SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
KASUS KERACUNAN UREA PADA SAPI
YUNnaGSn-t
Balai Penelitian Veteriner Jalan.R.E.Martadinata 30, P.O. Box 151, Bogor 16114 ABSTRAK Urea merupakan senyawa nitrogen non protein yang dapat dicampurkan dalam pakan ternak, dengan tujuan untuk meningkatkan kebutuhan nitrogen protein yang diperlukan pada nuninansia . Tetapi dapat mengakibatkan keracunan pada ternak apabila kadar urea tinggi dalam pakan atau kekurang hati-hatian dalam pencampuran urea dalam pakan sehingga tidak homogen. Seperti telah terjadi kematian 12 ekof sapi perah clan 35 ekof lainnya mengalami gejala keracunan setelah mengkonsumsi pakan. Setelah dilakukan pemeriksaan 5 macam sampel sisa pakan clan 3 sampel isi rumen dari sapi yang mati terhadap uji urea dengan cara spektrofotometri, yaitu pakan A, B, C, D, dan E kemudian isi rumen Fl, F2 clan F3, masing-masing mengandung urea : 13,275%; 3,125%; 0,785% ; 5,082% ; 6,551% ; 0,936% ; 0,932% clan 1,996% . Berdasarkan kadar urea dalan sampel pakan (pakan A clan pakan E) cukup tinggi, yaitu lebih besar dari 6%, sedangkan level toksik urea dalam pakan untidc nuninansia adalah 6%, maka sapi yang mengkonsunsi pakan tersebut akan menderita keracunan. Kata kunci : Keracunan, urea, sapi perah, pakan PENDAHULUAN Urea sudah umum dikenal oleh masyarakat terutama dalam bidang pertanian, inisalnya untuk penggunaan pupuk (fertilizer) . Tetapi urea ini dapat juga ditambalilcan ke dalam pakan karena urea merupakan non protein nitrogen yang dapat menaikkan 40% kebutuhan protein nitrogen yang diperlukan untuk nminansia. Disamping itu penambahan urea dalam pakan cukup efisien, lebih ekonomis dibandingkan dengan nirogen protein alam. Tetapi dalam kondisi tertentu penambahan urea dalam pakan ini akan mengakibatkan keracunan, apabila dalam pencampuran urea dengan makanan tidak merata atau kekurang hati-hatian dalam pencampuran, begitu juga dosis penambahan urea dalam pakan, yang berlebihan (over dosis) . Dalam keadaan deunikian akan mengakibatkan terjadi konsentrasi urea yang tinggi dalam pakan tersebut, dimana akan menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya (OSWEILER et al., 1985). Terjadinya keracunan urea pada ternak tidak hanya tergantung pada kadar urea yang dikonsumsi cukup tinggi, juga tergantung pada jumlah amonia yang terbentuk dalam nimen, yaitu hasil reaksi hidrolisis urea dalam rumen dengan bantuan enzim urease karena dengan tingginya kandungan amonia ini yang menyebabkan keracunan pada ternak . Peluang terjadinya keracunan urea pada nuninansia lebih besar dibandingkan dengan terjadinya pada non nminansia karena adanya enzim urease pada numinansia yang clapat mempercepat reaksi hidrolisis urea unenjadi aunonia tersebut . CASTEEL clan COOK (1984) menyatakan baliwa apabila kondisi numen fdak dapatmengadaptasi campuran inakanan yang berasal dari campuran makanan yang mengandung urea dan makanan yang mengandung karbohidrat yang rendah, maka akan neninmbulkan gejala keracunan dalam waktu 30-60 menit dengan gejala atau tanda-tanda klinis yaitu salivasi, gemertak
1062
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
