BAB III PENGOLAHAN DATA
Tahap pengolahan data pada penelitian ini meliputi pemilihan data penelitian, penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen, penentuan ukuran Sub Citra Acuan (SCA) dan Citra Pencarian (CP), proses transformasi citra dari domain spasial ke dalam domain frekuensi, proses filtering (low pass & high pass filter) dalam domain frekuensi, inverse transformasi citra dari domain frekuensi ke dalam domain spasial, pengkorelasian citra kiri dan citra kanan, mencari nilai korelasi maksimum, dan plotting nilai korelasi dalam bentuk grafik dua dimensi. Tahapan pengolahan data pada penelitian ini dapat dilihat pada flowchart gambar 3.1.
Gambar 3.1 Tahapan pengolahan data
29
3.1 Data Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah foto digital berwarna pada daerah Sabuga (Sasana Budaya Ganesha), ITB, Bandung (Gambar 3.2). Foto digital diambil dengan kamera nikon coolpix yang memiliki resolusi spasial 24 cm. Foto digital yang digunakan adalah dua foto digital yang saling bertampalan. Foto digital tersebut diambil dengan menggunakan kamera digital dengan skala yang relatif sama. Sistem koordinat foto yang dipakai adalah dalam bentuk integer baris dan kolom.
Gambar 3.2 Data foto digital
3.2 Penentuan Titik Pengamatan Pada Area Homogen dan Heterogen Citra homogen adalah citra yang memiliki nilai greylevel yang hampir sama pada setiap pikselnya. Sedangkan citra heterogen adalah citra yang memiliki nilai greylevel yang relatif jauh berbeda pada setiap pikselnya. Citra homogen memiliki distribusi intensitas warna yang rapat sedangkan citra heterogen memiliki distribusi intensitas warna yang lebih lebar. Distribusi intensitas warna citra homogen dan heterogen dapat dilihat melalui histogram citranya. Gambar 3.3 dan gambar 3.4 menunjukkan distribusi intensitas warna citra homogen dan citra heterogen.
30
Gambar 3.3 Sampel citra homogen dan histogram citranya
Gambar 3.4 Sampel citra heterogen dan histogram citranya
Gambar 3.5 Penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen Dimana :
= titik pada area homogen;
= titik pada area heterogen
31
Pengambilan sampel dilakukan pada sembilan lokasi yang berbeda pada daerah yang bertampalan dengan dua sampel area yaitu area homogen dan area heterogen (gambar 3.5). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan software stereomatch (gambar 3.6).
Gambar 3.6 Screen shot pengambilan sampel data dengan software Stereomatch Pada setiap lokasi ditentukan dua titik pada area homogen dan dua titik pada area heterogen untuk foto kiri yang kemudian dicari posisi titik-titik tersebut pada foto kanan. Gambar 3.7 dan gambar 3.8 menunjukkan contoh citra homogen yang bertampalan dan contoh citra heterogen yang bertampalan.
Gambar 3.7 Contoh citra homogen pada daerah pertampalan.
32
Gambar 3.8 Contoh citra heterogen pada daerah pertampalan 3.3 Penentuan Ukuran SCA dan CP Sampel citra yang digunakan adalah citra pada area homogen dan area heterogen dengan karakteristik daerah yang berbeda. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan ukuran window yang bervariasi dengan perbedaan yang mencolok. Untuk penelitian ini dipilih ukuran window 11x11 piksel untuk ukuran window Sub Citra Acuan (SCA) dan 21x21, 31x31, 41x41, 51x51, 61x61 piksel untuk ukuran window Citra Pencarian (CP). Sampel ukuran window SCA dan CP dapat dilihat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Contoh ukuran window untuk SCA dan CP
33
3.4 Proses Filtering Dalam Domain Frekuensi Metode yang digunakan dalam pemrosesan filter citra digital dalam domain frekuensi pada penelitian ini adalah low pass filter dan high pass filter. Untuk dapat melakukan filtering dalam domain frekuensi, citra digital perlu ditransformasikan terlebih dahulu dengan menggunakan Fast Fourier Transform dua dimensi (fft2) menggunakan perintah fft2 pada software MATLAB sehingga diperoleh spektrum frekuensi citra tersebut. Gambar 3.10 menunjukkan visualisasi proses fft2 sehingga diperoleh spectrum frekuensi citra pada penelitian ini.
Æ
fft2
Æ
Gambar 3.10 Contoh proses tranformasi fourier citra menggunakan fft2 hingga diperoleh spektrum frekuensinya Dari spektrum frekuensi yang diperoleh seperti pada gambar 3.9 maka dapat diketahui komponen frekuensi rendah dan komponen frekuensi tinggi, yaitu berdasarkan jaraknya terhadap pusat frekuensi f(0,0). Sedangkan besarnya nilai magnituda dapat diketahui melalui scalebar yang terdapat di samping spektrum frekuensi. Setelah citra ditransformasikan ke dalam domain frekuensi, kemudian dilakukan proses low pass filter dan high pass filter dalam domain frekuensi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa low pass filter adalah proses penghalusan citra (image smoothing), yaitu melewatkan komponen frekuensi rendah dan menghilangkan komponen frekuensi tinggi dari hasil transformasi Fourier. Penghilangan frekuensi komponen frekuensi tinggi dilakukan dengan mengalikan komponen frekuensi tinggi dengan nol. Sedangkan high pass filter merupakan kebalikan dari low pass filter, yaitu menghilangkan komponen frekuensi rendah dan meloloskan komponen frekuensi tinggi dari hasil transformasi fourier. Penghilangan komponen frekuensi rendah dilakukan dengan mengalikan komponen frekuensi rendah dengan nol. Proses low pass filter dan
34
high pass filter dilakukan dengan menggunakan bantuan software MATLAB (program low pass dan high pass filter pada lampiran A). Visualisasi proses low pass filter dan high pass filter pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.11.
(a)
(b)
Gambar 3.11 (a) Low pass filter (b) high pass filter Setelah proses filtering selesai, dilakukan inverse fast fourier transform dua dimensi (ifft2) untuk mendapatkan informasi citra dalam domain spasial kembali. inverse fast fourier transform dua dimensi dilakukan dengan menggunakan perintah ifft2 pada MATLAB sehingga diperoleh citra yang telah melalui proses filtering dalam domain frekuensi. Hasil inverse fast fourier transform dua dimensi dapat dilihat pada gambar 3.12.
(a)
(b)
Gambar 3.12 (a) Citra hasil ifft2 setelah low pass filter (b) Citra hasil ifft2 setelah high pass filter 3.5 Pengkorelasian Citra Kiri dan Citra Kanan Proses ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan Sub Citra Acuan (SCA) dengan Sub Citra Pencarian (SCP). Pengkorelasian citra pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengkorelasian citra dengan data citra sebelum filtering dan pengkorelasian citra dengan data citra setelah filtering. Pengkorelasian dilakukan dengan citra kiri sebagai SCA dan citra kanan sebagai SCP. Seperti yang sudah dibahas pada bab
35
2 bahwa metode pencocokan citra yang dipakai pada penelitian ini adalah pencocokan citra berbasiskan area dimana nilai matriks SCA akan dikorelasikan dengan nilai matriks dari SCP. Pengkorelasian dilakukan menggunakan bantuan software MATLAB dengan program yang tersimpan dalam m.file ‘kfft.m’ (lampiran B). Dari running program tersebut akan diperoleh nilai korelasi dan posisi citra sebelum dan setelah filtering yang disimpan dalam format ‘.txt’. Sebagai tambahan pada penelitian ini juga diperoleh waktu yang dibutuhkan selama pemrosesan. Contoh hasil running pada layar dapat dilihat pada gambar 3.13.
Gambar 3.13 Contoh hasil running program yang tersimpan dalam format ‘txt’
Hasil pengkorelasian tersebut kemudian dimasukkan ke dalam spread sheet dan diplot dalam bentuk grafik 2 dimensi. Contoh hasil plotting dengan menggunakan spread sheet dapat dilihat pada gambar 3.14.
36
Perbandingan Nilai Korelasi Sebelum dan Setelah Low Pass Filter Untuk Area Homogen
Nilai Korelasi
0.64 0.6 0.56
sebelum low pass
0.52
setelah low pass
0.48 0.44 0.4 21
31
41
51
61
Ukuran Mask
Gambar 3.14 Contoh hasil plotting dalam bentuk grafik dua dimensi
37