BAB ll TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberangan adalah fasilitas pejalan kaki di jalan untuk mengkonsentrasikan pejalan kaki yang menyeberang jalan. Idealnya semua penyeberangan jalan menggunakan jenis penyeberangan jalan terpisah, dimana tidak terdapat kemungkinan terjadinya konflik antara pejalan kaki dan kendaraan bermotor (Susilo, 1984).
II.1.1 Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberang bagi pejalan kaki terdiri dari : a. Zebra Cross Zebra Cross adalah fasilitas penyeberangan yang ditandai dengan garisgaris berwarna putih searah arus kendaraan dan dibatasi garis melintang lebar jalan. Zebra cross ditempatkan di jalan dengan jumlah aliran penyeberang jalan atau arus yang relatif rendah sehingga penyeberang masih mudah memperoleh kesempatan yang aman untuk menyeberang.
b. Zebra Cross dengan lampu kedip Pada fasilitas ini penyeberang diperbolehkan menyeberang pada saat arus lalu-lintas memberikan kesempatan yang cukup untuk menyeberang dengan aman. Lampu kuning yang berkedap-kedip pada Zebra Cross berfungsi untuk mengingatkan setiap kendaraan yang akan melintasi fasilitas penyeberangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersebut agar mengurangi kecepatan dan atau berhenti, memberi kesempatan pada pejalan kaki untuk menyeberang terlebih dahulu. Tipe Fasilitas ini dianjurkan ditempatkan pada : Jalan dengan 85% arus lalu lintas kendaraan berkecepatan 35 Mph (56 km /jam) Jalan di daerah pertokoan yang ramai atau terminal dimana arus penyeberang jalan tinggi dan terus menerus sehingga dapat mendominasi penyeberangan dan menimbulkan kelambatan bagi arus kendaraan yang cukup besar. Jalan dimana kendaraan besar yang lewat cukup banyak (300 kend/jam selama empat jam sibuk). c. Pelican Pelican adalah Zebra Cross yang dilengkapi dengan lampu pengatur bagi penyeberang jalan dan kendaraan. Phase berjalan bagi penyeberang jalan dihasilkan dengan menekan tombol pengatur dengan lama periode berjalan yang telah ditentukan Fasilitas ini bermaanfaat bila ditempatkan di jalan dengan arus penyeberang jalan yang tinggi. Tombol pengatur dan tipe fasilitas penyeberangan ini. d. Jembatan Penyeberangan dan Terowongan Jembatan penyeberangan adalah jembatan yang dibuat khusus bagi para pejalan kaki. Jembatan penyeberangan dan terowongan merupakan fasilitas penyeberangan jalan yang aman. Fasilitas ini bermaanfaat jika ditempatkan di jalan dengan arus penyeberang jalan dan kendaraan yang tinggi, khususnya pada jalan dengan arus kendaraan berkecepatan tinggi. Jembatan penyeberangan akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat berfungsi dengan baik apabila bangunannya landai atau tidak terlalu curam. Jembatan penyeberangan dapat membantu mengurangi kemacetan arus lalu lintas yang salah satu penyebab adalah banyaknya orang yang menyeberang di jalan. Pembuatan terowongan bawah tanah untuk penyeberangan membutuhkan perencanaan yang lebih rumit dan lebih mahal dari pada pembuatan jembatan penyeberangan, namun sistem terowongan ini lebih indah karena bisa dapat menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan.