gigi, perut sakit dan kembung, gemetaran, ataksia clan kejang-kejang. Umumnya terjadi kematian pada ternak dalam 4 jam setelah pemberian . Sebagai salah satu gambaran ternak yang menderita keracunan urea ini dapat dilihat berdasarkan pada gambaran akibat keracunan amonia, karena amonia merupakan hasil metabolit terpenting dari urea sehingga penyebab dari keracunan urea tersebut penyebabnya adalah akibat keracunan amonia. Sebagai salah satu contoh gambaran dari keracunan urea ini telah dicoba cara perlakuan pemberian urea pada ternak dengan dosis 0,5 glkg berat badan . Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi toksikosis dalam waktu 60 menit setelah pemberian, kemudian mengakibatkan kenaikan-kenaikan dalam nilai amonia-N, pH dalam rumen, urea-N, glukosa dalam darah clan protein, kemudian potasium dalam plasma (ALEx dan KHUDDUS, 1985) . Berdasarkan hasil penelitian di lapangan maupun hasil percobaan pada sapi, rata-rata level toksik urea sekitar 0,3-0,5 glkg berat badan . Kemudian dari hasil percobaan tersebut menunjukkan terjadinya pembentukan bahan toksik yang spesifik yaitu amonia sebagai metabolit urea yang terpenting dalam hasil degradasi dan sintesis protein (WHITEHAIR,1989). Untuk mendiagnosa keracunan urea ini yaitu dengan cara memeriksa kadar urea dalam pakan yang dikonsumsi, sehingga dapat diketahui kadar urea dalam pakan tersebut masih dalam batas normal atau sudah mencapai level toksik, yang dapat menyebabkan keracunan . Kemudian untuk konfirmasi hasil diagnosa ini dapat juga memeriksa kadar amonia dalam darah/senim, dalam cairan rumen dan urin, karena apabila terjadi keracunan urea pada ternak, maka akan terjadi perubahan kadar amonia, misalnya kadar amonia dalam rumen, yaitu terjadi kenaikan yang cukup tinggi, mencapai 80 mg/100ml (0,08%) dan numgkin sampai mencapai 200 mg/IOOml (0,20%) (OSWEILER et al., 1985) Untuk pengobatan akibat keracunan urea (amonia) ini sebenarnya tidak rilungkin dapat terjadi penyembuhan atau terjadi penibalian kondisinya karena cepatnya reaksi urea menjadi amonia dalam rumen. Tetapi bisa dicoba dengan infus 5% asam asetat melalui nunen dengan dosis 0,5-1,0 L untuk domba dan kambing . Sedangkan untuk sapi adalah 2-6 L larutan asam asetat tersebut (OSWEILER et al., 1985). Tujuan dari penelitian ini salah untuk mengetahui balian toksik yang terdapat dalam pakan yang diduga sebagai penyebab kematian dari 12 ekor sapi perah clan 35 ekor sapi laiiulya menderita gejala keracunan . BAHAN DAN CARA Sebagai bahan pemeriksaan adalah 5 macam sampel pakan yang berasal dari sisa-sisa pakan sapi perah yang mati dengan diberi kode masing-masing A, B, C, D dan E. Kemudian 3 macam sampel isi rumen sapi perah dari sapi yang telah mati diduga keracunan diberi kode F1, F2 dan F3. Kedua jenis sampel tersebut berasal dari suatu peternakan di Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak di Baturaden - Jawa Tengah, yang pada tahun 1996 terjadi kematian 12 ekor sapi perah dan 35 ekor sapi lainnya menderita gejala keracunan setelah mengkonsumsi pakan. Semua sampel dikirim ke laboratorium Toksikologi-Balitvet, Bogor, untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya bahan toksik yang terdapat dalam pakan tersebut . Sebagai pemeriksaan penjajagan dilakukan pemeriksaan sampel terhadap uji nitrat clan nitrit . Kedua metode ini dilakukan dengan cara Kit, yaitu masing-masing kit Nitrat test (Merckoquant 10020) clan Nitrit test (Merckoquant 10007). Kedua metode ini sama metoda ekstraksinya, hanya hasil reaksi warna dari pencelupan strip pada hasil ekstrak dibandingkan sesuai dengan deret warna 106 3
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998
yang merupakan deret variasi konsentrasi nitrat atau nitrit yang tertera pada kit . Untuk menghitung konsentrasi nitrat atau nitrit pada sampel yaitu hasil reaksi warna yang telah dibandingkan dengan warna yang terdapat pada deret variasi konsentrasi dikalikan dengan faktor pengenceran ekstrak kemudian dibagi berat sampel . Kemudian pemeriksaan penjajagan selanjutnya pemeriksaan sampel terhadap sianida yaitu dengan metoda picrate paper test yaitu hasil reaksi warna antara sampel yang telah diekstrak dalam aquades dengan kertas pikrat (kertas saring yang direndam dalam Na2C03 dan asam pikrat) dan ditambah enzim b-glucosidase untuk mempercepat reaksi pelepasan sianida . Apabila hasil reaksi sianida ini positif yaitu dapat dilihat reaksi warna dari kertas pikrat tersebut dengan perubahan warna dari kuning menjadi nlerah bata . Hasil perubahan warna pada kertas ini dapat dihitung jumlah sianida dalam sampel dengan mengekstrak kertas tersebut dengan aquades kemudian hasil ekstrak diukur dengan spektrofotometer (ANDERSON, 1960) . Kemudian penjajagan terakhir sampel diperiksa terhadap amonia dengan mempergunakan pereaksi Nessler, yaitu sampel diekstrak dengan air dan direaksikan dengan campuran larutan potasium iodide dengan mercuric chloride kenuidian ditambahkan sodium hidroxide dan canlpuran ini diencerkan dengan akuades . Hasil reaksi dari sampel dengan pereaksi tersebut menghasilkan warna yang spesifik yaitu perubalian warna kuning menjadi merah bata yang menunjukkan tinggi rendahnya kandungan amonia . Untuk nlengetallui jumlahnya (kuantitatif) dari kandungan amonia ini dapat diukur dengan cara nlenlbuat deret standar ion amonium dengan variasi konsentrasi dari garam amonium dall salah sattinya disini dipakai garam amonium chloride (STAIR et al ., 1990) . Kemudian dilanjutkan pemeriksaan pH terhadap ketiga sampel isi rumen . Selanjutnya keseluruhan sampel diarahkan terhadap pemeriksaan urea dengan cara spektrofotometri, dengan mengekstrak 20 grain sampel dengan 100m1 aquades, kemudian dilakukan penyaringan dengan kertas saring Whitman 42 setelah penambahan karbon aktif Hasil saringan (filtrat) diukur jumlahnya dan ambil 5 ml, dari hasil saringan ini kemudian direaksikan dengan pereaksi Ehrlich (p-dimethylamino benzaldehyde dalam asam khlorida pekat) . Densiti dari hasil reaksi warna antara filtrat dengan pereaksi Ehrlich diukur dengan spektrofotometer pada 425 mu din dibuat deret standar urea, yaitu 0,5 ; 1,0 ; 2 .0 , 4,0 ; 8,0 ; dan 16,0 mg/ml (HORWITZ, 1980) . Cara perhitungannya volume filtrat hasil ekstrak x mg urea Kadar urea (%) = Keterangan
:
volume filtrat yang diukur x berat contoh
x 100
mg urea : konsentrasi urea dalam sampel sebagai hasil konversi dari kurva standar urea HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan informasi dari peternak sapi perah telah terjadi kematian sapi perall sebanyak 1°e ekor dan 35 ekor lainnya mengalami gejala keracunan . Untuk mengetahui jenis racun apa yanl terdapat dalam 5 macam sampel pakan yang dikonsumsi dan 3 macam isi runlennya nlaka perlt penjajagan pemeriksaan supaya lebih cepat diketahui hasilnya . Dalam penjajagan ini dilakukai pemeriksaan terhadap nitrat, nitrit, sianida dan amonia, karena keempat jenis racun ini dapa menyebabkan kematian yang mendadak pada ternak dan paling sering terjadi kasus keraclulal yang diketemukan di lapangan . Ternyata llasil pemeriksaan keseluruhan sampel terhadap keenlpa jenis racun tersebut adalah negatif, kecuali hasil pemeriksaan ketiga sampel isi rumen terhadal amonia yaitu positif cukup tinggi, yaitu antara 400-500 ppln, begitu juga hasil pemeriksaan pf
1064
Seminar Nasional Peternakan dan I "eteriner 1998
terhadap ketiga sampel isi rumen yaitu pH=9,0. Sedangkan menurut OSWEILER et al . (1985) yang menyatakan bahwa kandungan amonia dalam isi rumen mencapai 200-500 ppni . sudah terjadi kematian pada ternak . Dengan tingginya kandungan amonia dalam isi rumen clan nilai pH cukup tinggi, maka pemeriksaan sampel diaralikan terhadap uji urea karena amonia inerupakan hasil metabolit urea yang terpenting dalam rumen (hasil hidrolisis dari urea) dxn tingginya pH akan mendorong pembentukan amonia, sehingga dengan sendirinya kandungan amonia akan bertanibalt tinggi dalam rumen. Hasil pemeriksaan urea dalam pakan A, pakan B, C, D, dxn E, masing-masing yaitu 13,275%; 3,125% ; 0,7845% ; 5,080% dan 6,550%, begitu juga hasil pemeriksaan urea terhadap sampel isi rumen F1, F2 dan F3, masing-masing yaitu 0,935% ; 0,930% clan 1,995% (Tabel 1). Berdasarkan adanya urea dalam isi rumen, maka dapat dibuktikan bahwa sapi tersebut mengkonsumsi urea yang berasal dari campuran pakannya clan terbukti dari hasil pemeriksaan sebagian pakannya mengandung urea cukup tinggi . Kemudian kandungan urea dari keseluruhan sampel pakan (A, B, C, D dan E) terlihat dengan kadar urea yang berbeda sangat mencolok dari masing-masing sampel, hal ini kennmngkinan besar pencampuran antara urea dengan pakan tidak merata (tidak homogen). Apabila pencampuran tidak merata antara urea dengan pakan, maka akan menyebabkan keracunan pada ternak (OSWEILER et al ., 1985) . Di samping itu kandungan urea dalam sebagian sampel pakan cukup tinggi, misalnya sampel pakan A dxn E, mengandung 13,275% clan 6,550% urea. Sedangkan level toksik urea dalam pakan untuk nuninansia adalah 6% (OSWEILER et al., 1985), maka kandungan urea dalatn pakan tersebut sudah di atas level toksiknya sehingga ternak tersebut menderita keracunan . Kandungan urea dalam isi ntmen rata-rata lebili rendah dibandingkan dengan kadar urea dalam pakan karena urea dalam ntmen sebagian besar sudah terhidrolisis menjadi amonia dengan bantuan enzitn urease . Tabel 1. No. 1.
Hxsil pemeriksaan sampel pakan dan isi nimen terhadap urea dengan cara spektrofotometri Kode sampel Pxkan A Pakan B Pxkan C Pxkan D Pxkan E Isi rumen F1 Isi ntmen F2 Isi nimen F3
2 3 4 5 6 7 8
volume fltrat (ml) 35 21 25 28 28 55 50 29
mg urei/5 ml filtrat 75,9744 29,798 6,2757 36,2958 46,7952 3,4029 3,7254 6,9913
kadar urea ('%) 13,2750 3,1250 0,7945 5,0915 6,5514 0,9360 0,9315 1,9955
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar urea dari keselunthan sampel sebagian sampel pakan mengandung urea cukup tinggi (>6%), maka dapat diambil kesimpulan bahwa sapi perah yang menderita keracunan atau terjadi kematian akibat mengkonsumsi pakan yang mengandung urea tinggi . Sebagai saran sebaikiiya apabila dilakukan penarnbahan urea dalam pakan, dosis hanis sesuai dengan aturan clan dalatn proses pencampuran hanis merata (hotnogen). DAFTAR PUSTAKA and C .A . KHUDDUS. 1985 . Clinico-pathologica l features Kevala. J. Vet. Sci . 16(1)109-118 .
ALEX, P .C .
of experimental
urea poisoning in
calves .
106 5
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 CASTEEL, S.W. and W.O . CooK . 1984 . Urea toxicosis in cattle a dangerous and avoidable dietary problem. Vet. Med. SmallAnim . Clin . 79(12)1523 . HoRwITZ, W. 1980 . Official Method ofAnalysis Chemist. Ed . 13 . AOAC .Washington DC . OSWEILER, G.D ., T.L. CARSON, W.B . BUCK, and G.A . vArl GELDER . 1985 . Urea and Nonprotein Nitrogen. Clinical and Diagnostic Veterinery Toxicology. Kendall/Hunt Pub . Co . Iowa . WHITEHAIR, C. K. 1989 . Urea (Ammonia) Toxicosis in Cattle Bovine Practitioner . Departement of Pathology. State University, East Lansing. USA. No 24, 67-73 . STAIR and WHALEY . 1990 . Rapid Screening and Spot Tests for the Presence of Conunon Poisons. Vet. /lum . Toxicol. 32(5)564-566 . CLARK, E.G.C . and M.L . CLARK. 1975 . Ammonia, Ammonium Compounds and Urea . Verinary Toxicology . Macmillan Pub. Co ., New York .