Penehtian don Pengembangan Aplikasi I.atap dan Radiasi. 1999
PENGARUH V AKSINASI DENGAN LARVA llGA Haemonchus contorlus Rudolphi YANG DIRADIASI TERHADAP NILAI FRAKSI PROTEIN DAN NISBAH GAMMA GLOBULIN PADA DOMBA Beriajaya Balai PenelitianVeteriner,Bogor
ABSTRAK PENGARUH VAKSINASI DENGAN LARVA TIGA Hamwnchus con/onus Rudolphi YANG DIRADIASI TERHADAP NILAI FRAKSI PROTEIN DAN NISBAH GAMMA GLOBUliN P ADA DOMBA. Tujuan daTipenelitianini untuk mengetahuipengaruhpemberianlarva tiga cacingHaemonchuscontortusRudolphi yang diradiasi padadombaterhadapnilai fraksiprotein dannisbahgammaglobulin. Sebanyak10ekordombajantan mudayang berumur4-5 bulan dantelah rebascacingdibagi menjadi2 kelompokmasing-masingterdiri dari 5 ekor. Kelompok pertamadiberi secaraper oral 10.000larvatiga H. contol1usyangtelah diradiasipadaminggu ke 4,7 dan 10 mulai dari saatpengambilansampel,kemudianditantangsecaraper oral dengan20.000larva tiga H. contol1us padaminggu ke 13. Kelompok keduamerupakankelompokkontrol tanpapemberianlarva tiga H. contol1usyang diradiasi tetapi mendapattantangansecaraper oral dengan20.000 larva tiga H. contol1uspada minggu ke 13. PengamataIlterhadapnilai fraksi protein dan Iusbahgammaglobulin dari serumdombadilakukan setiapminggu selama 19 minggu. Hasil penelitianmenunjukkanbahwanilai fraksi protein lebih tinggi (PSO,05)pada kelompok dombayang diberi larva radiasi(5,93 gidl) dibandingkelompokkontrol(4,92gidl). Selainitu rata-ratanisbahgamma globulinjuga lebihtinggi (PsO,05)padaserakelompokyangdiberi larvaradiasi(365,73mgiml) dibandingkelompok kontrol {256,70 mgidl). Hasil ini menunjukkanbahwa pemrerian larva radiasi pada domba kemungkinan menitnbulkanresponkekebalanterhadapilueksi cacing,tetapibelumdiketahuidayaprotektifilya. Kata kUDCi: Haemonchus contortus Rudolphi, larva mdiasi, domba, fmksi protein, ganuna globulin
ABSTRACT THE EFFEcr OF VACCINA TION WITH IRRADIATED LARVAE OF H. COltJOrtus Rudolphi ON TOTAL PROTEIN AND GAMMA GLOBULIN IN SHEEP.The purposeof researchis to detenninethe effect of inoculationof ilTadiatedinfective larvaeof Haemonchus contol1usRudolphi on total proteinand g8rnInaglobulin on sem of sheep A total of 10youngmale worm-freesheepwas dividedinto2 similar groups.The first groupwas given per oml with 10.000iqudiatedinfective larvae of H. contortuson weeks4, 7 and 10 from the beginning of sampel collectionsand then challengedper oral with 20.000infective larvae on week 13. The secondgroup was usedas control without irradiatedlarvae but "7lSchallengedas the first group. Total proteinand g8rnInaglobulin values on sem of sheepwere observedeachweek for 19weeks.The resultsshowedthat total proteinvalueson the first group (5.93 g/dl) wasgreater(P
PENDAHULUAN Haemonchus contortus Rudolphi merupakaIl salall satujenis cacing nelnatoda saluran pencemaan pada temak rurninansia, terutalna domba dan kambing. Manifestasi gangguan cacing umurnnya berupa kekurusan sehingga menghambat perturnbultan, turunnya daya talIan tubuh sehingga mudah terkena penyakit dan kematian yang biasanya terjadi pada hewan-hewan yang muda (I, 2). Gejala klinis yang paling menonjol adalah anaemia d.1ll edema di bagian bawah tubuh seperti rahang (bottle jaw) dan perot bagian bawah (3). Penanggulangan penyakit karena infeksi cacing biasanya menggunakan obat cacing (antellnintik) (4) dan perbaikan lnanajemen beternak. Pemberian antelmintik yang terus menerus tallpa ada pergantian jenis antelnwltik dapat menunbulkan resistensi obat sehingga timbul strain cacing yang tallan lerl1adapalltelmintik (5). Selain itu juga
