BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kantor Badan Pemeriksa Keuangan RI Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR. 46
47 Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949. Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan
di
Bogor)
yang
merupakan
salah
satu
alat
perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA). Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati
48 bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor. Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945. Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah
menjadi
Dewan
Pengawas
Keuangan
RIS
berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR. Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
49 Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masingmasing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal
50 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat. Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu; UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
4.1.2 Sejarah BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo
Sejalan dengan perkembangan sejarah Indonesia, BPK RI juga mengalami berbagai perkembangan. Sekitar 30 tahun setelah lembaga tinggi negara yang bernama Badan Pemeriksa Keuangan dan yang dikenal dengan singkatan BPK ini hijrah dari Yogyakarta ke Bogor dan kemudian ke Jakarta, BPK baru mempunyai satu perwakilan, yang kemudian dikenal dengan nama perwakilan BPK wilayah II di Yogyakarta. Adanya Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dimana Pasal 23 G ayat 1 yang menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap Provinsi, Maka dibentuklah kantor Perwakilan BPK RI di seluruh Provinsi di Indonesia. Ditetapkannya secara definitif Provinsi Gorontalo melalui Undang-undang Nomor 38
51 Tahun 2000 berpisah dari Provinsi Sulawesi Utara dilanjutkan dengan pada tanggal 16 Pebruari 2001 Menteri Dalam Negeri meresmikan Provinsi Gorontalo, sehingga memungkinkan Provinsi Gorontalo menjadi sebagai salah satu Perwakilan BPK RI.
Pimpinan BPK memberikan kewenangan kepada kepala perwakilan
untuk
melakukan
pemeriksaan
atas
pengelolaan
keuangan daerah dan menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati, dan Walikota setempat. Tujuan dari pendelegasian ini adalah untuk memudahkan pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah dan mempercepat penyampaian LHP kepada DPRD, sebagai pemegang hak budjet, dan kepada Pemerintah Daerah sebagai auditee. Kebijakan ini sekaligus dimaksudkan agar tercipta hubungan kerja yang
baik
sesuai dengan
fungsinya
masing-masing
dengan
penanggungjawab entitas di daerah dalam rangka meningkatkan ketertiban pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2007 Prof. Dr. H. Anwar Nasution meresmikan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo, yang merupakan Perwakilan BPK RI yang ke-28 terpisah dari struktur BPK RI Perwakilan Provinsi Manado.
Pembentukan Perwakilan Provinsi Gorontalo dirintis dengan diresmikannya unit kerja BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo oleh
52 Ketua BPK RI periode 2004-2009 Bapak Prof. Dr. Anwar Nasution sebagai perwakilan BPK RI ke 28 yang merupakan pemisahan dari struktur BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara di Manado. Pada awalnya BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo menempati gedung eks Dinas Informasi dan Komunikasi milik Pemerintah Kabupaten Gorontalo di Jl. Ahmad Yani No. 6 Limboto, Kabupaten Gorontalo selama kurang lebih 2 tahun (14 Desember 2007 s.d. 28 Januari 2010). Pada saat itu BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo dijabat dengan susunan pejabat struktural sebagai berikut:
Kepala Perwakilan : Tri Heriadi, S.H., M.M. Kepala Sub Auditorat : Subekti,S.E., M.M., Ak. Kepala Sekretariat Perwakilan : Dra. Rr. Titiek Nur Tjahjaningsih Saleh Kepala Sub Bagian Setkalan : Aan Husdianto, S.E., M.Si. Kepala Sub Bagian Keuangan : Andi Relawati, S.E., M.M., Ak. Kepala Sub Bagian SDM, Hukum & Humas : Muh. Nasir, S.E. Kepala Sub Bagian Umum : Drs. Muhtar ,M.M. Kepala Seksi Gorontalo I : John Ferdinand Rotinsulu, S.E., M.Si., Ak. Kepala Seksi Gorontalo II : Joni Agung Priyanto, S.E., M.Si., Ak. Pimpinan BPK memberikan kewenangan kepada kepala perwakilan
untuk
melakukan
pemeriksaan
atas
pengelolaan
keuangan daerah dan menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan
53 (LHP) kepada DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, Gubernur, Bupati, dan Walikota setempat. Pada saat itu, jumlah pegawai BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo adalah sebanyak 32 pegawai dengan entitas pemeriksaan sebanyak 6 Pemerintah Daerah. Sejarah BPK RI Perwakilan Gorontalo. Sejak BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo berdiri pada tahun 2007, Kepala Perwakilan baru berganti sebanyak 2 kali, Sebelumnya,
Perwakilan
Provinsi
Gorontalo
merupakan
Sub
Auditorat II Seksi Gorontalo pada BPK RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara di Manado. Saat itu yang menjabat sebagai Kepala Seksinya adalah John Ferdinand Rotinsulu, S.E., M.Si., Ak. Pada tanggal 14 Desember 2007 BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo resmi dibuka dan Tri Heriadi, S.H., M.M. yang sebelumnya Kepala Bagian Persidangan dan Protokol pada Biro Sekretariat Pimpinan di BPK RI dipromosikan sebagai Kepala Perwakilan Provinsi Gorontalo. Pada tanggal 9 Oktober 2009, Sesuai dengan master plan BPK RI, dilaksanakan pembangunan gedung kantor BPK RI Perwakilan Gorontalo. Pembangunan gedung kantor BPK ini sejalan dengan reformasi birokrasi BPK mengenai reformasi di bidang prasarana dan sarana bagi pegawai BPK. Gedung kantor BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo dibangun di atas tanah milik BPK RI seluas + 5.931 m2.Gedung kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo akan dibangun dengan luas bangunan mencapai 3.400
54 m2 yang terdiri dari 3 lantai. Pembangunan gedung ini dilaksanakan oleh PT Waskita Karya dengan DIPA TA 2009 dan 2010 senilai Rp22,8 Milyar. Peletakan batu pertama pembangunan kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo dilakukan oleh Bapak Tortama KN VI Sutrisno pada tanggal 9 Oktober 2009. Pada bulan Desember 2010, Kepala Perwakilan BPK RI di Gorontalo Tri Heriadi, S.H., M.M. digantikan oleh Efdinal, S.E., M.M. yang sebelumnya menjabat Kepala Sub Auditorat I.A.3 pada Auditorat Keuangan Negara I. Tri Heriadi, S.H., M.M. sendiri dipindahtugaskan ke Perwakilan Provinsi Bali.
4.1.3 Visi dan Misi Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Gorontalo 4.1.3.1
Visi BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel 4.1.3.2
Misi BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo
1. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara 2. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
55 3. Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan negara
4.1.4 Aktivitas Operasional / Perusahaan / instansi Pemerintah A. Bidang Tugas Pimpinan 1. Kepala Perwakilan Kepala Perwakilan memiliki bidang tugas pembinaan :
1. Kelembagaan BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo; 2. Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah secara umum; 3. Pemeriksaan Investigatif; 4. Hubungan Kelembagaan Dalam Negeri.
2. Kepala Sub Auditorat Provinsi Gorontalo Sub
Auditorat
Provinsi
Gorontalo
mempunyai
tugas
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada
Pemerintah
Provinsi Gorontalo,
Kabupaten
Gorontalo,
Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo Utara,dan Kota Gorontalo, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN.