II.2
Waktu Penyeberangan Diperkirakan bahwa pejalan kaki hanya akan menggunakan jembatan
penyeberangan apabila rute melalui jembatan penyeberangan (ta) lebih singkat dibandingkan dengan rute melalui jalan (tb). Pada jembatan penyeberangan agar pejalan kaki mau menggunakannya, waktu yang diperlukan harus lebih singkat yaitu ¾ kali waktu menyeberang langsung melintasi jalan raya (ta = ¾ tb) (Road Research Laboratory, 1963) Dari suatu penelitian mengenai jembatan penyeberangan yang dilakukan oleh ROAD RESEARCH LABORATORY di United Kingdom (London), memberikan hasil yang menarik seperti pada Gambar 2.1. Misalkan R adalah perbandingan antara waktu yang dibutuhkan untuk menyeberang melalui jembatan (ta) dengan waktu untuk yang dibutuhkan menyeberang pada jalan (tb). Untuk R = 1 diperkirakan 10 % - 80 % orang akan menggunakan jalur yang lebih aman (jembatan penyeberangan), karena waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jembatan tersebut sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyeberang langsung pada jalan. Bila R < 1 maka jembatan penyeberangan merupakan rute tersingkat, sebagian besar pejalan kaki memanfaatkan jembatan penyeberangan tersebut dan bila R > 1 maka jembatan penyeberangan merupakan rute terpanjang, sehingga sangat sedikit pejalan kaki yang akan menggunakannya (Susilo, 1984) . Di United Kingdom, tampaknya penggunaan jembatan penyeberangan sangat berkaitan dengan perbandingan waktu. Salah satu kesimpulan dari studi yang dilakukan di United Kingdom adalah alasan utama bagi pemanfaatan jembatan penyeberangan oleh pejalan kaki adalah waktu yang dibutuhkan dan bukan pertimbangan keselamatan (susilo, 1984). Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia dimana alasan utama bagi pemanfaatan jembatan penyeberangan oleh pejalan kaki adalah keselamatan dan bukan pertimbangan waktu .
Gambar 2.1 Penggunaan Jembatan Penyeberangan Sumber: susilo, 1984
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
II.3 Kapasitas Jembatan HANKIN, dan WRIGHT (1958), mengadakan studi perpindahan dari pejalan kaki. Hasilnya bahwa kapasitas jembatan mengenai kecepatan berjalan rata-rata yang diijinkan untuk satu pejalan kaki tiap meter persegi adalah sampai 0,75 m/det di atas tangga (berdasarkan kecepatan 1,52 m/det pada permukaan datar dan 0,15 m/det secara vertikal) pada kecepatan arus dari 50 orang per meter lebar dek/lantai jembatan per menit. Kepadatan tertinggi dan kelanjutan dapat dicapai, tetapi hanya dengan mengurangi kenyamanan bagi mereka yang menggunakan jembatan. Bentuk dan dimensi orang Indonesia pada umumnya lebih kecil dari pada orang barat, standar-standar ini dapat dikurangi sedemikian rupa. Toleransi sosial masyarakat pengguna jembatan penyeberangan di Indonesia mungkin lebih tinggi dari pada di negara Barat.
II.4 Arus Lalu Lintas Kendaraan sebagai objek utama pengguna suatu jalan dan merupakan elemen pembentuk arus lalu lintas. Upaya meminimalisasikan konflik antara arus lalu lintas dengan arus peyeberangan jalan merupakan alasan utama penempatan suatu jenis fasilitas penyeberangan pada suatu ruas jalan. Kendaraan yang terdiri dari 3 jenis komposisi yang berbeda - beda membentuk volume dan arus lalu lintas yang berbeda - beda pada suatu ruas jalan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
II.5 Hubungan Jumlah Aliran Arus Penyeberang Jalan dan Kendaraan Penelitian kecelakaan pejalan kaki di penyeberangan yang dilakukan di Inggris membandingkan beberapa variasi hubungan antara arus penyeberang jalan (P) dan arus kendaraan (V) dengan kecelakaan rata-rata di beberapa lokasi, diperoleh hubungan PV² sebagai pengukur tingkat konflik antara arus kendaraan dan penyeberang jalan pada fasilitas penyeberangan, dimana P adalah arus ratarata penyeberang jalan per jam di sepanjang daerah pengamatan selama dua jam sibuk Berdasarkan rumus berikut : P Rata-rata
= ( ∑ P h ) / h ;..............………………………….......…….(2.1)
Dimana: h = jumlah jam
V adalah arus kendaraan per jam yang lewat dalam dua jam sibuk Berdasarkan rumus berikut : V Rata-rata = ( ∑ V h ) / h ;............................…………………........................(2.2)
Departement of Transport Road and Local Transport Directorate (1980), menyarankan dalam Departemental Advice Note TA/10/80 bahwa fasilitas penyeberangan ditempatkan pada daerah dimana harga PV² lebih besar dari 108, untuk jalan dengan perlindungan harga batas PV² lebih besar yaitu 2.108. Pada lokasi/jalan dimana harga PV² lebih kecil dari 108 maka lokasi/jalan tersebut ditempatkan pada daerah penyeberangan tidak resmi. Penyeberangan tidak resmi adalah pejalan kaki yang menyeberang jalan pada suatu lokasi/jalan yang tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memerlukan fasilitas penyeberangan, karena konflik yang terjadi antara arus kendaraan penyeberang jalan pada lokasi/jalan tersebut relatif kecil, Department of Transport (1980). Penentuan fasilitas penyeberangan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Kriteria pemilihan penyeberangan sebidang adalah: Didasarkan pada rumus empiris (PV²), dimana P adalah arus pejalan kaki yang menyeberang ruas jalan sepanjang 50 m tiap jam-nya (pejalan kaki/jam) dan V adalah arus kendaraan tiap jam dalam 2 (dua) arah (kendaraan/jam). P dan V merupakan arus rata-rata pejalan kaki dan kendaraan pada 2 jam sibuk dengan rekomendasi awal seperti table 2.1 dan Gambar 2.2.
