Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
HASIL PEMERIKSAAN PESTISIDA FENTHION (INSEKTISIDA ORGANOSFOSFAT) DALAM BAHAN BAKU PAKAN, PAKAN DOMBA DAN ISI LAMBUNG KAMBING YUNINGSIH dan SRI YULIASTUTI
Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Martadinata No . 30, P.O . Box 151, Bogor 16114
ABSTRAK Pemakaian pestisida sangat berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup, walaupun sangat berguna untrdc kepentingan kehidupan sehari-hari, tenitama dalam bidang pertanian sehingga dapat menimbulkan kontaminasl terhadap hasil pertaniannya . Sebagai contoh kasus di salah satu peternakan di Bogor telah terjadi kematian 11 ekor domba Garut secara bertahap dalam satu minggu dengan gejala diare, kembung dan salivasi. Kemudian pada peternakan lain di Jakarta terjadi juga kematian 7 ekor kambing dalam waktu beberapa hari . Setelah dilakukan pemeriksaan pestisida dengan metode Khromatografi Lapisan Tipis (KLT) terhadap 3 sampel bahan baku pakan (jagung, polar clan kedelai) dan 3 sampel sisa pakan domba yang mati (A, B clan Q, kernudian sampel isi lambung kambing yang mati, ternyata hasilnya Irampir semua sampel menunjukkan positif pestisida fenthion (insektisida organosfosfat), masing-masing yaitu pakan A=2,0 ppm, pakan B= - (negatif) dan pakan %=4,0 ppm, jagung=0,2 ppin, polar--2,0 ppm, kedelai= - (negatif), dan 1 sampel isi lambung kambing=0,8 ppm. Kata kunci : Pestisida, fenthion, pakan, donrba/kambing, khromatografr lapisan tipis PENDAHULUAN Pestisida sudah senrakin meluas penggunaannya terutama di sektor pertanian, seperti contolinya dalain penggrmaan pemberantasan hama penyakit. Di samping untuk pemberantasan hama juga untuk meningkatkan tingkat produksi hasil pertanian . Seperti meningkatkan hasil pertanian bahan baku untuk makanan manusia, sebagai contoh jagung, kacang kedelai, kacang tanah dsb, yang mana bahan ini juga menlpakan bahan utama dalam produksi pakan ternak . Pemakaian pestisida dalam bidang pertanian ini biasanya lebih banyak dilakukan pada masa pra panen (pre-harvest), karena ini cukup banyak gangguan hania, penyakit dan gulma. Tetapi pihak para petani kadang-kadang ingin memperoleh hasil panen yang menguntungkan dalam waktu singkat, relatif murah dan diperoleh dengan mudah. Maka untuk tujuan tersebut kadang-kadang ingin memperoleh hasil panen yang menguntungkan dalam waktu singkat, relatif murah dan diperoleh dengan mudah. Maka untrdc tujuan tersebut kadang-kadang para petani dalam pernakaian pestisida ini tidak mengikuti aturan (dosis) lagi, sehingga pemakaian pestisida melebihi aturannya/takarannya (over dosis). Dengan dosis yang tidak normal, maka akan mengakibatkan residu pada hasil pertanian bertambah tinggi, sehingga kemungkinan residu menjadi cukup tinggi dan melewati ambang batas yang diperbolehkan . Dengan tingginya residu pada hasil pertanian ini, maka dengan sendirinya akan mengakibatkan adanya residu pestisida yang cukup tinggi juga dalam bahan baku pakan ternak tersebut dan residu inilah yang menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya (lLJAs et al., 1986). Sebagai salah satu contoh jenis pestisida yang sering dipergunakan oleh para petani ialah jenis pestisida fenthion, (nama bahan aktif), sedangkan narna dagangnya adalah Lebaycid, Baytex 1067
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