56 a. Kepala Seksi Gorontalo I Seksi
Gorontalo
pengelolaan
dan
menyiapkan
bahan
I
mempunyai
tanggung
jawab
penjelasan
atas
tugas
memeriksa
keuangan hasil
daerah,
pemeriksaan,
memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan dan penyelesaian kerugian daerah, menyiapkan bahan evaluasi Sumbangan Ikhtisar
Hasil
Pemeriksaan
Semester
dan
kajian
hasil
pemeriksaan yang mengandung unsur tindak pidana korupsi dan/atau kerugian daerah, serta menyiapkan bahan pendapat dan pertimbangan BPK yang terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo, dan Kabupaten Pohuwato, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN. b. Kepala Seksi Gorontalo II Seksi
Gorontalo
pengelolaan
dan
menyiapkan
bahan
II
mempunyai
tanggung
jawab
penjelasan
atas
tugas
memeriksa
keuangan hasil
daerah,
pemeriksaan,
memantau tindak lanjut hasil pemeriksaan dan penyelesaian kerugian daerah, menyiapkan bahan evaluasi Sumbangan Ikhtisar
Hasil
Pemeriksaan
Semester
dan
kajian
hasil
pemeriksaan yang mengandung unsur tindak pidana korupsi dan/atau kerugian daerah, serta menyiapkan bahan pendapat
57 dan pertimbangan BPK yang terkait pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan
daerah
pada
Pemerintah
Kabupaten
Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, dan Kabupaten Gorontalo Utara, serta BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas, termasuk melaksanakan pemeriksaan yang dilimpahkan oleh AKN. 3. Kepala Sekretariat Perwakilan Sekretariat Perwakilan menyelenggarakan fungsi : 1. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo; 2. Pengurusan sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo; 3. Pemberian
layanan
di
bidang
hukum,
hubungan
masyarakat, teknologi informasi, administrasi umum, dan keprotokolan di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo; 4. Penyusunan Laporan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo dan penyiapan bahan penyusunan Laporan Keuangan BPK 5. Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo;
58 6. Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo. a. Kepala
Sub
Bagian
Sekretariat
Kepala
Perwakilan
(Setkalan) Sub Bagian Sekretariat Kepala Perwakilan mempunyai tugas menyelenggarakan kesekretariatan dan menyiapkan informasi
yang
dibutuhkan
oleh
Kepala
Perwakilan,
melaksankan kegiatan lain sesuai dengan perintah Kepala Perwakilan.
b. Kepala Sub Bagian Sumber Daya Manusia, Hukum, dan Hubungan Masyarakat Sub Bagian SDM mempunyai tugas melaksanakan pengurusan sumber daya manusia di lingkungan BPK RI Perwakilan
Provinsi
Gorontalo,
meleksanakan
pemberian
layanan di bidang hukum yang meliputi legislasi, konsultasi, bantuan dan informasi hukum, serta bidang kehumasan yang terkait dengan tugas dan fungsi BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo. c. Kepala Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan anggaran, perbendaharaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban
keuangan,
serta
menyiapkan
bahan
59 pendukung dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan BPK di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo. d. Kepala Sub Bagian Umum Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan pemberian layanan administrasi umum, teknologi informasi, dan keprotokolan, serta melaksanakan pengurusan sarana dan prasarana di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Gorontalo.
4.1.5 Struktur Organisasi Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Gorontalo Struktur Organisasi adalah susunan susunan kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan. Dimana di dalamnnya telah dilaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan kedudukan dan fungsi jabatan-jabatan yang berlaku sesuai dengan pertanggung jawaban yang dipegang.
4.2 Deskripsi Variabel 4.2.1 Deskripsi Variabel Implementasi Hasil Pendidikan dan Pelatihan Implementasi hasil pendidikan dan pelatihan merupakan faktor penunjang untuk meningkatkan kinerja dan menjadi kekuatan serta nilai tambah dari pegawai.
60 Menunjukan
sebagian
besar
responden
memberikan
tanggapan yang tinggi terhadap indikator implementasi terhadap hasil diklat, tanggapan setuju berjumlah 301 atau rata-rata 23,154 dan tanggapan sangat setuju berjumlah 197 atau rata-rata 15,154 artinya responden menilai implementasi terhadap hasil diklat, mampu memberikan kemudahan dan kreatifitas bagi pegawai yang berada di BPK Gorontalo dengan implementasi hasil diklat yang baik maka akan mampu meningkatkan kinerja pegawai.