Tabel 2.1. Pemilihan Fasilitas Penyeberangan Sebidang P.V 2
P
V
(Jam)
(Org/Jam)
(Kendaraan/Jam)
>10 8
Tipe Fasilitas
50-1100
300-500
50-1100
400-750
>10 8
50-1100
>500
Pelican ( p )
>108
>1100
>500
Pelican ( p )
>2x108
50-1100
>700
P dengan Pelindung
>2x108
>1100
>400
P dengan Pelindung
>2x10 8
Zebra Cross (ZC)
ZC dgn Lampu Pengatur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan : P.V : Nilai untuk menentukan nilai fasilitas penyeberangan, P : Arus pejalan kaki yang menyeberang diruas jalan sepanjang 50 m tiap jamnya (org/jam), V : Arus lalu lintas dalam dua arah tiap jam (kendaraan/jam). (Sumber: Perekayasan Fasilitas Pejalan Kaki Diperkotaan Dpu-1997)
Tabel 2.2 Penentuan Jenis Fasilitas Penyeberangan P.V2
P
V
(JAM)
(Org/Jam)
(Kendaraan/Jam)
Tipe Fasilitas
>5x10 8
100-1250
2000-5000
Zebra Cross (ZC)
>10 8
100-1250
3500-7000
ZC dgn lampu pengatur
>5x10 8
100-1250
>5000
Dengan lampu pengatur/jembatan
>5x10 8
>1250
>2000
Dengan lampu pengatur/jembatan
>10 8
100-1250
>7000
Jembatan
>10 8
>1250
>3500
Jembatan
Keterangan : P.V2 : Nilai untuk menentukan nilai fasilitas penyeberangan, P: Arus pejalan kaki yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyeberang diruas jalan sepanjang 100 m tiap jamnya (org/jam), V: Arus lalu lintas dalam dua arah tiap jam (kendaraan/jam). Sumber: Deprtemen Advice Note TA/10/80
Kriteria pemilihan penyeberangan tidak sebidang adalah : PV² lebih dari 2 x 108. arus pejalan kaki (p) lebih dari 1.100 orang /jam arus kendaraan 2 arah (V) lebih dari 750 kendaraan/jam, yang diambil dari arus rata-rata selama 4 (empat) jam sibuk. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam. Pada kawasan strategis, tetapi tidak memungkinkan para penyeberang jalan untuk menyeberang jalan selain pada jembatan penyeberangan. Persyaratanyang penyeberangan
agar
aspek keselamatan,
harus dipenuhi untuk
diadakannya
jembatan
sesuai dengan yang ditentukan/dipersyaratkan seperti kenyamanan
dan
kemudahan
bagi pejalan
kaki,
maka hal-hal berikut ini harus diperhatikan yaitu : 1. kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan ≥ 5,0 m 2. tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm 3. lebar anak tangga 30 cm 4. panjang jalur turun minimum 1,5 m 5. lebar landasan tangga dan jalur berjalan minimum 2,0 m 6. kelandaian maksimum 10 % Dasar penetapan kriteria tersebut diatas adalah dengan asumsi kecepatan ratarata pejalan kaki pada jalan datar 1,5 m/detik, pada tempat miring 1,1 m/detik, dan pada tempat vertikal 0,2 m/detik. Departement of Transport, Road and Local Transport, memberi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rekomendasi dalam dokumen Departemental Advice Note TA/10/80, bahwa kriteria untuk
menentukan
tipe
fasilitas
penyeberangan adalah seperti
ketentuan pada Tabel 2.2.
