BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA
3.1
Daerah Studi
Selat Lombok merupakan selat yang memisahkan Pulau Bali dan Pulau Lombok dan menghubungkan Laut Flores bagian Barat dengan Samudera Hindia. Panjang Selat Lombok sekitar 60 km dengan kedalaman lebih dari 1000 m di bagian utara dan berkurang menjadi 250-300 m di daerah sill. Lebar Selat Lombok sekitar 30 km di bagian utara dan menyempit menjadi sekitar 18 km di selatan karena terdapat Pulau Nusa Penida.
Data yang diperoleh pada tugas akhir ini adalah data arus yang didapatkan dari mooring yang dilakukan dengan ADCP (Accoustic Doppler Current Profiler) dan VMCM (Vector Measuring Current Meter) yang ditempatkan di dua titik. Titik pertama terletak pada 1150 45.487’E, 080 26.774’S dengan kedalaman 921 meter dan titik kedua terletak pada 1150 53.769’E, 080 24.564’S dengan kedalaman 1147 meter yang keduanya terletak di Selat Lombok (Gambar 3.1).
Posisi Selat Lombok yang terletak di wilayah transisi antara wilayah perairan Indonesia bagian barat dan bagian timur merupakan posisi yang strategis bagi proses oseanografi perairan Indonesia karena masing-masing wilayah perairan Indonesia memiliki karakteristik masing-masing. Misalnya saja wilayah perairan Indonesia bagian barat merupakan bagian dari Paparan Sunda yang memiliki kedalaman kurang dari 75 meter dan dipengaruhi curah hujan yang tinggi yaitu sekitar 2-4 m/tahun (Wrytki, 1961; dalam Subagio, 2004). Sementara itu wilayah perairan Indonesia bagian Timur merupakan perairan dengan kedalaman air lebih dari 1000 meter serta curah hujan tahunan yang relatif rendah yaitu kurang dari 1,5 m/tahun.
III-1
Gambar 3.1.
Lokasi Mooring (bulatan kuning), SPGA (silinder merah) dan stasiun CTD+XBT (cincin putih) di Selat Lombok. Angka numerik menunjukkan nomer stasiun. (Sumber: Draft laporan pelayaran INSTANT Rotation Cruise 2005, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan)
3.2
Bentuk Geometri Selat Lombok
Topografi yang penting dari Selat Lombok adalah Pulau Nusa Penida dan sill yang terletak antara Pulau Nusa Penida dengan pulau kecil di sebelah selatan mulut Selat Lombok. Pola arus yang terbentuk terdiri dari superposisi aliran arus utama serta arus
III-2
pasang surut. Di atas kedalaman 100 m, kecepatan arus mencapai 1,5 m/s pada bagian tengah selat dan 3 m/s di daerah sill.
Kedalaman Selat Lombok antara 800-1000 m di bagian selatannya, dimana salurannya terbagi menjadi dua oleh Pulau Nusa Penida, tempat adanya sill. Saluran di bagian baratnya, yaitu Selat Badung, hanya memiliki luas seperempat luas salurannya. Sebelah kanan pulau ini memiliki bentuk yang tidak beraturan dengan kedalaman maksimum 350 m dengan panjang 20 km dari Pulau Nuda Penida ke Pulau Lombok.
N
Aw
Ce
S
Gambar 3.2
Peta Selat Lombok antara Pulau Bali dan Selat Lombok. Tanda panah menunjukkan lokasi sill. Gambar sebelah kanan menunjukkan profil 3D dari sill. (Sumber: Ningsih, dkk., 2004).
III-3
(B)
(A)
Gambar 3.3
Profil 3D batimetri Selat Lombok. (A) Ditinjau dari laut Flores. (B) Ditinjau dari Samudra Hindia. (Sumber : Ningsih, dkk., 2004)
3.3
Data
Data pada tugas akhir ini adalah data arus hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mooring ADCP (Accoustic Doppler Current Profiler) dan VMCM (Vector Measuring Current Meter) yang dimiliki oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan melalui program INSTANT 2005. ADCP (Accoustic Doppler Current Profiler) merupakan teknologi pengukuran arus yang dapat mengukur kecepatan arus dalam 3 dimensi (utara-selatan, timur-barat, dan vertikal) serta menghitung besarnya volume aliran per detik dengan sistem real time processing.
INSTANT 2005 Rotation Cruise merupakan bagian dari rangkaian program riset INSTANT 2003-2008. Program INSTANT (International Nusantara Stratification and Transport) merupakan kerja sama riset antara Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) dengan 4 institusi asing yaitu CSIROAustralia, Lamont-Doherty Earth Observatory (LDEO) University of Columbia – Amerika Serikat, NIOZ Royal Netherlands Institute for Sea Research Belanda dan LODYC – Universitas Paris VI-Perancis. Program INSTANT ini dirancang untuk mempelajari dan memahami lebih mendalam variabilitas transport dan karakteristik massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui pengukuran yang berkesinambungan (continous) dan bersamaan (coherent) pada jalur masuk dan keluar dari lintasan massa air tersebut. III-4
Mooring di lakukan di Selat Lombok pada dua lokasi yang berbeda, dan kedalaman yang bervariasi. Panjang data (time series) dari setiap kedalaman bervariasi, mulai dari tiga bulan hingga satu setengah tahun. Konfigurasi instrumen untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 3.4.
(B)
(A)
Gambar 3.4
Konfigurasi instrumen pada masing-masing lokasi mooring di Selat Lombok. (A) Susunan instrumen pada Stasiun Barat. (B) Susunan instrumen pada Stasiun Timur.
III-5
Tabel 3.1. Lokasi Mooring. Lokasi Mooring
Bujur
Lintang
Stasiun Barat
1150 53.769’E
080 24.564’S
Stasiun Timur
1150 45.487’E
080 26.774’S
Tabel 3.2. Data Mooring Stasiun Barat Alat yang digunakan ADCP
Kedalaman (m) 18.31
Tanggal mulai 9 Jan 04
Tanggal berakhir 14 Juni 04
Interval data 30 menit
Waktu mulai 00:00
Waktu berakhir 14:30
ADCP
34.31
9 Jan 04
14 Juni 05
30 menit
00:00
14:30
ADCP
50.31
9 Jan 04
14 Juni 05
30 menit
00:00
14:30
ADCP
66.31
9 Jan 04
14 Juni 05
30 menit
00:00
14:30
ADCP
82.31
9 Jan 04
14 Juni 05
30 menit
00:00
14:30
ADCP
98.31
9 Jan 04
14 Juni 05
30 menit
00:00
14:30
VMCM
250
9 Jan 04
12 Mei 05
15 menit
04:00
01:45
VMCM
350
9 Jan 04
15 Juni 05
15 menit
04:00
00:00
VMCM
450
9 Jan 04
12 Juni 05
15 menit
04:00
05:30
Waktu berakhir 04:00
Tabel 3.3. Data Mooring Stasiun Timur Alat yang Digunakan ADCP
Kedalaman (m) 20.95
Tanggal mulai 10 Jan 04
Tanggal berakhir 15 Juni 05
Interval data 30 menit
Waktu mulai 04:00
ADCP
56.95
10 Jan 04
15 Juni 05
30 menit
04:00
04:00
ADCP
92.95
10 Jan 04
15 Juni 05
30 menit
04:00
04:00
ADCP
176.95
10 Jan 04
15 Juni 05
30 menit
04:00
04:00
ADCP
236.95
10 Jan 04
15 Juni 05
30 menit
04:00
04:00
ADCP
248.95
10 Jan 04
15 Juni 05
30 menit
04:00
04:00
VMCM
350
10 Jan 04
22 Des 04
15 menit
04:00
06:30
Aanderaa
450
10 Jan 04
15 Juni 05
2 jam
06:00
04:00
Dari semua data mooring yang tersedia, hanya dipilih beberapa data saja untuk dilakukan penelitian. Beberapa dari data-data ini keadaannya tidak baik, yaitu banyak terdapat data kosong. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
III-6
Tabel 3.4. Data arus yang digunakan dalam penelitian tugas akhir Nama Mooring
Kedalaman (m)
Stasiun barat
18.31
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
50.31
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
98.31
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
250
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
350
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
450
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
20.95
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
56.95
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
92.95
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
176.95
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
236.95
Juli dan Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
248.95
Februari dan Maret (seluruhnya satu bulan penuh)
Stasiun timur
350
3.4
Data (tahun 2004)
Februari, Maret, Juli, Agustus (seluruhnya satu bulan penuh)
Pengolahan Data
3.4.1 Pengolahan Data Arus
Data observasi arus diperoleh dalam bentuk deret waktu dari komponen arus timur (u) dan utara (v) untuk masing-masing data arus. Data arus biasanya diasumsikan sebagai arus total yang merupakan penjumlahan dari arus pasang surut dan arus non pasang surut.
Untuk mendapatkan arus pasang surut maka diterapkan analisa harmonik arus pasang surut (pasut) pada masing-masing komponen data arus observasi. Analisa arus pasut diterapkan pada data deret waktu tiap jam. Data arus dihaluskan dengan low passed filter dan memotong semua sinyal yang memiliki periode 2 jam atau lebih dari itu, kemudian di lakukan pencuplikan. Misalkan untuk data perlima belas menit, dilakukan pencuplikan satu tiap empat data dan data pertiga puluh menit di lakukan pencuplikan satu tiap dua data untuk mendapatkan data deret waktu perjam. Data deret waktu perjam kemudian di analisis lebih lanjut.
III-7
Hasil pengolahan data arus total, arus pasang surut, arus tetap dan arus non pasang surut kemudian ditampilkan dalam bentuk: 1. Plot vektor arus pasang surut. 2. Plot vektor arus non pasang surut. Dalam hal ini arus non pasang surut adalah: Arus non pasang surut = arus total – arus pasang surut – arus tetap. 3. Profil diagram vertikal arus tetap.
3.4.2 Analisis Harmonik Arus Pasang Surut
Tujuan utama dari analisa harmonik arus pasang surut adalah untuk mendapatkan informasi mengenai parameter pasang surut (amplitudo dan beda phasa) di suatu tempat dari data pengamatan kecepatan arus yang diambil selama jangka waktu tertentu. Untuk analisis harmonik ini beberapa metode analisis pasang surut yang cukup baik dan telah banyak digunakan diantaranya adalah metode Admiralty dan metode Least Square, pada tugas akhir ini untuk analisis pasang surut tersebut digunakan metode Least Square dengan menggunakan program TIFA.
Karena gejala arus pasut adalah periodik, maka kecepatannya dapat dinyatakan sebagai fungsi dari waktu dan merupakan suatu deret harmonik dari M (jumlah) komponen arus pasut. Perhitungan analisis harmonik arus pasang surut dilakukan untuk dua komponen arah, yaitu arah timur barat dan arah utara selatan (Ali, 2004). Pada metode analisis harmonik dengan cara Least Square besarnya kecepatan arus pasang surut di suatu tempat pada waktu tertentu, dapat dituliskan sebagai berikut: Mi
u (t ) =u 0 + ∑ f iU i ' cos(σ i t + Vi + u i − g i ) i
Dengan u 0
= komponen arus rata-rata arah timur barat
t
= waktu pengamatan
u (t )
= kecepatan arus pasang surut komponen arah timur barat
σ it
= kecepatan sudut dari komponen ke - i (derajat/jam)
Vi
= phasa dari equilibrium tide di Greenwich pada jam 00.00 hari tengah
III-8
3.1
fi
= faktor koreksi nodal untuk amplitudo
ui
= faktor koreksi nodal untuk phasa
Ui '
= amplitudo arus pasang surut komponen arah timur barat untuk komponen ke - i.
f iU i ' = “amplitudo sebenarnya” arus pasang surut komponen arah timur barat
untuk komponen ke - i. gi
= ketertinggalan phasa antara real tide di lokasi pengamatan dengan equilibrium tide di Greenwich
3.4.3 Program TIFA
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan konstanta harmonik pasang surut dan arus pasang surut yang tepat dalam analisis pasang surut adalah program TIFA (Tidal Institute Flexible Analysis). Program TIFA adalah suatu program analisis pasang surut yang dikembangkan oleh para ahli pasang surut dari Tide Institute di Liverpool, England sejak akhir tahun 1970-an (Ali, dkk., 1994).
Pada dasarnya metode yang digunakan dalam program TIFA adalah metode Least Square. Tidak seperti metode Least Square umumnya, dimana koreksi nodal dilakukan
setelah harga amplitudo dan phasa dari hasil perhitungan matriksnya diperoleh. Dalam program TIFA koreksi nodal dilakukan terlebih dahulu sebelum dibentuk matriksnya. Keuntungan dari program TIFA adalah jumlah komponen bisa kita tentukan sendiri dengan membuat file komponen masukan, kemudian panjang data yang dipakai bisa berapa saja karena pada program TIFA terdapat dua program yaitu program TAN untuk panjang data maksimum 6 bulan dan program TANS untuk panjang data 1 tahun atau lebih. Keuntungan lain dari progran TIFA adalah bisa mengatasi masalah kekosongan (gap) data pada analisis komponen harmonik pasang surut.
Langkah kerja dari program TIFA adalah sebagai berikut (Hadi, 2000): •
Program blocks
III-9
-
mengubah file.lev menjadi file.dat dengan maksimum blocks data 1500, tetapi jika ada gap data langsung dibuat blocks baru.
-
Menyusun kembali file TIF dengan kecepatan sudut yang memenuhi periode sinodik.
•
File TIF ini adalah file input program TAN
Program TAN -
menghitung harga konstanta arus pasang surut.
-
menghitung arus pasang surut peramalan.
-
menghitung arus non pasang surut.
Analisis pasang surut dengan program TIFA untuk data jangka panjang menghasilkan komponen periode panjang, komponen utama serta berbagai komponen perairan dangkalnya.
Program TAN menghasilkan amplitudo dan beda fasa untuk 38 komponen utama pasang surut. Konstanta harmonik arus pasang surut untuk stasiun barat dan timur dan masingmasing kedalaman ditampilkan pada Lampiran A.
3.4.4 Perhitungan Arus Non Pasang Surut
Arus total hasil pengukuran dianggap sebagai gabungan antara arus pasang surut dan arus non pasang surut, sehingga arus non pasang surut dapat diperoleh dengan cara mengurangi arus pasang surut dan arus tetap dari arus totalnya. Arus tetap adalah bagian dari arus non pasut.
Karena arus merupakan besaran vektor, maka perhitungan dilakukan pada masing-masing arah vektor, yaitu sebagai berikut:
U non − pasut = U observasi − U pasut − U tetap Vnon − pasut = Vobservasi − V pasut − Vtetap
3.2
III-10
3.5
Tampilan Data
3.5.1 Plot Vektor Arus
Plot vektor arus adalah gambaran kecepatan dan arah yang diwakili oleh garis-garis, dengan panjang garis mewakili kecepatan arus dan arah garis mewakili arah arus. Setiap garis mewakili satu kecepatan dan arah arus pada waktu tertentu. Plot vektor arus digambarkan untuk arus pasang surut dan arus non pasang surut untuk setiap kedalaman. Masing-masing kedalaman ditampilkan plot vektor arus selama satu bulan dengan interval penggambaran garis untuk satu jam, maka dalam satu hari akan terdapat 24 garis.
Dalam plot vektor arus ini, arus pasang surut dan arus non pasang surut dipisahkan penggambarannya dan ditampilkan untuk masing-masing kedalaman.
Gambar 3.5 Contoh penggambaran vektor plot arus pasang surut.
3.5.2 Hasil Perhitungan Konstanta Harmonik Arus Pasang Surut
Konstanta harmonik arus pasang surut yang dihitung dengan menggunakan program TAN ditampilkan dalam Lampiran A. Nilai Zo adalah nilai Arus tetap. Kolom dengan nilai A adalah nilai amplitudo, dan kolom dengan nilai g ketertinggalan phasa.
Tabel 3.5 Contoh hasil perhitungan konstanta harmonis arus pasang surut No 1 2
Komp arus pasut Mm Msf
Komponen U A (cm/s) g (derajat) 0.1269 49.8609 1.3472 116.7773
III-11
Komponen V A (cm/s) g (derajat) 8.0237 306.9796 7.8122 112.6483
No 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Komp arus pasut SIGMA1 Q1 O1 M1 P1 S1 K1 J1 OO1 MNS2 2N2 MEU2 N2 NEU2 M2 LAMDA2 L2 T2 S2 K2 MSN2 2SM2 MO3 M3 MK3 SK3 MN4 M4 SN4 MS4 S4 2MN6 M6 MSN6 2MS6 2SM6 Z0
Komponen U A (cm/s) g (derajat) 0.5846 156.2993 0.5946 293.2021 3.4827 358.3387 0.7705 289.4482 1.7714 86.1295 0.0604 86.1295 5.3437 86.1295 0.5799 97.0485 0.7656 80.9607 1.1069 263.4467 0.129 183.8825 0.7294 313.8975 0.9757 183.8825 0.1851 183.8825 7.1816 97.7223 0.3205 152.1734 1.1906 152.1734 0.2259 161.6111 3.8225 161.6111 1.0393 161.6111 0.8828 255.8613 1.7489 168.5443 1.2402 118.9846 2.0637 15.6686 1.919 229.0388 1.1555 294.1345 0.9537 228.2 2.6314 194.1149 1.0915 132.8754 1.2746 275.0852 1.6237 234.5189 1.3158 73.1738 0.736 141.5526 0.4796 251.4727 0.5157 235.621 0.3122 31.316 -4.937 0
Komponen V A (cm/s) g (derajat) 0.8824 104.5745 1.319 275.5679 4.3407 1.4064 1.1577 323.7618 1.5334 58.0325 0.0523 58.0325 4.6256 58.0325 2.0065 168.2431 0.6538 49.8191 0.458 101.2844 1.0417 42.8671 1.3108 233.6861 7.8796 42.8671 1.4948 42.8671 23.1033 89.378 0.5453 61.0414 2.0256 61.0414 0.6161 181.0654 10.4253 181.0654 2.8347 181.0654 1.8469 90.9077 1.4171 63.9743 2.6673 141.8723 2.6721 35.3884 4.5865 223.2172 2.782 304.7257 3.2095 171.3403 4.4533 194.3891 1.3808 297.8165 5.2462 288.7043 0.7728 326.5678 1.4402 280.6906 1.7621 330.259 2.3213 68.5051 3.3893 72.1104 1.0435 158.3754 -32.72 0
3.5.3 Plot Arus Tetap Terhadap Kedalaman.
Untuk mengamati pola arus tetap terhadap kedalaman, penggambaran arus tetap dilakukan dengan cara membuat penampang vertikal plot arus tetap yang nilainya
III-12
didapatkan dari hasil perhitungan dengan program TAN (dalam tabel adalah nilai Zo) dan arahnya didapatkan berdasarkan hasil perhitungan.
U
Gambar 3.6 Contoh penggambaran plot arus tetap terhadap kedalaman stasiun barat bulan Februari.
III-13