4.2.2 Deskripsi Variabel Kinerja Pegawai Kinerja adalah kesediaan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Menunjukan
sebagian
besar
responden
memberikan
tanggapan yang tinggi terhadap indikator kinerja pegawai, tanggapan setuju berjumlah 198 atau rata-rata 22,3 dan tanggapan sangat setuju berjumlah 78 atau rata-rata 11,1 artinya responden menilai bahwa kinerja pegawai di BPK Provinsi Gorontalo sangat tinggi. Kinerja pegawai yang sangat baik, dilihat dari kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu pekerjaan mampu memberikan hal yang positif bagi instansi. Oleh sebab itu pegawai sebagai responden harus mampu meningkatkan kinerja untuk kelangsungan hidup organisasi dan instansi.
61
4.3 Analisis Data 4.3.1 Pengujian Instrument Untuk mendapatkan data yang baik dalam arti mendekati kenyataan (obyektif) sudah tentu di perlukan suatu instrumen atau alat pengumpulan data yang baik dan lebih penting lagi adanya alat ukur yang valid dan andal (reliable), untuk dapat meyakinkan bahwa instrumen atau alat ukur yang valid dan andal, maka instrumen tersebut sebelum digunakan harus diuji validitas dan reabilitas sehingga apabila digunakan akan menghasilkan data objektif.
4.3.1.1 Pengujian Validitas Pengujian validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Sebelum penyebaran kuesioner ditindak lanjuti sampai ke 51 responden, maka pada penelitian ini peneliti menguji cobakan 20butir pertanyaan terhadap 20 responden, hal ini bisa dilihat pada Tabel 4.1.
62 Tabel 4.1. Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Implementasi Diklat (X) Validitas Variabel Item Korelasi r– (r) Kritis X.1 .579 X.2 .591 X.3 .541 X.4 .596 X.5 .572 .479 Implementasi X.6 Diklat X.7 .486 0,444 (X) X.8 .566 X.9 .635 X.10 .570 X.11 .548 X.12 .551 X.13 .549 Sumber : Data Primer yang diolah, 2013
Ket
Reliabilitas Alpa Cronbach
Ket
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0,877
Reliabel
Berdasarkan data dari table 4.1 menunjukan semua item pernyataan untuk variable implementasi DIKLAT mempunyai nilai korelasi yang lebih besar dari 0.444 dan mempunyai Alpha cronbach sebesar 0.877, dengan demikian bahwa item pernyataan untuk variabel Implementasi DIKLAT (X) valid dan reliable untuk pengujian selanjutnya. Tabel 4.2 Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Kinerja Pegawai (Y) Validitas Reliabilitas Variabel Item Korelasi Ket Ket r– Alpa (r) Kritis Cronbach X.1 .469 Valid X.2 .579 Valid X.3 .544 Valid Kinerja Pegawai X.4 .546 0,444 Valid 0,802 Reliabel (X) X.5 .596 Valid X.6 .525 Valid X.7 .484 Valid Sumber : Data Primer yang diolah, 2013
63
Berdasarkan data dari tabel 4.2
menunjukan semua item
pernyataan untuk variable Kinerja Pegawai mempunyai nilai korelasi yang lebih besar dari 0.444 dan mempunyai Alpha cronbach sebesar 0.802 dengan demikian bahwa item pernyataan untuk variabel Kinerja Pegawai (Y) valid dan reliable untuk pengujian selanjutnya.
4.3.2 Uji Normalitas Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam melakukan analisis regresi linier baik sederhana maupun berganda adalah data variabel dependen (terikat) harus berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk itu sebelum diolah lebih lanjut, dilakukan pengujian asumsi normalitas, pengujian normalitas dilakukan terhadap residual regresi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan grafik P-P Plot, data yang normal adalah data yang membentuk titik-titik yang menyebar tidak jauh dari garis diagonal. Hasil analisis regresi linear dengan grafik normal P-P Plot terhadap residual error model regresi diperoleh sudah menunjukan adanya pola grafik yang normal yaitu adanya sebaran titik yang berada tidak jauh dari garis diagonal. Seperti terlihat pada gambar 4.1.
64
4.4.2
Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Gambar 4.1 Pengujian Normalitas
Pada Gambar 4.1 Menunjukan hasil pengujian tersebut bahwa titik-titik berada tidak jauh dari garis diagonal, hal ini berarti bahwa model regresi tersebut sudah berdistribusi normal.
4.3.3 Analisis Regresi Linier Sederhana Uji regresi untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh implementasi hasil pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai. Dengan rumus sebagai berikut :
65 Tabel 4.3 Hasil Analisa Regresi Linear Sederhana Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
1
(Constant) Implementasi Diklat
Standardized Coefficients
B -2.045
Std. Error 2.382
.608
.059
Beta .827
a. Dependent Variable: Kinerja Pegawai Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Dari Tabel 4.3. Diatas menunjukan hasil persamaan regresi sederhana sebagai berikut : Y = a + βX = - 2,045 + 0,608 Dari persamaan regresi di atas dapat diartikan bahwa: Constant
sebesar
-2.045
menyatakan
bahwa
jika
tidak
ada
implementasi Diklat maka kinerja pegawai adalah sebesar -2.045. Terdapat pengaruh positif dari implementasi diklat terhadap kinerja pegawai. Semakin baik pendidikan dan pelatihan oleh pegawai maka kinerja mereka juga akan semakin meningkat. Setiap peningkatan Implementasi Diklat sebesar satu satuan akan meningkatkan kinerja pegawai sebesar 0,608.
66 4.4 Pengujian Hipotesis 4.4.1 Pengujian t-test Pengujian t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (Implementasi Diklat) terhadap variabel dependen (Kinerja Pegawai). Signifikan pengaruh positif dapat diestimasi dengan membandingkan Pvalue dan α = 0,05 atau nilai ttabel dan thitung. Berikut ini perhitungan coeffisien statistik uji t dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil Pengujian t-test Coefficientsa Model 1
(Constant) Implementasi Diklat
Unstandardized Coefficients B -2.045
Std. Error 2.382
.608
.059
Standardized Coefficients
T
Sig.
Beta
.827
-.858
.395
10.311
.000
a. Dependent Variable: Kinerja Pegawai Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Hasil pengujian t untuk variabel X “Implementasi Diklat” diperoleh nilai thitung = 10.311, dengan menggunakan batas signifikan α = 0,05 didapat ttabel (95% ; 51-1) sebesar 1,675. Dari hasil tersebut maka kriteria pengujian yaitu thitung > ttabel atau Pvalue < α yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis uji t variabel Implementasi Diklat berpengaruh secara positif dan dapat diterima, arah koefesien regresi positif artinya Implementasi Hasil Diklat memiliki pengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai. Dapat disimpulkan bahwa
67 indikator implementasi Diklat yang semakin baik akan meningkatkan kinerja pegawai.
4.4.2 Pengujian Koefesien Korelasi dan Determinasi Untuk menyatakan besar kecilnya keeratan hubungan variabel X dengan variabel Y dapat ditentukan dengan rumus koofesien determinan sebagai berikut (Riduwan dan Sunarto, 2010:81), berikut ini akan dijelaskan hasil pengujian Determinasi R2 pada Model Summary Tabel 4.5. Tabel 4.5 Hasil Koefesien Korelasi dan Determinasi Model Summaryb Model 1
R .827a
R Square .685
Adjusted R Square .678
Std. Error of the Estimate 2.26734
a. Predictors: (Constant), Implementasi Diklat b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Tabel 4.5. Menunjukan Hasil Regresi linier Sederhana Model Summary nilai koefisien korelasi R yang menunjukan tingkat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen yaitu 0,827 atau mendekati 1 artinya terdapat hubungan yang agak kuat, dan R square atau koefisien determinasi R2 menunjukan besarnya kontribusi 0,685 atau 68,5% dari Implementasi Diklat
68 terhadap kinerja pegawai sementara sisanya 0,315 atau 31,5% berupa kontribusi dari faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini.