Fungsi fasilitas Pejalan Kaki Ditinjau dari : Pejalan kaki, untuk memberikan kesempatan bagi lalulintas orang sehingga dapat berpapasan pada masing-masing arah dengan rasa aman dan nyaman. Lalulintas, untuk menghindari bercampurnya atau terjadinya konflik antara pejalan kaki dengan kendaraan
Faktor
yang
harus
dipertimbangkan
dalam
penggunaan
fasilitas
penyeberangan tidak sebidang menurut Paver Bottomley adalah: Tingkat keamanan dan keselamatan (safety) untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Tingkat konflik pejalan kaki dengan kendaraan (traffic) dengan perhitungan secara kuantitatif. Efisiensi biaya. Ketepatan penggunaan fasilitas penyeberangan tidak sebidang dari segi desain dan lokasi, serta kenyamana dan kemudahan penggunaannya. Semua warga harus dilatih untuk menjadi pemakai jalan yang baik pada semua tingkat umur dan belajar mengenai keselamatan dijalan dan perilaku pejalan kaki. (Hobbs, 1995).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disamping hubungan PV² dinyatakan sebagai indikasi awal perlunya penyediaan fasilitas penyeberangan, perlu dipertimbangkan juga beberapa hal, antara lain: a.
Headway antar kendaraan.
b.
Frekuensi kecelakaan.
c.
Kapasitas jalan.
d.
Lebar jalan.
e.
Peruntukan jalan.
f.
Pemanfaatan lahan di sepanjang jalan.
g.
Jarak jalan pejalan kaki rata-rata (average walking distance).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.2 Penentuan Jenis Fasilitas Penyeberangan (Sumber: Department of Transport 1980)
II.6 Konstruksi Jembatan Penyeberangan Departement of Transport (1980) menyatakan Desain standar khusus untuk jembatan penyeberangan dan dimensi tangga sangat penting, karena desain jembatan penyeberangan yang baik dapat memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga dapat meningkatkan penggunaan suatu jembatan penyeberangan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a.
Untuk anak tangga: Antrede (lebar injakan) = 240 – 280 mm (disarankan 260 mm ) ditambah tonjolan datar = 25 mm Optrede (tinggi injakan) = 150 – 180 mm (disarankan 160 mm ) Kemiringan tangga = ά = 35° - 45° Lebar tangga > 1100 mm (disarankan 1250 mm)
b.
Untuk Lantai jembatan: Lebar lantai / dek = 1700 – 1800 mm ( disarankan 1800 mm ) Tinggi = 4,5 – 5 m ( bila tidak ada bis susun ) = 5,5 – 6 m ( bila ada bis susun ) Tinggi pegangan tangga dari anak tangga = 800 - 840 mm Lokasi anak tangga di tempatkan sesuai dengan lahan yang tersedia diusahakan pada tempat yang mudah dijangkau ( hindari penempatan pedagang). Banyaknya jumlah kaki tangga tergantung dari daerah kebutuhan pejalan kaki. Bentang/panjangnya jembatan penyeberangan tergantung dari lebar jalan
yang ada.
