ISMETH INOUNU
et al. : Inetraksi Genotipa dan Lingkungan Domba Eksotik dengan Domba Lokal
PENGARUH INTERAKSI GENETIK DAN LINGKUNGAN TERHADAP PRODUKSI DOMBA PERSILANGAN DAN DOMBA LOKAL PADA BEBERAPA LOKASI PENGAMATAN EVALUASI KUALITAS SEMEN DOMBA HASIL PERSILANGAN ISMETH INOUNU , N. HIDAJATI, S.N . JARMANI,
D.
PRIYANTO, HASTONO,
B.
SETIADI,
dan SUBANDRYO
Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia
ABSTRAK ISMETH, N. HIDAJATI, S.N . JARMANI, D. PRIYANTO, HASTONO, B. SETIAm, dan SUBANDRYO. 1999/2000. Interaksi genotipa dan lingkungan domba eksotik dengan domba lokal pada beberapa lokasi pengamatan (evaluasi kualitas semen domba hasil persilangan) . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 64-73. INOUNU
Penelitian untuk mempelajari kualitas semen domba Garut (GG) dsn persilangannya (Charollais-Garut (MG) dsn St . CroixGarut (HG)) melslui pemeriksaan secara makro dan mikroskopis dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Temak Domba Balai Penelitian Ternak JI . Pajajaran Bogor pada tahun anggaran 1999/2000. Mated yang digunakan adalah domba jantan GG, MG dan HG sebanyak 50 ekor. Pakan yang diberikan pada tiap pejantan adalah rumput raja sebanyak 5 kg/ekor dan konsentrat sebanyak 2,5% dsri bobot hidup Trnak. Pemeriksaan makroskopis meliputi volume, warna, kekentalan dsn pH semen. Pemeriksaan mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas, persentase spermatozoa hidup dsn konsentrasi. Pengamatan parameter lain meliputi umur, dan bobot hidup, Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam untuk contoh yang tidak sama . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa domba persilangan (MG dsn HG) mernpunyai rataan bobot hidup, dan kualitas semen (motilitas, persentase spermatozoa hidup, konsentrasi dan volume) lebih tinggi dari domba Garut. Kualitas semen nyata dipengaruhi oleh umur, bangsa, dan bobot hidup. Untuk menguji kualitas semen beku yang dibuat, digunakan dua metode inseminasi buatan pada Tmak domba betina milik Balai Penelitian Temak sebanyak 150 ekor Metode inseminasi buatan intra vagina dan intra-uterin menghasilkan persentase kebuntingan masing-masing sebesar 28 dsn 86 persen. Uji coba kualitas semen beku di lapangan dilakukan bekerjasama dengan IP2TP Karangploso dengan sistem intra vagina didapat persentase beranak sebesar 12%, dan dengan Dinas Petemakan Kabupaten Sukabumi dengan sistem intra uterus didapat persentase beranak 33%. Kata kunci : kualitas semen, domba Indonesia, domba persilangan ABSTRACT D. PRIYANTO, HASTONO, B. SETIADI, and SUBANDRYO. 1999/2000. Genetic and environmental interaction effects on production of lokal and crossbred sheep:Semen quality evaluation on Indonesian crossbred Sheep. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 : 64-73 . INOUNU ISMETH,. N. HIDAJATI, S.N . JARMANI,
A research to study semen quality of Garut rams (GG) and crossbreed sheep i.e. (Moulton Charollais x Garut (MG) and St. Croix x Ganit (HG)) through macroscopic and microscopic evaluation was done at Research Institute for Animal Production (RIAP). The macroscopic evaluation was done on volume, colour, smell, density and pH, while the microscopic evaluation was done on mass movement, motility, sperm live and dead percentage, and concentration. The number of rams used for this study were 50 heads, consist of GG, MG, HG rams . King grass was given were at the amount of 5kg/head/day and concentrate of the amount of 2,5% of body weight . Age of rams, body weight were recorded . Data was analized using Analysis of Variance for unbalanced data . The result show that the crossbreed rams (MG and HG) have a higher mean body weight, and semen quality (motility, live and dead percentage, concentration and volume) than GG rams . Semen quality were significantly affected by age, breed, and body weight. To test the frozen semen quality, two method of artificial insemination (AI) were used . Intra vagina and intra-uterine Al methods resulted in percentages of pregnancy of 28 and 86 percent respectively in experimental station condition, while in the field lamb born percentage were 12% IP2TP Karang Ploso (intra vegina system) and 33% in Sukabumi (intra urine system). Key words : semen quality, Indonesian sheep, cross breed.
PENDAHULUAN Ternak domba Indonesia telah dikenal kemampuan reproduksinya untuk dapat beranak sepanjang tahun dengan jumlah anak yang banyak (BRADFORD et al., 1991). Namun kelemahan dari ternak ini adalah daya
64
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Petemakan ARMP-II Th. 199912000
hidupnya yang rendah karena produksi susu induk yang rendah (INOUNU et al., 1993). Menyadari hal tersebut Balai Penelitian Ternak telah membentuk suatu breed baru yang mempunyai daya tumbuh yang tinggi (INOUNU et al., 1998). Pembentukan breed baru ini dengan metoda persilangan dan telah sampai pada tahap uji coba di lapangan dengan kondisi ekosistem yang berbeda. Namun keterbatasan jumlah temak yang dapat dipelihara ini menyebabkan gaungnya secara Nasional tidak pernah terdengar. Sementara itu di lokasi-lokasi pengembangan peternakan di luar Balai Penelitian Temak kebutuhan akan ternak-temak dengan kualitas unggul sangat tinggi . Untuk mencoba memperkecil gap antara kebutuhan dan ketersediaan ternak unggul ini maka pada penelitian ini, Balai Penelitian Temak akan mengusahakan memproduksikan semen dari pejantan-pejantan unggul yang telah terbentuk. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari kualitas semen beku dari pejantan-pejantan unggul yang telah dibentuk di Balai Penelitian Ternak seperti domba komposit, Charolais Cross, dan St . Croix Cross . TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik domba penelitian Di Indonessia dikenal dua jenis domba yaitu domba Ekor tipis dan domba Ekor gemuk. Domba Garut dikelompokkan ke dalam domba ekor tipis. Domba ini dikenal memiliki preverensi yang tinggi sebagai domba aduaan . Ciri utama dari domba jantan adalah bergaris muka cembung, tanduk besar melingkar dan telinga rumpung (kecil) sedangkan pola warna adalah hitam,coklat, putih (BRADFORD dan INOUNU, 1996). Domba Priangan mempunyai ciri profil kepala cembung tetapi tidak menyebabkan domba mempunyai kepala cembung, kelopak mata agak menonjol, mata kecil jemih, lubang hidung lebar tidak berbulu, bibir atas dan bawah berbulu pendek . Domba jantan mempunyai tanduk yang besar melingkar mendekati leher Man panjangnya mencapai 55 cm, dasar tanduk 21 cm, jarak dasar tanduk hampir bersentuhan satu sama lain . Permukaan tanduk kelihatan bersudut tiga dan hanya ada guratan transversal . Domba betina tidak bertanduk, hanya kadang-kadang dijumpai tonjolan, kepala kecil terutama bagian atas (DEVENDRA dan MC . LOEROY, 1992). Domba Charollais adalah domba tipe pedaging tetapi sangat prolifik dan berproduksi susu tinggi sehingga dikategorikan sebagai domba tipe ganda. Domba ini berbadan besar dan berat. Bobot badan jantan mencapai 100 150 kg dan betina 75 - 95 kg, mencapai dewasa kelamin pada umur 12 - 26 bulan pada jantan dan pada betina beranak pertama pada umur18 bulan dengan 1,41 . Sedangkan prolifikasi pada domba dewasa rata-rata 1,85 dan dapat mencapai 2,23 . Wol di bagian kepala putih tetapi kadang-kadang berwarna hitam, muka besar, dan telinga runcing, panjang dan aktif Badan panjang, dada lebar dan dalam, bahu terpaut halus pada badan, kaki pendek tanpa wol. Sedangkan wolnya pendek dengan serat halus. Domba igi digunakan dalam program persilangan secara intensif Hal itu dimaksudkan untuk mendapatkan bobot pasar. Domba dengan darah charollais mempunyai keunggulan pada konfirmasi karkas dan kandungan lemak. Pada tahun 1990 beberapa pembibit di switzerland barat mulai menyilangkan domba Swisswhite Alpin dengan domba CharIlais. Hasil persilangan dikenal dengan nama Swiss Charollais . Swiss Sheep Breeder Association mencatat bahwa pada 199 ekor mencapai umur beranak pertama pada 662 had dengan tingkat kelahiran tunggal, kembar dua dan tiga rata-rata adalah 1,8, 1,2 dan 1,2 berturut-turut dan hampir tidak ada kematian sampai umur 30 hari . (FAHMY, 1996). Domba St . Croix berasal dari daerah St . Croix di sebelah barat Afrika. Domba ini berwarna putih dan berukuran medium, bertanduk untuk kedua jenis kelamin. Beberapa berwarna coklat kemerahan , coklat, hitam atau kombinasitiga warna (coklat dan putih dengan bercak hitam). Telinga medium dan horizontal, ekor menjangkau sampai persendian tarsus. Domba jantan dewasa mempunyai bulu leher yang berkembang baik dan profil muka agak cembung. Domba St . Croix betina mencapai dewasa kelamin pada umur 7 - 9 bulan dan jantannya pada umur yang lebih muda . Jumlah anak sekelahiran bervariasi antara 1,4 samapai 2 ekor. Kelahiran kembar terjadi dengan frekuaensi 50 - 70% dengan tingkat kematian anak dapat mencapai 25% pada musim hujkan . Domba ini dapat dipasarkan dengan bobot badan 40 - 45 kg dengan konfirmasi kaarkas lebih baik dari domba Barbados (FAHMY,1996) .
Morfologi sperma Sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas yang tidak tumbuh dan membelah diri . Secara essensial sperma terdiri atas kepala yang membawa materi hereditas paternal dan ekor yand mengandung sarana 65
ISMETH INOUNU et al. : /netraksi Genotipa dan Lingkungan Domba Eksotik dengan Domba Lokal
penggerak. Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membaran lipoprotein . Jika sperma mati permiabilitas membrannya meninggi terutama di daerah panggkal kepala dan hal ini merupakan dasar pewamaan semen yang membedakan semen yang hidup dan yang mati . Kepala sperma berbentuk oval memanjang lebar dan datar pada satu sudut pandang dan pipih pada sudut pandang yang lain dengan bagian paling tebal pada pangkal kepala yang melangsing kebagian apex . Bagian ini terisi sepenuhnya dengan materi inti chromosom yang membawa informasi genetik. Ekor sperma terdiri dari tiga bagian dan merupakan penggerak agar sperma dapat bergerak maju. Bagian tengah ekor merupakan bagian yang memberi tenaga untuk kehidupan dan bergerak maju bagi sperma oleh proses metabolisme yang berlangsung di bagian ini. Fisiologisemen domba Semen adalah hasil sekresi kelamin jantan yang normal diejakulasikan kedalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi . Dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperrrluan inseminasi buatan . Semen terdiri atas dua bagian, spermatozoa atau sperma dan plasma semen. Spermatozoa dihasilkan oleh testes yang dipengaruhi oleh FSH dan LH dari adenohypophysa. Perbedaan anatomi kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap pada berbagai jenis hewan menyebabkan perbedaan volume semen, komposisi dan ejakulasi semen. Domba jantan dapat berejakulasi 42 kali dalam seembilan jam dan tetap menghasilkan 100 juta spermatozoa pada ejakualsi terakhir (HAFEZ 1989). Sifat fisik dan kimia semen dipengaruhi oleh plasma semen (COLE dan CUrps, 1981). Plasma semen mempunyai pH sekitar 7 dan tekanan osmotik sama dengan darah. Komponen plasma semen terdiri dari kalium dan natrium. Kalium banyak terdapat dalam sperma dan natrium terdapat dalam plasma . Semen juga mengandung larutan penyangga sitrat dan bikarbonat, tetapi larutan ini tidak dapat mempertahankan pH netral dalam menghadapi jumlah asam laktatyang terbentuk dari fruktosa. Fungsi plasma adalah sebagai medium pengangkut sperma dari saluran reproduksi jantan kedalam saluran reproduksi betina . Fungsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya cairan penyangga dan makanan sumber energi seperti fruktosa dan sorbitol (HAFEZ, 1989). Pengencer semen dan beberapa aspeknya Memperbanyak volume semen merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi perkawwinan temak, dengan perkataan lain memperbanyak jumlah betina yang dikawinkan secara buatan dengan satu ekor pejantan . Dengan menambahkan suatu bahan ke dalam semen dimaksudkan agar volume semen yang ditampung dari seekor pejantan bertambah dengan mempertahankan konsentrasi tertdntu dari sperma aktif. Syarat utama dari suatu pengencer yang baik adalah t dak bersifat racun bagi spermatozoa, dapat menjaga pH yang sesuai bagi kelangsungan hidup spermatozoa, dapat mencegah kerugian yang diakibatkan oleh cold shock, dan murah serta mudah di dapat, (WINTERS,1952) . Dengan kata lain pengencer yang baik adalah pengencer yang dapat memberi makanan bagi sperma dalam keadaan aerob maupun anaerob pada proses metabolisme sel sperma, memberikan keseimbangan mineral wesensial untuk kehidupan sel sperma, mengandung lipoprotein atau lesitin untuk menjaga sel sperma dari cold shock mengandung bahan kimia sebagai penyangga racun dari hasil akhir proses metabolisme pada sperma dan dapat membebaskan bakteridan organisme lain yang membehayakan sperma dalam saluran reproduksi betina dan dalam proses pembuahan sel telur yang subur (SALISBURY dan VAN DENMARK, 1978). Semen domba beku Semen domba beku telah meningkatkan jumlah domba betina yang diinseminasi dalam petemakan domba penghasil wool, akan tetapi untuk domba komersial hal ini diraskan mahal (MAXWELL dan WATSON, 1996), karena dilakukan dengan metoda laparoskopi . Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengencer yang baik yang digunakan dalam pembuatan semen beku adalah campuran : laktosa dan kuning telur ; susu skim, laktosa dan kuning telur; tris, glukosa, asam sitrat (LAING, 1979). Sedangkan campuran laktosa, rusian dan kuning tris memberikan hasil yang lebih baik untuk semen beku dibandingkan sebagai pengencer semen cair yang disimpan pada 5°C (NAIDU et al., 1980). MOLINIA et al. (1994, 1995) mengemukakan bahwa dalam pembekuan semen domba pengencer bufer-zwitterion lebih baik dibandingkan tris-sitrat akan tetapi tidak ada indikasi meningkatkan kebuntingan bila diinseminasikan melalui servik .
66
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000
Ekuilibrasi adalah periode yang diperlukan sel sperma untuk menyesuaikan diri dengan pengencer sebelum dibekukan agar kematian sperma yang berlebihan pada saat pembekuan clapat dicegah. Lamanya periode ekuilibrasi adalah antara 1 sampai 4 jam pada suhu 5°C. Gliserol masih merupakan kryoprotektan yang terbaik (MAXWELL clan WATSON, 1996). Penyimpanan semen beku dilakukan menggunakan tabung khusus yang berisi gas Nitrogen cair bersuhu 1960C. Tabung tersebut tersedia dalam berbagai ukuran, yang trekecil untuk transortasi semen dan yang besar untuk penyimpanan beberapa ribu straw (LIANG, 1979). Sedangkan CORREA et al. (1994) menyatakan bahwa semen sebelum disimpan dalam Franch straw (0,25 ml) diinkubasi pada suhu 5°C selama 4 jam clan kemudian setelah dikemas dalam straw diletakkan 5 cm diatas Nitrogen cair selama 10 merit sebelum di masukkan kedalam Nitrogen cair. Semen cair yang disimpan dalam cairan ini dapat bertahan sampai beberapa tahun dengan menjaga straw tetap terendam . Sebelum semen beku digunakan harus diencerkan kembali (thawing). Banyak cara /metoda yang telah dipublikasikan dengan masing-masing keunggulannya. LIANG (1979) mengemukakan bahwa cara thawing dapat dilakukan dengan menggenggam dalam tangan sampai straw mencapai suhu 37°C. BROWN et al. (1982) mencairkan sperma dengan air keran berssuhu 35 0C selama 12 detik sampai 30 merit; sedangkan CORREA et al. melakukan pencairan sperma domba dengan air keran pada suhu 37°C selama 15 merit. Di Jennan Barat bagian utara pencairan sperma dalam kemasan straw dilakukan dalam air bersuhu 24°C selama 15 detik, terhadap ampul digunakan air bersusu 40 °C selama 35-40 detik, kemudian ampul dikeluarkan dari air dan digenggam dalam tangan selama 35-40 detik (TOELIHERE, 1993). Pada umumnya inseminasi pada domba menghasilkan fertilitas yang sangat rendah . Hal ini ada beberapa alasan antara lain menurunnya jumlah sel sperma yang progresiv sebagai akibat dari proses pendinginan, pembekuan dan pencairan kembali (MAXWELL dan WATSON, 1996). Masalah lain adalah menurunnya kesegaran spermatizoa dalam saluran reproduksi betina (LOPYRIN, 1971) dan menurunnya kemampuan untuk menembus servix . MATERI DAN METODE Untuk penelitian ini sebanyak 50 pejartan unggul yang diberi pakan berkualitas tinggi agar menghasilkan kualitas sperma yang baik. Pakan hijauan diberikan minimal 10% dari bobot badan /ekor/hari . Hijauan diambil dari lahan penelitian seluas 1.8 Ha yang ditanami rumput raja . Sebelum diberikan kepada ternak, rumput terlebih dahulu dicacah dengan alat pencacah elektrik untuk mendapatkan potongan-potongan sepanjang 2.5-3 cm . Konsentrat diberikan sebanyak 2-2,5% dari bobot badan ternak. Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersial dengan kadar protein kasar 16% dan TDN sebesar 68%. Alat bantu yang digunakan adalah mikroskop dan perlengkapannya, vagina buatan dan perlengkapannya, hemosito-meter, kamar Neubauer, eosin 0,2% dan 2%, timbangan, alat penghitung. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis semen. Pengamatan makroskopis dilakukan terhadap warna, volume, kekentalan clan derajat keasaman atau pH . Pengamatan mikroskopis meliputi motilitas atau gerakan individu, gerakan massa, konsentrasi . Penampungan semen menggunakan vagina buatan . Warna semen diamati langsung dengan kategori warna krem, putih susu atau bening air kelapa. Pengamatan volume semen dengan melihat skala yang terdapat pada tabung penampung. Kekentalan atau konsistensi diukur dengan cara memiringkan tabung, encer bila laju aliran cepat, kental bila laju aliran lambat clan sedang bila laju aliran diantara keduanya . Derajat keasaman atau pH diukur dengan pH irdikator (kertas lakmus). Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop. Gerakan massa diamati dengan kategori jelek (+1), seclang (+2), baik (+3) clan sangat baik (+4) (TOELIHERE clan YusuF, 1976). Gerakan individu atau motilitas diamati dengan kategori 0100% gerakan progresif ke depan yang dibandingkan dengan keseluruhan spermatozoa yang tampak pada suatu luasan pengamatan . Pewamaan diferensial atau penghitungan spermatozoa hidup dengan cara mencampur semen dengan zat warna (eosin 2%). Spermatozoa yang hidup berwama putih terang atau sedikit menyerap warna, sedangkan spermatozoa yang mati berwama merah (TOELIHERE clan YuSuF, 1976). Penghitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan hemositometer yang biasa digunakan untuk menghitung butir sel darah merah dengan kamar hitung Neubauer . Semen cair yang memenuhi syarat untuk dibekukan (gerakan masa > 80%) barulah diproses lebih lanjut untuk dibekukan (CORREA et al., 1994). Pengenceran semen dilakukan untuk memenuhi syarat konsentrasi spermatozoa sebanyak 12 x 108 per ml atau 300 juta sel sperma per straw ukuran 0.25 ml (SumyonN dan THOWATES, 1993). Pengenceran sperma dilakukan dengan mencampurkan bahan pengencer berupa larutan tris, gliserol (6%) dan 20 % kuning telur. Setelah pengenceran dilakukan semen kemudian dimasukan kedalam straw dan selanjutnya diletakkan dalam suhu 5° C selama 3 jam. Kemudian diatas nitrogen cair selama 10 merit, baru selanjutnya
67
ISMTH INOUNU et al. : lnetraksi Genotipa dan Lingkungan DombaEksotik dengan Domba Lokal
dibekukan pada suhu -196 0 C (CORREA et al., 1994). Setelah dibekukan beberapa buah dari contoh semen beku akan diuji kualitasnya (motilitas clan persentase hidup) . Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut (SEARLE . 1987): Yij k, = Bi + U + Btk+ eijki Keterangan :
Yijkl
Bi Btk
U
eijkl
kualitas semen breed (1= GG; 2=HG ; 3=MHG; 4=HMG) bobotternak umur pejantan (1=muda 2=dewasa). galat.
Setelah diadakan suatu evaluasi terhadap mutu dari semen beku ini kemudian semen beku diuji cobakan dilapangan bekerjasama dengan IP2TP Karangploso Yogyakarta (Pandan Simo, Bantul dan Gunung Kidul) dan Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi (Nagrak Sukabumi). Uji coba juga dilakukan di Stasiun Pemuliaan Ternak, Balitnak . HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap kualitas semen domba Garut (GG), Charollais-Garut (MG) clan St . Croix-Garut (HG) dikelompokkan berdasarkan bangsa dan dilihat pula pengaruh umur, dan bobot hidup. Hasil pengamatan mendapatkan rata-rata bobot hidup, dan kualitas semen pada Tabel 1 . Pengsmatan memperlihatkan bahwa pada domba persilangan (Charollais-Garut clan St. Croix-Garut) mempunyai rataan bobot hidup, clan kualitas semen lebih tinggi daripada domba Garut. WILLIAM (1955) menyatakan bahwa dengan persilangan bangsa-bangsa yang berbeda akan meningkatkan kualitas produksi dan daya adaptasi . Dua hal prinsip yang membantu keberhasilan peningkatan produktivitas sapi-sapi persilangan adalah adanya efek heterosis clan peningkatan vigoritas ternak yang disilangkan . FARID dan FAHMY (1996) menyatakan bahwa domba Charollais digunakan secara intensif dalam persilangan untuk meningkatkan bobot lahir. FOOTE (1981) menyatakan bahwa domba St. Croix termasuk bangsa murni sehingga sering digunakan dalam persilangan untuk meningkatkan penampilan produksi clan reproduksi . Kualitas semen nyata dipengaruhi oleh bobot hidup ternak, umur, dan bangsa (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penclapat PARTODIHARDJO (1982) bahwa kuantitas dan kualitas semen dipengaruhi oleh umur, bobot hidup, ras hewan clan frekuensi ejakulasi. Menurut WIJONO et al. (1995) kualitas semen ditentukan oleh bobot hidup. ._
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th . 199912000
Tabel 1. Rataan Pengukuran Bobot Hidup, Umur dan Kualitas Semen Domba Garut (GG), Charollais-Garut (MG) dan St. Croix-Garut (HG) . Peubah Bobot hidup (kg) Volume semen (ml) Warna Kekentalan PH Gerakan massa Motilitas (%) -ase Sperma hidup
Konsentrasi (x 10 7/ml)
Bangsa
Kisaran
Rataan
SB
GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG GG MG HG
21-53,5 50-67 37-68 0,3-2 0,5-1,2 0,5-1,3 Bening-krem Krem Putih susu-krem Encer-kental Kental Normal 6-7 7 7 1-4 2-4 2-4 10-80 50-85 50-80 19-95 49-98 57-96 95-408 161,5-373 76,54%5
34,82 58,50 48,97 0,76 0,77 0,83
10,63 6,64 11,67 0,40 0,27 0,33
2,81 3,39 3,21 58,08 73,08 70,71 64,32 76,95 79,49 249,06 276,19 249,61
0,98 0,65 0,80 21,17 10,11 12,69 19,73 12,13 10,35 84,14 62,69 91,30
Tabe12. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Semen Domba Peubah
Volume (ml)
Gerakan Masa
*
t.n
GG
1,06
2,7
MG
1,0
3,3
MHG
1,06
2,7
HG
1,43
2,9
HMG
1,38
3,1
HH
0,8
2,8
-0,013*
-0,005t.n
Rumpun :
Umur
Bobot Bagan
0,023*
0.017*
Keterangan : Angka dalam tabel menunjukkan nilai H-hitung, * menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,05); t.n=tidak berbeda nyata (P>0.05).
69
ISMETH INOUNU
et al. : /netraksi Genotipa dan Lingkungan Domba Eksotik dengan Domba Lokal
Rumpun, bobot badan berpengaruh nyata terhadap volume semen. Umur berpengaruh nyata terhadap persentase spermatozoa hidup dan konsentrasi . Warna dan kekentalan semen Warna semen merupakan faktor yang harus diperiksa pertama kali setelah penampungan semen. Semen domba yang normal berwarna putih susu atau krem (EVANS dan MAXWELL, 1987). Warna dan kekentalan memiliki hubungan yang erat sekali . TOELIHERE (1993) menjelaskan bahwa semen domba yang kental dan berwarna krem memiliki konsentrasi spermatozoa yang tinggi . Kontaminasi darah dalam semen menyebabkan semen berwarna merah muda dan jika semen berwarna abu-abu disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran reproduksi (EVANS clan MAXWELL, 1987). Hasil pengamatan mendapatkan semen yang berwarna krem sebanyak 83%, putih susu sebanyak 15% dan bening sebanyak 2% . Kekentalan semen yang didapatkan dari hasil pengamatan 81% kental, 15% sedang dan 4% encer, sehingga dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa semen pada domba Garut, Charollais-Garut dan St.Croix-Garut adalah baik . Kekentalan semen ditentukan oleh rasio antara spermatozoa dan plasma semen. Semen yang kental berarti spermatozoanya lebih tinggi dengan konsistensi plasma yang rendah (EVANS clan MAXWELL, 1987). Menurut WILLIAMS (1995) bahwa penghitungan konsentrasi spermatozoa dapat dilakukan secara cepat dengan melihat kekentalan semen dan hal ini sangat memungkinkan setelah koleksi. MLC (1982) yang dilaporkan oleh WILLIAMS (1995) mengemukakan bahwa skor wama dan skor kekentalan yang meningkat berarti jumlah spermatozoa semakin banyak . Volume semen Volume semen sebagian besar berupa plasma semen yang dihasilkan oleh kelenjar asesoris yang sekresinya tergantung pada peranan sel sertoli dalam testis (WIJONO et al., 1995). Hasil pengamatan memperlihatkan besarnya volume semen yang dihasilkan nyata dipengaruhi oleh bobot hidup ternak . Peningkatan bobot hidup diikuti pula perkembangan kelenjar pelengkap. Seperti diketahui bahwa semen merupakan campuran dari spermatozoa dan cairan plasma semen yang dihasilkan testis dan kelenjar pelengkap . Dengan semakin bertambahnya bobot hidup, cairan plasma (merupakan bagian terbesar volume semen) yang dihasilkan oleh kelenjar pelengkap juga akan meningkat (SOEPARNA, 1984). Volume semen pada bobot hidup kisaran 21-30 kg lebih rendah dibandingkan volume semen pada bobot hidup kisaran 31-40 kg, 41-50 kg, 51-60 kg dan 61-70 kg . Hal ini sesuai dengan pendapat Bearden dan Fuquay (1989) dalam WUONO et al. (1995) bahwa bobot hidup dan besar badan mempunyai korelasi positif dengan spermatozoa secara kuantitas . Pada pengamatan ini ditemukan besarnya volume semen pada domba Garut, Charollais-Garut dan St. Croix-Garut masing-masing mempunyai rataan 0,763 ; 0,777, dan 0,825 ml . Volume semen pada domba Garut berkisar dari 0,3-2 ml, Charollais-Garut dari 0,5-1,2 dan St .Croix-Garut berkisar antara 0,5-1,3 . TOELIHERE (1993) menemukan bahwa volume semen domba antara 0,5 sampai 2,5 ml sedangkan HAFEZ (1993) menemukan volume semen antara 0,8-1,2 ml . Besamya volume semen menentukan tingkat pengenceran untuk keperluan inseminasi buatan (EVANS dan MAXWELL, 1987). Derajat keasaman atau pH semen Derajat keasaman dan kapasitas pelindung semen penting dalam motilitas dan daya tahan spermatozoa selama penyimpanan (HAFEZ, 1993). Hasil pengamatan mendapatkan bahwa pH semen pada domba Garut berkisar antara 6-7, Charollais-Garut dan St . Croix-Garut masing-masing mempunyai pH 7. TOELIHERE (1993) menyatakan bahwa pH semen domba berkisar antara 6-7. Derajat keasaman semen ternak jarang kurang dari 6 dan lebih dari 8 (HAFEZ, 1993). Jadi pH semen yang didapatkan pada ketiga bangsa tersebut adalah normal . Hasil penelitian PINTO et al. (1984) menunjukkan bahwa peningkatan pH semen menyebabkan penurunan fertilitas . Semen dengan pH 6,8 menunjukkan fertilitas lebih baik dari semen dengan pH 7,3 dan 7,8. Motilitas Motilitas spermatozoa adalah banyaknya spermatozoa yang bergerak secara progresif atau maju kedepan. Motilitas digunakan sebagai dasar untuk menentukan kualitas semen sebagai ukuran kesanggupan membuahi sel
70
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000
telur (HAFEZ, 1993). Hasil pengamatan motilitas spermatozoa pada domba Charollais-Garut mempunyai rataan 73,1%, St. Croix sebesar 70,7% clan domba Garut sebesar 58,1%. EvANS dan MAXWELL (1987) mengelompokkan semen dalam kategori baik jika spermatozoa yang aktif sekitar 70-85%, seclang 45-65% dan tidak baik 20-40%, sehingga semen domba Charollais-Garut dan St. Croix-Garut termasuk dalam kategori baik sedangkan domba Garut termasuk dalam kategori sedang. Gerakan Massa Gerakan massa merupakan cara yang cepat untuk menentukan kualitas semen secara kasar dilapangan karena dapat dilihat dengan mata secara langsung, tetapi akan lebih akurat jika menggunakan mikroskop (EvANS dan MAXWELL, 1987). Hasil pengamatan mendapatkan besarnya gerakan massa pada bangsa Garut, Charollais-Garut dan St . Croix-Garut masing-masing adalah 2,808; 3,385 dan 3,214. Gerakan massa mempunyai hubungan yang erat dengan motilitas. EvANS clan MAXWELL (1987) mengelompokkan gerakan massa ke dalam skor baik (4) jika spermatozoa bergerak cepat clan motilitas spermatozoa sekitar 70-85% . Menurut TOELIHERE (1993) menentukan gerakan massa dapat ditentukan dengan melihat jarak antar kepala spermatozoa .Hal ini merupakan cara yang praktis clan sederhana untuk pemeriksaan rutin di lapangan . Cara ini dapat digunakan untuk menaksir jumlah spermatozoa . Konsentrasi Konsentrasi spermatozoa menggambarkan kualitas semen yang menentukan berapa betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat yang diperoleh (HAFEZ, 1993). Perhitungan konsentrasi yang tepat pada tiap volume semen sangat penting karena menentukan tingkat pengencerannya (EvANS clan MAXWELL, 1987). Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa konsentrasi spermatozoa nyata dipengaruhi oleh bobot hidup dan umur ternak dengan besarnya korelasi masing-masing 0,499 clan 0,390. Umur berperanan penting terhadap perkembangan semen. Dengan bertambahnya umur diikuti pula dengan perkembangan organ reproduksi hewan jantan yaitu testis (SOEPARNA, 1984). HAFEZ (1993) menyatakan bahwa kualitas maupun kuantitas semen seekor pejantan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah umur, bangsa, bobot hidup, nutrisi clan frekuensi penampungan. Umur menentukan kualitas semen sehingga seekor pejantan harus dipertimbangkan umurnya sebelum dijadikan bibit. Hal ini sesuai dengan pendapat FARID clan FAHMY (1996) bahwa domba jantan di Eropa digunakan sebagai bibit untuk mengawini pertama kalinya pada umur 18-20 bulan dan fertilitasnya pada umur tersebut sangat baik. WUONO et al (1995) menyatakan bahwa konsentrasi spermatozoa tergantung dari bobot badan. Rataan konsentrasi spermatozoa pacla domba Garut, Charollais-Garut clan St. CroixGarut masing-masing sebesar 2-:491 juta, 2.762 juta clan 2.496 juta per ml . Hal ini sesuai dengan penclapat TOELIHERE (1993) bahwa konsentrasi spermatozoa domba rata-rata 1.500-3 .000 juta per ml . Persentase spermatozoa hidup Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati dan yang hidup cligunakan untuk menghitung jumlah spermatozoa hidup secara obyektif pada waktu semen segar dicampur dengan zat wama (eosin 2%). Tujuan pewarnaan deferensial adalah mengetahui persentase sel-sel spermatozoa yang mati dan hidup (HAFEZ, 1993). Umur berkaitan erat dengan perkembangan organ reproduksi hewan jantan . Persentase spermatozoa hidup pada umur I o nyata lebih rendah dibandingkan pada umur 11, IZ clan 13 . Setiap bangsa domba mempunyai jumlah sel sertoli yang berbeda (HOCHEREAU-DE RIVIERS et al., 1985). Sel sertoli dalam testis berperanan terhadap produksi plasma semen. yang dihasilkan oleh kelenjar pelengkap (WI)ONO et- al., 1995). Hasil pengamatan ternyata menunjukkan bahwa besarnya persentase spermatozoa hidup pada ketiga bangsa ticlak berbeda nyata. Kualitas semen yang baik adalah mempunyai persentase spermatozoa hidup yang tinggi . Domba St. Croix-Garut mempunyai rataan persentase spermatozoa hidup 79,493%, Charollais-Garut sebesar 76,954% clan domba Garut sebesar 64,192%.
ISMETH INOUNu et al. : Inetraksi Genotipa dan Lingkungan Domba Eksotik dengan Domba Lokal
Semen beku Hasil sementara dengan menggunakan metode CORREA et al. (1994) yang telah dimodifikasi didapatkan motilitas after thawing berkisar 10-40% . Untuk menguji kualitas semen beku yang dibuat, digunakan dua metode inseminasi buatan . Uji keberhasilan IB di Laboratorium Percobaan Pemuliaan Ternak Bogor dengan metode inseminasi buatan intm vagina dan intra-uterin menghasilkan persentase kebuntingan masing-masing sebesar 28 dar 86 perser. Pengujian kualitas semen beku ini juga dilakukan di lapang dengan cara IB intra-uterin di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi hanya menghasilkan ternak beranak sebanyak 30% dari induk yang di IB . Di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan di Pandan Simo, Bantul dan di Gunung Kidul, dengan menggunakan metode IB intra vagina . Hasilnya didapatkan tingkat kelahiran anak sebesar 12%. Rendahnya hasil kebuntingan di tingkat lapang masih perlu dipelajari lebih mendalam . KESIMPULAN Domba Charollais-Garut dar St. Croix-Garut mempunyai rataan kualitas semen yang lebih tinggi dari domba Garut. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan tidak mengganggu daya reproduksi ternak . Peningkatan kualitas semen pada domba Charollais-Garut dan St. Croix-Garut meliputi motilitas spermatozoa, persentase spermatozoa hidup, konsentrasi dan volume semen. Persilangan pada domba tidak mengganggu daya reproduksi ternak. Hasil semen beku yang dibuat dapat digunakan pada domba untuk mencapai kebuntingan sebesar 22-28% dengan metode IB intra vagina dan 86% melalui IB intra-uterin . DAFTAR PUSTAKA BRADFORD, G.E . and I. INOUNU , 1996 . Prolific sheep of Indonesia Dalam FAHMY M.H . : Prolific Sheep. Agriculture and Agrifood Canada, Lennok Vile, Quebec, Canada.
BROWN, J.L., P.L. SENDER and J.K . HILLERS. 1982 . Influenc e of thawing time and post thaw temperature on acrosomal maintenance and motility of bovine spermatozoa froozen. Journal Animal Science 54 :938 COLE,H .H., and P.T .
CUPPs.
1981 Reproduction in Domestic Animals. Academic Press, New York and London.
Correa,J .E ., B. Bergmann and R Gatica, 1944 . Fertilization rate in sheep unilaterally inseminated with frozen semen. Small Ruminant Research . 13, 99 -101 . DBvENDRA,C . and G.B . MCLEROY. 1962 . Goat and Sheep Reproduction in theTropics . Toppan Printing Co . Pte. Ltd. Singapore. DULDiAMAN, M. 1997 . Diktat Kuliah Ilmu Tilik Temak. Fapet IPB. Bogor.
EvANs, G. and M. W. C. MAXWELL. 1987 . Salamon's Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butterworths . Australia. FAHMY, M.H . 1996 . PROLIFIC Sheep. Agriculture and Agri-food, Lennok-Vile, Quebec, Canada. FARID, A. H. and M. H. FAHMY. 1996 . East frisien and other European breeds . In : International. University Press. Cambridge.
Prolific Sheep. M.H . FAHMY. Ca b
FOOTE, W. C. 1981 . The St. Croix sheep in the United State. In : Hair Sheep of Western Africa and The America. H. A. Fitzhugh and G. E. BRADFORD. United State of America. HAFEz, E.S .E . 1993 . Reproduction in Farm Animal.
e Ed . Lea and Febiger. Philadelphia .
HARDIOSUBROTO, H. 1994 . Aplikasi Pemuliabiakan Temak di Lapangan . Gramedia Pustaka. Jakarta.
HOCHEREAU-DE REVIERS, M.T ., M.R. BLANC, G. COLAS and J. PELLETIER. 1985 . Parameters of male fertility and their genetic variation in sheep. In : The Genetics of Reproduction in Sheep. R.B . LAND and D. W. Robinson . Butterworths . Sydney . LAND, R.B ., D.T . BAIRD and W.R. CARR. 1981 . Increased testicular growth of Tasmanian Merino ram lamb treated with antisera to oestrogen. J. Reprod and Fert. 62 : 151-158. LIANG, JA . 1979 . Fertility and infertility in Domestic Aanimals . 3th Ed . BaillereTindal London. LOPYRIN, A.I ., 1971 . Biology of Reproduction In Sheep. Kolos Moskow 320pp.
MASON, 1. L. 1980 . Prolific Tropical Sheep. Food and Agricultur Organization (FAO) of the United Nations. Rome.
72
Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000 MAXWELL, W .M .C ., P .F . WATSON . 1996. Recent progress in thr preservation of ram semen . Animal Production Science 42 pp 55-65 . MOLINIA, F.C., G .EvANs, and W .M .C ., MAXWELL, 1994. In vitro evaluation of zwitterion buffer in diluents for freezing ram spermatozoa . Reprod. Nutrit. Dev ., 34 :491 - 500. MOLINIA, F .C ., A .J . LAANDERs, G . EVANs, W .M.C . MAXWELL, 1995 . Fertility of ram spermatozoa pellet frozen in zwitterionbuffer dilluents . Reprod . Nutrit . Dev. 3 5 NAIDU, M .K ., B .R . BENYAMIN and M . R. ANSARI 1980. Comparative study on the conception rates of cattle inseminated by semen preserved in various diluents. Br . Vet. Jour. 136,4 3`d ORTAVANT, R., M . COUROT and M.T . HOCHEREAU-DE RIVIERS. 1977 . Spermatogenesis in domestic animal . In : The America . . COLE and P.T . CUPPs . United State of Reproduction in Domestic Animal . H.H PARTODIHARDJO, S . 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
PINTO, O ., D . AMIR, H. SCHINDLER and S. HURWITZ . 1984 . Effect of pH on the metabolism and fertility of turkey spermatozoa . J. Reprod and Fert . 70 : 437-442 . RICE, V .A ., F .N. ANDREWS, E.J . WARWICK and J .E . LEGATES . 1971 . Breeding and Improvement of Farm Animal . 5 0, Ed. Me Graw-Hill Book Company. Inc and Kogukushu Company . Ltd . Tokyo . SALISBURY, B .W., N . L. VAN DENMARK, and I .R . LODGE 1978 . Cattle . Freeman and Company. London .
Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of
SOEPARNA . 1984 . Studi biologi reproduksi kambing Kacang jantan muda. Disertasi . Fakultas Pasca Sarjana . Institut Pertanian Bogor . Bogor . TOELIHERE, MR . dan T. YUSUF. 1976 . Pengantar Praktikum Inseminasi Buatan . Bagian Inseminasi Buatan Institut Pertanian Bogor. Bogor. TOELIHERE, M .R . 1993 . Inseminasi Buatan pada Ternak. Ed ke-3 . Angkasa . Bandung. WALPOLE, R. E. 1995 . Pengantar Statistika. Gramedia Pustaka. Jakarta. WILLIAM, D .W. 1955 . Beef Cattle Production in The South . College Station. Texas . WILLIAMS, H.L.I. 1995 . Sheep breeding and infertility. In : The 1 5` Animal Breeding and Infertility. M .J . Meredith. Hartnoll s Ltd. Bodmin. Cornwall . Britain. WINTERS, L.M . 1952 . Animal Breeding. Jhon Willey and Son, Inc. New York