36
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Pengenaan Pajak di Indonesia Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara Indonesia lebih-lebih dalam beberapa tahun terakhir ini. Dari tahun ke tahun penerimaan negara tumbuh cukup signifikan. Perkembangan dunia usaha sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai target penerimaan pajak, oleh karena itu peraturan perpajakan harus dapat mengakomodasi segala perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha. Pajak erat sekali hubungannya dengan kehidupan sehari-hari diantaranya adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). PPh akan dikenakan untuk setiap pengahasilan/keuntungan yang didapatkan. Sedangkan PPN dikenakan pada barang kena pajak/jasa kena pajak. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai No.42 Tahun 2009 pasal 1A ayat (1) huruf a dan b menyebutkan yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian dan pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Sukuk Ijarah adalah Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian akad Ijarah, dimana satu pihak atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak
36
37
manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Untuk dapat menerbitkan Sukuk Ijarah terdapat persyaratan adanya underlying asset. Persyaratan tersebut menyebabkan pada penerbitan Sukuk Ijarah terjadi beberapa kali penjualan/pengalihan kepemilikan/manfaat Underlying asset yang terhutang PPN berdasarkan UU PPN pasal 1 dan pasal 1A ayat (1), yaitu pada saat pemilik asset menjual/mengalihkan manfaat aset kepada investor, kemudian manfaat aset tersebut dialihkan kembali pada periode sukuk melalui ijarah, terakhir pada saat investor mengalihkan kembali kepemilikan manfaat aset tersebut kepada pemilik aset. Hal tersebut diatas tentu saja menjadikan Sukuk Ijarah dapat dikenakan PPN, berbeda dengan Obligasi Konvensional yang merupakan surat hutang dimana tidak terdapat pengalihan kepemilikan aset, sehingga bukan objek PPN. Undang Undang PPN yang dirancang untuk mengakomodir perkembangan dunia usaha teryata tidak bisa mengakomodir instrumen Obligasi syariah (Sukuk) Ijarah Korporat yang berbasis aset karena undang-undang tersebut berpotensi menambah beban pajak dan pengenaan PPN nya menjadi berbeda dengan Obligasi Konvensional yang tidak dikenakan PPN. Selanjutnya adalah pengenaan Pajak Penghasilan atas keuntungan yang diperoleh investor dari investasinya dalam Sukuk Ijarah yaitu fee ijarah. Berdasarkan struktur penerbitan sukuk yang tercantum dalam prospektus penawaran umum diperoleh informasi bahwa investor akan memperoleh
38
keuntungan dari pendapatan sewa manfaat aset yang diperoleh dari konsumen akhir. Dengan demikian pengenaan PPh berdasarkan undang-undang PPh seharusnya mengacu pada pendapatan sewa yang diatur dalam pasal 23 atau pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan bangunan. Selama ini berdasarkan prospektus sukuk pada penjelasan tentang perpajakan, emiten memotong PPh atas fee ijarah berdasarkan peraturan pemerintah No.16 Tahun 2009 PPh tentang Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek. Penggunaan peraturan pemerintah tersebut tidak tepat karena dalam Sukuk Ijarah terdapat transaksi jual/beli maupun sewa menyewa aset, disamping itu juga menyamakan pendapatan sewa dengan bunga sementara undang-undang PPh telah mengatur pengenaan PPh atas sewa secara khusus dalam pasal 23.
B. Pengenaan Pajak Pada Sukuk Ijarah Korporat di Indonesia Berbagai kalangan menghimbau pemerintah untuk turut memajukan industri keuangan syariah di Indonesia termasuk dalam pengembangan sukuk korporasi. Salah satunya dengan menghilangkan ketentuan pajak yang membebani produk keuangan syariah sehingga beban pajak lebih tinggi dari produk keuangan konvensional. Komitmen pemerintah dalam mengembangkan ekonomi syariah seharusnya tidak berhenti pada terbitnya UU SBSN dan UU Perbankan Syariah. Pemerintah seharusnya terus berkomitmen dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia hingga masa mendatang.
39
Perlakuan PPh atas keuntungan yang diperoleh investor dari investasinya dalam Sukuk Ijarah yaitu fee ijarah. Berdasarkan struktur penerbitan sukuk yang tercantum dalam prospektus umum diperoleh informasi bahwa investor akan mendapatkan keuntungan dari pendapatan sewa manfaat aset yang diperoleh dari konsumen akhir. Selama ini, berdasarkan prospektus sukuk pada penjelasan tentang perpajakan, emiten memotong PPh atas fee ijarah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek. Apabila keuntungan dimasukan dalam kategori bunga seperti bunga obligasi, maka akan dikenakan PPh sebesar 15% dari bunga obligasi sesuai peraturan pemerintah nomor 16 tahun 2009. Berikut cara perhitungan pajak atas sukuk ijarah di Indonesia berdasarkan 9 (sembilan) prospektus penawaran umum dari 12 (dua belas) perusahaan penerbit sukuk ijarah korporat dimana 3 (tiga) perusahaan yang lain data tidak tersedia, perhitungan berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 adalah yang menjadi beban investor keseluruhan.. 1. Sukuk Ijarah Matahari Putra Prima II tahun 2009 dengan underlying asset berupa gedung berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp.250.000.000.000 (dua ratus lima puluh miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp170.000.000 (seratus tujuh puluh juta rupuah) yang dibayarkan setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh Pasal 4 (2)
15% x 170 juta x 20 = 150 juta
40
2. Sukuk Ijarah PLN II Tahun 2007 dengan underlying asset berupa trafo berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun dengan nilai sebesar Rp300.000.000.000 (tiga ratus miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp31.200.000.000 (tiga puluh satu miliar dua ratus juta rupiah) yang dibayarkan setiap 3 bulan sebanyak 40 kali pembayaran. PPh Pasal 4 (2)
15% x 31.2 miliar x 40 = 187.2 miliar
3. Sukuk Ijarah Salim Ivomas Pratama I Tahun 2009 dengan underlying asset berupa tanah berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp278.000.000.000 (dua ratus tujuh puluh delapan miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp32.387.000.000 (tiga puluh dua miliar tiga ratus delapan puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh pasal 4 (2)
15% x 32.387 miliar x 20 = 97.161 miliar
4. Sukuk Ijarah Kaltim I Tahun 2009 dengan underlying asset berupa gedung berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesarRp300.000.000.000 (tiga ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp107.500.000 (seratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh pasal 4 (2)
15% x 107.5 juta x 20 = 322.5 juta
5. Sukuk Ijarah Titan Petrokimia Nusantara I Tahun 2010 dengan underlying asset berupa mesin berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp123.500.000
41
(seratus dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh pasal 4 (2)
15% x 123.5 juta x 20 = 370.5 juta
6. Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun 2009 dengan underlying asset berupa kapal laut
berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai
sebesarRp55.000.000.000 (lima puluh lima miliar rupiah), fee Ijarah Rp162.500.000 (seratus enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh pasal 4 (2)
15% x 162.5 juta x 20 = 487.5 juta
7. Sukuk Ijarah Indosat II Tahun 2007 dengan underlying asset berupa sirkit berjangka waktu 7 (tujuh) tahun dengan nilai Rp400.000.000.000 (empat ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp40.800.000.000 (empat puluh miliar delapan ratus juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 28 kali pembayaran. PPh pasal 4 ayat (2)
15% x 40.8 miliar x 28 = 171.36 miliar
8. Sukuk Ijarah Mitra Adiperkasa I tahun 2009 dengan underlying asset berupa mesin berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai Rp34.000.000.000 (tiga puluh empat miliar rupiah), fee ijarah Rp130.000.000 (seratus tiga puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. PPh pasal 4 ayat (2)
15% x 130 juta x 20 = 390 juta
42
9. Sukuk Ijarah I Bakrieland Development Tahun 2009 dengan underlying asset berupa crane/alat berat berjangka waktu 3 (tiga) tahun dengan nilai Rp90.000.000.000 (sembilan puluh miliar rupiah), fee Ijarah Rp160.000.000 (seratus enam puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 12 kali pembayaran. PPh pasal 4 ayat (2)
15% x 160 juta x 12 = 288 juta
Penggunaan Peraturan Pemerintah dalam pengenaan pajak seperti perhitungan diatas tidak tepat, karena menyamakan pendapatan sewa dengan bunga, sementara Undang-Undang PPh telah mengatur pengenaan PPh atas sewa secara khusus dalam pasal 23. Perlakuan PPh atas bunga obligasi dengan sewa berbeda terutama dalam hal sifat dan tarif pajak yang digunakan. PPh atas bunga obligasi bersifat final, sementara PPh pasal 23 bersifat tidak final. Tarif PPh atas sewa dipengaruhi oleh harta yang menjadi objek sewa yang telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak nomor 70 Tahun 2007.
C. Ketentuan Perpajakan yang Seharusnya Dikenakan Pada Sukuk Ijarah Korporat Berdasarkan Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia
43
Peraturan perpajakan merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak. Asas hukum yang sangat penting diantaranya asas keadilan dan kepastian hukum. Asas keadilan dalam pembuatan undang-undang dapat dijabarkan dengan pendekatan asas persamaan (equality) atau disebut juga asas non diskriminasi dan equity. Asas non diskriminasi berarti negara tidak boleh mengadakan diskriminasi diantara wajib pajak, keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama besar, sehingga beban pajak adalah sama tidak terdapat perbedaan. Asas kepastian hukum menjadi tujuan setiap undang-undang dimana undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengikat umum harus diusahakan jelas, tegas dan tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum antara lain mencakup siapa yang harus dikenakan pajak, apa saja yang menjadi objek pajak, sejauh mana hak dan kewajiban yang diberikan oleh undang-undang kepadanya, dan tidak boleh memuat aturan yang saling bertentangan. Berdasarkan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, Saat ini baru sukuk negara saja yang terbebas dari pengenaan pajak, sedangkan untuk sukuk korporasi atau sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan swasta masih berpotensi
44
besar untuk dikenakan pajak. Terjadinya perbedaan beban pajak antara sukuk negara dengan sukuk korporasi bisa menyebabkan sasaran dari pembaruan UU PPN, dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai yaitu menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil menjadi sangat sulit terwujud. Sukuk Ijarah Korporat harus dipungut PPN pada saat transaksi penyerahan underlying asset sebagai syarat penerbitan Sukuk Ijarah dan menjadi beban investor. Pada saat yang sama penyerahan underlying asset juga menjadi objek pajak dari Pajak Penghasilan. Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008 mengatur kegiatan ekonomi syariah dalam dua pasal yaitu pasal 4 ayat (1) huruf q dan pasal 31D. Berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (1) huruf d yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta. Keuntungan tersebut menjadi objek PPh dengan tarif 28% sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) huruf b. Misalnya, Investor Sukuk Ijarah PT Matahari Putra Prima memperoleh keuntungan dari konsumen akhir atas menfaat sewa ruangan. Dengan demikian pengenaan PPh berdasarkan Undang-Undang PPh seharusnya mengacu pada
45
pendapatan sewa yang diatur dalam pasal 23 atau pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan bangunan. Namun Selama ini, berdasarkan prospektus sukuk pada penjelasan tentang perpajakan, emiten memotong PPh atas fee ijarah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek. Penggunaan Peraturan Pemerintah tersebut tidak tepat karena menyamakan pendapatan sewa dengan bunga, sementara Undang-Undang PPh telah mengatur pengenaan PPh atas sewa secara khusus dalam pasal 23. Perlakuan PPh atas bunga obligasi dengan sewa berbeda terutama dalam hal sifat dan tarif pajak yang digunakan. PPh atas bunga obligasi bersifat final, sementara PPh pasal 23 bersifat tidak final. Tarif PPh atas sewa dipengaruhi oleh harta yang menjadi objek sewa yang telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak nomor 70 Tahun 2007. Tarif efektif berdasarkan peraturan ini bervariasi tergantung dari jenis harta dan bersifat tidak final. Karena sifatnya yang tidak final maka pendapatan fee ijarah tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lain dari investor di akhir tahun. Kemudian dihitung kembali pajaknya dengan tarif sesuai pasal 17 UU PPh. Sementara pajak yang telah dipungut emiten menjadi kredit pajak yang dipergunakan untuk mengurangi pajak terhutang. Hal ini berisiko PPh yang harus dibayar investor sukuk menjadi lebih tinggi dari investor obligasi. Atas penyewaan underlying asset berupa tanah dan bangunan dikenakan PPh final berdasarkan pasal 4 ayat (2) huruf d sebesar 10% yang diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah Nomor 5 Tahun 2002.