IL.7 Parameter Efektifitas Jembatan Penyeberangan. Definisi efektifitas adalah mampu mendapatkan hasil yang diinginkan (successful in producing a desired or intended result) McShane (1990)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendefenisikan ukuran efektifitas sebagai sebuah parameter yang menjelaskan kualitas atau layanan yang disediakan bagi pengguna dalam hal ini adalah persentase penyeberangan jalan yang melewat jembatan terhadap jumlah penyeberangan jalan total. mengingat tidak ada standar baku yang menjelaskan efektivitas
jembatan penyeberangan, maka diambillah kesepakatan untuk
menggunakan Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar Efektivitas Jembatan EFEKTIFITAS (%)
KRITERIA
0-20
Sangat Tidak Efektif
20,1-40
Tidak Efektif
40,1-60
Cukup Efektif
60,1-80
Efektif
80,1-100
Sangat Efektif
Keterangan : Efektifitas sama dengan jumlah penyeberangan lewat jembatan dibagi dengan jumlah penyeberangan jalan total dikali 100% Sumber : Tesis Listiati Amalia Berdasarkan Arikunto Suharsimi,2005
II.8 Studi Terdahulu Adapun penelitian sejenis sebelumnya tentang fasilitas pejalan kaki dapat dilihat pada table dibawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.4 Studi Terdahulu NO Penelitian
Judul Penelitian
Tujuan/Metode
Hasil Penelitian
Penelitian 1
Bernabas
Kebutuhan
Membuat permodelan
Model fasilitas pejalan
untung
fasilitas Pejalan
kebutuhan fasilitas
kaki yang terdiri dari
sudianto
Kaki Dipusat
pejalan kaki di pusat
lebar efektifitas trotoar,
Pertokoan (Studi
pertokoan dikota
tinggi trap refuge, dan
Kasus Di
Salatiga
luas sudut persimpangan
(1997)
Salatiga)
2
jalan
Listiati
Kajian
Menilai tingkat
- Fasilitas belum sesuai
Amalia
efektifitas
efektifitas penggunaan
dan yang sesuai adalah
(2005)
jembatan
jembatan
pelican dengan
penyeberangan
penyeberangan bagi
pelindung
pejalan kaki
pejalan kaki yang - Pada ketiga lokasi
pada pusat
menyeberang jalan tetap perlu digunakan
perdagangan -Memberi
fasilitas penyeberangan
rekomendasi
karena rekomendasi
penggunaan fasilitas
pentingnya keselamatan
penyeberangan pada
pejalan kaki dan
pusat perdaganagan
kelancaran arus
dikota Semarang
lalulintas
dikota Semarang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NO
Penelitian
Judul Penelitian
Tujuan/Metode
Hasil Penelitian
Penelitian 3
Agustina
Efektifitas
Menganalisa
-Tingkat efektifitas
Wardani
jembatan
efektifitas jembatan
penggunaan jembatan
penyeberangan
penyeberangan dan
penyeberangan dari
(studi kasus
kesesuaian jembatan
persentase adalah rendah
jembatan
Penyeberangan
-Tingkat efektifitas
penyeberangan
melalui :
ditinjau dari persyaratan
kaligawe,
-Persentase
PV2 dan volume
jembatan
penyeberangan jalan
kendaraan (V) terpenuhi,
penyeberangan
- Tinggkat kecocokan
dari penyeberangan (P)
majahpahit,
PV2
tidak terpenuhi
jembatan
-Efektifitas dengan
-Perilaku penyeberangan
penyeberangan
analisa statistic
tidak menggunakan
MT Haryono
hubungan persentase
jembatan penyeberangan
kota Semarang)
penyeberangan jalan
karena lelah dan yang
dan kecepatan
menggunakan karena
kendaraan dengan
factor keamanan.
volume kendaraan.
-Hubungan volume
-Perilaku
lalulintas berpengaruh
penyeberangan jalan
terhadap volume
(2004)
penyeberangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NO Penelitian
Judul Penelitian
Tujuan/Metode
Hasil Penelitian
Penelitian 4
Aji Suraji Analisa
Melakukan
(2000)
kebutuhan
penyeberangan
analisa Arus
fasilitas penyeberangan
bagi pejalan pada bagi penyeberangan di sama kawasan
lalulintas
untuk
alun- kawasan pusat bisnis masing
alun kota Malang
kota Malang
tidak masing-
ruas
sehingga
dan
jalan,
memerlukan
fasilitas penyeberangan yang berbeda-beda
5
Amsal
Studi efektifitas Menemukan faktor-faktorPersentase tingkat
Fatzia
Pemanftan
penyebab tidak efektif
efektifitas pemanfaatan
(2006)
Jembatan
nya pemanfaatan
seluruh jembatan dari
penyeberangan
jembatan penyeberangan hasil kuisioner berkisar
dikota Medan
tersebut apabila dinilai
5%-36,7% dn melalui
tidak efektif lagi
pendekatan secara teknis
pemanfaatannya
berkisar 17,8%52,8%(dengan hasil ratarata 31,7 %)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA