BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN
III.1. Objek Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, objek penelitian yang dipilih penulis sebagai unit observasi sumber perolehan data, yaitu Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Adapun pemilihan unit observasi tersebut sebagai objek penelitian dikarenakan terdapat keterkaitan informasi yang dibutuhkan penulis dengan unit pengamatan (observasi) dan relevan dengan materi penulisan skripsi ini. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berlokai di Jl. Jend. Gatot Subroto no. 4042 Jakarta Selatan merupakan unsur pelaksana pada kementerian di bawah Kementerian Keuangan Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan. Selain itu DJP juga pihak yang membantu proses administrasi pemberian Tax Holiday dan sebagai salah satu anggota dari Komite Verifikasi. Sementara itu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang berlokasi di Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44 Jakarta Selatan adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas untuk merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. BKPM berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, merupakan pihak penghubung utama antara dunia usaha dan pemerintah, BKPM diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif. Sasaran lembaga promosi investasi ini tidak hanya untuk
40
meningkatkan jumlah investasi yang lebih besar dari dalam maupun luar negeri, namun juga untuk mendapatkan investasi bermutu yang dapat memperbaiki kesenjangan sosial dan mengurangi pengangguran. Lembaga ini tidak semata bertindak sebagai advokat yang proaktif di bidang investasi, namun juga sebagai fasilitator antara pemerintah dan investor. III.1.1.
Sejarah Singkat
III.1.1.1. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Pajak Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu : a. Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah b. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara; c. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak Badan; dan d. Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 diubah menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun 1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Dengan keputusan Presiden RI No. 12 tahun 1976 tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat
41
Jenderal Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No. 12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB. Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan institusi penting di negara ini dimana saat ini dipercaya mengumpulkan sekitar 80% dari dana APBN. III.1.1.2. Sejarah Singkat Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (bahasa Inggris: Indonesia Investment Coordinating Board) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen Indonesia yang bertugas untuk merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Setelah keluarnya kebijakan Hukum tentang Investasi Asing (Foreign Investment Law) pada tahun 1967, pemerintah Indonesia menyadari akan pentingnya koordinasi dari beberapa departemen yang ada untuk masalah investasi, dan maka dari itu dibentuklah Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing (BPPMA) pada tahun yang sama. Fungsi utama dari Badan ini adalah untuk memberi saran dan masukan bagi
42
Presiden dalam implementasi masalah kebijakan penanaman modal asing. Pada tahun 1968, dengan dikeluarkannya Hukum dan kebijakan tentang penanaman modal dalam negeri, maka dibentuklah Panitia Teknis Penanaman Modal, menggantikan keberadaan BPPMA. Seiring perjalanan sang waktu, dan dengan timbulnya kebutuhan akan pengeluaran izin-izin investasi, maka pemerintah membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada tahun 1973. Dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada tahun 2007, BKPM menjadi sebuah lembaga Pemerintah yang menjadi koordinator kebijakan penanaman modal, baik koordinas antar instansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, serta pemerintah dengan pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah daerah. BKPM juga diamanatkan sebagai badan advokasi bagi para investor, misalnya menjamin tidak adanya ekonomi biaya tinggi. Sejarah singkat BPKM terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut: a. Tahun 1967 Dibentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal Asing (BPPMA). b. Tahun 1968 Pemerintah mendirikan lembaga baru dengan nama Panitia Teknis Penanaman Modal. c. Tahun 1973 Pemerintah mendirikan BKPM untuk menggantikan Panitia Teknis Penanaman Modal. d. Tahun 1985 BKPM bergabung dengan Kementerian Peningkatan Penggunaan Produksi
43
Dalam Negeri. e. Tahun 1987 BKPM bergabung dengan Kementerian Menteri Negara Penanaman. f. Tahun 1992 BKPM diubah menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi. g. Tahun 1997 Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Daftar Negatif Investasi. h. Tahun 1998 BKPM menjadi bagian dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara. i. Tahun 2002 BKPM dipisahkan dari Kementerian BUMN dan statusnya dikembalikan sebagai lembaga yang berdiri sendiri. j. Tahun 2004 Diterbitkan keputusan Presiden untuk pembentukan National Single Window for investment (NSWi). k. Tahun 2007 Dikeluarkan undang-undang investasi terbaru, yaitu UU No. 25 Tahun 2007 yang mengatur tentang perlakuan sama bagi investor dalam dan luar negeri. l. Tahun 2010 Bulan Januari diluncurkan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi secara Elektronik, yaitu suatu sistem online untuk mengurus perizinan investasi secara online.
44
III.1.2.
Bidang Usaha
III.I.2.1. Bidang Usaha Direktorat Jenderal Pajak Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan. c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan. e. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal. Direktorat Jenderal Pajak memiliki visi dan misi sebagai berikut: a. Visi: Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. b. Misi: Menghimpun
penerimaan
pajak
negara
berdasarkan
Undang-undang
Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. III.1.2.2. Bidang Usaha Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia BKPM mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penanaman modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 45
Dalam melaksanakan tugas tersebut, BKPM menyelenggarakan peta arah strategis sebagai berikut: a. Meningkatkan efisiensi investasi di Indonesia. Hal ini mencakup optimalisasi sumber daya alam sebagai katalisator yang dapat menciptakan momentum yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
program-program
menuju
pembangunan ekonomi yang lebih besar; b. Penyaluran investasi ke arah kebutuhan infrastruktur keras maupun lunak. Yang dimaksud dengan infrastruktur keras meliputi jalan raya, bandara, pelabuhan dan kapasitas pembangkit listrik; c. Membangun landasan untuk industrialisasi. Hal ini menuntut adanya investasi di bidang pendidikan secara terus menerus untuk menciptakan angkatan kerja yang berpendidikan dan berkemampuan tinggi. d. Penghapusan ketidakpastian dalam kebijakan, termasuk pelaksanaan prakarsa PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) atau National Single Window for Investment
secara maksimum yang dirancang untuk menanggulangi
masalah ini. Ketentuan hukum tentang insentif fiskal dan non-fiskal juga perlu diperhatikan untuk menunjang upaya industrialisasi skala besar ini. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga. f. Mendukung
pembentukan
ekonomi
berbasis
pengetahuan
dengan
mengembangkan lebih lanjut angkatan kerja berpendidikan yang dapat bersaing secara global. Pada tahap ini, BKPM akan berupaya untuk terus
46
menguatkan perannya sebagai advokat kebijakan investasi dan penghubung antara investor dengan pemerintah, baik untuk modal asing maupun domestik. Dalam menyelenggarakan fungsi diatas BKPM mempunyai kewenangan: a. Penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya; b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro; c. Penetapan sistem informasi di bidangnya; d. Pemberian izin dan pengendalian penanaman modal untuk usaha berteknologi strategis yang mempunyai derajat kecanggihan tinggi dan beresiko tinggi dalam penerapannya; e. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang penanaman modal. Visi dan misi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 20092014 adalah: a. Visi: Terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan investasi yang menarik. b. Misi: 1. Mendorong terciptanya iklim penanaman modal yang lebih kondusif; 2. Meningkatkan efektifitas promosi dan kerjasama penanaman modal; 3. Meningkatkan pelayanan, fasilitasi dan advokasi pelaksanaan penanaman modal;
47
III.1.3.
Produk-produk
III.1.3.1. Produk-produk Direktorat Jenderal Pajak Hasil dari penyelenggaraan fungsi yang dilakukan oleh DJP adalah sebagai berikut: a. Koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di DJP; b. Bimbingan teknis berupa konsultasi, penggalian potensi, penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan kepada wajib pajak berdasarkan segementasi wajib pajak yang diadministrasikannya; c. Pengolahan data berupa analisis dan penyajian informasi perpajakan; d. Pengendalian atas pelaksanaan tugas DJP dan KPP (Kantor Pelayanan Pajak); e. Evaluasi atas pelaksanaan tugas DJP dan KPP berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. Penjabaran kebijakan berupa perumusan, melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang peraturan KUP (Ketentuan Umum Perpajakan), seperti perjanjian dan kerjasama perpajakan internasional, bantuan hukum, pemberian bimbingan dan pelaksanaan bantuan hukum, dan harmonisasi peraturan perpajakan; g. Pelaksanaan tugas administrasi kantor. III.1.3.2. Produk-produk Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia Hasil dari penyelenggaraan fungsi yang dilakukan oleh BKPM Indonesia dalah sebagai berikut : a. BKPM menerbitkan Angka Pengenal Importir (API) produsen yang
48
merupakan sarana dan mekanisme bagi Direktorat Impor dan BKPM dalam memfasilitasi, mengelola dan memonitor kegiatan perusahaan importir; b. Rumusan kebijakan penanaman modal meliputi pengembangan penanaman modal, promosi dan kerjasama pada masyarakat (investor); c. Pengendalian penanaman modal berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku agar terwujudnya suasana yang kondusif bagi para investor untuk menanamkan modal nya di Indonesia; d. Kebijakan teknis di bidang penanaman modal; e. Rencana kinerja tahunan BKPM berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) BKPM dan masukan komponen masyarakat untuk digunakan sebagai pedoman pelaksanaan tugas; f. Rekomendasi teknis perijinan penanaman modal, pengembangan dan promosi di bidang penanaman modal; g. Penyampaian evaluasi hasil pelaksanaan tugas berdasarkan rencana kerja untuk mengetahui keberhasilan dan permasalahan serta menetapkan alternatif pemecahan masalah. III.1.4.
Struktur Organisasi
III.1.4.1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor operasional. Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat, dan jabatan tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), dan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP).
49
Organisasi DJP, dengan jumlah kantor operasional lebih dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari 32.000 orang yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, merupakan salah satu organisasi besar yang ada dalam lingkungan Kementerian Keuangan. Segenap sumber daya yang ada tersebut diberdayakan untuk melaksanakan pengamanan penerimaan pajak yang beban setiap tahunnya semakin berat. III.1.4.1.1. Tugas Unit dan Jabatan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Berikut adalah pembagian struktur organisasi kantor pusat DJP beserta tugas mereka masing-masing: a.
Kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak 1. Sekretariat Direktorat Jenderal Melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di DJP. 2. Direktorat Peraturan Perpajakan I Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peraturan KUP, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PPN dan PPnBM, serta PTLL, dan PBB dan BPHTB. 3. Direktorat Peraturan Perpajakan II Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang peraturan PPh, perjanjian dan kerjasama perpajakan internasional, bantuan hukum, pemberian bimbingan dan pelaksanaan bantuan hukum, dan harmonisasi peraturan perpajakan. 4. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
50
bidang pemeriksaan dan penagihan pajak. 5. Direktorat Intelijen dan Penyidikan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang intelijen dan penyidikan pajak. 6. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang ekstensifikasi dan penilaian perpajakan. 7. Direktorat Keberatan dan Banding Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang keberatan dan banding. 8. Direktorat Potensi Kepatuhan dan Banding Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan. 9. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang penyuluhan, pelayanan dan hubungan masyarakat. 10. Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang teknologi informasi perpajakan. 11. Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur. 12. Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi
51
Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi teknologi komunikasi dan informasi. 13. Direktorat Transformasi Proses Bisnis Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang transformasi proses bisnis. b. Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Melaksanakan penerimaan, pemindaian, perekaman, dan penyimpanan dokumen perpajakan dengan memanfaatkan teknologi informasi perpajakan. c. Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar dan Jakarta Khusus Melaksanakan koordinasi, bimbingan, pengendalian, analisis, dan evaluasi atas pelaksanaan tugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP), serta penjabaran kebijakan dari kantor pusat untuk Wajib Pajak Badan dengan tingkat omset tertentu dan kriteria tertentu: BUMN, Penanaman Modal Asing, Perusahaan Masuk Bursa, dan sebagainya. d. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Melaksanakan koordinasi, bimbingan, pengendalian, analisis, dan evaluasi atas pelaksanaan tugas KPP, serta penjabaran kebijakan dari kantor pusat. e. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Khusus, dan Madya Melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan kepada wajib pajak, berdasarkan segmentasi wajib pajak yang diadministrasikannya: Wajib Pajak Badan dengan tingkat omset tertentu dan kriteria tertentu seperti: BUMN, Penanaman Modal Asing, Perusahaan Masuk Bursa, dan sebagainya.
52
f.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan kepada wajib pajak, berdasarkan segmentasi wajib pajak yang diadministrasikannya: Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dengan tingkat omset tertentu di luar yang diadministrasikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, Khusus, dan Madya.
g. Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Melaksanaan pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh kantor-kantor pelayanan pajak.
53
Gambar III.1 Struktur organisasi kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak
54
III.1.4.2. Struktur Organisasi Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia Berikut adalah struktur organisasi pada BKPM berikut tugasnya masingmasing: a. Kepala Kepala mempunyai tugas memimpin BKPM dalam melaksanakan tugas dan fungsi BKPM. b. Wakil Kepala Wakil Kepala mempunyai tugas membantu pelaksanaan tugas Kepala BKPM. c. Sekretariat Utama 1. Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BKPM. 2. Sekretariat Utama dipimpin oleh Sekretaris Utama. Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, pendidikan dan pelatihan, keuangan, hukum, kearsipan, pengolahan data dan informasi, perlengkapan dan rumah tangga di lingkungan BKPM. d. Deputi Bidang Perencanaan dan Penanaman Modal Deputi
Bidang
Perencanaan
Penanaman
Modal
mempunyai
tugas
merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang perencanaan penanaman modal. e. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal
55
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengembangan iklim penanaman modal. f. Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang promosi penanaman modal. g. Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang kerjasama penanaman modal. h. Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pelayanan penanaman modal. i.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengendalian pelaksanaan penanaman modal.
j.
Inspektorat 1. Inspektorat adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. 2. Inspektorat dipimpin oleh Inspektur. Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan BKPM.
56
II.1.4.3. Mekanisme Persetujuan dan Lisensi II.1.4.3.1.Panduan Investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia
Gambar III.2 Mekanisme persetujuan dan lisensi investasi pada BKPM
57
Lampiran yang diperlukan untuk diserahkan dengan formulir aplikasi: 1. Surat rekomendasi dari negara terkait atau surat yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar / Kantor Perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia, oleh pemohon dari pemerintah negara lain; 2. Fotokopi paspor yang masih berlaku, jika pemohon adalah perorangan warga asing; 3. Fotokopi Anggaran Dasar Perusahaan dalam bahasa Inggris atau terjemahan dalam Bahasa Indonesia dari penerjemah tersumpah, jika pemohon adalah perusahaan asing; 4. Fotokopi Kartu Identitas (KTP) yang masih berlaku, jika pemohon adalah perorangan wargan Indonesia; 5. Fotokopi Artikel Pendirian Perusahaan beserta setiap amandemennya dan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia jika pemohon mendirikan perusahaan berdasarkan hukum Republik Indonesia; 6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi pemohon, baik untuk perorangan atau perusahaan Indonesia yang didirikan berdasarkan hukum Republik Indonesia; 7. Aplikasi harus benar dan ditandatangani dengan meterai oleh seluruh pemohon (jika perusahaan belum terdaftar) atau oleh perusahaan Dewan Direksi (jika perusahaan sudah terdaftar), dilampiri dengan Surat Kuasa dengan materai dari pihak yang bertanda tangan dan/atau mengajukan aplikasi, jika pemohon diwakili oleh pihak lain, ketentuan mengenai Surat Kuasa diatur dalam peraturan (pasal 63).
58
Panduan investasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu ( PTSP): Berdasarkan Keputusan Presiden No. 27/2009 dan sebagai bagian dari program 100 hari, BKPM memberlakukan Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) untuk memotong kerumitan birokrasi sehingga mempercepat proses perizinan usaha bagi para investor. Sasarannya adalah merampingkan dan mengkonsolidasi jumlah langkah dan tempat yang harus dikunjungi seorang investor untuk penerbitan izin-izin usahanya. Program ini menuntut adanya persetujuan dari 16 kementerian yang terkait dalam proses persetujuan investasi, dan memberi wewenang kepada BKPM dalam penyediaan layanan perizinan dan non-perizinan. Sejak 5 Februari 2009, semua menteri yang bersangkutan telah menandatangani berbagai surat keputusan yang diperlukan untuk pelaksanaan PTSP dan BKPM dapat melangkah ke depan dengan proses pelaksanaannya baik di tingkat pusat maupun di tingkat wilayah. National Single Window for Investment (NSWi): National Single Window for Investment (NSWi) atau Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) diciptakan untuk memfasilitasi PTSP lebih lanjut. NSWi merupakan landasan elektronik untuk investasi agar para investor dapat memperoleh berbagai layanan perizinan dan non-perizinan secara online. Kemampuan untuk mengotomatisasi sepenuhnya proses perizinan investasi akan meningkatkan efisiensi layanan perizinan secara signifikan. Sistem ini pertama kali diluncurkan pada bulan Januari 2010 di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
59
III.2
Desain Penelitian
III.2.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian dapat dilakukan dengan baik dikarenakan adanya metode yang sebelumnya telah direncanakan. Oleh karenanya metode merupakan aspek penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan dari suatu penelitian, terutama pada kegiatan pengumpulan data. Metode tersebut dapat dilakukan dikarenakan terdapat kegiatan pendekatan penelitian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam upaya pengumpulan data.
III.2.1.1. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif dilakukan oleh penulis dengan cara perolehan data yang tidak mengutamakan dalam bentuk dan sajian angka, melainkan diperoleh dari naskah wawancara, dokumen pribadi dan resmi, catatan memo dan catatan lapangan. Pendekatan yang dilakukan penulis memiliki tujuan mendapatkan pemahaman secara komperehensif atas penyelidikan yang dilakukan terhadap fenomena sosial, dalam penelitian ini adalah penerapan dari Tax Holiday terhadap penanaman modal asing di Indonesia, yang dijelaskan secara kompleks, detil dan terinci secara sistematis. Tujuan lain adalah menggali data dan informasi tentang isu-isi baru terkait yang ditujukan untuk kepentingan pendalaman atau penelitian lanjutan. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian eksploratif dan deskriptif. Penelitian eksploratif adalah penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Sedangkan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. 60
III.2.2. Kehadiran Penelitian
Peran yang dirangkap oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
bertindak
sebagai “alat” pengumpul data dan instrumen aktif dalam pemenuhan perolehan data di lapangan. Dibantu oleh instrumen pendukung seperti pihak-pihak eksternal, yaitu manusia dan juga dibantu oleh kehadiran dokumen-dokumen tertulis pendukung lainnya namun peran mereka adalah terbatas. Oleh karena itu kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan guna menunjang keabsahan hasil penelitian.
III.2.3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari para responden, dan bukan berasal dari pengumpulan data yang pernah dilakukan sebelumnya. Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data ini harus dicari penulis melalui narasumber atau responden, yaitu orang yang penulis jadikan objek penelitian dan sarana mendapatkan informasi ataupun data.
Penulis melakukan dua metode pengumpulan data primer, yaitu pengumpulan data secara pasif dan pengumpulan data secara aktif. Pengumpulan data secara aktif dilakukan penulis dengan kegiatan wawancara, dilakukan terhadap koresponden pada lokasi penelitian, meliputi wawancara secara langsung dengan responden, wawancara dengan responden melalui telepon dan wawancara dengan manggunakan surat elektronik. Sedangkan untuk pengumpulan data secara pasif dilakukan penulis dengan
61
melakukan observasi, yaitu pengamatan terhadap karakteristik individual, objek, dan entitas tersebut. Kegiatan ini bermanfaat dalam mendapatkan data dari responden yaitu manusia, sebagai elemen studi bagi penulis.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga penulis tinggal melakukan pencarian dan pengumpulan data tersebut. Data sekunder yang dibutuhkan oleh penulis bukan hanya menekankan pada jumlah melainkan lebih kepada kualitas dan kesesuaian terhadap tujuan penelitian. Data diperoleh dari sumber kepustakaan seperti literatur-literatur, catatan, laporan, dokumen resmi dan non resmi dari instansi pemerintah, hasil studi berupa publikasi dari berbagai sumber, studi historis, karya tulis, situs web, internet, buku dan sumber-sumber lainnya yang erat hubungannya dengan penelitian ini. Data sekunder digunakan oleh penulis sebagai informasi dasar sekaligus sarana pendukung untuk memahami masalah yang akan penulis teliti.
III.2.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dilakukan penulis dalam pengumpulan data merupakan tahapan dalam proses penelitian yang penting, karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu data yang penulis cari harus sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut :
62
a. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan indra, meliputi kegiatan melihat dan mendengarkan. Peneliti melakukan kegiatan observasi dengan kegiatan pengamatan terhadap karakteristik dan lingkungan fisik kegiatan pada subjek penelitian guna mendapatkan hasil catatan observasi berupa perbandingan antara yang tertulis dengan yang terlihat pada keadaan sebenarnya.
b. Teknik Wawancara
Pernyataan, kata-kata, dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan, yaitu objek observasi, dengan kegiatan mengamati dan wawancara antara penanya dengan responden yang dipandu dengan panduan wawancara (interview guide) berupa daftar pertanyaan wawancara yang telah siapkan sebelumnya. Hasil yang diupayakan berupa opini dan hasil jawaban responden mengenai informasi isu terkait, Tax Holiday, dengan tujuan untuk melengkapi dan memperkokoh informasi yang telah diperoleh dari kegiatan studi kepustakaan.
c. Studi Dokumenter
Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis (diurai), dibandingkan dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu dan utuh. Penulis melakukan pengumpulan data dokumen dan literatur berkaitan dengan ruang lingkup masalah yang dibuat. Sehingga teknik penelitian ini merupakan
63
landasan primer dalam perumusan masalah skripsi. Studi dokumenter bukan sekedar mengumpulkan dan menuliskan atau melaporkan dalam bentuk kutipan-kutipan tentang sejumlah dokumen, namun yang dilaporkan dalam penelitian adalah hasil analisis terhadap dokumen-dokumen tersebut.
III.2.5. Analisis Data
Menurut Patton (1980) dalam buku Lexy J. Moleong (2002) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Sedangkan menurut Taylor (1975), mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis.
Dari penjelasan diatas penulis mencoba melakukan analisis data dengan langkah pertama mengorganisasikan data yang telah terkumpul. Data yang telah terkumpul tersebut memiliki ragam yang berbeda, diantaranya dalam bentuk catatan lapangan, dokumen berupa laporan dan artikel. Selanjutnya urutan analisis data yang dilakukan penulis adalah :
1. Mengatur 2. Mengurutkan 3. Mengelompokkan 4. Mengkategorikan Urutan diatas dilakukan penulis dengan tujuan agar dapat memudahkan dalam
64
perumusan masalah yang hendak dibahas dengan menyesuaikan terhadap teori dan fakta yang ada. Analisis data merupakan suatu rangkaian proses, yang dimulai sejak kegiatan awal pengumpulan data itu berlangsung dan berakhir dengan kegiatan penarikan kesimpulan, yang penyajiannya ditampilkan pada bab lima pada skripsi ini. III.2.6. Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dilakukan oleh penulis untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kekeliruan data yang telah terkumpul. Kriteria pengecekan keabsahan data didasarkan pada kriteria : a. Kepercayaan (credibility) Penulis melakukan perbandingan, pengamatan,dan pengecekan terhadap data hasil observasi yang diikuti dengan kegiatan wawancara terhadap subjek agar data yang dihasilkan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kegiatan diskusi mengenai proses dan hasil penelitian juga dilakukan oleh penulis terhadap dosen pembimbing dengan harapan untuk memperoleh masukan baik dari segi metodeolagi maupun pelaksanaan tindakan. b. Ketergantungan pada konteks (dependability) Penulis melakukan penyesuaian antara pengumpulan dan kegiatan interperestasi yang dilakukan terhadap data dengan konteks yang dibahas pada skripsi ini. Penyesuaian diwujudkan dalam bentuk ketergantungan yang teruntai antara data dengan konteks penelitian. c. Kepastian terhadap sumber ( confirmability) Penulis melakukan pengecekan yang dibuktikan dengan dapat-tidaknya hasil analisis data dikonfirmasikan kepada sumbernya.
65