BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA
3.1 Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di lapangan “X” yang terletak di Irian Jaya Barat. Pengambilan data terdiri dari 102 (seratus dua) titik sounding dengan jumlah line sebanyak 11 (sebelas) line yang posisinya terhadap top reservoir (batu gamping Kais) ditunjukkan oleh gambar di bawah ini : KLO-39
PETA LINTASAN PENGUKURAN TAHANAN JENIS DAN KONTUR TOP KAIS KLO-9
ST-01 ST-32 ST-33 ST-34 ST-02 ST-35 ST-03 ST-36 ST-04ST-37 ST-38 ST-39 ST-05 ST-40 ST-41 ST-42 ST-06 ST-43 KLO-11 ST-44 ST-07 ST-45 ST-46 ST-08 ST-47 KLO-25 ST-09 ST-48 ST-49 KLO-85 ST-10 ST-50 ST-11 ST-54 ST-12 ST-51 KLO-22 ST-55 ST-52 ST-13 ST-56 ST-53 ST-57 ST-14 ST-15 ST-16 ST-58 ST-59 ST-17 ST-60 ST-61 ST-18KLO-33 ST-62 ST-63 ST-64 ST-19 ST-65 KLO-8 ST-66 ST-20 KLO-20 ST-67 ST-68 ST-21 ST-69 ST-70 ST-72 ST-73 ST-71 ST-74 ST-22 ST-75 ST-76 ST-77 ST-23A ST-78 ST-79 ST-80 ST-24 ST-81 ST-83 ST-82 ST-84 ST-25 ST-85 ST-86 ST-87 ST-26 ST-88 ST-89 ST-90 KLO-45 ST-27 ST-91 ST-92
N
KLO-11
KLO-67
KLO-82
KLO-73
Y 9876000
KLO-37
KLO-52
KLO-25
KLO-183
KLO-13
KLO-64
KLO-85
KLO-71
KLO-36
KLO-47
KLO-79
KLO-188
KLO-74
KLO-72
KLO-189 KLO-7
KLO-22
KLO-53
KLO-92
KLO-66
KLO-35
KLO-24
Y 9875500
KLO-174
KLO-187
KLO-103
KLO-48
KLO-40
KLO-80
KLO-167
KLO-23
KLO-99
KLO-101 KLO-168 KLO-65
KLO-159
KLO-166
KLO-33 KLO-182 KLO-81
KLO-5
KLO-21
KLO-169 KLO-171 KLO-158 KLO-146
KLO-181
KLO-164
KLO-165
KLO-59
KLO-83
KLO-170
KLO-8
KLO-163
KLO-49 KLO-157
KLO-94 KLO-190 KLO-161 KLO-156KLO-30 KLO-162
KLO-20
KLO-84
KLO-175
KLO-191
KLO-54
KLO-61
KLO-1
KLO-155
KLO-93
Y 9875000
KLO-173
KLO-186
KLO-2 KLO-153 KLO-154
KLO-62
KLO-95
KLO-172
KLO-18
KLO-29
KLO-63
KLO-31
KLO-113
KLO-68
KLO-6
KLO-77
Line 08
KLO-27
KLO-55
KLO-75
KLO-110
KLO-3
KLO-51
KLO-96
KLO-91 KLO-14
KLO-41
KLO-192
KLO-185
KLO-45
Y 9874500
KLO-76
KLO-184
KLO-97
KLO-129
KLO-112
KLO-17
KLO-100 KLO-43
KLO-15
KLO-111
KLO-90
KLO-12 KLO-108
KLO-128
KLO-86
KLO-44
KLO-42
KLO-109
KLO-193
KLO-69 KLO-152
KLO-56
KLO-89
KLO-70 KLO-60
KLO-16
Line 1235
KLO-46
KLO-34
KLO-106
KLO-32
KLO-119
KLO-4
KLO-114
KLO-17
KLO-88 KLO-57
KLO-121
KLO-50
KLO-105 KLO-98
KLO-120
KLO-177
KLO-87
KLO-58 KLO-150 KLO-126 KLO-160
KLO-78
KLO-149 KLO-115 KLO-38 KLO-116 KLO-123 KLO-124 KLO-125 KLO-122 KLO-176 KLO-139 KLO-107 KLO-141 KLO-118 KLO-104 KLO-178 KLO-138 KLO-117 KLO-102 KLO-140 KLO-26 KLO-127 KLO-130 KLO-151 KLO-133 KLO-145 KLO-179 KLO-135 KLO-131 KLO-137 KLO-134 KLO-132 KLO-136 KLO-144 KLO-147 KLO-142 KLO-143 KLO-148
ST-28
Y 9874000
ST-29
KLO-34 ST-93 ST-94 ST-95 KLO-32 ST-96 ST-30 ST-97 ST-98 ST-99 ST-100 ST-101 ST-102 KLO-98 ST-31 778000 x
0
KLO-10
KLO-180
KLO-28
500
778500 x
1000
779000 x
1500
779500 x
2000
Gambar 3.1 Peta lintasan pengukuran sounding line 08 dan line 1235 ( garis merah ) dengan titik merah adalah titik sounding dengan nomor stasiun dan kontur menunjukkan top dari Formasi Kais yang menjadi reservoir target ( skala dalam meter), titik hitam adalah posisi sumur berdata, dan titik – titik biru adalah posisi sumur – sumur pada lapangan ”X” ( Surfer ).
34
Proses pengambilan data tahanan jenis yang dilakukan di Lapangan "X”, Irian Jaya Barat. Lapangan “X” ditemukan pada tahun 1936 oleh NNGPM. Merupakan suatu struktur antiklin dengan reservoir minyak berada pada kedalaman 130 m pada antiklin permukaan
yang
dibor
tersebut.
Sumur–sumur
pengeboran
mulai
banyak
bermunculan pada tahun 1950-an. Reservoir pada Lapangan “X” berupa limestone ( batu gamping ) bertipe patch reef. Antiklinnya adalah struktur drape yang disebabkan oleh perubahan tekanan dari lumpur antar reef yang ada di sekitarnya ( Pilgram & Sukanta, 1989). Target dari akuisisi data adalah pada kedalaman hingga 300 m dibawah permukaan. Dengan daerah pengukuran berada di sekitar top formasi Kais, yang merupakan reservoar lapangan “X” dengan luas daerah cakupan sekitar 3 km².Untuk akuisisi data tahanan jenis dilakukan dengan menggunakan konfigurasi elektroda Schlumberger. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih konfigurasi ini, antara lain: 1. MN tidak perlu terlalu sering diubah, sehingga jumlah buruh yang dibutuhkan akan berkurang. 2. Penetrasi yang diperoleh akan lebih dalam dari konfigurasi Wenner pada AB yang sama. 3. Referensi dari kurva–kurva lebih banyak, begitu juga studi yang pernah dilakukan. 4. Medan yang didominasi oleh hutan, sehingga konfigurasi Schlumberger merupakan pilihan yang tepat untuk efisiensi baik waktu dan biaya. 5. Susunan elektroda Schlumberger memiliki resolusi kedua tertinggi setelah Wenner. Akuisisi berlangsung selama lebih kurang 37 hari dengan kru sebanyak 11 orang tenaga lokal dan 5 orang dari tim inti. Cuaca yang cepat sekali berubah terkadang membuat proses pengambilan data dihentikan sementara. Hujan lebih sering turun di awal–awal proses pengukuran. Bahkan tidak jarang pula pengukuran tetap berlangsung pada saat hujan turun, meskipun tidak terlalu deras. Kondisi lapisan
35
permukaan yang berupa lempung-lanau membuat air hujan cepat sekali membanjiri daerah–daerah yang relative rendah seperti jalan–jalan dan sungai–sungai yang ada, dengan membawa banyak material sedimen yang tererosi. Instrumen yang digunakan dalam proses pengambilan data pada awalnya adalah Geosource. Namun instrumen tersebut ternyata tidak dapat beradaptasi dengan baik terhadap keadaan geologi yang ada, sehingga selang tujuh hari pemakaian alat mengalami kerusakan pada transistor. Sekitar sebelas transistornya terbakar dan merupakan hal yang sulit untuk menemukan komponen penggantinya. Selang lima hari kemudian instrumen pengganti datang, instrumen tersebut adalah McOhm yang digunakan hingga proses pengambilan data selesai. Keadaan lapisan atas yang impermeabel mungkin merupakan penyebab utama kerusakan instrumen. Sebaiknya instrumen yang digunakan pada daerah tersebut adalah instrument yang stabil, sehingga resiko kerusakan dapat dikurangi. Pengambilan data dimulai dari utara ke selatan, dengan titik–titik stasiun yang sudah ditentukan. Titik–titik stasiun ini sendiri selanjutnya ditemukan dilapangan dengan bantuan GPS tipe Garmen GPSmap 76CSX dengan akurasi hingga 5 m. Namun karena keadaan hutan yang rimbun, maka sering terjadi gangguan pada penerimaan sinyal satelit oleh GPS. Sehingga untuk mengatasinya digunakanlah bantuan patok agar menjaga garis (line) tetap lurus terhadap arah awal (titik ikat). Sedangkan keadaan medan pada titik pengukuran dan line selalu dicatat dalam lembar tentative pengukuran untuk membantu pada saat interpretasi dekat permukaan. Topografi yang berundulasi ditemukan pada bagian timur dari daerah penelitian dengan perubahan ketinggian yang tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan pengaruh adanya sesar sepanjang bagian timur daerah penelitian. Sesar ini membuat topografi yang berundulasi dengan beda ketinggian maksimum kurang lebih hingga 20m. Selain itu juga banyak dijumpai sungai–sungai kecil yang sifatnya musiman, atau sungai yang teraliri oleh air pada saat hujan turun saja. Umumnya lantai sungai berupa batuan dengan butir lempung. Dan aliran sungai banyak yang terhambat oleh
36
kontur dan batang–batang pohon juga longsoran. Hal ini menyebabkan pada beberapa titik air akan tergenang karena tidak dapat mengalir. Hal ini juga merupakan suatu alasan mengapa pengukuran tahanan jenis dilakukan dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Selain beberapa alasan di atas sebelumnya, pengaruh topografi juga merupakan suatu alasan. Dengan konfigurasi ini diharapkan efek dari topografi dapat dikurangi. 3.2 Data dan Pengolahan Data
Pengolahan data untuk tahanan jenis dilakukan pada line 08 dan line 1235. Sedangkan untuk topografi digunakan semua data ketinggian untuk semua titik. Line 08 dipilih karena line ini berhimpit dengan line seismik. Metoda Seismik Refleksi dan Metoda Tahanan Jenis umumnya memiliki keselarasan antara satu dengan yang lainnya. Dengan begitu diharapkan hasil dari pengolahan data tahanan jenis tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh dengan data seismik. Sedangkan line 1235 dipilih karena melalui puncak dari Formasi Kais dan diperkirakan terdapat struktur pada ujung line.
37
Secara umum data dan proses pengolahan data diperlihatkan oleh diagram di bawah ini,
Diagram Data Dan Pengolahan Data DATA
Data survey lapangan
Data base
Data tambahan
Data Geologi Data premier
Data base
Data topografi
Data base
Beda potensial
Data Geofisika lainnya
Data sekunder
Tentative
hr/tgl/thn
Cuaca
Observer
Rho a Parameter kedalaman
Peta kontur ketinggian Pengolahan 1D
Pengolahan 2D Inversi 2D ( Res2dinv )
Curve matching DISPLAY
DISPLAY
Barnes resistivity layer Dar - Zorrouk parameter rho l, rho t, rho m
rho c
Rho i
DISPLAY
( Curve matching ) - ( Barnes-DZP ) rho =
rho c * rho m
Rho DISPLAY
Gambar 3.2 Diagram alir data dan pengolahan data. Kotak menunjukkan data input, kotak tanpa sudut menunjukkan proses pengolahan data input, dan oval menunjukkan data output yang dihasilkan. Garis putus – putus menunjukkan keterangan proses yang sebaiknya dilakukan pada data.
Adapun proses pengolahan data untuk data primer dapat dipaparkan sebagai berikut : 3.2.1 Data Ketinggian dan Koordinat Titik Ukur
Data ketinggian diperoleh dari pembacaan dengan GPS untuk masing–masing titik ukur. Data yang diperoleh dan digunakan nantinya merupakan data bacaan langsung dari GPS tanpa menggunakan titik ikat. Tentunya kekuatan penerimaan sinyal dari GPS sangatlah menentukan tehadap keakurasian atau ketepatan dari besar ketinggian yang terbaca. Namun hal ini disiasati dengan membandingkan data
38
ketinggian tersebut dengan data ketinggian yang diperoleh dengan pengukuran GPS geodetik yang ada dan mungkin juga dengan beberapa peta yang ada. Data ini diolah dengan menggunakan Microsoft EXCEL 2003 untuk menampilkan grafik beda ketinggian yang diperoleh dari pengukuran GPS untuk masing–masing titik pada tiap line pengukuran. Untuk mengetahui ketinggian sebenarnya dari suatu titik maka dilakukan pembandingan dengan hasil pengukuran ketinggian oleh GPS geodetik pada beberapa titik yang sama. Sebelumnya dibuat dua grafik yang menunjukkan hasil pengukuran dengan GPS tangan dan GPS geodetik. Dari kedua kurva terlihat bahwa keduanya memiliki pola yang relatif sama. Maka untuk koreksi terhadap bacaan oleh GPS tangan dicari nilai rata–rata selisih antara keduanya. Selanjutnya nilai rata–rata selisih antara keduanya ini menjadi faktor koreksi yang akan ditambahkan pada seluruh hasil bacaan GPS tangan. Jika hasilnya ditampilkan dalam bentuk kontur dengan menggunakan SURFER maka hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.3. Pada lampiran B juga dapat dilihat tabel kedalaman top Kais terhadap permukaan tiap titik sounding.
39
Peta Kontur Ketinggian
N
Y 9876000
85 80 75
Y 9875500
70 65 60 55 Y 9875000
50 45 40
Line 08
35 30
Y 9874500
25 20 15 10
Line 1235
5
9874000 Y
x778000
x778500
x779000
x779500
Gambar 3.3 Peta kontur ketinggian Lapangan ”X” beserta lintasan prngukuran dengan skala jarak dan ketinggian (warna) dalam meter ( Surfer ).
3.2.2 Data Tahanan Jenis Semu
Data tahanan jenis semu diperoleh dari pengolahan langsung di lapangan. Dengan menggunakan persamaan 22 dengan faktor geometri yang digunakan adalah faktor geometri untuk susunan elektroda Schlumberger. Hasil pengolahan disimpan dalam bentuk tabel untuk masing–masing titik. Selanjutnya untuk masing–masing titik dibuat kurva lapangan antara harga AB/2 ( spasi elektroda arus/2 ) dan tahanan jenis semunya. Kurva lapangan ini berguna untuk melakukan interpretasi awal baik pada proses pengukuran maupun keadaan geologi yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi sejak awal apakah ada kesalahan pada saat pengukuran jika
40
kurva yang dihasilkan terlalu acak, atau mungkin itu adalah pengaruh dari keadaan geologinya. Untuk itu, pengetahuan geologi daerah penelitian seharusnya sudah dipahami sebelum pengukuran dilakukan agar dapat ditentukan parameter–parameter yang akan digunakan berdasarkan target yang ingin dicapai. Di bawah ini adalah penampang tahanan jenis semu dari line 08 dan line 1235 :
X
Penampang Tahanan Jenis Semu
Z ST.21 ST.22 ST.23
ST.24
ST.25
ST.26
ST.27 ST.28
ST.29 ST.30 ST.31
50m
50m
100m
100m
150m
150m
200m
200m
250m
250m
(a) ST.21 ST.22 ST.23
ST.24
ST.25
ST.26
ST.27
ST.28
50m
ST.29
ST.30
ST.31 50m
100m
100m
150m
150m
200m
200m
250m
250m
(b) Gambar 3.4 Penampang tahanan jenis semu ( a ) Line 08 dan ( b ) Line 1235 dengan warna menunjukkan nilai tahanan jenis semu dan jarak antara stasiun pengukuran = 100 m ( Res2dinv ). Z = kedalaman ( m ) dan X = arah horizontal ( m ) ( Res2dinv ).
41
Ada beberapa tahap pengolahan data tahanan jenis semu yang dilakukan, antara lain: 3.2.2.1 Pengolahan Data 1D Pengukuran nilai tahanan jenis semu yang dilakukan pada dasarnya adalah pengukuran
1D
(sounding)
dengan
menggunakan
susunan
elektroda
Schlumberger atau biasa disebut Vertical Electrical Sounding (VES). Untuk tahap pengolahan ini, ada 3 (tiga) cara pengerjaan yang dilakukan, yaitu: 3.2.2.1.1 Pengolahan dengan Perangkat Lunak Ipi2win ( Curve Matching ) Dari data yang diperoleh dari pengukuran pada masing–masing, selanjutnya dilakukan pengolahan data 1D dengan menggunakan perangkat lunak Ipi2win. Pada dasarnya prinsip yang digunakan di sini adalah pencocokan kurva, di mana perubahan kemiringan kurva merupakan indikasi perubahan nilai tahanan jenis dan posisi perubahan kemiringan kurva adalah indikasi perubahan kedalaman. Namun hasil dari pengolahan data ini adalah nilai tahanan jenis dan kedalaman minimum untuk masing–masing sounding. Pengolahan dengan menggunakan pendekatan terhadap kurva tahanan jenis semu terhadap spasi elektroda arus ini bersifat halus karena lebih menggunakan pendekatan interpolasi untuk tiap interval kemiringan kurva. Target dari pengolahan data 1D ini adalah memodelkan geologi di bawah line. Formasi umum adalah formasi Klasafet dan formasi Kais. Formasi Klasafet tersusun dari batu napal dan batu lumpur antar gamping sedangkan formasi Kais tersusun dari batu gamping. Maka dugaan awal kontak antara formasi ini akan memiliki kontras yang sangat tinggi dan sudut pada kurva adalah yang paling besar. Pada program setelah melakukan pemasukan nilai tahanan jenis semu, maka dipilih MN = 1 untuk penampilan kurvanya. Setelah itu sebelum memulai pemodelan maka terlebih dahulu dicari kontak formasi Klasafet dan Kais sesuai dengan peta top formasi Kais. Dari peta top formasi Kais dapat diketahui
42
kedalaman kontak untuk masing–masing stasiun. Namun kedalaman pada peta top memiliki datum mean sea level, untuk itu harus diikatkan terlebih dahulu terhadap ketinggian sumur yang diperoleh dari data GPS. Setelah diperoleh kedalaman kontak terhadap ketinggian sumur kemudian dicari nilai L (spasi elektroda arus) untuk masing–masing kedalaman kontak dengan menggunakan persamaaan L=
Ze (Loke, 2004) di mana Ze adalah median depth of investigation ( 0.191
kedalaman terhadap ketinggian lubang bor ). Median Depth of Investigation digunakan karena kedalaman sebenarnya yang dicapai oleh susunan elektroda diasumsikan sama dengan kedalaman median dari kurva sensitivitas untuk susunan Schlumberger. Setelah L diketahui kemudian pada kurva program diplot nilai L/2 untuk top Kais berdasarkan peta. Karena diasumsikan median depth of investigation adalah kedalaman sebenarnya maka kedalaman yang diperoleh dari peta top Kais dijadikan kedalaman patokan yang tidak diubah–ubah nilainya. Sebagai pembanding maka pada kurva di bawah ditunujukkan kedalaman estimasi untuk kontak dan kedalaman dari peta top Kais yang diplot terhadap AB/2 ( L/2 ). Namun demikian pada line 1235 ada 3 stasiun yang terletak pada bagian selatan peta top formasi Kais ada perbedaan ketinggian top formasi Kais antara data estimasi dan data peta top. Namun setelah dilakukan evaluasi top formasi Kais pada sumur terdekat yaitu sumur KO-98, KO-32, dan KO-17 menunjukkan top formasi Kais berada pada kedalaman rata–rata 100m–130m. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peta top Formasi Kais memiliki ketidakakuratan pada daerah yang memiliki sedikit sumur seperti daerah tempat titik ST.29, ST.30, ST.31 berada. Dengan begitu maka titik estimasi dipilih sebagai top formasi Kais pada stasiun tersebut, karena pada titik–titik sebelumnya terdapat kecocokan antara titik estimasi dengan kedalaman top formasi Kais sebenarnya. Setelah itu, besar nilai tahanan jenis formasi Kais untuk masing–masing line ditentukan dengan nilai rata–rata tahanan jenis formasi Kais pada sumur terdekat untuk harga maksimumnya pada kurva dengan sudut yang besar sekali. Sedangkan untuk
43
kurva yang masih dapat didekati dengan kurve mathcing maka nilainya adalah nilai bacaan kurva yang cocok.
Top Formasi Kais pada kurva rho a 100
Rho a
10
Top kais 3
AB/2
estimasi
Gambar 3.5 Plot top kontak Formasi dari map dan estimasi kontak yang diperlihatkan oleh kurva masukan pada stasiun 64 line 08 ( Ipi2win ).
3.2.2.1.2 Pengolahan dengan Menggunakan Barnes Resistivity Layer dan Dar– Zarrouk Parameter Pengolahan data dengan metoda ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2003. Prinsipnya seperti yang telah disampaikan pada dasar teori pada bab sebelumnya. Untuk masing–masing nilai tahanan jenis semu dibuat seolah–olah MN (spasi elektroda potensial) adalah konstan = 1. Untuk itu dilakukan interpolasi pada titik–titik perubahan MN. Hal ini bisa dilakukan karena pada saat perubahan harga MN tersebut dilakukan pengukuran terhadap AB yang sama. Kedalaman maksimum yang digunakan adalah median depth of investigation pada masing – masing selisih bentangan kabel elektroda arus dan potensial ( n ), dengan perbandingan terhadap spasi elektroda arus (Ze/L)
44
seperti ditunjukkan oleh tabel 2.2 Maka akan diperoleh kedalaman maksimum untuk AB = 1500 m adalah sekitar 281 m. Selanjutnya AB maksimum dikonversikan terhadap kedalaman median seperti pada tabel 2.2 Hal ini dilakukan untuk memperoleh keselarasan antara hasil pengolahan yang satu dengan yang lainnya. Dengan diketahuinya kedalaman untuk masing–masing harga AB, maka dapat dicari besar tahanan jenis longitudinal, tahanan jenis transversal, tahanan jenis anisotropi (sebenarnya), dan koefisien anisotropi untuk masing–masing interval. Selanjutnya dibuat grafik dari perubahan harga masing–masing variabel terhadap kedalaman. Namun perlu diingat bahwa pengolahan dengan metoda ini lebih bersifat spasial setiap perubahan spasi elektroda arus. Dengan begitu metoda ini sangat tidak stabil karena rentan terhadap kesalahan bacaan tahanan jenis sebenarnya yang diakibatkan oleh kesalahan bacaan dari tahanan jenis semu di lapangan. Kesalahan bacaan akibat noise, bidang miring, dan kontak yang jelek dari elektroda arus dengan permukaan dapat menyebabkan loncatan–loncatan data yang sangat bisa salah diinterpretasi dengan metoda ini. 3.2.2.1.3
Dar Zarrouk Parameter – Curve Matching
Pada dasarnya pengolahan data yang dimaksud adalah penggabungan antara tahanan jenis sebenarnya hasil yang diperoleh dari metoda Curve Matching dengan hasil yang diperoleh dengan Dar-Zarrouk Parameter ( rho m ). Adapun beberapa asumsi yang digunakan adalah : 1. Nilai tahanan jenis sebenarnya yang diperoleh dengan metoda Curve Matching adalah tahanan jenis interval yang konstan dari beberapa interval AB tertentu ( kemiringan kurva ). 2. Nilai tahanan jenis sebenarnya yang diperoleh dengan metoda Barnes Resistivity Layers–Dar-Zarrouk Parameter merupakan tahanan jenis interval setiap perubahan AB ( signal & noise ), sedangkan tahanan jenis interval pada saat curve matching ditandai pada interval kemiringan kurva.
45
Namun kurva tidak selalu bersinggungan dengan setiap titik tahanan jenis semu yang ada. 3. Dengan menggabungkan keduanya diharapkan akan diperoleh penampang yang dapat memperlihatkan kontras lapisan dan anomali yang ada. 4. Nilai tahanan jenis yang diperoleh adalah akar kuadrat dari perkalian kedua harga tahanan jenis tersebut (curve matching & Dar-Zarrouk Parameter) dengan parameter kedalaman yang sama dan secara matematis dapat ditulis ρ = ρ c .ρ m , dimana ρ c adalah tahanan jenis sebenarnya dari Curve Matching dan ρ m adalah tahanan jenis anisotropi dari Dar – Zorrouk Parameter. 3.2.2.2 Pengolahan Data 2D Pengolahan data 2D bertujuan untuk mengetahui penyebaran nilai tahanan jenis sebenarnya untuk tiap line pengukuran. Hasil dari pengolahan dengan perangkat lunak Res2dinv adalah penampang 2D untuk masing–masing line dari nilai tahanan jenis dan kedalaman yang sebenarnya pula. Pengolahan data dengan perangkat lunak Res2dinv telah termasuk data topografi untuk masing–masing titik sounding. Kedalaman yang diperoleh dari pengolahan merupakan acuan dalam pengolahan data 1D dengan Barnes Resistivity Layer dan Dar-Zarrouk Parameter. Hal ini disebabkan, selain agar hasilnya dapat dibandingkan, juga karena kedalaman hanya dapat didekati dengan hasil pengolahan dari cara ini apabila data yang digunakan sama. Karena alasan tersebut maka digunakanlah median depth of investigation sebagai kedalaman pengolahan data dan untuk interpretasi. Adapun beberapa data sekunder yang turut diambil, seperti: •
Tanggal pengambilan data.
•
Keadaan medan (tentative).
•
Cuaca.
46
•
Pengamat ( yang mengambil data ).
•
Posisi line terhadap sumur, keadaan geologi dan permukaan, dll.
Selain itu beberapa data tambahan juga digunakan, antara lain : •
Data Geologi : peta geologi, stratigrafi regional, data top Formasi Kais, dan beberapa data log sumur ( ILD ).
•
Data Geofisika lainnya : berupa penampang seismik yang berimpit dengan line 08. Semua data yang ada berkaitan dan digunakan dalam membantu proses
interpretasi penampang tahanan jenis yang diperoleh dari tiap–tiap metoda pengolahan data yang dilakukan.
47