pemberian obat cacing secara terus menerus dapat juga menimbulkan residu dalam jaringan tubuh. Upaya penanggulangan dengan menggunakan vaksin merupakan pilihan yang terbaik, tetapi sayangnya penelitian kearah pembuatan vaksin untuk penyakit cacing sangat larnbat perkembangannya. Meskipun berbagai upaya telah dicoba baik dengan meradiasi larva d.1n mengekstraksi larva atau cacing dewasa, akan tetapi sampai saat ini belum didapatkan antigen protektif yang dapat melindungi teroak terlJadapinfeksi cacing. Antigen yang berasal dari ekstrak membran saluran pencernaancaClDgdewasa kemungkinan mempunyai daya protektif, tetapi hal ini rnasih perlu dibuktikan lebih lanjut (6). Beberapa peneliti terdahulu telal1 memanfaatkan telmik tenaga nuklir untuk pembuatan vaksin akan tetapi efek yang ditimbulkan lnasih belurn memuaskan (7, 8). Tujuan penelitian ini adalall untuk mengetahui pengaruJl pernberial1 larva H. conlorlus yang telah
303
Penelitiandon Pengembangan Aplikasi IsotopdanRadiasi.1999
diradiasi dengansinar gamma terhadapresponkekebalan dombayang diukur dengannilai fraksi proteindaDnisbah gaDllDaglobulin dalmll serum.
BAHAN DAN METODA Rewan percobaan. Sepulull ekor dombajantan mudayang berumur4-5 bulan dan telall bebasdari infeksi cacingdibagi menjadi2 kelompokmasing-masing5 ekor. Kelompok pertaIna diberi secaraoral 10.000 larva H. contortus yang telall diradiasi dengan sinar gamma, dilakukan 3 kaIi masing-masingpactaminggu ke 4,7 dan 10 mulai dari saat pengambilan sampel, kemudian tantangandengan 20.000 larva infektif dilakllkan pacta minggu ke 13. Kelompok kontrol adalahkelompoktanpa pemberianvaksin larva yang telah diradiasi,tetapi diberi tantangan seperti pactakelompok pertamayaitu dengan 20.000larva infektifpada mingguke 13. Penyiapan antigen larva. Larva tiga cacing H. contortus diperolehdengancara membiakantelur cacing dati tinja domba donor dengan media "vermiculite" selama satu minggu. Domba donor tersebutsebelumnya secarabuatan diinfeksi dengancacing H. contortus dan satubulan kemudiantinjanya siapdigunakan.Sebanyak3 juta larva tiga kemudian diradiasi dengall menggunakan ganuna cell 220 dengan dosis radiasi 500 Gy di Pusat Aplikasi Isotop lli'll Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional,PasarJmnat,Jakarta. Setelalldiradiasilarva tiga tersebutsebagiandigunakanuntuk vaksinasidan sebagian lagi untuk pembuatanantigen.Larva tersebutdimasukkan dalam larutall PhospllateBuffer Saline yang mempunyai pH 7,2, kemudiaIl dihancurkan dengan alar sonikator dengan getarnn tinggi selalna 15 menit. Proseduryang sarna diulang beberapa kali. Larva yang telall IlanCur dimasukkan ke dalam alai homogenizer, kemudian dihancurkan lagi saInpai lumat. Untuk membuktikan bahwa larva tersebut sudah hancur maka larutan yang SUdallhomogendapat dilihat di bawah mikroskopsampai tidak ada larva cacing yang Utull. Setelah homogen, campuran ini disentrifuse dengan kecepatanrendah daD supemataIlllyadiambil untuk selanjutnyadiultrasentrifuse dengan kecepatan 14.000 g. Setelah cairan tersebut disentrifuseterbentuk3 lapisan yaitu lapisanyang paling atas adalah lapiSc'lllemak, lapisan kedua adalah lapisan transparanyang