4.5 Pembahasan Hasil temuan dari penelitian ini mengenai deskripsi variabel implementasi hasil diklat dan kinerja pegawai dimana responden menilai bahwa semua indikator setuju dan sangat setuju. Hasil pengujian instrumen validitas dan reliabilitas tentang kedua variabel berada diatas rtabel yaitu 0,444 artinya sah atau valid dan untuk pengujian relibilitas berada di antara 0,6 sampai dengan 0,80 artinya reliabel, kesimpulannya dari kuesioner tersebut bisa mengungkapkan hasil instrumen yang baik, dari hasil tersebut selanjutnya diperoleh variabel independen yaitu implementasi diklat yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai di kantor BPK Perwakilan Provinsi Gorontalo. Berdasarkan permasalahan yang telah ditemukan sebelumnnya serta rumusan hipotesis yang berbunyi “Diduga terdapat pengaruh signifikan antara Implementasi hasil pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai di Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Gorontalo.” Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa persamaan Y= 2,045 + 0,608x yang telah teruji keberatiaanya pada α= 0,05. hal ini
69 menunjukan nilai dari constan sebesar - 2,045 merupakannilai dari variabel Implementasi Diklat. Sedangkan nilai koefisien regresi sebesar .608 menunjukan bahwa setiap peningkatan satu satuan variabel Implementasi Diklat dapat mempengaruhi kinerja pegawai sebesar 608 dengan anggapan bahwa variabel bebas lainnya konstan. Data deskripsi penelitian menunjukan bahwa implementasi diklat
dinilai
oleh
responden
memiliki
pengaruh
dan
dapat
meningkatkan kinerja mereka. Hasil dari regresi implementasi diklat memiliki nilai 0,608 maka kinerja pegawai akan meningkat sebesar 0,608. Hal ini dipertegas oleh pengujian t dengan nilai thitung 10.311 dan ttabel
(95% ; 51-1)
sebesar 1,675, dari hasil tersebut maka kriteria
pengujiannya yaitu thitung > ttabel artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya
bahwa
Implementasi
Diklat
berpengaruh
positif
terhadap Kinerja Pegawai. Dengan demikian Pengujian regresi dan hipotesis menunjukan adanya pengaruh positif dan signifikan antara variabel implementasi Diklat terhadap Kinerja Pegawai di Kantor BPK Provinsi Gorontalo. Hasil ini menunjukan bahwa penilaian yang baik mengenai indikator implementasi diklat yang sesuai dan tepat akan mendorong kinerja pegawai di BPK Provinsi Gorontalo. Seperti yang telah dikemukakan oleh Soekidjo (2003 : 28). Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan
70 intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Dan juga menurut Sumarsono, ( 2009 : 92-93) Pendidikan dan pelatihan
merupakan
pengembangan SDM.
salah
satu
faktor
yang
penting
dalam
Pendidikan dan latihannya tidak hanya
menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Pendidikan
dan
pelatihan
atau
dengan
istilah
"training"
merupakan salah satu program perusahaan yang strategis dalam rangka mempertahankan dan memberikan motivasi kepada karyawan. (Ahmad, 2009) Menurut Fandy & Anastasia (2003 : 212) Pelatihan merupakan bagian dari pendidikan. Pendidikan lebih bersifat filosofis dan teoritis. Walaupun demikian, pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama,
yaitu
pemahaman
pembelajaran. secara
implinsit.
Didalam Melalui
pembelajaran pemahaman,
terdapat karyawan
dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator, pengambilan inisiatif, pemecahan masalah yang kreatif, serta menjadikan karyawan efektif dan efesien dalam melakukan pekerjaan. (Sjafri 2004 : 135) mendefinisikan pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
71 melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan Kinerja merupakan salah suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan
untuk
menyelesaikan
tugas
dan
pekerjaan.
Seseorang harus memiliki derajat kesediaan dari tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey, Blanchard:1993). Menurut
Engkoswara
(dalam
Sinambela,1992:39-40)
mengungkapkan bahwa kinerja pegawai haruslah terencana secara berkesinambungan,sebab
peningkatan
kinerja
pegawai
bukan
merupakan peristiwa seketika tetapi memerlukan suatu perencanaan dan tindakan yang tertata dengan baik untuk kurun waktu tertentu. Dan juga menurut Cardoso (2003: 142) mengatakan bahwa kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu.