BAB III PENGOLAHAN DATA SAR DENGAN GMTSAR Hasil dan karakteristik data yang dibutuhkan sangat tergantung pada perangkat lunak yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak GMTSAR untuk pengolahan data SAR untuk mendapatkan citra interferogram diferensial. Pengenalan sekilas tentang GMTSAR dan metode 2-pass yang digunakan dalam strategi pengolahan serta prinsip dari setiap tahapannya mengisi bagian pertama dari bab ini. Bagian kedua memaparkan hasil dari pengolahan data ALOS PALSAR daerah sekitar Gunung Semeru dan eksternal data DEM (SRTM3), serta laporan pengolahan pasangan data SAR dari 8 data yang ada, terakhir menginformasikan hasil pengolahan pasangan data SAR dilakukan pengolahannya. 3.1 Sekilas Tentang GMTSAR GMTSAR merupakan perangkat lunak open source yang digunakan untuk mengolah data SAR berupa diferensial SAR dan ScanSAR. Untuk penelitian ini, hanya dilakukan diferensial SAR sedangkan ScanSAR tidak akan dibahas. Perangkat lunak ini tergolong baru, dibuka untuk publik sejak 2010. Perangkat lunak ini dapat dijalankan dalam platform apasaja yang telah terpasang perangkat lunak GMT dan NetCDF. Pembuat perangkat lunak ini adalah David Sandwell, Rob Mellors, Xiaopeng Tong, Meng Wei, dan Paul Wessel. Semula bahasa pemrograman yang digunakan adalah Fortran kemudian ubah menjadi bahasa C agar dapat dijalankan di berbagai platform. Program ini dapat diunduh dari http://topex.ucsd.edu/gmtsar. GMTSAR berbeda dengan perangkat lunak InSAR lainnya seperti Gamma, ROI_PAC, DORIS karena GMTSAR sangat tergantung pada akurasi orbit dengan level sub meter yang menyebabkan algoritma pengolahan InSAR menjadi lebih sederhana. Algoritma tersebut adalah esarp, xcorr, phasediff, dan conv. Sehingga tidak semua data SAR dapat diolah dengan perangkat lunak ini, sementara ini data SAR yang dapat diolah adalah dari satelit ALOS PALSAR, ERS dan Envisat. Perangkat lunak ini memiliki tiga komponen utama, yaitu 1) preprocessor, yang digunakan untuk mengkonversi format data CEOS ke format data turunan, 2) InSAR processor, yang melakukan pengolahan InSAR seperti memfokuskan dan menata 24
citra, mengkonversi data topografi menjadi data fase, dan membentuk interferogram kompleks, dan 3) postprocessor, yang mayoritas menggunakan GMT seperti memfilter interferogram, membentuk produk interferogrametik fase, koherensi, beda fase, pergeseran LOS dalam sistem koordinat radar dan geografis. GMT digunakan untuk menampilkan semua produk tersebut dalam postscript dan citra kml untuk GoogleEarth. 3.2 Strategi Pengolahan Data pada GMTSAR Berikut adalah alur strategi pengolahan data SAR pada perangkat lunak GMTSAR dengan menggunakan metode 2-pass DInSAR.
Gambar 3.1 Strategi pengolahan data SAR dengan teknik DInSAR pada GMTSAR (Sandwell, 2011) 25
Dari gambar 3.1, pengolahan data SAR yang digunakan adalah teknik 2-pass DInSAR dimana dibutuhkan data DEM eksternal. Ada tiga data yang dibutuhkan dalam pengolahan tersebut, yaitu dua data SAR (format CEOS atau level 1.0) dan satu data DEM (format grd NetCDF). Kemudian data format CEOS diolah menghasilkan dua file yaitu .PRM dan .raw. File .PRM berisi parameter yang dibutuhkan dalam pengolahan SAR dan InSAR sedangkan file .raw berisi sinyal data dan header waktu. Lalu dari kedua file tersebut, dibuat file SLC dengan proses yang disebut pemfokusan (esarp) untuk setiap data SAR. Setelah itu, dilakukan koregristrasi (xcorr) untuk file SLC dari citra kedua (slave) agar sesuai dengan citra pertama (master). Tahap berikutnya adalah mentransformasi sistem korrdinat data DEM menjadi sistem koordinat radar. Setelah itu, dibentuk interferogram (phasediff) dari dua file SLC yang ada dengan langsung mengurangkan efek topografinya dengan memasukkan data DEM ke pemrosesan dan dihasilkan dua file, imag.grd dan real.grd. Kemudian dilakukan pemfilteran berupa low pass filter (conv) pada hasil yang telah diperoleh, dan dilakukan unwrapping (snaphu). Tahapan akhir dari proses ini adalah melakukan georeferensi, yaitu dengan program geocode.csh sehingga hasil yang peroleh telah tergeoreferensi dengan sistem koordinat geografis dan datum WGS84. 3.3 Tahapan Pengolahan Data pada GMTSAR 3.3.1 Pemilihan data Pemilihan data dalam pemrosesan merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengolahan data SAR untuk mendapatkan peta deformasi. Beberapa hal yang yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan data antara lain : 1. Panjang baseline dan interval data Dengan mengetahui penyebaran titik orbit dari data pengamatan SAR, dapat dimilih pasangan data yang berdekatan artinya memiliki baseline tegaklurus pendek (≤ 150m) (Ferreti dkk, 2007) maupun temporalnya (salah satunya tandem). Dengan itu maka koherensi antara kedua citra tersebut akan baik, sehingga pada tahapan selanjutnya yaitu interferogram generation akan menghasilkan pola fringes yang baik. Gambar 3.2 merupakan contoh hasil plotting beberapa citra SAR dengan sumbu x sebagai waktu (tahun) dan sumbu y sebagai panjang baseline tegaklurus (m).
26
Gambar 3.2 Plot waktu-baseline pada sekumpulan data SAR (Sandwell, 2011) 2. Karakteristik data harus sama Data yang digunakan harus memiliki karakteristik yang sama. Karakteristik disini diantaranya arah pindai (ascending atau descending), bilangan frame daerah yang akan diolah, polarisasi, dan bilangan orbit yang harus sesuai (bilangan ini tergantung satelit yang digunakan untuk ALOS PALSAR untuk orbit yang sama maka selisih dua bilangan orbit harus habis dibagi dengan 671). 3.3.2 Pra-pengolahan Pada tahap ini merupakan tahapan pembuatan raw data yang siap untuk dilakukan proses SAR dari signal data atau data sinyal atau biasa disebut dengan level 1.0 data, secara internasional oleh CEOS, format untuk raw data SAR terdiri atas Volume Directory File, SAR Leader File, Raw Data File, dan Null Volume file. Pada tahap ini beberapa proses utama adalah sebagai berikut : 1.
Mengidentifikasi dan mengisi dengan bilangan nol pada baris yang hilang dalam data yang berformat CEOS;
2.
Perataan
Sampling Window Start Time Adjustment
(SWST)
untuk
mengakomodasi perubahan dalam waktu transit pulsa radar diterima, nilai konstan SWST akan sangat membantu pada tahapan image formation; 27
3.
Extraksi parameter data, gambar 3.4 merupakan contoh file parameternya; num_valid_az nrows first_line deskew caltone st_rng_bin Flip_iq offset_video az_res nlooks chirp_ext scnd_rng_mig rng_spec_wgt rm_rng_band rm_az_band rshift ashift stretch_r stretch_a a_stretch_r a_stretch_a first_sample SC_identity rng_samp_rate input_file num_rng_bins bytes_per_line good_bytes_per_line PRF pulse_dur near_range num_lines num_patches SC_clock_start SC_clock_stop led_file date orbdir radar_wavelength chirp_slope rng_samp_rate I_mean Q_mean SC_vel earth_radius equatorial_radius polar_radius SC_height SC_height_start SC_height_end fd1 fdd1 fddd1 sub_int_r sub_int_a
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
9216 16384 1 n 0.000000 1 n n 5.000000 1 500 n 1.000000 0.000000 0.000000 0 0 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 206 5 16000000.000000 IMG-HH-ALPSRP197297020-H1.0__A.raw 5652 10800 10716 2145.923000 2.700000e-05 849265.000000 35193 3 2009280.6409978473 2009280.6411876620 LED-ALPSRP197297020-H1.0__A 091007 A 0.236057 -5.18519e+11 1.6e+07 15.5 15.5 7205.475794 6377621.138411 6378137.000000 6356752.314100 699610.559635 699658.836521 699561.935770 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Gambar 3.4 parameter hasil preprocessing dari citra IMG-HH-ALPSRP197297020H1.0__A 28
4.
Extraksi data sehingga siap untuk dilakukan pemfokusan dalam dan disimpan dalam file .raw. Gambar 3.3 merupakan contoh tampilan dari file .raw dari citra IMG-HH-ALPSRP197297020-H1.0__A;
Gambar 3.3 Contoh tampilan dari bagian citra .raw Hasil dari tahapan – tahapan tersebut disimpan dalam folder dengan nama raw yang berisi dua file raw, dua file PRM, dua file berisi informasi tentang panjang baseline, dan satu file berupa gambar hasil plot
waktu terhadap panjang baseline tegak
lurusnya.Tampilan dari hasil plot tersebut seperti pada gambar 3.2 tanpa garis dan titik berwarna. 3.3.3 Pembentukan citra (Image Formation) Permasalahan dalam pembentukan citra SAR adalah saat memasangkan kompresi azimut dengan parameter orbit. Dahulu, masalah tersebut diselesaikan dengan teknik clutterlock dan autofocus. Hal tersebut tidak perlu dilakukan lagi sekarang karena adanya informasi orbit yang akurasinya tinggi. Tahapan pembentukan citranya terdiri dari enam tahap, dua tahap pertama dikerjakan di satelit dan emapt sisanya dikerjakan dengan perangkat lunak ini. Dua tahapan yang dikerjakan di satelit adalah demodulasi dan digitasi. Sinyal pantulan yang berupa chirp yang ditumpangkan pada gelombang elektromagnetik tidak langsung disimpan melainkan dilakukan penundaan terlebih dahulu agar data yang dihasilkan tidak besar. Teknik menunda tersebut menggunakan shift theorem (Bacewell, 1978). Kemudian data tersebut 29
didijitasi 5 bit per piksel dan dikirimkan ke station yang ada di Bumi. Kemudian data tersebut dikembangkan menjadi 8 bit per piksel untuk keperluan pemrograman. Format yang digunakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu format data I/Q , berupa bilangan kompleks. Sinyal raw ini berisi 11644 byte yang terdiri dari 412 byte informasi waktu dan 11232 byte berisi data mentah sebanyak 5616 bilangan kompleks. Tahapan berikutnya dikerjakan oleh perangkat lunak SAR yaitu mengkonversi data sinyal mentah menjadi data SLC berdasarkan parameter yang sesuai. Tahapan tersebut adalah range compression yang dilakukan pada setiap sinyal pantulan, patch processing dari sinyal pantulan yang telah dikompres secara melintang, range migration yang dilakukan pada setiap piksel data yang setiap kolomnya telah ditransformasi fourier, dan azimuth compression pada citra yang telah melalui semua tahap sebelumnya. Setelah semua tahapan tersebut dilakukan, akan diperoleh file citra SLC. Kemudian, dari dua SLC yang terbentuk, dilakukan cross correlation sehingga kedua citra SLC tesebut sesuai. Pada perangkat lunak ini, program yang digunakan untuk melakukan cross correlation ini merupakan matriks pencari berukuran 64 piksel dan tidak pernah gagal dalam melakukan koregistrasi meskipun dalam kasus koherensi citranya hampir nol. Selain dua citra SLC, tahapan ini juga menghasilkan sebuah file yang berisi informasi tentang hasil koregistrasi. 3.3.4 Transformasi koordinat DEM DEM yang digunakan adalah eksternal DEM, yaitu dari SRTM yang memiliki sistem koordinat geografis. Karena pemrosesan yang dilakukan mayoritas dalam sistem koordinat radar, maka harus dilakukan transformasi dari sistem koordinat geografis ke sistem koordinat radar. Selain itu, penghitungan beda fase pada interferogram yang akan dihasilkan akan memberikan hasil yang lebih baik apabila proses pengurangannya berada dalam sistem koordinat radar (Sidiq, 2009). Transformasi yang dilakukan dalam perangkat lunak ini adalah mentransformasi DEM yang ada sehingga DEM tersebut menjadi citra bersistem koordinat radar dengan acuan yang sama dengan citra master. Sehingga untuk melakukan proses ini diperlukan file parameter citra master dan header-nya. Proses ini akan menghasilkan DEM yang berkoordinat radar dan file trans.dat yang berisi informasi berupa 30
koordinat range, azimuth, tinggi, lintang, dan bujur. Tinggi dihitung terhadap bumi spheroid lokal hasil aproksimasi. Metode ini sudah standard digunakan pada perangkat lunak pemrosesan SAR seperti ROI_PAC dan GAMMA. 3.3.5 Pembentukan interferogram Pada tahapan ini, perintah yang dilakukan adalah membentuk interferogram dan secara bersamaan mengurangi efek topografi dengan menggunakan DEM yang ada. Algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut (Sandwell, 2011): 1.
Baca sebuah baris dari SLC master dan slave sehingga setiap piksel pada citra master dapat ditandai range-nya dan azimuth-nya;
2.
Dengan informasi orbit yang presisi, hitung jari –jari orbit citra master b, panjang baseline B, dan orientasi baseline α;
3.
Interpolasi tinggi dari setiap piksel arah range dan hitung look angle-nya;
4.
Hitung koreksi fase yang akan diberikan pada citra slave;
5.
Lakukan perkalian konjugasi untuk membentuk interferogram; dan
6.
Ekstrak fase interferogram yang telah terkoreksi kelengkungan bumi dan efek topografi. (
)
( )
(
)
Tahapan tersebut akan menghasilkan dua file yaitu imag.grd dan real.grd yang kemudian dihapus setelah tidak diperlukan lagi. 3.3.6 Filtering dan phase unwrapping Gaussian filter digunakan dalam preses pemfilteran ini. Tersedia beberapa filter tersebut bervariasi dari 100 m hingga 700 m. Filter berikutnya juga dilakukan dengan menggunakan algoritma modified Goldstein filter (Goldstein dan Werner, 1998; Baran dkk., 2003). Dari tahap pemfilteran ini, diperoleh file interferogram yang telah difileter dan belum difilter. Berikutnya, untuk dapat menghitung besarnya pergeseran vertikal pada citra tersebut, harus dilakukan proses yang dinamakan phase unwrapping. Gambar 3.5 mengilustrasikan maksud dari proses phase unwrapping, yaitu memutlakkan fase (nilainya bisa lebih dari π) yang semula fase relatif (besarnya ≤ |π|). Gambar b menunjukkan hasil rekonstruksi dari gambar a menjadi satu gambar yang kontinu dan utuh. Pada perangkat lunak GMTSAR, untuk proses 31
unwrapping ini digunakan program SNAPHU (Chen dan Zebker, 2000) pada arah range dan azimuth.
