, tahun 2012 sebanyak 13 kasus di 1 desa dan
kasus di 1 desa, tahun 2011 sebanyak 11 kasus di 2
tahun 2013 sebanyak 12 kasus di 3 desa. Dari data ini
desa, tahun 2012 sebanyak 30 kasus di 1 desa dan
dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI terbanyak dan
tahun 2013 sebanyak 36 kasus di 3 desa. Dari data ini
penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun
dapat diketahui bahwa kejadian kasus AI terbanyak
2011 dan paling sedikit terjadi pada tahun 2007.
pada tahun 2007 dan penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun 2006 dan paling sedikit terjadi pada tahun 2010.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
13
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Balai Veteriner Bukittinggi sejak tahun 2004 telah melakukan telah melakukan diagnosa terhadap penyakit Avian Influenza sejak kasus AI pertama kali muncul diwilayah Regional II Bukittinggi. Hasil
7. Pengisian Kembali (Restocking) Unggas 8. Tindakan Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh (Stamping Out) Di Daerah Tertular Baru 9. Monitoring, Pelaporan Dan Evaluasi
diagnosa Inokulasi Telur Embrio Tertunas (ITET) yang berbeda dengan PCR karena diagnosa secara ITET hanya dapat memeriksa virus yang masih hidup dan diagnosa secara PCR dapat mendiagnosa virus yang hidup maupun mati. Kasus Avian Influenza yang terjadi sering menginfeksi pada ayam buras, itik, puyuh, entok, ayam broiler dan ayam layer. Secara umum kasus AI pada saat ini tidak menunjukkan gejala klinis oleh sebab itu sangat dibutuhkan pemeriksaan secara laboratorium terutama pada itik. Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam pencegahan penyakit Avian Influenza adalah dengan Mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 17/Kpts/ PD.640/F/02.04 Tanggal 4 Pebruari 2004 Tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian Dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influenza Pada Unggas (Avian Influenza) (Kepdirjennak No: 4 6 / K p t s / P D. 6 4 0 / F / 0 4 . 0 4 K e p d i r j e n n a k N o : 46/PD.640/F/08.05),. Dalam Surat Keputusan Tersebut Terdapat 9 Langkah Tentang Cara Pencegahan, Pengendalian Dan Pemberantasan Penyakit Avian Influenza sebagai
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Kasus HPAI selama tahun 2005-2013 hasil pemeriksaan Balai Veteriner menunjukkan adanya fluktuasi jumlah kasus dan distribusi desa yang tertular penyakit Avian Influenza di Wilayah Kerja yang meliputi Propinsi Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan pada tahun 2005 sebanyak 38 kasus yang terdistribusi di 18 desa, tahun 2006 sebanyak 231 kasus di 96 desa, tahun 2007 sebanyak 473 kasus di 175 desa, tahun 2008 sebanyak 130 kasus di 81 desatahun 2009 sebanyak 149 kasus di 159 desa, tahun 2010 sebanyak 66 kasus di 33 desa, tahun 2011 sebanyak 366 kasus di 92 desa, tahun 20012 sebanyak 149 kasus di 20 desa dan tahun 2013 sebanyak 142 kasus di 30 desa. Dari data ini dapat diketahu bahwa kejadian kasus AI terbanyak dan penyebaran desa tertular terbanyak terjadi pada tahun 2007
Saran Kegiatan surveilans dan monitoring penyakit
berikut :
Avian Influenza masih harus terus dilaksanakan dalam
1. Pelaksanaan Biosekuriti Secara Ketat
p e n c e g a h a n , p e n g e n d a l i a n d a n p e n ya k i t d a n
2. Tindakan Pemusnahan Unggas Selektif (Depopulasi)
diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
Di Daerah Tertular
perkembangan virus AI.
3. Pelaksanaan Vaksinasi/ Pengebalan 4. Pengendalian Lalu Lintas 5. Surveilans Dan Penelusuran 6. Peningkatan Kesadaran Masyarakar (Public Awareness)
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
14
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Daftar Pustaka Anomim. 2007. Rencana Strategis Nasional dan Situasi HPAI di Indonesia. Dalam Local Government Workshop (LGWS) Wilayah Riau dan Kepulauan Riau. BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau Tahun 2005 No.409/2005, BPPV Regional II Bukittinggi. 2005. Barnes,H.J., Beard,C.W., McDougalg, L.R., Saif, Y.M., Didease of Poultry page.73-74, 583-587 Iowa State University Press Ames, Iowa,USA 1997.
BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau Tahun 2010 No.443/2010, BPPV Regional II Bukittinggi. 2010. BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau Tahun 2011 No.453/2011, BPPV Regional II Bukittinggi. 2011. BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau Tahun 2012 No.504/2013, BPPV Regional II Bukittinggi. 2012. BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II
BPPV Bukittinggi, 2006. Peta Penyakit Hewan Regional
Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan
II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan
Kepulauan Riau Tahun 2013 No.409/2013, BPPV
Kepulauan Riau Tahun 2007 No.409/2007, BPPV
Regional II Bukittinggi. 2013.
Regional II Bukittinggi. BPPV Bukittinggi, 2007. Peta Penyakit Hewan Regional
Miswati Y., dkk. Karakteristisasi Molekuler Virus Avian Influenza Sub Type H5N1 di Kabupaten Padang
II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan
Pariaman dan Kota Pekanbaru.
Kepulauan Riau Tahun 2007 No.420/2008, BPPV
Informasi Kesehatan Hewan Vol 12 No.81 Tahun
Regional II Bukittinggi.
2010. 2010
Buletin
BPPV Bukittinggi, 2008. Peta Penyakit Hewan Regional
Oktavia V., dkk. Surveillans dan Monitoring Avian
II Propinsi Sumaterta Barat, Riau, Jambi dan
Influenza dlam rangka penangan dan
Kepulauan Riau Tahun 2008 No.437/2009, BPPV
pengendalian wabah Virus Flu Burung di Wilayah
Regional II Bukittinggi.
Regional II Bukittinggi Tahun 2009. . Buletin
BPPV Bukittinggi. Peta Penyakit Hewan Regional II Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau Tahun 2009 No.437/2009, BPPV Regional II Bukittinggi. 2009.
Informasi Kesehatan Hewan Vol 11 No.79 Tahun 2000. 2009. http://keswan.ditjennak.deptan.go.id/index.php/blog/ read/berita/penyakit-avianinfluenza#sthash.xCOSvilY.dpuf
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
15
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Serosurveilans Porcine Reproductive and Respiratory (PRRS) di Beberapa Daerah Wilayah Kerja Balai Veteriner Bukittinggi Tahun 2008-2013 Martdeliza, Yulfitria, Nico Febrianto, Rina hartini
Abstrak Porcine reproductive and respiratory syndropme atau penyakit telinga biru, merupakan penyakit menular pada babi, yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Kerugian tersebut dapat berupa kematian babi, keguguran dan kematian pada anak babi yang baru dilahirkan dan mumifikasi. Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian, No. 4026/Kpts./OT.140/3/2013, ditetapkan bahwa PRRS termasuk penyakit hewan menular strategis yang sudah ada di Indonesia. Pengamatan terhadap penyebaran penyakit PRRS ini penting dilakukan, informasi yang diperoleh akan bermanfaat bagi pemegang kebijaksanaan untuk mengambil tindakan agar penyakit ini tidak meluas. Tulisan ini merupakan hasil serosurveilan yang dilakukan oleh Balai veteriner selama 6 tahun terakhir. Sampel yang diuji berupa serum babi yang berasal dari beberapa daerah di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Pengujian dilakukan dengan metode ELISA menggunakan Kit Komersial. Dari 280 serum yang diperiksa pada tahun 2008; 11.4 % seropositif, pada Tahun 2009; 17.5 % seropositif (dari 183 serum), Tahun 2010; 0 % seropositif (dari 36 serum), Tahun 2011; 0 % (dari 219 serum), Tahun 2012; 22.2 % (dari 306 serum), tahun 2013; 5.2 % (dari 96 serum). Hasil seropositif kemungkinan karena ternak divaksin, atau pernah terpapar virus PRRS. Untuk mencegah penyebaran penyakit perlu pengawasan terhadap lalu lintas ternak. Dalam hal menentukan suatu daerah bebas atau tidak dari virus PRRS akan lebih baik lagi jika pemeriksaan dilakukan dengan metode PCR. Kata Kunci : PRRS, Kasus, Distribusi, Regional II Bukittinggi Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi Korespondensi :
[email protected],
[email protected] Telp: 081236810270
Pendahuluan Porcine reproductive and respiratory syndropme (PRRS) disebut juga swine infertility and respiratory syndrome (SIRS), porcine epidemic abortion and respiratory syndrome (PEARS) atau penyakit telinga biru, merupakan penyakit menular pada babi, yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Kerugian tersebut dapat berupa kematian babi, keguguran dan kematian pada anak babi yang baru dilahirkan dan mumifikasi. PRRS disebabkan oleh genus Arterivirus dari famili Arteriviridae. Materi genetik virus tersusun atas RNA, bentuk bundar, ukuran 45–80 nm dan memiliki amplop. Inaktif dalam ether dan kloroform.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Penularan melalui babi yang terinfeksi, tetapi virus juga bisa menular melalui feces, urine, semen dan muntahan. Penyakit ini dilaporkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1987 (Keffaber, 1989) dan semenjak itu penyakit tersebar di beberapa Negara seperti Kanada, Inggris, Belanda, Asia Tenggara, Malta, Cyprus dan Indonesia. Di Indonesia dilaporkan secara serologis di Sumatera Utara (Sumaryani dkk,1998) dan Kupang (Ketut Santhia dkk, 1999). Pada tahun 2009 terjadi kasus penyakit babi di Sumatera Utara, penyebab penyakit diidentifikasi sebagai virus PRRS. Dalam Surat
Keputusan Menteri Pertanian No.
4026/Kpts./OT.140/3/ 2013, ditetapkan bahwa PRRS
16
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
termasuk penyakit hewan menular strategis yang
densitas dibaca pada panjang gelombang 650 nm pada
sudah ada di Indonesia. Pengamatan terhadap
mesin pembaca ELISA. Hasilnya dikalkulasikan dengan
penyebaran penyakit PRRS ini penting dilakukan,
menggunakan formula dari IDEXX. Ada tidaknya
informasi yang diperoleh akan bermanfaat bagi
antibodi terhadap PRRS ditentukan dengan
pemegang kebijaksanaan untuk mengambil tindakan
menghitung OD serum yang diuji dikurangi OD kontrol
agar penyakit ini tidak meluas. Tulisan ini merupakan
negatif dibagi dengan selisih OD kontrol positif dengan
hasil serosurveilan yang dilakukan oleh Balai veteriner
OD kontrol negatif (S/P) rasio. Hasil dinyatakan positif
selama 6 tahun terakhir.
apabila rasio S/P lebih besar atau sama dengan 0.4.
Materi dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Sampel yang diuji berupa serum babi yang
Sampel serum yang dianalisis dalam tulisan ini
berasal dari beberapa daerah di wilayah kerja Balai
sebanyak 1120 serum dengan rincian sebagai berikut,
Veteriner Bukittinggi, pada tulisan ini diambil data
pada Tahun 2008 diperiksa sebanyak 280 serum, Tahun
pengujian dari tahun 2008 sampai tahun 2013.
2009 sebanyak 183 serum, 36 serum pada Tahun 2010, 219 serum pada Tahun 2011, 306 serum pada Tahun
Uji enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
Sampel berasal dari beberapa daerah diwilayah kerja
Antigen dan antiserum acuan terhadap virus
Balai Veteriner Bukittinggi yaitu dari Propinsi Sumatera
PRRS dalam uji ini diperoleh dari IDEXX dalam bentuk
Barat, Propinsi Riau, Propinsi Kepulauan Riau, dan
ELISA kit komersial (Herdcheck* PRRS X3 Porcine
Propinsi jambi. Jumlah sampel yang diperiksa pertahun
Repro ductive and Respiratory Syndrome virus
bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh jumlah sampel dari
antibody Test Kit, IDEXX Laboratories, USA). Mikroplat
lapangan dan ketersediaan Kit Elisa PRRS di
ELISA dengan 96 lubang telah dilapisi dengan antigen
laboratorium.
2012 dan pada Tahun 2013 diperiksa 96 serum (tabel 1).
PRRS. Sebanyak 100 ul serum kontrol negatif dan
Pada tabel 2 dapat dilihat dari 280 serum yang
positif PRRS dimasukkan kedalam sumuran plate
diperiksa 11.4% (32 serum) mengandung antibodi
dengan posisi sesuai dengan lembar kerja yang dibuat
terhadap PRRS. Hal ini merupakan indikasi hewan
sebelumnya. Serum yang akan diuji diencerkan 1 :40
pernah terpapar virus PRRS atau hewan di vaksin
dan dimasukkan pada sumuran plate sesuai dengan
dengan vaksin PRRS
lembar kerja Inkubasi dilakukan pada suhu kamar (18 ºC–25º C) selama 30 menit, lalu mikroplat dicuci
2013 ( 96 )
dengan wash buffer 3-5 kali. Sebanyak 100 u1 AntiPorcine IgG: HRPO conjugate dimasukkan pada tiap sumuran, lalu diinkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar. Mikroplat dicuci 3-5 kali dengan wash buffer sebelum ditambahkan 100 ul substrat solution
2012 ( 306 ) 2011 ( 219 )
2008 ( 280 ) 2009 2010 ( 183 ) ( 36 )
(TMB). Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 15 menit, lalu ditambahkan 100 ul stop solution. Optikal
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Tabel 1. Perbandingan jumlah serum pertahun
17
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 2. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2008 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
Provinsi Sumatera Barat
70
0
0%
Provinsi Riau
70
2
2.90%
Provinsi Kepulauan Riau
140
30
21.40%
Jumlah
280
32
11.40%
Dari 183 serum yang diperiksa pada Tahun 2009,
farm komersial yang melakukan vaksinasi terhadap
17.5 % (32 serum) positif antbodi PRRS (tabel 3).
PRRS, hasilnya 62.9 % seropositif. Sedang untuk serum
Pengujian terhadap 32 serum dari Propinsi Sumatera
lainnya tidak ada keterangan vaksinasi, serum berasal
Barat menunjukkan hasil 3.1 % seropositif, Propinsi
dari peternakan rakyat dan kemungkinan besar tidak
Riau 3.6 % seropositif dari 84 serum yang diuji, Propinsi
divaksin. Hasil seropositif menunjukkan bahwa hewan
Jambi 17.4 % seropositif dari 23 serum yang diperiksa,
pernah terpapar virus PRRS atau masyarakat membeli
Propinsi Kepri 33.3 % seropositif dari 9 serum yang diuji.
ternak dari farm yang melakukan vaksinasi atau
Dari tabel 3 dapat dilihat serum yang berasal dari
membeli dari daerah yang pernah terjadi kasus PRRS.
Propinsi Kepulauan Riau terbagi 2, 35 serum bersal dari Tabel 3. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2009 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
Provinsi Sumatera Barat
32
1
3.10%
Provinsi Riau
84
3
3.60%
Provinsi Jambi
35*
22
62.90%
9
3
33.30%
23
4
17.40%
183
33
18.00%
Provinsi Kepulauan Riau Jumlah * (hewan divaksin)
Tabel 4. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2010 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
Provinsi Riau
18
0
0.00%
Provinsi Jambi
18
0
0.00%
Jumlah
36
0
0.00%
Tahun 2010 Balai veteriner Bukittinggi melakukan pengujian terhadap 36 serum yang berasal dari Propinsi Riau dan Propinsi Jambi. Hasil uji, semua serum negatif antibodi PRRS (tabel 4).
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
18
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 5. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2011 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
43
0
0.00%
Provinsi Riau
100
0
0.00%
Provinsi Jambi
16
0
0.00%
Provinsi Kepulauan Riau
60
0
0.00%
Jumlah
219
0
0.00%
Provinsi Sumatera Barat
Sebanyak 219 serum yang diperiksa pada Tahun 2011 (tabel 5) menunjukkan hasil seronegatif, sampel
berasal dari semua propinsi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi.
Tabel 6. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2012 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
26
0
0.00%
104
3
2.90%
Provinsi Jambi
49
13
26.50%
Provinsi Kepulauan Riau
70*
52
74.30%
57
0
0.00%
306
68
22.20%
Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau
Jumlah * (hewan divaksin)
Hasil pengujian 306 serum pada tahun 2012
Pada tabel 7 dibawah dapat dilihat dari 96 serum
(tabel 6) menunjukkan 22.2 % seropositif. Semua
yang diuji, menunjukkan hasil 5.2 % seropositif. Serum
sampel dari Propinsi sumatera barat menunjukkan
yang diuji berasal dari Propinsi Riau sebanyak 71
hasil seronegatif. 2.9 % dari serum yang berasal dari
serum. Dan dari 71 serum tersebut tidak ada yang
propinsi Riau menunjukkan hasil seropositif, 26.5 %
mengandung antibodi terhadap PRRS. Sedangkan dari
seropositif dari 49 serum yang berasal dari Propinsi
25 serum dari Propinsi Kepulauan Riau yanng diperiksa,
J a m b i . U n t u k ke p u l a u a n R i a u d a r i 7 0 s e r u m
sebanyak 20 % seropositif PRRS.
postvaksinasi yang diperiksa, 74.3 % seropositif, sedangkan dari 57 serum yang diambil dari ternak yang tidak divaksinasi, semuanya seronegatif. Tabel 7. Distribusi, asal sampel, jumlah sampel, antibodi positif PPRS dan prevalensi positif antibodi PRRS Tahun 2013 ASAL SAMPEL ANTIBODI
JUMLAH SAMPEL
ANTIBODI POSITIF PRRS
PREVALENSI POSITIF
Provinsi Riau
71
0
0.00%
Provinsi Kepulauan Riau
25
5
20.00%
Jumlah
96
5
5.20%
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
19
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 8. Presentase seropositif PRRS /tahun PROVINSI TAHUN
SUMBAR
RIAU
JAMBI
KEPRI
2008
0
2.9
-
21.4
2009
3.1
3.6
18
33.3
2010
-
0
0
-
2011
0
0
0
0
2012
0
2.9
26.5
0
2013
-
0
-
20
Berdasarkan data pengujian serologis yang dilakukan dari Tahun 2008 sampai Tahun 2013 (tabel 8) oleh Balai Veteriner Bukittinggi, diwilayah Propinsi Sumatera Barat, pada Tahun 2009 terdeteksi 3.1 % seropositif dari serum ternak yang tidak di vaksin. Hal ini terjadi mungkin ternak pernah terpapar virus PRRS atau manyarakat membeli ternak yang sudah di vaksin dari daerah lain atau karena secara geografis Propinsi Sumatera Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara, daerah kasus PRRS Tahun 2009, diperkirakan ternak yang berhasil sembuh didaerah wabah dijual ke daerah tetangga. Dalam hal ini perlu pengawasan terhadap lalu lintas ternak. Demikian juga dengan Propinsi Riau, Propinsi kepulauan Riau dan Propinsi Jambi, ditemukan hasil seropositif. Hasil uji serologis kalau tidak didukung oleh data vaksinasi yang lengkap akan sulit untuk menginterpretasikan hasil uji. Akan lebih baik jika pengujian dilakukan dengan metode PCR untuk mendeteksi keberadaan virus PRRS pada ternak, tentu
Kesimpulan dan Saran Dari 280 serum yang diperiksa pada tahun 2008; 11.4 % seropositif, pada Tahun 2009; 17.5 % seropositif (dari 183 serum), Tahun 2010; 0 % seropositif (dari 36 serum), Tahun 2011; 0 % (dari 219 serum), Tahun 2012; 22.2 % (dari 306 serum), Tahun 2013; 5.2 % (dari 96 serum). Hasil seropositif kemungkinan karena ternak divaksin, atau pernah terpapar virus PRRS. Untuk mencegah penyebaran penyakit perlu pengawasan terhadap lalu lintas ternak. Dalam hal menentukan suatu daerah bebas atau tidak dari virus PRRS akan lebih baik lagi jika pemeriksaan dilakukan dengan metode PCR.
Daftar Pustaka Anonim (2010). Classical swine fever. In OIE Teresterial Manual. Chapter 2.8.7 Keffaber, K,K.(1989) Reproductive Failure of Unknown etiology. Am Assoc Swine Pract Newsl 1;1-10.
saja dengan jenis sampel yang berbeda. Dari hasil yang
K e t u t S a n t i a , A . P. , C . M o r r y s . , N . D i b i a d a n
diperoleh mungkin akan lebih berarti untuk
Soeharsono.(1999). Survei serologis antibody
menentukan suatu wilayah bebas atau tidak dari virus
virus porcine reproductive and respiratory
PRRS.
syndrome di daerah Nusa Tenggara Timur. BPPH VI Denpasar 1-6. Sumaryani, D, H., S. Irianti.. R. Sinurat, (1998). Seroprevalensi porcine reproductive and respiratory syndrome di daerah Sumatera Utara,
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
20
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Studi Kasus Kematian Sapi Kelompok Ternak Monggo Mulyo di Kabupaten Kuantan Singingi Lilian Devanita, Wilna Sri, Voviarman, Budi Santosa, Katamtama
Abstrak Dalam rangka kegiatan monitoring penyakit Jembrana di Kabupaten Kuantan Singingi, ditemukan kasus kematian ternak sapi kelompok ternak Monggo Mulyo beberapa hari setelah kegiatan pengambilan sampel darah ternak pada lokasi tersebut. Tim Balai Veteriner dan beberapa peternak dari kelompok ternak Monggo Mulyo melakukan nekropsi dan penyelidikan terhadap kasus kematian tersebut. Dalam selang waktu seminggu pasca kematian sapi tersebut, dilaporkan ada kematian ternak susulan terhadap 2 ekor sapi sekandang dengan menunjukkan gejala klinis yang hampir sama dengan sapi yang mati sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, penyebab kematian ternak diarahkan pada akibat investasi Trypanosoma sp dan akibat keracunan makanan yang tercemar insektisida atau herbisida Kata Kunci : Sapi, Trypanosomiasis, Kuantan Sengingi Afiliasi Penulis : Bvet Bukittinggi Korespondensi :
[email protected],
[email protected] Telp: 082174453896
Pendahuluan Melaksanakan pengamatan, pengidentifikasian diagnosa, pengujian veteriner dan produk hewan merupakan salah satu tugas pokok Balai Veteriner di seluruh Wilayah Republik Indonesia. Dalam melaksanakan fungsinya, Balai Veteriner Bukittinggi melakukan penyidikan penyakit hewan dan surveilans penyakit hewan serta produk hewan di wilayah kerjanya yang meliputi 4 propinsi yaitu propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Salah satu kegiatan monitoring penyakit hewan yang rutin dilaksanakan setiap tahun yaitu Monitoring dan diagnosa Jembrana Disease pada sapi-sapi Bali yang terdapat di wilayah kerjanya. Pada tanggal 13 Oktober 2014 hingga tanggal 16 Oktober 2014 tim Balai Veteriner Bukittinggi melaksanakan kegiatan monitoring dan diagnosa Jembrana Disease di Kabupaten Kuantan Singingi.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
Lokasi Monitoring yang telah ditentukan adalah Desa Giri Sago Kecamatan Lugas Tanah Darat, Desa Tanjung Kecamatan Kuantan Hulu, dan Desa Simpang Tiga Kecamatan Kuantan Tengah. Dalam kunjungan ke Desa Giri Sago, sejumlah peternak mengeluhkan sapi mereka banyak yang pincang, ada yang mengalami kebutaan, kelumpuhan dan juga kematian sapi karena sakit, namun saat kegiatan monitoring berlangsung, tidak ada ternak yang menunjukkan gejala klinis sakit. Pada tanggal 14 Oktober 2014, kunjungan monitoring dilanjutkan pada Kelompok Ternak Monggo Mulyo yang terletak di Desa Giri Sago, Kecamatan Lugas Tanah Darat. Kelompok ternak ini mengeluhkan kondisi kesehatan ternaknya yang lebih beragam yaitu pincang, kurang nafsu makan, lemah dan beberapa ekor sapi lainnya mengalami diare. Kelompok Ternak Monggo Mulyo memiliki populasi sapi sebanyak 30 ekor sapi dan jumlah sapi dari peternak lainnya sebanyak 7
21
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
ekor sapi. Dari kegiatan monitoring Jembrana Disease
ditemukan lagi dalam rombongan sapi yang pulang ke
pada Desa Giri Sago diperoleh jumlah sampel serum
kandang. Sejumlah peternak melakukan penyisiran ke
darah dan ulas darah sapi sebanyak 37 sampel, feses
lahan sawit untuk mencari sapi yang hilang. Sekitar
sapi 4 sampel, Darah antikoagulan 3 sampel. Pada
pukul 21.00 WIB pada akhirnya sapi ditemukan mati di
Tanggal 16 Oktober 2014, Penyuluh ternak kelompok
dalam lahan sawit.