berisi antigen dan lapisan yang paling bawah berbentuk pellet. Lapisan yang transparan digunakan sebagai antigen untuk mengukur galnma globulin secara dengan cara ELISA dan sebelum digunakan maka antigen tersebutdisimpan pada SullU20°C. Observasi. Pengaluatandilakukan dengancara mengmubil serum darall setiapminggu sekali selama 19 minggu mulai dari 3 lninggu sebelumvaksinasipertalna dilakukan untuk pemeriksaan nilai fraksi protein dan nisbah galll1lla globulin. PenentUalllulai fraksi protein dilakukan menurut metoda Lowry et al (9) yang telall dimodifikasi menggunakan"microplate",sedangkanuntuk penentuan nisbah gamma globulin dilakukan dengan menggunakanmetode ELISA, dan pembuatanantigen larva cacingdilaknkcmmenurutSmith(10). 304
BASIL DAN PEMBABASAN Antigen yang diberikan berupa larva tiga cacing H. contortus yang telah diradiasi sebanyak tiga kali. Akibat dari radiasi kemungkinan rantai asam amino yang menyusun protein dari antigen tersebut terputus sehingga larva tersebut berkurang daya patogenitasnya. Pemberian larva yang berkurang daya patogenitasnya kemungkinan akan menimbulkan respon kekebalan. Larva yang telah homogen dan telah disentrifuse mengandung tiga lapisan yaitu lapisan yang pertama mengandung lemak, Iapisan kedua merupakan lapisan transparan dan lapisan ketiga berbentuk pellet. Lapisan yang transparan merupakan lapisan yang mengandung protein yang lamt dalam air dan digunakan sebagai antigen untuk penentuan nilai gamrna globulin. Lapisan ketiga berupa pellet, juga mengandung protein, tetapi tidak lamt dalam air. Jadi nilai gamma globulin yang didapat kemungkinan merupakan respon dari antigen yang berasal daTi protein larut dalam air. Rata-rata nilai fraksi protein daTi kedua kelompok domba dapat dilihat pada Gambar I. Secara keseluruhan terlihat bahwa rata-rata nilai fraksi protein pada kelompok vaksinasi (5,93 g/dI) lebih tinggi (P:;::O,O5)dibanding kelompok kontrol (4,92 g/dl). Kisaran angka pada kelompok vaksinasi adalah 3,3 -8,9 g/dl daD pada kelompok kontrol 2.5 -7.3 g/dl. Peningkatan nilai fraksi protein kemungkinan karena peningkatan kadar antibodi dalam darah, dimana pemberian vaksin dengan larva radiasi akan menyebabkan peningkatan respon kekebalan terlladap cacing tersebut (11, 12). Pemberian vaksin yang kedua pada minggu ke 7 secara jelas menyebabkan peningkatan rata-rata nilai fraksi protein, tetapi pemberian vaksin yang ketiga malahan menyebabkan penurunan nilai fraksi protein. Pola naik tunmnya nilai fraksi protein antara kelompok vaksinasi dan kelompok kontrol terlihat hampir sarna, kemungkinan disebabkan hewan tersebut sebelum digunakan sudah terinfeksi cacing daD setiap kali pengukuran nilai fraksi protein pada kedua kelompok tersebut dalam minggu yang sarna hams dibuat standart sehingga nilai yang diperoleh setiap minggunya mempunyai pola yang sarna, tetapi kelompok vaksinasi biasanya mempunyai nilai yang lebih tinggi. Pemberian vaksin dengan dosis yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat menyebabkan penurunan kekebalan atau "jmmuno-to/erance" (11). Hasil ini menyimpulkan bahwa pemberian vaksin sebaiknya dilakukan cukup dua kali karena pemberian vaksin yang ketiga justru akan membuat penurunan nilai fraksi protein. Pemberian vaksin yang kedua sebaiknya dilakukan pada waktu hewan berumur 15 minggu atau 4-5 bulan (11). Dalam penelitian ini vaksin mulai diberikan pada waktu hewan berumur kurang lebih 5 bulan karena hewan hams dibebaskan dulu dari infeksi cacing. Setelah diberi tantangan pada kelompok vaksin terlihat nilai fraksi proteinnya meningkat (P:;::O,O5)(8,3 g/dI) dibanding dengan kelompok kontrol (5,3 g/dl), tetapi dalam penelitian ini belum dapat dibuktikan apakah peningkatan ini juga sejalan dengan peningkatan daya proteksi terhadap infeksi cacing. Melihat gtafik tersebut diatas maka tantangan sebaiknya diberikan pada minggu ke 10 daD pemberian vaksin yang ketiga ditiadakan. Besamya dosis vaksin dan besamya tantangan yang diberikan mempengaruhi naik
Pene/i/ian dan Pengembangan Ap/ikasi lsOIOp dan Radiasi, /999
turunnya kekebalan. Kekebalan yang timbul dalam penelitian ini tidak diukur jumIaIl telur cacing dalamtinja setiap minggunya daD jumlah cacing dewasa dalam abomasumpada akhir penelitian wakfil domba dipotong sehingga belum dapat dibuktikan bahwa kekebalan tersebutsudahcukuptinggi ataurnasihrendall. Secara keselurullan, rnta-rnta nilai ganuna globulin kelompok vaksinasi(365,73 mg/mI) lebih tinggi (P~O,05)dibanding dengankelompok kontrol (256,69). Padawaktu pennulaansebelumdilakukan vaksinasi,rntarnta nilai globulin berkisar 200 mg/ml dan angka tersebut tidak berbeda nyata (P>O,05) antara kedua kelompok perlakuan, tetapi pada akhir penelitian angka tersebut berbedanyata (P
yang beredar dalarn serumdarah. Irmnunoglobulinyang terbentukakibat infeksi cacing biasanyaadalall IgA (13, 14, 15), IgG terutama IgGI (16) dan 19B (17). Dalarn penelitian ini tidak diukur peningkatanIgA, IgG1 dan 19B karena untuk mengukurnyaharus diperlukanmonoklonal dari immunoglobulintersebutdaDsaatini di laboratorium Balitvet belum diproduksi bahan biologik tersebut. Immunoglobulin G merupak.m immunoglobulin yang terbanyak jumlalmya sedangkanIgA daD 19E didapat dalamjumlah kecil sehinggakemungkinanserumtersebut banyakmengandungIgG (1 I). Hewan yang kebal terhadap parasit cacing ditandai dengan hiperplasia sel mucus, meningkatllya motilitas, hipertrophy otot halus (18). Banyak bukti menunjukkan bahwa komponen tertenfil dari respon effector (misalnya mast cell versus goblet cell) lebih spesifik untuk menolak suatu spesiescacing daripada spesiescacingyanglain.
KESIMPULAN DAN SARAN Pemberiatl 10.000 larva infektif cacing H. contortus yang telall diradiasi per oral pada domba menimbulkan respon berupa meningkatnyanilai fraksi protein dan galnma globulin, tetapi perlu diteliti lebih lanjut apakall peningkatanini sejalandenganpeningkatan kekebalanterhadapinfeksi cacing. Pemberianlarva yang ketiga dalam penelitian ini tid.1k perlu dilakukan mengingat akibat pemberian tersebut malahan menyebabkanpenurunan nilai fraksi protein dan gama globulin. UCAPAN TERIMA KASm Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Veteriner, Bogor yang telall memberi izin daD fasilitas sehingga penelitian ini terlaksana.Ucapan terima kasihjuga ditujukan kepadaIr. Andi Syulailnan Syah yang telall membantu dalaIU pekerjaandi laboratoriwu,Ir. Sukardji Partodihardjodari
Pusat Aplikasi Isotop daD Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasionalyang telal. membantupenyinaranlarva dengan sinar radioaktif, Dr Gozali Mukti yang saatini bekerja di Brunei Darusalam, para teknisi baik di laboratorium ParasitologiIlk'lUPunBioteknologi yang telah membantu penelitianini.
DAFTARPUSTAKA 1. BERIAJAYA and STEVENSON P. 1986. Reduced productivity in small ruminant in Indonesia as a result of gastro intestinal nematodeinfections. In LivestockProduction and Diseasesin the Tropics, (eds M.R. Jainudeen,M. Mahyuddin and J.E. Huhn). Proceedingsof the 5th ConferenceInstitute Tropical Veterinary Medicine, Kuala Lumpur, Malaysia. 2. HANDAYANI S.W. and GA1ENBY R.M. 1988. Effects of management system,legwne feedingand anthelmintictreatmenton the perfomlanceof lambs in North Sumatra. Tropical Animal Health and Production20: 122-128. 3. SOULSBY E.J.L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. (7th ed). Bailliere, Tindall, London. 4. BERlAJAYA. 1986. Tl1e significant importance of gastrointestinalnematodiasison village sheepin an upland area of Garut, West Java. Penyakit Hewan 88: 130-133. 5. WALLER P.I. 1994.The developmentof anthelmintic resistancein rulninant livestock. Acta Tropica 56: 233-142. 6. MUNN E.A. 1997. Rational design of nematode vaccines:hiddenantigens.InternationalJournalfor Parasitology27: 359-366. 7. BERIAJAY A, ADIWINATAG. dan S. PARTODIHARDJO. 1994. Studi pendahuluan tentang larva cacing Haemonchuscontortus yang diradiasi pada kelinci. Risalah PertemuanIlmiah Aplikasi Isotopdon Radiasi dalam bidang Induatri, Pertaniandon Lingkungan.14-15 Desember1993. Hal. 335-342.Jakarta. 8. PARTODIHARDJO S., BERIAJAYA, ADIWINATA G., DINARDI daD YUSNETI. 1994. Pengamatan tentang respons kekebalan aDak domba yang divaksinasi dengan L-3 Haemonchus contortus iradiasi. Risa/ahPertemuanl/mioh Ap/ikasi lsotop dan Radiasi do/am bidang lndustri. Pertanion don Lingkungan.14-15 Desember1993.Hal. 313-320. Jakarta. 9. LOWRY O.H., ROSENBORGHN.J., FARR A.L. and RANDALL R.J. 1951. Protein measurementwith folin phenol reagent. Journal of Biological Chemistry193:265-275. 305
Pelle/iliall dall Pellgemballgall Ap/ikasi Is%p
doll Radiasi, /999
10. SMITH W.O. 1977. Antilarval antibodiesin the serum .and abomasalmucus of sheephyperinfectedwith Haemonchus contortus. Research in Veterinary .Science 22: 334-338.
response of the lactating ewe infected with Ostertagia circumcincta.Journal of Comparative Pathology93: 295-305.
11. TIZARD I. 1987. Veterinary Immunology. An introduction. Third Ed. 401 pp. W.B. Saunders Company.Pl1iladelphia.
15. SMITH W.D., JACKSON F., JACKSON E. and WILLIAMS. 1985. Age iIIUllunity to Ostertagia circumcincta: comparison of the local iIIUllune responsesof 4 1/2 -and 10 month- old lambs. Journal of ComparativePathology95: 235-245.
12. URQUHART G.M., JARRETT W.F., JENNINGS F.W., McINTYRE W.I. and MULLIGAN W. 1966. Immunity to Haemonchus contortus infection: relationship between age and successful vaccination with irradiated larvae. American Journal o/Veterinary Research27: 1645-1648.
16. GILL H.S., GRAY G.D., WATSON D.L. and HUSBAND A.I. 1993. Isotype-specific antibody responsesto Haemonchuscontortus in geneticall resistantsheep.ParasiteImmunology15:61-67.
13. GILL H.S., HUSBAND A.J. WATSON D.L. and GRAY G.D. 1994.Antibody-containingcells in the abomasalmucosaof sheepwith geneticresistance to Haemonchuscontortus.Researchin Veterinary .S'cience 56: 41-47. 14. SMITH W.D., JACKSON F., JACKSON E. and WILLIAMS J. 1983.Studieson tile localilmnune
7. JARRETT E.E.E. and MILLER H.R.P. 1982. Production and activities of IgE in helminth infection.ProgressinA//ergy 31: 178-233. 18.MILLER H.R.P. 1996. Prospects for the immunologicalcontrol of ruminant gastrointestinal nematodes:natural immunity, can it be harnessed? InternationalJournalfor Parasitology26: 801-811.
Fraksi protein
-.-Vaksin
--Kontrol
Gambar Rata-ratanilai fraksi proteindari kelompokdombayang diberi vaksinlarva cacingH. contortus Rudolphiyang diradiasidan kelompokdombayangtidak diberi vaksin
306
Pene/iliandon Pengembangan Ap/ikasilsotop don Radiasi,/999
DISKUSI B.H. SASANGKA 1. Apa yang dilnaksud dengan larva tiga ? 2. Mengapa yang digunakan domba 0',apakah domba !j1 kentara terhadap Haemonchus contortus ?
2. Pactaparameterdiperiksa globulin darah,sedangtelah kita ketahuiL3 Haemonchusakan menginfeksi epitel usus (beradadalamjaringan). Saya ingin mengetahui responkekebalanapa yang dominan untuk menahan infeksi Haemonchus, humoralkahataujaringan?
3. Mengapa dalam preparasi sampel, sampel tersebut harus dillaDcurkan terlebih dallulu ? Apakall pada
BERIAJAYA
Waktll dillaDcurkanHaemonchustersebuttidak mati! hancur ?
BERIAJAYA I. Larva tiga adalah cacing dalam stadimll hidup bebas, yang akan menginfeksi hewan, kemudian menjadi cacing dewasa. 2. Sebaiknya d' dan '¥ digunakan, tetapi karena terbatas dana maka d' dipilih karena lebih peka. 3. Larva setelall diradiasi perlu dihancurkan untuk pembuatan aIltigen yang akan digunakan untuk penentuan galllrna globulin.
B. JEANNE T. 1. Bagian dari L3 yang mana yang bersifat antigenik sehingga dapat menggertak respon imW1 yang
diharapkan?
1. Dalam penelitian ini belum dapatdisimpulkan bagian L3 yang menimbulkanresponkekebalan. 2. Responkekebalanterjadi baik humoral dan jaringan (CMI). Dalam penelitianini hanyabeberapaparameter humoralyangdiamati.
SUKARDR Dalam percobaanini Anda menggunakanekstrak L3 yang diiradiasi, basilnya fraksi protein dan nisbah gamma globulin acta indikasi respon kekebalan dari perlakuan,helnat kmni basil-basil penelitian selama ini responkekebalandari L3 iradiasi dan ekstrak iradiasi L3 kelihatan belum maksimal. Pertanyaan karni apakah mungkin nantidikembangkaniradiasi cacingdewasayang mengandungdarah itu daTi abomasumsebagai bahan vaksindaDdapatdideteksisecaraLISA dari antigen(AG1 & AG2)yangtersedia.
307
Peneliliandon Pengembangan Aplikasi lsotop don Radiasi,1999
BERIAJA Y A
BERIAJAY A
Dapat dicoba cacing dewasadiradiasi,kemudian diekstrakuntukdigunakansebagaiballaDvaksin.
1. Nisbah gamlna globulin adalall sekelompok protein globulin yang merupakan respon kekebalan secara humaralyang terdiri IgA, IgG, IgE. 2. Kemungkinanakibatradiasiterjadi mutasi gen dimana larva menjadiberkurangdayakeganasannya.
SOERANTOHUMAN 1. Bagaimanahubungan antar lusbah galmna globulin dengallkekebalanterltadapinfeksi cacing? 2. Faktor apa sajayang menyebabkanlarva iradiasidapat menimbulkanresponkekebalan.Apa adahubungannya denganmutasigen ?
308