46
Berikut adalah analisis perhitungan dan perlakuan pengenaan pajak yang seharusnya terjadi di Indonesia terhadap Sukuk Ijarah Korporat yang diterbitkan oleh perusahaan berbeda dan underlying asset yang berbeda pula berdasarkan pada kesesuaian Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. 1. Sukuk Ijarah Matahari Putra Prima II tahun 2009 dengan underlying asset berupa gedung berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp.250.000.000.000 (dua ratus lima puluh miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp170.000.000 (seratus tujuh puluh juta rupuah) yang dibayarkan setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. Maka perhitungan pajak pada saat penerbitan dan pembayaran fee Ijarah sebagai berikut : Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 250 miliar = 2.5 miliar
PPh Pasal 4 (2) final atas fee Ijarah total selama 5 (lima) tahun 10% x 170 juta x 20 = 340 juta Total beban Investor 2.5 miliar + 340 juta = 2.840 miliar Beban Emiten PPN atas fee Ijarah selam 5 (lima) tahun PPh Pasal 4 (2) final sewa aset
10% x 170 juta x 20 = 340 juta
10% x 250 miliar = 2.5 miliar
2. Sukuk Ijarah PLN II Tahun 2007 dengan underlying asset berupa trafo berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun dengan nilai sebesar Rp300.000.000.000 (tiga ratus miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp31.200.000.000 (tiga puluh satu
47
miliar dua ratus juta rupiah) yang dibayarkan setiap 3 bulan sebanyak 40 kali pembayaran. Nilai buku Rp270.000.000.000 (dua ratus tujuh puluh miliar rupiah).
Beban Investor PPNatas penyerahan aset
10% x 300miliar = 30 miliar
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 10tahun 15% x 30% x 40 x 31.2 miliar = 56.16 miliar Total beban investor
30 miliar + 56.16 miliar = 86,16 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 10 tahun 10% x 31.2 miliar x 40 = 124.8 miliar PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (300 miliar – 270 miliar) = 8.4 miliar
3. Sukuk Ijarah Salim Ivomas Pratama I Tahun 2009 dengan underlying asset berupa tanah berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp278.000.000.000 (dua ratus tujuh puluh delapan miliar rupiah), fee Ijarah sebesar Rp32.387.000.000 (tiga puluh dua miliar tiga ratus delapan puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. Beban investor
48
PPN pasal 16D
10% x 278 miliar = 27.8 miliar
PPh pasal 4 (2) final fee ijarah total selama 5 tahun 10% x 20 x 32.387 miliar = 64.774 miliar Total beban investor
27.8 miliar + 64.774 miliar = 92.574 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 32.387 miliar x 20 = 64.774 miliar PPh Pasal 4 (2) final sewa aset
10% x 278 miliar = 27.8 miliar
4. Sukuk Ijarah Kaltim I Tahun 2009 dengan underlying asset berupa gedung berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesarRp300.000.000.000 (tiga ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp107.500.000 (seratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. Beban investor PPN pasal 16D
10% x 300 miliar = 30 miliar
PPh pasal 4 (2) final fee ijarah total selama 5 tahun 10% x 20 x 107.5 miliar = 215 miliar Total beban investor
Beban emiten
30 miliar + 215 miliar = 245 miliar
49
PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 107.5 miliar x 20 = 215 miliar PPh Pasal 4 (2) final sewa aset
10% x 300 miliar = 30 miliar
5. Sukuk Ijarah Titan Petrokimia Nusantara I Tahun 2010 dengan underlying asset berupa mesin berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesar Rp200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp123.500.000 (seratus dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. Nilai buku Rp160.000.000.000 Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 200miliar = 20 miliar
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 5 tahun 15% x 30% x 20 x 123.5 juta = 111.15 juta Total beban investor
20 miliar + 111.15 juta = 20.111,15 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 123.5 juta x 20 = 247 juta
PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (200 miliar – 160 miliar) = 11.2 miliar
50
6. Sukuk Ijarah Berlian Laju Tanker II Tahun 2009 dengan underlying asset berupa kapal tanker berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai sebesarRp55.000.000.000 (lima puluh lima miliar rupiah), fee Ijarah Rp162.500.000 (seratus enam puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) setiap triwulan
(3
bulan)
sebanyak
20
kali
pembayaran.