Gambar 3.5 Ilustrasi fase relatif (a) menjadi fase mutlak (b) pada proses unwrapping (Chelbi, 2011) 3.3.7 Georeferencing Tahapan terakhir dari proses pengolahan ini adalah georeferencing, yaitu mentransformasi hasil yang diperoleh sehingga memiliki sistem koordinat geografis. Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan parameter yang diproleh saat mentransformasi DEM yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan kemampuan perangkat lunak GMT, hasil tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk phostscript dan kml Google Earth. Walaupun telah bergeoreferensi, grid, skala, dan informasi lainnya belum ada. Untuk itu, pemolesan perlu dilakukan sehingga diperoleh hasil seperti pada bagian yang akan ditampilkan di bagian hasil. 3.4 Hasil Pengolahan Data SAR Gunung Semeru Di bagian ini akan ditampilkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data ALOS PALSAR level 1.0 dengan menggunakan perangkat lunak GMTSAR. Selain itu, diberikan juga gambaran data yang digunakan dalam penelitian ini. 3.4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. DEM DEM merupakan citra permukaan bumi yang memiliki informasi tiga dimensi dan telah bergeoreferensi. Dalam penelitian ini, digunakan DEM dari SRTM3. SRTM 32
(Shuttle Radar Topography Mission) merupakan merupakan misi yang dilakukan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan NGA (National Geospatial-Intelligence Agency) untuk mendapatkan topografi seluruh dunia secara lengkap. Misi tersebut menggunakan pesawat ulang alik Endeavour yang beroperasi selama 11 hari bulan Februari 2000. DEM SRTM3 memiliki resolusi 90 m, dan dapat diunduh secara gratis. Untuk penelitian ini, DEM diunduh dari laman http://topex.ucsd.edu/gmtsar/demgen dengan memasukkan batas - batas DEM yang diperlukan, yaitu barat 112.2, timur 113.3, utara -7.6, dan selatan -8.6 pada bagian yang sesuai. Tampilan dari DEM tersebut dapat dilihat pada gambar 3.6. a)
b)
Gambar 3.6 Tampilan DEM yang digunakan dalam penelitian ini a) berkoordinat geografis dan b) koordinat radar 2. Citra SAR Dalam penelitian ini digunakan data satelit ALOS PALSAR. Karakteristik satelit tersebut dapat dilihat di lampiran. Sebanyak 8 buah citra level 1.0 dengan polarisasi HH dari tahun 2009 hingga 2011 digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.1 berisi informasi terkait dengan data yang digunakan. Tabel 3.1 Informasi data SAR Gunung Semeru No. Orbitnumber Frame number 1 19729 7020 2 20400 7020 3 23755 7020 4 24426 7020 5 25097 7020 6 25768 7020 7 26439 7020 8 27110 7020
Waktu observasi 07 Okt 2009 15:23:02.214 22 Nov 2009 15:23:04.786 10 Jul 2010 15:21:36.689 25 Agt 2010 15:21:04.446 10 Okt 2010 15:20:25.715 25 Nov 2010 15:19:41.403 10 Jan 2011 15:18:50.501 25 Feb 2011 15:17:50.494
Arah Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik Naik 33
3.4.2 Hasil pengolahan Hasil dari pengolahan data – data di atas diuraikan di bagian ini yang dibagi menjadienam pokok bahasan. Berikut uraian dari setiap pokok bahasan tersebut. 1. Panjang baseline dan interval data Dengan menggunakan interval data terpendek untuk menghindari nilai koherensi yang kecil, dapat dibentuk 7 pasangan data. Walaupun demikian, ternyata ditemukan adanya pasangan data dengan interval data yang panjang, yaitu pasangan 2009112210100710. Tabel 3.2 berisi infomasi panjang baseline dan jarak temporal antara pasangan yang dipasangkan. Tabel 3.2 Panjang baseline dan beda waktu antar pasangan citra Baseline (m) Beda waktu No Master Slave (hari) Tegak lurus Sejajar 1 20091007 20091122 -183,350 -111,519 46 2 20091122 20100710 -560,537 -401,423 230 3 20100710 20100825 115,286 78,398 46 4 20100825 20101010 -89,971 -66,482 46 5 20101010 20101125 -350,367 -212,899 46 6 20101125 20110110 -109,202 -94,599 46 7 20110110 20110225 132,500 96,839 46 2. Citra amplitudo, fase dan koherensi Karena dengan menggunakan perangkat lunak ini citra SLC tidak dapat ditampilkan, hasil selanjutnya yang dapat dilihat adalah interferogram yang telah dikurangi juga dengan efek
topografi. Selain itu, ada juga citra koherensi yang menunjukkan
koherensi pasangan citra. Gambar 3.7 A, B, dan C menunjukkan contoh hasil citra amplitudo, fase, dan koherensi dari pasangan 20091007_20091122. Hasil yang lebih lengkap untuk citra fase yang telah bergeoreferensi dapat dilihat di lampiran C. Sedangkan citra koherensi dapat dilihat pada bab berikutnya. 3. Interferogram yang telah difilter Gambar 3.7 D merupakan hasil dari interferogram yang terbentukdari pasangan 20091007_20091122 dengan menggunakan DEM SRTM3 setelah difilter dengan menggunakan filter gauss_alos_200m. Filter ini dipilih karena mampu memberikan hasil yang baik dengan waktu yang relatif cepat. Selain difilter, perangkat lunak GMTSAR juga melakukan penghapusan efek berdasarkan nilai koherensi tertentu
34
yang pilih. Hasil dari penghapusan tersebut tampak seperti pada gambar 3.7 E. Hasil dari semua pasangan yang diolah dapat dilihat pada bab berikutnya. 4. Interferogram yang di-unwrap Gambar 3.7 F merupakan interferogram hasil dari proses sebelumnya kemudian dilakukan proses unwrapping dari pasangan 20091007_20091122. Manfaat dari proses unwrapping ini adalah untuk mendapatkan pergeseran LOS dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16. Pasangan citra yang lainnya dapat dilihat di lampiran D. 5. Interferogram yang telah di-geocoding Tampak bahwa pada gambar 3.7 A hingga F masih belum bergeoreferensi, tahapan akhir ini menggeoreferensikan citra amplitudo, koherensi, fase, fase yang telah difilter dan citra yang telah di unwrap. Di bagian ini hanya akan ditampilkan citra fase, fase yang telah difilter dan unwrap seperti yang tampak pada gambar 3.7 G, H dan I. Gambar 3.7 J, K dan L merupakan hasil citra G, H dan I yang difokuskan ke area studi, yaitu Gunung Semeru. Untuk gambar hasil semua pasangan, dapat dilihat di bab berikuntya. 6. Tampilan di Google EarthTM Kemampuan GMT dalam mengkonversi format file ke format kml dimanfaatkan dalam perangkat lunak GMTSAR sebagai salah satu format file hasil pengolahan agar dapat dilihat hasilnya di Google Earth.
35
A)
C)
B)
D)
E)
F)
Gambar 3.7 Hasil pengolahan citra SAR untuk pasangan 20091007_20091122 A) citra amplitudo, B) citra fase C) citra koherensi, D) citra fase yang telah difilter, E) citra fase mask, F) citra unwrap, (lanjut ke halaman berikutnya) 36
G)
I)
K)
H)
J)
L)
Gambar 3.7 Hasil pengolahan citra SAR untuk pasangan 20091007_20091122 G) citra fase bergeoreferensi, H) citra fase yang telah difilter bergeoreferensi, I) citra unwrap bergeoreferensi, J) citra fase Gunung Semeru K) citra fase yang telah difilter Gunung Semeru, L) citra unwrap Gunung Semeru 37