dan Entex . Nama kimia dari fenthion ini ialah dimethyl 3 (coethylthiophenyl) phosphorothiote (ANON ., 1984) . Fenthion ini termasuk golongan insektisida organofosfat, yang mana umumnya golongan ini mengakibatkan keracunan akut pada hewan . Seperti telah dilaporkan oleh DAMAYANTI et al. (1994), yaitu telah terjadi kematian akut pada hati berdasarkan hasil pengamatan histopatologinya . Begitu juga telah dilaporkan kasus kematian akibat golongan organofosfat (diazinon) ini di daerah Sukabumi, Bogor dan Garut yang mengakibatkan kematian akut pada ayam (YLTNINGSIH, 1998) . Kemudian terjadi juga kematian pada beberapa ekor jenis hewan liar yaitu hewan wallaby yang terdapat di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap isi rumen dari hewan yang mati, ternyata mengandung insektisida organofosfat fenthion (INDRANINGSIH et al., 1995) . Disamping insektisida organofosfat ada juga jenis insektisida organoklorin, dimana jenis golongan ini dapat menyebabkan keracunan kronis pada hewan . Pada hewan yang menderita keracunan insektisida golongan organoklorin ini akibat terjadinya akumulasi pestisida dalaln tubuh hewan dalam waktu tertentu atau suatu saat menyebabkan residu dalam tubuN bertalnbah tinggi dan akibatnya menyebabkan kematian pada hewan tersebut (ILYAS et al., 1986) Keracunan insektisida organofosfat ini pada hewan menyebabkan terjadinya penghambatan reaksi pembentukan enzim acety1cholinesterase (AChE) dalaiu darah, yang mana terjadi pembentukan esterase yaitu senyawa kompleks dengan organofosfat dan terbentuk phosphorilasi . Pembentukan phosphorilasi ini clan terjadilah dephosphorilasi dan regenerasi, Sebagai penghambat enzim AChE menyebabkan turunnya kadar enzim tersebut sehingga terjadi penghambatan enzim acethylcholinesterse (AChE), yang nlana sifat ini hampir sama dengan sifat gejala keracunan pestisida karbamat . Terjadinya perubalian kandungan enzim dalam darah dimana juga sebagai ciri yang spesifik dari keracunan insektisida organofosfat ini, maka kandungan enzim dapat dijadikan sebagai patokan untuk diagnosa keracunan insektisida organofosfat . Kemudian sifat yang sama dalaln penghambatan enzim AChE ini pada keracunan pestisida golongan karbamat, maka patokan kadar enzim AChE ini dapat juga untuk diagnosa keracunan pestisida karbamat. Sebagai nilai patokan kadar enzim ini yaitu apabila kandungan enzim AChE berkurang 25% dari kandungan AChE normal, maka hewan tersebut menderita keracunan . Kemudian untuk mendiagnosa keracunan insektisida organofosfat ini dapat juga diperiksa dari sampel makanannya atau isi nimennya terhadap uji pestisida (OSWEILER et al., 1985) . Pengobatan dari keracunan insektisida organofosfat ini ialah dengan pemberian intravenous atroppin sulfat 0,25-0,50 mg/kg dalam bentuk larutan 25%, bila perlu dilakukan pemberian ulang tiap 3-6 jam (MAYER, 1990) . Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetaluli jenis bahan toksik yang terdapat dalam sampel bahan baku pakan clan sampel sisa pakan domba yang menyebabkan kematian yang mendadak pada domba Garut yang inengkonsumsinya sebanyak 11 ekor. Begitu juga pada sampel isi lambung dari kambing yang mati, dimana terjadi kematian yang mendadak sebanyak 7 ekor. BAHAN DAN CARA Sebagai bahan pemeriksaan ialah spesimen pakan dengan diberi kode sebagai berikut : pakan A, pakan B, pakan C dan bahan baku inakanan berupa polar, jagung clan kedelai. Keselunthan spesimen ini berasal dari suatu peternakan domba Garut di daeraN Kotamadya Bogor . Kemudian spesimen lainnya berasal dari suatu peternakan di Jakarta yaitu benipa satu spesimen isi lambung yang berasal dari 1 ekor kambing yang inati dengan diberi kode K.
106 8
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
Untuk mengetahui jenis racun yang terdapat pada spesimen maka perlu pemeriksaan penjajakan supaya memerlukan waktu yang cepat dan efisien. Maka sebagai pemeriksaan penjajakan, yaitu keseluruhan spesimen diperiksa terhadap uji nitrat dengan metode Kit (Merckoquant 10020), yaitu sampel diekstrak dengan air kemudian disaring dan hasil saringannya diuji dengan mencelupkan strip yang terdapat pada kit pada larutan ekstrak tersebut . Hasil warna dari strip ini dibandingkan dengan beberapa warna (deret warna) yang tertera pada kit dengan konsentrasi nitrat yang berlainan. Kemudian untuk menghitung konsentrasinya berdasarkan hasil dari warna tersebut dikalikan faktor pengenceran dan dibagi berat sampel . Pemeriksaan selanjutnya yaitu keseluruhan spesimen diperiksa terhadap uji nitrit yaitu dengan metode Kit (Merckoquant 10007) . Dalam uji nitrit ini metodenya sama dengan metode uji nitrat, hanya deret warna yang terdapat pada kit khusus deret konsentrasi nitrit . Kemudian keseluruhan spesimen diperiksa terhadap sianida dengan metode picrate paper test, dan pemeriksaan terakhir adalah uji pestisida terhadap keseluruhan spesimen tersebut dengan metode AOAC (ANON., 1980), yaitu dengan cara mengekstraksi contoh dengan pelarut organik. Kemudian dilakukan pemurnian dan hasil ekstrak tersebut dengan melalui kolom khromatografl yang berisi florisil dan sodium sulfat . Untuk menemukan golongan insektisida organokhlorin maka kolom tersebut dielusi dengan larutan campuran eter-heksan 6% dan larutan elusi 15% untuk pemurnian insektisida golongan organofosfat . Hasil elusi dikeringkan dengan alat rotary-evaporator dan residu siap untuk di spot pada lempengan kromatografi lapisan tipis (KLT) silika gel . Di samping itu juga di spot standar pestisida sebagai pembanding, yaitu diazinon, fenthion, opDD, ppDD, DDE clan parathion. Setelah itu dilakukan pengembangan plate dalam larutan campuran heksan : aseton-4 :1, kurang lebih selama 20 menit. Untuk memperoleh intensitas yang maksimum dari hasil pengembangan, maka plate pertama disemprot dengan pereaksi iodine 0,5% dan kedua disemprot dengan pereaksi methylumbelliferon . Kemudian hasilnya dilihat di bawali sinar lampu UV dan dapat dihitung konsentrasinya dengan membandingkan intensitas warna dari sampel clan intensitas warna standar pestisida (semi kuantitatif) . HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan informasi dari peternak domba Garut bahwa setelah pemberian makanan mengakibatkan kematian 11 ekor dari kelompok dengan pemberian makanan yang sama dan sebelum terjadi kematian ada gejala diare selama 1-2 hari clan kematian secara bertahap dalam satu mlnggu dlmana keluar busa/lendir dari hidung dan mulut clan perut kembung. Begitu juga terjadi kasus kematian yang mendadak dari hewan kambing sebanyak 7 ekor . Dengan terjadinya kasus kematian yang mendadak clan hewan yang mati dalam junllah yang cukup banyak maka perlu pemeriksaan spesimen yang cepat . Maka dalam hal ini dilakukan pemeriksaan spesimen dengan pemeriksaan awal atau penjajakan yaitu uji-uji bahan-bahan toksik yang menuju ke arah keracunan. Untuk pemeriksaan awal terhadap spesimen maka dicoba pengujian terhadap nitrat, nitrit clan sianida karena ketiga jenis racun ini mengakibatkan kematian yang mendadak pada hewan. Ternyata hasil pemeriksaan dari keseluruhan spesimen terhadap ketiga jenis racun tersebut adalah negatif Berdasarkan informasi peternak baliwa gejala kematian hewan tersebut di samping kematian mendadak juga terjadi diare dan kejang-kejang, maka berdasarkan dengan gejala tersebut dapat diarahkan kemungkinan keracunan pestisida. Di samping itu gejala kejang-kejang dan diare adalah salah satu sifat spesifik dari gejala keracunan pestisida organofosfat, maka dicoba pemeriksaan spesimen terhadap pestisida dan hasilnya seperti tertera pada Tabel 1 .
1069
Seminar Nasional Veteriner dan Peternakan 1998
Tabel 1.
Hasnl pemeriksaan spesimen pakan, bahan baku pakan dan ini lambung terhadap uji pestisida
Jenis spesimen Pakan A Pakan B Pakan C Jagung Polar Kedelai Isi lambinig kambing
diazinon -
parathion -
Jenis pestisida (ppm) fenthion op DDT 2,0
pp DDT
DDE
-
4,0
0,2 2,0 0,8
Ternyata hasil pemeriksaan spesimen terhadap pestisida menunjukkan bahwa keseluruhan spesimen tersebut negatif (tidak terdektesi) terhadap pestisida diazinon, op DD, pp DD, DDE dan parathion . Sementara itu terhadap uji pestisida fenthion hampir semua spesimen positif kecuali pakan B dan spesimen kedelai. Spesimen pakan yang mengandung fenthion tersebut ialah pakan A=0,2 ppm, pakan C=4,0 ppm, jagung=0,2 ppm, polar--2,0 ppm, dan isi lambung kambing (K)=0,8 ppiu. Dengan adanya kandungan fenthion dalam sampel bahan baku pakan maupun dalam pakan tersebut maka sampel pakan tersebut sudah terkontaminasi oleh pestisida fenthion. Begitu juga sampel isi rumen kambing mengandung positif fenthion, berarti kambing tersebut telah mengkonsumsi makanan yang mengandung fenthion (kontaminasi fenthion) . BARTIK clan PisKAc (1981), merekomendasikan bahwa rata-rata kandungan insektisida organofosfat yang tidak ada efeknya dalam pakan adalah 0,003 ppm. Maka kadar fenthion dalam sampel pakan maupun bahan baku pakan sudah jauh melewati batas yang direkomendasikan di atas. Sehingga dengan kadar fenthion dalam pakan tersebut kemungkinan akan mengakibatkan kematian pada hewan yang mengkonsumsinya . KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pemeriksaan dari keseluruhan spesimen baik yang berasal dari bahan baku pakan, pakan dan spesimen isi lambung terhadap uji pestisida, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa hampir semua spesimen mengandung pestisida fenthion (insektisida organofosfat), kecuali 1 spesimen pakan B dan spesimen kedelai, yang mana sudah teijadi kontaminasi pada pakan sehingga dapat menyebabkan kematian pada ternak . Sebagai saran yaitu sebaiknya dilakukan pemeriksaan pakan terhadap pestisida sebelum diberikan pada ternak untuk menghindari terjadinya keracunan, karena hampir semua para petani mempergunakan pestisida dari mulai awal tanam sampai panen dan penyimpanan dari hasil produksi pertanian . DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS . 1984 . Farm Chemicals.
Handbook farm chemical magazine. Ed. 70 Chicago .
ANONIMOUS . 1980 . Official Method ofAnalysis Chemist. BARTIK, CLARK,
107 0
M. and A.
PisKAc . 1981 .
Ed. 13. AOAC. Washington D.C.
Pesticide. Veterinar y Toxicology Elsevier Scientific Pub . Co. 129 .
E.G.C. and M.L. CLARK. 1976 . Organic Compounds-Pesticides . Veterinary Toxicology. 1st . Ed. Collier. Macmillan Publisher . New York.
SeminarNasional Veteriner dan Peternakan 1998 DAMAYANTI, R. dan YUNINGSIH. 1994 . Gambaran patologi keracunan insektisida organofosfat diazinon pada ayam . Penyakit Hewan 47(26) : 53-56. INDRANINGSIH dan YUNINGSIH. 1995 . Residu pestisida pada bennacam-macam sampel diagnosis di bagian Toksikologi Balaitvet dari tahun 1984-1995. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Vetermer. Bogor. pp . 983-989.
MATSumuRA, F. 1976 .
Metabolisme of Insecticides by Animals and Plants.
York . pp . 70-71 .
MAYER, S. 1990 . Poison organophosphates .
In Practice
Toxicology of Insecticides . New
6(12): 250-251 .
OSWEILER, G.D ., T.L . CARsoN, W.B . BUCK, and G.A . vAN GELDER . 1985 . Organophosphorus and Carbamate Insecticides Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology . Kendall/Hunt . Pub. Co . Iowa . 299-316. YUNINGSm . 1988 . Kasus keracunan insektisida organofostat diazinon pada Hwan . 38-39.
Penyakit Hewan
35(20) :