Nilai
buku
Rp44.000.000.000. Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 55 miliar = 5.5 miliar
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 5 tahun 15% x 30% x 20 x 162.5 juta = 146.25 juta Total beban investor
5.5 miliar + 146.25 juta = 5.646.25 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 162.5 juta x 20 = 325 juta PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (55 miliar – 44 miliar) = 3.08 miliar
7. Sukuk Ijarah Indosat II Tahun 2007 dengan underlying asset berupa sirkit berjangka waktu 7 (tujuh) tahun dengan nilai Rp400.000.000.000 (empat ratus miliar rupiah), fee Ijarah Rp40.800.000.000 (empat puluh miliar delapan ratus
51
juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 28 kali pembayaran. Nilai buku Rp394.280.000.000 Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 400 miliar = 40 miliar
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 7 tahun 15% x 30% x 28 x 40.8 miliar = 51.408 miliar Total beban investor
40 miliar + 51.408 miliar = 91.408 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 40.8 miliar x 28 = 114.24 miliar PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (400 miliar – 394.28 miliar) = 1.601.6 miliar
8. Sukuk Ijarah Mitra Adiperkasa I tahun 2009 dengan underlying asset berupa mesin berjangka waktu 5 (lima) tahun dengan nilai Rp34.000.000.000 (tiga puluh empat miliar rupiah), fee ijarah Rp130.000.000 (seratus tiga puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 20 kali pembayaran. Nilai buku Rp27.200.000.000
Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 34 miliar = 3.4 miliar
52
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 5 tahun 15% x 30% x 20 x 130 juta = 117 juta Total beban investor
3.4 miliar + 117 juta = 3.517 miliar
Beban emiten PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 130 juta x 20 = 260 juta PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (34 miliar – 27.2 miliar) = 1.904 miliar
9. Sukuk Ijarah I Bakrieland Development Tahun 2009 dengan underlying asset berupa crane/alat berat berjangka waktu 3 (tiga) tahun dengan nilai Rp90.000.000.000 (sembilan puluh miliar rupiah), fee Ijarah Rp160.000.000 (seratus enam puluh juta rupiah) setiap triwulan (3 bulan) sebanyak 12 kali pembayaran. Nilai buku Rp60.000.000.000 Beban Investor PPN atas penyerahan aset
10% x 90 miliar = 9 miliar
PPh pasal 23 atas fee ijarah total selama 5 tahun 15% x 30% x 12 x 160 juta = 86.4 juta Total beban investor
Beban emiten
9 miliar + 86.4 juta = 9.086.4 miliar
53
PPN atas ijarah selama 5 tahun 10% x 160 juta x 12 = 192 juta PPh pasal 4 (1) atas keuntungan dari penyerahan aset 28% x (90 miliar – 60 miliar) = 8.4 miliar
Berdasarkan hasil analisis pengenaan pajak dengan mengikuti ketentuan UU PPN dan PPh yang berlaku saat ini, maka akan menyebabkan beban pajak Sukuk Ijarah lebih tinggi dari Obligasi Konvensional. Jumlah pajak yang harus ditanggung oleh investor Sukuk Ijarah pun berbeda-beda, tergantung kepada jenis underlying asset yang mempengaruhi tarif efektif pajak penghasilan atas sewa aset atau fee ijarah. Undang-Undang PPN yang ada tidak mengatur transaksi keuangan yang berkaitan dengan transaksi riil, undang-undang memperlakukan transaksi keuangan dengan transaksi riil sebagai dua aktivitas yang berbeda dan ketentuan yang saling bertolak belakang. Secara umum transaksi riil menyangkut penyerahan barang dan jasa terutang PPN, kecuali diatur secara khusus contohnya untuk kegiatan ekspor, dan kegiatan transaksi keuangan menjadi kegiatan yang tidak terhutang PPN karena transaksi tersebut tidak menyangkut barang dan jasa. Dalam konteks Sukuk Ijarah ketidakpastian muncul pada pengambilan pasal yang menjadi acuan. Pihak wajib pajak cenderung menafsirkan Sukuk Ijarah bukan merupakan transaksi terhutang PPN karena Sukuk Ijarah secara definisi berdasarkan Fatwa DSN adalah Surat Berharga jangka panjang sehingga dianggap
54
sama dengan Obligasi Konvensional dan tidak perlu dipungut PPN. Dipihak lain pemerintah melalui departemen teknisnya bisa menafsirkan Sukuk Ijarah Korporat sebagai transaksi terhutang PPN karena ada penyerahan underlying asset karena terdapat transaksi riil yang jelas terhutang PPN berupa pengalihan hak atas aset.