Ternak Monggo Mulyo kembali menghubungi dan melaporkan Dinas Peternakan bahwa salah satu sapi mereka yang telah diambil sampel darahnya mati pada malam hari tanggal 15 Oktober 2014 sekitar pukul 21.00 WIB di lahan sawit atau lahan gembalaan. Tim Balai Veteriner kembali turun ke lapangan untuk melaksanakan nekropsi pada ternak tersebut dibantu oleh beberapa anggota kelompok ternak Monggo Mulyo.
Temuan Patologi Anatomi Untuk menyelidiki kasus ini, tim Balai Veteriner dibantu peternak melakukan nekropsi sekitar pukul 8.00 WIB. Tidak banyak temuan patologi anatomi yang menunjukkan perubahan. Saat dilakukan penyayatan pada bagian linea alba, ditemukan beberapa spot-spot pendarahan (ptechie) di bagian serosa di bawah kulit. Organ-organ vital seperti hati, ginjal, paru-paru, jantung
Anamnesa
dan limpa tidak ada perubahan. Saat membuka
Menurut keterangan dari peternak kelompok sapi Monggo Mulyo, Tanggal 15 Oktober 2014 pagi sapi menunjukkan gejala gelisah dan berputar-putar, mata sapi merah dan seakan akan ingin menyerang peternak pagi hari saat akan dilepaskan ke lahan gembalaan atau lahan sawit di sekitar kandang. Sore hari saat akan memasukkan sapi ke kandang dari lahan gembalaan, sapi dengan nomor telinga 0362 ini sudah tidak
tengkorak untuk mengambil organ otak, ditemukan cairan keruh kekuningan menggenangi selaput pembungkus otak (meningen). Sampel organ hati, ginjal, paru-paru, jantung, limpa, dan otak dikoleksi untuk pemeriksaan laboratorium. Isi rumen juga dikoleksi untuk pemeriksaan toksikologi, sedangkan serum darah dan ulas darah telah dikoleksi saat kegiatan monitoring dilakukan.
Gambar 1. Hasil nekropsi dan temuan patologi
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
22
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Materi dan Metoda
Jembrana, Hematologi, RBPT, Mineral darah, Giemsa,
Sampel yang diperoleh merupakan sampel dari kegiatan monitoring penyakit Jembrana disertai pemeriksaan lainnya. Metode uji yang diminta dari sampel yang diperoleh adalah ELISA Jembrana, PCR
Sedimentasi floatasi, Toksikologi, Isolasi dan identifikasi bakteri, ELISA BVD, ELISA IBR, Seller's, FAT, Uji Biologis Rabies, RIAD. Materi atau sampel yang dikoleksi dari Kelompok ternak Desa Giri Sago untuk pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Karakteristik peternakan pada sampling surveilans aktif LOKASI
JENIS HEWAN
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
JENIS MATERIAL
Sapi
JUMLAH
Serum Ulas Darah Feses Feses Pedet DA PCR Jemb Daarah Antikoagulan Organ Limpa Otak Isi Rumen
29 29 2 1 2 5 1 1 1 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel monitoring penyakit Jembrana yang diperoleh
pada seluruh kelompok ternak Monggo Mulyo adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium virologi VIROLOGI LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
ELISA
IBR SERO
RABIES
JENIS TERNAK
JML
BVD ( - )
JML
(+)
(-)
JML
Sapi
5
5
9
1
8
1
SELLER'S (-) FAT (-)
1
1
Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium bakteriologi BAKTERIOLOGI LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
ISOLASI BAKTERI
RBPT
JENIS TERNAK
JML
E. COLI
BACILLUS SP
JML
(+)
(-)
Sapi
1
1
1
29
0
29
Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi hematologi HEMATOLOGI LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
HB
JENIS TERNAK
JML
Sapi
5
HCT
N
2
3
WBC
MCHC N
0
0
5
RBC N
5
4
1
N
3
2
23
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Tabel 5. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi protozoologi LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
PROTOZOOLOGI
JENIS TERNAK
JML
TRY
ANS
BAB
THE
ANE
Sapi
29
2
16
3
29
4
Tabel 6. Hasil pemeriksaan laboratorium toksikologi (mineral darah) MINERAL LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
JENIS TERNAK
JML
Sapi
18
10
Ca
P
TP
N
N
N
7
1
0
7
11
1
13
4
Sianida
Phosphor
Nitrat
1 (-)
1 (+)
1 (-)
Tabel 7. Hasil pemeriksaan laboratorium virologi (RIAD) dan toksikologi (kwalitatif) PATOLOGI LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo
TOKSIKOLOGI
RIAD
JENIS TERNAK
JML
Sapi
1
Uji Kwalitatif Isi Rumen pH
(-)
1
6
Amonia
Chlor
300ppm Dubius
Tabel 8. Hasil pemeriksaan laboratorium parasitologi (helminthologi) dan Bioteknologi HELMINTHOLOGI JENIS TERNAK
LOKASI
Kec. Lugas Tanah Darat Desa Giri Sago Kelp. Monnggo Mulyo Keterangan :
JML
BIOTEKNOLOGI
PPT
BUN
COC
TCT
SGD
JML
0
2
0
0
0
3
PCR Jembrana (+)
(-)
Organ =1, DA = 2
Sapi
TRY : Trypanosoma sp PPT : Paramphistomum ANS : Anaplasma sp
3
OPG : Oesophagustomum sp BAB : Babesia sp SGD : Strongiloides sp
Dari hasil pemeriksaan diatas, maka hasil pemeriksaan sapi yang mati pada kelompok ternak
THE : Theileria sp ASS : Ascaris sp
1
2
ANE : Anemia Bruc : Brucellosis
Monggo Mulyo dengan nomor telinga 0362 diperoleh sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil pemeriksaan laboratorium pada ternak sapi yang mati JENIS UJI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
ELISA BVD (serologis) ELISA IBR (serologis) Rabies Seller's Rabies FAT Isolasi E. coli Isolasi Bacillus sp RBPT Calcium < Normal Phosphor = Normal Total Protein = Normal Trypanosoma sp
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
POSITIF
NEGATIF
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
JENIS UJI
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Anaplasma sp Babesia sp Theileria so pH isi rumen= 6 Amonia rumen 300 ppm Sianida rumen Phosphor rumen Nitrat rumen Jembrana Disease Rabies RIAD Rabies Biologis
POSITIF
NEGATIF
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
24
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Pembahasan Hasil pemeriksaan berdasarkan perubahan patologi anatomi tidak menunjukkan perubahan yang patognomonis. Namun hasil investigasi kematian ternak sapi dari pemeriksaan laboratorium pada kelompok ternak Monggo menunjukkan bahwa sapi tersebut mengalami hipokalsemia, Trypanosomiasis (surra), kandungan amonia dan phosphor tinggi dalam rumen, serta adanya infeksi dari bakteri E. Coli dan Bacillus sp. Dari hasil pemeriksaan tersebut, yang diduga menjadi penyebab kematian ternak adalah i n ve s t a s i Tr y p a n o s o m a s p d a l a m d a r a h , d a n kandungan amonia (300 ppm) serta phosphor yang tinggi pada pakan yang ditemukan dalam rumen. Isi rumen ini berasal dari pakan yang dikonsumsi ternak sesaat sebelum kematian. Dugaan penyebab kematian ternak ini diperkuat dengan beberapa gejala klinis yang terlihat pada ternak serta kasus kematian ternak yang bersifat akut. Penyakit Trypanosomiasis (surra) merupakan penyakit menular pada hewan, yang dapat bersifat akut maupun kronis. Protozoa penyebab penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Evans pada tahun 1880 di India (Partoutomo, 1996b). Infeksi Trypanosoma evansi pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronik (dimana jumlah parasit sangat rendah) dan sulit dideteksi pada saat pemeriksaan darah. Hal ini akibat dari jumlah parasit dalam darah yang selalu berfluktuasi naik turun (Partoutomo, 1992). Hewan yang mengandung Tr ypanosoma sp untuk ber tahun-tahun tanpa menunjukan gejala sakit, tetapi dalam kondisi tertentu misalnya : kurang makan, kerja berat dan sebagainya sehingga menjadi stress, maka penyakit surra dapat menimbulkan wabah pada kerbau dan sapi dengan mortalitas 80%. Penularan penyakit surra melalui vektor lalat pengisap darah yang termasuk golongan Tabanidae. Cara penularannya secara mekanik murni,
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
dimana Trypanosoma tidak mengalami siklus hidup dalam lalat tersebut. Di samping lalat tabanus ternyata lalat penghisap darah yang lain juga mampu menularkan penyakit surra, antara lain Chrysops, Stomoxys, Heamatopota, Lyperosia, Haematobla. Kecuali itu arthropoda lain seperti Anopheles, Musca, Pinjal, kutu dan Caplak dapat pula bertindak sebagai vektor. Perubahan patologi anatomi apabila penyakit berjalan akut, hewan yang mati karena surra tidak menunjukan perubahan anatomi yang nyata. Hewan mati pada umumnya dalam kondisi masih baik. Hewan yang mati akibat surra yang kronis, meskipun perubahan-perubahan tidak menciri, namun biasanya dapat dilihat perubahan-perubahan sebagai berikut : keadaan tubuh sangat kurus, anemia, busung seperti gelatin dibawah kulit, terdapat cairan serosa pada rongga badan dan pericardium. Ptechie pada selaput lendir dan selaput serosa. Sering kali terdapat luka-luka dilidah dan lambung. Trypanosoma sp sebagai penyebab penyakit surra hidup dalam darah induk semang. Untuk mamenuhi kebutuhan hidupnya, parasit ini memperoleh glukosa sebagai sumber energi. Dengan demikian apabila induk semang tidak dapat mengimbanginya, lama kelamaan terjadi penurunan kadar gula dalam darah sehingga terjadi gangguan pada induk semang. Gangguan-gangguan itu disamping sebagai akibat dari berkurangnya kadar glukosa dalam darah antara lain juga sebagai akibat meningkatnya asam susu serta trypanotoksin yang dihasilkan oleh parasit. Penyakit ini biasanya lebih menahun pada sapi. Ada demam yang turun naik yang disertai pembengkakan daerah dada (brisket), anemia, kurus, keluar cairan dari hidung dan mata (Levine ND, 1995). Apabila Trypanosoma sudah masuk dalam cairan cerebrospinal hewan menunjukan gejala syaraf
25
Buletin Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
sebagai berikut: hewan berjalan tidak tegap (sempoyongan), berputar-putar, kejang-kejang, gerak paksa, kaku-kaku. Temuan patologi anatomi yang ditemukan pada sapi yang mengarah kepada surra adalah spot-spot perdarahan (ptechie) pada selaput di bawah kulit. Sedangkan gejala klinis yang mengarahkan pada surra adalah hewan berputar-putar. Selain positif terinvestasi Trypanosoma sp, sapi tersebut juga positif mengalami keracunan amonia dan phospat. Hasil pemeriksaan kualitatif terhadap
Kesimpulan dan Saran 1. Kematian ternak sapi akibat infeksi Trypanosoma sp dan keracunan phospat dan amonia yang terdapat dalam pakan. 2. Sebaiknya dilakukan kajian yang lebih dalam pada pemeriksaan laboratorium, selain pemeriksaan pada sampel ulas darah, sebaiknya uji juga didukung dengan uji mikrohematokrit sentrifuse Tr ypanosoma sp dan uji biologis jika memungkinkan.
kandungan phosphor yang kuat dalam rumen diduga kuat berasal dari pakan ternak yang tercemar insektisida organophosphat atau herbisida amonium glifosfat. Dalam selang waktu 7 hari pasca kematian sapi
Daftar Pustaka Levine ND, 1995. Protozoologi Veteriner. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
pertama, petugas penyuluh lapangan mengabarkan
Partoutomo, S. 1996a. Trypanosomiasis Caused by
bahwa terdapat kematian ternak susulan pada 2 ekor
Trypanosoma evansi (“Surra”) in Indonesia.
sapi sekandang dengan gejala sapi berputar-putar.
Proceeding of A Seminar on Diagnostic
Walaupun tidak dilakukan nekropsi pada lokasi
Te c h n i q u e s f o r Tr y p a n o s o m a eva n s i i n
tersebut, namun hasil pemeriksaan sampel ulas darah
Indonesia. 10 January 1996. Balitvet, Bogor. 1-9
yang telah diperoleh saat kegiatan monitoring
Partoutomo, S. 1996b. Patogenesis Tripanosoma evansi
berlangsung menunjukkan salah satu dari 2 sapi
pada Kerbau yang Diberi Ransum Bermutu
tersebut positif terinfeksi Trypanosoma sp. Sehingga
Tinggi dan Rendah. JITV 2 (2): 137-144.
dugaan kuat penyebab kematian sapi pada kelompok ternak tersebut adalah karena trypanosomiasis.
Partoutomo, S. 1992. Variasi Antigenic Trypanosoma evansi Bakit 102 pada Kerbau, Sapi FH dan Sapi PO. Penyakit Hewan, 24 (44): 125-129.
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
26
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner Balai Veteriner Kementerian Buletin Kementerian Informasi Kesehatan Hewan Vol. 16 No. 89 Tahun 2014
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Bukittinggi
http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id
Kementerian
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Balai Veteriner
Kementerian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Bukittinggi
Pertanian
Kementerian Pertanian
Balai Veteriner Bukittinggi Jl. Raya Bukittinggi-Payakumbuh Km.14 Baso Kab. Agam Sumbar PO.Box 35 Bukittinggi 26101
Balai Veteriner Bukittinggi 2014
0752 - 28300 0752 - 28290
[email protected] [email protected] http://bvetbukittinggi.ditjennak.deptan.go.id
27